Korespondensi: dr. Sri Hartati Handayani, Sp.P Email: [email protected]; HP: 082329053308
Determinan Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik pada Penyakit
Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut
Sri Hartati Handayani, Suradi, Reviono, Yusup Subagyo, Maryani
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Abstrak
Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat. Kehadiran kolonisasi bakteri
di saluran napas berkaitan dengan risiko resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko resistensi bakteri terhadap antibiotik pada pasien dengan PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang ini dilakukan pada pasien dengan PPOK, data pasien dan resistensi bakteri diperoleh
dari rekam medis di Rumah Sakit Dr. Moewardi periode 2011-2012. Studi statistik analitik menggunakan chi-square dan regresi logistik.
Hasil: Di antara 67 pasien PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi, bakteri yang paling sering terisolasi adalah Staphylococcus aureus (19,4%),
Klebsiella spp (26,8%), dan bakteri MDR (50%). Analisis univariat mendapatkan faktor risiko untuk variabel resistensi bakteri, yaitu usia (>60), IMT (indeks massa tubuh), tingkat eksaserbasi (sedang/berat), derajat obstruksi (berat/sangat berat), riwayat merokok (perokok), antibiotik yang digunakan (sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosida, kuinolon). Analisis multivariat menunjukkan tingkat eksaserbasi (berat) relative risk (RR) 0,224, pengobatan aminoglikosida (RR 0,356) sebagai faktor independent level multidrug resistant (MDR).
Kesimpulan: Eksaserbasi berat dan pengobatan aminoglikosida merupakan faktor risiko terhadap resistensi bakteri terhadap antibiotik
pada pasien dengan PPOK. Pengobatan antibiotik rasional pada PPOK diperlukan untuk mencegah timbulnya resistensi bakteri. (J Respir Indo. 2014; 34: 198-203)
Kata kunci: PPOK eksaserbasi akut, resistensi bakteri, antibiotik.
Determinant Bacterial Resistance to Antibiotics in Acute
Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (AECOPD)
Abstract
Backgrounds: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a major health problem in the community. Bacterial and viral infections
increasing frequency of new bacterial strain exacerbations. The presence of bacterial colonization in the airways increased the risk of bacterial resistance to antibiotics. The aimed of this study is to determine the risk factors of bacterial resistance to antibiotics in patients with acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (AECOPD) in Dr. Moewardi hospital.
Methods: This cross-sectional study was conducted in subjects with AECOPD, subjects data and bacterial resistance obtained from medical
records in Dr. Moewardi hospital between 2011-2012. The statistic analysis study were chi-square and logistic regression.
Results: Among 67 patients AECOPD in Moewardi hospital, the most frequent type of isolated bacteria were Staphylococcus aureus (19.4
%), Klebsiella spp (26.8 %), and multi-drug resistance/MDR bacterial (50%). The univariate analysis evaluated the risk factors for bacterial resistance variables: age (>60), BMI (normoweight), degree of exacerbations (moderate/severe), degree of obstruction (severe/very severe), history of smoking (smoker), antibiotics treatment (cephalosporin third gen, aminoglycoside, quinolon). The multivariate analysis showed the degree of exacerbations (severe) (relative risk (RR) 0.224), and aminoglycoside treatment (RR 0.356) as independent factors MDR resistance.
Conclusions: Severe exacerbation and aminoglycoside treatment were the risk factors for bacterial resistance to antibiotics in patients with AECOPD.
Rational antibiotics treatment in AECOPD is needed to prevent emerging of bacterial resistance. (J Respir Indo. 2014; 34: 198-203) Keywords: COPD acute exacerbation, bacterial resistance, antibiotics.
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru pakan masalah utama kesehatan masyarakat. World
Health Organization (WHO) tahun 2020 mem perkirakan
PPOK menempati urutan kelima penyebab mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia dan hampir 25% pada usia di atas 40 tahun. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas nomor empat dari seluruh penyakit yang ada di Amerika Serikat.1 Morbiditas dan mortalitas penderita PPOK terjadi pada PPOK eksaserbasi akut yang ditandai dengan peningkatan gejala pernapasan.2
Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang ditandai hambatan aliran udara yang bersifat progresif serta berhubungan dengan respons inflamasi kronik pada saluran napas dan parenkim paru terhadap partikel atau gas beracun/ berbahaya. Sedangkan definisi PPOK eksaserbasi akut adalah sebagai gejala klinis memburuk disertai penurunan fungsi faal paru dan peningkatan inflamasi lokal dan sistemik. Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut ditandai dengan peningkatan sesak, peningkatan purulensi sputum, dan peningkatan volume sputum.2,3
Penyebab PPOK eksaserbasi akut paling sering yaitu infeksi trakeobronkial dan polusi udara dengan sepertiga penyebab eksaserbasi berat yang tidak dapat diidentifikasikan. Penelitian dengan menggunakan data kultur sputum serta serologi menunjukkan bahwa 50% kejadian eksaserbasi akut disebabkan oleh infeksi. Mikroorganisme penyebab eksaserbasi adalah bakteri, tetapi dapat juga disebabkan oleh virus.3
Pemilihan terapi pada penderita PPOK eksa serbasi akut salah satunya adalah antibiotik. Pem berian antibiotik dapat dilakukan melalui pendekatan yang optimal terhadap kasus PPOK eksaserbasi akut tergantung pada diagnosis dan derajat keparahan walaupun penggunaan antibiotik masih kontroversial. Pemilihan antibiotik yang tepat akan mencegah ter jadinya resistensi bakteri dan antibiotik.4
METODE
yang rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode Januari 2011 sampai 31 Desember 2012 dengan diagnosis PPOK eksaserbasi akut dengan sampel penelitian sebanyak 67 pasien. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah PPOK eksaserbasi akut yang dapat mengeluarkan sputum. Kriteria eksklusi adalah pasien PPOK eksaserbasi akut yang tidak dapat mengeluarkan sputum.
Catatan medis diperiksa untuk memperoleh data mengenai usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), gejala klinis, pemeriksaan spirometri, terapi, dan jenis mikroorganisme. Sampel sputum diambil dari sputum pagi dan di koleksi dalam pot sputum bertutup ulir. Sputum yang terkumpul kemudian dikirim ke laboratorium mikrobiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan pem biakan atau kultur bakteri. Kultur bakteri di lakukan dengan menggunakan media agar darah dan Mc Conkey. Koloni bakteri yang tumbuh kemu dian diproses dengan alat VITEK® 2 Compact untuk mengetahui jenis bakteri. Variabel bebas pada penelitian ini meliputi usia, IMT, derajat eksaserbasi, derajat obstruksi, status merokok, tingkat pemberian antibiotik pemicu. Variabel terikatnya adalah tingkat resistensi mikroorganisme. Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kriteria eksaserbasi akut adalah sesak meningkat, produksi sputum bertambah dan perubahan purulensi. Derajat berdasarkan kriteria:
a. Berat, jika terdapat 3 gejala b. Sedang, terdapat 2 gejala c. Ringan, terdapat 1 gejala
2. Derajat obstruksi berdasarkan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) post bronkodilator dikategorikan menjadi:
a. Ringan, nilai VEP1 ≥ 80% prediksi b. Sedang, nilai 50%≥VEP1≥80% prediksi c. Berat, nilai 30%≥VEP1 ≥50% prediksi d. Sangat berat VEP1<30% prediksi
3. Bakteri MDR adalah methicillin-resistant
staphy-lococcus aureus, ceftazidime atau imipenem-resistant pseudomonas aeruginosa, acinetobacter baumanni, stenotrophomonas malthophilia, dan
Data yang diperoleh dari penelitian ditabulasi dan dianalisis menggunakan statistical programme for
social (SPSS) for window versi 13.00. Hubungan antara
masingmasing variabel PPOK dan tingkat resistensi mikroorganisme dianalisi dengan uji chi square, dan analisis multivariate secara regresi logistik.
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 67 pasien PPOK eksaserbasi akut didapatkan tingkat
resistensi multidrug resistensi (MDR) sebanyak 34
pasien (50,75%) dan nonMDR 33 pasien (49,25%). Hasil isolasi bakteri gram positif 18 (26,87%) dan gram negatif 49 (73,13%). Klebsiellapneumonia (26,87%) sebagai bakteri tersering sebagai penyebab eksaserbasi diikuti Staphylococcusaureus (19,40%).
Distribusi pasien berdasarkan umur, IMT, derajat eksaserbasi, derajat obstruksi, status merokok, pemberian antibiotik pemicu dapat dilihat pada Tabel 2. Hubungan antara umur, IMT, derajat eksaserbasi,
derajat obstruksi, status merokok, pemberian anti biotik pemicu dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis stas tistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara derajat eksaserbasi, pemberian antibiotik (sefalosporin gen 3 dan kuinolon). Tabel 4 memperlihatkan ana lisis probabilitas masingmasing variabel bebas ter hadap kejadian resistensi mikroorganisme dengan mempertimbangkan variabel lain.
Tabel 1. Hasil Isolasi bakteri.
No Bakteri (n =67) Jumlah (%) Gram Positif Staphylococcusspp 13 (19,40%) Streptococcusspp 5 (7,46%) Total 18 (26,87%) Gram Negatif KlebsiellaPneumonia 18 (26,87%) Acenitobacterspp 12 (17,91%) Pseudomonasspp 9 (13,43%) Enterobacter 8 (11,94%) Escheria colli 2 (2,99%) Total 49 (73,13%)
Tabel 2. Distribusi pasien menurut variabel penelitian.
Faktor Risiko Frekuensi (n=67) Persentase (%)
Umur <60 14 20,90
>60 53 79,10
IMT Underweight 14 20,90
Normowieght 53 79,10
Derajat eksaserbasi Ringan 5 7,46
Sedang/Berat 62 92,54
Derajat obstruksi Ringan/sedang 18 26,87
Berat/sangat berat 49 73,13
Status merokok Bukan perokok 18 26,87
Perokok 49 73,13
Sefalosporin Gen 3 Tidak 16 23,88
Ya 51 76,12 Aminoglikosida Tidak 58 86,57 Ya 9 13,43 Kuinolon Tidak 62 92,54 Ya 5 7,46 Karbapenem Tidak 65 97,01 Ya 2 2,99 Tingkat resistensi MDR 34 50,75 NonMDR 33 49,25
Tabel 3. Analisis univariat faktor risiko jenis resisten MDR.
Faktor Risiko Kategori Non MDR MDRJenis Resistensi RP 95% CI P
Umur >60 29 (87,88%) 24 (70,59%) 0,331 0,0921,190 0,082
BMI Normal 24 (72,73%) 29 (85,29%) 2,175 0,6427,365 0,206
Derajat eksaserbasi Sedang/Berat 28 (84,85%) 34 (100%) 2,214 1,638-2,913 0,018* Derajat obstruksi Berat/Sangat berat 23 (69,7%) 26 (76,47%) 1,413 0,477-4,185 0,532 Status merokok Perokok 21 (63,64%) 28 (82,35%) 2,667 0,860-8,268 0,084 Sefalosporin Gen 3 Ya 28 (84,85%) 23 (67,65%) 0,373 0,1131,230 0,099
Aminoglikosida Ya 0 (0%) 9 (26,47%) 0,431 0.3210.579 0,002*
Kuinolon Ya 5 (15,15%) 0 (0%) 0,452 0,3430,594 0,025*
Karbapenem Ya 0 (0%) 2 (5,882%) 0,492 0,385-0,630 0,493
Tabel 4. Analisis multivariat faktor risiko jenis resisten MDR
Faktor Risiko B Exp (B) /RP 95,0% CI P
Derajat eksaserbasi (Berat) 1,495 0,224 0,074 0,676 0,008*
Pemberian antibiotik pemicu (Aminoglikosida) 1,033 0,356 0,139 0,911 0,031*
Keterangan : B adalah koefisien persaman regresi logistik
P adalah probabilitas uji pengaruh tiaptiap faktor terhadap variable dependen (tingkat resisten)
Exp (B)/RP (angka risiko)
PEMBAHASAN
Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi ada lah kejadian akut yang ditandai dengan memburukya gejala pernapasan pasien di luar variasi normal sehari hari dan menyebabkan perubahan dalam pengobatan, menurunkan kualitas hidup, mempercepat prog resivitas penyakit, dan meningkatkan risiko kematian.1,3 Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut sering terjadi pada pasien PPOK derajat sedang sampai berat, dengan ratarata dua kejadian eksa serbasi pertahun dan masa penyembuhan selama tujuh hari. Infeksi bakteri berperan penting dalam etiologi, patogenesis, dan gejala klinis PPOK eksaserbasi. Strain baru dari Haemophilus
influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pneu monia, atau Pseudomonasaeruginosa sangat ber hu
bungan dengan munculnya PPOK eksaserbasi akut.5 Sampel penelitian ini adalah sampel pasien PPOK eksaserbasi akut. Diagnosa PPOK ditegakkan dari hasil spirometri post bronkodilator didapatkan VEP1% (VEP1/KVP) <70%, serta kenaikan VEP1 post bronkodilator < 200 ml dan <12%. Kriteria eksaserbasi akut PPOK adalah perburukan dari gejala klinis sehari hari yang ditandai dengan peningkatan sesak napas, produksi sputum meningkat, dan purulensi sputum
didapatkan 67 pasien yang masuk kriteria inklusi yang dirawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2012.6
Penelitian pola mikroorganisme PPOK eksa serbasi akut yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta oleh Mahendra dkk.6 menunjukkan Klebseilla
spp (30,4%), pseudomonas spp (8,7%), Acenitobacter spp (8,7%), dan Strep tococcus hemolyticus (15,2%).
Penelitian tersebut sama seperti yang dilakukan oleh Jeanette dkk.7 menunjukkan Klebsiella pneumonia (26,87%), Pseudo monas aeruginosa (17,91%),
Ace nitobacter spp (13,43%), dan Staphylococcus hemoliticus (6,25%). Penelitian saat ini Klebsiella spp
(26,86%), Acenitobacter spp (17,91%), pseudomonas
aeruginosa (13,43%), dan Staphylococcus aureus
(19,49%).7 Hasil ini berbeda dengan penelitian di RS Persahabatan Jakarta tahun 2007 menemukan pola mikroorganisme penyebab eksaserbasi pada penderita PPOK yaitu Pseudomonas spp (14,6%),
Klebsiela pneumonia(7,8%), Acinetobacter baumanii
(6,25%), Streptococcus pyogenes (37,5%).3
Analisis statistik penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara usia responden dengan tingkat resistensi mikroorganisme. Penelitian ini menganalisis hubungan faktorfaktor tersebut (IMT, derajat obstruksi, status merokok) dengan tingkat resistensi mikroorganisme, dan di dapat
PPOK meningkat dengan derajat eksaserbasi yang berat, sesuai dengan hasil penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara derajat eksaserbasi dengan risiko resistensi mikroorganisme. Pasien dengan derajat ekasaserbasi berat memiliki risiko MDR lebih tinggi dengan RP= 0,224 CI= 0,074 0,076. Hal ini sesuai dengan penelitian Sportel dkk. mikroorganisme pseu domonas aeruginosa lebih sering ditemukan pada fungsi paru yang rendah, karena pada obstruksi berat tentu lebih lama menderita PPOK dan telah mem punyai riwayat eksaserbasi berulang lebih sering dan merupakan faktor risiko munculnya bakteri peng hasil βlaktamase dengan riwayat pemberian berbagai antibiotik sebelumnya sehingga cenderung ditemukan mikroorganisme gram negatif dan
Pseu-domonas aeruginosa.9
Pengaruh bakteri terhadap kejadian infeksi saluran napas bawah masih kontroversial, tetapi penelitian terbaru mengatakan 50% penderita PPOK eksaserbasi akut mengandung bakteri dalam konsentrasi tinggi pada saluran napas bawah yang menunjukkan adanya kolonisasi bakteri. Analisis statistik penelitian ini menunjukkan hubungan yang bermakna antara pemberian antibiotik pemicu dengan risiko resistensi mikroorganisme MDR. Pasien dengan pemberian antibiotik pemicu (aminoglikosida) memiliki risiko MDR lebih tinggi dengan RP= 0,356 CI= 0,139 – 0,911. Hal ini berbeda dengan penelitian
Miravitlles dkk. menunjukkan kejadian resisten pada monobactam dan cephalosporin sebesar 38% dan
aminoglikosida masih sensitif akibat dari strain multi resisten. Kejadian resistensi aminoglikosida paling sering setelah monobactam dan cephalosporin.10 Angka prevalensi resistensi MDR pada bakteri
Pseudomonas aeruginosa sekitar 1017%.11
Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola resistensi bakteri lokal dan secara rasional dalam pem beriannya. Penderita yang sering eksaserbasi dengan hambatan aliran udara yang berat dan PPOK eksaserbasi yang membutuhkan ventilasi mekanis harus dilakukan pemeriksaan kultur sputum untuk menen tukkan sensitivitas mikroorganisme dan resistensi antibiotik. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada pola resistensi bakteri lokal.11
Penelitian ini sebaiknya dilakukan secara ber kesinambungan karena resistensi antibiotik selalu berubah dari waktu ke waktu dan melibatkan populasi sampel yang lebih besar dan jangka lama. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu populasi sampel yang sedikit dan dibatasi oleh kurun waktu dua tahun.
KESIMPULAN
Isolat bakteri terbanyak yang didapatkan dari kultur sputum di RSUD dr. Moewardi Surakarta adalah Kleb siella pneumonia. Kejadian risiko MDR pada pasien PPOK eksaserbasi akut 50,75%. Faktor derajat eksaserbasi (berat) mempunyai hubungan yang bermakna dengan risiko MDR dan faktor pemberian anti biotik pemicu (aminoglikosida) mempunyai hubungan yang bermakna dengan risiko MDR.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initial for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Portland: MCR Vision Inc; 2011. p.145. 2. Devereux GS. Definition, epidemiology, and risk
factor. In: Currie GP, editor. ABC of COPD. 2nd ed. West Sussex; WileyBlackwell; 2011. p.15. 3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK). Pedoman praktis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Per himpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. p.3-80. 4. Mammen MJ, Sethi S. Macrolide MJ, Sethi S.
Macro lide therapy for the prevention of acute exa cerbation in chronic obstructive pulmonary disease. Polskie Archiwum medicyny. 2011;122:545. 5. Siddiqi A, Sethi S. Optimizing antibiotic selection in
treating chronic obstructive pulmonary di sease exa cerbation. International Journal of chro nic o bstructive pulmonary disease. 2008;3(1):31-44.
6. Mahendra D, Suradi, Sutanto YS. Karakteristik pola mikroorganisme penderita PPOK eksaserbasi akut di RSUD dr Moewardi Surakarta. Dibacakan pada PIPKRA 2012.
7. Siagan J, Suradi. Karakteristik profil mikro-organisme pada pasien PPOK eksaserbasi akut
bangsal paru RSUD dr Moewardi Surakarta. Dibacakan pada KONAS 2013.
8. Soemarwoto RAS, Manuhutu EJ, Mangunnegoro H, Setiawati A, Yunus F, Jusuf A. Pengaruh suplementasi Phyllantus Niruri L terhadap pen derita PPOK eksaserbasi akut yang mendapatkan Siprofloksasin. J Respir Indonesia. 2006;1:34-44. 9. Sportel JH, Van Altena R. Relation between
betalactamaseproducing bacteria and patient
characteristics in chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Thorax. 1995;50:24953. 10. Miravitlles M, Espinosa C, Fernandes LE.
Relationship between bacterial flora in sputum and functional impairment in patient with acute exacerbations of COPD. Chest. 1999;116:406. 11. Hirsch EB, Tam VH. Impact of multi drug resistance
pseudomonas aeruginosa infection on patient
outcomes. Expert Rev Pharmacoecon Outcomes Res. 2010; 10(4):44151.