• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

46

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS

PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT PIBS juga menerima penghasilan lain diluar usaha jasa konstruksi yaitu pendapatan jasa giro yang bersifat final. Berikut ini adalah tabel ringkasan data perusahaan :

Tabel 4.1

Ringkasan SPT Tahunan PPh Tahun 2008, 2009, 2010

Keterangan Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Penghasilan dari usaha jasa konstruksi 35.609.523.785 29.650.659.232 42.845.080.299

Biaya terkait dengan usaha jasa konstruksi 34.491.489.017 29.398.881.109 38.270.807.533

Penghasilan dari luar usaha jasa konstruksi 13.493.029 15.528.475 18.463.946

Biaya dari usaha selain usaha jasa konstruksi 9.625.546 8.991.835 75.240.747

Penghasilan neto fiskal 1.176.009.000 0 0

Jumlah PPh terutang 335.302.700 0 0

Kredit pajak 329.102.635 0 0

PPh yang kurang dibayar (PPh 29) 1.428.065 0 0

IV.1.1 Pengenaan Pajak Tahun 2008

Pada tahun 2008, tepatnya sampai dengan bulan Juli, PT PIBS berpedoman penuh pada PP No.140 Tahun 2000. PT PIBS termasuk dalam kategori kualifikasi usaha menengah yang memberikan jasa pelaksanaan konstruksi sehingga perusahaan dipotong PPh pasal 23 sebesar 2% oleh pengguna jasa yang merupakan pemotong pajak, atas penghasilan yang diperolehnya dari usaha jasa konstruksi. Oleh karena itu, pengguna jasa wajib memberikan bukti potong. Beberapa pengguna jasa langsung memberikan bukti potong pada saat dilakukan pembayaran (mengacu pada penjelasan Pasal 8 Ayat 3

(2)

47 PP No. 138 Tahun 2000, “untuk kemudahan, pelaksanaan pemotongan pajak dapat dilakukan pada saat terjadi pembayaran, walaupun sesuai dengan ketentuan saat terutangnya pemotongan pajak tersebut terjadi pada akhir bulan pembayaran”). Tetapi ada beberapa pembayaran yang tidak diberikan bukti potong oleh pengguna jasa, yang mengakibatkan PPh pasal 23 nya tidak dapat dikreditkan oleh PT PIBS. Hal ini dapat mengakibatkan pembayaran pajak menjadi lebih besar. Setelah itu, terbit PP baru pada bulan Juli 2008, yaitu PP No.51 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa untuk pembayaran atas kontrak yang ditandatangani sejak 1 Januari 2008 berlaku PP No. 51 Tahun 2008 (berlaku surut). PP ini mengatur bahwa pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi mengalami perubahan sifat menjadi final dan tarif pengenaan untuk jasa pelaksanaan konstruksi berkualifikasi usaha menengah dan besar menjadi 3%. Beberapa pemotong pajak menaati aturan baru ini dan mengenakan pajak final atas pembayaran kepada PT PIBS mulai bulan Agustus atas kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008 tetapi pihak pemotong belum melakukan koreksi atas PPh 23 yang telah diperhitungkan sampai bulan Juli. Pemotong pajak tersebut cenderung memotong pajak dengan tarif 2% final sehingga terdapat selisih kurang bayar 1% yang wajib disetor sendiri. Selain itu, terdapat juga beberapa penerimaan bukti potong PPh pasal 23 atas penghasilan yang diterima setelah terbit PP ini padahal pembayaran yang dilakukan pemotong adalah dari kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008. Dalam pelaporan SPT Tahunan 2008, perusahaan tidak mencantumkan berapa besar penghasilan yang dikenakan PPh final. Setelah itu, satu tahun setelah terbitnya PP No.51 Tahun 2008 ini, terbit lagi peraturan baru yaitu PP No.40 tahun 2009. PP ini merupakan penyempurnaan dari PP No.51 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa saat efektif berlakunya PP No.51 Tahun 2008 tidak dari 1 Januari 2008 melainkan untuk kontrak

(3)

48 yang ditandatangani sejak tanggal 1 Agustus 2008. Oleh karena itu, pada tahun 2008 ada dua jenis bukti potong yang diterima PT PIBS, yaitu bukti potong PPh pasal 23 dan bukti potong PPh pasal 4 ayat (2). Berikut ini adalah tabel ringkasan bukti potong yang diterima pada tahun 2008:

Tabel 4.2

Bukti Potong Periode Januari 2008 - Desember 2008

Bukti potong 2008 atas pendapatan yang telah diakui tahun 2007 ini tertanggal tahun 2007, hanya saja bukti potong baru diberikan di awal tahun 2008 (Januari dan Februari). Terhadap bukti potong ini, perusahaan melakukan pengkreditan di tahun 2008.

IV.1.2 Pengenaan Pajak Tahun 2009

Pada tahun 2009, perusahaan telah berpedoman pada PP terbaru yaitu PP No.40 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari PP No.51 Tahun 2008. Penyempurnaan ini hanya atas perlakuan pemotongan pajak untuk tahun 2008 sehingga penerbitan PP ini tidak berpengaruh pada tahun 2009, kecuali dalam hal pembayaran

Keterangan Sifat Tarif

PPh

Dipotong Nilai Bruto

Bukti potong 2008 atas pendapatan yang telah

diakui tahun 2007 Tidak Final 2% 96.625.467 4.831.273.350

Bukti potong 2008 atas kontrak yang

ditandatangani sebelum 2008 Tidak Final 2% 185.958.961 9.297.948.050

Bukti potong 2008 atas kontrak yang

ditandatangani mulai :

- 1 Januari 2008 sampai 31 Juli 2008 Tidak Final 2% 40.508.001 2.025.400.050

Final 2% 54.286.518 2.714.325.900

- 1 Agustus 2008 Final 2% 29.355.563 1.467.778.150

Final 3% 1.890.690 63.023.000

(4)

49 terkait dengan berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani oleh penyedia jasa dan pengguna jasa sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 maka dikenakan PPh pasal 23. Namun, pada transaksi PT PIBS tidak ada berita acara yang ditandatangani sebelum 31 Desember 2008 sehingga seluruh pengenaan pajak di tahun 2009 bersifat final. Hanya saja, tarif yang dipotong oleh pengguna jasa tidak seluruhnya 3% sehingga terdapat selisih dari tarif seharusnya. Beberapa bukti potong yang diperoleh pada tahun 2009 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2008, berikut ini tabel penerimaan bukti potong 2009:

Tabel 4.3

Bukti Potong Periode Januari 2009 - Desember 2009

Keterangan Sifat Tarif

PPh

Dipotong Nilai Bruto

Bukti potong 2009 atas pendapatan yang telah

diakui tahun 2008 Final 2% 213.865.196 10.693.259.800

Bukti potong 2009 : Final 1% 65.483.240 6.548.324.000

Final 2% 316.131.632 15.806.581.600

Final 3% 109.780.350 3.659.345.000

705.260.418 36.707.510.400

Bukti potong 2009 atas pendapatan yang telah diakui tahun 2008 ini tertanggal tahun 2008, hanya saja bukti potong baru diberikan di awal tahun 2009 (Januari, Februari, Maret).

IV.1.3 Pengenaan Pajak Tahun 2010

Sama seperti tahun 2009, pada tahun 2010 pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh PT PIBS bersifat final. Namun, tarif yang dipotong oleh pengguna jasa tidak seluruhnya 3% sehingga terdapat selisih dari tarif seharusnya. Beberapa bukti

(5)

50 potong yang diperoleh pada tahun 2010 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2009, berikut ini tabel penerimaan bukti potong 2010:

Tabel 4.4

Bukti Potong Periode Januari 2010 - Desember 2010

Keterangan Sifat Tarif

PPh

Dipotong Nilai Bruto

Bukti potong 2010 atas pendapatan yang telah

diakui tahun 2009 Final 2% 28.404.045 1.420.202.250

Bukti potong 2010 : Final 2% 307.302.709 15.365.135.450

Final 3% 721.628.756 24.054.291.867

1.057.335.510 40.839.629.567

Bukti potong 2010 atas pendapatan yang telah diakui tahun 2009 ini tertanggal tahun 2009, hanya saja bukti potong baru diberikan di awal tahun 2010 (Januari, Februari, Maret).

IV.2 Kendala yang Dihadapi PT PIBS Akibat Peralihan Peraturan Pemerintah

Terbitnya PP No. 51 Tahun 2008 menimbulkan kesulitan bagi PT PIBS. Menurutnya, tidak seharusnya PP yang diundangkan pada pertengahan tahun 2008 diterapkan untuk kontrak yang dibuat mulai awal tahun 2008 karena kontrak itu dibuat pada saat PP No. 140 Tahun 2000 sedang berlaku. Terlebih lagi, ketentuan yag tercantum pada PP yang baru ini sangat berbeda dengan ketentuan pada PP No.140 Tahun 2000, baik dari segi sifat pengenaan maupun tarif yang diberlakukan. Penerbitan peraturan ini dianggap tidak sesuai dengan syarat pemungutan pajak yang seharusnya sederhana sehingga memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, tidak hanya pihak penyedia jasa yang terkendala dengan kondisi ini, tetapi pengguna juga harus melakukan penyesuaian. Pajak yang

(6)

51 tadinya telah dipotong, disetor dan dilaporkan dengan berpedoman pada PP No.140 Tahun 2000 berbeda dengan pajak yang seharusnya dipotong, disetor dan dilaporkan berdasarkan PP No.51 Tahun 2008 sehingga atas perbedaan ini harus dilakukan koreksi. Karena berlaku surut, peraturan baru ini dianggap rumit dan banyak waktu yang terbuang untuk mengurusi koreksi-koreksi yang harus dilakukan, seperti perubahan bukti potong dan penyetoran selisih tarif dari PPh pasal 23 ke PPh final pasal 4 ayat (2) serta administrasi pelaporannya. Perusahaan terkendala dalam menghitung ulang dan melakukan penyesuaian dengan PP yang baru. Pelaporan SPT Tahunan 2008 pun tercampur aduk antara penggunaan PP No. 140 Tahun 2000 dan PP No. 51 Tahun 2008. Ditambah lagi, setahun kemudian muncul PP No.40 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari PP No.51 Tahun 2008. PP ini memang menjawab kehendak para perusahaan konstruksi agar pemberlakuan tidak berlaku surut, tetapi penerbitan PP ini dianggap sudah terlambat. Perusahaan-perusahaan yang tadinya sudah terlanjur menyesuaikan pemotongan pajaknya dengan PP No.51 Tahun 2008 harus mengkalkulasi ulang dengan merujuk ke peraturan sebelumnya. Hal ini dianggap sebagai tambahan beban bagi perusahaan karena pengenaan pajak atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani sejak 1 Januari tetapi sebelum 1 Agustus 2008 harus diubah lagi menjadi PPh pasal 23.

IV.3 Kepatuhan PT PIBS terhadap Peralihan Peraturan Pemerintah

IV.3.1 Penerbitan PP No.51 Tahun 2008

Pembayaran yang diterima PT PIBS atas kontrak yang ditandatangani sejak 1 Januari 2008 seharusnya dikenakan pajak final dengan tarif 3% sesuai dengan PP No. 51 Tahun 2008. Peralihan peraturan dari PP No.140 Tahun 2000 ke PP No.51 Tahun

(7)

52 2008 ini mengakibatkan pemotong pajak harus memotong pajak final mulai Agustus atas pembayaran dari kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008 dan melakukan koreksi terhadap pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai PPh pasal 23 menjadi PPh pasal 4 ayat (2) atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani mulai 1 Januari 2008. Apabila terhadap koreksi ini menimbulkan kurang bayar PPh final maka selisih kekurangan pajak final ini wajib disetor sendiri oleh PT PIBS, tetapi kewajiban ini belum dilakukan. Sedangkan, untuk kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2008 yang pembayarannya sampai dengan 31 Desember 2008 berlaku PP No.140 Tahun 2000 sehingga PT PIBS tidak perlu mengambil tindakan apapun apabila ditemui kondisi seperti ini.

Dampak peralihan peraturan dari PP No.140 Tahun 2000 ke PP No.51 Tahun 2008 terhadap perusahaan:

- Penghasilan yang diterima oleh PT PIBS pada tahun 2008 ada dua jenis karena berlakunya dua peraturan dalam satu tahun. Pertama, penghasilan yang dikenakan PPh final atas kontrak yang ditandatangani sejak 1 Januari 2008, dan yang kedua adalah penghasilan yang dipotong PPh pasal 23 atas kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2008. Namun, pada SPT nya perusahaan tidak mencantumkan jumlah penghasilan final pada formulir 1771-IV sehingga tidak diketahui berapa penghasilan final dan non finalnya.

Untuk menghitung pendapatan perusahaan pada tahun 2008, digunakan analisis terhadap bukti potong yang diperoleh perusahaan. Beberapa bukti potong yang diperoleh pada tahun 2008 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2007 dan beberapa bukti potong yang diperoleh pada awal tahun 2009 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2008 (karena kebijakan

(8)

53 perusahaan adalah mencatat pendapatan pada saat invoice dikeluarkan). Maka total pendapatan di tahun 2008 adalah:

Total pendapatan dari seluruh bukti potong yang diterima di 2008 20.399.748.500 Pendapatan yang telah diakui di 2007 tetapi bukti potong di 2008 ( 4.831.273.350) Pendapatan yang telah diakui di 2008 tetapi bukti potong di 2009 10.693.259.800

Pendapatan tahun 2008 26.261.734.950

Pendapatan sebesar 26.261.734.950 adalah pendapatan yang ada bukti potongnya. Dari jumlah ini, penghasilan yang bersifat final sebesar 16.963.786.900 yang berasal dari pembayaran yang diterima atas kontrak yang ditandatangani sejak Januari 2008, sedangkan penghasilan nonfinal sebesar 9.297.948.050 yang berasal dari pembayaran yang diterima atas kontrak yang ditandatangani sebelum Januari 2008.

(9)

54 SPT Tahunan perusahaan menyajikan total pendapatan pada tahun 2008 sebesar 35.609.523.785 sehingga terdapat selisih pendapatan sebesar 9.347.788.835 (26%). Selisih ini merupakan pendapatan yang tidak ada atau tidak diterima bukti potongnya. Bukti potong PPh pasal 23 yang tidak diterima tidak dapat menjadi kredit pajak sehingga pembayaran pajak akan menjadi lebih besar. Sedangkan bukti potong PPh final yang tidak diterima berarti tidak dilakukan pemotongan pajak oleh pengguna jasa (pembayaran penuh 100%) sehingga kewajiban penyetoran PPh final ada pada pihak penyedia jasa. Disini terdapat perbedaan perlakuan untuk PPh final dan PPh pasal 23. Atas PPh final pasal 4 ayat (2) yang belum atau kurang dipotong, yang bertanggung jawab adalah penyedia jasa (penerima penghasilan). Sedangkan, atas PPh pasal 23 yang belum atau kurang dipotong, yang bertanggung jawab adalah pengguna jasa selaku pemotong pajak (pemberi penghasilan). Hal ini dapat dilihat pada PP No.51 Tahun 2008 diatur “Pajak penghasilan yang bersifat final dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak, atau disetor sendiri oleh penyedia jasa dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.” dan “Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasa konstruksi dengan pajak penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa”. Sedangkan, PP No. 140 Tahun 2000 hanya mengatur “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat

(10)

55 pembayaran uang muka dan termin” dan tidak diatur bahwa selisih pembayaran kekurangan harus disetor sendiri. Jadi, jika pemotong pajak tidak memotong PPh 23, yang wajib melunasi adalah pemotong pajak karena penyedia jasa tidak berkewajiban untuk menyetorkan PPh 23. Jika diasumsikan pendapatan yang bersifat final dimana penghasilannya diperoleh 100% (tidak dipotong pajak) adalah sebesar 1.575.000.000 berarti perusahaan wajib menyetor dan melaporkan sendiri PPh final sebesar 3% dari 1.575.000, yaitu 47.250.000.

- Informasi pada SPT menyajikan total kredit pajak tahun 2008 sebesar 329.102.635. Jumlah ini merupakan total PPh pasal 23 yang dipotong berdasarkan seluruh bukti potong PPh pasal 23 yang diterima pada tahun 2008 (termasuk bukti potong tertanggal 2007 yang pendapatannya telah diakui di tahun 2007 karena kebijakan perusahaan adalah mengkreditkan bukti potong sesuai dengan tanggal diterimanya bukti potong). Bukti potong yang diterima di bulan Januari dan Februari 2008 tertanggal 2007 dari pendapatan yang telah diakui tahun 2007 seharusnya dikreditkan di tahun 2007. Jadi, atas bukti potong tersebut seharusnya dilakukan pembetulan SPT Tahunan PPh tahun 2007 yang akan menambah jumlah kredit pajak 2007 sehingga pajak yang terutang di tahun 2007 akan menjadi lebih kecil dari sebelumnya (lebih bayar).

Berdasarkan PP No.51 tahun 2008, jumlah PPh pasal 23 yang boleh menjadi kredit pajak di tahun 2008 hanya sebesar 185.958.961, yaitu PPh 23 yang dipotong atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani sebelum 2008 saja karena kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008 sudah dikenakan PPh final.

- Beberapa pembayaran atas kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008 yang sebelumnya dikenakan PPh 23 menjadi dikenakan PPh final, yaitu:

(11)

56 Tabel 4.5

Bukti Potong PPh Pasal 23 yang Seharusnya Dikenakan PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dan Kewajiban Penyetoran Selisih PPh

Bulan PPh 23 yang Telah Dipotong Tarif PPh 23 Nilai Bruto Tarif PPh final Selisih Selisih PPh yang Harus Disetor Maret 4.443.740 2% 222.187.000 3% 1% 2.221.870 April 2.504.280 2% 125.214.000 3% 1% 1.252.140 April 2.854.880 2% 142.744.000 3% 1% 1.427.440 Mei 3.005.140 2% 150.257.000 3% 1% 1.502.570 Juli 3.005.140 2% 150.257.000 3% 1% 1.502.570 Juli 2.544.282 2% 127.214.100 3% 1% 1.272.141 Juli 8.602.620 2% 430.131.000 3% 1% 4.301.310 Agustus 1.196.259 2% 59.812.950 3% 1% 598.130 September 2.980.960 2% 149.048.000 3% 1% 1.490.480 September 2.356.200 2% 117.810.000 3% 1% 1.178.100 September 2.168.980 2% 108.449.000 3% 1% 1.084.490 Oktober 400.000 2% 20.000.000 3% 1% 200.000 November 3.005.140 2% 150.257.000 3% 1% 1.502.570 Desember 520.380 2% 26.019.000 3% 1% 260.190 Desember 920.000 2% 46.000.000 3% 1% 460.000 Jumlah 40.508.001 2.025.400.050 20.254.001

Berdasarkan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008, atas perubahan sifat pengenaan PPh dari PPh Pasal 23 ke PPh final Pasal 4 ayat (2), dilakukan pemindahbukuan. Pihak yang melakukan pemindahbukuan adalah pihak yang namanya tercantum dalam SSP. Jadi, jika pelunasan PPh jasa konstruksi dilakukan melalui pemotongan, yang melakukan pemindahbukuan adalah pemotong atau pengguna jasa konstruksi. Jika pelunasan PPh jasa konstruksi melalui penyetoran sendiri maka yang melakukan pemindahbukuan adalah penyedia jasa konstruksi sendiri. Kekurangan pembayaran PPh final yang timbul setelah dilakukan pemindahbukuan ini wajib disetor oleh penyedia jasa.

(12)

57 - Beberapa pembayaran atas kontrak yang ditandatangani mulai 1 Januari 2008 yang seharusnya dipotong PPh final dengan tarif 3% tetapi hanya dipotong sebesar 2% oleh pengguna jasa:

Tabel 4.6

Selisih Tarif Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2) dan Kewajiban Penyetoran

Bulan

PPh Final yang Telah Dipotong

Tarif Final

Sebelumnya Nilai Bruto

Tarif Final Seharusnya Selisih Selisih PPh yang harus Disetor Agustus 1.804.000 2% 90.200.000 3% 1% 902.000 Agustus 5.046.255 2% 252.312.750 3% 1% 2.523.128 Agustus 3.307.164 2% 165.358.200 3% 1% 1.653.582 September 4.640.018 2% 232.000.900 3% 1% 2.320.009 September 6.666.893 2% 333.344.650 3% 1% 3.333.447 September 5.548.484 2% 277.424.200 3% 1% 2.774.242 Oktober 10.745.154 2% 537.257.700 3% 1% 5.372.577 November 9.349.403 2% 467.470.150 3% 1% 4.674.702 November 11.747.856 2% 587.392.800 3% 1% 5.873.928 November 9.596.514 2% 479.825.700 3% 1% 4.798.257 Desember 4.771.403 2% 238.570.150 3% 1% 2.385.702 Desember 6.602.316 2% 330.115.800 3% 1% 3.301.158 Desember 3.769.080 2% 188.454.000 3% 1% 1.884.540 Desember 47.541 2% 2.377.050 3% 1% 23.771 Jumlah 85.532.771 4.245.127.050 41.821.041

Kekurangan sebesar 41.821.041 ini wajib dilunasi sendiri oleh PT PIBS.

- Jadi, berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, total PPh pasal 4 ayat (2) kurang bayar yang wajib dilunasi oleh PT PIBS tahun 2008 sebesar 62.075.041 (20.254.001 + 41.821.041). Namun, perusahaan belum melunasi kewajiban pajak atas peralihan peraturan ini.

IV.3.2 Penerbitan PP No.40 Tahun 2009

Pada permulaan tahun 2009, seharusnya perusahaan-perusahaan konstruksi telah berpedoman pada PP No.51 Tahun 2008 sehingga penyampaian SPT Tahunan 2008

(13)

58 yang dilakukan di April 2009 telah sesuai dengan PP ini. Namun, PT PIBS belum melaksanakan kewajibannya sesuai dengan PP ini pada saat penyampaian SPT Tahunan 2008, misalnya atas penghasilan yang seharusnya dipotong PPh final masih dipotong PPh pasal 23 dan dikreditkan. Setelah itu, tidak lama setelah penyampaian SPT Tahunan 2008, terbit peraturan baru yaitu PP No.40 tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari PP No. 51 Tahun 2009. Akibatnya, untuk perusahaan yang tadinya telah dipotong atau telah mengkoreksi pemotongan pajak menjadi PPh pasal 4 ayat (2) atas pembayaran dari kontrak yang ditandatangani setelah 1 Januari 2008 tetapi sebelum 1 Agustus 2008, harus melakukan perubahan bukti potong (lagi) dan pembetulan SPT Tahunan yang telah difinalkan pada tahun 2008 menjadi PPh pasal 23. Dikarenakan PT PIBS belum membayar kekurangan pembayaran PPh final di tahun 2008, maka beberapa pembayaran tidak perlu dilakukan revisi dan dianggap sudah benar karena berdasarkan PP terbaru dikenakan PPh Pasal 23.

IV.3.2.1 Dampak Penerbitan PP No.40 Tahun 2009 Pada Tahun 2008

Dampak penerbitan PP No.40 Tahun 2009 terhadap perusahaan:

- Pendapatan tahun 2008 sebesar 26.261.734.950 adalah pendapatan yang ada bukti potongnya. Berdasarkan PP No.40 Tahun 2009, dari jumlah ini, pendapatan yang bersifat final menjadi sebesar 12.224.060.950 yaitu atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani mulai 1 Agustus 2008. Pendapatan yang bersifat nonfinal menjadi sebesar 14.037.674.000 yaitu atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani sebelum Agustus 2008.

(14)

59 Gambar 4.2 Persentase Pendapatan 2008 Berdasarkan PP No. 40 Tahun 2009

- Akibat terbitnya PP No. 40 Tahun 2009 ini, kredit pajak PPh pasal 23 untuk tahun 2008 menjadi sebesar :

Pemotongan PPh 23 atas kontrak sebelum 2008 185.958.961 Pemotongan PPh 23 atas kontrak sejak 1 Jan s.d 31 Juli 2008 33.201.901 Perubahan bukti potong PPh final menjadi PPh Pasal 23 54.286.518 Total kredit pajak PPh pasal 23 tahun 2008 273.447.380 Kredit pajak ini lebih besar daripada kredit pajak yang diperbolehkan menurut PP No.51 tahun 2008 karena tidak hanya pembayaran atas kontrak yang ditandatangani sebelum 1 Januari 2008 saja yang dipotong PPh pasal 23, tetapi juga atas pembayaran kontrak yang ditandatangani sejak 1 Januari 2008 sampai 31 Juli 2008.

(15)

60 - Mengacu pada tabel 4.5, terdapat kekurangan pembayaran PPh final tetapi perusahaan belum memenuhi kewajiban penyetoran kekurangan tersebut. Dikarenakan terbitnya PP No.40 Tahun 2009 ini, kurang bayar pada tabel 4.5 yang kontraknya ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 tidak perlu disetor karena sudah benar bahwa atas pembayaran tersebut dipotong PPh pasal 23.

Tabel 4.7

Pemotongan PPh Pasal 23 yang Sudah Benar Pengenaannya

Bulan PPh 23 yang dipotong Tarif PPh 23 Nilai Bruto

Maret 4.443.740 2% 222.187.000 April 2.504.280 2% 125.214.000 April 2.854.880 2% 142.744.000 Mei 3.005.140 2% 150.257.000 Juli 3.005.140 2% 150.257.000 Juli 2.544.282 2% 127.214.100 Juli 8.602.620 2% 430.131.000 Agustus 1.196.259 2% 59.812.950 September 2.356.200 2% 117.810.000 September 2.168.980 2% 108.449.000 Desember 520.380 2% 26.019.000 Jumlah 33.201.901 1.660.095.050

- Masih mengacu pada tabel 4.5, berikut ini adalah kurang bayar yang tetap harus dilunasi karena kontrak ditandatangani mulai 1 Agustus 2008.

Tabel 4.8

Kurang Bayar PPh Pasal 4 Ayat (2) yang Harus Disetor

Bulan PPh 23 yang Dipotong Tarif PPh 23 Nilai Bruto Tarif PPh final Selisih Kurang Bayar PPh Final Pasal 4 Ayat (2)

September 2.980.960 2% 149.048.000 3% 1% 1.490.480

Oktober 400.000 2% 20.000.000 3% 1% 200.000

November 3.005.140 2% 150.257.000 3% 1% 1.502.570

Desember 920.000 2% 46.000.000 3% 1% 460.000

(16)

61 Jadi, mengacu pada tabel 4.5 kurang bayar yang wajib disetor oleh PT PIBS bukan sebesar 20.254.00 tetapi hanya sebesar 3.653.050.

- Mengacu pada tabel 4.6, terdapat kekurangan pembayaran PPh final tetapi perusahaan belum menyetor kekurangan tersebut. Dikarenakan terbitnya PP No.40 Tahun 2009 ini, pembayaran atas kontrak yang ditandatangani setelah 1 Januari 2008 tetapi sebelum 1 Agustus 2008 pada tabel 4.6 yang sebelumnya telah dipotong PPh final, dilakukan perubahan bukti pemotongan menjadi PPh Pasal 23 oleh penyedia jasa. Apabila atas penghasilan tersebut telah dipotong PPh final dengan tarif 2% maka perusahaan tidak mengalami kurang bayar (tarif sama dengan PPh 23). Apabila atas penghasilan yang diperoleh telah dipotong PPh final dengan tarif 3% maka perusahaan lebih bayar sebesar 1% dari nilai bruto.

Tabel 4.9

Pemotongan yang Harus Dilakukan Perubahan Bukti Potong Dari PPh Final Menjadi PPh 23

Bulan PPh Final

Tarif Final

Sebelumnya Nilai Bruto

Tarif PPh 23 Seharusnya Selisih Kurang Bayar Agustus 1.804.000 2% 90.200.000 2% - 0 Agustus 3.307.164 2% 165.358.200 2% - 0 September 6.666.893 2% 333.344.650 2% - 0 Oktober 10.745.154 2% 537.257.700 2% - 0 November 11.747.856 2% 587.392.800 2% - 0 November 9.596.514 2% 479.825.700 2% - 0 Desember 6.602.316 2% 330.115.800 2% - 0 Desember 3.769.080 2% 188.454.000 2% - 0 Desember 47.541 2% 2.377.050 2% - 0 Jumlah 54.286.518 2.714.325.900 0

Tidak ada kurang bayar yang harus disetorkan karena tarif PPh pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pengguna jasa adalah sebesar 2% dan tarif ini sama dengan tarif PPh

(17)

62 pasal 23 sehingga perusahaan cukup melakukan perubahan bukti potong dari PPh pasal 4 ayat (2) menjadi PPh pasal 23. Permohonan perubahan bukti pemotongan disampaikan secara tertulis ke KPP tempat penyedia jasa terdaftar sesuai dengan format lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009, sebagaimana yang telah dipaparkan pada BAB II skripsi ini.

- Masih mengacu pada tabel 4.6, berikut ini adalah pemotongan PPh final atas pembayaran yang kontraknya ditandatangani setelah 1 Agustus 2008 sehingga tetap harus dilunasi kekurangan pembayarannya.

Tabel 4.10

Kurang Bayar PPh Pasal 4 Ayat (2) Wajib Disetor

Bulan PPh Final

Tarif Final

Sebelumnya Nilai Bruto

Tarif Final Seharusnya Selisih Kurang Bayar Agustus 5.046.255 2% 252.312.750 3% 1% 2.523.128 September 4.640.018 2% 232.000.900 3% 1% 2.320.009 September 5.548.484 2% 277.424.200 3% 1% 2.774.242 November 9.349.403 2% 467.470.150 3% 1% 4.674.702 Desember 4.771.403 2% 238.570.150 3% 1% 2.385.702 Jumlah 31.246.253 1.530.801.150 14.677.782

Mengacu pada tabel 4.6, kurang bayar PPh final bukan sebesar 41.821.041 tetapi hanya sebesar 14.677.782.

- Jadi, berdasarkan PP No.40 Tahun 2009, total PPh pasal 4 ayat (2) kurang bayar tahun 2008 bukan sebesar 62.075.041, melainkan sebesar 18.330.832 (3.653.050 + 14.677.782 ).

(18)

63 Mulai tahun 2009, terhadap seluruh penghasilan yang diperoleh PT PIBS harus dikenakan PPh final pasal 4 ayat (2). Pajak final yang dipotong oleh pihak ketiga (maupun disetor sendiri) tidak dapat dikreditkan pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan yang terutang pada SPT Tahunan PPh.

Untuk melihat ketepatan penyajian pendapatan pada SPT Tahunan 2009, digunakan analisis terhadap bukti potong yang diperoleh perusahaan. Beberapa bukti potong yang diperoleh pada tahun 2009 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2008 dan beberapa bukti potong yang diperoleh pada awal tahun 2010 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2009.

Maka total pendapatan di tahun 2009 adalah:

Total pendapatan dari seluruh bukti potong yang diterima di 2009 36.707.510.400 Pendapatan yang telah diakui di 2008 tetapi bukti potong di 2009 (10.693.259.800) Pendapatan yang telah diakui di 2009 tetapi bukti potong di 2010 1.420.202.250

Pendapatan tahun 2009 27.434.452.850

(19)

64 Gambar 4.3 Persentase Pendapatan 2009

SPT Tahunan perusahaan menyajikan total pendapatan pada tahun 2009 sebesar 29.650.659.232 sehingga terdapat selisih pendapatan sebesar 2.216.206.382 (7%). Selisih ini merupakan pendapatan yang tidak ada bukti potongnya. Karena mulai tahun 2009 seluruh penghasilan dikenakan pajak final maka dapat disimpulkan bahwa selisih ini merupakan penghasilan yang tidak dipotong pajak oleh pengguna jasa (PT PIBS menerima 100% pembayaran) sehingga pajak final atas penghasilan ini disetor sendiri oleh PT PIBS, sebesar 3% dari 2.216.206.382, yaitu 66.486.191. Berdasarkan informasi yang diperoleh, jumlah ini telah dilunasi oleh PT PIBS. Dalam hal pemotongan pajak dilakukan oleh pengguna jasa dan atas bukti potong PPh final yang diterima hanya dipotong pajak dengan tarif dibawah 3% maka perusahaan wajib menyetor selisih kekurangan pemotongan tersebut.

(20)

65 Kurang Bayar 2009 yang Wajib Disetor

Bulan

PPh yang telah

dipotong Sifat Tarif Pendapatan

Tarif seharusnya Selisih Kurang Bayar Januari 25.856.893 Final 2% 1.292.844.650 3% 1% 12.928.447 Januari 20.400.000 Final 2% 1.020.000.000 3% 1% 10.200.000 Januari 91.720 Final 2% 4.586.000 3% 1% 45.860 Januari 9.499.060 Final 2% 474.953.000 3% 1% 4.749.530 Januari 4.921.748 Final 2% 246.087.400 3% 1% 2.460.874 Januari 5.331.791 Final 2% 266.589.550 3% 1% 2.665.896 Januari 6.353.551 Final 2% 317.677.550 3% 1% 3.176.776 Januari 20.897.755 Final 2% 1.044.887.750 3% 1% 10.448.878 Januari 12.400.000 Final 2% 620.000.000 3% 1% 6.200.000 Januari 21.890.436 Final 2% 1.094.521.800 3% 1% 10.945.218 Februari 4.899.043 Final 2% 244.952.150 3% 1% 2.449.522 Februari 5.638.443 Final 2% 281.922.150 3% 1% 2.819.222 Februari 11.935.000 Final 2% 596.750.000 3% 1% 5.967.500 Februari 570.179 Final 2% 28.508.950 3% 1% 285.090 Februari 20.796.874 Final 2% 1.039.843.700 3% 1% 10.398.437 Februari 4.230.480 Final 2% 211.524.000 3% 1% 2.115.240 Februari 3.642.040 Final 2% 182.102.000 3% 1% 1.821.020 Februari 930.102 Final 2% 46.505.100 3% 1% 465.051 Februari 1.576.500 Final 2% 78.825.000 3% 1% 788.250 Maret 19.110.000 Final 2% 955.500.000 3% 1% 9.555.000 Maret 2.732.491 Final 2% 136.624.550 3% 1% 1.366.246 Maret 3.751.453 Final 2% 187.572.650 3% 1% 1.875.727 Maret 22.688.625 Final 2% 1.134.431.250 3% 1% 11.344.313 Maret 1.822.820 Final 2% 91.141.000 3% 1% 911.410 April 8.036.940 Final 2% 401.847.000 3% 1% 4.018.470 April 2.756.562 Final 2% 137.828.100 3% 1% 1.378.281 April 2.845.239 Final 2% 142.261.950 3% 1% 1.422.620 April 17.084.190 Final 2% 854.209.500 3% 1% 8.542.095 April 4.262.500 Final 2% 213.125.000 3% 1% 2.131.250 April 16.625.860 Final 2% 831.293.000 3% 1% 8.312.930 Mei 3.529.895 Final 2% 176.494.750 3% 1% 1.764.948 Mei 2.084.018 Final 2% 104.200.900 3% 1% 1.042.009

(21)

66 Mei 10.540.071 Final 2% 527.003.550 3% 1% 5.270.036 Juni 211.200 Final 2% 10.560.000 3% 1% 105.600 Juni 1.896.134 Final 2% 94.806.700 3% 1% 948.067 Juni 1.790.830 Final 2% 89.541.500 3% 1% 895.415 Juni 5.331.767 Final 2% 266.588.350 3% 1% 2.665.884 Juni 24.864.040 Final 2% 1.243.202.000 3% 1% 12.432.020 Juni 1.876.607 Final 2% 93.830.350 3% 1% 938.304 Juni 25.831.740 Final 2% 1.291.587.000 3% 1% 12.915.870 Juli 1.954.182 Final 2% 97.709.100 3% 1% 977.091 Juli 3.133.208 Final 2% 156.660.400 3% 1% 1.566.604 Juli 1.045.000 Final 2% 52.250.000 3% 1% 522.500 Juli 5.459.377 Final 2% 272.968.850 3% 1% 2.729.689 Juli 4.201.204 Final 2% 210.060.200 3% 1% 2.100.602 Juli 1.235.000 Final 2% 61.750.000 3% 1% 617.500 Juli 15.650.327 Final 2% 782.516.350 3% 1% 7.825.164 Agustus 24.465.620 Final 2% 1.223.281.000 3% 1% 12.232.810 Agustus 5.551.208 Final 2% 277.560.400 3% 1% 2.775.604 Agustus 2.290.582 Final 2% 114.529.100 3% 1% 1.145.291 Agustus 3.044.436 Final 2% 152.221.800 3% 1% 1.522.218 Agustus 3.938.475 Final 2% 196.923.750 3% 1% 1.969.238 September 12.032.280 Final 2% 601.614.000 3% 1% 6.016.140 September 7.460.420 Final 2% 373.021.000 3% 1% 3.730.210 September 8.633.287 Final 2% 431.664.350 3% 1% 4.316.644 September 4.163.509 Final 2% 208.175.450 3% 1% 2.081.755 September 5.331.767 Final 2% 266.588.350 3% 1% 2.665.884 Oktober 10.294.723 Final 2% 514.736.150 3% 1% 5.147.362 Oktober 13.028.670 Final 2% 651.433.500 3% 1% 6.514.335 Oktober 2.001.579 Final 2% 100.078.950 3% 1% 1.000.790 Oktober 1.408.856 Final 2% 70.442.800 3% 1% 704.428 November 10.738.610 Final 2% 536.930.500 3% 1% 5.369.305 November 2.340.527 Final 2% 117.026.350 3% 1% 1.170.264 Desember 3.659.384 Final 2% 182.969.200 3% 1% 1.829.692 Desember 15.400.000 Final 2% 770.000.000 3% 1% 7.700.000 Desember 6.016.140 Final 1% 601.614.000 3% 2% 12.032.280

(22)

67 Desember 12.232.810 Final 1% 1.223.281.000 3% 2% 24.465.620 Desember 12.432.020 Final 1% 1.243.202.000 3% 2% 24.864.040 Desember 12.915.870 Final 1% 1.291.587.000 3% 2% 25.831.740 Desember 8.312.930 Final 1% 831.293.000 3% 2% 16.625.860 Desember 4.018.470 Final 1% 401.847.000 3% 2% 8.036.940 Desember 9.555.000 Final 1% 955.500.000 3% 2% 19.110.000 Total 705.260.418 36.707.510.400 395.964.894

Perusahaan harus menyetorkan selisih tarif PPh final yang kurang dipotong pengguna jasa dengan total sebesar 395.964.894.

IV.3.2.3 Dampak Penerbitan PP No.40 Tahun 2009 Pada Tahun 2010

Untuk menghitung pendapatan perusahaan pada tahun 2010, digunakan analisis terhadap bukti potong yang diperoleh perusahaan. Beberapa bukti potong yang diperoleh pada tahun 2010 adalah bukti potong atas pendapatan yang telah diakui di tahun 2009 dan berdasarkan informasi yang diperoleh, bukti potong yang diterima di tahun 2011 (tertanggal 2010) yang pendapatannya telah diakui di 2010 adalah sebesar 46.350.000. Total pendapatan pada tahun 2010:

Total pendapatan dari seluruh bukti potong yang diterima di 2010 40.839.629.567 Pendapatan yang telah diakui di 2009 tetapi bukti potong di 2010 ( 1.420.202.250) Pendapatan yang telah diakui di 2010 tetapi bukti potong di 2011 1.545.000.000

(23)

68 Gambar 4.4 Persentase Pendapatan 2010

SPT Tahunan perusahaan menyajikan total pendapatan pada tahun 2010 sebesar 42.845.080.299 sehingga terdapat selisih pendapatan sebesar 1.880.652.982 (4%). Selisih ini merupakan penghasilan yang tidak dipotong pajak oleh pengguna jasa (PT PIBS menerima 100% pembayaran) sehingga pajak final atas penghasilan ini harus disetor sendiri oleh PT PIBS, sebesar 3% dari 1.880.652.982, yaitu 56.419.589. Jumlah ini telah dilunasi oleh PT PIBS. Dalam hal pemotongan pajak dilakukan oleh pengguna jasa dan atas bukti potong PPh final yang diterima hanya dipotong pajak dengan tarif dibawah 3% maka perusahaan wajib menyetor selisih kekurangan pemotongan tersebut.

Tabel 4.12

Kurang Bayar 2010 yang Wajib Disetor

Bulan

PPh yang

telah dipotong Sifat Tarif Pendapatan

Tarif

seharusnya Selisih Kurang Bayar

(24)

69 Januari 4.000.000 Final 2% 200.000.000 3% 1% 2.000.000 Januari 1.437.549 Final 2% 71.877.450 3% 1% 718.775 Januari 1.229.432 Final 2% 61.471.600 3% 1% 614.716 Februari 17.739.345 Final 2% 886.967.250 3% 1% 8.869.673 Februari 928.409 Final 2% 46.420.450 3% 1% 464.205 Februari 8.741 Final 2% 437.050 3% 1% 4.371 Februari 27.018.038 Final 2% 1.350.901.900 3% 1% 13.509.019 Maret 186.880 Final 2% 9.344.000 3% 1% 93.440 Maret 7.423.091 Final 2% 371.154.550 3% 1% 3.711.546 Maret 5.692.942 Final 2% 284.647.100 3% 1% 2.846.471 Maret 166.077 Final 2% 8.303.850 3% 1% 83.039 April 1.525.700 Final 2% 76.285.000 3% 1% 762.850 April 7.892.781 Final 2% 394.639.050 3% 1% 3.946.391 April 20.194.672 Final 2% 1.009.733.600 3% 1% 10.097.336 April 9.480.600 Final 2% 474.030.000 3% 1% 4.740.300 April 18.210.319 Final 2% 910.515.950 3% 1% 9.105.160 April 6.515.774 Final 2% 325.788.700 3% 1% 3.257.887 April 48.864 Final 2% 2.443.200 3% 1% 24.432 Mei 10.640.000 Final 2% 532.000.000 3% 1% 5.320.000 Mei 12.898.545 Final 2% 644.927.250 3% 1% 6.449.273 Mei 1.039.300 Final 2% 51.965.000 3% 1% 519.650 Juni 23.122.332 Final 2% 1.156.116.600 3% 1% 11.561.166 Juni 7.435.709 Final 2% 371.785.450 3% 1% 3.717.855 Juni 7.461.887 Final 2% 373.094.350 3% 1% 3.730.944 Juni 7.704.873 Final 2% 385.243.650 3% 1% 3.852.437 Juni 19.668.748 Final 2% 983.437.400 3% 1% 9.834.374 Juni 14.259.700 Final 2% 712.985.000 3% 1% 7.129.850 Juli 5.322.655 Final 2% 266.132.750 3% 1% 2.661.328 Juli 10.306.688 Final 2% 515.334.400 3% 1% 5.153.344 Juli 7.847.709 Final 2% 392.385.450 3% 1% 3.923.855 Juli 3.379.570 Final 2% 168.978.500 3% 1% 1.689.785 Juli 2.514.426 Final 2% 125.721.300 3% 1% 1.257.213 Juli 14.182.360 Final 2% 709.118.000 3% 1% 7.091.180 Agustus 8.038.156 Final 2% 401.907.800 3% 1% 4.019.078 Agustus 3.592.036 Final 2% 179.601.800 3% 1% 1.796.018 Oktober 3.167.236 Final 2% 158.361.800 3% 1% 1.583.618 November 3.558.473 Final 2% 177.923.650 3% 1% 1.779.237 November 7.997.109 Final 2% 399.855.450 3% 1% 3.998.555 November 80.300 Final 2% 4.015.000 3% 1% 40.150 Desember 10.248.285 Final 2% 512.414.250 3% 1% 5.124.143 Total 1.057.335.510 40.839.629.567 167.853.377

(25)

70 Jadi, perusahaan harus membayar selisih tarif PPh final yang kurang dipotong pengguna jasa dengan total sebesar 167.853.377.

IV.3.3 Pengakuan Pendapatan

Dalam mencatat pendapatannya, perusahaan tidak menggunakan metode persentase penyelesaian. Agar penghasilan dapat diakui secara proporsional sesuai tahap penyelesaian pekerjaan, perusahaan sebaiknya menerapkan metode persentase penyelesaian karena perusahaan mengerjakan proyek-proyek dengan jangka waktu lebih dari satu tahun. Berikut ini dijabarkan cara penghitungan dengan metode ini. Asumsikan suatu proyek konstruksi bernilai Rp1.000.000.000,00 dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 (lima tahun). Keterangan biaya yang terjadi pada tiap-tiap tahun sebagai berikut :

2008 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 150.000.000,00 Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00 2009 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 400.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 450.000.000,00 2010 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 600.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00 2011 Akumulasi biaya sampai dengan akhir tahun buku Rp 750.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00

2012 Total biaya proyek Rp 875.000.000,00

(26)

71 Laba bruto usaha setiap tahun dihitung sebagai berikut :

Tahun 2008

Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00

Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2008 Rp 150.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 700.000.000,00 Rp 850.000.000,00 Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00 Laba bruto usaha tahun 2008 :

Rp150.000.000,00

x Rp150.000.000,00 = Rp26.470.588,23 Rp850.000.000,00

Tahun 2009

Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00

Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2009 Rp 400.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 450.000.000,00 Rp 850.000.000,00 Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00 Laba bruto usaha sampai tahun 2009 :

Rp400.000.000,00

x Rp150.000.000,00 = Rp 70.588.235,29 Rp850.000.000,00

Laba bruto usaha tahun 2008 Rp 26.470.588,23

Laba bruto usaha tahun 2009 Rp 44.117.647,06

Tahun 2010

Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00

(27)

72 Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 250.000.000,00 Rp 850.000.000,00 Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00 Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2010 :

Rp600.000.000,00

x Rp150.000.000,00 = Rp105.882.352,94 Rp850.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2009 Rp 70.588.235,29

Laba bruto usaha tahun 2010 Rp 35.294.117,65

Tahun 2011

Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00

Akumulasi biaya s.d. akhir tahun 2011 Rp 750.000.000,00

Perkiraan sisa biaya penyelesaian proyek Rp 100.000.000,00 Rp 850.000.000,00

Perkiraan laba bruto usaha proyek Rp 150.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2011 : Rp750.000.000,00

x Rp150.000.000,00 = Rp 132.352.941,17 Rp850.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2010 Rp 105.882.352,94

Laba bruto usaha tahun 2011 Rp 26.470.588,23

Tahun 2012

Harga kontrak Rp 1.000.000.000,00

(28)

73

Laba bruto usaha proyek Rp 125.000.000,00

Laba bruto usaha sampai dengan tahun 2011 Rp 132.352.941,17 Laba (rugi) usaha tahun 2012 (Rp 7.352.941,17)

Untuk menghitung penghasilan neto maka laba bruto usaha dikurangi dengan biaya-biaya.

IV.4 Panduan Penyusunan SPT Tahunan Final

Konsekuensi utama dari pengenaan PPh final adalah biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tidak dapat diakui. Sementara bagi yang tidak dikenai PPh final dapat mengakui biaya-biaya, namun terbatas pada biaya-biaya yang disebutkan dalam Pasal 6 dan 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008). Dapat disimpulkan bahwa perusahaan konstruksi pada dasarnya tetap dianggap laba meskipun dalam kondisi rugi. Oleh karena itu, pengusaha konstruksi harus mengkoreksi penghasilan dan biaya konstruksinya (menghilangkan penghasilan dan biaya) pada saat pengisian SPT Tahunan. Atau dengan kata lain, pengusaha konstruksi dan pengusaha-pengusaha lainnya yang dikenakan PPh Final tidak berkewajiban untuk membayar PPh Tahunan (PPh Badan untuk badan usaha dan atau PPh Orang Pribadi untuk usaha perorangan). Jika tidak ada penghasilan lainnya yang tidak dikenakan PPh final, maka tidak ada PPh akhir tahun yang dibayar. Jika sebaliknya, maka hanya atas penghasilan yang tidak dikenakan PPh final saja yang perlu dilakukan penghitungan PPh akhir tahun. Dalam menyampaikan SPTnya, ada beberapa kekeliruan yang dilakukan PT PIBS, misalnya : penghasilan konstruksi yang bersifat final tidak dicantumkan dalam

(29)

74 Formulir IV butir 8. Guna memandu perusahaan dalam pengisian SPT, berikut ini diberikan petunjuk pengisian SPT bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang dikenakan PPh final, khususnya di bidang usaha jasa konstruksi.

• Jika WP membuat sendiri formulir SPT Tahunan, jangan lupa untuk membuat ■ (segi empat hitam) di keempat sudut sebagai pembatas dokumen agar dokumen dapat di scan.

• Ukuran kertas yang digunakan F4/Folio (8.5 x 13 inch) dengan berat minimal 70 gram.

• Kertas tidak boleh dilipat atau kusut.

• Dalam mengisi kolom-kolom yang berisi nilai uang, harus tanpa nilai desimal.

• Isi lampiran khusus berikut ini :

1A : Daftar penyusutan dan amortisasi fiskal 2A : Perhitungan kompensasi kerugian fiskal

3A : Pernyataan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa

3A-1 : Pernyataan transaksi dalam hubungan istimewa

3A-2 : Pernyataan transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara

tax haven country

4A : Daftar fasilitas penanaman modal 5A : Daftar cabang utama perusahaan 6A : Perhitungan PPh pasal 26 ayat (4) 7A : Kredit pajak luar negeri

(30)

75 Dari seluruh lampiran khusus ini, yang wajib diisi adalah lampiran 1A, sedangkan lampiran yang lain wajib diisi jika relevan dengan perusahaan.

• Isi formulir lampiran utama.

Semua lampiran utama ini wajib diisi meskipun nihil, yang terdiri dari :

 Lampiran VI, terdiri dari :

- Daftar penyertaan modal pada perusahaan afiliasi.

- Daftar utang dari pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi. - Daftar piutang kepada pemegang saham dan/atau perusahaan afiliasi.

Ketiga daftar diisi dengan angka saldo akhir tahun berdasarkan transkrip kutipan elemen-elemen dari laporan keuangan komersial yang dilampirkan pada SPT Tahunan. Wajib Pajak yang tidak mempunyai penyertaan modal atau penyertaan modalnya tidak memenuhi kriteria hubungan istimewa, serta Wajib Pajak yang tidak mempunyai utang/piutang pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, cukup mengisi daftar dengan pernyataan : “Tidak Ada”, pada kolom (2).

 Lampiran V, terdiri dari :

- Daftar pemegang saham/pemilik modal dan jumlah dividen yang dibagikan. - Daftar susunan pengurus dan komisaris.

Jangan lupa menulis NPWP untuk para pemegang saham, pengurus, dan komisaris.Apabila tidak memiliki NPWP, diisi “Tidak Ada”.

Daftar susunan pengurus dan komisaris diisi lengkap tetapi tidak termasuk tingkat manajer.

 Lampiran IV, terdiri dari : - PPh final.

(31)

76 - PPh yang tidak termasuk objek pajak.

Lampiran ini diisi dengan penghasilan-penghasilan yang dikenai PPh final, baik melalui pemotongan oleh pihak lain atau dengan penyetoran sendiri, serta penghasilan-penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, sesuai dengan jumlah bruto atau nilai transaksinya. Wajib Pajak wajib memperlihatkan serta membuat daftar rincian bukti-bukti pemotongan/pembayaran pajaknya apabila diminta untuk keperluan pemeriksaan kewajiban pajak.

Perusahaan konstruksi wajib mengisi lampiran IV, bagian A “PPh Final” butir 8 “Imbalan Jasa Konstruksi”. Sebagai contoh, apabila tahun 2009 perusahaan memberikan jasa pelaksanaan konstruksi senilai Rp1.000.000.000 dan perusahaan termasuk penyedia jasa berkualifikasi usaha menengah maka diisi butir 8a dengan DPP Rp1.000.000.000, tarif 3%, sehingga menghasilkan PPh terutang sebesar Rp30.000.000. Jika perusahaan memiliki penghasilan yang bersifat final lainnya, misalnya bunga deposito maka informasi tersebut harus dituangkan.

Bagian B diisi jika perusahaan memiliki penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, misalnya apabila perusahaan memiliki penyertaan modal minimal 25% pada perusahaan lain maka atas dividen yang diterima dari perusahaan tersebut tidak termasuk objek pajak. Hasil penjumlahan PPh final dipindahkan atau harus sama dengan formulir induk butir 15a, sedangkan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak dipindahkan ke formulir induk butir 15b.

 Lampiran III

Lampiran ini diisi dengan rincian bukti pungut PPh Pasal 22 dan bukti potong PPh Pasal 23 serta PPh Pasal 26 yang telah dibayar melalui pemungutan/

(32)

77 pemotongan pajak oleh pihak lain, atas penghasilan yang dikenai PPh tidak bersifat final yang diterima/diperoleh dan dilaporkan dalam SPT Tahunan. Misalnya, kredit pajak PPh pasal 22 atas penjualan semen atau kredit pajak PPh pasal 23 atas imbalan jasa yang diberikan. Untuk perusahaan konstruksi, pada tahun 2008 masih ada pengkreditan PPh 23 atas jasa konstruksi yang diberikan, yaitu atas pembayaran dari kontrak yang ditandatangani sebelum Agustus 2008 (karena masih mengacu pada PP No.140 tahun 2000 yang bersifat nonfinal). Mulai tahun 2009 pengkreditan atas jasa konstruksi adalah nihil karena telah dikenakan PPh final. Jumlah kredit pajak lampiran ini harus sama dengan formulir induk butir 8a.

 Lampiran II

Lampiran II ini berisi tentang perincian harga pokok penjualan, biaya usaha lainnya dan biaya dari luar usaha secara komersial.

 Lampiran I

Terdiri dari 8 bagian :

1. Penghasilan neto komersial dalam negeri.

Yaitu semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak. Jumlah peredaran usaha (1a) diisi dengan jumlah penerimaan/perolehan bruto dari kegiatan usaha di Indonesia, yaitu sebesar pendapatan dari main business perusahaan diluar pendapatan lainnya. Harga pokok penjualan (1b), biaya usaha lainnya (1c) dan biaya dari luar usaha (1f) diambil dari lampiran II. Apabila perusahaan memiliki penghasilan dari luar usaha yang tidak ada kaitannya

(33)

78 dengan kegiatan usaha (1e) maka cantumkan jumlah penghasilan bruto dari luar usaha yang diperoleh. Biaya dari luar usaha (1f) diisi bila ada biaya-biaya langsung yang terkait dengan penghasilan dari luar usaha tersebut pada huruf e.

2. Penghasilan neto komersial luar negeri.

Dari lampiran khusus 7a/7b kolom 5 ‘Jumlah Neto’ (jika ada). 3. Jumlah penghasilan neto komersial.

Diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial dalam negeri dan luar negeri.

4. Penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak. Untuk menghitung penghasilan neto fiskal yang dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum, penghasilan dari sumber di Indonesia yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk sebagai objek pajak harus dikeluarkan kembali, sehingga dengan pengurangan penghasilan tersebut pada jumlah penghasilan neto fiskalnya (angka 8) akan menjadi nihil/netral. Jumlah ini diisi dengan jumlah penghasilan neto komersial atas penghasilan yang dikenai PPh final dan penghasilan neto komersial atas penghasilan yang tidak termasuk objek pajak yang telah dimasukkan dalam angka 1 formulir 1771–I.

Untuk perusahaan konstruksi, semua penghasilannya bersifat final mulai 2009 sehingga seluruh peredaran usahanya dimasukkan ke poin ini (mengurangi penghasilan neto fiskal), termasuk juga penghasilan dari luar usaha yang bersifat final dan yang tidak termasuk objek pajak. Sedangkan, pada tahun 2008 ada dua jenis penghasilan dari main business perusahaan

(34)

79 konstruksi, yaitu yang bersifat final (atas pembayaran dari kontrak yang ditandatangani mulai Agustus 2008) dan yang bersifat tidak final (atas pembayaran dari kontrak yang ditandatangani sebelum Agustus 2008). Jadi, jumlah yang dimasukkan ke poin ini hanya atas penghasilan yang bersifat finalnya saja.

5. Penyesuaian fiskal positif.

Yaitu penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan/atau mengurangi biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

6. Penyesuaian fiskal negatif.

Yaitu penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial (di luar unsur penghasilan yang dikenai PPh final dan yang tidak termasuk objek pajak) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat mengurangi penghasilan dan/atau menambah biaya-biaya komersial tersebut pada angka 1.

7. Fasilitas penanaman modal berupa pengurangan penghasilan neto. Dari lampiran khusus 4a angka 5b (jika ada).

8. Penghasilan neto fiskal.

Diisi dengan hasil perhitungan angka 3 dikurangi angka 4 ditambah angka 5m dikurangi angka 6e dikurangi angka 7b. Penghasilan neto fiskal akan nihil jika atas seluruh penghasilan dikenakan PPh final.

(35)

80 Setelah semua formulir lampiran SPT badan terisi, langkah terakhir adalah mengisi formulir induk SPT Tahunan PPh Badan, yang secara umum merupakan pindahan dari lampiran-lampiran yang telah dibuat.

Untuk perusahaan yang seluruh penghasilannya dikenakan PPh final, termasuk perusahaan konstruksi (mulai tahun 2009), kolom 3 pada formulir ini nihil kecuali butir 15a dan 15b (jika ada). Untuk perusahaan konstruksi tahun 2008, penghasilan neto fiskal dan kredit pajak dalam negeri tidak nihil karena ada sebagian penghasilan yang dikenakan PPh 23. Penghasilan neto fiskal diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I nomor 8 kolom (3). Kemudian pilih salah satu tarif penghitungan PPh terutang sesuai dengan kondisi wajib pajak dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kotak yang tersedia. Untuk peredaran bruto dengan maksimal 50 Milyar mendapat fasilitas pasal 31E berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan 4,8 Milyar. Jika peredaran bruto lebih dari 50 Milyar maka pengenaannya berdasarkan tarif tunggal pasal 17. Kredit pajak dalam negeri diisi berdasarkan jumlah pajak yang telah dipotong/dipungut atas penghasilan lain yang diperoleh dan dikenakan tarif umum. Angka 9 diisi sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c. Angka 11 diisi berdasarkan hasil pengurangan angka 9 dengan angka 10d. Kerugian fiskal dari usaha jasa konstruksi masih dapat dikompensasikan hanya sampai tahun pajak 2008. Dalam menghitung PPh terutang.

(36)

81 Berdasarkan PER-34/PJ/2010 Lampiran VIII Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, maka penulis melakukan penyusunan kembali lampiran-lampiran formulir SPT 1771 PT PIBS yang mengalami kekeliruan, dengan cara pengisian sebagai berikut:

(37)

82

PERHATIAN : • SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN • ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM • BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

N P W P :

NAMA WAJIB PAJAK :

JENIS USAHA : KLU :

NO. TELEPON : - NO. FAKS :

-PERIODE PEMBUKUAN : 0 1 0 9 s.d. 1 2 0 9

NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (khusus BUT) :

PEMBUKUAN / LAPORAN KEUANGAN : DIAUDIT OPINI AKUNTAN X TIDAK DIAUDIT

NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK : N P W P KANTOR AKUNTAN PUBLIK :

NAMA AKUNTAN PUBLIK :

N P W P AKUNTAN PUBLIK :

NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK : N P W P KANTOR KONSULTAN PAJAK:

NAMA KONSULTAN PAJAK :

N P W P KONSULTAN PAJAK :

*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)

1. PENGHASILAN NETO FISKAL

(Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) ……… 2. KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL

(Diisi dari Lampiran Khusus 2A Jumlah Kolom 8) ………

3. PENGHASILAN KENA PAJAK (1-2) ……...…..……….

4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT) a. Tarif PPh Ps. 17 Ayat (1) Huruf b X Angka 3 …………..

b. Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b) X Angka 3 ……….. c. Tarif PPh Ps. 31E ayat (1)

(Lihat Buku Petunjuk)

5. PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU …….

6. JUMLAH PPh TERUTANG (4 + 5) …..………

7. PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri) … 8. a. KREDIT PAJAK DALAM NEGERI

(Diisi dari Formulir 1771-III Jumlah Kolom 5) ……….………….. b. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI

(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Jumlah Kolom 7) ……….…….

c. JUMLAH ( 8a + 8b ) ……...………..….………..

9. a. PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI

b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT 10. PPh YANG DIBAYAR SENDIRI

a. PPh Ps. 25 BULANAN ….……..………..……….

b. STP PPh Ps. 25 (Hanya Pokok Pajak) …….….…..……….….…

c. PPh Ps. 25 AYAT (8) / FISKAL LUAR NEGERI ….….………

d. JUMLAH (10a + 10b + 10c) …...………...………

11. a. PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Ps. 29)

b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Ps. 28A)

12. PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 11.a DISETOR TANGGAL ……… 13. PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 11.b MOHON :

a. DIRESTITUSIKAN b. DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK

Khusus Restitusi untuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu : Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17C atau Pasal 17D UU KUP)

F.1.1.32.14 0 TAHUN PAJAK (6 – 7 – 8c)… 0 0 TGL BLN 0 0 0 0 0 0

2

SPT TAHUNAN

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

0 0 (2) 7 0 C . K R E D IT P A J A K F O R M U L IR

1771

DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

ID E N T IT A S (1) A . P E N G H A S IL A N K E N A P A J A K B . P P h T E R U T A N G 1 8b 3 9 2 5 6 D . P P h K U R A N G / L E B IH B A Y A R 11 (9 – 10d) …... THN 10c 0 0

9

0

0

RUPIAH *)

0

10d (3) 8c 8a SPT PEMBETULAN KE- … 4 0 10a 10b

(38)

83

Formulir 1771 Halaman 2

14. a. PENGHASILAN YANG MENJADI DASAR

PENGHITUNGAN ANGSURAN ………..………Ø

b. KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL:

(Diisi dari Lampiran Khusus 2A Jumlah Kolom 9) .………Ø

c. PENGHASILAN KENA PAJAK (14a – 14b) …..……….………..………..Ø PPh YANG TERUTANG

(Tarif PPh dari Bagian B Nomor 4 X 14c) ………..………..………Ø e. KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS

PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM ANGKA 14a

YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN …..……..………...…..……..………..Ø

f. PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI (14d – 14e) ………..………..Ø

g. PPh PASAL 25 : (1/12 X 14f) ………..…….………..………….Ø

15 a. PPh FINAL :

(Diisi dari Formulir 1771-IV Jumlah Bagian A Kolom 5) ……. b. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK :

PENGHASILAN BRUTO

(Diisi dari Formulir 1771-IV Jumlah Bagian B Kolom 3) …..…

16 a. Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country. (Wajib melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1, dan 3A-2 Buku Petunjuk Pengisian SPT)*

b. X Tidak Ada Transaksi Dalam Hubungan Istimewa dan/atau Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.

17 SELAIN LAMPIRAN-LAMPIRAN 1771-I, 1771-II, 1771-III, 1771-IV, 1771-V, DAN 1771-VI BERSAMA INI DILAMPIRKAN PULA :

a. SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 29 b. LAPORAN KEUANGAN

c. X TRANSKRIP KUTIPAN ELEMEN-ELEMEN DARI LAPORAN KEUANGAN (Lampiran Khusus 8A-1 / 8A-2 / 8A-3 / 8A-4 / 8A-5 / 8A-6)* d. X DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL (Lampiran Khusus 1A Buku Petunjuk Pengisian SPT)*

e. PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (Lampiran Khusus 2A Buku Petunjuk Pengisian SPT)* f. DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL (Lampiran Khusus 4A Buku Petunjuk Pengisian SPT)* g. DAFTAR CABANG UTAMA PERUSAHAAN (Lampiran Khusus 5A Buku Petunjuk Pengisian SPT)* h. SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 26 AYAT (4) (Khusus bagi BUT)

i. PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) (Khusus BUT) (Lampiran Khusus 6A Buku Petunjuk Pengisian SPT)* j. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (Lampiran Khusus 7A Buku Petunjuk Pengisian SPT)*

k. SURAT KUASA KHUSUS (Bila dikuasakan)

l. __________________________________________________________________________ m. __________________________________________________________________________ n. __________________________________________________________________________

* Wajib Pajak dapat langsung mengunduh dari situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat http://www.pajak.go.id. Atau mengambil di KPP/KP2KP terdekat.

Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya termasuk sanksi - sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas.

a. X WAJIB PAJAK b. KUASA c. d. 3 0 0 4 2 0 1 0

(Tempat)

TANDA TANGAN DAN CAP PERUSAHAAN :

NAMA LENGKAP PENGURUS / KUASA : e. N P W P : f. F.1.1.32.14 d. 0 14f 0 14a RUPIAH (2) (3) E . A N G S U R A N P P h P A S A L 2 5 T A H U N B E R J A L A N 14e 0 0 0 0 0 892.625.472 0 G . P E R N Y A T A A N T R A N S A K S I D A L A M H U B U N G A N I S T IM E W A bln thn tgl PERNYATAAN 15b 15a 14g H . L A M P IR A N F . P P H F IN A L D A N P E N G H A S IL A N B U K A N O B J E K P A J A K 14c 14d 14b (1)

(39)

84

N P W P :

NAMA WAJIB PAJAK :

PERIODE PEMBUKUAN : 0 1 0 9 1 2 0 9

PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI :

a. PEREDARAN USAHA …………..………...…………...…………...…………...………...…...……….Ø

b. HARGA POKOK PENJUALAN …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….Ø

c. BIAYA USAHA LAINNYA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……Ø

d. PENGHASILAN NETO DARI USAHA ( 1a - 1b - 1c ) ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...….Ø

e. PENGHASILAN DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……….Ø

f. BIAYA DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……Ø

g. PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA ( 1e - 1f )..…….…………...…………...…...………..……...…....…………...……….Ø

h. JUMLAH ( 1d + 1g ) : .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……….Ø

PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI

(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Kolom 4) .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...……….Ø

JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL (1h + 2) ………...………...………...……….…………...………Ø

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL

DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….Ø

PENYESUAIAN FISKAL POSITIF :

a. BIAYA YANG DIBEBANKAN / DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN

PEMEGANG SAHAM, SEKUTU, ATAU ANGGOTA. ..…………...…………...…………...…………...…………...………Ø

b. PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN ..…………...…………...…………...…………...…………...………..Ø

c. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN PEKERJAAN ATAU

JASA DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………Ø

d. JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA PEMEGANG SAHAM / PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA

SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...………..Ø

e. HARTA YANG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN ..…………...…………...…………...…………...…………...………..Ø

f. PAJAK PENGHASILAN ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...……..Ø

g. GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA ANGGOTA PERSEKUTUAN, FIRMA

ATAU CV YANG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM ..…………...…………...…………...…………...…………...………Ø

h. SANKSI ADMINISTRASI ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….Ø

i. SELISIH PENYUSUTAN KOMERSIAL DI ATAS PENYUSUTAN FISKAL ..…………...…………...…………...…………...………Ø

j. SELISIH AMORTISASI KOMERSIAL DI ATAS AMORTISASI FISKAL ..…………...…………...…………...…………...…………...…..Ø

k. BIAYA YANG DITANGGUHKAN PENGAKUANNYA ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...………..Ø

l. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF LAINNYA ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...………Ø

m. JUMLAH 5a s.d. 5l : ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………..Ø

PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF :

a. SELISIH PENYUSUTAN KOMERSIAL DI BAWAH PENYUSUTAN FISKAL ..…………...…………...…………...………..………..Ø

b. SELISIH AMORTISASI KOMERSIAL DI BAWAH AMORTISASI FISKAL ..…………...…………...…………...…………...……….Ø

c. PENGHASILAN YANG DITANGGUHKAN PENGAKUANNYA ..…………...…………...…………...…………...…………...………Ø

d. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF LAINNYA ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…….Ø

e. JUMLAH 6a s.d. 6d ..…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...………..Ø

FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO:

TAHUN KE - 7a (Diisi dari Lampiran Khusus 4A Angka 5b) ..…………...………….…………...………...…………...…………...…….Ø

CATATAN : Pindahkan jumlah Angka 8 ke Formulir 1771 Huruf A Angka 1. D.1.1.32.31

0 29.400.872.947

29.407.872.947 7.000.000

PENGHASILAN NETO FISKAL (3 - 4 + 5m - 6e - 7b) ..…………...…………... 8. 5f 7. 6. 6a 5g 5m 8 5h DEPARTEMEN KEUANGAN RI

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

NO RUPIAH F O R M U L IR

1771 - I

ID E N T IT A S

0

9

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

242.786.288 15.528.475 (2) 1g 3 15.528.475 258.314.763 -258.314.763 2 1h 4 29.666.187.710 0 (1) 1. 1e 1c (3) 1f 29.650.659.232 27.400.320.813 2.007.552.131 s.d. LAMPIRAN - I 1d T A H U N P A J A K

2

0

1a 1b URAIAN 5k 5e 5. 2. 3. 4. 5b 5a 5c 5i 5j

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL

7b 5d 5l 6e 6b 6c 6d

Gambar

Gambar 4.1 Persentase Pendapatan 2008 Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

d) Pegawai KKP harus menghindari diri dari tindakan pribadi yang diuntungkan oleh “inside information” atau informasi orang dalam yang diperolehnya dari

Gambar 7 menggambarkan aktifitas yang dapat dilakukan oleh useruntuk memesan tiket.Setelah sistem menampilkan data jadwal keberangkatan, user dapat memesan tiket

Di Indonesia perakitan varietas unggul padi yang toleran Al merupakan salah satu prioritas untuk menghasilkan tanaman padi yang mampu beradaptasi pada tanah masam (Partohardjono

Raja Grafindo, 2002), hlm.21.. dan dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, serta perangkat yang cocok untuk mencapai sebuah tujuan. Kelangsungan tindakan

Penilaian kualitas permukiman dilakukan dengan melakukan penilaian parameter penentu kualitas permukiman melalui interpretasi citra yang terdiri dari parameter

Short Message Service (SMS) adalah salah satu fasilitas dari teknologi GSM yang memungkinkan mengirim dan menerima pesan-pesan singkat berupa text dengan kapasitas

Pendidikan memang bukan sekedar transfer pengetahuan, pembinaan mental jasmani dan intelek semata, tetapi bagaimana pengetahuan dan pengalaman yang telah

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk memperoleh isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) dari tape ketan kemasan daun jambu dan