ABSTRACT
Background: Hospital PKU Muhammadiyah Yogyakarta, which is one of Muhammadiyah
charity-owned enterprises also have an obligation to implement a patient safety culture. Currently hospital PKU Muhammadiyah Yogyakarta is prepared for accreditation so that patient safety culture which became one of the indicators in the assessment should be carried out. In addition, several times a medical officer in hospital is incomplete or wrong in writing the patient’s medical record file so that it can result in patient safety. Application patient safety culture should involve all stakeholders in the hospital ranging from nurses, pharmacists, midwives, physician to the management. The involvement of all stakeholders will facilitate the hospital in implemented patient safety culture so that service quality can be guaranteed. Nurses who interact directly with patients also have the same obligations in implemented patient safety culture starts from the simple matter of having a sense of empathy and professionalism in performing nursing intake.
Methods: This research is analytic research. Using cross sectional study design. This research
was conducted in hospital PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Subjects in this study were nurses inpatient totaling 67 nurses.
Results: 1) The correlation between work units with the implementation of patient safety is
a significant Spearman correlation value by 0544. 2) The correlation between the leaders of the implementation of patient safety is a significant Spearman correlation value by 0502. 3) The correlation between the communication with the application of patient safety is a significant Spearman correlation value of 0.390.
Conclusion: The results of this study were 1) There is a relationship between work units with
the implementation of patient safety, 2) There is a relationship between the leader with the implementation of patient safety, 3) There is a relationship between communication with the implementation of patient safety.
Keywords: Patient Safety, Implementation, Nurses
PELAKSANAAN PATIENT SAFETY OLEH PERAWAT DI RS
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Ahmad Ahid Mudayana
1. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan. ahidfkm@gmail.com
1. PENDAHULUAN
Isu patient safety merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Para pe-ngambil kebijakan, pemberi pelayanan kese-hatan, dan konsumen menempatkan keamanan sebagai prioritas utama pelayanan. Patient
safety perlu secara teratur dipantau, diukur, dan
diperbaiki. Salah satu konsep utama adalah dengan pengenalan risiko yang dapat dicegah. Berbagai risiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien. Identifikasi dan masalah tersebut merupakan bagian utama dari pelaksanaan konsep patient safety. Isu-isu pelayanan yang
beretika dan profesional tidak akan dapat dilepaskan dari konsep patient safety.
Peningkatan keselamatan pasien (patient
safety) dapat dilakukan dengan melakukan
pelatihan kepada para perawat. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang bermakna dari pelaksanaan timbang terima dan pene-rapan keselamatan pasien sebelum dan sesu-dah diberikan pelatihan timbang terima. Pada penelitian ini juga diketahui bahwa sebuah komitmen penting untuk meningkatkan pelak-sanaan timbang terima dan penerapan kese-lamatan pasien melalui kebijakan dalam bentuk standar dan prosedur timbang terima, penga-rahan dan evaluasi pelaksanaan timbang terima, untuk kesinambungan asuhan kepera-watan yang berdampak pada peningkatan keselamatan pasien1.
Di Indonesia kasus dugaan malpraktik yang dilakukan oleh petugas medis masih cukup banyak. Kasus dugaan malpraktik yang paling menyita perhatian masyarakat Indonesia yaitu kasus Pritas Mulyasari dengan RS OMNI Inter-nasional yang penyelesaiannya sampai ke-tingkat kasasi di Mahkamah Agung pada tahun 2007 sampai 2009 yang bermula dari kesalahan dokter dalam mendiagnosa penyakit dan hasil laboratorium.
Pada awal tahun 2013 juga terdapat kasus yang merenggut nyawa pasien yaitu kasus bayi bernama Dera yang meninggal karena ditolak oleh 8 rumah sakit rujukan yang ada dijakarta dengan alasan penuhnya ruang Neonatal Intensif
Care Unit (NICU). Tidak berselang lama juga
terjadi kasus meninggalnya bayi bernama Upik yang dinyatakan lahir meninggal oleh petugas medis disuatu instansi pelayanan kesehatan kemudian bayi tersebut hidup kembali lalu meninggal selang beberapa waktu setelah dibawa kembali ke rumah sakit yang berbeda.
2. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian ana-litik. Rancangan penelitian menggunakan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di RS PKU
Muhammadiya Yogyakarta. Penelitian dilak-sanakan pada bulan Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogya-karta yang berjumlah 205 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang diambil dengan teknik Simple Random Sampling yaitu cara mengambil sampel penelitian dengan memberi hak yang sama kepada setiap subyek untuk memperoleh kesempatan untuk dipilih menjadi sampel2. Jumlah sampel dalam
pene-litian ini berjumlah 67 orang, tetapi karena terdapat responden yang tidak bersedia maka jumlah sampel menjadi 63 orang.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perawat-perawat rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Presentase (%) Umur 21‐30 31‐40 >41 15 33 15 23.8 52.4 23.8 Jenis Kelamin Laki‐laki Perempuan 9 54 14.3 85.7 Pendidikan SMA/D1 D3 S1 7 53 3 11.1 84.1 4.8 Lama Kerja <1 tahun 1‐5 tahun 6‐10 tahun 11‐15 tahun 16‐20 tahun >21 tahun 4 9 3 13 31 3 6.3 14.3 4.8 20.6 49.2 4.8 Jumlah 63 100
Hasil analisis univariat setiap variabel disajikan dalam tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Analisis Univariat
Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Korelasi Unit Kerja/Kerjasama, Kepemimpinan, Komunikasi dengan Pelaksanaan Patient Safety
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa korelasi antara unit kerja/kerjasama dengan pelaksanaan patient safety adalah bermakna dengan nilai korelasi sebesar 0.544. Hasil korelasi antara kepemimpinan dengan pelaksanaan patient safety didapat-kan nilai korelasi sebesar 0.502, yang berarti bahwa korelasi tersebut bermakna. Hasil korelasi antara komunikasi dengan patient
safety juga didapatkan hasil bahwa korelasi
tersebut bermakna dengan nilai korelasi sebesar 0.390.
B. Pembahasan
Tabel 3 menunjukkan bahwa penerapan
patient safety oleh perawat di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta masuk ke
kate-gori kurang baik dengan jumlah 32 perawat (50,8 %). Keselamatan pasien menjadi faktor penting dalam melakukan pelayanan di rumah sakit. Masih tingginya persentase perawat yang belum menerapkan budaya keselamatan pasien bisa berdampak ter-hadap munculnya kejadian yang tidak di-harapkan. Untuk menerapkan budaya kese-lamatan pasien dirumah sakit maka perlu pula diterapkan fungsi-fungsi manajemen mulain dari planning, organizing, actuating,
controlling, dan evaluating. Apabila fungsi
manajemen tidak berjalan dengan baik maka dapat berdampak pada terganggunya pelayanan seperti munculnya kejadian tidak diharapkan, mengurangi waktu bekerja, maupun hasil pendokumentasian yang tidak sesuai dengan kenyataan3. Jika dilihat dari
rata-rata lama bekerja para perawat yang mayoritas sudah bekerja cukup lama. Seha-rusnya budaya keselamatan pasien sudah bisa diterapkan dengan baik.
Berdasarkan tabel 2 unit kerja/kerjasama/ area termasuk ke dalam kategori kurang baik dengan jumlah 41 perawat (65,1 %). Unit kerja yang dimaksud disini yaitu kerjasama yang dilakukan oleh perawat dalam unit kerja masing-masing. Kerjasama yang baik dapat menghasilkan mutu pelayanan yang baik pula sehingga bisa mencegah mun-culnya kejadian yang tidak diharapkan. Kerjasama antar unit kerja yang ada di RS dalam setiap kesempatan diperlukan untuk berlangsungnya orientasi pembelajar dari setiap pegawai4. Kerjasama yang baik akan
menghasilkan kinerja yang efektif sehingga bisa mempermudah penerapan budaya keselamatan pasien.
Berdasarkan analisis, perawat mengang-gap pemimpin mereka masuk ke dalam kategori kurang baik. Kepemimpinan men-jadi salah satu faktor dalam keberhasilan penerapan budaya keselamatan pasien, terutama kepemimpina pada level mana-jemen senior4. Kepemimpinan yang baik
tentu bisa menjalankan fungsi manajerial
Variabel Frekuensi Prosentase (%) Pelaksanaan Patient safety Kurang Baik Baik 32 31 50,8 49,2 Unit Kerja/Area/ Kerjasama Kurang Baik Baik 41 22 65,1 34,9 Kepemimpinan Kurang Baik Baik 45 18 71,4 28,6 Komunikasi Kurang Baik Baik 49 14 77,8 22,2 Jumlah 63 100 Variabel R P N
Unit Kerja/ Area/ Kerjasama
0.544** 0.000
63 Kepemimpinan 0.502** 0.000
dengan baik. Fungsi manajerial yang baik dapat mempermudah penerapan budaya keselamatan pasien3. Komunikasi perawat
masuk ke dalam kategori tidak baik. Komu-nikasi yang baik antar perawat dapat mem-permudah dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Adanya komunikasi yang baik dapat mencegah atau meminimalkan mun-culnya kejadian yang tidak diharapkan. Komunikasi yang baik akan merubah kesa-daran individu-individu sehingga dapat merubah pelayanan yang diberikan pada saat di lapangan4.
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dike-tahui bahwa korelasi antara unit kerja/ kerjasama dengan penerapan patient safety adalah bermakna dengan nilai korelasi
Spearman sebesar 0.544. unit kerja disini
yang dimaksud yaitu kerjasama yang dilaku-kan didalam unit kerja masing-masing. Kerjasama yang baik tentu akan menghasil-kan penerapan budaya keselamatan pasien yang baik. Hal ini sama dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya hu-bungan antara kerjasama tim dengan pene-rapan budaya keselamatan pasien4.
Kerja-sama sangat dibutuhkan dalam menyelesai-kan masalah, sehingga pasien cepat ter-tolong. Perlu ada kolaborasi yang kohesif sehingga kerja sama didalam unit kerja berjalan dengan baik. Untuk mewujudkan kerjasama yang kohesif antar pelaku pela-yanan kesehatan maka diperlukan share
expertise sehingga proses dan pengelolaan
secara tim bisa terlaksana dengan baik5.
Kerjasama tim juga dapat mempengaruhi kinerja yang dilakukan6. Kinerja yang baik
dapat mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan sehingga dapat memper-mudah penerapan budaya keselamatan pasien.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa korelasi antara kepe-mimpinan dengan penerapan patient safety adalah bermakna dengan nilai korelasi
Spearman sebesar 0.502. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik akan menghasilkan penerapan budaya keselamatan pasien yang baik. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kepemim-pinan merupakan faktor tertinggi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien4.
Pentingnya faktor kepemimpinan harus menjadi perhatian tersendiri oleh manajer terutama manajer level senior. Kepemim-pinan sangat dibutuhkan untuk menjalan-kan sebuah organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit yang memiliki perma-salahan sangat kompleks.
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa korelasi antara komunikasi dengan pelaksanaan patient safety adalah bermakna dengan nilai korelasi Spearman sebesar 0.390. Komunikasi menjadi bagian penting dalam melakukan kerjasama tim, meskipun tidak memiliki pengaruh yang bermakna deng penerapan budaya pasien. Komunikasi yang baik akan menghasilkan kerjasama yang baik. Komunikasi yang baik dalam tim dapat merubah pelayanan keperawatan4.
Unsur komunikasi menjadi faktor didalam nilai-nilai individu yang menjadi penunjang dalam mengembangkan penerapan budaya keselamatan pasien. Meskipun tidak ber-pengaruh secara langsung, bukan berarti komunikasi menjadi hal yang tidak perlu diperhatikan. Akan tetapi tetap perlu diperhatikan sebagai langkah untuk mem-perbaiki kerjasama tim sehingga pelayanan kepada pasien bisa lebih baik lagi.
4. KESIMPULAN
a. Ada hubungan antara unit kerja/ kerjasama dengan pelaksanaan patient
safety.
b. Ada hubungan antara kepemimpinan dengan pelaksanaan patient safety. c. Ada hubungan antara komunikasi dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewi, M., 2012, “Pengaruh pelatihan Timbang Pasien Terhadap Penerapan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi”,
Jurnal Health & Sport, Vol.5/No.3/agustus/
2012. Hal. 646-655
2. Arikunto, S., 2002, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek, edisi revisi kelima,
Rineka Cipta, Jakarta. Hal 111
3. Sanjaya, I.D.G.W., Suarjana, K., 2013, “Faktor-Faktor Manajerial Yang Melatarbelakangi Tingginya Kejadian Pasien dengan Dekubitus (Indikator Patient
Safety) Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah
Sakit Umum Puri Raharja Tahun 2012”,
Community Health, 1:2
4. Rachmawati, E., 2011, “Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien di RS Muhammadiyah Aisyiyah Tahun 2011”,
Prosiding Penelitian Bidang Ilmu Eksata 2011.
5. Susilaningsih, F.S., “Makmuri, M., Sunartini, Adi, U., 2011, Kolaborasi Dokter- Perawat dalam Asuhan Pasien Pada Model Pelayanan Rawat Inap Terpadu”, Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol.14/
No.2.
6. Amalia, H., Noermijati, Arief, A., 2012, “Pengaruh Nilai Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Di Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen”, Jurnal Manajemen