• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mas Moses, bagaimana hasil wawancara dengan pelamar tadi? Apa ia sesuai dengan kriteria perusahaan kita? Kita sudah sangat membutuhkan seorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mas Moses, bagaimana hasil wawancara dengan pelamar tadi? Apa ia sesuai dengan kriteria perusahaan kita? Kita sudah sangat membutuhkan seorang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROLOG

arsya Tyree, kenapa kamu ingin bergabung dengan perusahaan kami?” “Hmm…simple. Pertama, karena saya butuh uang. Kedua, karena pekerjaan ini adalah bidang yang saya minati,”

“Okay. Apa yang membuat kami harus menerima kamu di perusahaan kami?” “Hmm…simple. Karena perusahaan Bapak sedang memerlukan seorang editor, dan saya sedang memerlukan sebuah pekerjaan,”

“Haha…nice answer. Baik, beri kami waktu, bila kamu diterima, pihak kami akan segera menghubungi kamu. Terima kasih untuk waktunya.”

Hari ini seorang perempuan datang melamar pekerjaan di perusahaan gue. Untuk ukuran seorang pria yang masih single, perempuan ini bisa dibilang masuk dalam kriteria wanita idaman. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, wajahnya manis, ditambah ada lesung pipit yang menghiasi wajahnya saat ia tersenyum.

Namanya Marsya. Marsya Tyree. Nama yang sangat familiar buat gue, namun unik. Dan dilihat dari jawaban-jawabannya selama wawancara tadi, perempuan ini pasti perempuan yang pintar sekaligus polos. Jawabannya selalu sesuai realitas dan apa adanya, nggak mengada-ngada seperti kebanyakan orang yang pernah melamar pekerjaan di perusahaan gue.

(2)

“Mas Moses, bagaimana hasil wawancara dengan pelamar tadi? Apa ia sesuai dengan kriteria perusahaan kita? Kita sudah sangat membutuhkan seorang editor, Mas, mengingat artikel-artikel yang kita terima terus bertambah setiap hari,”

“Ya…she did it. Saya suka dengan jawaban-jawabannya selama wawancara tadi. Besok kamu hubungi dia, bilang bahwa ia diterima dan bisa langsung mulai bekerja besok,”

“Syukurlah... Baik kalau begitu, Mas. Besok saya akan menghubungi Mbak Marsya,”

“Hey, bro! Wuidiiihhh...pagi-pagi udah kedatangan malaikat dari surga, nih. Siapa, tuh, perempuan tadi? Mau ngelamar kerja?”

“Iya, Marsya namanya. Dia bakal jadi editor baru di kantor kita. Seneng lo?” “Wuidiihhh...bukan seneng lagi, bro, sangat bahagia, nih, akhirnya kantor kita ada pemandangan bagus juga. Single, ngga? Single, ngga? Kalau single, gue sikat nih!”

“Mana gue tahu... Baru juga ketemu tadi. Kayak dia mau aja sama lo, Jer,” “Eits...eits...jangan suka meremehkan seorang Jeremy Owen, bro. Gini-gini yang ngantri banyak, nih,”

(3)

1

(S A T U)

Marsya Tyree

alo, selamat pagi Mbak Marsya, saya Lea dari Moshe Magazine—yang kemarin mengadakan wawancara dengan Mbak, atasan kami suka dengan wawancara kemarin, dan Mbak bisa mulai bekerja dengan kami hari ini,” “Hah? Masa? Oh…hmm…iya…saya akan datang ke kantor hari ini, terima kasih banyak Mbak Lea.”

Sedetik setelah menekan tombol merah di layar handphone, aku langsung menampar kedua pipiku—untuk memastikan apa ini mimpi atau hanya khayalanku semata. Sakit. Oke, ini bukan mimpi, bukan khayalan, tapi ini nyata. Mulutku yang sedari tadi menganga saking nggak percayanya perlahan mulai merapat. Apa ini benar-benar terjadi? Mimpiku selama ini untuk bekerja di perusahaan majalah akhirnya terjawab hari ini? Tuhan memang selalu menjawab doa umat-Nya tepat pada waktunya. Thanks God!

Hari ini hari pertamaku bekerja, dan sampai sekarang aku masih nggak percaya bisa menjadi salah satu bagian dari perusahaan ini. Moshe Magazine— majalah yang sekarang lagi menjadi pembicaraan orang banyak karena majalah ini bisa langsung menarik hati masyarakat hanya dalam waktu seminggu sejak

peluncuran majalah pertamanya. Entah itu karena isi majalahnya yang berkualitas

“H

(4)

dengan mengangkat sisi fesyen, sosial, anak muda, dan kisah-kisah inspiratif, atau karena owner Moshe Magazine yang memang kece berat. Dan kalau orang-orang tahu kemarin aku diwawancara langsung sama si owner kece itu, mungkin saat ini aku langsung dikerumuni para wanita yang meminta pertanggungjawabanku.

Tapi…kenapa aku nggak ikut tergila-gila sama owner itu, ya? Aku melihat dan menganggap dia nggak lebih dari seorang bos yang sedang mencari karyawan untuk mengisi lowongan pekerjaan di perusahaannya. Mungkin karena kecuekanku terhadap cowok seperti inilah yang bikin aku belum punya pacar sampai sekarang.

Haha…so pathetic.

“Halo…selamat datang dan selamat bergabung dengan kami,” tanpa kusadari seorang pria sudah berdiri gagah di depanku—memakai setelan kemeja putih rapi, dibalut dengan jas abu-abu cerah, dan lehernya dihiasi dasi berwarna abu-abu senada. Ia tersenyum sambil menyodorkan tangannya dengan ramah.

“Oh…halo…terima kasih banyak, Pak, sudah memberi saya kesempatan berharga ini,” jawabku langsung bangkit berdiri dari sofa empuk yang sedari tadi kududuki, dan menjabat tangannya sambil melayangkan senyuman.

“Kita belum kenalan secara resmi. Saya Moses Owen pendiri sekaligus direktur Moshe Magazine, senang bisa menerima kamu menjadi bagian dari perusahaan kami. Panggil saya Mas Moses aja, jangan Bapak, berasa tua banget saya,”

“Saya Marsya Tyree—yang baru saja mengisi lowongan pekerjaan di Moshe Magazine sebagai editor. Mohon bimbingannya supaya saya bisa bekerja dengan baik disini, Mas,”

“Haha...nice introduction. Mari saya ajak berkeliling kantor dan kita lihat ruang kerja kamu.”

Aku akui kantor ini memang wah banget. Kantor 5 lantai ini punya desain eksterior dan interior yang nggak murahan. Aku yakin arsitek dan desainer kantor ini punya selera yang tinggi. Ruang kerja para karyawannya pun dibuat senyaman mungkin supaya para karyawan betah di kantor, fokus pada pekerjaan, dan nggak perlu kelayapan ke luar dengan alasan makan siang, cari udara segar, atau apapun itu. Dan lagi-lagi, aku masih nggak menyangka bisa menjadi penghuni kantor ini.

(5)

“Gimana? Kamu suka kantor baru kamu?” suara itu bikin aku sadar dari lamunanku dan segera menutup rapat mulutku yang tanpa disadari mulai menganga saking terpukaunya.

“Suka banget, Mas. Kantornya bagus sekali, dari desainnya, tata letaknya, semuanya teratur. Pasti desainer dan arsiteknya dari luar negeri, ya, Mas?” tanyaku sambil masih melayangkan mata ke setiap sudut kantor.

“Haha…memang untuk membuat kantor yang bagus dan indah harus menggunakan arsitek luar negeri? No need. Buktinya saya nggak gagal, kan, mendandani kantor saya ini,” jawaban Mas Moses membuat mataku berhenti menyapu ruangan dan menatapnya nggak percaya.

“Hah? Oh…jadi Mas arsitek sekaligus desainer untuk kantor ini?” tanpa sadar mulutku kembali menganga.

“Ya…lumayan lah buat menghemat budget, nggak usah ngeluarin uang lebih buat menyewa ide arsitek dan desainer luar negeri. Ya, kan?” jawabannya kali ini merendah, membuatku menggeleng-gelengkan kepala. He’s genius!

“Nah, ini adalah ruang kerja kamu. Meja kamu ada di sudut sana. Kamu akan satu ruangan dengan dua editor lainnya, Stephanie dan Jemima.

“Jemima?” mendadak jantungku berdegup kencang. “Iya, Jemima. Kenapa? Kamu kenal?”

“Oh...saya nggak tau, Mas, apa itu Jemima yang saya kenal,”

“Kalau memang kamu kenal dia, itu lebih bagus. Kamu jadi bisa lebih enjoy, kan?”

“Oh, iya, Mas...” kataku setengah nada.

“Mereka sedang menemui beberapa penulis di lounge. Ruangan ini

Stephanie dan Jemima sendiri yang desain sesuai keinginan mereka. Dan saya juga mau kamu mendesain ruangan ini sesuai dengan keinginan kamu. Buat ruangan ini nyaman saat kamu masuk ke sini untuk bekerja,”

“Wow...cool! Oke, Mas,” mendadak seluruh ide untuk mendesain ruangan ini memenuhi seluruh otakku.

(6)

“Oh ya, kalau boleh tahu, kenapa kamu ingin jadi editor? Wajah kamu cantik, badan kamu bagus dan tinggi, itu udah masuk kriteria seorang model, lho,”

lanjutnya. Pertanyaan ini cukup membuatku melayang beberapa centi dari lantai. “Ah…saya nggak berbakat sama sekali buat jadi model, Mas. Pake high heels aja saya masih remidial. Saya memang suka dunia tulis-menulis dan media cetak. Dari dulu impian saya adalah mendirikan sebuah perusahaan majalah saya sendiri, seperti yang Mas lakukan sekarang ini. Tapi, saya belum punya modal yang cukup. Sedangkan, saya sekarang adalah tulang punggung keluarga, jadi saya harus bekerja dulu supaya kebutuhan keluarga saya tercukupi sambil saya mengumpulkan modal,” tanpa sadar aku malah curhat sama bos sendiri.

“Oh…kamu tulang punggung keluarga? Ayah kamu kemana?”

“Ayah saya meninggal dunia 5 bulan yang lalu karena kanker pankreas stadium lanjut,”

“Oh…I’m so sorry…”

“It’s okay, Mas. Terima kasih Mas sudah mau menerima saya di sini, keputusan Mas Moses ini sangat berarti bagi keluarga saya. Saya janji akan bekerja sebaik-baiknya,”

“You are very welcome. Saya dan teman-teman di sini juga akan dengan senang hati membantu kamu. Kamu jangan pernah segan-segan untuk bertanya atau meminta bantuan dari Stephanie dan Jemima, ya. Mereka pasti dengan senang hati akan membantu kamu. Oh ya, setengah jam lagi kita ada rapat, dan saya akan memperkenalkan kamu dengan rekan-rekan kerja yang lain. Kita ketemu di ruang

meeting setengah jam lagi, ya,” aku pun membalas ucapannya dengan mengangguk

dan melempar senyuman. ‘He’s a good guy,’ gumamku.  

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Simadibrata (2010), mekanisme kerja probiotik adalah memperbaiki dan melindungi kondisi inangnya (hewan dan manusia) antara lain dengan menghambat

Code First enables developers to create the object structure first and then use it to create the database schema, whereas the Model First approach enables design- ers to work in a

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayangNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “ Analisis Tren Dan

A. Berdasarkan karakteristik demografis di atas karakteristik negara berkembang sesuai angka.... Jarak kedua kota tersebut adalah 50km. Jika antara kedua kota tersebut

- Berdasar Analisa Kornponen Utama dan Analisa Faktor dari nilai prosentase terhadap total penjualan dari 15 produk yang ada dapat disusutkan rnenjadi 5 kornponen

taktik dapat merancang strategi bermain sehingga pola bermain futsal bisa berjalan dengan baik saat menyerang maupun bertahan. Berdasarkan profil Klub Futsal Putri

Analisis Infrastruktur Jaringan Pada Sistem Akademik Perguruan Tinggi di Palembang 2 Dalam pengelolaan infrastruktur jaringan di perguruan tinggi yang akan diterapkan

Saya tidak membutuhkan telaah dari klien seprofesi (sesama auditor) dalam tim untuk menilai prosedur audit yang telah saya lakukan.. Saya bersikap jujur untuk menghindari