• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Karakteristik Bintang Laut Culcita sp.

Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk

segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna bintang laut ini menarik, biasanya ujung duri berwarna kemerahan atau orange sedangkan permukaan lengan berwarna abu-abu kebiruan. Bentuk seperti bintang, organ organ bercabang kelima lengan, warna hitam, biru kecoklatan, merah jingga, kuning kecoklatan, cokelat, dan hijau tua (Hutahuruk 2009). Banyak dijumpai dipantai, di daerah terumbu karang, berpasir, dan padang lamun. Bintang laut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki warna kuning kecoklatan dan terdapat lengan berbentuk simetris radial segilima. Morfologi bintang laut yang diambil dari perairan Lampung Selatan dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7 (a) Bintang laut Culcita sp. diambil dari Perairan Lampung Selatan (b) Bintang laut Culcita sp. dalam bentuk tepung yang telah di freeze

drying

Asteroidea juga sering disebut bintang laut. Bintang laut umumnya memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya misalnya remis dan tiram. Lengan bintang laut mengapit bivalvia yang menutup, kemudian mengeluarkan lambungnya melalui mulut dan memasukkannya ke dalam celah sempit bivalvia

(2)

kemudian mengekresikan getah pencernaan dan mencerna bivalvia di dalam cangkangnya (Aziz dan Al-Hakim 2007).

Tubuh bintang laut memiliki duri tumpul dan pendek. Duri tersebut ada yang termodifikasi menjadi bentuk seperti catut yang disebut pediselaria. Fungsi pediselaria adalah untuk menangkap makanan serta melindungi permukaan tubuh dari kotoran. Bagian tubuh dengan mulut disebut bagian oral, sedangkan bagian tubuh dengan lubang anus disebut aboral. Hewan ini memiliki kaki ambulakral selain untuk bergerak juga merupakan alat pengisap sehingga dapat melekat kuat pada suatu dasar. Bintang laut bersifat dioecius dengan fertilisasi eksternal.

4.2 Rendemen Ekstrak Bintang Laut Culcita sp.

Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Proses ekstraksi pada penelitian ini meliputi proses pengeringan sampel menggunakan freeze drying, penghancuran sampel sampai menjadi bubuk menggunakan hammer mills, maserasi dengan berbagai jenis pelarut (non polar-semi polar-polar), penyaringan, dan evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator. Sampel yang digunakan merupakan seluruh bagian dari bintang laut. Proses ekstraksi yang dilakukan adalahekstraksi bertingkat dan ekstraksi tunggal dengan menggunakan pelarut heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar).

Kesempurnaan esktraksi bertingkat tergantung pada jenis ekstraksi yang dilakukan, terutama apabila ekstraksi dilakukan secara berulang dengan jumlah pelarut sedikit demi sedikit. Ekstraksi dengan pelarut heksana dilakukan pada awal proses dengan tujuan memisahkan lipid dari bahan sehingga tidak menghalangi keluarnya senyawa bioaktif pada ekstraksi dengan pelarut-pelarut berikutnya. Proses ekstraksi selanjutnya digunakan pelarut etil asetat untuk mengekstrak senyawa semi polar dan terakhir pelarut metanol untuk mengekstrak senyawa polar.

Proses maserasi dilakukan selama 24 jam dengan cara merendam sampel dalam pelarut dengan perbandingan 1:3 (b/v). Pengadukan dilakukan sebanyak beberapa kali untuk meningkatkan tumbukan antara partikel bahan yang diekstraksi dengan pelarut sehingga komponen aktif yang keluar dari jaringan dan larut dalam pelarut juga semakin meningkat. Tahap selanjutnya adalah tahap

(3)

pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dengan kertas saring Whatman 42 dilakukan untuk memisahkan ampas bintang laut dengan filtrat yang mengandung senyawa aktif. Tahap evaporasi dilakukan dalam penguap putar yang hampa (rotary vacuum evaporator) pada suhu tidak terlalu tinggi (30-50oC) untuk mencegah terjadi kerusakan pada komponen aktif. Nilai rata-rata rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada diagram batang Gambar 8. Proses perhitungan rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 8 Nilai rata-rata rendemen ekstrak bintang laut Culcita sp.

Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan bobot awal sampel yang digunakan. Rendemen menggambarkan efektivitas pelarut tertentu terhadap bahan dalam suatu sistem tetapi tidak menunjukkan tingkat aktivitas esktrak tersebut. Komponen yang terbawa pada proses ekstraksi adalah komponen yang memiliki polaritas yang sesuai dengan pelarutnya. Jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas terjadinya kontak dengan pelarut (Hafiluddin 2011).

Rendemen yang paling banyak dihasilkan yaitu ekstraksi bertingkat dan ekstraksi tunggal dengan pelarut metanol. Metanol bertingkat menghasilkan 8,38% dari 50 g sampel bintang laut dan metanol tunggal menghasilkan 6,55% dari 10 g sampel bintang laut. Hasil rendemen yang paling sedikit dihasilkan dari pelarut heksana sebesar 2,06% dari 50 g sampel dan etil asetat sebesar 0,19% dari

(4)

50 g sampel bintang laut. Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1987; Darusman et al. 1995).

Kandungan bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Pelarut yang bersifat polar, mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tannin, gula, asam amino, dan glikosida (Harborne 1987). Jenis dan mutu dari pelarut yang digunakan menentukan proses saat ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan mudah terbakar (Ketaren 1986 dalam Andriyanti 2009). Selain itu juga, proses ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika ekstraksi dilakukan secara berulang-ulang dengan jumlah pelarut yang sedikit-sedikit (Khopkar 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Salamah et al. (2008) menunjukkan bahwa maserasi dengan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda pula. Penelitian ini menghasilkan kadar komponen aktif yang bersifat polar, semipolar, dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang berbeda-beda. Hal ini karena pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda tergantung pada tingkat kepolaran dan tingkat ketersediaannya dalam bahan yang diekstrak. Proses evaporasi dari filtrat bintang laut dengan ketiga jenis pelarut menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Hasil ekstrak kasar bintang laut dengan berbagai jenis pelarut dapat dilihat pada Gambar 9. Ekstrak heksana berwarna oranye tua dan kering, ekstrak etil asetat memiliki warna oranye yang lebih muda dan kering, sedangkan ekstrak metanol bertingkat dan tunggal memiliki warna oranye yang pekat dan sedikit basah. Ekstrak metanol bertingkat maupun tunggal berbentuk pasta yang kental dan lebih banyak dibanding dengan ekstrak heksana dan etil asetat. Tingginya rendemen pada pelarut polar juga dilaporkan oleh Nurjanah (2009), rendemen lintah laut tertinggi diperoleh dari ekstrak metanol sebesar 4,51%, sedangkan

(5)

Safitri (2010) juga melaporkan rendemen lili laut dengan pelarut etanol sebesar 1,40%.

( a ) ( b ) ( c ) ( d )

Gambar 9 Ekstrak kasar bintang laut (Culcita sp.), (a) heksana, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, dan (d) metanol tunggal

Gambar 8 menunjukkan bahwa untuk ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut metanol secara bertingkat dan metanol secara tunggal memiliki rendemen yang lebih besar jika dibandingkan menggunakan pelarut heksana dan etil asetat. Kandungan komponen aktif yang bersifat polar pada filum Echinodermata terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan komponen-komponen aktif lain yang bersifat nonpolar dan semipolar. Berdasarkan hasil penelitian Salamah et al. (2008) pada kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea.) dan Nurjanah (2009) pada lintah laut (Discodoris sp.) dimana ekstrak polar dari masing-masing komoditas tersebut terdapat dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan ekstrak semipolar dan nonpolar. Nurjanah (2009) menyatakan, pelarut metanol diketahui dapat menarik semua komponen baik yang bersifat polar, semipolar, maupun nonpolar. Metanol sebagai pelarut paling akhir pada proses ekstraksi diduga menarik semua komponen aktif yang tertinggal pada ekstraksi sebelumnya sehingga rendemen ekstrak metanol cukup besar.

4.3 Komponen Aktif pada Ekstrak Kasar Bintang Laut Culcita sp.

Ekstrak kasar hasil ekstraksi bintang laut mengunakan tiga pelarut yang berbeda, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar) diuji komponen bioaktifnya menggunakan uji fitokimia meliputi pengujian

(6)

alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan ninhidrin. Hasil uji fitokimia ekstrak bintang laut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar bintang laut Culcita sp. Uji

fitokimia

Jenis Pelarut

Keterangan (standar)

Heksana Etil Metanol Metanol

asetat bertingkat tunggal

Alkaloid:

Dragendorff - - +++ +++

Endapan merah atau jingga

Meyer - - +++ +

Endapan putih kekuningan

Wagner - - +++ +++ Endapan coklat

Steroid + +++ +++ +++

Perubahan dari merah menjadi biru/hijau

Flavonoid

+ + + +

Lapisan amil alkohol warna

merah/kuning/hijau

Saponin - - - - Terbentuk busa

Fenol

Hidrokuinon - - -

-Warna hijau atau hijau biru

Ninhidrin - - +++ +++ warna biru

Keterangan : +++ sangat kuat, ++ kuat, + lemah, - tidak terdeteksi

Hasil pengujian fitokimia pada Tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bintang laut menggunakan pelarut metanol mengandung komponen aktif yang lebih banyak dibandingkan dua ekstrak dengan pelarut lainnya. Komponen aktif yang terdapat pada ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut metanol antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, dan asam amino. Alkaloid adalah senyawa alami amina, baik pada tanaman, hewan, ataupun jamur, merupakan produk yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder, dan saat ini diketahui sebanyak 5.500 jenis alkaloid (Sirait 2007). Hanani et al. (2005) mengatakan bahwa senyawa kimia dalam spons yang mempunyai aktivitas antioksidan secara kualitatif dan lanjutan yaitu alkaloid. Safitri (2010) juga mengatakan bahwa senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan diprediksi dari golongan alkaloid, yang merupakan senyawa polar.

Komponen aktif yang terdeteksi pada ekstrak kasar bintang laut dengan menggunakan pelarut etil asetat dan heksana adalah steroid dan flavonoid. Secara kualitatif kandungan steroid pada ekstrak semi polar dan polar tidak menunjukkan

(7)

hasil yang berbeda. Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi dalam dua kelas, yaitu hormon adrenal dan hormon seks (estrogen, progesteron, dan testosteron). Bintang laut yang diteliti mengandung hormon steroid karena steroid secara normal diproduksi oleh organ reproduksi, yaitu ovari, plasenta, korteks adrenal, korpus luteus, dan testis (Witjaksono 2005). Sampel yang digunakan menggunakan seluruh bagian tubuh dari bintang laut itu sendiri. Komponen steroid terdeteksi pada ekstrak etil asetat dan heksana. Steroid terdeteksi pada kedua ekstrak kasar karena prekursor dari pembentukan steroid adalah kolesterol yang bersifat non polar, sehingga diduga dapat larut pada pelarut organik (non polar) (Harbone 1987).

Pada hasil uji fitokimia, flavonoid terdeteksi pada ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol dengan intensitas yang sedikit ditandai dengan adanya warna kuning pada lapisan amil alkohol. Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi tumbuhan maupun manusia. Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji, sedangkan bagi manusia dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, dan flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Siratit 2007). Flavonoid merupakan senyawa fenol terbanyak yang ditemukan di alam. Flavonoid memiliki kerangka dasar yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene terikat pada suatu rantai propane membentuk susunan C6-C3-C6. Flavonoid diklasifikasikan menjadi sebelas golongan yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin, dan flavan-3-4-diol (Sirait 2007).

Berdasarkan hasil dari uji fitokimia ini menunjukkan bahwa bintang laut mengandung 4 dari 6 komponen yang diuji dengan metode fitokimia Harborne (1987) yaitu alkaloid, steroid, flavonoid, dan asam amino.

4.4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Bintang Laut Culcita sp.

Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada penelitian ini dilakukan dengan metode uji DPPH. Senyawa DPPH merupakan radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokalisasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif

(8)

sebagaimana radikal bebas yang lain (Santoso et al. 2009). Larutan senyawa antioksidan dari hasil ekstraksi bintang laut yang ditambahkan dengan larutan DPPH (dalam metanol) berubah warna dari ungu menjadi ungu muda atau kuning cerah. Penurunan absorbansi yang ditunjukkan dengan berkurangnya warna ungu menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu senyawa dapat digolongkan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal DPPH, yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi ungu muda atau kuning pucat. Hasil analisis IC50 aktivitas antioksidan dalam ekstrak bintang laut Culcita sp.

dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Hasil analisis IC50aktivitas antioksidan bintang laut Culcita sp.

Gambar 10 memperlihatkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat sebesar 670,08 ppm dan pelarut metanol tunggal sebesar 640,71 ppm. Perbedaan nilai aktivitas antioksidan ini disebabkan oleh kandungan senyawa antioksidan yang berbeda setiap ekstrak kasar. Penggunaan pelarut dan perlakuan saat ekstraksi yang berbeda dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak bintang laut kasar. Gambar 10 memperlihatkan bahwa aktivitas antioksidan antara pelarut etil asetat dengan metanol tunggal tidak terlalu berbeda, hal ini disebabkan karena pada kedua perlakuan tersebut (Tabel 1) terdeteksi senyawa steroid yang diduga berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa flavonoid yang bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada lemak (Sirait 2007).

(9)

Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan sintetik, yaitu BHT dan antioksidan alami, yaitu asam askorbat,

α-tokoferol, dan β-karoten. Larutan ini dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8

ppm. Bahan uji sampel ekstrak bintang laut dari berbagai pelarut dibuat dalam empat tingkatan konsentrasi yaitu 200, 400, 600, dan 800 ppm. Setiap kali pengujian dilakukan tiga kali pengulangan. Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal DPPH pada berbagai konsentrasi memberikan hasil yang positif, terbukti dengan adanya aktivitas antioksidan yang dapat mereduksi warna ungu dari larutan DPPH pada semua konsenttrasi uji ekstrak bintang laut

Culcita sp. dan antioksidan pembanding yang digunakan. Reduksi terhadap warna

ungu DPPH terukur dari nilai absorbansi sampel yang lebih rendah dibandingkan blangko. Melalui perhitungan seperti yang terlihat pada Lampiran 2. Hasil analisis IC50aktivitas antioksidan pembanding dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hasil analisis IC50aktivitas antioksidan pembanding

Intensitas perubahan warna yang terjadi pada larutan α-tokoferol,

β-karoten, asam askorbat dan larutan ekstrak kasar bintang laut ini dapat diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517 nm. Setelah itu, perhitungan persen inhibisi dan IC50 dari

pembanding antioksidan dan masing-masing ekstrak kasar bintang laut dapat dilakukan. Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Nilai IC50 sendiri merupakan salah satu parameter yang biasa digunakan untuk

(10)

Nilai IC50 ini dapat didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat

menyebabkan berkurangnya 50% aktivitas DPPH. Semakin kecil nilai IC50 berarti

aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux 2004). Hasil uji aktivitas pembanding antioksidan sintetik dan alami dapat dilihat pada Tabel 2 dan hasil uji aktivitas antioksidan masing-masing ekstrak kasar bintang laut dapat dilihat pada Tabel 3 pada Lampiran 5.

Empat konsentrasi larutan BHT (2, 4, 6 dan 8 ppm) yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil penelitian Apriandi (2010), dimana dengan menguji keempat konsentrasi tersebut, diperoleh nilai IC50 BHT sebesar

4,91 ppm. Penelitian bintang laut ini, nilai IC50 BHT yang diperoleh sebesar

5,59 ppm. Nilai IC50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai yang diperoleh

Apriandi (2010) dalam penelitiannya, dan tetap menunjukkan bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat (< 50 ppm) menurut klasifikasi Blois (1958) dalam Molyneux (2004).

Aktivitas antioksidan pembanding lainnya yang digunakan yaitu asam

askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten yang memiliki nilai IC50 masing-masing

sebesar 49,71 ppm, 49,55 ppm, dan 46,45 ppm. Perbedaan tingkat aktivitas antioksidan ini disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul yang dimiliki oleh senyawa aktif dari masing-masing antioksidan tersebut yang dapat terlibat dalam reaksi dengan radikal bebas DPPH. β-karoten merupakan senyawa isoprena yang mempunyai 10 ikatan rangkap terkonjugasi. Berdasarkan strukturnya

β-karoten tersusun atas cincin β-ionona dan beberapa ikatan rangkap pada rantai

terbuka, terkait dengan struktur molekul tersebut senyawa ini sangat reaktif sebagai penangkap radikal bebas (Kartawiguna 1998). Pengujian aktivitas antioksidan pembanding ini menghasilkan hubungan antara konsentrasi yang digunakan dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 12.

(11)

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12 Grafik hubungan konsentrasi antioksidan pembanding dengan persen inhibisinya (a) BHT, (b) asam askorbat, (c) α-tokoferol, (d) β-karoten Hasil pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bintang laut memiliki aktivitas antioksidan seperti asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten, walaupun aktivitasnya tergolong lemah. Keempat ekstrak kasar bintang laut ini memiliki kekuatan penghambatan yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Pengujian aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak kasar menghasilkan hubungan antara konsentrasi ekstrak kasar bintang laut dan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi ekstrak kasar bintang laut yang terbanyak, yaitu larutan dengan konsentrasi 800 ppm (pada masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut yang berbeda). Persen inhibisi terendah dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi 200 ppm (pada masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut yang berbeda). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar bintang laut yang digunakan, maka

(12)

semakin tinggi pula persen inhibisi yang akan dihasilkan. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. (2005), menyatakan bahwa persentase penghambatan (persen inhibisi) terhadap aktivitas radikal bebas akan ikut meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.

( a ) ( b )

( c ) ( d )

Gambar 13 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar bintang laut dengan persen inhibisinya (a) heksana, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, (d) metanol tunggal

Kelarutan aktivitas antioksidan dalam bahan akan menentukan komposisi ekstrak yang diperoleh. Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 13 menunjukkan bahwa ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut metanol dan etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak yang lainnya, ditandai dengan nilai IC50-nya yang terkecil, yaitu pelarut etil asetat sebesar 670 ppm dan

pelarut metanol tunggal sebesar 641 ppm. Sedangkan ekstrak kasar bintang laut dari pelarut heksana merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling lemah. Hal ini terbukti dari aktivitas nilai IC50 yang terbesar, yaitu 3074

(13)

memiliki aktivitas antioksidan yang sedikit lemah, yaitu sebesar 1120 ppm. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak bintang laut yang digunakan dalam pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi.

Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi.

Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 μg/mL, kuat apabila nilai IC50 antara 50-100 μg/mL, sedang

apabila nilai IC50 berkisar antara 100-150 μg/mL, dan lemah apabila nilai IC50

berkisar antara 150-200 μg/mL (Blois 1958 dalam Molyneux 2004). Aktivitas antioksidan ketiga pelarut masih tergolong lemah dan lebih besar dibandingkan dengan standar yang digunakan yaitu asam askorbat sebesar 49,71 ppm,

α-tokoferol sebesar 49,55 ppm, dan β-karoten sebesar 46,45 ppm (Tabel 2).

Lemahnya aktivitas antioksidan bintang laut ini dimungkinkan karena adanya ekstrak kasar bintang laut masih banyak terdapat senyawa lainnya yang dapat mengurangi aktivitas antioksidannya.

Nilai rata-rata antioksidan bintang laut terbesar didapat pada ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat dengan IC50 sebesar 670 ppm. Hasil

penelitian yang diperoleh Safitri (2010) bahwa nilai IC50 aktivitas antioksidan

pada ekstrak kasar lili laut dengan pelarut metanol sebesar 419,21 ppm. Perbedaan nilai IC50 terhadap aktivitas antioksidan disebabkan adanya perbedaan pelarut

yang digunakan, selain itu juga jenis bahan baku yang digunakan, asal, habitat, dan umur juga bisa berpengaruh terhadap senyawa antioksidan yang terbentuk (Hafiluddin 2011).

Aktivitas antioksidan terendah bintang laut terdapat pada ekstrak heksana dengan nilai IC50 sebesar 3.074 yang menunjukkan 50% radikal bebas DPPH

dapat dihambat aktivitasnya pada konsentrasi 3.074 ppm. Aktivitas antioksidan keempat ekstrak kasar bintang laut dapat digolongkan sangat lemah, karena nilai IC50 lebih dari 20 μg/mL atau 200 ppm. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa

BHT dan antioksidan alami lainnya memiliki aktivitas yang lebih kuat yaitu

kurang dari 20 μg/mL atau 200 ppm yang terdapat pada keempat pembanding

(14)

dibandingkan BHT, asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten dengan nilai IC50

dari masing-masing ekstrak kasar bintang laut dengan berbagai pelarut. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak bintang laut yang digunakan dalam pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi.

4.5 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pemisahan atau fraksinasi senyawa menggunakan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk memisahkan senyawa yang ada pada ekstrak kasar bintang laut yang mempunyai aktivitas antioksidan terbaik yaitu ekstrak bintang laut dengan pelarut etil asetat dengan IC50670 ppm. Aktivitas antioksidan

terbaik dari pelarut etil asetat digunakan karena ekstrak tersebut diduga mengandung senyawa aktif yang telah terpisah komponen aktifnya dengan menggunakan ekstraksi secara bertingkat. Sejumlah sampel ekstrak bintang laut dilarutkan sesuai dengan jenis pelarut yang digunakan. Eluen terbaik yang digunakan yaitu etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,05). Fraksinasi menggunakan KLT dan pengamatan dengan sinar UV 254 nm menghasilkan 9 fraksi yang disajikan pada Gambar 14.

(a) (b)

Gambar 14 Hasil fraksinasi ekstrak kasar bintang laut menggunakan KLT (a) dideteksi pada lampu UV 254 nm (b) nilai Rf masing-masing fraksi

Cara yang digunakan dalam identifikasi noda-noda yang terbentuk pada plat KLT dapat dilakukan dengan menggunakan lampu UV (Ultraviolet) dimana

Rf 1 = 0,06 Rf 3 = 0,21 Rf 4 = 0,34 Rf 2 = 0,14 Rf 5= 0,56 Rf 6 = 0,62 Rf 7 = 0,70 Rf 8 = 0,75 Rf 9 = 0,84

(15)

beberapa senyawa alam akan berflourosensi yaitu memancarkan cahaya tampak saat disinari dengan sinar UV atau mengabsorpsi sinar UV. Hal ini karena senyawa alam memiliki gugus kromofor yang khas dapat memberi atau membentuk warna. Panjang sinar UV yang digunakan adalah 254 nm dan 366 nm. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat KLT. Panjang gelombang 254 nm digunakan untuk menampakkan eluen yang digunakan sebagai bercak gelap (Hafiluddin 2011).

Hasil fraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan 9 fraksi pada ekstrak kasar etil asetat, dengan eluen terbaik yang dihasilkan etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,5). Hasil pengecekan terhadap fraksi tersebut, diduga bahwa masing-masing fraksi telah menunjukkan adanya 1 spot dengan Rf yang berbeda. Hasil fraksinasi nilai Rf dari senyawa bintang laut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nillai Rf hasil fraksinasi ekstrak etil asetat bintang laut

No Fraksi Perhitungan Nilai

Rf 1 Rf1 0,5 / 8 0,06 2 Rf2 1,1 / 8 0,14 3 Rf3 1,7 / 8 0,21 4 Rf4 2,7 / 8 0,33 5 Rf5 4,5 / 8 0,56 6 Rf6 5 / 8 0,62 7 Rf7 5,6 / 8 0,70 8 Rf8 6 / 8 0,75 9 Rf9 6,7 / 8 0,84

Hasil pengujian terhadap fraksi tersebut memberikan dugaan bahwa masing-masing fraksi telah meunjukkan adanya 1 spot dengan Rf yang berbeda. Pemisahan senyawa dengan eluen etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,05)

menggunakan sinar UV λ 254 nm memiliki 9 spot dari hasil ekstrak kasar etil

asetat. Angka Rf berkisar 0,001-1,0, sedangkan hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (Kusumaningtyas et al. 2008). Hasil KLT tersebut dijadikan acuan nilai hRf yang memberikan hasil positif pada bioautogram karena pada uji bioautografi bercak senyawa yang sudah terpisah disemprot dengan pereaksi

(16)

DPPH untuk mengetahui fraksi yang mempunyai aktivitas antioksidan. Acuan bercak juga dapat dilakukan dengan melihat bentuk pita hasil bioautografi yang telah memberikan hasil positif disesuaikan dengan hasil KLT yang telah menampilkan warna pada penyemprotan dengan uji Dragendorff.

Gambar 15a menunjukkan kromatogram hasil KLT setelah disemprot dengan DPPH. Gambar 15b terlihat bahwa pada noda ketujuh dalam ekstrak etil asetat berubah warna menjadi kuning dengan latar belakang oranye menggunakan pereaksi Dragendorff setelah penyemprotan dengan DPPH. Perubahan warna pada noda ekstrak etil asetat karena mampu meredam radikal bebas DPPH atau memiliki aktivitas antioksidan. Akan tetapi peredaman warna yang diberikan oleh ekstrak etil asetat lebih kecil. Peredaman warna DPPH terjadi karena adanya senyawa yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (1,1-difenil-2-pikrilhidrazin).

(a) (b)

Gambar 15 Fraksinasi KLT dengan ekstrak etil asetat (a) warna DPPH (b) warna Dragendorff

Pereaksi Dragendorff adalah pereaksi yang khas untuk senyawa golongan alkaloid dengan membentuk warna merah-jingga. Terdapatnya bercak dengan warna merah-jingga pada hasil elusi sampel (Gambar 15b) menandakan bahwa sampel mengandung senyawa golongan alkaloid. Berdasarkan hasil analisis fitokimia dalam bintang laut Culcita sp. seperti yang terdapat dalam Tabel 1 bahwa ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat memiliki kandungan

senyawa alkaloid. Sebagian alkaloid memiliki kemampuan antioksidan,

(17)

dapat menghambat O2 serta kafein dapat bertindak sebagai peredam hidroksil

radikal. Senyawa berbasis nitrogen dari tumbuhan berpotensi menghambat berbagai proses oksidatif. Senyawa radikal turunan dari senyawa amina memiliki tahap terminasi yang sangat lama, dengan demikian mampu menghentikan reaksi rantai radikal secara efisien (Marliana 2007).

Senyawa fitokimia yang mengandung antioksidan yaitu steroid/ triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Skualen merupakan antioksidan alami, tergolong senyawa triterpena, dan senyawa antara dalam biosintesis sterol dalam tumbuhan dan hewan. Skualen merupakan antioksidan alami yang berfungsi sebagai anti radikal dan antioksidan (Amarowicz 2009). Skualen merupakan komponen yang tergolong asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan mempunyai beberapa kegunaan yaitu sebagai anti tumor. Triterpena juga ditemukan bersifat proaktif dalam mencegah terjadinya penyakit karsinogenik (Huang et al. 2009). Conforti et al. (2005) menjelaskan bahwa efek dari antioksidan skualen dalam model peroksidasi lemak liposom dengan IC50skualen sebesar 0,023 mg/mL.

Gambar

Gambar 7 (a) Bintang laut Culcita sp. diambil dari Perairan Lampung Selatan (b) Bintang laut Culcita sp
Gambar 8 Nilai rata-rata rendemen ekstrak bintang laut Culcita sp.
Gambar 9 Ekstrak kasar bintang laut (Culcita sp.), (a) heksana, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, dan (d) metanol tunggal
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar bintang laut Culcita sp.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan contribution margin dengan alternatif memproduksi sendiri baju toga Strata 1 Undiksha tahun 2013 yaitu Rp 43.100.000,00 jika dibandingkan dengan alternatif

In conclusion, the days from calving to the first insemination increased, first service conception rate decreased, services per conception increased and consequently

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan usulan rancangan model kelembagaan yang dapat digunakan untuk para petani kelapa sawit di Sei Kepayang untuk mengatasi permasalahan

Harga pokok penuh merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya

Dengan upah yang diterima buruh PT Unirama Duta Niaga yang dibawah standart UMR (Upah Minimum Regional) ataupun juga UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Inilah

Abstrak - Kota Manado sebagai salah satu kota dengan keadaan penduduk yang makin padat dan kebutuhan masyarakat yang ingin mencari informasi tentang perumahan dengan

Ada pengaruh yang bermakna konsep diri negatif diri fisik (p=0,048), diri keluarga (p=0,048) dan diri sosial (p=0,048) terhadap depresi postpartum dan adanya faktor pencetus

garis lurus yang arahnya sama sejajar (yg disbt garis lukis ) dan selalu memotong sebuah garis lengkung tertentu (yg disbt garis lengkung arah.  Bidang kerucut adalah bidang