• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lainnya dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan suatu"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, dan bahan berbahaya lainnya dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan suatu masalah Internasional maupun Nasional yang sangat kompleks, yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara, serta dapat melemahkan ketahanan Nasional yang dapat menghambat jalannya pembangunan. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia telah bertekad bulat, bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika merupakan bahaya yang harus ditangani secara dini dengan melibatkan seluruh potensi yang ada baik oleh Pemerintah, masyarakat, LSM dan pihak-pihak terkait.

Perang terhadap Narkoba khususnya Narkotika dikumandangkan, aparat kepolisian menjadi tumpuan. Namun apabila dirasa kurang mampu masyarakat tidak segan-segan untuk melakukan penangkapan dan menghakimi para pengedar. Kekhawatiran ini membuat para orang tua atau pihak yang merasa bertanggungjawab terhadap masa depan remaja dan pemuda.

Penanganan masalah Narkotika di Indonesia menjadi tanggungjawab Pemerintah, masyarakat dan instansi terkait sebagaimana termuat dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dimana mewajibkan masyarakat ikut aktif

(2)

dalam memerangi kejahatan Tindak Pidana Narkotika dan dalam penyidikan tindak pidana Narkotika merupakan kasus yang diprioritaskan.

Narkotika sebagai dampak kemajuan komunikasi dan transportasi yang mengglobal, sehingga adanya perubahan sikap budaya dari kalangan remaja untuk meniru kehidupan barat yang tidak lepas dari penggunaan Narkotika.1 Akibat ketidakstabilan politik dan ekonomi pada saat ini, membuat para elite politik berkonsentrasi pada masalah politik, sehingga dijadikan peluang bagi para pelaku kejahatan Narkotika yang setelah melihat dampaknya meluas baru mengejutkan. Pemberantasan tindak pidana Narkotika memerlukan dana yang sangat besar, sebagaimana yang dilaksanakan Negara maju. Namun sangat bermasalah bagi pemerintah Indonesia karena belum mampu menyiapkan dana yang cukup memadai.

Para pelaku yang melibatkan diri dalam penyalahgunaan Narkotika, baik dari pihak pengguna sampai dengan tingkat yang lebih tinggi, disamping dirinya sebagai korban namun juga menjadi objek dari hukum, bahwa walaupun pelaku yang menderita dari akibat buruk pemakaian Narkotika maka yang bersangkutan juga diancam oleh hukuman sebagaimana ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.2

1 MABES POLRI.2000.Penyalahgunaan Narkoba dan Dampaknya Terhadap Generasi

Muda.Jakarta. THE TEMPO GROUP.hal.3

2 Direktorat Narkoba Korserse Polri.2000.Laporan SituasiKejahatan Tindak Pidana Narkotika,

(3)

Dalam pelaksanaan penegakan hukum, substansi hukum merupakan salah satu faktor yang penting dan menunjang penegakan hukum. Diungkap oleh Friedman bahwa penegakan hukum akan terwujud bila ada keserasian antara substansi hukum, struktur hukum, dan kultur hukum. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan bagian dari substansi hukum yang diungkap oleh Friedman tersebut.

Dalam pembuktian suatu kasus tindak pidana narkotika, maka perbuatan tersangka haruslah memenuhi unsur formil dan materiil dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Varian berbagai jenis narkotika yang sangat beragam serta bersifat progresif, selalu berkembang, menimbulkan kekaburan pada unsur tindak pidana yang dikenakan, yaitu muncul keraguan bila zat yang dikonsumsi tidak dinyatakan secara jelas pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang berarti bahwa zat tersebut bukan dimasukkan dalam golongan narkotika.

Tidak dinyatakannya zat yang diduga sebagai zat narkotika ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menunjukkan kurangnya kepastian hukum dalam kasus ini. Kepastian hukum merupakan suatu teori dimana hukum terlaksana sesuai dengan substansi hukum yang telah disepakati oleh masyarakat dimana hukum tersebut berlaku. Hal ini memiliki kaitan erat dengan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Dalam hal ini yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum tidak lain adalah pikiran-pikiran

(4)

badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu.3 Dengan demikian bila tidak ada rumusan jelas mengenai zat

narkotika yang semestinya dikategorikan sebagai suatu zat narkotika, maka dapat dikatakan tidak ada perbuatan melawan hukum yang terjadi.

Hal ini terjadi dalam kasus Raffi Ahmad, salah seorang selebriti populer di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam cuplikan artikel berikut:

Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Benny Jozua Mamoto, mengatakan ada 17 orang yang ditangkap dalam operasi penggerebekan narkoba di rumah Raffi Ahmad, Minggu (27/1/2013) pagi tadi.

"BNN melakukan penangkapan 17 orang, masing-masing 13 laki-laki dan 4 perempuan. Empat di antaranya artis," kata Benny Mamoto di BNN.4

Cuplikan berita tersebut mengisahkan kronologi penangkapan tersangka Raffi Ahmad yang juga adalah salah seorang artis kenamaan. Namun kasus ini kemudian berkembang menjadi pro dan kontra ketika didapati bahwa barang bukti yang ditemukan di rumah Raffi Ahmad tersebut ternyata tidak dapat dikategorikan ke dalam zat narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal tersebut dinyatakan dalam cuplikan artikel berikut ini:

Narkotika yang ditemukan di rumah Raffi Ahmad dalam penggerebekan, Minggu (27/1/2013) pagi, merupakan narkotika jenis baru. Bahkan, narkotika itu pun tidak masuk di kategori di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3 Satjipto Raharjo.1983.Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis.Bandung. CV.

Sinar Baru.hal.24.

4 Fabian Januarius Kuwado.BNN: 17 Orang Ditangkap di Rumah Raffi Ahmad.

http://entertainment.kompas.com/read/2013/01/27/15153568/BNN.17.Orang.Ditangkap.di.Rumah.Raff i.Ahmad, diakses tanggal 27 Januari 2013

(5)

"Ini zat baru di Indonesia, baru ada di Singapura. Ini belum masuk dalam golongan I, II dan III yang ada di dalam UU Narkotika Nomor 35," ujar Kuswardani, Kepala Unit Pelaksana Teknis BNN, di BNN, Senin (28/1/2013). Meskipun demikian, Kuswardani enggan menyebut nama zat yang berada dalam narkotika Raffi dkk atas dasar kerahasiaan penyelidikan serta kepentingan publik. Pasalnya, jika zat tersebut diumumkan, kondisi itu dapat meresahkan publik. Yang pasti, zat tersebut diklasifikasikan punya unsur sepadan dengan narkotika jenis ekstasi.

"Efeknya stimulan, menyebabkan menstimulasi orang jadi kelihatan segar. Tapi untuk unsur adiktifnya (kecanduan) masih kita teliti," lanjut Kus.

Kuswardani melanjutkan, zat tersebut sedang dalam tahap pembicaraan negara-negara di ASEAN tentang apakah zat itu masuk ke dalam narkotika golongan I, II atau III. Pasalnya, hingga kini, zat itu diketahui baru ditemukan di negara Singapura. Oleh sebab itu, BNN pun melakukan koordinasi dengan instansi terkait lainnya.5

Berdasarkan cuplikan artikel di atas, dapat diketahui bahwa ternyata zat narkotika yang ditemukan sebagai barang bukti bersama penangkapan Raffi Ahmad tidaklah termasuk dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Maka kemudian muncul sebuah pertanyaan hukum, apakah akibat hukum bagi penyalahgunaan zat tersebut? Menilik ketidakjelasan unsur tindak pidana dalam kasus ini, yaitu kategorisasi zat yang dianggap sebagai barang bukti, maka besar kemungkinan bahwa kasus ini bisa jadi dianggap bukan merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Zat turunan cathinone sebagaimana yang ditemukan dalam penangkapan Raffi Ahmad tersebut belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun

5 Fabian Januarius Kuwado. Narkoba yang Digunakan Raffi Dkk Belum Diatur

Undang-Undang.http://megapolitan.kompas.com/read/2013/01/28/12273522/Narkoba.yang.Digunakan.Raffi.D

(6)

2009 tentang Narkotika. Karena itu, secara hukum, perbuatan mengkonsumsi methylone tidak boleh dipidana dengan undang-undang tersebut, kecuali jika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini direvisi dan inipun tidak boleh berlaku surut menjerat Raffi Ahmad.

Dalam Hukum Pidana diperlukan pemenuhan unsur-unsur delik sebagai acuan untuk mengukur kesalahan seseorang atau badan hukum (subyek hukum pidana). Setiap perbuatan harus memenuhi unsur delik (kejahatan dan pelanggaran) yang dasarnya terikat pada asas legalitas sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai berikut:

“Tiada suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana secara tertulis yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu”.

Dengan demikian, apabila salah satu unsur dari perbuatan tersebut tidak terpenuhi unsurnya, maka tidak dapat dikategorikan ke dalam delik atau perbuatan pidana. Unsur mutlak delik adalah melawan hukum, dimana perbedaan ajararan formil dengan materiil yaitu :

1) Materiil, sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur. 2) Formil, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam

rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik.

Dalam kaitannya dengan tindak pidana narkotika, menghukum perbuatan mengkonsumsi cathinone, dengan demikian, mutatis mutandis bertentangan dengan asas legalitas dalam KUHP ini. Yang dimaksud mutatis mutandis adalah dengan perubahan-perubahan yang diperlukan. Dengan demikian,

(7)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebenarnya tidak dapat menghukum penyalahgunaan zat narkotika yang belum dicantumkan atau diklasifikasikan di dalamnya. Hal ini semestinya tidak terjadi karena secara medis dapat dibuktikan bahwa zat methylone tersebut memiliki efek yang mempengaruhi tubuh dan pikiran seperti halnya narkotika pada umumnya. Namun hambatan muncul secara substansif karena kategori zat tersebut tidak dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dari sedikit gambaran yang penulis uraikan di atas terlihat bahwa substansi hukum, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 memiliki fungsi yang sangat vital dalam penegakan hukum. Dalam sebuah kasus dimana unsur tindak pidana dianggap kabur dalam pembuktian karena adanya ketidak sesuaian dengan substansi hukum. Penulis tertarik untuk mengulas kasus ini dengan menganalisis akibat hukum apabila sebuah zat tidak dapat dikategorikan ke dalam golongan narkotika menurut peraturan normatif yang ada yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penulis menuangkannya dalam skripsi berjudul: PEMBUKTIAN UNSUR TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN ZAT NARKOTIKA DAN AKIBAT HUKUMNYA (Tinjauan Yuridis terhadap Penyalahgunaan Zat Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 TAHUN 2009 Tentang Narkotika)

(8)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pembuktian unsur tindak pidana penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?

2. Bagaimana akibat hukum penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini antara lain :

1. Mengetahui pembuktian unsur tindak pidana penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang dapat penulis sampaikan berkaitan dengan penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Kegunaan Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan agar kiranya dapat memberikan sumbangsi pikiran untuk menemukan pemikiran-pemikiran baru dalam bidang ilmu hukum

(9)

pidana. Juga dapat memberikan sumbangan pemikiran di kalangan akademisi dan para pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan sebagai referensi bagi para akademisi yang berminat pada masalah-masalah hukum pidana.

2. Kegunaan Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehubungan dengan pembuktian unsur tindak pidana pemyalahgunaan zat narkotika dan akibat hukumnya. Atau minimal dijadikan sebagai bahan kajian dalam pertimbangan dan demi suksesnya pemberantasan tindak pidana narkotika di Indonesia.

E. Metode Penelitian 1. Pendekatan

Metode pendekatan yang akan penulis gunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.6

Metode penelitian yuridis normatif, merupakan penelitian hukum secara kepustakaan mencakup:7

1) Penelitian terhadap asas-asas hukum 2) Penelitian terhadap sistematik hukum

3) Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal

6 Sudikno Mertokusumo.2002.Mengenal Hukum.Yogyakarta.Liberty.hal.9

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.2003.Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

(10)

4) Perbandingan hukum 5) Sejarah hukum

Disini, penulis melakukan penelitian terhadap unsur tindak pidana penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan akibat hukumnya yang merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum.

2. Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini terdapat dua macam jenis data yang menjadi acuan penulis, yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang secara langsung dianalisis penulis, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal, pendapat para sarjana.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier berasal dari kamus dan ensiklopedia yang menjelaskan berbagai peristilahan terkait dengan kasus yang dianalisis oleh penulis, yaitu analisis terhadap unsur tindak pidana penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika beserta akibat hukumnya.

(11)

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam hal ini, teknik pengolahan bahan hukum yang dipilih penulis ialah studi Kepustakaan (library research)8, yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas, serta dibutuhakan dalam penelitian. Kepustakaan yang dimaksud adalah berupa buku-buku ilmu Hukum, Media cetak dan Media Elektronik, yang berkaitan dalam menentukan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Bahan Hukum

Dalam analisis data ini, penulis menggunakan analisa isi (content

analysis)9, yakni dengan maksud menganalisa secara mendalam tentang unsur

tindak pidana penyalahgunaan zat narkotika yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika beserta akibat hukumnya. Penulis berupaya menganalisis kaidah unsur tindak pidana penyalahgunaan narkotika beserta akibat hukum yang timbul bila unsur tindak pidana dalam tindak pidana dianggap kabur.

Adapun beberapa metode penafsiran hukum yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

8 Ibid. hal 22

(12)

1. Penafsiran Sistematik

Penafsiran Sistematik adalah penafsiran yang menghubungkan suatu pasal dengan pasal yang lain dalam satu undang-undang yang sama atau mengaitkannya dengan pasal-pasal undang-undang yang lain. Penafsiran ini memperhatikan peraturan-peraturan lain yang terkait yang masih berhubungan.

2. Penafsiran Ekstensif

Penafsiran ekstentif dilakukan dengan memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan.10

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan tugas akhir ini penulis membuat sistematia penulisan :

BAB I : Dalam Bab ini penulis mengemukakan tentang A.Latar Belakang,

B.Rumusan Masalah, C.Tujuan Penulisan, D.Kegunaan Penulisan, E.Metode Penelitian yang di dalamnya membahas tentang 1.Pendekatan, 2.Sember Bahan Hukum, 3.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum, 4.Analisis Bahan Hukum, F.Sistematika Penulisan

BAB II : Dalam bab ini penulis akan mengutarakan A.Pengertian Tentang

Pembuktian, B.Pengertian Unsur Tindak Pidana yang membahas tentang 1.Pengertian Unsur Tindak Pidana, 2.Unsur Tindak Pidana, C.Pengertian

10 Wibowo Tunardy. Penafsiran Hukum/Inter Pretasi Hukum.

(13)

Penyalahgunaan Zat Narkotika yang membahas tentang 1.Pengertian Penyalahgunaan, 2.Zat Narkotika, dalam bab zat narkotika akan diuraikan tentang a.Pengertian Narkotika, b.Macam-Macam Narkotika, c.Perspektif Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika, D.Pengertian Tentang Akibat Hukum.

BAB III : Dalam Bab ini berisi tentang A.Pendekatan Pembuktian Unsur Tindak

Pidana Penyalahgunaan Zat Narkotika yang Tidak Terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang di dalamnya dibahas 1.Pembuktian Unsur Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dari Unsur-Unsurnya, 2.Pembuktian Zat Narkotika yang Tidak Terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. B.Akibat Hukum Penyalahgunaan Zat Narkotika yang Tidak Terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

BAB IV : Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan tugas akhir ini, dalam

bab ini berisi tentang A.Kesimpulan serta B.Saran yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian memberi kesimpulan bahwa substitusi konsentrat oleh daun kering Kaliandra sampai 20% dalam ransum mempengaruhi kuantitas produksi susu 4% FCM tetapi

Kerja-kerja di dalam sebutharga ini ialah untuk PEROLEHAN KERJA-KERJA PENGUBAHSUAIAN SISTEM BEKALAN AIR DOMESTIK, MEMBEKAL, MEMASANG DAN MENGUJITERIMA SISTEM PENAPIS

Setelah melihat video tutorial tentang membuat kreasi bentuk robot dari sayur-sayuran, anak mampu membuat kreasi bentuk robot dari sayur-sayuran dengan rapi (SN 3.15-4.15.9).

Proses desain dari alat pemanen baru telah dilakukan oleh CSIR-Corps dengan tujuan untuk mengurangi sakit pada bagian pinggang pekerja, alat panen ini juga menggunakan prinsip

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana pemahaman orang tua calon peserta didik baru mengenai tata cara PPDB on line di lima Wilayah SMP Negeri

Studi kasus maksimasi fungsi sederhana diberikan untuk memperjelas beberapa tahapan dalam penyelesaian masalah menggunakan GAs yang meliputi inisialisasi chromosome,

Hari Minggu adalah hari paling lama bagi remaja di saribudolok untuk menggunakan game online karena karena hari tersebut adalah hari libur sehingga mereka memiliki

Sehingga mengakibatkan distribusi dan pengalokasian dana yang dilakukan oleh sekolah tidak berdasarkan perencanaan yang telah dibuat dalam Rencana Anggaran Kegiatan