• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI KERACUNAN ALUMUNIUM JENIS LEGUME COVER CROPS PADA TANAH PASCA TAMBANG BATUBARA DI PT. JORONG BARUTAMA GRESTON, KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI KERACUNAN ALUMUNIUM JENIS LEGUME COVER CROPS PADA TANAH PASCA TAMBANG BATUBARA DI PT. JORONG BARUTAMA GRESTON, KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI KERACUNAN ALUMUNIUM JENIS LEGUME

COVER CROPS PADA TANAH PASCA TAMBANG

BATUBARA DI PT. JORONG BARUTAMA GRESTON,

KALIMANTAN SELATAN

PRIOKI KRISTI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Keracunan Alumunium Jenis Legume Cover Crops pada Tanah Pasca Tambang Batubara di PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Prioki Kristi

(4)

ABSTRAK

PRIOKI KRISTI. Deteksi Keracunan Alumunium Jenis Legume Cover Crops pada Tanah Pasca Tambang Batubara di PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh YADI SETIADI.

Salah satu permasalahan utama lahan pasca tambang batubara adalah pH tanah yang sangat rendah sehingga menyebabkan kelarutan Al (Alumunium) menjadi tinggi dan tanah menjadi toxic. Analisa tanah merupakan solusi yang terbukti kurang efektif dan efisien untuk mendeteksi keberadaan toxic karena memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Dibutuhkan terobosan baru untuk mendeteksi adanya toxic secara cepat yaitu menggunakan tanaman LCC seperti Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria

javanica. sebagai tanaman bio-indikator. Penelitian yang dilakukan selama 1

bulan ini bertujuan mengamati performa tanaman LCC, mengetahui jenis tanaman yang toleran dan sensitif terhadap berbagai warna tanah pasca tambang batu bara, serta merekomendasikan tanaman LCC sebagai penutup tanah atau sebagai indikator adanya toxic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performa ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang memberikan hasil yang lebih kecil dibandingkan pada tanah kontrol. Sementara itu, C. pubescens merupakan tanaman yang toleran sekaligus dapat dijadikan sebagai tanaman penutup tanah dan C. mucunoides merupakan tanaman yang sensitif serta dapat dijadikan sebagai tanaman indikator keracunan Alumunium.

Kata kunci: Alumunium, lahan pasca tambang batubara, tanaman LCC

ABSTRACT

PRIOKI KRISTI. Detection of Alumunium Toxic by Legume Cover Crops Species on the Coal Post Mining Area at PT. Jorong Barutama Greston in South Kalimantan. Supervised by YADI SETIADI.

One of the main problems on the coal post mining area is the low value of pH, so it cause the solubility of Al (Alumunium) is high and become toxic. Soil analysis is ineffective and inefficient to detect toxic presence due to needs long time and expensive. Therefore needs new breakthrough to detect toxic accurately by apllying Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, and Pueraria

javanica as bioindicator. The aim of this research were to observe LCC

performance, to study on tolerant and sensitive LCC species toward various of soil color of coal post mining, and to recommend LCC plants as cover ground or as an indicator of toxic. The result showed that the performance of three LCC species which planted on coal post mining soils were less than control soil. C. pubescens was the most tolerant the others species and could be cover ground. C.

mucunoides was the most sensitive than the others species, so it could be used as

Al toxic bioindicator.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

DETEKSI KERACUNAN ALUMUNIUM JENIS LEGUME

COVER CROPS PADA TANAH PASCA TAMBANG

BATUBARA DI PT. JORONG BARUTAMA GRESTON,

KALIMANTAN SELATAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Deteksi Keracunan Alumunium Jenis Legume Cover Crops pada Tanah Pasca Tambang Batubara di PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan

Nama : Prioki Kristi

NIM : E44090010

Disetujui oleh

Dr Ir Yadi Setiadi, MSc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen

(8)

Judul Skripsi : Deteksi Keracunan Alumunium Jenis Legume Cover Crops

pada Tanah Pasca Tambang Batubara di PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan

Nama : Prioki Kristi

NIM : E44090010 Dr Ir Yadi SetiadL MSc Dosen Pembimbing Dr Ir Nurheni Wiiayanto, MS .. Ketua Departemen. Tanggallulus:

03

MAR

2014

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Deteksi Keracunan Alumunium Jenis Legume Cover Crops pada Tanah Pasca Tambang Batubara di PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September hingga Oktober 2013.

Penulis menghaturkan terima kasih Dr Ir Yadi Setiadi, MSc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu, saran, motivasi, dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Oemijati Rachmatsjah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan bimbingan selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Silvikultur.

Terima kasih kepada orang tua, adik-adik, dan seluruh keluarga penulis yang telah banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan do’a untuk penulis. Terima kasih kepada kepala dan seluruh staf PT. Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan yang telah memberikan fasilitas penelitian dan pengambilan contoh tanah. Terima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Ekologi Hutan, khususnya Fiona Citra Anira, Khalid Hafazallah, Kak Susilo Rahmadianto, serta teman-teman di Silvikultur angkatan 46 yang selalu menginspirasi. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu kehutanan Indonesia.

Bogor, Maret 2014

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 Hipotesa 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Deskripsi ekologi tanaman legume cover crops 2

Centrosema pubescens (Benth.) 2

Calopogonium mucunoides (Desv.) 2

Pueraria javanica (Benth.) 3

Alumunium (Al) 3

Mekanisme keracunan alumunium pada tanaman 3

Mangan (Mn) 4

Besi (Fe) 4

METODE PENELITIAN 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Bahan penelitian 5

Data yang dikumpulkan 5

Prosedur Penelitian 5

Teknik pengambilan contoh tanah 5

Teknik pematahan dormansi biji LCC 5

Teknik pembuatan dan perlakuan contoh tanah 6

Prosedur Pengamatan 6

Rancangan Percobaan 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Daya Kecambah Benih dan Daya Hidup Tanaman legume

cover crops

8 Performa Pertumbuhan Akar legume cover crops 10 Performa Pertumbuhan Tajuk legume cover crops 14

Pembahasan 17

Performa jenis LCC pada Setiap Variabel yang ditanam pada Tanah Pasca Tambang

18

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21

(12)

DAFTAR TABEL

1 Persentase daya kecambah Benih (%) dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 8

2 Persentase daya hidup tanaman (%) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 9

3 Rata-rata panjang akar (cm) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 10

4 Rata-rata jumlah helai akar (helai) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 12

5 Rata-rata bobot kering akar (gram) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 13

6 Rata-rata jumlah helai daun (helai) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 15

7 Rata-rata bobot kering tajuk (gram) dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram persentase daya kecambah benih dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 9

2 Diagram persentase daya hidup tanaman dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 10

3 Diagram rata-rata panjang akar dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 11

4 Diagram rata-rata jumlah helai akar dari ketiga jenis LCC terhadap

berbagai jenis warna tanah 13

5 Diagram rata-rata bobot kering akar dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 14

6 Diagram rata-rata jumlah helai daun dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 16

7 Diagram rata-rata bobot kering tajuk (gram) dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai jenis warna tanah 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perfoma panjang akar dari ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, kuning, dan abu-abu) dan tanah

kontrol (coklat) dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 0.7 x) 22 2 Gejala keracunan Mn (Mangan) dan Fe (Besi) 24

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang (Kemenhut 2009).

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari kegiatan eksploitasi penambangan batu bara adalah terjadinya pembukaan lahan hutan yang menyebabkan timbulnya berbagai macam permasalahan lingkungan seperti terbentuknya lahan-lahan yang marginal, salah satunya adalah berubahnya struktur tanah yang tidak sesuai dengan kondisi alaminya dan perubahan susunan lapisan tanah penutup menimbulkan tanah teroksidasi dan berubah menjadi masam serta melarutkan Al, Fe, dan Mn menjadi tinggi hingga melebihi batas ambang yaitu Fe (> 1000 ppm) dan Al (>3 me /100 gram) sehingga bersifat toxic (Setiadi 2013). Menurut Hanafiah (2005), ambang batas kecukupan Mn (mangan) bagi tanaman berkisar 10-50 ppm.

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha penambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Kemenhut 2009). Dalam mendukung kegiatan reklamasi agar lahan dapat menyokong pertumbuhan tanaman diperlukan beberapa usaha untuk mengetahui sedini mungkin adanya

toxic pada areal yang telah direklamasi diantaranya dengan melakukan analisa

tanah, namun hal tersebut memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Dibutuhkan terobosan baru untuk mendeteksi dini keberadaan toxic yang tergolong mudah dan cepat yaitu dengan menggunakan tanaman sebagai

biological indicator. Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan deteksi awal

adanya toxic pada berbagai karaketristik warna tanah pasca penambangan batu bara dengan menggunakan tanaman LCC (Legume Cover Crops), yaitu

Centrosema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria javanica. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengamati performa tanaman LCC pada berbagai warna tanah pasca penambangan batu bara, 2) mengetahui jenis tanaman LCC yang toleran dan sensitif terhadap berbagai warna tanah pasca penambangan batu bara, dan 3) merekomendasikan tanaman LCC sebagai penutup tanah atau sebagai indikator keracunan Al

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah memberikan informasi tentang performa dan jenis tanaman LCC yang toleran terhadap berbagai karakteristik warna tanah dapat digunakan sebagai tanaman penutup, sedangkan yang sensitif dapat dipakai untuk indikator adanya toxic

(15)

2

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ketiga jenis LCC memiliki daya toleransi yang berbeda terhadap berbagai karakteristik warna tanah pasca penambangan batu bara

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ekologi Tanaman Legume Cover Crops A. Centrosema pubescens (Benth.)

Nama umum : Centro (Australia), jetirana (Argentina, Brazil), bejuco de

chivo (Colombia), Canpanilla (Colombia), butterfly pea.

Deskripsi : Tumbuhan kuat, melilit, dan memanjat. Memiliki daun trifoliate,warna daun pada setiap helainya berwarna hijau gelap, dan batang sedikit berbulu. Memiliki bunga yang berwarna ungu pucat.

Distribusi : tumbuhan asli dari Amerika Selatan Tropis. Diperkenalkan ke semenanjung Malaysia dan Indonesia sebagai tanaman penutup tanah yang kemungkinan berada selama abad ke 19. Sekarang banyak ditanam di daerah tropis dan 50 spesies tumbuh secara alami di amerika selatan.

Persyaratan suhu : Centrosema pubescens dapat hidup pada suhu 25,6oC/ (78oF).

Persyaratan tanah : Tumbuh pada berbagai jenis tanah, mulai dari liat berpasir sampai tanah liat. Tumbuh baik pada tanah alluvial dan tanah berbukit. Dapat tumbuh pada tanah dengan pH di bawah 4.0. Sementara itu, pH optimum untuk pertumbuhan berada diantara 4.9 dan 5.5 dengan membutuhkan banyak kapur.

Tingkat keracunan dan gejala : Pada tanaman yang masih muda, Centro dapat mentolerir kadar mangan (Mn) yang cukup tinggi di dalam tanah. Efek dari toksisitas mangan yang ditimbulkan adalah klorosis interveinal pada daun muda dan tunas seperti efek tanaman yang kekurangan besi (Fe) (Skerman 1977).

B. Calopogonium mucunoides (Desv.)

Nama umum : Calopo (Australia), rabo de iguana (Colombia), falsooro (Brazil)

Deskripsi : tanaman merambat, menjalar dengan batang ditutupi bulu-bulu halus dan dapat tumbuh dengan cara memanjat atau membelit. Memiliki daun yang membulat dengan helai daun berjumlah tiga helai (trifoliate). Memiliki bunga yang berwarna biru dengan bercak kuning kehijauan. Polongnya berbentuk pipih yang berukuran 2.5 cm - 4 cm dan setiap polong berisi 4-8 biji berwarna coklat muda atau coklat tua.

Distribusi : tumbuhan asli dari Amerika tropis Selatan dan penyebarannya secara luas sebagai tanaman penutup atau rumput liar di daerah tropis

Persyaratan suhu : Calopogonium mucunoides dapat tumbuh dan beradaptasi pada musim panas.

Persyaratan tanah : dapat menyesuaikan dengan berbagai tekstur tanah dan dapat tumbuh pada pH 4.5-5.0 (Skerman 1977).

(16)

3

C. Pueraria javanica (Benth.)

Nama umum : Puero (Australia), tropical kudzu (most of the tropics). Deskripsi : tanaman kuat, melilit, dan memanjat dengan perakaran yang kuat dan cukup ramping. Batang utamanya memiliki diameter sekitar 0.6 cm dan dapat memanjang 5 – 6 meter. Daunnya besar dan berjumlah tiga helai (trifoliate), menghasilkan panjang tangkai daun 5 – 10 cm ditutupi dengan bulu berwarna coklat

Distribusi : tanaman asli dari Asia tenggara, Malaysia, dan Indonesia serta tersebar luas di daerah tropis basah

Persyaratan tanah : memiliki rentang yang luas dalam beradaptasi dari tanah berpasir sampai tanah liat, meskipun tidak dapat tumbuh baik pada tanah yang sangat liat. Defisiensi besi (Fe) ditunjukkan pada pH 6.0 – 8.0 dan Produksi nitrogen (N) terbanyak pada nilai pH 4.0. (Skerman 1977)

Alumunium (Al)

Alumunium atau Al merupakan logam ringan yang jumlahnya sebanyak 7% dari kerak bumi dan unsur ketiga yang berlimpah setelah oksigen dan silikon. Pada kondisi tanah yang sangat masam dicirikan dengan rendahnya nilai pH, Al larut dalam bentuk kation Al dan hidroksi Al. Ion ini lebih mudah terjerap daripada ion hidrogen pada muatan elektrostatik negatif permanen dari mineral liat sehingga Al dalam larutan tanah berubah bentuk menjadi monomerik inorganik seperti Al3+ yang dapat meracuni akar tanaman (Soepardi 1983 dalam Fitriyani 2009). Selain itu, Pada tanah asam, Alumunium yang larut terdapat lebih banyak sehingga menghambat penyerapan besi. Menurut Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M (2005) Salah satu efek(dampak) primer yang paling cepat dari keracunan Al adalah penghambatan perpanjangan akar yang dapat diukur dalam waktu kurang dari 1 jam setelah akar bersentuhan dengan tanah. Menurut Setiadi (2013) peristiwa tersebut disebabkan nilai Al melebihi ambang batas yaitu > 3 me/100 gram. Selain itu, terdapat pula efek sekunder dari keracunan Al yaitu terhambatnya pertumbuhan tunas karena kekurangan induksi Al, terutama Mg, Ca, dan P, ketidak seimbangan phytohormone, dan tekanan kekeringan sebagai konsekuensi dari terganggunya pertumbuhan akar dan aktivitas akar (Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M 2005).

Mekanisme Keracunan Alumunium pada Tanaman

Alumunium menyerang akar tanaman pada bagian meristem apeks akar, khususnya pada bagian pektin matriks dinding sel dimana merupakan kelompok

carboxyic yang bermuatan negatif sehingga memiliki afinitas yang tinggi terutama

untuk Al3+ (Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M 2005). Hal tersebut menyebabkan senyawa Al3+ menggantikan Ca sehingga menurunkan sifat pemelaran dan kekakuan dinding sel dan akhirnya menghambat pertumbuhan akar. Selain itu, Al dapat menghentikan proses mitosis dan pembelahan sel, merusak membran plasma, merusak dinamika sitoskeletal, berinteraksi dengan mikrotubul dan filamen aktin, berinteraksi dengan transduksi sinyal, meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ sitoplasma, menginduksi pembentukkan ROS ( Reactive Oxigen Species), disfungsi mitokondria, dan juga merusak membran sel dengan peroksida lipid membran. Selain itu, alumunium yang masuk ke simplas

(17)

4

dapat menganggu metabolisme tanaman karena Al mengkelat dan menggantikan unsur hara esensial dari tempat berfungsinya.

Mangan (Mn)

Mangan merupakan komponen penting dari kloroplas dan turut dalam reaksi yang menghasilkan oksigen. Mangan berfungsi sebagai aktivator dari berbagai enzim, diantaranya enzim pentransfer-fosfat dan enzim-enzim dalam lingkar Kreb (Soepardi 1983). Konsentrasi mangan dalam larutan tanah meningkat setelah penggenangan air karena proses reduksi. Konsentrasi mangan tersebut dipengaruhi oleh pH tanah, kondisi redoks, dan adsorpsi bahan organik. Pada pH tanah yang rendah akan terjadi reduksi Mn4+ menjadi Mn2+. Diantara mangan dan besi, mangan memiliki tingkat kelarutan dan mempunyai nilai redoks yang lebih tinggi dari besi sehingga mangan akan terlebih dahulu direduksi daripada besi (Mohr et al., 1972 dalam Komara 2006). Mangan yang tereduksi menimbulkan gejala toksik pada tanaman diantaranya pada daun yang lebih tua terdapat bintik-bintik coklat, timbulnya klorosis, nekrosis, dan pergantian daun (Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M 2005). Mangan menyerang tanaman pada bagian apoplast, khususnya pada dinding sel. Hal tersebut terjadi karena pada tanaman yang sensitif Mn memacu PODs (Peroxides). PODs yang berada pada bagian Apoplastic Washing Fluid (AWF) meningkat secara signifikan dan secara bersamaan membentuk bintik -bintik berwarna coklat pada daun (Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M 2005)

Besi (Fe)

Besi merupakan unsur keempat terbanyak setelah oksigen, silikat dan alumunium dan menyusun 5 % dari kerak bumi. Rata- rata kandungan Fe dalam tanah diperkirakan 3,8 % (Tisdale et al., 1985). Fe bersifat esensial karena merupakan bagian dari enzim tertentu dan bagian dari berbagai protein yang membawa elektron dalam fotosintesis dan respirasi. Fe2+ dan Fe3+ merupakan bentuk umum besi dalam tanah. Pada pH tanah yang rendah menyebabkan kelarutan Fe tinggi dan Fe3+ tereduksi menjadi Fe2+ . Kelarutan Fe tersebut berkaitan dengan keberadaan oksida-oksida Fe, ketersediaan P, pengkelatan Fe, dan pembentukan FeS2 (Lindsay 1979 dalam Rizaldy 2009). Sementara itu, Reduksi besi dianggap sebagai reaksi terpenting karena meningkatkan ketersediaan fosfor dan melepaskan kation ke kompleks dapat dipertukarkan (Sanchez 1976 dalam Komara 2006).

FeS2 terbentuk karena tersingkapnya lapisan batuan yang tersusun atas senyawa sulfida yang teroksidasi, sehingga melepaskan ion hidrogen dan ion sulfat yang dapat menurunkan pH. Dalam keadaan reduksi, mineral FeS2 akan stabil dan tidak toksik pada tanaman,sedangkan pada keadaan teroksidasi FeS2 berubah menjadi toxic pada tanaman. Kecepatan penurunan pH akibat oksidasi pirit (FeS2) ditentukan oleh jumlah pirit, kecepatan oksidasi, dan kapasitas netralisasi (Van Breeman 1993 dalam Alwi 2011)

(18)

5

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan selama 1 bulan (September – Oktober 2013). Penelitian dilaksanakan di rumah kaca laboratorium ekologi, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tempat pengambilan contoh tanah diambil dari lokasi tambang batu bara di PT. Jorong Barutama Greston. Analisa tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sprayer, plastik sampel tanah kapasitas 5 kg, nampan plastik yang memiliki 2 ukuran yaitu (22.8 cm x 18 cm) dan (25.8 cm x 21 cm), label, saringan dengan ukuran 700mµ, solder, spidol tahan air, selotip, kamera, ATK (Alat Tulis Kantor), kalkulator, penggaris, benang jahit, mikroskop, palu, parang, pinset, gelas ukur, GPS (Global

Position System) untuk mengambil koordinat titik pengambilan contoh tanah , Soil Tester serta program Microsoft Office Excel 2010.

Bahan yang digunakan adalah 3 jenis biji LCC yaitu Centrosema

pubescens, Pueraria javanica, dan Calopogonium mucunoides, media

perkecambahan zeolit dan tanah yang diambil dari lahan pasca penambangan batubara yang berbeda warna

Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi :

a) Data primer, yaitu pengumpulan data melalui pengukuran dan pengamatan lapang, meliputi presentase daya hidup tanaman (%), jumlah daun (helai), daya kecambah (%), panjang akar (cm), jumlah akar (helai), dan biomassa tanaman (gram).

b) Data sekunder, yaitu pengumpulan data berupa hasil analisa tanah.

Prosedur Penelitian

Teknik Pengambilan Contoh Tanah (Setiadi 2013)

Teknik pengambilan contoh tanah untuk penelitian ini, meliputi:

1) Menentukan lokasi pengambilan sampel tanah berdasarkan warna tanah. 2) Melakukan pengambilan contoh tanah berdasarkan warna tanah yang

berbeda dengan menggunakan bor tanah.

3) Memasukkan contoh tanah yang berbeda warna (warna coklat (kontrol), (merah, kuning, dan abu-abu (tanah pasca tambang)) masing-masing kedalam setiap plastik yang sebelumnya telah diberi label.

4) Contoh tanah dikering-anginkan ditempat yang ternaungi selama 1 hari dan dihaluskan (ditumbuk dengan menggunakan palu), dan disaring dengan ukuran saringan 700mµ.

Teknik Pematahan Dormansi pada Biji LCC

1) Persiapkan biji LCC (Centrosema pubescens, Pueraria javanica, dan

(19)

6

2) Perendaman dan pengadukan biji LCC dalam larutan Clorox 90% dilakukan selama 3 – 5 menit.

3) Pada waktu perendaman, biji yang terapung dibuang dan diambil biji-biji yang masih terbenam di larutan clorox.

4) Kemudian biji dibilas (dicuci) dengan air sampai bau clorox hilang.

5) Biji-biji tersebut direndam dalam air hangat dengan suhu 800C selama satu malam.

6) Sebelum dikecambahkan, air sisa rendaman perlu dibuang dan dibersihkan dengan air beberapa kali, ditiriskan dan baru dikecambahkan.

Teknik Pembuatan dan Perlakuan Contoh Tanah

1) 2 nampan yang berukuran 22.8 cm x 18 cm dan 25.8 cm x 21 cm dipersiapkan.

2) Sebanyak 9 titik di bagian bawah nampan yang berukuran 22.8 cm x 18 cm dilubangi dengan menggunakan solder pada setiap sisi.

3) Buatlah penyangga pada nampan yang berukuran 22.8 cm x 18 cm sebanyak 4 buah

4) Setiap nampan yang berukuran 22.8 cm x 18 cm tersebut diisi dengan contoh tanah setinggi 2 cm. Pada setiap nampan dibuat tiga sekat untuk menempatkan tiga jenis LCC yang akan ditanam.

5) Zeolit setebal 1 cm diatas permukaan masing-masing contoh tanah sebagai media perkecambahan LCC ditaburkan .

6) Biji LCC yang telah dilakukan pematahan dormansi kemudian ditaburkan diatas zeolit. Jumlah masing-masing biji pada setiap jenis LCC adalah 50 biji.

7) Nampan yang telah diisi media tersebut kemudian diletakkan diatas nampan yang berukuran 25.8 cm x 21 cm.

8) Tambahkan air sebanyak 400 ml kedalam nampan yang berukuran 25.8 cm x 21 cm

Prosedur Pengamatan Daya kecambah benih

Perhitungan daya kecambah benih dilakukan dengan melakukan perhitungan dan pengamatan jumlah benih yang berkecambah dari total benih yang dikecambahkan pada minggu ke-1

Daya hidup tanaman

Perhitungan daya hidup tanaman dilakukan dengan melakukan pengamatan dan perhitungan jumlah benih yang hidup pada nampan setiap minggu selama penelitian (1 bulan).

(20)

7

Jumlah helai daun

Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun yang tumbuh pada setiap jenis LCC, pada semua daun yang telah membuka penuh pada, dan dilakukan setiap minggu sampai akhir penelitian (1 bulan)

Jumlah helai akar

Perhitungan jumlah helai akar dilakukan dengan melakukan pengamatan dan menghitung jumlah helai akar yang muncul dari leher akar pada setiap minggu sampai akhir penelitian (1 bulan)

Panjang akar

Perhitungan panjang akar dilakukan dengan melakukan pengukuran akar terpanjang pada setiap jenis LCC dengan menggunakan benang jahit dan dilanjutkan dengan mengukur benang jahit yang telah diukur menggunakan penggaris. Kegiatan ini dilakukan pada setiap minggu sampai akhir penelitian (1 bulan)

Bobot kering akar dan tajuk

Perhitungan bobot kering akar dan tajuk dilakukan dengan melakukan pengovenan selama 3 hari dengan suhu 500C pada setiap bagian tanaman seperti akar dan tajuk (batang dan daun) lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kegitan ini dilakukan pada setiap minggu sampai akhir penelitian ( 1 bulan)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam rancangan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data-data parameter hasil penelitian dianalisis menggunakan program Microsoft Office

Excel 2010.

Analisis Data

Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah data hasil pengukuran dan pengamatan daya kecambah benih (%), daya hidup (%), panjang akar (cm), jumlah helai akar (helai), jumlah daun (helai), bobot kering akar dan tajuk tanaman (gram). Data hasil pengukuran tersebut diolah menggunakan program

(21)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Daya Kecambah Benih dan Daya Hidup Tanaman Legume Cover Crops Daya Kecambah Benih

Daya kecambah benih yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-1. Hasil perhitungan daya kecambah semua jenis LCC pada berbagai macam warna tanah disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Persentase Daya Kecambah Benih (%) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Daya Kecambah (%)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 25 19 16

Tanah Abu-abu 24 13 18

Tanah Kuning 25 16 16

Tanah Kontrol 33 22 19

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 1, daya kecambah benih dari ketiga jenis LCC yang dikecambahkan pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki persentase daya kecambah benih yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning), C. pubescens merupakan tanaman yang memiliki persentase daya kecambah lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya.

Daya kecambah benih C. pubescens yang dikecambahkan pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 24.2%, 27.3%, dan 24.2%. Sementara itu, C. mucunoides yang dikecambahkan pada tanah tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan daya kecambah benih dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 13.6%, 40.9%, dan 27.3%, sedangkan pada tanaman P. javanica yang dikecambahkan pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan daya kecambah benih dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 15.8%, 5.3%, dan 15.8%. Diagram nilai persentase daya kecambah benih LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Gambar 1

(22)

9

Gambar 1 Diagram persentase daya kecambah benih dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Daya Hidup Tanaman

Daya hidup tanaman yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan pada berbagai warna tanah. Hasil perhitungan daya hidup tanaman LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase Daya Hidup Tanaman (%) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Daya Hidup Tanaman (%)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 20 13 17

Tanah Abu-abu 22 15 18

Tanah Kuning 31 19 32

Tanah Kontrol 33 13 19

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 2, daya hidup tanaman dari ketiga jenis LCC selama 4 minggu, menunjukkan bahwa daya hidup tanaman yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) dibandingkan dengan tanah kontrol memiliki respon yang berbeda-beda. Pada tanah pasca tambang (tanah merah dan abu-abu), C. pubescens merupakan tanaman yang memiliki nilai persentase daya hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya, sedangkan pada tanah pasca tambang ( tanah kuning), P. javanica memiliki nilai persentase daya hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua jenis lainnya.

Terdapat hal yang menarik pada hasil pengamatan daya hidup tanaman dimana P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning) memiliki nilai persentase daya kecambah benih yang lebih besar dibandingkan dengan tanah kontrol dan pasca tambang lainnya (tanah merah dan abu-abu)

0 5 10 15 20 25 30 35 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol P er sent a se (%) Warna tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(23)

10

masing-masing sebesar 40.6%, 46.9%, dan 43.8%. Hal serupa terdapat pada C.

mucunoides dimana daya hidup yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah

kuning) memiliki nilai persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah pasca tambang (tanah abu-abu, dan merah) dan tanah kontrol masing-masing sebesar 21.1%, 31.6%, dan 31.6%. Sementara itu, daya hidup tanaman C.

pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning, abu-abu, dan

merah) mengalami penurunan daya kecambah benih terhadap tanah kontrol masing-masing sebesar 6.1%, 33.3%, dan 39.4%. Diagram nilai persentase daya hidup tanaman LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Diagram persentase daya hidup tanaman dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Performa Pertumbuhan Akar Legume Cover Crops Panjang Akar

Panjang akar tanaman yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan dengan berbagai warna tanah. Hasil perhitungan rata-rata panjang akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata panjang akar (cm) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Rata-rata panjang akar (cm)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 1.67 1.44 3.66 Tanah Abu-abu 2.95 0.98 0.83 Tanah Kuning 3.26 1.14 1.26 Tanah Kontrol 8.24 9.16 8.34 0 5 10 15 20 25 30 35 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol P er sent a se (%) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(24)

11

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 3, panjang akar tanaman dari ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki persentase panjang akar yang lebih pendek dibandingkan dengan tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu dan kuning), C. pubescens merupakan tanaman yang memiliki panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya. Sementara itu, pada tanah pasca tambang (tanah merah), P. javanica memiliki panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya.

Data yang menyolok ditunjukkan pada panjang akar C. pubescens yang

ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning, abu-abu, dan merah) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 60.4%, 64.2%, dan 79.7%. Pada tanaman C. mucunoides yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning, abu-abu, dan merah) mengalami penurunan panjang akar dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 87.6%, 89.3%, dan 84.3%. Sementara itu, P.

javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning, abu-abu, dan

merah) mengalami penurunan panjang akar dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 84.9%, 90%, dan 56.1%. Diagram nilai rata-rata panjang akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai jenis warna tanah dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3 Diagram rata-rata panjang akar tanaman dari ketiga jenis LCC

terhadap berbagai warna tanah

Pada saat pengamatan, terlihat adanya gejala keracunan Al ditanah pasca tambang (tanah kuning, merah, dan abu-abu) tetapi tidak terdapat gejala keracunan pada tanah kontrol. Tanah pasca tambang (tanah abu-abu) memiliki nilai Al yang jauh lebih besar dibandingkan dengan dua tanah pasca tambang lainnya dan tanah kontrol. Hal ini dapat terlihat dari panjang akar yang memendek dan membengkak (Lampiran 1). Sementara itu, analisa tanah pasca tambang (tanah kuning, merah, dan abu-abu) serta tanah kontrol dapat dilihat pada Lampiran 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol Ra ta -ra ta pa nja ng a k a r (cm ) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(25)

12

Jumlah Helai Akar

Jumlah helai akar tanaman yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan terhadap berbagai warna tanah. Hasil perhitungan rata-rata jumlah helai akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata jumlah akar (helai) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah.

Warna Tanah Rata-rata jumlah akar (helai)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 5.01 5.11 5.03

Tanah Abu-abu 6.58 5.27 3.05

Tanah Kuning 6.60 4.91 5.00

Tanah Kontrol 9.48 9.48 7.79

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 4, jumlah helai akar tanaman dari ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki persentase jumlah helai akar yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu dan kuning), C. pubescens memiliki jumlah helai akar yang lebih banyak dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya. Pada tanah pasca tambang (tanah merah), C. mucunoides memiliki jumlah helai akar yang lebih banyak dibandingkan kedua jenis LCC lainnya.

Jumlah helai akar C. pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 47.2%, 30.6%, dan 30.4%. Pada tanaman C. mucunoides yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan jumlah helai akar dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 46.1%, 44.4%, dan 48.2%. Sementara itu, P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan jumlah helai akar dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 35.4%, 60.9%, dan 35.8%. Diagram nilai rata-rata jumlah helai akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai jenis warna tanah dapat dilihat pada Gambar 4.

(26)

13

Gambar 4 Diagram rata-rata jumlah helai akar tanaman dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Pada saat pengamatan, terlihat adanya gejala keracunan Al ditanah pasca tambang (tanah kuning, merah, dan abu-abu) tetapi tidak ada gejala keracunan pada tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu) tampak gejala yang lebih buruk dibandingkan dengan yang ditanam pada dua tanah pasca tambang lainnya dan tanah kontrol, hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah helai akar yang terbentuk (Lampiran 1)

Bobot Kering Akar

Bobot kering akar tanaman yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan dengan berbagai warna tanah. Hasil rata-rata bobot kering akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5 Rata-rata bobot kering akar (gram) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Rata-rata bobot kering akar (gram)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 0.13 0.06 0.21

Tanah Abu-abu 0.16 0.03 0.04

Tanah Kuning 0.21 0.02 0.15

Tanah Kontrol 0.49 0.24 0.13

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 5, bobot kering akar tanaman dari ketiga jenis LCC menunjukkan bahwa pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki bobot kering akar yang lebih sedikit dibandingkan pada tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu dan kuning), C. pubescens merupakan tanaman yang memiliki bobot kering akar yang lebih besar dibandingkan dengan kedua jenis LCC lainnya,

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol Ra ta -ra ta j um la h a k a r (hela i) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(27)

14

sedangkan pada tanah pasca tambang (tanah merah), P. javanica memiliki bobot kering akar yang lebih besar dibandingkan kedua jenis LCC lainnya.

Bobot kering akar C. pubescens pada tanah pasca tambang ( tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan terhadap tanah kontrol masing-masing sebesar 73.5%, 67.4%, dan 57.1%. Sementara itu, C. mucunoides pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan bobot kering akar dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 75, 2%, dan 91.7%, sedangkan pada tanaman P. javanica, bobot kering akar yang lebih baik terdapat pada tanah pasca tambang (tanah merah) dibandingkan dengan tanah pasca tambang lain (tanah kuning dan abu-abu) dan tanah kontrol masing-masing masing-masing sebesar 28.6%, 6%, dan 8%. Diagram nilai rata-rata bobot kering akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Gambar 5

Gambar 5 Diagram rata-rata bobot kering akar tanaman dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Performa Pertumbuhan Tajuk Legume Cover Crops Jumlah Helai Daun

Jumlah helai daun yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan dengan berbagai warna tanah. Hasil perhitungan rata-rata jumlah helai akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 6

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol Ra ta -ra ta bo bo t k er ing a k a r (g ra m ) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(28)

15

Tabel 6 Rata-rata jumlah helai daun dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Rata-rata jumlah daun (helai)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 2.16 2.34 3.43

Tanah Abu-abu 2.58 3.28 0.61

Tanah Kuning 2.73 1.83 1.55

Tanah Kontrol 4.67 7.17 7.18

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 6, rata-rata jumlah daun dari ketiga jenis LCC menunjukkan bahwa pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki jumlah helai daun yang lebih sedikit dibandingkan pada tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang (tanah merah), P.

javanica memiliki jumlah helai daun yang paling banyak dibandingkan kedua

jenis LCC lainnya. Sementara itu, pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu), C.

mucunoides memiliki jumlah helai daun yang paling banyak dibandingkan dengan

kedua jenis LCC lainnya, sedangkan pada tanah pasca tambang (tanah kuning), C.

pubescens memiliki jumlah helai daun yang lebih banyak dibandingkan dengan

kedua jenis LCC lainnya.

Jumlah helai daun C. pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan terhadap tanah kontrol masing-masing sebesar 53.8%, 44.8%, dan 41.5%. Sementara itu, jumlah helai daun C. mucunoides yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 67.4%, 54.3%, dan 74.5%, sedangkan jumlah helai daun P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 52.2%, 91.5%, 78.4%. Diagram nilai rata-rata jumlah daun dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Gambar 6

(29)

16

Gambar 6 Diagram rata-rata jumlah daun tanaman dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai jenis warna tanah

Tanah pasca tambang (tanah abu-abu), selain memiliki nilai Al (Alumunium) yang tinggi tetapi juga memiliki nilai Fe (Besi) yang tinggi dibandingkan dua tanah pasca tambang lainnya dan tanah kontrol. Hal ini terlihat pada pengamatan minggu ke-4 dimana daun C. pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu) mulai muncul gejala berupa noktah (bercak) berwarna kecoklatan yang tersebar merata pada seluruh bagian daun (Lampiran 2).

Unsur yang berbeda yaitu Mn (Mangan) memiliki nilai yang lebih tinggi pada tanah kontrol dibandingkan dengan tanah pasca tambang. Hal ini terlihat pada pengamatan minggu ke-4 dimana munculnya gejala berupa lingkaran klorosis pada daun tua (Lampiran 2)

Bobot Kering Tajuk

Bobot kering tajuk yang dihitung dalam penelitian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah dikecambahkan dengan berbagai warna tanah. Hasil perhitungan rata-rata bobot kering tajuk dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7 Rata-rata bobot kering tajuk (gram) dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Warna Tanah Rata-rata bobot kering tajuk (gram)

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Tanah Merah 0.54 0.24 0.53 Tanah Abu-abu 0.74 0.17 0.18 Tanah Kuning 0.69 0.13 0.19 Tanah Kontrol 1.68 0.69 0.53 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol Ra ta -ra ta j um la h da un ( hela i) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(30)

17

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada Tabel 7, bobot kering tajuk pada ketiga jenis LCC menunjukkan bahwa pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) memiliki jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan pada tanah kontrol. Pada tanah pasca tambang ( tanah merah, abu-abu, dan kuning), C. pubescens merupakan tanaman yang memiliki bobot kering tajuk lebih banyak dibandingkan kedua jenis LCC lainnya.

Bobot kering tajuk C. pubescens pada tanah pasca tambang ( tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 67.9%, 56%, dan 58.9%. Sementara itu bobot kering akar C. mucunoides pada tanah pasca tambang (tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 65.2%, 75.4%, dan 81.2%, sedangkan pada tanaman P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang ( tanah merah, abu-abu, dan kuning) mengalami penurunan dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol masing-masing sebesar 66% dan 64.2%. Diagram nilai rata-rata bobot kering tajuk dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah dapat dilihat pada Gambar 7

Gambar 7 Diagram rata-rata bobot kering tajuk tanaman dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai warna tanah

Pembahasan

Semua variabel yang diujikan dari ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang memiliki hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah kontrol. Menurut Setiadi (2013), nilai ambang batas toleransi Al adalah tidak boleh melebihi dari 3 me/100 gram namun berdasarkan hasil analisa tanah, nilai Al pada tanah pasca tambang memiliki nilai Al > 3 me/ 100 gram sehingga semua tanah pasca tambang mengandung toxic.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 Tanah Merah Tanah Abu-abu Tanah Kuning Tanah Kontrol Ra ta -ra ta bo bo t k er ing t a juk ( g ra m ) Warna Tanah Centrosema pubescens Calopogonium mucunoides Pueraria javanica

(31)

18

Performa Jenis LCC pada Setiap Variabel yang ditanam pada Tanah Pasca Tambang

C. pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah dan kuning) memberikan nilai persentase daya kecambah benih yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang lainnya. Hal ini diduga bahwa daya kecambah benih C. pubescens paling baik ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning dan merah). Sementara itu, C. pubescens yang ditanam pada tanah pasca tambang (kuning) memberikan hasil yang paling baik pada variabel daya hidup, panjang akar, jumlah helai akar, bobot kering akar, dan jumlah helai daun dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang lainnya. Hal ini karena C. pubescens merupakan tanaman yang tahan pada Al dan Mn yang tinggi (Purwanto 2007). Namun Al pada tanah pasca tambang (tanah kuning) memiliki nilai yang tidak melebihi pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu). Hal ini dapat dijadikan acuan bahwa C. pubescens merupakan tanaman yang dapat hidup pada tanah pasca tambang (tanah kuning) dengan nilai Al sebesar 5.80 me /100 gram. peristiwa tersebut berbanding lurus dengan variabel lainnya seperti panjang, jumlah, bobot kering akar dan jumlah helai daun, sedangkan untuk variabel bobot kering tajuk, C. pubescens memiliki nilai yang lebih baik jika ditanam pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu).

Lain halnya pada jenis tanaman C. mucunoides yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah) memberikan hasil yang lebih baik pada variabel daya kecambah. Hal ini diduga bahwa viabilitas biji C. mucunoides yang ditanam pada tanah tersebut lebih baik. Peristiwa tersebut berbanding lurus dengan variabel lainnya seperti panjang akar, bobot kering akar, dan tajuk tanaman. Hal menarik terdapat pada variabel daya hidup C. mucunoides yang memiliki daya hidup lebih tinggi jika ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning). Peristiwa ini diduga bahwa C. mucunoides merupakan tanaman yang toleran pada tanah pasca tambang (tanah kuning). Sementara itu, pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu) memberikan jumlah helai akar dan tajuk dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang lainnya.

Pada jenis tanaman P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah abu) memberikan hasil daya kecambah benih yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang lainnya. Hal ini diduga viabilitas benih yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah abu-abu) lebih baik. Sementara itu, hal yang menarik terdapat pada variabel daya hidup tanaman dimana P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning) memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang lainnya. Hal ini diduga bahwa P. javanica merupakan tanaman yang toleran pada tanah tersebut. Namun, P. javanica yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah) justru memberikan hasil yang paling baik pada variabel panjang akar, jumlah helai akar , berat kering akar, jumlah daun,dan bobot kering tajuk. Hal ini mengindikasikan bahwa P. javanica adalah tanaman yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada tanah pasca tambang (tanah merah) dengan nilai Al yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah kuning).

(32)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1.) Performa tanaman LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang memiliki hasil yang lebih pendek dibandingkan dengan yang ditanam pada tanah kontrol terhadap seluruh variabel yang diamati.

2.) Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada berbagai warna tanah pasca tambang, C. pubescens merupakan tanaman yang toleran, sedangkan tanaman yang sensitif adalah C. mucunoides.

3.) C. pubescens merupakan tanaman yang direkomendasikan sebagai tanaman penutup tanah sedangkan C. mucunoides merupakan tanaman yang direkomendasikan sebagai tanaman indikator keracunan Al.

Saran

1.) Penanaman LCC tidak dianjurkan pada tanah dengan nilai pH < 4 dan Al (Alumunium) > 3 me/100 gram.

2.) Perlu dicari cara yang efektif dan efisien untuk menanggulangi keracunan Al (Alumunium) pada tanah pasca tambang.

3.) Perlu penelitian lebih lanjut mengenai performa LCC jenis lainnya seperti

Mucuna pruriens (L.) dan Clotaria juncea.

4.) Perlu penelitian lebih lanjut mengenai gejala toxic akibat keracunan Al (Alumunium), Fe (besi), dan Mn (mangan) pada bagian daun tanaman.

(33)

20

DAFTAR PUSTAKA

Alwi M. 2011. Inaktivasi pirit dan jarosit terlapuk melalui pelindian dan penggunaan biofilter di tanah sulfat masam [Disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Fitriyani IH. 2009. Peranan eksudat akar rumput Brachiaria sp. terhadap kelarutan alumunium pada kultur pasir [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.

Horst W J, Staβ, Fecht-Christoffers M M. 2005. Plant Toxicology 4th

ed. Hock B, Elstner E F. New york: Marcel Dekker.

[Kemenhut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.60/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan. Jakarta: Kemenhut.

Komara AI. 2006. Pengaruh Perendaman terhadap kelarutan besi, mangan, dan fosfor pada andisol dan oksisol [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Purwanto I. 2007. Mengenal lebih dekat leguminoseae. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Rizaldy. 2009. Ketersediaan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Humic Dystrudept dan serapannya akibat pemberian beberapa bahan organik pafda budidaya tumpangsari tanaman brokoli (Brassica oleraceae) dan petsai (Brassica pekinensis) [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Setiadi Y. 2013. Implementation Revegetation Program at PT Jorong Barutama

Greston 1st Periode Tahun 2009 – 2013. Tidak dipublikasikan

Skerman PJ. 1977. Tropical Forege Legumes. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome.

Soepardi G. 1983. Sifat dan ciri tanah 2. Jurusan tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tisdale SLM, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil fertility and fertilizer. 4th. ed. New York (US): Macmillan Publishing Co.

(34)

21

(35)

Jenis warna

tanah

Legume Cover Crops

C. pubescens C. mucunoides P. javanica

Coklat

(kontrol) Tidak Ada

Kuning

Lampiran 1 Performa panjang dan jumlah helai akar dari ketiga jenis LCC yang ditanam pada tanah pasca tambang (tanah merah, kuning, dan abu-abu) dan tanah kontrol dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 0.7 x)

(36)

23

Merah

Abu-abu

(37)

24

Lampiran 2 Gejala keracunan pada tanaman, (a) Mn (Mangan), dan (b) Fe (Besi)

(a) Gejala Keracunan Mn (Mangan)

(38)

25

Lampiran 3 Hasil Analisa Tanah

(39)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada 29 Agustus 1990 dari pasangan R. Ari Krisnamurti dan Zuhriah sebagai putra pertama dari satu bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA RIMBA MADYA Bogor pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan, Program Studi Silvikultur melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.

Selama menjadi mahasiswa, penulis mendapatkan beasiswa BBM dari semester 5 sampai dengan semester 8. Penulis pernah menjadi anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) divisi kewirausahaan pada tahun 2010. Selain itu, penulis aktif di Himpunan Profesi Silvikultur Tree Grower Community sebagai anggota divisi Human Resource Development. Untuk mengembangkan kemampuannya di bidang akademik, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Ilmu Hama Hutan pada tahun 2012 dan 2013

Pengalaman penulis dalam hal akademis, penulis melaksanakan praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran - Gunung Sawal (2011), Magang Profesi di Litbang Kehutanan (2011), Praktek Pengolahan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi (2012), serta Praktek Kerja Profesi (PKP) di PT Jorong Barutama Greston, Kalimantan Selatan (2013)

Gambar

Gambar  1    Diagram  persentase  daya  kecambah  benih  dari  ketiga  jenis  LCC  terhadap berbagai warna tanah
Gambar  2    Diagram  persentase  daya  hidup  tanaman  dari  ketiga  jenis  LCC   terhadap berbagai warna tanah
Tabel 5  Rata-rata bobot kering akar (gram) dari ketiga jenis LCC terhadap  berbagai warna tanah
Diagram nilai rata-rata bobot kering akar dari ketiga jenis LCC terhadap berbagai  warna tanah dapat dilihat pada Gambar 5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Apabila ekonomi di Indonesia telah didasari oleh norma-norma hukum Islam, tentu tidak ditemukan orang miskin atau paling tidak orang miskin dapat diperdayakan

Hasil kajian ini mendapati bahawa pertubuhan sukarela wanita bukan setakat berperanan sebagai pencetus kesedaran berpersatuan dalam kalangan wanita dan kesedaran

Menurut Robiah (1993), seorang tokoh pengurusan yang bernama Peter Drucker, berpendapat bahawa pemimpin organisasi yang hanya menghabiskan 25 peratus daripada masanya untuk

Esto resulta sorprendente, ya que todas las poblaciones de marmota han sido objeto de explotación en los lugares en los que han convivido con el hombre, que las ha aprovechado por

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rubaltelli di Italia, menemukan perbedaan yang tidak signifikan antara kadar bilirubin serum pada kelompok neonatus yang

Berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan status zat gizi mikro sebelum hamil maupun konsumsi vitamin mineral sebelum hamil dengan outcome kehamilan,

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penilaian kinerja menggunakan Balanced Scorecard