• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA KODOKUSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOMENA KODOKUSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

FENOMENA KODOKUSHI DALAM MASYARAKAT JEPANG

Desy Retnawati

Jurusan Sastra Jepang, Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

desy.retnawati07@yahoo.co.id

Abstrak

Orang-orang yang meninggal dalam keadaan sendiri atau mungkin tanpa diketahui oleh orang lain sering ditemukan beberapa hari setelah hari kematiannya, bahkan dalam beberapa kasus lebih dari sebulan setelah kematian orang tersebut. Orang yang meninggal dalam kesendirian tersebut saat ini sedang meningkat jumlah kasusnya. Laki-laki menjadi korban terbanyak dalam kasus tersebut.

Abstract

People who lonely death or may be unnoticed by others is frequently found several days after the day of his death, even in some cases for more than a month after the death of that person. The man who died in solitare is currently increasing the number of the case. Male are being the highest victims in such cases.

Keywords : lonely death, kodokushi

1. Pendahuluan

Dewasa ini, di Jepang sedang berkembang sebuah fenomena sosial yang dinamakan

Kodokushi. Kodokushi merupakan sebuah permasalahan sosial dimana terdapat seseorang

yang di temukan meninggal dalam keadaan tidak didampingi oleh siapapun. Awal mula masyarakat Jepang pada umumnya mengetahui tentang kasus kodokushi yaitu melalui peran serta media massa.

Industrialisasi memiliki peran dalam munculnya kasus kodokushi di Jepang. Masyarakat Jepang yang tadinya merupakan masyarakat feodal, pada masa restorasi Meiji mengalami perubahan secara bertahap menuju masyarakat industri. Kerja keras masyarakat Jepang dalam memajukan sektor industri membawa perubahan dalam pola interaksi sosial di dalamnya. Perubahan interaksi sosial tersebut adalah berubahnya bentuk kekeluargaan

(4)

masyarakat Jepang dari yang tadinya sebagai keluarga batih menjadi ke arah individualis. Sifat individualis tersebut yang nantinya akan menjadi kontribusi terhadap perubahan struktur sosial di Jepang. Perubahan tersebut, pada akhirnya membawa Jepang pada sebuah permasalahan sosial yang sedang berkembang saat ini yaitu “ kodokushi”.

Kasus kodokushi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kodokushi merupakan salah

satu permasalahan Jepang yang timbul dari perubahan struktur masyarakat Jepang dari masyarakat feodal menjadi masyarakat industri yang modern. Struktur disini adalah pola hubungan antar individu dengan masyarakat Jepang sebagai objeknya. Tujuan penulisan ini adalah memaparkan mengenai kasus kodokushi dan menganalisis stuktur sosial yang menjadi salah satu faktor munculnya fenomena kodokushi.

2. Kajian Pustaka

2.1 Awal mula industrialisasi di negara Jepang

Restorasi Meiji pada tahun 1868 merupakan langkah awal negara Jepang untuk melakukan perubahan besar terhadap negaranya dengan tujuan untuk mengejar ketertinggalan bangsa Jepang dari negara-negara maju di kawasan Eropa. Perubahan yang paling menonjol adalah perubahan di bidang politik. Setelah hampir dua setengah abad bangsa Jepang melakukan politik pintu tertutup (sakoku), pada tahun 1868 negara Jepang mulai membuka kembali keterbukaannya terhadap pihak asing.

“Zaman Meiji Jepang adalah satu masa pemerintahan Jepang dari tahun 1868 sampai dengan 1912 yang di tandai dengan perubahan besar-besaran di semua bidang kehidupan masyarakat. Perubahan paling utama adalah dibukanya kembali negara Jepang terhadap bangsa-bangsa asing.” Ferry Rustam, (2003:45)

Pada sektor perekonomian, pemerintah pada restorasi meiji kala itu melakukan pembaharuan yaitu dengan mengubah Jepang dari yang awalnya merupakan negara pertanian menjadi negara industri. Untuk dapat mewujudkan perubahan tersebut pemerintahan Meiji melakukan perombakan di bidang pendidikan, melalui pendidikan diharapkan dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi lebih cerdas. Dengan memiliki masyarakat yang cerdas diharapkan dapat menjadi bibit-bibit unggul yang nantinya dapat memajukan negara Jepang menjadi negara maju yang modern. Tanpa dapat diduga bahwa melalui perubahan-perubahan yang dilakukan pada masa restorasi Meiji, selama kurang dari seratus tahun, Jepang dapat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju Eropa.

(5)

“Pada masa awal Meiji, bangsa-bangsa Eropa ternyata lebih dahulu sekitar seratus tahun menjadi negara-negara industri. Dan dari sejarah Jepang dapat diketahui bahwa ternyata kira-kira 100 tahun sesudah masa Meiji, Jepang mengalami kemajuan yang mengikuti negara-negara maju lainnya di dunia”

Ferry Rustam, (2003:45)

2.2 Globalisasi dan kaitannya dengan industrialisasi

Anthony Giddens yang merupakan sosiolog di negara Inggris telah memberikan sebuah definisi mengenai globalisasi, yaitu :

“The intensivication of world wide social relations which link distant localities in such a way that local happenings are shaped by events occuring many miles away and vice versa.” Giddens (1990) dalam Firmanzah (2007:21)

Artinya :

“Menurut Giddens proses globalisasi ditandai oleh intensifikasi hubungan antar wilayah, dimana peristiwa yang terjadi diluar sana akan mempengaruhi kondisi alam negara di suatu tempat.” Giddens (1990) dalam Firmanzah

(2007:22)

Globalisasi erat kaitannya dengan perekonomian. Melalui perekonomian terdapat sebuah proses globalisasi, sebagai contoh:

Jepang sebagai negara maju memiliki berbagai produk industri yang berkualitas sehingga produk-produk Jepang bisa dengan mudah diterima di pasar internasional. Melalui usaha ekspor, Jepang memperkenalkan kemampuannya dalam memproduksi berbagai hasil industri yang berkualitas ke berbagai negara di dunia. Hasilnya, negara Jepang semakin diakui kemampuannya dalam persaingan ekonomi ditingkat internasional. Kegiatan ekspor yang dilakukan oleh negara Jepang tersebut yang akhirnya melibatkan hubungan-hubungan global.

“Globalisasi juga mendesak ke samping, menciptakan wilayah ekonomi dan kultural baru yang kadang kala melintasi batas-batas negara-bangsa.”

Anthony Giddens (2002: 36-37)

Untuk mencapai kemajuan dalam bidang perekonomian, sebuah negara hendaknya memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan mau bekerja keras. Faktor tersebut dimiliki oleh sebagian besar penduduk Jepang. Berubahnya negara Jepang menjadi negara maju menciptakan sebuah perubahan baru dalam interaksi antar masyarakat. Kerja keras yang mereka lakukan dalam bekerja membawa mereka dalam kondisi yang lebih mementingkan

(6)

pekerjaan dibanding dengan kehidupan sosialnya. Hal tersebut awalnya adalah keterpaksaan sebagai upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman, bekerja keras menjadi sebuah kebiasaan dalam diri masyarakat Jepang. Sehingga pada akhirnya mereka lebih mendahulukan pekerjaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pribadi dibanding dengan interaksi sosial.

“Yang menurut Hegel khas bagi masyarakat modern adalah perpisahan antara civil society dengan negara. Yang dimaksud dengan civil society adalah masyarakat luas, jadi lingkungan sosial manusia diluar keluarga maupun negara, lingkungan yang berfungsi menyediakan kebutuhan-kebutuhannya : lingkungan, pekerjaan, pendidikan, rekreasi dan sebagainya.”

Hegel dalam Franz Magnis-Suseno (2005:27)

Berkurangnya interaksi sosial akan memicu sebuah permasalahan baru. Antara lain adalah permasalahan kodokushi yang saat ini tengah berkembang di kalangan masyarakat Jepang. Lebih jelasnya akan di paparkan pada sub bab berikut.

2.3 Kodokushi

Kata kodokushi terdiri dari dua dua kanji yaitu 孤独

こ ど く

yang dalam kamus memiliki makna “kesepian”, “menyingkir”, atau “sendiri” dan 死

yang memiliki makna kematian. Lebih jauh, sebuah data menjelaskan mengenai definisi dari kodokushi yang berbunyi sebagai berikut :

“Kodokushi is a solitary death where one dies completly alone without being taken care of or accompanied by anybody” (Hyogo Research Centre for

Quake Restoration, 1996) Artinya :

“Kodokushi adalah sebuah fenomena kematian dimana seseorang yang meninggal benar-benar berada dalam keadaan sendiri yang tidak didampingi oleh seseorang atau tidak diurus oleh seseorangpun.” Hyogo Research Centre

for Quake Restoration (1996)

Seseorang yang mengalami kodokushi sering kali tubuhnya yang sudah tidak bernyawa berbaring di tempat tinggalnya ataupun tempat-tempat yang kurang diketahui oleh orang lain sehingga kematiannya tidak dapat diketahui. Tubuh mereka sering kali baru ditemukan oleh orang lain setelah beberapa hari sejak hari kematiannya atau bisa dalam jangka waktu beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan. Di Jepang, sering kali seseorang

(7)

yang meninggal dalam kesepian tubuhnya ditemukan dalam keadaan berbentuk seperti tubuh manusia tetapi sudah membusuk serta mengeluarkan residu cairan.

3. Kodokushi sebagai dampak industrialisasi dan globalisasi

Masuknya arus gelombang globalisasi dalam kehidupan modern yang penyebarannya sangat efektif melalui media massa dan memberikan kontribusi terhadap perubahan struktur sosial di Jepang. perubahan tersebut yang menjadi pemicu terjadinya permasalahan-permasalahan sosial di Jepang. Perubahan struktur sosial yang berlaku dalam ruang lingkup masyarakat Jepang memiliki keterkaitan erat dengan penyebab munculnya kasus kodokushi. Berikut adalah definisi mengenai struktur sosial menurut seorang ahli sosiologi :

“Menurut James Colleman struktur sebagai pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia atau masyarakat.” Akbar Y. Atmaja,

dkk (2011:3)

Dalam permasalahan makalah ini, struktur yang dimaksud adalah pola hubungan antar manusia dengan masyarakat Jepang sebgai objeknya. Lebih jauh, Giddens memaparkan teorinya mengenai struktur yaitu :

“struktur mirip pedoman yang menjadi prinsip praktik-praktik di berbagai tempat dan waktu tersebut merupakan hasil perulangan berbagai tindakan kita. Namun sebaliknya, skemata yang mirip “aturan” itu juga menjadi sarana (medium) bagi berlangsungnya praktik sosial kita. Giddens menyebut skemata itu struktur” B.Herry Priyono (2002 : 22)

Skemata yang disebut oleh Giddens sebagai “struktur” merupakan sebuah alat pengatur tindakan seseorang atau masyarakat yang terjadi dalam sebuah ruang dan waktu. Tindakan tersebut berjalan dinamis mengikuti perkembangan ruang dan waktu dan terjadi secara berulang-ulang.tindakan berulang-ulang tersebut pada akhirnya akan membentuk sebuah pola dalam praktik sosial. Sebagai contoh, sebelum bangsa Jepang mengalami kekalahan pada perang dunia ke-2, setiap keluarga di Jepang umumnya merupakan

“Kakukazoku”, “核家族 (keluarga batih). Kakukazoku atau keluarga batih merupakan

keluarga besar dan dalam satu atap rumah di tinggali oleh tiga generasi, yaitu ; kakek-nenek, ayah-ibu, dan anak.

Contoh diatas tentu sangat berbeda apabila dibandingkan dengan kondisi masyarakat Jepang di abad 21 ini. Melalui industrialisasi, masyarakat Jepang yang awalnya sebagai

(8)

masyarakat feodal, melakukan migrasi dari desa ke kota. Umumnya para mereka meninggalkan keluarga untuk bekerja dan menetap di kota. Adanya kecendrungan bahwa industrialisasi membuat seseorang lebih dominan praktiknya dalam pekerjaan dibanding dalam praktek interaksi sosialnya.

Di zaman modern ini masyarakat Jepang telah mengalami pergeseran dalam pola berfikir yang akhirnya memberikan pengaruh terhadap cara bertindak mereka. Pengaruh tersebut pada akhirnya memberikan perubahan pada struktur sosial Jepang. Setelah mengalami kemajuan ekonomi dan menjadi negara maju dikawasan Asia pada sekitar tahun 1970’an, masyarakat Jepang pada umumnya memiliki keinginan untuk mencapai kemapanan dalam kehidupan mereka. Demi mencapai kesejahteraan hidup mereka bekerja sangat keras dan akhirnya memiliki kemapanan dalam kehidupan mereka. Dengan memiliki kondisi finansial yang baik maka mereka dapat memenuhi segala kebutuhannya. Selain itu ditunjang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi membuat hidup manusia pada umumnya dan masyarakat Jepang pada khususnya semakin dapat dipenuhi oleh diri sendiri. Hal tersebut memunculkan penurunan pada rasa ketergantungan akan bantuan orang lain.

Pergeseran pola pikir juga terjadi pada wanita Jepang. Di zaman modern saat ini dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologinya, wanita Jepang lebih memilih menggapai pendidikan tinggi yang nantinya akan menjadi sumber pendukung mereka dalam memenuhi tuntutan pekerjaan. Mereka saat ini lebih memilih karier dan keinginan untuk bisa hidup berumah tangga bukan lagi menjadi suatu prioritas bagi wanita Jepang. Jika mereka memiliki jenjang karir yang bagus, tentunya akan lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkan uang dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hidup baik kebutuhan primer, sekunder maupun tertier. Hal tersebut bertujuan untuk menunjukan identitas diri mereka.

“...globalisasi juga menampakan bahwa “tak seorangpun dapat mengelak dari transformasi yang dilahirkan oleh gugus daya modernitas.” Begitu juga kita tidak bisa menolak dari resiko buatan yang dibawa serta merta” B. Herry-Priyono (2002:60)

“Tidak sulit menemukan contoh bagi gejala semakin refleksifnya proyek pembentukan identitas diri. Akan punya dua atau enam anak semakin berada dalam lingkup sistem ahli medis (seperti pil pencegah kehamilan) dan sistem ahli ekonomis (misalnya kalkulasi pencapaian karier dan kesejahteraan finansial). Namun transformasi refleksivitas identitas diri ini lebih jauh mendalam dari itu”. B. Herry-Priyono (2002 : 61-62)

(9)

Keinginan wanita Jepang yang ingin memiliki pendidikan yang tinggi serta kehidupan sebagai wanita karier, membuat mereka cendrung memilih pekerjaan di bandingkan keinginan untuk menikah. Menurunnya keinginan untuk menikah tersebut akhirnya di kemudian hari menimbulkan permasalahan baru yaitu menurunnya jumlah penduduk Jepang yang memiliki keluarga. Laki-laki tidak lagi mudah untuk bisa melakukan pernikahan karena berkurangnya jumlah wanita yang ingin menikah.

Selain alasan tersebut, Banyak orang Jepang memilih untuk tidak menikah dikarenakan faktor kesejahteraan. Tingginya biaya hidup di Jepang membuat membuat masyarakat Jepang lebih memilih untuk hidup sendiri sacara mandiri. Menurunnya keinginan masyarakat untuk memiliki anak dikarenakan faktor biaya hidup anak yang tinggi serta mahalnya biaya pendidikan. Lalu dari keengganan rasa untuk menikah itu yang nanti mengakibatkan terjadinya penurunan angka kelahiran. Penurunan angka kelahiran ini yang akan menjadi penyebab sedikitnya jumlah penduduk Jepang usia produktif dan meningkatnya jumlah penduduk Jepang usia lansia.

Disisi lain, orang yang tidak menikah dan memiliki keturunan, akan memungkinkan bahwa dimasa depan ia akan tidak memiliki keluarga. Hal tersebut meningkatkan potensi bahwa orang tersebut di masa depan tidak memiliki anggota keluarga yang akan menjadi teman dalam keseharian hidup dan yang akan mengurusnya jika ia telah memasuki masa tua. Pada akhirnya mereka akan mengalami kesepian dalam hidupnya

“Based on the result of the World Value Survey conducted by the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) which asked respondents about their contact with other people in their normal daily lives, Japan was one of the most “lonely” countries. People in Japan had the least communication with friends, work colleagues and other acquaintances in places of worship, in sport and cultural associations in their everyday life.”

Billy Thomas (2008) Artinya :

“Berdasarkan hasil dari World Value Survey yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang bertanya kepada para responden mengenai hubungan mereka dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari, Jepang merupakan negara yang melakukan komunikasi paling sedikit baik dengan teman, rekan kerja dan kenalan lainnya ditempat ibadah , dalam olahraga maupun dalam asosiasi budaya dikehidupan sehari-hari mereka.” Billy Thomas (2008)

Kesendirian dimasa tua memperbesar kemungkinan terjadinya kodokushi. Ada kemungkinan mereka akan sampai pada kondisi ketika mereka meninggal dunia mereka tidak

(10)

ditemani dan diurus oleh siapapun. Selain itu sangat terjadi kemungkinan bahwa pada akhirnya kematian lansia tersebut tidak di ketahui oleh orang-orang disekitarnya.

Pergeseran pola pikir masyarakat mengenai keinginan untuk menikah dan memiliki anak, secara tidak sengaja ikut mempengaruhi demografi masyarakat Jepang. Saat ini presentase penduduk Jepang cendrung meningkat. Hal tersebut memberikan kekhawatiran mengenai jumlah lansia yang lebih tinggi dibanding dengan usia produktif.

“The living arrangements among family in Japan has changed dramatically in the last few decade. The numbers of elders wholive alone has increased rapidly over the past 20 years. Males living alone has grown approximately 190.000 in 1980 to 1.05 million in 2005. In the same period, females living alone has grown from approximately 690.000 to 2.81 million”

Billy Thomas (2008) Artinya :

“Pengaturan hidup pada keluarga di Jepang telah berubah secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Bilangan lansia yang hidup sendirian telah meningkat pesat selama dua puluh tahun terakhir. Laki-laki yang hidup sendirian telah berkembang dari kira-kira 190.000 jiwa menjadi 1,05 juta jiwa pada tahun 2005. Dalam periode yang sama, perempuan yang hidup sendirian telah berkembang dari sekitar 690.000 jiwa menjadi 2.81 juta jiwa .” Dr.Billy Thomas (2008)

Dari kutipan diatas kita dapat melihat bahwa terjadi peningkatan cukup tajam pada kasus lansia yang hidup sendiri dimasa tuanya. Peningkatan tersebut memiliki kecendrungan adanya keterkaitan dengan perubahan struktur sosial dalam masyarakat Jepang. Sistem kekeluargaan yang dulu sangat melekat erat pada struktur sosial di Jepang, saat ini telah berubah menjadi lebih individualisme. Sifat individualis itulah yang menjadi pemicu awal terjadinya kodokushi.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya mengenai adanya peningkatan secara tajam terhadap presentase jumlah lansia yang hidup sendiri. Melihat presentase tersebut, maka akan ada kemungkinan bahwa kasus kodokushi akan meningkat pula seiring dengan meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri. Dugaan tersebut di perkuat dengan didapatkannya data sebagai berikut :

“In 1987, 788 men died alone (kodokushi) in Tokyo residences. In 2006, the number was 2.362. the relative kodokushi numbers for women were 335 and 1.033. more significantly, the average time between death and discovery of the body for men in 2006 was 12 days, for women 6.5 days.”

(11)

Artinya :

“Di tahun 1987, 788 pria meninggal dalam kesendirian (kodokushi) di perumahan-perumahan Tokyo. Di tahun 2006, jumlahnya mencapai 2.362 . jumlah kodokushi yang berhubungan dengan wanita adalah 335 dan 1033. Lebih signifikan lagi, rata-rata jangka waktu kematian dengan ditemukannya tubuh korban untuk laki-laki di tahun 2006 adalah 12 hari, untuk wanita 6.5 hari.” Philip Brasor (2011)

Pada data di atas terlihat bahwa jumlah pria yang meninggal dalam kesendirian lebih banyak dibanding dengan jumlah wanita. Hal tersebut berkaitan dengan penjelasan sebelumnya yang menerangkan rendahnya minat wanita Jepang untuk menikah.

(12)

4. Penutup

Fenomena kodokushi terjadi melalui gejala yaitu perubahan struktur sosial. Pada masyarakat Jepang, industrialisasi membawa perubahan kehidupan dari yang awalnya merupakan masyarakat feodal menjadi masyarakat industri. Terjadi perubahan-perubahan struktur sosial di dalamnya. Ketika masih sebagai masyarakat pertanian, sistem keluarga di Jepang merupakan kakukazoku yang terdiri dari tiga generasi yaitu kakek-nenek, ayah-ibu dan anak. Maka ketika Jepang berubah menjadi negara industri, struktur sosial kemudian berubah menjadi masyarakat yang cendrung individualis. Sifat individualis tersebut itulah yang melahirkan fenomena kodokushi. Untuk itu perlu kiranya masyarakat Jepang memperbaiki rasa keinginan untuk menjalin interaksi antar individu. Dengan memiliki keinginan untuk berinteraksi dengan masyarakat, kiranya akan mengurangi rasa individualis dalam diri masing-masing. Para lansia hendaknya diperhatikan oleh kerabat yang masih berusia produktif. Sifat kepedulian dari generasi muda sangat dibutuhkan para lansia. Kepedulian itu bisa dalam berbagai macam bentuk, misalnya generasi muda yang memiliki kesibukan dalam pekerjaan setidaknya meluangkan sedikit waktunya untuk mengunjungi orang tua atau kakek-nenek mereka yang sudah lansia. Dengan begitu, anak atau cucu akan mengetahui keadaan orang tua atau kakek-nenek mereka. Selain itu bisa juga dengan memanfaatkan jasa caregiver yang didatangkan ke rumah-rumah mereka. Sehingga nantinya akan ada orang yang mengurus para lansia tersebut.

(13)

Daftar Pustaka :

Herry Priyono, B. Anthony Giddens Suatu pengantar. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2002

Suseno-Magnis,Franz. Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme-Utopis ke Perselisihan

Revisionisme. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama,2005

Firmanzah. Globalisasi Sebuah Proses Dialektika Sistemik. Jakarta : Yayasan SAD Satria

Bhakti , 2007

Refrensi lainnya :

Rustam,Ferry. Reformasi Pendidikan pada Zaman Meiji. 2003 www.journal.ui.ac.id

Hyogo Research Center for Quake Restoration, 1990 www.bosai.go.jp/hyogo/ehyogo/research.html

Atmaja, Akbar Y dkk. Aplikasi Teori Struktur dan Stratifikasi Sosial dalam Pembangunan, 2011

www.yenipsa08.blog.uns.ac.id

Brasor, Philip. Japan’s Tribe of Lonely People Continues to Grow. 2011 www.japantimes.co.jp

www.philipbrasor.com

Thomas,Billy. Tragedy of Elder care in Japan. 2008 www.changingaging.org

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Lampiran Syarat Mutu daging daging kerang Menurut Standar Nasional Indonesia Nomor Tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam dan Hasil Olahannya.. Universitas

matakuliah sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Akademik Unand dalam Peraturan Rektor Nomor 3 Tahun 2016 terkait standar proses pembelajaran mencakup:.

Plant Medan telah memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi V yaitu kadar tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

Rapat memutuskan dengan suara bulat untuk menerima baik Laporan Keuangan Konsolidasian dan mengesahkan Laporan Posisi Keuangan Konsolidasian, Laporan Laba Rugi dan

Mathematical models based on those factors were proposed in study of bird flu infection processes within a poultry farm.. The population of susceptible birds and the population

Kesimpulan dari penelitian ini adalah manajemen penyimpanan obat BPJS Di Gudang Obat Rumah Sakit Umum Daerah Idaman Banjarbaru berdasarkan 4 indikator yaitu

Dengan semangat yang diwarisi dari McClelland, penelitian ini akan lebih dalam lagi berusaha untuk menggali esensi dari “the force” sehingga akan ditemukan teori

There are nine distinguished national parks in Taiwan. Each one has its own wild variety of natural inhabitants and cultural resources. However, due to the