APLIKASI MIP (Molecularly Imprinted Polymer) DENGAN
METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE
DALAM SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN
KADAR KAFEIN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia
Oleh :
AGUS RAHMAD HIDAYAT NIM 12307144017
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
ii
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama mahasiswa dan NIM : Agus Rahmad Hidayat / 12307144017 Program Studi : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Penelitian : “Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Metanol Sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein” Menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pekerjaan saya yang tergabung dalam penelitian payung : Ibu Annisa Fillaeli, M.Si dkk yang berjudul : “Efektivitas Ekstraksi kafein dengan Moleculary Imprinted-Caffeine (MIP-Caf)”. Dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi atau data yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan studi pada universitas atau institut lain, kecuali bagian-bagian yang telah dinyatakan dalam teks.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.
Yogyakarta, Januari 2017 Yang menyatakan,
Agus Rahmad Hidayat NIM : 12307144017
iv
v
MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu berharap” (Qs. Al-Insyirah: 5-8)
“Kesuksesan suatu usaha itu berasal dari niat dulu, setelah itu keyakinan dan kegigihan menjadi faktor pendukung yang penting”
“Kesuksesan bukan hanya dinilai dari hasil akhir yang diperoleh tapi juga dari seberapa besar usaha yang dilakukan, maka kesuksesan itu akan terasa jauh lebih
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah menitipkan nikmat yang begitu luar biasa hingga detik ini. Atas bimbingan, petunjuk dan kemudahan-Nya sehingga skripsiku ini dapat terselesaikan. Skripsiku ini kupersembahkan kepada :
Ibu tercinta yang selalu menyayangiku (Yatmi). Terimakasih atas doa yang selalu terpanjatkan di setiap sholat Ibu demi kesuksesan dan kelancaran agar dapat mencapai cita-cita. Terimakasih Ibu tidak pernah lelah memberikan kasih sayang dan doa untuk anakmu ini.
Ayah tercinta dan tersayang (Sanimin). Terimakasih untuk ayah yang selalu mendoakan, selalu memberi inspirasi dan tak lupa berterimakasih atas jerih payah ayah sehingga anakmu ini dapat menerima pendidikan yang layak. Kakak tercinta (Warsito) dan Istrinya (Nur Khasanah). Terimakasih untuk
selalu memberi inspirasi untuk segera menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Bapak Drs. Sunarto, M.Si yang telah membantu proses pengerjaan tugas
akhir skripsi ini.
Bu Annisa Fillaeli, M.Si yang tiada lelah membimbingku dan selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
Bapak Ali Murtono, Mas Avian Jaya dan Mbak Panca Dewi sebagai laboran yang telah membantu selama penelitian.
Kartika Kusuma Wardani, S.Si teman seperjuangan penelitian payung yang selama ini kurepotkan dalam berbagai hal penelitian.
Segenap keluarga besar Kimia Swadana 2012 yang telah menemani berjuang kurang lebih 4 tahun ini.
Segenap keluarga besar RKS Makin Syahduuu yang telah memberikan motivasi untuk segera menyusul pencapaian mereka.
Untuk Siska Budiarti, Amd.Keb beserta keluarga terimakasih atas kasih sayang dan memberikan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
vii
APLIKASI MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) DENGAN METANOL SEBAGAI EKSTRAKTAN TEMPLATE DALAM
SINTESISNYA UNTUK PENENTUAN KADAR KAFEIN
Oleh
Agus Rahmad Hidayat 1230714417
Pembimbing : Drs. Sunarto, M.Si
ABSTRAK
Molecularly Imprinted Polymer (MIP) yang disintesis dengan teknik
polimerisasi ruah merupakan suatu polimer selektif yang memiliki kemampuan sebagai sorben. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter kafein-MIP, mengetahui kondisi optimum adsorpsi pada kafein-MIP, serta mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP (Non
Imprinted Polymer) dan kafein-MIP.
Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP yang disintesis dengan cara mencampurkan MAA (Metacrylic Acid) sebagai monomer, EDMA (Etilenglikol Dimetakrilat) sebagai agen pengikat silang, benzoil peroksida (dalam kloroform) sebagai inisiator, dan kafein (dalam kloroform) sebagai template dengan metode polimerisasi ruah, kemudian diekstrasi dengan metanol dan campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) menggunakan ekstraktor soxhlet. Sebagai pembandingnya yaitu NIP yang disintesis dengan cara yang sama namun tanpa kafein sebagai template. Objek penelitian adalah adsorpsi kafein pada sampel oleh kafein-MIP, terbentuknya kafein-MIP dapat dikarakterisasi dengan uji FTIR (Fourier Transform Infrared) dan SEM (Scanning Electron Microscopy). Hasil yang diperoleh berupa padatan polimer yang berwarna putih dengan struktur yang keras yang digunakan untuk penentuan sampel dengan adsorpsi secara batch.
Hasil penelitian berdasarkan spektrum FTIR menunjukkan bahwa pada kafein-MIP dengan ekstraktan template metanol dan kafein-MIP dengan ekstraktan
template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) masih terdapat
gugus amina. Kemudian analisis SEM menunjukkan bahwa masih terdapat unsur nitrogen sebesar 14,58% (b/b) untuk kafein-MIP dengan ekstraktan template metanol dan 14,75% (b/b) untuk kafein-MIP dengan ekstraktan template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) yang berarti kafein pada kafein-MIP belum terekstrak seluruhnya. Persentase kafein teradsorpi pada NIP, kafein-MIP dengan ekstraktan template metanol, dan kafein-MIP dengan ekstraktan template campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1) sebesar 9,59% (b/v), 88,4% (b/v) dan 84,76 % (b/v).
viii
APPLICATION MIP ( MOLECULARLY IMPRINTED POLYMER ) WITH METHANOL AS THE TEMPLATE EXTRACTAN SYNTHESIS TO
DETERMINATION OF CAFFEINE CONTENT
By :
Agus Rahmad Hidayat 12307144017
Supervisor : Drs. Sunarto, M.Si
ABSTRACT
Molecularly imprinted polymer (MIP) were synthesized by bulk polymerisation technique is a selective polymer that has ability as a sorbent. The research aims to know the character of caffeine-MIP, the optimum condition of adsorption on caffeine-MIP, and the ratio percentage of caffeine in the samples extracted by NIP (Non Imprinted Polymer) and by caffeine-MIP.
Subjects in this research is caffeine-MIP synthesized by mixing MAA (Metacrylic Acid) as monomer, EDMA (Etienglikol Dimetakrilat) as crosslinker, benzoyl peroxide (in chloroform) as initiator, and caffeine (in chloroform) as template with bulk polymerization method, and then extracted with methanol and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as solvent use extractor soxhlet. As a comparison, is NIP synthesized in the same manner but without the caffeine as template. Object of the research is adsorption of the caffeine in a sample by caffeine-MIP, form of caffeine-MIP could be characterized by FTIR (Fourier Transform Infrared) and SEM (Scanning Electron Microscopy). The results is block polymers that has whitecolor with a hard structure that used to determination of caffein by adsorption in batch.
The results based on FTIR spectra showed that the metanol as template extractan caffeine-MIP and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-MIP still contained the amine group and analysis of SEM showed that still contain nitrogen elements by 14.58% (w/w) for metanol as template extractan caffeine-MIP and 14.75% (w/w) for blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-MIP it means caffeine has not be extracted completely on caffeine-MIP. The caffeine percentage adsorption by NIP, metanol as template extractan caffeine-MIP and blend (metanol and acetic acid with ratio 9:1) as template extractan caffeine-MIP are 9.59% (w/v), 88.4% (w/v) and 84.76 % (w/v).
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Aplikasi MIP (Molecularly Imprinted Polymer) dengan Metanol Sebagai Ekstraktan Template dalam Sintesisnya untuk Penentuan Kadar Kafein”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bimbingan, arahan, motivasi, bantuan baik material maupun nonmaterial dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd. M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dalam kelancaran menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi ini.
3. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M. App. Sc., Ph. D sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Kimia, Ketua Program Studi Kimia dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan informasi sampai terselesaikanya Tugas Akhir Skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sunarto, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Tugas Akhir Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu, masukan dan motivasi sampai terselesaikanya Tugas Akhir Skripsi ini.
x
5. Ibu Anisa Filaeli, M.Si sebagai dosen yang telah memberikan kesempatan untuk saya ikut bergabung dengan penelitian payung beliau.
6. Ibu Sulistyani, M.Si sebagai dosen sekretaris penguji yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini.
7. Ibu Susila Kristianingrum, M.Si sebagai dosen penguji pertama yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini.
8. Ibu Endang Dwi Siswani, MT sebagai dosen penguji kedua yang telah memberikan masukan pada Tugas Akhir Skripsi ini.
9. Seluruh dosen FMIPA UNY khususnya dosen untuk Jurusan Pendidikan Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang sangat bermanfaat.
10. Seluruh staff Laboratorium Kimia FMIPA UNY yang telah membantu dan memperlancar selama penelitian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amalan yang akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sehingga mampu menjadi bahan peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Akhirnya penulis menyadari pasti terdapat banyak kesalahan dalam skripsi ini dan untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Yogyakarta, Januari 2017 Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERRSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv MOTTO ... v HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi ABSTRAK ... vii ABSTRACT ... viii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 4
C.Pembatasan Masalah ... 5
D.Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI ... 8
A.Deskripsi Teori ... 8
1. Kafein ... 8
2. MIP (Molecularly Imprinted Polymer)... 10
3. Polimerisasi ... 11
4. PMAA (Polymetacrylic acid/ Poli asam metakrilat) ... 12
5. Metanol ... 13
6. Asam Asetat ... 14
xii
B.Penelitian yang Relevan ... 16
C.Kerangka Berpikir ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A.Subjek dan Objek Penelitian ... 20
B.Variabel Penelitian ... 20
C.Alat dan Bahan Penelitian ... 21
D.Prosedur Penelitian ... 22
E. Teknik Analisis Data ... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A.Hasil Penelitian ... 30
B.Pembahasan ... 38
1. Sintesis Kafein-MIP ... 38
2. Karakterisasi Kafein-MIP Hasil Sintesis ... 44
3. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Kafein-MIP ... 48
4. Penentuan Kafein Terekstrak pada NIP dan Kafein-MIP ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A.KESIMPULAN ... 54
B.SARAN ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat kimia fisika kafein ... 8
Tabel 2. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein akuades ... 32
Tabel 3. Data daya adsorpsi untuk variasi massa ... 34
Tabel 4. Data daya adsorpsi untuk variasi konsentrasi ... 34
Tabel 5. Data daya adsorpsi untuk variasi waktu kontak ... 35
Tabel 6. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein ... 36
Tabel 7. Data adsorpsi kafein sampel minuman dengan NIP ... 37
Tabel 8. Data adsorpsi kafein sampel minuman dengan kafein-MIP ... 38
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur molekul kafein ... 9
Gambar 2. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang ... 28
Gambar 3. Kafein-MIP hasil sintesis ... 30
Gambar 4. Spektrum inframerah NIP dan kafein-MIP ... 31
Gambar 5. Hasil SEM material kafein-MIP ... 32
Gambar 6. Kurva larutan standar kafein dalam akuades ... 33
Gambar 7. Kurva larutan standar kafein dalam metanol ... 36
Gambar 8. Kurva larutan standar kafein dalam campuran ... 37
Gambar 9. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi ... 40
Gambar 10. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi ... 40
Gambar 11. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi kombinasi 41 Gambar 12. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi disproporsionasi ... 41
Gambar 13. Struktur kimia EDMA (Etilenglikol dimetakrilat) ... 42
Gambar 14. Spektrum EDX kafein-MIP setelah ekstraksi template ... 47
Gambar 15. Grafik adsorpsi pada variasi massa kafein-MIP ... 48
Gambar 16. Grafik adsorpsi pada variasi konsentrasi kafein-MIP ... 50
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Diagram alir proses... 60 Lampiran 2. Pembuatan Kurva Standar Kafein ... 61 Lampiran 3. Perhitungan Bahan Sintesis Kafein-MIP ... 65 Lampiran 4. Perhitungan persentase kafein teradsorpsi pada
penentuan kondisi optimum ... 67 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ... 70 Lampiran 6. Pengukuran larutan standar kafein dalam akuades
dengan spektrofotometer UV-Visible... 71 Lampiran 7. Panjang gelombang maksimum kafein dalam
akuades ... 72 Lampiran 8. Pengukuran larutan standar kafein dalam metanol
dengan spektrofotometer UV-Visible... 73 Lampiran 9. Panjang gelomang maksimum kafein dalam
metanol ... 74 Lampiran 10. Pengukuran larutan standar kafein dalam
campuran dengan spektrofotometer UV-Visible ... 75 Lampiran 11. Panjang gelomang maksimum kafein dalam
campuran ... 76 Lampiran 12. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut
metanol ... 77 Lampiran 13. Pengukuran kafein yang terekstrak pada pelarut
campuran ... 78 Lampiran 14. Pengukuran kafein dalam sampel minuman
kemasan sebelum adsorpsi ... 79 Lampiran 15. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-MIP
dengan metanol ... 80 Lampiran 16. Pengukuran variasi konsentrasi larutan kafein
xvi
Lampiran 17. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan
kafein dengan metanol ... 82
Lampiran 18. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan metanol ... 83
Lampiran 19. Optimasi adsorpsi variasi massa kafein-MIP dengan campuran ... 84
Lampiran 20. Optimasi adsorpsi variasi konsentrasi larutan kafein dengan campuran ... 85
Lampiran 21. Optimasi adsorpsi variasi waktu kontak dengan campuran ... 86
Lampiran 22. Adsorpsi kafein pada sampel dengan NIP ... 87
Lampiran 23. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP metanol... 88
Lampiran 24. Adsopsi kafein pada sampel dengan MIP campuran ... 89
Lampiran 25. Hasil spektrum Inframerah pada NIP ... 90
Lampiran 26. Hasil spektrum Inframerah pada MIP sebelum pembuangan template ... 91
Lampiran 27. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol ... 92
Lampiran 28. Hasil spektrum Inframerah pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran ... 93
Lampiran 29. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut metanol ... 94
Lampiran 30. Hasil SEM-EDX pada MIP setelah pembuangan template dengan pelarut campuran ... 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teh, kopi, coklat dan minuman penambah energi merupakan minuman yang kita konsumsi sehari-hari. Senyawa yang terkandung dalam teh, kopi dan minuman penambah energi salah satunya adalah kafein. Kafein merupakan zat penikmat yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan baik itu terdapat dalam biji-bijian maupun daun. Para ahli menyarankan 200-300 mg konsumsi kafein dalam sehari merupakan jumlah yang cukup untuk orang dewasa, tetapi mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein (Siswono, 2008 : 7 - 15). Di Indonesia, menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. HK. 00.05.23.3664, batas maksimum untuk mengkonsumsi kafein adalah 150 mg per hari dan dibagi dalam tiga kali konsumsi, dengan kata lain batas maksimum konsumsi yang diizinkan adalah 50 mg per satu kali konsumsi (Evelin et al., 2006).
Saat ini masih banyak produsen minuman dipasarkan di Indonesia tidak mencantumkan indikasi penggunaan dan informasi tentang siapa saja yang cocok meminumnya, selain itu tidak mencantumkan kontra indikasi atau peringatan akan bahaya minuman tersebut (Siswono, 2001 : 11-18). Oleh sebab itu, perlu adanya kontrol terhadap jumlah kafein dalam berbagai produk yang dikonsumsi. Mengingat banyaknya masyarakat yang gemar mengkonsumsi kafein, agar tidak melebihi batas dosis yang diperbolehkan yang dapat menyebabkan dampak negatif terhadap tubuh. Dampak negatif jangka panjang dari konsumsi kafein di antaranya
2
palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, mual dan muntah (Bawazeer dan Alsobahi, 2013: 104-106)
Penentuan kadar kafein minuman secara langsung sukar untuk dilakukan dikarenakan adanya unsur lain yang mengganggu dalam proses penentuan kadar kafein. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu metode untuk analisis kadar kafein. Berbagai metode analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kafein dalam minuman berkemasan adalah spektrofotometer UV-Visible dan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC). Metode analisis untuk penentuan
kadar kafein dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode analisis yang baik dimana proses pemisahan dan pengukuran kuantitatif dan kualitatif dapat dilakukan secara simultan sehingga lebih efisien (Intan Widyasari, 2014 : 25). Namun metode HPLC tersebut memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan alternatif metode analisis untuk penentuan kadar kafein.
Salah satu metode instrumentasi yang sederhana dan terjangkau untuk analisis kafein adalah spektrofotometer UV-Visible, dimana kafein memberikan serapan yang khas pada daerah panjang gelombang 273 nm, sehingga metode analisis menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible ini dinilai cukup efisien, biaya operasional terjangkau dan mudah digunakan dalam hal penentuan absorbtivitas untuk analisis kadar kafein. Namun metode analisis UV-Visible memiliki kelemahan yaitu sampel masih memerlukan tahap pemisahan (ekstraksi) untuk meminimalisasi interferensi matriks dengan jumlah pelarut yang digunakan cukup banyak. Salah satu ekstraksi yang efisien dapat digunakan adsorben sebagai
3
pengikat analit, dimana fasa padat berupa adsorben diinteraksikan pada larutan campuran untuk memisahkan molekul ataupun ion dalam campuran.
Metode pemisahan dengan adsorben yang dapat dikembangkan adalah metode polimer tercetak molekul atau Molecularly Imprinting Polymer (MIP) dan NIP (Non Imprinted Polymer). MIP adalah metode sintesis polimer dengan
imprinting molekul target (template) yang kemudian dilakukan ekstraksi terhadap template sehingga pada akhirnya terbentuk rongga pada polimer. MIP merupakan
suatu polimer hasil polimerisasi antara molekul template, monomer fungsional, molekul taut silang (crosslinker), dan inisiator. Pada akhir proses molekul template akan dilepaskan kembali untuk membentuk rongga (kavitas) mirip molekul
template yang kemudian digunakan untuk adsorpsi molekul dengan ukuran dan
sifat fisik yang sama dengan rongga yang terbentuk (Danielsson, 2008 : 97). Perbedaan dengan NIP adalah terletak pada komposisi sintesisnya dimana NIP disintesis tanpa molekul template dan digunakan sebagai pembanding hasil MIP. Selain analisis menggunakan spetrofotometer UV-Visible, digunakan analisis pendukung lainnya untuk mengetahui struktur polimer yang dihasilkan yaitu spektrofotometer inframerah yang merupakan metode sederhana untuk menetapkan kualitatif zat pada polimer.
Keberhasilan dari penelitian ini tidak hanya terletak pada sintesis MIP dan NIP namun juga tergantung pada rongga yang terbentuk pada MIP. Untuk dapat menghasilkan rongga MIP yang sempurna untuk adsorpsi yang maksimal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah pelarut yang digunakan saat ekstraksi template. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein pada MIP
4
harus sesuai agar rongga dapat terbentuk dengan maksimal, kafein termasuk dalam senyawa organik maka pelarut yang digunakan juga jenis pelarut organik salah satunya metanol (CH3OH) dan campuran metanol dengan asam asetat (CH3COOH)
sebagai pembanding. Untuk efektifitas pembentukan rongga digunakan ektraksi soxhlet yaitu dengan prinsip kerja aliran pelarut yang kontinyu, diharapkan dapat meningkatkan porositas sehingga dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi pada sampel.
Rongga yang terbentuk pada MIP perlu dilihat dengan mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi sehingga dapat melihat struktur berukuran mikro meter. Instrumen yang tepat untuk pengukuran ini ialah SEM (Scanning
Electron Microscope) merupakan mikroskop elektron yang mempunyai
kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. SEM memiliki tambahan perangkat aksesoris dengan kemampuan untuk menganalisa suatu sampel tertentu yakni menggunakan metode dispersif energi X-Ray detektor (EDX) untuk menganalisis komposisi molekul dalam suatu sampel.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:
1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template 2. Monomer yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP
3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP 4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator
5
6. Teknik polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP 7. Pola ekstraksi template yang dilakukan
8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi template 9. Massa kafein-MIP yang digunakan untuk adsorpsi
10. Konsentrasi larutan pada kafein-MIP yang digunakan untuk adsorpsi 11. Waktu kontak kafein-MIP yang digunakan untuk adsorpsi
12. Sampel kafein yang diadsorpsi
13. Teknik karakterisasi kafein-MIP yang digunakan 14. Metode analisis kafein pada sampel yang digunakan
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa pembatasan masalah sebagai berikut :
1. Kafein yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP sebagai template adalah kafein murni dari merck.
2. Monomer yang digunakan adalah asam metakrilat (MAA) dari merck.
3. Inisiator yang dipilih dalam sintesis kafein-MIP adalah benzoil peroksida dari merck.
4. Pelarut yang digunakan untuk inisiator dalam sintesis kafein-MIP adalah kloroform.
5. Metode polimerisasi yang digunakan dalam sintesis kafein-MIP adalah polimerisasi ruah.
6. Proses polimerisasi dilakukan menggunakan waterbath pada suhu 60° C selama 24 jam
6
7. Pola ekstraksi template yang dilakukan adalah ekstraksi soxhlet.
8. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein adalah metanol dan campuran (metanol dan asam asetat).
9. Massa kafein-MIP yang digunakan 0,1 gram sampai 2 gram.
10. Konsentrasi larutan pada kafein-MIP yang digunakan 50 ppm sampai 250 ppm. 11. Waktu kontak kafein-MIP yang digunakan 15 menit sampai 75 menit.
12. Sampel kafein yang diadsorpsi adalah larutan standar kafein dan minuman kemasan.
13. Teknik karakterisasi polimer yang dipilih adalah analisis gugus fungsi dengan FTIR (Fourier Transform Infrared) dan observasi morfologi permukaan menggunakan SEM (Scanning Elektron Microscope).
14. Metode analisis kafein yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Visible.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dapat diperoleh beberapa perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah karakter kafein-MIP hasil sintesis?
2. Berapakah kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP dengan variasi
massa, konsentrasi dan waktu kontak?
3. Bagaimanakah perbandingan persentase kafein dalam sampel minuman yang
7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakter kafein-MIP hasil sintesis.
2. Mengetahui kondisi optimum adsorpsi kafein pada kafein-MIP dengan variasi massa, konsentrasi dan waktu kontak.
3. Mengetahui perbandingan persentase kafein dalam sampel yang terekstrak pada NIP dan kafein-MIP.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini :
1. Diharapkan hasil penelitian ini menghasilkan kafein dengan kualitas yang baik sehingga dapat menambah informasi tentang pemanfaatan kafein dalam analisis dalam sintesis MIP sebagai analisis kafein dalam beragai macam sampel minuman.
2. Memberikan gambaran mengenai metode pemisahan dengan menggunakan MIP sebagai salah satu media pendukung analisis dengan spektrofotometer UV-Visible untuk mengidentifikasi keberadaan suatu molekul ketika berada dalam campuran.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori 1. Kafein
a. Sifat Kimia dan Fisika Kafein
Menurut Arnaud (1987) dalam artikel penelitian Pradeep. et.al. (2015: 16), kafein merupakan alkaloid dari keluarga methylxanthine, termasuk dalam senyawa theophylline, theobromine dan mempunyai sifat sedikit larut dalam kebanyakan pelarut polar tetapi sangat larut dalam pelarut yang kurang polar. Pendapat lain mengatakan bahwa kafein bersifat polar (Auliya Puspitaningtyas dkk, Tanpa Tahun). Berikut sifat fisika dan kimia dari kafein yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisika kimia kafein
Parameter Hasil
Warna Putih
Bentuk Padatan
Berat molekul 194,2 g/mol Rumus molekul C8H10N4O2
pH 6,9
Titik leleh 2380C (460,40F)
Kelarutan dalam air Larut dalam air panas, larut sebagian dalam air dingin dan aseton
(www.sciencelab.com).
Struktur dari senyawa kafein (1,3,7-trimethylxanthine) terdapat pada gambar 1.
9
Gambar 1. Struktur Molekul Kafein (Sunarti dan Irmawati Suwardi, 2014 :2).
b. Sumber Kafein
Kafein bertindak sebagai obat perangsang psikoaktif ringan yang ditemukan pada biji, daun atau buah-buahan dari berbagai tumbuhan. Sumber dari kafein banyak ditemukan diantaranya pada kopi, biji kakao ataupun daun teh (Tautua. et al., 2014: 155).
Sumber kafein yang paling utama di dunia adalah biji kopi. Menurut Amin Rejo dkk (2011), kandungan kafein pada biji kopi tergantung dari jenis biji kopi dan letak geografis biji kopi ditanam. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan kandungan kafein pada kopi arabika dan robusta masing-masing sebesar 0,4 - 2,4 % dan 1 - 2 % (Petracco, 2005 dalam Ni Made Dwi Aptika, 2015). Menurut penelitian Wirabuana Putri dan Andi Ilham Latunra (2013: 4-6), kandungan kafein dalam 1000 gram serbuk biji kopi arabika (Coffea Arabica L) sebesar 1,7 %.
Sumber kafein yang berasal dari biji, daun atau buah-buahan, kini dapat ditemukan pada berbagai merk minuman ringan berkarbonasi atau berenergi khususnya yang memiliki manfaat sebagai penambah stamina. Menurut penelitian Tautua. et. al. (2008: 157), berikut kandungan kafein dalam minuman berkarbonasi seperti pepsi cola, diet coke, coca cola dan
10
mountain dew masing-masing adalah 44,22; 45,83; 43,71 dan 44,31 ppm,
sedangkan minuman berenergi seperti bullet, power horse, lucozade boost
dan red bull masing-masing adalah 50,42; 52,65; 47,56 dan 58,31 ppm.
2. MIP (Molecularly Imprinted Polymer)
Molecularly Imprinted Polymer (MIP) adalah polimer yang didalamnya
terdapat rongga yang bentuknya spesifik dengan molekul target karena polimer tersebut disiapkan dengan menggunakan molekul target sebagai template, karena ciri khas dari molekul target jika dijadikan template dapat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan molekul target tersebut ketika di dalam suatu campuran (Lin, dkk. 2009 : 264). Menurut Krisch prosedur sintesis MIP dilakukan dengan pencampuran molekul target (template) yang kemudian pada akhir proses dilakukan ekstraksi sehingga meninggalkan bekas ruang berupa rongga. Rongga yang dihasilkan berfungsi untuk mengenali molekul dengan ukuran, struktur serta sifat-sifat fisika dan kimia yang sama dengannya (Tahir, 2012 : 11-18).
Molecularly Imprinted Polymer (MIP) dapat disintesis berdasarkan
prinsip polimerisasi dengan melibatkan template, monomer, crosslinker, inisiator dan pelarut. Monomer berfungsi sebagai agen pengikat template dalam polimer. Pengikat silang (crosslinker) berfungsi untuk membentuk ikatan yang menghubungkan rantai polimer satu dengan polimer yang lain. Sedangkan inisiator berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi polimerisasi dan menghasilkan polimer dengan struktur yang kokoh (Tahir, 2012 : 11-18).
11
Kebutuhan akan MIP dipandang perlu, mengingat dapat digunakan dalam berbagai analisis kimia khususnya bahan pangan dan kesehatan. Keuntungan utama dari MIP adalah mempunyai selektivitas yang tinggi untuk
template yang digunakan dalam prosedur pencetakan, selain itu juga lebih
murah untuk disintesis. Sampai saat ini metode untuk sintesis MIP masih terus dikembangkan, antara lain metode polimerisasi ruah, polimerisasi suspensi, polimerisasi emulsi, dan beberapa metode yang lain. Dalam pelaksanaannya masing-masing metode tersebut mempunyai proses yang berbeda-beda (Vasapollo et. al., 2011 : 5908-5945).
3. Polimerisasi
Polimerisasi merupakan suatu jenis reaksi kimia dimana monomer-monomer bereaksi untuk membentuk rantai yang besar. Secara tradisional polimer-polimer telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu polimer adisi dan polimer kondensasi. Polimerisasi kondensasi adalah polimerisasi yang berlangsung antara dua molekul polifungsional, yaitu molekul yang memiliki dua atau lebih gugus fungsional, yang reaktif dan menghasilkan satu molekul besar dengan diikuti oleh pelepasan molekul kecil seperti air, gas, atau garam. Polimerisasi kondensasi memiliki sifat bereaksi lambat dan bertahap (Cowd, 1991: 9).
Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Pembawa rantai pada polimerisasi adisi dapat berupa spesi reaktif yang mengandung satu elektron tak berpasangan yang disebut radikal bebas, atau beberapa ion. Oleh karena pembawa rantai dapat berupa radikal bebas atau ion, maka polimerisasi adisi
12
dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu polimerisasi radikal bebas, dan polimerisasi ion (kation dan anion). Polimerisasi adisi berlangsung cepat dan serentak (Cowd, 1991:9).
Polimerisasi radikal bebas adalah polimerisasi dimana suatu polimer terbentuk dari penambahan berturut-turut gugus radikal bebas. Biasanya radikal bebas dibentuk melalui penguraian zat kurang stabil. Radikal bebas menjadi pemicu dalam polimerisasi. Contoh pemicu yang biasa digunakan adalah senyawa peroksida, seperti misalnya dibenzoil peroksida (benzoil peroksida) (Cowd, 1991:9).
Ada beberapa metode polimerisasi yang digunakan pada polimerisasi adisi, salah satunya adalah metode polimerisasi ruah. Polimerisasi ruah merupakan metode polimerisasi yang bertujuan untuk pembuatan polimer dengan reaksi sedikit eksotermis, viskositas larutan rendah sehingga mudah untuk diproses, serta polimer yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi. Metode ini merupakan metode konvensional yang cepat dan sederhana dalam pelaksanaannya sehingga tidak memerlukan keahlian operator maupun ahli instrumen (Cowd, 1991: 22)
4. PMAA (Polymetacrylic acid/ Asam poli metakrilat)
Asam poli metakrilat (PMAA) dengan rumus molekul C4H6O2
merupakan salah satu jenis polimer untuk MIP yang disintesis dari monomer MAA. MAA merupakan komponen organik yang dapat larut di dalam air panas dengan massa molar rata-rata relatif (Mr) sebesar 86 g/mol. Keunggulan menggunakan MAA sebagai monomer dibandingkan dengan monomer yang
13
lain adalah MAA mudah diperoleh dan harganya terjangkau (Lai, dkk. 2003 : 26). Selain itu, MAA yang termasuk golongan asam karboksilat memiliki kemampuan yan baik dalam berinteraksi dengan molekul template untuk membentuk cetakan molekul dalam badan polimer (Walton, 2000 : 86).
Telah banyak penelitian tentang sintesis PMAA untuk MIP, yang salah satunya dilakukan oleh Rahiminejad, dkk (2009 : 98). Pada penelitiannya dihasilkan Diazinon Imprinted Polymers yang dapat digunakan sebagai adsorben untuk mengadsorbsi diazinon di dalam air. Hal ini menunjukkan bahwa MIP yang dihasilkan dapat digunakan sebagai perangkap template (diazinon) dalam sampel bermatriks. Keunggulan PMAA dibandingkan polimer lain adalah PMAA mempunyai stabilitas yang tinggi, preparasi yang dilakukan mudah, dan biaya murah.
5. Metanol
Metanol merupakan pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa organik baik senyawa Polar maupin nonpolar, sehingga metanol mudah menguap (Wisda, 2010 : 95). Senyawa yang terekstrak dalam metanol bersifat Polar dengan polaritas yang lebih rendah dibandingkan air sebagai fase kontinyu dalam sistem pengujian sehingga diduga cenderung ada pada antar permukaan. Metanol merupakan pelarut yang paling baik (Andi, 2010 : 273).
Metanol (CH3OH) memiliki sifat fisika : cairan tak berwarna dengan titik
didih 64,5°C, dapat dicampur dengan air dalam segala perbandingan, tak membentuk campuran azeotropik dengan air. Lebih beracun daripada etilalkohol. Larut dengan air, dengan alkohol, dengan eter, benzena, dan
14
dengan sebagian besar pelarut organik lainnya. Sedangkan sifat kimia metanol menunjukkan reaksi-reaksi umum dari alkohol (tetapi metanol hanya memiliki sati atom C).
6. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang merupakan asam karboksilat yang paling penting di perdagangan, industri, dan laboraturium. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air (Kohar, 2004 : 86). Asam cuka memiliki rumus kimia CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.
Asam asetat lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH) adalah
senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,1 °C. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan etanol dengan polaritas relatif sebesar 0,648. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2 sehingga bisa melarutkan senyawa polar dan juga non polar (Hart, 2003 : 77).
7. Karakterisasi
a. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan metode yang sangat berguna dan sesuai untuk analisis polimer. Didasarkan pada prinsip vibrasi molekul, yang terjadi di daerah infrramerah dan spektrum
15
elektromagnetik dan gugus fungsi, serta mempunyai ciri frekuensi yang khas. Jika sinar infra merah dilewatkan pada sampel (polimer) maka beberapa frekuensinya akan diabsorp, sedangkan frekuensi lainnya ditransmisikan. Frekuensinya berkisar antara 2,5-16 µm, tetapi umumnya spektroskopi IR yang digunakan kebalikan dari panjang gelombang sehingga kisarannya menjadi 4000-625 cm-1 sebagai contoh vibrasi pada panjang gelombang 2900 cm-1 muncul regangan C-H yang menunjukkan adanya gugus alkana, pada panjang gelombang 3310-3500 cm-1 muncul
regangan N-H yang menunjukkan adanya gugus amino (Daintith, 1994: 230).
Energi IR tidak mampu mengekskresikan elektron melainkan mampu molekul-molekul bervibrasi dan berotasi. Kelebihan dari FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena FTIR mempunyai komputer yang terdedikasi sehingga mampu untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. Pada penelitian ini digunakan FTIR karena spektrum-spektrum dapat di-scan, dsimpan, dan ditransformasikan dalam hitungan detik (Malcolm, 2001:163-164). Spektrum IR yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis secara kualitatif dalam mengkarakterisasi senyawa polimer.
b. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu instrumen yang
menghasilkan seberkas elektron pada permukaaan spesimen target dan mengumpulkan serta menampilkan sinyal-sinyal yang diberikan oleh
16
material target. Penggunaan alat Scaning Electron Microscopy dalam morfologi kopolimer telah dikembangkan secara luas. Pada prinsipnya SEM terdiri dari kolom elektron (electron coloum), ruang sampel (specimen
chamber) dan sistem vakum (vacuum system).
Prinsip analisis SEM adalah dengan menggunakan alat sinyal elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi oleh suatu film konduktor. Pelapisan ini bertujuan agar polimer yang digunakan dapat menghasilkan arus listrik sehingga dapat berinteraksi dengan berkas elektron. Berkas elektron yang berinteraksi dengan spesimen dikumpulkan untuk menghasilkan sinyal. Sinyal ini digunakan untuk mengatur intensitas elektron pada suatu tabung televisi yang diarahkan serentak dengan sinar dari mikroskop. Interaksi berkas elektron dengan spesimen akan menghasilkan pola difraksi elektron yang dapat memberikan informasi mengenai kristalografi, jenis unsur dan distribusinya, dan morfologi dari permukaan bahan (Wu dalam Annisa, 2007 : 15).
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Miratul Khasanah (2012) dengan melakukan modifikasi elektroda dengan cara melapisi elektroda GC (Gas Chromatography) dan HMD (Hanging
Mercury Drop) menggunakan Molecularly Imprinting Polymer (MIP) untuk
analisis asam urat secara voltametri lucutan. Polimer disintesis dari monomer asam metakrilat (MAA), crosslinker etilen glikol dimetakrilat (EGDMA), inisiator 2,2-azobis isobutironitril (AIBN) dan asam urat sebagai molekul pencetak (template). Hasil penelitiannya adalah analisis asam urat dalam sampel serum menggunakan
17
elektroda GC-cetakan molekul dan HMD-cetakan molekul secara umum memberikan hasil sedikit lebih rendah dibandingkan hasil analisis menggunakan metode spektrofotometri.
Intan Windyasari (2014 : 25) dalam penelitiannya sintesis kafein-MIPs berbasis metil metakrilat (MMA) dan etilenglikol dimetakrilat (EGDMA) yang telah disintesis, dengan keberadaan kafein sebagai molekul cetakan, yang diinisiasi oleh benzoil peroksida (BPO). Polimerisasi dilakukan dalam inkubator pada suhu 65°C. Setelah proses ekstraksi template kafein-MIPs digunakan sebagai adsorbsi kafein dalam minuman kesehatan Herbalife dengan nilai kandungan kafein rata-rata sebesar 69,41 mg/g. Sedangkan kandungan kafein yang tertera pada kemasan sebesar 68 mg/g. Adsorpsi kafein oleh MIPs mengikuti model isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi MIPs hasil eksperimen dan perhitungan masing-masing mencapai 25 mg/g dan 48 mg/g.
Rahiminejad, dkk (2009 : 98) dalam penelitiannya mensintesis MIP dengan MAA sebagai monomer, EDMA sebagai agen pengikat silang, AIBN sebagai inisiator, dan diazianon sebgai template. Selain MIP, dilakukan juga sintesis NIP
Non Imprinted Polymer) dengan prosedur yang sama dengan sintesis MIP namun
tanpa penambahan diazianon. Polimer hasil sintesis ini kemudian diujikan untuk mengidentifikasi keberadaan diazianon dalam air minum dengan metode ekstraksi fasa padat. Hasil yang didapat adalah MIP menunjukkkan persentase adsorpsi yang lebih besar daripada NIP.
18
C. Kerangka Berpikir
Berkembangnya ilmu, teknologi, tuntutan kebutuhan dan pola hidup konsumen akan minuman siap saji terutama minuman yang berfungsi sebagai penambah stamina tubuh memunculkan produsen-produsen untuk menciptakan minuman berenergi hingga minuman ringan khas daerah. Minuman tersebut dapat berfungsi sebagai penambah stamina tubuh dikarenakan adanya kandungan senyawa kimia yaitu kafein. Kafein merupakan zat penikmat yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan baik itu terdapat dalam biji-bijian maupun daun.
Konsumsi kafein terutama kopi tanpa mengetahui ambang batasnya dapat berakibat buruk terhadap kesehatan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap kadar kafein yang terdapat dalam minuman. Kendala analisis kafein dalam minuman masih membutuhkan tahap pemisahan yang rumit dan membutuhkan tenaga ahli, serta relatif mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan alternatif media pemisah (absorben analit) untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebagai alternatif media pemisah diusulkan model imprinted polymer kafein. Secara prinsip polimerisasi asam metakrilat diperoleh dari sintesis dengan menggunakan monomer MAA dan kafein sebagai template. Pada kafein-MIP terdapat rongga yang mempunyai struktur sama dengan kafein sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kafein, baik kafein dalam minuman maupun makanan.
Jenis polimerisasi ini adalah polimerisasi radikal bebas dengan metode polimerisasi ruah. Prinsip polimerisasi ruah adalah dengan mencampurkan semua komponen (monomer, template, inisiator, crosslinker) yang kemudian dilakukan
19
proses polimerisasi. Setelah diperoleh hasil sintesis berupa polimer, dilakukan ekstraksi template dengan metode ekstraksi soxhlet menggunakan pelarut asam asetat yang dimaksutkan untuk melarutkan molekul template sehingga membentuk rongga pada padatan polimer yang kemudian dapat digunakan untuk ekstraksi kafein dalam sampel dengan cara adsorpsi secara batch. Sebelumnya polimer dilakukan optimasi adsorpsi agar didapat hasil adsorpsi yang maksimal. Untuk mengukur efektifitas adsorpsi kafein-MIP dilakukan pembandingan adsorpsi dengan NIP pada kondisi yang sama. Kuantifikasi kafein dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 273 nm.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah kafein-MIP hasil sintesis.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah karakter kafein-MIP hasil sintesis yang meliputi spektra IR dan SEM.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kondisi yang meliputi massa kafein-MIP, konsentrasi larutan dan waktu kontak.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah persentase adsorpsi kafein-MIP pada sampel, kondisi optimum yang meliputi massa kafein-MIP, konsentrasi larutan dan waktu kontak.
21
C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian :
a. Seperangkat alat soxhlet b. Spektrofotometri UV Visibel c. Spektroskopi FTIR
d. SEM
e. Timbangan analitik f. Botol flakon 30 ml
g. Pipet volumetrik 1; 2; 5; dan 10 ml h. Pipet mikro
i. Gelas ukur
j. Gelas Beaker 50; 100 dan 250 ml k. Tabung reaksi l. Erlenmeyer 50; 100 dan 250 ml m. Spatula n. Batang pengaduk o. Mortar p. Botol semprot q. Kertas saring r. Corong s. Fortex t. Labu ukur u. Waterbath
22
2. Bahan Penelitian :
a. Kafein
b. Sampel minuman (indo saparella) c. Metanol
d. Asam asetat
e. Asam metakrilat (MAA)
f. Etilenglikol dimetakrilat (EDMA) g. Kloroform
h. Benzoil peroksida (BPO) i. Akuades
j. Nitrogen
D. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Akuades
Dibuat larutan kafein 100 ppm dengan akuades. Sebanyak 10 mg kafein dilarutkan dengan akuades panas secukupnya dalam gelas beker 50 ml. Didinginkan dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuades hingga garis tanda serta dihomogenkan. Kemudian disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 8 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 8 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan akuades. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang 200-300 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal (maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14 ml dan
23
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturut-turut adalah 2; 4; 6; 8; 10; 12 dan 14 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal.
2. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Pelarut Metanol
Dibuat larutan kafein 100 ppm dengan metanol. Sebanyak 10 mg kafein dan dilarutkan dengan metanol secukupnya dalam gelas beker 50 ml. Dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan metanol hingga garis tanda serta dihomogenkan. Disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 8 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 8 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan metanol. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang 200-300 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal (maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10; 12; 14 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan metanol hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturut-turut adalah 2; 4; 6; 8; 10; 12 dan 14 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal.
3. Pembuatan Kurva Standar Kafein dalam Pelarut Campuran ( Metanol dan Asam asetat)
Sebanyak 10 mg kafein dan dilarutkan dengan campuran metanol dengan asam asetat. Menurut Chen-I (2003:54) perbandingan yang digunakan metanol dan asam asetat (9:1). Dimasukkan dalam labu takar 100 ml dan diencerkan
24
dengan pelarut campuran hingga garis tanda serta dihomogenkan. Disiapkan larutan standar kafein dengan konsentrasi 6 ppm dengan cara diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 6 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 100 ml menggunakan pelarut campuran. Diamati absorbansi pada rentang panjang gelombang 200-300 nm menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga akan diperoleh panjang gelombang yang memberikan serapan maksimal
(maks). Diambil larutan standar kafein 100 ppm sebanyak 2; 4; 6; 8; 10 ml dan
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Diencerkan dengan pelarut campuran hingga garis tanda dan dihomogenkan. Konsentrasi larutan standar berturut-turut adalah 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal.
4. Sintesis NIP (Non Imprinted Polymer) Sebagai Kontrol
NIP disintesis dengan cara polimerisasi ruah yaitu dengan mencampurkan kloroform dengan benzoil peroksida sebagai inisiator sebanyak 1 mL dalam masing-masing botol flakon, Dimana konsentrasi benzoil peroksida yaitu 0,5 gram kemudian di fortex hingga larutan homogen. Setelah itu ditambahkan MAA sebanyak 0,1 mL untuk masing-masing botol flakon kemudian di fortex, lalu ditambahkan EDMA sebanyak 1,1 mL dalam botol flakon kemudian di fortex kembali. Untuk NIP disintesis tanpa penambahan kafein. Setelah itu campuran dialiri dengan gas nitrogen selama 5 menit hal ini diharapkan dapat menghilangkan oksigen yang terdapat dalam campur. Kemudian campuran dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam.
25
5. Sintesis Kafein-MIP
Prosedur sintesis kafein-MIP dilakukan sama dengan sintesis NIP dengan benzoil peroksida yang dipakai sebanyak 0,5 gr yang merupakan kondisi optimal. Kemudian setelah penambahan semua bahan selanjutnya dalam campuran ditambahkan larutan kafein 0,1 M dalam klorofrom. Dengan cara menimbang kafein sebesar 0,194 gram dan dilarutkan dalam 10 ml kloroform. Setelah itu campuran dialiri dengan gas nitrogen selama 5 menit hal ini diharapkan dapat menghilangkan oksigen yang terdapat dalam campur. Kemudian campuran dalam keadaan tertutup dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 60° C selama 24 jam. Prosedur pembuatan kafein-MIP diulang 2x. Berat kafein yang ditimbang berdasar perbandingan yang dikemukan oleh Peter dan Faizatul (2013:530).
6. Ekstraksi Kafein dari Kafein-MIP
Pada penelitian ini proses pengukuran kafein terekstrak dari kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode spektroskopi UV-Visible. Proses ekstraksi kafein pada kafein-MIP dilakukan dengan cara ekstraksi soxhlet. Pertama kafein-MIP dihaluskan kemudian dibungkus dengan kertas saring untuk dimasukkan ke dalam soxhlet dengan pelarut metanol selama 24 jam. Untuk kafein-MIP dengan pelarut campuran proses ekstraksi dilakukan dengan cara soxhlet juga, tetapi pelarutnya berupa campuran antara metanol dengan asam asetat dan dilakukan selama 24 jam.
Pengukuran absorbansi dari filtrat dengan faktor pengenceran 1000x menggunakan spektroskopi UV-Visible dimana kafein memberikan serapan
26
pada panjang gelombang maksimal dari masing-masing pelarut, kemudian ditentukan konsentrasi kafein dengan memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linier larutan standar.
7. Karakterisasi Kafein-MIP
a. Analisis gugus fungsi polimer menggunakan spektroskopi FTIR b. Analisis permukaan polimer menggunakan SEM
8. Evaluasi Adsorpsi Menggunakan Sistem Batch a. Penentuan Massa Optimum
Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan konsentrasi 100 ppm sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan variasi massa (0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1; 1,5; dan 2 gram) diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Visible. Dikatakan sebagai massa optimum jika diperoleh absorbansi terkecil dari hasil pengukuran.
b. Penentuan Konsentrasi Optimum
Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan variasi konsentrasi (50, 100, 150, 200, dan 250 ppm) sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 50 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa optimum diaduk dengan shaker selama 15 menit pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi
UV-27
Visible. Dikatakan sebagai konsentrasi optimum jika diperoleh persentase absorbansi terserap paling besar pada kondisi tersebut.
c. Penentuan Waktu Optimum
Larutan simulasi kafein dibuat seri dengan konsentrasi 250 ppm untuk kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan 150 ppm untuk kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran sebanyak 25 mL. Kemudian masing-masing larutan tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer 25 mL, lalu ditambahkan kafein-MIP dengan massa 2 gram diaduk dengan shaker pada waktu yang telah ditentukan (15, 30, 45, 60, dan 75 menit) pada suhu ruang. Setelah dilakukan adsorpsi pada waktu yang telah ditentukan, larutan disaring dan dianalisis menggunakan spektroskopi UV-Visible. Dikatakan sebagai waktu kontak optimum jika diperoleh absorbansi terkecil dari hasil pengukuran.
9. Adsorpsi Kafein dalam Sampel
Diambil sampel minuman sebanyak 25 ml lalu diencerkan menjadi 250 ml dengan akuades. Lalu diukur absorbansi dan konsentrasinya dengan spektrofotometer UV-Visible. Kemudian menyiapkan 9 buah Erlenmeyer yang telah diisi 25 mL sampel minuman yang telah diencerkan. Diinteraksikan dengan NIP, kafein-MIP metanol dan kafein-MIP campuran sebanyak massa optimum yang dihasilkan masing-masing 3 erlenmeyer dan selama waktu optimum menggunakan shaker. Dilakukan pengukuran absorbansi untuk masing-masing filtrat dengan metode spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 272,60 nm (maks akuades) sehingga diperoleh A1, A2,
28
A3, A4, A5, A6, A7, A8 dan A9 Dialurkan kurva C lawan A, dan menentukan
konsentrasi filtrat menggunakan persamaan garis linier larutan standarnya.
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Penentuan maks pada Larutan Standar Kafein
Hasil yang diperoleh berupa kurva hubungan antara panjang gelombang dan absorbansi sehingga diperoleh puncak berupa maks dengan ditunjukkan oleh nilai absorbansi terbesar dari rentang panjang gelombang senyawa kafein (Tautua. et. al., 2014:156). Secara teoritis berikut gambar hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan Antara Absorbansi dan Panjang Gelombang
2. Analisis Kurva Standar
Hasil yang diperoleh berupa hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan absorbansi (sumbu y) berupa garis linear. Dikatakan linear apabila persamaan garis larutan standar dengan nilai r mendekati 1 yang menunjukkan terdapat hubungan antara x dan y. Berikut persamaan garis kurva standar.
29 Keterangan: Y = absorbansi larutan X = konsentrasi larutan a = slope b = intersep
3. Menentukan konsentrasi kafein terekstrak pada kafein-MIP dan NIP
Mensubtitusikan nilai absorbansi hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Visible ke dalam persamaan garis kurva standar sehingga diperoleh konsentrasi kafein terukur (X).
y = aX + b X = (𝑦−𝑏)
𝑎
4. Menentukan persentase kafein terekstrak
Persentase kafein terekstrak pada kafein-MIP dapat dicari dengan cara: % = (konsentrasi awal−konsentrasi akhir)
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Sintesis Kafein-MIP dan NIP
Penelitian ini menghasilkan 3 macam polimer, yaitu NIP, kafein-MIP dan kafein-MIP setelah soxhlet. Ketiga polimer tersebut berbentuk padatan polimer yang berwarna putih dan keras sehingga harus digiling atau dihaluskan untuk mengecilkan dan menghomogenkan ukuran partikelnya.
Gambar 3. Kafein-MIP hasil sintesis
2. Karakterisasi Kafein-MIP
a. Analisis Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah
Sampel yang dideteksi dengan spektrofotometer inframerah adalah NIP, kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol, kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran dan kafein-MIP. Spektrum inframerah untuk ketiga sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.
31
Gambar 4. Spektrum inframerah NIP, kafein-MIP metanol, kafein-MIP campuran dan kafein-MIP.
Pengukuran inframerah NIP menunjukkan perbedaan dari kafein-MIP, kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan metanol dan kafein-MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut campuran (metanol dan asam asetat dengan rasio 9:1). Perbedaan ini terletak pada tidak diketemukannya gugus fungsi N-H yang menunjukkan adanya template kafein.
b. Analisis Permukaan dengan Scanning Electron Microscopy-Electron
Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX)
Analisis permukaan digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan dan komposisi senyawa tersebut. Sampel yang dianalisis adalah Kafein-MIP. Hasil SEM senyawa menunjukkan bahwa padatan polimer memiliki morfologi yang berbentuk tidak beraturan dan cenderung terlihat seperti bongkahan-bongkahan dengan ukuran parikel yang cukup besar. Mikrograf material kafein-MIP ditunjukkan pada Gambar 11.
32
Gambar 5. Hasil SEM material kafein-MIP metanol perbesaran 100 kali (A); Perbesaran 10.000 kali (B) dan kafein-MIP campuran perbesaran 100 kali (C); Perbesaran 10.000 kali (D)
3. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Menggunakan Sistem Batch
Pada penelitian ini penentuan kondisi optimum adsorpsi dilakukan dengan variasi massa kafein-MIP, variasi konsentrasi larutan kafein, dan variasi waktu kontak adsorpsi. Selanjutnya hasil evaluasi adsorpsi ini diukur berdasarkan kurva standar kafein sebagai berikut :
Tabel 2. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi 1 2 0,096 2 4 0,189 3 6 0,291 4 8 0,383 5 10 0,484 6 12 0,621 7 14 0,672
Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi :
33
Gambar 6. Kurva larutan standar kafein dalam akuades y = aX + b
y = 0,0497X – 0,007
Sehingga akan diperoleh konsentrasi kafein dalam larutan kafein. Persentase kafein teradsorpsi pada kafein-MIP ditentukan dengan membandingkan selisih antara konsentrasi sebelum dan sesudah adsorpsi dengan konsentrasi awal larutan dalam satuan persen.
a. Penentuan massa optimum
Proses adsorpsi dilakukan pada variasi massa untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan daya adsorpsi untuk variasi massa dapat dilihat pada Tabel 3.
34
Tabel 3. Data daya adsorpsi untuk variasi massa MIP ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat)
b. Penentuan konsentrasi optimum
Proses adsorpsi dilakukan pada variasi konsentrasi larutan untuk menentukan pola isoterm adsorpsi yang terjadi. Data hasil perhitungan untuk variasi konsentrasi larutan kafein dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data daya adsorpsi untuk variasi konsentrasi larutan ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat)
No Massa (gram)
Pelarut Metanol Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 0,1 6,57 6,63 13,78 12,52 2 0,2 9,18 9,26 22,78 20,69 3 0,4 21,06 21,24 25,23 22,92 4 0,6 21,66 21,85 46,43 42,17 5 0,8 31,32 31,59 47,24 42,91 6 1 34,63 34,93 54,56 49,56 7 1,5 47,22 47,63 69,74 63,35 8 2 58,73 59,24 78,5 71,31 No Konsentrasi sebelum adsorpsi (ppm)
Pelarut Metanol Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 50 21,57 54,14 19,03 47,77 2 100 52,44 51,51 63,1 61,98 3 150 63,94 50,45 122,09 96,33 4 200 113,02 49,91 178,16 78,67 5 250 181,89 59,52 239,68 78,43
35 c. Penentuan waktu optimum
Proses adsorpsi dilakukan pada variasi waktu kontak untuk mengetahui kondisi optimum proses adsorpsi. Data hasil perhitungan untuk variasi watu kontak dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data daya adsorpsi untuk variasi waktu kontak ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan campuran (metanol 9 : 1 asam asetat)
4. Penentuan Kafein terekstrak pada NIP dan kafein-MIP yang disintesis a. Dekafeinasi MIP dengan Ekstraksi Soxhlet
Penentuan konsentrasi kafein yang terekstrak pada kafein-MIP hasil sintesis dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet dengan pelarut metanol dan pelarut campuran. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 273 nm untuk pelarut metanol dan 273,4 nm untuk pelarut campuran. Hasil perhitungan konsentrasi dari absorbansi yang terukur pada proses ekstraksi berdasarkan larutan standar kafein dalam pelarut metanol dan larutan standar kafein dalam pelarut campuran sebagai berikut :
No Waktu (menit)
Pelarut metanol Pelarut Campuran Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Persentase teradsorpsi (%) 1 15 169,68 67,47 114,03 81,19 2 30 184,32 73,29 122,13 84,41 3 45 195,67 77,80 124,73 85,44 4 60 196,9 78,29 127,77 86,65 5 75 197,71 78,62 129 87,14
36
Tabel 6. Konsentrasi dan absorbansi larutan standar kafein
No. Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
Pelarut Metanol Pelarut Campuran
1 2 0,14 0,56 2 4 0,251 0,65 3 6 0,358 0,91 4 8 0,448 1,16 5 10 0,526 1,32 6 12 0,625 - 7 14 0,728 -
Berdasarkan absorbansi larutan standar kafein dalam pelarut metanol dan pelarut campuran tersebut maka diperoleh grafik dengan persamaan regresi :
Gambar 7. Kurva larutan standar kafein dalam pelarut metanol Y = aX + b
Y = 0,0479X + 0,0566
Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 0,961 dengan faktor pengenceran 1000 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar 18.880 ppm. Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut metanol sebesar 97,32 % (v/v).
37
Gambar 8. Kurva larutan standar kafein dalam pelarut campuran Y = aX + b
Y = 0,1015X + 0,0311
Pengukuran absorbansi pada filtrat sebesar 1,461 dengan faktor pengenceran 1000 kali maka diperoleh konsentrasi kafein dalam pelarut asam asestat yang terekstrak sebesar 14.088 ppm. Berdasarkan banyaknya massa kafein yang disintesis maka kafein terekstrak dalam pelarut campuran sebesar 72,62 % (v/v). Persentase terekstrak dalam pelarut campuran lebih kecil dibandingkan dengan pelarut metanol karena asam asetat dalam pelarut campuran mengurangi daya larut terhadap kafein.
b. Ekstraksi Kafein pada Saparella dengan PMAA Kontrol atau Non
Imprinted Polymer (NIP)
Hasil ekstraksi kafein pada sampel saparella yang diencerkan 10 kali sebagai berikut :
Tabel 7. Data adsorpsi kafein pada saparella dengan NIP No Polimer Konsentrasi
teradsorsi (ppm)
1 NIP 1 19,41
2 NIP 2 18,31
38
c. Ekstraksi Kafein pada Saparella dengan Kafein-MIP
Hasil ekstraksi kafein pada sampel sampel saparella yang diencerkan 10 kali sebagai berikut :
Tabel 8. Data adsorpsi kafein pada saparella dengan kafein-MIP
No Polimer Konsentrasi teradsorpsi (ppm) Pelarut metanol Pelarut campuran
1 MIP 1 168,76 175,37
2 MIP 2 162,25 150,49
3 MIP 3 167,86 152,48
B. Pembahasan
1. Sintesis Kafein-MIP
Pada penelitian ini kafein-MIP disintesis dari monomer fungsional asam metakrilat (MAA), crosslinker etilenglikol dimetakrilat (EDMA), inisiator benzoil peroksida, template kafein dalam pelarut kloroform. Monomer berfungsi sebagai agen pengikat template dalam polimer. Pengikat silang (crosslinker) berfungsi untuk membentuk ikatan yang menghubungkan rantai polimer satu dengan polimer yang lain. Sedangkan inisiator berfungsi untuk meningkatkan kecepatan reaksi polimerisasi (Tahir, 2012 : 11-18). Pelarut yang digunakan untuk melarutkan benzoil peroksida dalam penelitian ini adalah kloroform karena dengan pelarut kloroform benzoil peroksida dapat larut dengan baik, sehingga dapat menghasilkan kafein-MIP dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan menggunakan pelarut yang lain seperti dietil eter, karbon tetraklorida, n-heksana atau pelarut yang lain.
39
Sintesis kafein-MIP merupakan jenis polimerisasi radikal bebas, sedangkan metode yang digunakan adalah metode polimerisasi ruah. Proses polimerisasi dilakukan dalam waterbath selama 24 jam dengan suhu 60 °C. Pada saat sintesis rantai vinil pada monomer MAA akan mengalami reaksi adisi dengan penambahan inisiator dan kemudian terjadi reaksi polimerisasi dengan penambahan inisiator dan kemudian terjadi reaksi polimerisasi dengan tersambung oleh molekul-molekul crosslinker. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk dapat menghasilkan radikal bebas benzoil.
Reaksi polimerisasi radikal bebas dengan inisiator benzoil peroksida berlangsung melalui empat tahap yaitu dekomposisi, inisiasi, propagasi, dan terminasi (Hiemenz, 2007 : 10). Tahap inisiasi merupakan reaksi pengaktifan monomer sebelum memulai proses polimerisasi, kemudian monomer dengan ujung rantai yang reaktif akan mengalami reaksi propagasi dan akan terus berlangsung hingga terjadi reaksi terminasi. Mekanisme reaksi inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.
40 Tahap inisiasi
Gambar 9. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap inisiasi Tahap propagasi
Gambar 10. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap propagasi Tahap terminasi pada Polymetacrylic acid (PMAA) dapat berlangsung secara kombinasi (dua radikal bergabung) dan disproporsional, yaitu transfer satu hidrogen pada posisi beta terhadap pusat radikal ke radikal lain. Mekanisme reaksi terminasi dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
41 Terminasi kombinasi
Gambar 11. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe kombinasi Terminasi disproporsionasi
Gambar 12. Reaksi polimerisasi radikal bebas tahap terminasi tipe disproporsionasi