• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KABUPATEN WONOGIRI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG

TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS

DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh : Nurma Irawati

S.10033

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

(2)

i

GAMBARAN PELAKSANAAN PEMASANGAN INFUS YANG

TIDAK SESUAI SOP TERHADAP KEJADIAN FLEBITIS

DI RSUD dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

“Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”

Oleh : Nurma Irawati

S.10033

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

(3)
(4)
(5)

iv

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya serta hidayahNya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran Pelaksanaan Pemasangan Infus Yang Tidak Sesuai SOP Terhadap Kejadian Flebitis Di RSUD Dr.Soemarso Mangun Sudiran Kabupaten Wonogiri”. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, MSi. selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta

2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns. M.Kep, selaku Pembimbing Utama dan kepala program studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Ariyani, S.Kep,.Ns. M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan serta arahan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu bc. Yeti Nurhayati,. M.Kes, selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat menempuh ujian dengan lancar.

(6)

v

5. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Bapak AL Hariyono, S.Kep selaku kepala ruang rawat inap Kenanga RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri yang telah membantu dan mengarahkan peneliti dalam proses penelitian.

7. Seluruh partisipan yang telah berperan dalam penelitian ini dan telah berkenan untuk menjadi partisipan yang tidak dapat disebutkan satu – persatu.

8. Seluruh staf pengajar dan akademik Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu penulis.

9. Kepada kedua orang tua Bapak (Parmin) dan Ibu (Sartinah) tercinta yang tak henti – hentinya mendoakan penulis, memberikan ketulusan kasih sayang sepenuhnya, membiayai semua penulisan dan selalu memberikan motivasi serta dukungan terbesar kepada penulis.

10. Adik-adik tercinta (Fera Shonia Novita dan Dzaky Fatihul Ahsan) atas doa dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

11. Kakek (Sarmin) dan Nekek (Siti Chomsinah) ku tercinta yang selalu mendoakan mendukung setiap langkah yang telah dilalui penulis.

12. Ustadz ku yang selalu memberi motivasi melalui petuah islamiah hingga penulis dapat menjalani dengan tenang dan sabar dalam penyusunan skripsi. 13. Sahabat-sabahat ku tercinta Ratih Swari Hadiyanti (Ratbo) dan Marni

(7)

vi

14. Teman – teman seperjuangan dan seangkatan yang tak pernah berhenti memberikan semangat, motivasi dan dukungan kepada penulis.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari berbagai pihak. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Surakarta, Juni 2014

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR SKEMA ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

ABSTRAK ... xx ABSTRACT ... xxi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan ... 4 1.4. Manfaat Penelitian ... 5 1.5. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Teori ... 8

(9)

viii 1. Pengertian SOP

2. Tujuan SOP ... 8

3. Fungsi SOP ... 9

4. Kapan SOP diperlukan ... 9

5. Keuntungan adanya SOP ... 9

2.1.2. Pemasangan Infus ... 10

1. Pengertian Pemasangan Infus ... 10

2. Tujuan ... 10

3. Keuntungan dan kerugian ... 10

4. Lokasi Pemasangan Infus ... 11

5. Jenis Cairan Intravena ... 14

6. Prosedur pemasangan infus sesuai teori ... 15

7. SOP Pemasangan Infus RSUD Wonogiri ... 20

8. Komplikasi Pemasangan Infus ... 23

9. Pencegahan Komplikasi pemasangan Terapi Intravena ... 26

2.1.3. Flebitis ... 27

1. Pengertian ... 27

2. Tanda dan Gejala ... 28

3. Penyebab ... 29

4. Skala Flebitis ... 30 5. Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Flebitis 31

(10)

ix BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Fokus Penelitian ... 34

3.2 Desain Penelitian ... 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.5 Pengumpulan Data ... 37

3.5.1. Cara Pengumpulan Data ... 38

3.6.2. Alat Pengumpulan Data ... 39

3.6.4. Tahap Pengumpulan Data ... 39

1. Tahap Orientasi ... 39

2. Tahap Pelaksanaan ... 40

3.6 Analisa Data ... 40

3.7 Validitas data ... 41

3.8 Etika Penelitian ... 44

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran lokasi penelitian ... 46

4.2 Gambaran karakteristik partisipan ... 47

4.3 Hasil penelitian ... 51

4.3.1. Pengertian SOP ... 51

1. Aturan ... 51

2. Standar ... 52

4.3.2. Pelaksanaan SOP dibangsal ... 53

(11)

x

2. Tidak hafal ... 54

3. Melihat situasi dan kondisi ... 55

4.3.3. Pemasangan belum sesuai SOP ... 56

1. Memakan waktu lama ... 56

4.3.4. Alasan belum sesuai SOP ... 56

1. Tuntutan pekerjaan yang banyak ... 57

4.3.5. Waktu penggantian infus ... 57

1. Infus diganti 4-5 hari ... 57

4.3.6. Alasan infus diganti kurang dari 3 hari ... 58

1. Pernah ... 58

2. Bengkak ... 59

3. Flebitis ... 60

4.3.7. Angka kejadian flebitis dalam 1 bulan ... 61

1. Pernah ... 61

2. Lupa ... 62

4.3.8. Intervensi pasien flebitis ... 63

1. Ganti lokasi ... 63 2. Melepas infus ... 64 4.3.9. Penyebab Infus ... 65 1. Aktifitas fisik ... 65 2. Transfusi darah ... 66 3. Cairan infus ... 68 4. Kebersihan ... 68

(12)

xi

4.3.10. Gambaran pemasangan infus yang tidak sesuai SOP 69

1. Mempertahankan vena pada posisi stabil ... 70

2. Memakai hanschoon ... 70

3. Membersihkan kulit pada kapas alkohol (melingkar -> keluar) ... 70

4. Melakukan desinfektan tutup botol cairan ... 71

5. Meletakkan tourniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk ... 71

6. Memasang perlak pengalas ... 71

4.4. Pembahasan ... 72

4.4.1. Pengertian SOP ... 72

4.4.2. Pelaksanaan SOP dibangsal ... 73

4.4.3. Pemasangan belum sesuai SOP ... 74

4.4.4. Alasan belum sesuai SOP ... 75

4.4.5. Waktu penggantian infus ... 75

4.4.6. Alasan infus diganti kurang dari 3 hari ... 76

4.4.7. Angka kejadian flebitis dalam 1 bulan ... 77

4.4.8. Intervensi pasien flebitis ... 78

4.4.9. Penyebab flebitis ... 79

4.4.10.Gambaran pemasangan infus yang tidak sesuai SOP 81 1. Mempertahankan vena pada posisi stabil ... 81

2. Memakai hanschoon ... 83 3. Membersihkan kulit pada kapas alkohol

(13)

xii

4. Melakukan desinfektan tutup botol cairan ... 84

5. Meletakkan tourniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk ... 85

6. Memasang perlak pengalas ... 86

4.5. Keterbatasan penelitian ... 86

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 88

5.1.1. Gambaran pelaksanaaan pemasangan infus ... 88

1. Pengertian SOP ... 88

2. Pelaksanaan SOP dibangsal ... 88

3. Pemasangan belum sesuai SOP ... 89

4. Alasan belum sesuai SOP ... 89

5. Waktu penggantian infus ... 89

6. Alasan infus diganti kurang dari 3 hari ... 89

7. Angka kejadian flebitis dalam 1 bulan ... 90

8. Intervensi pasien flebitis ... 90

9. Penyebab Flebitis ... 90

10. Gambaran pemasangan infus yang tidak sesuai SOP ... 90

5.1.2. Prosentase gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis ... 91 5.1.3. Dampak dari gambaran pelaksanaan pemasangan infus

(14)

xiii

yang tidak sesuai SOP ... 91

5.1.4. Menganalisa gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP ... 91

5.2 Saran ... 92

5.2.1. Bagi rumah sakit ... 92

5.2.2. Bagi institusi Pendidikan ... 92

5.2.3. Bagi peneliti lain ... 92

5.2.4. Bagi peneliti ... 93 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xiv

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvi

(18)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

CDC : Center Of Disease Control

CPNS : Calon Pegawai Negeri Sipil

D3 : Diploma

IV : Intravena

INS : Intgravenous Nurses Society

PNS : Pegawai Negeri Sipil

RL : Ringer Laktat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

S1 : Sarjana

SOP : Standar Operasional Prosedur

(19)

xviii

Lampiran 1 : F.01 Usulan topik penelitian

Lampiran 2 : F.02 Pengajuan judul Skripsi

Lampiran 3 : F.03 Penggantian judul skripsi

Lampiran 4 : F.04 Pengajuan izin studi pendahuluan

Lampiran 5 : Surat Izin pendahuluan

Lampiran 6 : Surat izin pendahuluan Rekomendasi Kesbangpol Wonogiri

Lampiran 7 : Surat izin pendahuluan RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso

Lampiran 8 : F.05 Lembar oponent ujian sidang proposal skripsi

Lampiran 9 : F.06 Lembar audience ujian sidang proposal skripsi

Lampiran 10 : F. 07 Pengajuan Surat izin penelitian Lampiran 11 : Surat izin penelitian

Lampiran 12 : Surat izin penelitian Rekomendasi Kesbangpol Wonogiri Lampiran 13 : Surat izin penelitian RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Lampiran 14 : Surat pernyataan selesai penelitian dari RSUD dr.Soediran

Mangun Sumarso

Lampiran 15 : Surat permohonan menjadi partisipan Lampiran 16 : Persetujuan menjadi partisipan Lampiran 17 : SOP Pemasangan infus Wonogiri Lampiran 18 : Pedoman wawancara

Lampiran 19 : Transkrip wawancara

(20)

xix

Lampiran 21 : Lembar hasil observasi kejadian flebitis Lampiran 22 : Kategori

Lampiran 23 : Dokumentasi Lampiran 24 : Lembar konsultasi Lampiran 25 : Jadwal penelitian

(21)

xx

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Nurma Irawati

Gambaran Pelaksanaan Pemasangan Infus Yang Tidak Sesuai SOP Terhadap Kejadian Flebitis Di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso

Kabupaten Wonogiri Abstrak

Flebitis adalah suatu kejadian peradangan pada vena yang terpasang infus karena infeksi oleh mikroorganisme selama perawatan di rumah sakit.Pada studi pendahuluan didapatkan data pada tahun 2011 pasien yang terjadi flebitis sebanyak 23 (2,2%) diruang kenanga, kemudian pada data pada bulan Oktober-Desember 2013 bahwa pasien yang terpasang infus sebanyak 362 pasien yang terjadi flebitis sebanyak 20 (5,52%) dan peneliti mengikuti dinas selama 3 hari pada tanggal 24-26 Desember 2013 terdapat kejadian flebitis sebanyak 3 (15%). Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis.

Penelitian gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis deskriptif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenali nilai, opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Analisa data menggunakan metode Colaizzi. Sampel dalam penelitian adalah 5 partisipan perawat pelaksana rawat inap dan pasien yang terpasang infus di RSUD dr. Soediran Mangan Sumarso Wonogiri.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis.Kesimpulan penelitian ini adalah pemasangan infus yang tidak sesuai SOP dapat mempengaruhi kejadian flebitis dibangsal kenanga RSUD dr. Soediran Mangan Sumarso Wonogiri. Peneliti menyarankan perawat untuk menerapkan pemasangan infus harus sesuai SOP untuk mencegah terjadinya flebitis di RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Kata kunci : Terapi intravena, kejadian flebitis, SOP pemasangan infus.

(22)

xxi

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA

2014

Nurma Irawati

DESCRIPTION OF THE IMPLEMENTATION OF INFUSION INSTALLATION UNSUITABLE WITH STANDARD OPERATING PROCEDURE ON THE INCIDENCE OF PHLEBITIS AT DR. SOEDIRAN

MANGUN SUMARSO LOCAL GENERAL HOSPITAL OF WONOGIRI REGENCY

ABSTRACT

Phlebitis is an inflammatory incidence of the vein installed with infusion. It happens due to the infection by microorganisms during the medical care in hospital. In the preliminary research, in 2011 the number of clients at Kenanga ward suffering from phlebitis was 23 (2.2%). In October – December 2013, of 362 clients installed with infusion, 20 (5.52%) suffered from phlebitis, and when

the researcher attended field practice for three days from December 24th to

December 26th, 2013, there were three incidences (15%) of phlebitis.

The objective of this research is to investigate the description of infusion installation unsuitable with the standard operating procedure on the incidence of phlebitis.

This research used the qualitative research method with phenomenological descriptive approach as to obtain specific information to recognize opinion, value, behavior, and social context according to the explanations of population. The samples of the research consisted of five nurses posted in the in-patient wards and clients installed with infusion at Kenanga ward of dr. Soediran Mangan Sumarso Local General Hospital of Wonogiri. The data of the research was analyzed by using the Colaizzi method.

The result of the research shows that there is a description of the implementation of infusion installation which is unsuitable with the prevailing standard operating procedure on the incidence of phlebitis. Thus, it can be concluded that the infusion installation which is not suitable with the existing standard operating procedure can influence the incidence of phlebitis at Kenanga ward of dr. Soediran Mangan Sumarso General Local Hospital of Wonogiri. Therefore, the nurses are suggested to apply the infusion installation in accordance with the existing standard operating procedure to prevent the incidence of phlebitis at dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of Wonogiri.

Keywords: Intravenous therapy, incidence of phlebitis, standard operating procedure, and infusion installation

(23)

22 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasien yang masuk rumah sakit dengan indikasi terapi pemasangan infus yang dilakukan oleh perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Terapi ini harus dilakukan untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pasien, tidak hanya itu saja pemasangan intravena juga dapat membantu pemulihan penyakit karena dengan dilakukannya pemasangan intravena memudahkan dalam pengobatan melalui injeksi. Dalam dunia kesehatan yang paling sering dilakukan bahkan menjadi terapi yang paling utama untuk pasien rawat inap adalah pemasangan intravena. Pemasangan intravena pada pasien mulai bayi hingga lansia. Pemasangan intravena menggunakan ukuran kateter yang berbeda yang digunakan bayi dengan orang dewasa dan lansia. Begitu banyaknya fungsi pemasangan intravena namun banyak pula efek samping dalam pemasangan intravena yang tidak sesuai dengan prodesur sehingga mengakibatkan terjadinya peradangan (Flebitis). Faktor penyebab terjadinya flebitis menurut (Smeltzer 2001) adalah faktor kimia seperti jenis cairan dan obat yang digunakan, kecepatan aliran infus serta bahan kateter. Faktor mekanik yaitu terjadi ketika vena telah dibuat trauma oleh kontak fisik. Trauma fisik tersebut dapat disebabkan akibat ukuran kateter dan lokasi penusukan yang tidak sesuai. Faktor bakterial biasanya berhubungan dengan adanya kolonisasi bakteri.

(24)

23

Jumlah pasien yang mendapatkan terapi infus diperkirakan sekitar 25 juta pertahun di Inggris dan mereka telah terpasang berbagai bentuk alat akses intravena selama perawatannya (Hampton 2008). Terapi intravena (IV) adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV (Hindley 2004). Pemasangan infus berdasarkan rekomendasi dari The Infusion Nursing Standars of Practice dapat dipertahankan selama 72 jam setelah pemasangan sedangkan dari The Center Of Disease Control (CDC), mengajurkan bahwa infus harus dipindahkan setiap 72-96 jam (Alexander et al 2010 dalam Nurjanah 2011). Mempertahankan suatu infus intravena yang sedang terpasang merupakan tugas perawat yang menuntut pengetahuan serta keterampilan tentang pemasangan dan perawatan infus, prinsip-prinsip aliran, selain itu pasien harus dikaji dengan teliti baik komplikasi lokal maupun sistemik (Brunner & Suddrths 2001).

Pada Penelitian di Singapura oleh Zavareh dan Ghorbani (2007 hal 733-734) menjelaskan dari hasil penelitian didapatkan kejadian flebitis yang terpasang pada ekstermitas atas yaitu 76,9 % dan di ekstermitas bawah yaitu 23,7 %. Data menunjukkan bahwa angka kejadian flebitis di RSUD Majalaya pada periode 2009-2011 tetap berada di atas rata-rata nasional, dimana angka standar yang menjadi acuan adalah >1,5. Dari hasil penelitian (Wayunah 2011) diketahui bahwa kejadian flebitis pada pasien yang terpasang infus oleh

(25)

perawat pelaksana di ruang rawat inap dewasa RSUD Indramayu sebanyak 40% dengan responden 65 pasien.

Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh (Prastika, Daya dkk 2011) dari 90 responden yang dilakukan pemasangan infus di IGD RSUD Majalaya berdasarkan kejadian flebitis dapat diketahui 32,2% mengalami flebitis dan

67,8% tidak mengalami flebitis. Menurut data surveilans World Health

Organisation (WHO) dinyatakan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 5% per tahun, 9 juta orang dari 190 juta pasien yang dirawat di rumah sakit. Kejadian flebitis menjadi indikator mutu pelayanan minimal rumah sakit dengan standar kejadian ≤ 1,5% (Depkes RI 2008). Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi 2008).

Dari hasil studi pendahuluan didapatkan data tahun 2011 pasien yang terpasang infus di ruangan sebanyak 1.077 pasien yang terjadi flebitis sebanyak 23 (2,2%) pasien, kemudian pada data pada bulan Oktober-Desember 2013 bahwa pasien yang terpasang infus sebanyak 362 pasien yang terjadi flebitis sebanyak 20 (5,52%) pasien dan peneliti mengikuti dinas selama 3 hari pada tanggal 24-26 Desember 2013 terdapat kejadian flebitis sebanyak 3 (15%) pasien. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti bahwa salah seorang perawat mengatakan di ruangan tersebut dalam 1 bulan terjadi angka kejadian flebitis antara 4-5 pasien.

(26)

25

Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah penelitian tentang gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1.Untuk mengetahui prosentase gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis

1.3.2.2.Untuk mengetahui dampak dari gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP.

1.3.2.3. Untuk menganalisa gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP.

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat bagi rumah sakit/Masyarakat

1.4.1.1. Dapat menambah pengetahuan rumah sakit/masyarakat tentang gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP

terhadap kejadian flebitis di RSUDdr. Soediran Mangun Sumarso

Kabupaten Wonogiri.

1.4.1.2. Menjadi bahan masukan bagi rumah sakit terkait pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis. 1.4.2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

1.4.2.1. Memberikan informasi tentang gambaran pelaksanaan

pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. 1.4.2.2. Dapat menjadi bahan kajian pengembangan penelitian tentang

gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.4.3. Manfaat bagi Peneliti Lain

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat memberikan informasi baru atau data bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

(28)

27

1.4.4. Manfaat bagi Peneliti

1.4.4.1.Mengetahui gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.4.4.2.Mengetahui prosentase menerapkan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap angka kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.4.4.3.Mengetahui dampak dari pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap angka kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

1.5. Keaslian Penelitian

Resume Penelitian sejenis yang pernah di lakukan sebagai acuhan peneliti dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Penelitian Sekarang Ince Maria & Erlin Kurnia 2012 Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Terhadap flebitis korelasio nal Hasil didapatkan tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada Standar Prosedur Operasional Pemasangan infus (88,2%) dan yang tidak mengalami flebitis Gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri

(29)

mayoritas (97,1%). Wayunah 2011 Hubungan Pengeteahuan tentang terapi infus dengan kejadian flebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten Indramayu. Analitic-corelatio nal dengan pendekat ann cross-sectional hasil penelitian diketahui bahwa kejadian flebitis pada pasien yang terpasang infus oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap dewasa RSUD Indramayu sebanyak 40% dengan responden 65 pasien. Gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri Prastika Daya, Sri Susilaning sih dan Afif Amir A. 2012 Kejadian flebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Majalaya Deskrifti f korelasio nal Hasil penelitian dari 90 responden yang dilakukan pemasangan infus di IGD RSUD Majalaya berdasarkan kejadian flebitis dapat diketahui 32,2% mengalami flebitis dan 67,8% tidak mengalami flebitis. Gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri

(30)

8 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep Teori

2.1.1. Standar Operasional Prosedur (SOP) 1. Pengertian SOP

Suatu standar / pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu (Perry dan Potter 2005).

2. Tujuan SOP

a. Petugas / pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas / pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja.

b. Mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi.

c. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait.

d. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

e. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya.

(31)

f. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi

3. Fungsi SOP

a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja. b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak. d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam bekerja. 4. Kapan SOP diperlukan

a. SOP harus sudah ada sebelum suatu pekerjaan dilakukan.

b. SOP digunakan untuk menilai apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan dengan baik atau tidak.

c. Uji SOP sebelum dijalankan, lakukan revisi jika ada perubahan langkah kerja yang dapat mempengaruhi lingkungan kerja.

5. Keuntungan adanya SOP

a. SOP yang baik akan menjadi pedoman bagi pelaksana, menjadi alat komunikasi dan pengawasan dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten.

b. Para pegawai akan lebih memiliki percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dicapai dalam setiap pekerjaan.

c. SOP juga bisa dipergunakan sebagai salah satu alat trainning dan bisa digunakan untuk mengukur kinerja pegawai.

(32)

10

2.1.2. Pemasangan infus

1. Pengertian pemasangan Infus

Terapi intravena merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui pembuluh darah (intravascular) (Perry & potter 2005)

Menurut (Dougherty 2008) mengatakan bahwa terapi intravena adalah penyediaan akses yang bertujuan untuk pemberian hidrasi intravena atau makanan dan administrasi pengobatan. Kanula biasanya dimasukkan untuk terapi jangka pendek maupun untuk injeksi bolus atau infus singkat dalam perawatan di rumah sakit ataupun di unit rawat jalan.

2. Tujuan

Laskowski-Jones dan Falkowski; Ingnatavicius dan (workman 2010 dalam Wayunah 2011) yang mengatakan bahwa alasan umum pasien mendapatkan terapi infus adalah:

a. Mempertahankan keseimbangan cairan atau koreksi keseimbangan cairan.

b. Mempertahankan elektrolit atau keseimbangan asam basa atau koreksi

elektrolit.

c. Pemberian obat termasuk nutrisi.

d. Mengganti darah atau produk darah.

3. Keuntungan dan kerugian

Menurut (Perry dan Potter 2005), keuntungan dan kerugian terapi intravena adalah :

(33)

a. Keuntungan

Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.

b. Kerugian

Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

3. Lokasi Pemasangan infus

Menurut (Perry dan Potter 2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median

(34)

12

lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramusdorsalis)

.

Gambar 2.1. Lokasi Pemasangan Infus Sumber: Dougherty dkk (2010)

Menurut Dougherty dkk (2010), Pemilihan lokasi pemasangan terapi intravana mempertimbangkan beberapa faktor yaitu :

a. Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat

penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir.

b. Prosedur yang diantisipasi : misalnya jika pasien harus menerima jenis

terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun.

(35)

c. Aktivitas pasien : misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak, perubahan tingkat kesadaran.

d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan

sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya

hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer).

e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan

pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi pungsi dari distal ke proksimal (misalnya mulai di tangan dan pindah ke lengan).

f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada, pemilihan

sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat penting ; jika sedikit vena pengganti.

g. Terapi intravena sebelumnya : flebitis sebelumnya membuat vena

menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah pecah atau sklerosis).

h. Pembedahan sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang terkena

pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat (misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter .

i. Sakit sebelumnya : jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada pasien

dengan stroke.

j. Kesukaan pasien : jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami

(36)

14

4. Jenis cairan intravena

Berdasarkan osmolalitasnya, menurut (Perry dan Potter 2005) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Cairan bersifat isotonis : osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya

mendekati serum (bagian cair dari komponen darah) sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

b. Cairan bersifat hipotonis : osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan

serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,

(37)

intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

c. Cairan bersifat hipertonis : osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan

serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate.

5. Prosedur pemasangan infus sesuai teori

Karena infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intravena, peralatan intravena harus steril, juga wadah dan selang parenteral. Tempat insersi harus dibersihkan dengan kapas povidoneiodine selama 2-3 menit, mulai dari tengah ke arah tepi. Tindakan ini diikuti dengan alcohol 70%. (Hanya alcohol yang digunakan jika pasien alergi pada iodine). Perawat harus menggunakan sarung tangan sekali pakai tidak steril selama prosedur pungsi vena karena tingginya kemungkinan kontak dengan darah pasien (Asmadi 2008)

a. Memasang infus intravena 1) Peralatan :

a) Seperangkat infus set steril b) Cairan yang diperlukan

c) Kain kasa steril dalam tempatnya d) Kapas alkohol dalam tempatnya e) Plester

(38)

16

f) Gunting verband g) Bengkok (neirbekken)

h) Infus set lengkap dengan gantungan botol (kolf) i) Perlak kecil dan alas

j) Tali pembendung (tourniquet)

k) Spalk dalam keadaan siap pakai, bila perlu terutama pada anakanak. (Asmadi 2008)

2) Persiapan :

a) Pastikan program medis untuk terapi intravena, periksa label larutan, dan identifikasi pasien. Kesalahan yang serius dapat dihindari dengan pemeriksaan yang teliti.

b) Jelaskan prosedur pada pasien. Pengetahuan meningkatkan kenyamanan dan kerjasama pasien.

c) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai. Asepsis penting untuk mencegah infeksi. Mencegah pajanan perawat terhadap darah pasien. d) Pasang tourniket dan identifikasi vena yang sesuai. Tourniket akan

melebarkan vena dan membuatnya terlihat jelas.

e) Pilih letak insersi. Pemilihan tempat yang teliti akan meningkatkan kemungkinan pungsi vena yang berhasil dan pemeliharaan vena.

f) Pilih kanula intravena. Panjang dan diameter kanula harus sesuai baik untuk letak maupun tujuan infuse.

g) Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung selang. Mencegah penundaan;

(39)

peralatan harus dihubungkan dengan segera setelah pungsi vena yang berhasil untuk mencegah pembekuan darah.

h) Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi pasien yang nyaman; alur pencahayaan. Posisikan lengan pasien dibawah ketinggian jantung untuk meningkatkan pengisian kapiler. Letakkan bantalan pelindung di atas tempat tidur di bawah lengan pasien. Posisi yang sesuai akan meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan memberikan kenyamanan bagi pasien.

(Smeltzer & Bare 2002) 3) Prosedur

a) Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain 1% (tanpa epinefrin) 0,1-0,2 cc mungkin disuntikkan secara local ke tempat intravena. (Menurunkan nyeri setempat akibat prosedur).

b) Pasang tourniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan. Palpasi nadi di distal tourniket. Minta pasien untuk membuka dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantung lengan pasien untuk melebarkan vena. (Tourniket melebarkan vena dan memudahkan pemasukan; tourniket tidak boleh ketat sehingga menghambat aliran darah arteri. Jika nadi tidak teraba di sebelah distal tourniket, maka tourniket tersebut terlalu ketat. Telapak tangan yang terkepal menyebabkan vena menjadi bulat dan kencang). c) Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan tempat dengan

(40)

18

gerakan memutar, bergerak keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian bersihkan dengan alcohol 70% untuk melihat dengan jelas vena profunda.

(1). Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut. (periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini)

(2). Jika pasien alergi dengan povidone-yodium, maka dapat digunakan alcohol 70% saja. (Asepsis ketat dan persiapan tempat yang teliti merupakan hal yang penting untuk mencegah infeksi).

d) Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena, pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk menegangkan kulit di atas pembuluh darah. (Menerapkan traksi pada vena membantu vena untuk menstabilkannya).

e) Pegang jarum dengan bagian bevel keatas dan pada sudut 25- 45 derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi tidak menusuk vena. (Posisi bevel ke atas biasanya menyebabkan trauma yang lebih sedikit ke kulit atau vena).

f) Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau hamper sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari atas atau dari samping dengan satu gerakan cepat. (Prosedur dua tahap menurunkan kemungkinan menembusnya jarum melalui dinding posterior vena ketika kulit ditusuk). g) Jika tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong jarum,

langkah-langkah tambahan untuk pemasangan kateter yang membungkus jarum. (1). Dorong jarum 0,6 cm setelah pungsi vena yang berhasil.

(41)

(2). Tahan hub jarum, dan dorong kateter yang membungkus jarum kedalam vena. Jangan pernah memasukkan kembali jarum ke dalam kateter plastic atau menarik kateter kembali ke jarum. (3). Lepaskan jarum, sambil menekan perlahan kulit di atas ujung kateter;

tahan hub kateter di tempatnya. (Aliran balik mungkin tidak terjadi jika vena kecil; posisi ini menurukan kemungkinan tembusnya dinding posterior vena).

h) Lepaskan tourniket dan sambungkan selang infus ; buka klem sehingga memungkinkan tetesan. (Infus harus disambungkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya bekuan darah dalam kanula. Setelah 2 kali usaha untuk melakukan penusukan vena tidak berhasil dianjurkan meminta bantuan dari perawat lain).

i) Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi dibawah ujung kateter. (Kasa berfungsi sebagai bidang steril).

j) Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester. (Jarum yang stabil lebih sedikit kemungkinannya untuk terlepas atau mengiritasi vena). k) Tempat penusukan kemudian ditutup dengan band-aid atau kasa steril;

rekatkan dengan plester nonalergenik tetapi jangan melingkari ekstremitas. (Plester yang melingkari ekstremitas dapat berfungsi sebagai tourniket). l) Plesterkan sedikit lengkungan selang intravena ke atas balutan.

(Lengkungan selang menurunkan kemungkinan pergeseran kanul yang tidak sengaja jika selang tertarik).

(42)

20

m) Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai dengan kebijakan dan prosedur rumah sakit. Balutan kasa atau transparan mungkin digunakan. (Balutan yang transparan memungkinkan pengkajian terhadap flebitis, infiltrasi, dan infeksi pada tempat penusukan tanpa melepaskan balutan). n) Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal, dan inisial.

(Pemasangan label memfasilitasi pengkajian dan penghentian yang aman). o) Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus. (Infus harus diatur dengan

cermat untuk mencegah terjadinya infus yang berlebihan atau kekurangan).

p) Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu, larutan,

kecepatan intravena, dan respons pasien terhadap prosedur.

(Pendokumentasian penting untuk memfasilitasi perawatan dan untuk tujuan legal).

(Smeltzer & Bare 2002).

6. SOP Pemasangan Infus RSUD Wonogiri 1. Pengertian

Pemasangan infus untuk memberikan obat /cairan melalui parenteral. 2. Tujuan

Pemasangan fungsi kolaborasi dengan dokter. 3. Kebijakan

a. Pasien yang mendapatkan obat yang diberikan secara intravena (IV). b. Pasien dehidrasi untuk rehidrasi parenteral.

(43)

4. Petugas a. Perawat 5.Peralatan

a. Sarung tangan satu pasang

b. Selang infus sesuai kebutuhan

c. Cairan parenteral sesuai program

d. Jarum intravena (ukuran sesuai).

e. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya).

f. Desinfektan

g. Tourniquet/manset

h. Perlak dan pengalas

i. Bengkok 1

j. Plester/hepavix

k. Kassa steril

l. Petunjuk waktu

6.Langkah-langkah

a. Tahap pra Interaksi

1) Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada 2) Mencuci tangan

3) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

b. Tahap orientasi

1) Memberikan salam dan menyapa nama pasien

(44)

22

3) Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan

c. Tahap Kerja

1) Melakukan disinfeksi tutup botol cairan 2) Menutup selang infus (klem)

3) Menusukan saluran infus dengan benar 4) Menggantung botol cairan pada standar infus 5) Mengisi tabung reservoir infus sesuai tanda

6) Mengalirkan cairan hingga tidak ada udara dalam selang 7) Mengatur posisi pasien dan pilih vena

8) Memasang perlak dan pengalas

9) Membebaskan daerah yang akan diinsersi

10) Meletakan tourniquet 5 cm proksimal yang akan ditusuk 11) Memakai hanschoon

12) Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dalam -> keluar)

13) Mempertahankan vena pada posisi stabil

14) Memegang iv kateter dengan sudut 30 derajat menusuk vena dengan lubang jarum menghadap ke atas

15) Memastikan iv kateter masuk intra vena kemudian menarik mandrin 0,5 cm

16) Memasukan iv kateter secara berlahan

17) Menarik mandrin dan menyambung dengan selang infus 18) Melepas tourniquet

(45)

19) Mengalirkan cairan infus 20) Melakukan fiksasi iv kateter

21) Memberikan desinfektan daerah tusukan dan menutup dengan kassa 22) Mengatur tetesan sesuai program

d. Tahap terminasi

1) Melakukan evaluasi tindakan 2) Merapikan pasien dan lingkungan 3) Berpamitan dengan klien

4) Membereskan alat-alat 5) Mencuci tangan

6) Mencatat kegiatan dalam lembar kegiatan keperawatan 7. Komplikasi Pemasangan Infus

Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay 2006).

a. Flebitis

Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan.

(46)

24

b. Infiltrasi

Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena,berarti terjadi infiltrasi.

c. Iritasi vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)

d. Hematoma

Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,

(47)

pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.

e. Tromboflebitis

Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah

peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.

f. Trombosis

Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.

g. Occlusion (Kemacetan)

Kemacetan ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi. Kemacetan disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama. h. Spasme vena

Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang

(48)

26

dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.

i. Reaksi vasovagal

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.

j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament.

Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament. 8. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena

Menurut (Hidayat 2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :

a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru.

b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda Infeksi.

c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.

d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.

e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.

f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus

perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus.

g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester

(49)

h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus.

i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang

telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil.

j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat.

k. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan milli

meter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.

2.1.3. Flebitis

1. Pengertian

Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi 2008).

Flebitis adalah inflamasi lapisan vena dimana sel endotelia dinding vena mengalami iritasi dan permukaan sel menajdi kasar, sehingga memungkinkan platelet menempel dan kecenderungan terjadi inflamasi penyebab plebitis (Philip 2005 dalam Wayunah 2011)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Flebitis itu adalah suatu kejadian peradangan pada vena yang terpasang infus karena infeksi oleh mikroorganisme selama perawatan di rumah sakit.

(50)

28

2. Tanda dan gejala

a. Rubor (Hyperemia)

Kemerahan atau rubor biasanya merupakan kejadian pertama yang ditemukan didaerah yang mengalami peradangan. Pada reaksi peradangan arteriola yang mensuplai darah tersebut mengalami pelebaran sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih banyak. (Mustofa 2007). b. Kalor (Hipertermi)

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan. Daerah sekitar peradangan menjadi lebih panas, karena darah yang disalurkan ke daerah tersebut lebih besar dibandingkan daerah lainnya yang normal (Mustofa 2007).

c. Tumor (Oedem)

Pembengkakan lokal terjadi karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi kejaringan intrerstitiel, campuran antara sel yang tertimbun didaerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan ini reaksi peradangan eksudatnya adalah cairan (Mustofa 2007).

d. Nyeri (Dolor)

Rasa nyeri pada daerah peradangan dapat disebabkan oleh perubahan pH lokal ataupun konsentrasi ion-ion tertentu yang merangsang ujung saraf selain itu juga pembengkakan yang terjadi dapat juga menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang dapat merangsang sakit. (Mustofa 2007)

(51)

3. Penyebab

Penyebab flebitis yang dinyatakan oleh (Workman dalam Mustofa 2007) terbagi atas 3 yaitu:

a. Iritasi kimia

Biasanya iritasi ini bersumber dari cairan intravena atau obat-obatan yang digunakan umumnya cairan tersebut memiliki pH rendah dengan osmolaritas tinggi, sebagai contoh adalah cairan dextrose hipertonik atau cairan yang mengandung kalium klorida.

b. Iritasi fisik

Terjadi karena faktor bahan kanul yang digunakan berdiameter besar, sehingga mempermudah pecahnya pembuluh darah flebitis dapat pula terjadi jika pemasangan tidak pada tempat yang baik, misalnya siku atau pergelangan tangan.

c. Iritasi mekanik

Misalnya fiksasi kurang baik sehingga menyebabkan kanul bergerak-gerak dalam pembuluh darah dan menyebabkan iritasi pada pembuluh darah. Banyak hal yang dapat menyebabkan flebitis antara lain tindakan pembersihan yang akan dilakukan penusukan kateter intravena kurang baik dan juga adanya bakteri. (Boker dan Ignaticus 1996) menyimpulkan bahwa bakteri-bakteri yang terdapat pada kulit yang mempunyai potensi

menyebabkan flebitis adalah staphylococcus apidernidis dan

(52)

30

4. Skala Flebitis

Ada beberapa standar yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat keparahan flebitis:

a. Skala menurut (Intgravenous Nurses Society dalam Mustofa 2007), keparahan flebitis di identifikasi sebagai berikut :

Skala 0 : Tidak nyeri, tidak kemerahan, tidak edema, tidak hangat dan tidak terjadi pembengkakan lokal

Skala 1: Terasa nyeri, kemerahan, tidak hangat, tidak terjadi pembengkakan lokal dan mungkin bisa terjadi edema atau tidak terjadi edema.

Skala 2: Terasa nyeri, kemerahan, hangat, tidak terjadi pembengkakan lokal dan mungkin bisa terjadi edema atau tidak terjadi edema

Skala 3 : Terasa nyeri, kemerahan, hangat, terjadi pembengkakan lokal dan mungkin bisa terjadi edema atau tidak edema.

b. Skala Baxter

Skala 0 : Tidak ada nyeri, tidak ada eritema, tidak ada indurasi, tidak ada

pembengkakan lokal

Skala 1 : Nyeri, eritema tidak ada indurasi, tidak ada pembengkakan

lokal tidak demam

Skala 2 : Nyeri dengan eritema, tidak ada indurasi tidak ada

(53)

Skala 3 : Nyeri dengan eritema, demam, indurasi atau pembengkakan lokal kurang dari 3 cm disekitar tempat penusukan

Skala 4 : Nyeri, eritema ,demam indurasi atau pembengkakan lokal lebih

dari 3 cm

Skala 5 : Adanya trombosis dan ditemukan 4 tanda diatas, tetapi

intravena harus dilepas dan diganti tempat penusukan

5. Faktor yang mempengaruhi Terjadinya Flebitis

a. Pemberian Informasi

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat pasien perlu mengetahui tujuan dari terapi mereka, perkiraan lamanya pengobatan dan pembatasan-pembatasan gerak pada ekstremitas yang mengalami penusukan harus diobservasi selama pemberian infus. Selain itu pasien harus diajari untuk mengenali dan melaporkan tanda dan gejala misalnya pembengkakan, nyeri, panas, kemerahan pada tempat penusukan darah dalam selang, balutan basah serta aliran yang tidak lancar.

b. Ketrampilan perawat

Mery.A. et.all dalam studinya pada pemasangan infus perifer didapatkan hasil bahwa resiko terjadinya flebitis lebih terjadi pada infus yang dipasang oleh General Nurses (perawat umum) dibandingkan dengan infus yang dipasang oleh Infution Nurses (perawat yang khusus menangani masalah infus) angka perbandiungan yang didapat untuk resiko terjadinya flebitis 3:1.

(54)

32

c. Rotasi tempat penusukan

Penggantian tempat penusukan kateter intravena antara 48-72 jam, Study menunjukkan bahwa pemasangan kateter lebih dari 72 jam meningkatkan resiko flebitis dan kolonisasi bakteri.

d. Tempat penusukan

Pada orang dewasa, ekstremitas bawah memiliki resiko lebih tinggi terhadap flebitis dibandingkan ekstremitas atas. Vena pada punggung telapak tangan mempunyai resiko lebih kecil terhadap flebitis dibandingkan dengan yang dipasang pada lengan atau siku. Pada anak-anak pemasangan kanula dapat dilakukan pada lengan, punggung kaki atau kulit kepala.

e. Bahan dan ukuran kateter

Kateter polyurethane 30% lebih rendah resikonya terhadap flebitis dibanding dengan kateter yang berbahan teflon. Sebuah study di USA menunjukkan bahwa kateter teflon atau polyurethane kateter berisiko infeksi dengan rentang 0-5 %.

f. Jenis cairan

Menurut Booker dan Ignaticus bahwa pH cairan yang lebih rendah memiliki resiko flebitis yang lebih tinggi, tetapi perlu juga diingat tentang

(55)

g. Host Agent

Sistem imun manusia juga berkompeten dalam melindungi tubuh dari berbagai organisme. Manusia yang memiliki gangguan imun akan

(56)

34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Fokus Penelitian Skema 3.1. Fokus Penelitian 3.2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan fenomenologis. (Saryono & Anggraeni 2010). Menurut (Ircham 2013), penelitian kualitatif menempatkan perhatian pada pembuktian pemahaman yang komprehensif / pemahaman secara holistik dari suatu keadaan sosial dimana penelitian dilakukan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan dengan alasan karena peneliti akan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang biasa dalam situasi-situasi tertentu. penelitian kualitatif efektif digunakan untuk memperoleh informasi yang spesifik mengenali nilai, opini, perilaku dan konteks sosial menurut keterangan populasi. Sedangkan pendekatan fenomenologis merupakan pendekatan yang berusaha untuk memahami makna dari berbagai peristiwa dan interaksi manusia didalam situasinya yang khusus (Sutopo 2006).

SOP Pemasangan

Infus

(57)

Rancangan fenomenologis ini dialaksanakan dengan berpedoman menurut (Sutopo 2006) tentang pelaksanaan penelitian kualitatif yang harus melakukan beberapa tahapan. Yaitu melakukan studi awal, memantapkan proposal penelitian, melaksanakan penelitian. Dalam melaksanakan penelitian ada

beberapa langkah yang harus dilakukan, diantaranya mempersiapkan

pengumpulan data, melakukan pengumpulan data melakukan refleksi, mengatur data, melakukan analisis dan menyusun reduksi data, dan yang terakhir menyiapkan sajian data.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dalam penelitian ini melihat dari perawat yang melakukan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. Skala pengukuran flebitis menggunakan skala menurut (Intgravenous Nurses Society dalam Mustofa 2007).

3.3. Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Semua perawat yang ada di RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

Populasi adalah universum, dimana universum itu dapat berupa orang, benda atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti. Populasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu populasi target dan populasi survei. Populasi target adalah seluruh “unit” populasi, sedangkan populasi survei adalah sub-unit dari populasi target, sub-unit dari populasi survei untuk selanjutnya menjadi sampel penelitian (Danim 2004). Joko Subagyo menyebutkan, obyek penelitian sebagai

(58)

36

sasaran untuk mendapatkan dan mengumpulkan data disebut populasi (Subagyo 2004).

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah 5 orang perawat yang melakukan pemasangan infus di ruang rawat inap Kenanga RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

Pada penelitian fenomenologi sampel yang diambil adalah sampel yang pernah mengalami substansi yang akan diteliti, yang artinya sampel tersebut pernah mengalami sesuatu hal yang akan diteliti oleh peneliti. Dalam penelitian kualitatif sampel diartikan sebagai partisipan. Sampel adalah sub-unit populasi survei atau populasi survei itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi terget (Danim 2004).

Dalam Penelitian ini sampel yang di pilih memiliki kriteria tertentu yang akan di pilih oleh peneliti. Kriteria sampel tersebut sebagai berikut:

1. Perawat yang melakukan pemasangan infus 2. Pemasangan infus yang tidak sesuai SOP 3. Usia minimal 25 tahun

4. Pengalaman kerja minimal 3 tahun 5. Lulusan minimal D3 Keperawatan 6. Menyetujui informed consent 7. Pasien yang terpasang infus

(59)

3.4. Tempat dan waktu penelitian

Tempat dan waktu penelitian sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat ditentukan benar – benar menggambarkan kondisi informan yang sesungguhnya. Tempat penelitian adalah tempat interaksi informan dengan lingkungannya yang akan membangun pengalaman hidupnya (Saryono & Anggraeni 2010).

3.4.1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap Kenanga RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri terhadap pasien yang menjalani terapi intravena (infus) dan telah memenuhi kriteria penelitian yang telah ditetapkan oleh peneliti. Alasan dilakukan penelitian ini dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian serupa menangani pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian plebitis di RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri.

3.4.2. Waktu

Penelitian ini dimulai pertama kali saat pembuatan proposal yaitu bulan November 2013. Seminar ujian proposal dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2014. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014.

3.5. Pengumpulan Data

Menurut (Saryono & Anggraeni 2010) dalam proses pengumpulan data penelitian kualitatif, manusia berfungsi sebagai instrumen utama penelitian. Meskipun demikian, pada pelaksanaannya peneliti dibantu oleh pedoman

(60)

38

pengumpulan data. Dalam penelitian ini menggunakan alat penelitian seperti alat tulis, lembar observasi (SOP pemasangan Infus) dan lembar catatan.

3.5.1. Cara Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap

informasi terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (In dept interview). Wawancara mendalam (In dept interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.

2. Dokumen

Sejumlah besar data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Dalam penelitian ini mengambil sumber data dari dokumen rekam medik yang bertujuan untuk mengetahui data nama pasien dan lama menjalani perawatan.

3. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui dan mendapatkan data mengenai hal – hal yang dapat dinilai secara obyektif dari partisipan maupun pasien, seperti keadaan daerah yang terpasang infus, nyeri yang di rasakan hingga benar-benar terjadi flebitis.

3.5.2. Alat Pengumpulan data

(61)

1. Lembar alat pengumpulan data mengenai nama, umur, alamat, pengalaman kerja, pendidikan terahkir.

2. Lembar transkrip wawancara dan pertanyaan

3. Alat tulis.

3.5.3. Tahap Pengumpulan data 1. Tahap Orientasi

Pengumpulan data segera dilakukan setelah peneliti memperoleh izin dari RSUD dr. Soemarso Mangun Sodiran Kabupaten Wonogiri setelah itu peneliti melihat data identitas perawat dan banyaknya kejadian plebitis di ruang rawat inap Kenanga RSUD dr. Soemarso Mangun Sodiran Kabupaten Wonogiri. Peneliti melakukan wawancara pada kepala ruang kenanga untuk menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan penelitian di ruangan tersebut dengan judul “Gambaran pelaksanaan pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di ruang rawat inap kenanga RSUD Wonogiri”. Pada waktu itu pula peneliti juga melakukan kontrak waktu penelitian. Setelah disetujui peneliti membuat perjanjian tempat dan waktu untuk penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah peneliti membuat janji dengan partisipan dan partisipan bersedia untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini, langkah selanjutnya adalah mewawancarai partisipan tentang nama perawat, usia, pengalaman kerja dan pendidikan terahkir. Setelah itu melakukan observasi pemasangan infus dan mengobservasi pasien yang terpasang infus. Pedoman observasi menggunakan SOP pemasangan infus dari RSUD dr. Soemarso Mangun Sodiran Kabupaten

(62)

40

Wonogiri. Peneliti mulai mengambil data dengan mengobservasi pasien yang terpasang infus apakah terjadi flebitis atau tidak dalam rentang waktu sekurang-kurangnya 3 hari setelah pemasangan.

3.6. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode fenomenologi deskriptif dengan metode Colaizzi (Polit & Back 2006), adapun langkah – langkah analisa data adalah sebagai berikut :

3.7.1. Peneliti menggambarkan fenomena dari pemasangan infus yang tidak sesuai SOP di ruang rawat inap Kenanga RSUD Wonogiri.

3.7.2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan berupa pemasangan infus yang tidak sesuai SOP terhadap kejadian flebitis di ruang rawat inap Kenanga RSUD Wonogiri

3.7.3. Peneliti mengobservasi semua pasien yang terpasang infus secara kontinyu dalam rentang waktu 3 hari. Kemudian mendokumentasikan apa yang terjadi setelah pemasangan infus yang tidak sesuai SOP.

3.7.4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan ke dalam tema.

3.7.4.1. Merujuk kelompok tema kedalam transkrip dan protokol asli untuk memvalidasi.

3.7.4.2. Memperhatikan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dan menghindari perbedaan diantara kelompok tema tersebut.

3.7.5. Peneliti mengintegrasikan hasil kedalam deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti.

(63)

3.7.6. Merumuskan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai pernyataan tegas dan didentifikasi kembali.

3.7.7. Kembali kepada partisipan untuk langkah validasi akhir / verifikasi tema – tema segera setelah proses verbatim dilakukan dan peneliti tidak mendapatkan data tambahan baru selama verifikasi.

3.7 Validitas dan Reliabilitas

Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan untuk peningkatan validitas data dalam penelitian kualitatif (Sutopo 2006). Data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan bukan hanya untuk kedalam dan kemantapanya tetapi juga bagi kemantapan dan kebenaranya. Oleh karena itu setiap peneliti harus bisa memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang diperolehnya. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih untuk pengembangan validitas data penelitian. Cara-cara tersebut antara lain bisa berupa beberapa teknik triangulasi (triangulation), yaitu :

3.7.1. Triangulasi Sumber

Teknik ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenaranya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenaranya bilamana

Gambar

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian  Nama  Peneliti  Judul  Penelitian  Metode  Hasil  Penelitian  Penelitian Sekarang  Ince Maria  &  Erlin  Kurnia  2012  Kepatuhan Perawat  Dalam  Melaksanakan Standar  Prosedur  Operasional  Pemasangan  Infus   Terhadap
Gambar 2.1. Lokasi Pemasangan Infus  Sumber: Dougherty dkk (2010)

Referensi

Dokumen terkait

Kimmel (1980) dan Walsh (2003) menyatakan beberapa permasalahan yang sering timbul di dalam keluarga dengan orang tunggal baik wanita maupun pria yakni merasa kesepian,

Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Kelas II Semarang merupakan Unit Pelaksanaa Teknis (UPT) yang salah satu tugasnya me monitoring spectrum frekuensi radio

Pie chart IV.21 Tingkat Pengetahuan Penonton pada indikator persepsi dalam pembawa acara………..82 Pie chart IV.22 Penonton memahami bahwa Tri Rismaharini menjadi

Kata advokat dalam bahasa inggris merupakan kata benda ( noun ), berarti orang yang berprofesi memberikan jasa konsultasi hukum dan/atau bantuan hukum baik di

[r]

Hal ini juga sama dengan nilai efficiency of conversion of feed ingested (ECI), bahwa tanpa kejut panas berbeda nyata dengan yang diberi kejut panas. Analisis indeks

Pada model prey-predator udang windu di simulasikan mengunakan metode Adam Bashforth- Moulton orde empat menunjukkan bahwa banyaknya populasi udang windu

merumuskan masalah penelitian ini adalah “ Apakah penerapan model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan. keterampilan berfikir