• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PENGEMBANGAN PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN SUMBA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI PENGEMBANGAN PEMBIBITAN KERBAU DI KABUPATEN SUMBA TIMUR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGEMBANGAN PEMBIBITAN KERBAU DI

KABUPATEN SUMBA TIMUR

(Evaluation of Buffalo Breeding in East Sumba District)

YUNUS D.WULANG1danC.TALIB2

1 Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur

Jl. Jendral Soeharto, Waingapu, Nusa Tenggara Timur

2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Jl Raya Pajajaran Kav E59, Bogor

e-mail: criancht@yahoo.co.id

ABSTRACT

In general, development of livestock plays an important and strategic role for building the agricultural sector and supporting national development ie. expanding employment opportunities, increasing farmers' income and welfare and improving consumption of animal protein and energy, and in particular to increase the income of farmers directly or indirectly, gradually. Indonesia through the Ministry of Agriculture has been launched self-sufficiency program in meat of beef and buff to be reached in the Year 2014. The concrete steps have been conducted to achieve the predefined targets incrementally to meet the greatest achievement of the efforts exclusively on cattle and buffalo, especially for the small farmers who constitute as the largest keeper of cattle and buffalo in Indonesia.National cattle population has increased by 6.5% per year while the buffalo population declined by 9.5% per year in the last five years. The results of livestock census in Year 2011 have shown that NTT is the province with the highest population of buffaloes in Indonesia and East Sumba is one of the districts that have the highest buffalo population in East Nusa Tenggara. Buffalo populations in District of East Sumba increased by 7.7% per year due to a very close bond between people and buffalo in the daily socio-cultural life of Sumba Society and good selling prices in both Sumba buffalo markets at Jakarta and Sulawesi. Beside that, the buffalo population increased, it is also being supported by the potential of the island of Sumba as island grassland (> 60% out of total sumba island is pasture) with 33 kinds of grasses as potential Plant Feed and being supported by funding from the national and regional budgets and facilitated by the Government of East Sumba for the development of breeding buffalo through pasture improvement, water supply and coaching at the individual farmers and their groups. Buffalo breeding was able to increase the number of buffalo per farmer ownership and increase the number of buffaloes being sold thus improving the status of farmers in view of Sumba Society and increase farmers income through breeding plan and also increase the number of new buffalo breeders.

Key Words: Buffalo, Breeding, Evaluation, East Sumba

ABSTRAK

Pembangunan peternakan secara umum memegang peranan penting dan strategis dalam membangun sektor pertanian dan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak serta peningkatan konsumsi protein hewani dan energi dan secara khusus untuk meningkatkan pendapatan peternak secara langsung maupun tidak langsung dan secara bertahap. Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah mencanangkan untuk pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau pada tahun 2014. Untuk itu maka langkah-langkah konkrit untuk pencapaian tersebut telah diprogramkan secara bertahap demi terpenuhinya target pencapaian tersebut secara khusus pada usaha ternak sapi dan kerbau terutama pada peternak kecil yang merupakan produsen sapi dan kerbau terbesar di Indonesia. Populasi sapi meningkat sebesar 6,5% per tahun sedangkan populasi kerbau menurun sebesar 9,5% per tahun dalam lima tahun terakhir. Hasil sensus statistik peternakan tahun 2011 telah menunjukkan bahwa NTT adalah provinsi dengan populasi ternak kerbau tertinggi di Indonesia dan Kabupaten Sumba Timur adalah salah satu kabupaten yang memiliki populasi kerbau tertinggi di Nusa Tenggara Timur. Populasi kerbau di Sumba Timur meningkat sebesar 7,7% per tahun disebabkan karena keterikatan yang sangat erat antara masyarakatnya dengan kerbau dalam kehidupan sosial-budaya masyarakat Sumba dan harga jual yang baik di pasar Jakarta dan Sulawesi. Disamping itu juga karena didukung oleh

(2)

potensi Pulau Sumba sebagai pulau padang rumput (> 60% adalah padang penggembalaan) dengan 33 jenis rumput potensial sebagai Tanaman Pakan Ternak serta didukung oleh pembiayaan dari APBN dan APBD serta difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur untuk pengembangan pembibitan kerbau melalui perbaikan padang penggembalaan, penyediaan air dan pembinaan pada kelompok peternak maupun peternak perorangan. Usaha pembibitan kerbau ternyata mampu meningkatkan jumlah pemilikan kerbau per peternak serta meningkatkan jumlah kerbau yang dijual sehingga meningkatkan status peternak dalam pandangan masyarakat Sumba serta meningkatkan penghasilan peternak pembibit dan juga menambah jumlah peternak pembibit baru.

Kata Kunci: Kerbau, Pembibitan, Evaluasi, Sumba Timur

PENDAHULUAN

Pembangunan peternakan memegang peranan penting dan strategis dalam membangun sektor pertanian dan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak serta peningkatan konsumsi protein hewani dan energi. Disamping itu pembangunan subsektor peternakan juga ditujukan secara spesifik untuk meningkatkan pendapatan masyarakat umumnya dan secara khusus bagi para peternak serta secara langsung maupun tidak langsung dan secara bertahap akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selanjutnya pembangunan peternakan juga dalam jangka panjang akan dapat meningkatkan perolehan devisa melalui ekspor bagi produk yang lebih dapat bersaing di pasar global regional maupun internasional yang akan berdampak langsung pada terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan yang sinergis dengan sektor maupun subsektor pertanian maupun non pertanian lainnya.

Indonesia melalui Kementerian Pertanian telah mencanangkan untuk pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau pada tahun 2014. Untuk itu maka langkah-langkah konkrit untuk pencapaian tersebut telah diprogramkan secara bertahap demi terpenuhinya target pencapaian tersebut secara khusus pada usaha ternak sapi dan kerbau terutama pada peternak kecil yang merupakan produsen sapi dan kerbau terbesar di Indonesia. Hasil sensus statistik peternakan tahun 2011 telah menunjukkan bahwa NTT adalah provinsi dengan populasi ternak kerbau tertinggi di Indonesia. Kabupaten Sumba Timur adalah salah satu kabupaten yang memiliki populasi kerbau tertinggi di Nusa Tenggara Timur (PPSPK2011, 2011). Dinas

Peternakan Kabupaten Sumba Timur melaporkan bahwa program perbibitan kerbau telah dimulai sejak tahun 2006 (GANA,2008; DISNAK KABUPATEN SUMBA TIMUR, 2012).

Pada makalah ini akan dibicarakan secara khusus pada perbaikan perbibitan kerbau pada pusat kerbau tertinggi di Indonesia yaitu di Nusa Tenggara Timur (PPSPK2011, 2011) tepatnya di Kabupaten Sumba Timur.

Kabupaten Sumba Timur

Pulau Sumba adalah salah satu pulau besar dari 3 buah pulau besar yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, memiliki luas daratan 11.854 km2 yang terdiri dari 4 kabupaten yaitu Kabupaten Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Barat Daya dan Sumba Tengah. Pulau ini adalah tipe pulau karang yang terangkat dari dasar laut. Iklim yang tidak menentu merupakan hambatan atau masalah yang cukup klasik di Sumba dengan bulan hujan 3 – 4 bulan dan bulan kering 8 – 9 bulan per tahun.

Kabupaten Sumba Timur memiliki luas wilayah 7.005 km2 (700.500 ha), dan secara umum merupakan daerah berbukit-bukit dengan kemiringan lereng yang dapat mencapai 40%. Pulau ini memiliki kawasan padang rumput seluas 465 ribu ha (66%) dari total luas wilayah (DISNAK, 2012). Pada bagian Utara merupakan daerah yang datar dan berbatu-batu serta kurang subur, sedangkan bagian Selatan merupakan daerah yang berbukit-bukit terjal. Pada lereng-lereng bukit tersebut merupakan lahan yang cukup subur yang dialiri sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun (GANA, 2008).

Hujan yang tidak menentu dan merata dimana musim penghujan relatif lebih pendek daripada musim kemarau serta keadaan geografis yang berbatu karang dan wilayah

(3)

yang terjal merupakan rintangan untuk pencetakan/perluasan lahan sawah dan ladang untuk tanaman pangan. Pada sisi yang lain masih adanya penduduk yang hidup dari ladang/kebun yang berpindah-pindah dengan cara membabat hutan/belukar yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup, sehingga timbul hama belalang dan lain-lain (BPSKAB, 2012). Disinilah harapan yang ada dan akan siginifikan hasilnya jika dikembangkan secara maksimal potensi peternakan yang dapat memanfaatkan padang rumput yang ada. Memang padang rumput telah dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk pengembangan ternak besar, hanya saja penggunaannya belum optimal.

Padang rumput yang luas tersebut merupakan basis ekologi ternak pemakan rumput sapi, kerbau dan kuda. HOEKSTRA

(1950 dan 1963) dalam pidato pelantikan profesor melaporkan, terdapat 33 jenis rumput alam di Pulau Sumba dan 17 jenis diantaranya mempunyai kandungan nutrisi yang baik sebagai pakan ternak untuk kuda, kerbau dan sapi. Tentu saja ini merupakan potensi pengembangan pertumbuhan masa depan serta menggambarkan keunggulan komparatif daerah yang apabila dikelola dengan baik dapat menjadi keunggulan kompetitif yang akan menunjang swasembada daging sapi dan kerbau serta akan mendatangkan devisa Negara.

Sesuai hasil pendataan terakhir di tahun 2011 populasi ternak besar di Sumba Timur berjumlah 121.151 ekor yang terdiri dari sapi 53.051 ekor, kerbau 37.052 ekor dan kuda 31.048 ekor (BPSKAB, 2012). Dalam rangka mendukung pembangunan sub sektor peternakan di Kabupaten Sumba Timur, pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten senantiasa mendukung melalui alokasi anggaran setiap tahunnya, baik untuk pengadaan ternak maupun pembangunan infrastruktur lahan dan air di padang penggembalaan.

Peran kerbau dalam kehidupan masyarakat di Sumba Timur

Secara umum usaha ternak kerbau telah lama dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat di Pulau Sumba umumnya dan

Kabupaten Sumba Timur pada khususnya, yang merupakan salah satu mata pencaharian andalan sebagai usaha rumah tangga baik dalam skala usaha kecil, maupun usaha menengah. Usaha ternak kerbau atau lebih tepatnya dikatakan pemeliharaan kerbau ditujukan untuk kegiatan sosial dan budaya masyarakat, sebagai tenaga kerja serta untuk produksi daging dan kulit.

Dalam kegiatan sosial-budaya, peran ternak kerbau sangat sentral dan ikut menentukan tinggi rendahnya status keluarga penyelenggara pelaksanaan ritual tersebut, terutama dalam urusan adat istiadat perkawinan dan kematian (TALIB, 2011). Semakin banyak ternak kerbau yang dijadikan mas kawin ataupun yang disembelih akan semakin tinggi status keluarga penyelenggara dalam pandangan masyarakat sekitar atau dapat dikatakan sebagai salah satu simbol utama yang menentukan status sosial kehidupan masyarakat. Harus diakui bahwa kegiatan sosial budaya masyarakat inilah merupakan salah satu faktor paling utama yang secara signifikan mampu mempertahankan eksistensi keberadaan kerbau di Indonesia (walaupun secara nasional menurun sebesar 9,5% per tahun) dalam persaingannya dengan peningkatan populasi sapi yang sangat cepat yaitu lebih dari 6,5% per tahun secara nasional dalam 5 tahun terakhir (DITJEN PKH, 2012; PPSPK2011, 2011; TALIB dan NAIM, 2012).

Produksi daging kerbau yang awalnya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kegiatan sosial budaya dan kebutuhan konsumsi pasar domestik sekarang telah berkembang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik di Pulau Jawa dan Sulawesi. Di Jawa kerbau dibutuhkan sebagai ternak konsumsi untuk kontribusi daging sebagai tambahan konsumsi daging sapi (karena di pasar umum, daging kerbau tidak dikenal dan hanya dikenal sebagai daging sapi). Sementara itu, di Sulawesi lebih banyak ternak kerbau yang dibutuhkan untuk kegiatan sosial budaya terutama untuk kegiatan ritual kematian yang dikenal sebagai Rambu Solo di Kabupaten Tana Toraja, dimana dibutuhkan sekitar 14 ribu ekor kerbau setiap tahunnya untuk menunjang pelaksanaan upacara kematian (TALIB,2011;RANTE, 2012).

Sebagai sumber tenaga kerja, maka kerbau digunakan terutama dalam kegiatan pertanian khususnya untuk pengolahan awal tanah

(4)

sawah. Kegiatan tersebut sekarang telah jauh berkurang karena sedikit demi sedikit peran kerbau mesin pengolah lahan berhasil digeser oleh mesin pertanian sebagai pengolah lahan berupa hand tractor. Berkurangnya peranan tersebut secara langsung ataupun tidak langsung ikut berpartisipasi dalam mengurangi populasi kerbau di Indonesia. Padahal kalau dipikirkan lebih mendalam jika menggunakan kerbau maka peternak tidak perlu membeli bahan bakar dan menyiapkan biaya pemeliharaan mesin, hanya menyiapkan pakan bagi kerbau. Untuk jangka panjang maka kerbau akan beranak (biasa digunakan ternak betina) dan pada saat afkir dapat dijual dengan harga yang lebih mahal. Maka untuk lahan sempit seharusnya disosialisasikan keuntungan yang diperoleh peternak untuk menggunakan kerbau dalam pengolahan lahan pertanian dibandingkan dengan penggunaan mesin mekanisasi.

Perkembangan program pembibitan kerbau

Kegiatan pembibitan kerbau tahun 2010, 2011 dan 2012

Pengembangan pembibitan ternak kerbau di wilayah Kabupaten Sumba Timur terus dilakukan seiring dengan permintaan pasar domestik antar pulau ke Jawa dan Sulawesi yang cenderung meningkat serta potensi dan ketersediaan padang penggembalaan yang

masih memungkinkan untuk dikembangkan. Melalui dana APBD kabupaten, dialokasikan kegiatan pendistribusian ternak kerbau kepada masyarakat dan besarnya dana alokasi tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Pengembangan diarahkan pada program pembibitan melalui kawin alam sesuai kebijakan pemerintah pusat, namun di waktu depan selain pola kawin alam diterapkan juga pola kawin suntik (IB) serta penguatan kapasitas kelompok tani dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas ternak kerbau menuju swasembada daging sapi dan kerbau tahun 2014. Dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas ternak kerbau, pemerintah Kabupaten Sumba Timur setiap tahunnya melakukan kegiatan kontes ternak sapi dan kerbau yang bertujuan memperbaiki/ meningkatkan mutu genetik ternak lokal dengan cara ternak-ternak hasil kontes tersebut dibeli oleh pemerintah dan selanjutnya didistribusikan lagi kepada masyarakat sebagai ternak pemacek.

Sampai dengan saat ini jumlah ternak kerbau program pembibitan sejak tahun 2006 – 2012 yang didistribusikan kepada masyarakat melalui dana APBN (TP/LM3) dan APBD II Kabupaten sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 menggambarkan adanya tingkat perkembangan ternak kerbau yang cukup meningkat walaupun jumlah perkembangan tidak berbanding lurus dengan jumlah ternak betina distribusi awal.

Tabel 1. Distribusi kerbau bibit program pembibitan dan pertambahan jumlahnya di Kabupaten Sumba Timur sejak awal, dari tahun 2006 – 2011

Tahun Sumber dana Distribusi awal Jumlah saat ini

Jantan Betina KK Jantan Betina KK

2006 APBN (PUMK) 40 120 40 105 212 91 APBD II 60 240 60 101 296 132 2007 APBD II 45 225 45 82 306 148 2008 APBN (PUMK) 36 72 36 60 102 81 APBD II 30 150 30 42 248 119 2009 APBN (LM3) 10 124 62 16 156 89 APBD II 50 150 50 57 169 68 2010 APBN (LM3) 6 120 63 8 126 65 2011 APBD II 70 100 70 - - - Jumlah 347 1.301 456 488 1.662 813

(5)

Jika dilihat dari jumlah awal ternak dari tahun 2006 – 2011 yang didistribusi oleh pemerintah melalui berbagai program pembibitan pada Tabel 3, maka jumlah ternak betina sejumlah 1.301 ekor dan yang jantan 347 ekor. Jika digunakan angka calf crop (panen pedet per tahun pada usia sapih) sebesar 30%, maka ada 45% pedet yang kehidupannya tidak mencapai tahun 2011; sedangkan jika digunakan calf

crop 20% maka ada 20% pedet yang tidak

mencapai tahun 2011. Angka kehilangan pedet ini penting diperhatikan untuk membuat berbagai langkah tindak lanjut untuk meningkatkan angka calf crop menjadi minimal 40% sehingga peningkatan populasi di Kabupaten Sumba Timur minimal sebesar 10% dapat dicapai. Angka calf crop ini juga dapat digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan utama yang dihadapi baik dalam perkawinan, kebuntingan, kelahiran, kematian sampai pada rearing pedet untuk mencapai usia sapih 205 hari.

Dari semua ternak kerbau pada Tabel 2 tersebut, maka semua ternak betina tersebut adalah ternak bibit atau ternak yang diberi kesempatan untuk melahirkan, sedangkan ternak jantan yang dibutuhkan sebagai pejantan hanya maksimal 90 ekor dari 347 ekor ternak jantan yang disebarkan. Ini menunjukkan bahwa ternak jantan yang lain yang tidak terpilih sebagai pejantan/pemacek adalah ternak jantan bibit afkir yang dijadikan sebagai ternak konsumsi melalui penggemukan. Penggemukan pada ternak jantan afkir inilah yang memberikan keuntungan yang relatif cepat bagi para peternak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jumlah peternak yang awalnya hanya berjumlah 456 peternak, maka pada akhir tahun 2011, jumlah peternak yang berpartisipasi telah meningkat menjadi 813 peternak. Dari data pada Tabel 1 juga terlihat bahwa pada awal penyebaran ternak kerbau tersebut rataan jumlah pemilikan adalah antara 3 – 4 ekor kerbau per peternak, sedangkan dalam pengembangannya maka rataan jumlah pemilikan berubah menjadi 2 – 3 ekor per peternak.

Tetapi jika jumlah pemilikan kerbau per peternak penerima pertama (yaitu ada 437 peternak penerima pertama) pemilikan kerbaunya meningkat menjadi 4 ekor per

peternak; maka jumlah pemilikan kerbau per peternak (pengembang) adalah sebesar 1 ekor per peternak. Kondisi yang kedua ini adalah lebih tepat karena berdasarkan laporan kondisi riil di lapangan ternyata bahwa perkembangan kerbau di tingkat petani cukup baik dan positif karena selain berdampak pada peningkatan populasi dan peningkatan pendapatan masyarakat juga menggambarkan status sosialnya yaitu terjadi peningkatan jumlah pemilikan ternak per peternak pertama penerima ternak kerbau bibit.

Jumlah dan struktur populasi ternak kerbau tahun 2010, 2011 dan 2012

Jumlah dan struktur populasi ternak kerbau program pembibitan 3 tahun terakhir adalah sebagaimana digambarkan pada butir 2a di atas dilakukan dari sisi tugas pokok dan fungsi Dinas yang menangani bidang peternakan bahwa gambaran jumlah dan struktur populasi ternak kerbau seperti tertera pada Tabel 1 tersebut adalah sama dengan jumlah dan struktur populasi yang ada di Kabupaten Sumba Timur pada tahun 2011 seperti yang tercantum pada Tabel 2.

Angka populasi ternak kerbau di Kabupaten Sumba Timur dari tahun 2008 – 2011 adalah tertera pada Tabel 3. Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa dalam 4 tahun terakhir populasi kerbau di Sumba Timur meningkat sebesar 7,7% per tahun.

Peningkatan populasi yang terjadi tersebut merupakan hal yang membanggakan, karena di Indonesia populasi ternak kerbau dalam 170 tahun terakhir (dari 1841 – 2011) menunjukkan jumlah populasi yang sama yaitu sekitar 1,3 juta ekor (TALIB dan NAIM, 2012) walaupun pada awal tahun 2000-an, populasi ternak kerbau pernah mencapai hampir 3 juta ekor. Oleh karena itu, adanya peningkatan jumlah populasi kerbau di Sumba Timur merupakan hal yang menggembirakan dan perlu terus didukung dan difasilitasi baik melalui APBN maupun APBD dan kegiatan perbantuan lainnya. Hal tersebut semestinya digarisbawahi karena semangat para peternak kecil sebagai

keeper kerbau di Sumba Timur ini harus terus

(6)

Tabel 2. Jumlah ternak kerbau program pembibitan di Kabupaten Sumba Timur berdasarkan kecamatan pada tahun 2011

Kecamatan Jantan (ekor) Betina (ekor) Jumlah (ekor)

Kota Waingapu 104 221 325 Pahunga Lodu 1.264 2.684 3.948 Kambera 55 117 172 Wulla Waijellu 805 1.709 2.514 Tabundung 1.066 2.265 3.331 Paberiwai 617 1.309 1.926 Ngadu Ngala 598 1.270 1.868 Matawai La Pawu 1.181 2.508 3.689

Nggaha Ori Angu 630 1.338 1.968

Katala Hamu Lingu 361 765 1.126

Kambata Mapambuhang 338 717 1.055 Kanatang 194 411 605 Rindi 274 581 855 Mahu 419 889 1.308 Karera 1.006 2.138 3.144 Haharu 47 99 146 Pandawai 146 310 456 Lewa 757 1.607 2.364 Umalulu 300 637 937 Lewa Tidahu 234 497 731 Pinu Pahar 364 767 1.128 Kahaungu Eti 1.106 2.350 3.456 Sumba Timur 10.876 26.176 37.052

Tabel 3. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Sumba Timur dari tahun 2008 – 2011 Tahun Populasi kerbau (ekor)

2008 29.687

2009 32.422

2010 34.766

2011 37.052

Minat peternak untuk melakukan pembibitan kerbau

Berdasarkan kondisi riil di lapangan tersebut maka perkembangan ternak kerbau di tingkat peternak kecil dari waktu ke waktu semakin meningkat, walaupun peningkatan

tersebut masih belum sesuai dengan yang diharapkan baik populasi maupun produktivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa minat petani untuk memelihara ternak kerbau cukup baik, karena ternak kerbau bagi masyarakat sumba selain memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang tinggi karena merupakan prioritas utama penggunaannya dalam adat istiadat masyarakat Sumba Timur. Namun minat ini perlu didukung dengan pengetahuan dan ketrampilan beternak yang lebih baik, penanganan gangguan penyakit baik SE maupun penyakit/hambatan dalam reproduksi, penanganan pencurian ternak, ketersediaan pakan dan air minum ternak di padang penggembalaan sepanjang tahun dan mata rantai pemasaran serta informasi harga jual ternak yang dapat diakses oleh petani

(7)

terutama untuk pasar Jakarta dan Sulawesi atau pasar lainnya yang dapat menawarkan keuntungan yang labih baik dari kedua pasar tersebut.

Kurangnya pengetahuan peternak dalam hal tersebut dalam jangka panjang akan menurunkan minat para peternak untuk terus mengembangkan ternak kerbau yang dimilikinya.

Pencatatan/rekording (perkawinan, kelahiran, kebuntingan, kematian, dan ukuran tubuh termasuk penimbangan)

Untuk mengarahkan para peternak budidaya menjadi pembibit maka sosialisasi dan edukasi pencatatan / rekording terhadap ternak kerbau perlu dilakukan secara benar dan lengkap. Hal ini disebabkan karena pada umumnya ternak yang dipelihara masih secara ekstensif di lepas di padang penggembalaan sehingga menyangkut perkawinan, kebuntingan dan kelahiran sangat tergantung pada ternak itu sendiri. Untuk masa mendatang perlu dilakukan pencatatan/rekording agar perkembangan ternak dapat diikuti dengan pasti dan terukur.

Jika pencatatan (perkawinan, kelahiran, kematian) dilakukan dengan baik dan benar maka rekording tersebut dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi serta dicari jalan keluar yang paling tepat agar solusi yang diambil akan secara langsung berdampak dalam peningkatan produktivitas ternak maupun peningkatan populasi melalui perbaikan manajemen atau lingkungan. Sementara itu, pencatatan ukuran tubuh termasuk penimbangan, jika dilakukan dengan baik dan benar maka akan dapat digunakan untuk peningkatan produktivitas setiap individu ternak pada generasi berikutnya melalui perbaikan genetik yang berlaku secara permanen karena perbaikan yang dilakukan pada sifat produksi tersebut akan dapat diwariskan kepada keturunannya.

Oleh karena itu, yang diharapkan dalam program perbibitan adalah dapat dilaksanakannya rekording secara keseluruhan sehingga perbaikan manajemen dan genetik dapat dilakukan secara paralel dan saling menguatkan satu sama lainnya. Salah satu hasil akhir yang akan diperoleh dari rekording ini adalah menghasilkan kerbau pejantan unggul

yang tidak hanya digunakan untuk Kabupaten Sumba Timur saja, tetapi juga untuk digunakan di provinsi lain di Indonesia atau bahkan untuk diekspor. Sementara itu, kerbau betina unggul yang juga akan dihasilkan dapat digunakan secara maksimal untuk perbaikan genetik kerbau di Sumba Timur maupun di NTT secara keseluruhan.

Kelembagaan/organisasi

Untuk mendukung kapasitas kemampuan kelompok tani/peternak perorangan dalam memelihara ternaknya, Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur memiliki perangkat organisasi pelayanan masyarakat di bidang peternakan sebagai ujung tombak yang berhubungan langsung dengan masyarakat dan siap melakukan pelayanan kepada masyarakat, yaitu tersedianya:

1. Pos Keswan 12 buah yang tersebar di 12 kecamatan tetapi dapat dimanfaatkan oleh 22 kecamatan di Kabupaten Sumba Timur 2. Laboratorium/klinik tipe – C 1 buah 3. Breeding Centre Sapi 1 unit 4. Unit Layanan IB sebanyak 2 unit

5. RPH sapi, babi dan kambing masing-masing 1 unit

Selain unit kerja milik Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur seperti di atas juga terdapat 1 unit Pembibitan Ternak Sapi (UPT) milik Dinas Peternakan Provinsi NTT. Perangkat-perangkat tersebut di atas dimanfaatkan secara bersama-sama dengan kelompok tani/peternak dan sekaligus juga melakukan pembinaan dan penguatan kelembagaan pada kelompok-kelompok tersebut.

Permasalahan yang dihadapi

1. Kurangnya pendampingan kepada kelompok tani/peternak akibat dari kurangnya intensitas dan waktu pendampingan yang sangat bergantung pada waktu dan dana yang tersedia karena banyaknya kegiatan yang dilakukan dan sedikitnya dana yang tersedia untuk menunjang semua kegiatan tersebut.

(8)

2. Pola rekruitmen kelompok tani / peternak yang tidak sesuai dengan mekanisme / tahapan yang telah ditetapkan.

3. Penerapan Grand Design Pembibitan (Ternak, Pakan, Reproduksi dan Pencatatan) yang belum berjalan sebagaimana yang diharapkan yaitu:

a. Perbaikan mutu genetik ternak kerbau melalui pola distribusi/redistribusi silang, kontes ternak dan IB dapat dikatakan belum berjalan dengan baik, sehingga pejantan/pemacek yang digunakan bukanlah pejantan terbaik yang ada dalam kelompok ternak tersebut tetapi hanya menggunakan pejantan yang ada dalam kelompok saja.

b. Pemberantasan penyakit SE dan Anthrax melalui kegiatan vaksinasi dengan cakupan vaksinasi yang baru mencapai ≤ 85%,

c. Kurangnya perbaikan luasan padang penggembalaan dengan introduksi tanaman pakan ternak dari jenis rumput dan legume.

d. Kurangnya penyediaan sumber air di

padang penggembalaan dan

pembangunan lumbung pakan ternak terutama untuk mengatasi kekurangan air minum dan pakan dalam musim kemarau.

e. Tingginya angka kematian ternak akibat gangguan reproduksi yang meliputi pemeriksaan kebuntingan, adanya penyakit gangguan reproduksi, seleksi betina produktif dan mencegah masuknya penyakit reproduksi dari luar pulau melalui pemasukan ternak dan atau bahan asal ternak.

f. Kesulitan dalam identifikasi daerah / wilayah terserang penyakit untuk dilakukan pemetaan guna menentukan pola penanganannya.

4. Penerapan teknologi (pakan, perkawinan dan lain-lain) yang belum baik

a. Penerapan teknologi pakan ternak masih belum sepenuh berjalan dengan baik di tingkat peternak kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan pembinaan pada peternak, adanya anggapan bahwa dengan masih luasnya padang rumput

maka kecukupan pakan akan terpenuhi dari padang rumput yang tersedia tanpa memperhitungkan kualitas dan jumlah dalam menghitung kapasitas tampung padang rumput, karena yang menjadi indikator adalah ternak tersebut masih berkembang dengan cukup baik. Padahal di kabupaten ini terdapat perbedaan musim yang cukup signifikan antara musim hujan dan kemarau menyebabkan produksi hijauan pada musim hujan sangat melimpah namun sebaliknya pada musim kemarau sangat kurang dan terbatas. Kedua keadaan ini perlu diupayakan pemecahannya agar ketersediaan pakan sepanjang tahun tetap tersedia baik kualitas maupun kuantitasnya.

b. Penerapan teknolgi perkawinan ternak kerbau di Kabupaten Sumba Timur belum terlihat karena masih dilakukan melalui kawin alam secara bebas atau acak di lapangan tanpa pemilihan pejantan yang akan digunakan.

Upaya pemecahan masalah

Pada kelompok tani/peternak

1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan dan pendampingan kepada kelompok tani/ peternak di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

2. Melakukan pemberantasan penyakit hewan menular untuk menekan angka kematian ternak.

3. Melaksanakan perbaikan padang penggembalaan dan penyediaan air minum di padang penggembalaan melalui penanaman rumput dan legume berkualitas baik pada luasan yang cukup di padang penggembalaan alami serta pembangunan embung/dam parit dalam jumlah yang dibutuhkan agar berdampak signifikan pada performan produksi dan reproduksi kerbau yang digembalakan pada padang tersebut. 4. Menciptakan iklim berusaha ternak yang

(9)

sengketa wilayah penggembalaan dan lain-lain.

5. Informasi yang akurat dan cepat atas harga pasaran ternak daerah asal maupun daerah tujuan.

Kelembagaan/organisasi

1. Perlunya pendampingan kepada kelompok tani/peternak dari awal kegiatan sampai kelompok tersebut mampu mengembangkan kegiatan kelompoknya secara mandiri. 2. Rekruitmen kelompok penerima manfaat

harus kelompok yang sudah terdaftar di

Gapoktan dan telah dikukuhkan oleh

pemerintah setempat berdasarkan klasifikasi kemampuan kelompok.

Penerapan GDP (ternak, penyakit, pakan, reproduksi dan pencatatan)

1. Untuk menghindari terjadinya penurunan mutu genetik ternak kerbau perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan mutu genetik ternak kerbau melalui pola distribusi/redistribusi antar wilayah, kontes ternak dan IB serta pembangunan Breeding Center ternak Kerbau di wilayah populasi kerbau paling banyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Pemberantasan penyakit hewan menular

melalui kegiatan vaksinasi dengan cakupan vaksinasi ≥ 85 %.

3. Perlunya perbaikan padang penggembalaan dan penyediaan air di padang penggembalaan.

4. Menekan angka kematian ternak dari gangguan reproduksi akibat dari sistem pemeliharaan yang masih ekstensif. 5. Perlunya identifikasi dan pemetaan wilayah

ancaman dan terserang penyakit untuk memudahkan penanganan ke depan.

Penerapan teknologi (pakan, perkawinan dan lain-lain)

1. Perlunya pembuatan tempat penyimpanan atau pengawetan pakan ternak terutama pada wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan pakan ternak pada musim kemarau seperti silo/bunker dan gudang penyimpanan hay dan silase sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi, pelatihan dan penerapan

teknologi penyimpanan/ pengawetan pakan ternak kepada masyarakat.

2. Perlunya perbaikan sistem perkawinan ternak kerbau yang masih alamiah akibat pemeliharaan yang ekstensif menjadi perkawinan terkontrol dan terjadwal melalui rekording yang baik serta penggunaan pejantan terbaik dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga dapat menghindari calving interval yang lebih panjang. Untuk mempertahankan mutu genetik kerbau perlu dilakukan perbaikan sistem perkawinan alam yang tidak terkontrol menjadi terkontrol, penyebaran ternak jantan pemacek terseleksi baik yang terpilih melalui kontes ternak atau cara lain yang secara ilmiah dapat diterima.

Tindak lanjut pengembangan program

Dalam rangka mendukung pembangunan sub sektor peternakan di Kabupaten Sumba Timur, pemerintah daerah telah mengalokasikan dalam APBD setiap tahun untuk sektor pertanian minimal 15% dari total APBD. Hal ini dilaksanakan karena hampir 80% masyarakat Sumba Timur berusaha di sektor pertanian dan sub sektor peternakan menjadi sektor unggulan pembangunan di Kabupaten Sumba Timur mengingat pendapatan masyarakat dan daerah dari sektor ini sangat besar. Dengan adanya dana APBD tersebut, maka diharapkan akan tersedia dana dari APBN yang lebih besar lagi dalam menunjang pengembangan kerbau di Kabupaten Sumba Timur baik melalui usaha pembibitan yang menerapkan rekording dan uji performan pada kerbau potong, usaha budidaya terutama penggemukan pada ternak tidak layak bibit, maupun perbaikan pakan, agar dapat dihasilkan bibit-bibit kerbau yang lebih berkualitas dan memperoleh sertifikat sebagai kerbau bibit unggul.

Ke depan kegiatan ini akan diarahkan pada peningkatan populasi dan produktivitas ternak serta pemberdayaan petani yang terus dilakukan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan perbaikannya, sehingga tingkat pendapatan dan kesejahteraan peternak meningkat, disamping itu perlu dilakukan pembinaan dan pendampingan kelompok

(10)

tani/peternak secara periodik dan berkelanjutan.

Dengan demikian kegiatan ini akan berlanjut dan berkembang terus sehingga populasi dan produktivitas ternak kerbau semakin meningkat dan jumlah petani ternak/ peternak semakin banyak melalui pemanfaatan padang penggembalaan yang lebih efektif dan efisien, serta pengembangan penggemukan pada ternak tidak layak bibit sebelum dijual untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi.

KESIMPULAN

Kabupaten Sumba Timur memiliki prospek yang baik untuk pengembangan usaha pertanian khususnya usaha ternak mengingat potensi wilayah yang didominasi oleh padang rumput. Di sisi lain, upaya pengembangan peternakan berbasis padang penggembalaan ini terkendala oleh musim kemarau yang panjang (8 – 9) bulan terutama pada wilayah pesisir Utara sampai Timur sehingga menyebabkan ketersediaan hijauan pakan ternak dan air minum ternak sepanjang musim di padang penggembalaan menjadi faktor pembatas. Oleh karena itu, disamping kegiatan pengembangan ternak kerbau melalui pembibitan, usaha budi daya juga perlu terus dikembangkan sebagai sumber pendapatan masyarakat dan devisa negara.

Untuk mendukung peningkatan

penghasilan peternak melalui usaha pengembangan kerbau maka penyediaan infrastruktur peternakan yang meliputi pengolahan lahan dan penyediaan air di padang penggembalaan perlu terus diadakan, pengembangan fasilitas pengawetan pakan senantiasa dilakukan agar perkembangan ternak terus meningkat menjadi lebih baik di masa mendatang dan penghasilan serta kesejahteraan peternak lebih meningkat lagi.

Untuk mempertahankan Kabupaten Sumba Timur sebagai kabupaten dengan populasi kerbau terbanyak dan seharusnya diikuti sebagai kabupaten penghasil kerbau terbaik maka program pembibitan terutama rekording perlu terus disosialisasikan, dilatih dan diterapkan oleh kelompok peternak pembibit kerbau agar kualitas bibit kerbau di Sumba Timur akan terus meningkat dari generasi sekarang ke generasi berikutnya.

Informasi pasar mengenai harga kerbau perlu terus disampaikan pada kelompok peternak/peternak terutama di pasar Jakarta dan Sulawesi sehingga peternak mempunyai posisi tawar yang layak dengan pembeli atau pedagang ternak.

DAFTAR PUSTAKA

BPSKAB. 2012. Profil Kabupaten Sumba Timur. http://sumbatimurkab.bps.go.id.

DISNAK KABUPATEN SUMBA TIMUR. 2012. Perkembangan program aksi perbibitan ternak kerbau sejak tahun 2006 di Kabupaten Sumba Timur. Pros. Seminar dan Loka Karya Nasional Kerbau. Samarinda 21 – 22 Juni 2011. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Timur, Dinas Peternakan Kotamadya Samarinda, Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 205 – 211.

DITJEN PKH. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2011. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.

GANA,R. 2008. Program aksi pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur. Pros Seminar dan Loka Karya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Jambi 22 – 23 Juni 2007. Dinas Peternakan Kabupaten Batanghari, Dinas Peternakan Provinsi Jambi, Direktorat Perbibitan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm 189 – 192.

HOEKSTRA, P. 1963. Over de vormenrijkdom der herkauwende landbouwhuisdieren. Breukelen: G. van Dijk N.V. (Inaugurele rede). Hewan ternak penentu status kekayaan. Pidato pelantikan.

HOEKSTRA,P. 1950. Veeteeltproblemen in Indonesië gezien in het licht der historie. Groningen: Wolters. (Inaugurele rede) (Sejarah dan detail masalah ternak di Indonesia). Pidato pelantikan.

PPSPK2011, 2011. Hasil rilis sensus peternakan di Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta. RANTE. N. 2012. Nilai kerbau berdasarkan warna

bulu. http://nino-ninerante.blogspot.com/2012/ 02/nilai-kerbau-toraja-berdasarkan-warna.

(11)

SUMULE, O. 2012. Inilah cara agar kerbau toraja tidak punah. http://kabar-toraja.com/ekonomi/ bisnis/1263-inilah-cara-agar-kerbau-toraja-tidak-punah.

TALIB dan NAIM. 2012. Grand design perbibitan kerbau nasional. Seminar dan Lokakarya Kerbau Nasional di Bukittinggi, Sumatera Barat.

TALIB, 2012. Penerapan sistem perbibitan kerbau pada kelompok peternak. Pros Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, Samarinda 21 – 22 Juni, 2011. Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Timur, Dinas Peternakan Kotamadya Samarinda, Direktorat Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Puslitbang Peternakan. Bogor. hlm. 31 – 38.

Gambar

Tabel  1  menggambarkan  adanya  tingkat  perkembangan  ternak  kerbau  yang  cukup  meningkat  walaupun  jumlah  perkembangan  tidak  berbanding  lurus  dengan  jumlah  ternak  betina distribusi awal
Tabel 2.  Jumlah ternak kerbau program pembibitan di Kabupaten Sumba Timur berdasarkan kecamatan pada  tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Sistem informasi stok darah dan agenda donor darah ini dapat memberikan kemudahan kepada Keluarga Donor Darah (KDD) atau intansi dalam melakukan proses kerjasama

Teknik pemberian ransum yang baik untuk mencapai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur jarak waktu

N: Oiya jelas dong, kayak tadi yang gue yang kita promosikan tidak akan terlalu worth ketika mereka experience sendiri, jadi ketika mereka melihat foto-foto

Hasil Skrining fitokimia terhadap ekstrak diklorometana kulit batang tumbuhan jambu semarang (Syzygium samarangense) yakni memiliki kandungan senyawa steroid, tannin, saponin,

Sebagai bagian dari program CSR global, hingga saat ini, program Shell LiveWIRE telah diaplikasikan di lebih dari 25 negara dan telah membantu mengembangkan lebih dari 2.800

Judul tesis “Pengaruh Profil Kepala Daerah terhadap Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur) Tesis ini disusun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap anggota UMKM di Surabaya mengenai program Corporate Social Responsibility (CSR) “Rumah Kreatif BUMN” oleh PT.

“ Sintesis Mikroalga Chorella Vulgaris Menjadi Biodiesel Melalui Proses Esterifikasi dan Transesterifikasi (Studi Metode Ekstraksi Lipid Mikroalga dan Pengaruh