• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR) MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL SURABAYA."

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE

SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR)

MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL

SURABAYA

SKRIPSI

Disusun Oleh :

NPM : 0532010207

YOHANES NURSIS AGUNG JATMIKO

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"

JAWA TIMUR

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul ” Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Referens ( SCOR ) ” di PT. Gunawan Dianjaya Steel ( GDS ) Surabaya.

Tugas akhir skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S-1 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penyelesaian laporan ini penulis tidak mungkin dapat bekerja sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Ir. Rus Indiyanto.MT dan Ir. Tri Susilo.MM selaku dosen pembimbing saya yang telah dengan sabar membibing pembuatan skripsi ini hingga selesai. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto. MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen penguji atas waktu yang diluangkan kepada kami

(3)

6. Bapak Lois Teguh Soejakso selaku HRD Personalia dan Pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT. Gunawan Dianjaya Stee ( GDS ) Surabaya

7. Keluargaku, terutama Papa, Mama, Robet, Novi dan Saudara tercinta yang telah memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik secara moril maupun materiil dalam proses penyusunan laporan ini.

8. Rekan-rekan Angkatan 2005 terutama cahyo BLACK yang telah dengan sabar membimbing dan mendukung dalam penyusunan laporan.

9. Dan yang terakir saya ucapkan terima kasih kepada My Sweet Love (Hanifa), yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.

Serta pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, disini penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Semoga Tugas Akhir Skripsi. ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca, instansi pemerintah serta lembaga pada umumnya.

Surabaya, 11 Juni 2010

Penulis

(4)
(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi…………...………...………... iii

Daftar Tabel...…...………...……….. iv

Daftar Gambar………...………... v

Daftar Lampiran...………. vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 3

1.3 Batasan Masalah ……..……….. 3

1.4 Asumsi-Asumsi ………. 4

1.5 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.6 Manfaat Penelitian ……… 4

1.7 Sistematika Penulisan ……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Tujuan Supply Chain Management... 7

2.2.Prinsip Pengukuran Kinerja Supply Chain... 9

2.3. Metode Pengukuran Kinerja Supply Chain... 12

2.4. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model... 14

2.5. Collaborative Planning and Replenishitment (CPFR) Model... 21

2.5.1. Maksud dan Tujuan CPFR... 21

(6)

2.6. Sistem Flexibilitas Manufaktur ... 23

2.7. Metode Pembobotan dengan Analythical Hierarchy Process (AHP).24 2.8. Peneliti Terdahulu... 32

2.8.1. Tugas Akhir Akhmad Zainur, Metode (SCOR)... 32

2.8.2. Tugas Akhir Amelia Rahmawati, Metode (SCOR)... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 36

3.2. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional... 36

3.3. Metode Pengumpulan Data... 40

3.3.1. Data Primer... 40

3.3.2. Data Sekunder... 41

3.4. Metode Pengolahan Data... 41

3.4.1. Penyusunan Kuesioner... 41

3.4.2. Penyebaran Kuesioner... 42

3.4.3 Uji Validitas... 42

3.4.4 uji Reliabilitas... 43

3.4.5. Perhitungan Nilai Normalisasi... 43

3.4.6. Perhitungan Nilai akhir Performansi Supply Chain…... 44

3.5. Metode Analisa Data... 44

3.5.1. Analisa Performansi Supplay Chain PT. GDS... 44

(7)

BAB IV PELAKSANAAN DAN ANALISA HASIL

4.1. Pengumpulan Data ... 54

4.2. Pembuatan Kuisioner Kualitatif KPI dan Indikator Performansi Supply Chain ... 54

4.2.1. Penyebaran Kuisioner KPI... 57

4.2.1.1.Data Primer Kuisioner AHP... 57

4.2.1.2.Pengolahan Data Dengan AHP Expetr Choice.. 58

4.2.1.3.Uji Konsistensi ... 60

4.2.1.4.Pembobotan Key Performance Indikator ... 62

4.2.1.4.1. Pembobotan Level Satu ... 63

4.2.1.4.2. Pembobotan Level Dua ... 64

4.2.1.4.3. Pembobotan Level Tiga ... 67

4.2.2. Penyebaran Kuisioner Indikator Kualitatif Performansi Supply Chain ... 72

4.2.2.1.Data Primer Kuisioner Indikator Performansi...74

4.2.2.2.Uji Kecukupan Data...76

4.2.2.3.Uji Validitas ...77

4.2.2.4.Uji Reliabilitas ...81

4.2.3. Hierarki Analisa Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain... 82

4.2.4. Pegumpulan Data Kuantitatif ... 85

4.3. Perhitungan Nilai Performansi Aktual Masing-masing KPI... 86

(8)

4.5. Perhitungan Nilai Performansi Tiap Level... .94

4.5.1. Perhitungan Nilai Performansi KPI Level Tiga...94

4.5.1.1.Plan ... 94

4.5.1.2.Source ... 97

4.5.1.3.Make ... 101

4.5.1.4.Deliver ... 105

4.5.1.5.Return ... 108

4.5.2. Perhitungan Nilai Performansi KPI level Dua ... 110

4.5.3. Perhitungan Nilai Performansi KPI Level Satu ... 111

4.6. Analisa dan Pembahasan... 112

BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 117

5.2. Saran ... 118

(9)
(10)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

LAMPIRAN II : KUISIONER PEMBOBOTAN AHP

LAMPIRAN III : KUISIONER INDIKATOR PERFORMANSI SUPPLY CHAIN TIAP-TIAP BAGIAN

LAMPIRAN IV : REKAP DATA KUISIONER AHP EXPERT CHOICE LAMPIRAN V : OUTPUT PROGRAM EXPERT CHOICE VERSI 9.0

LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN MANUAL AHP

LAMPIRAN VII : REKAP DATA KUISIONER INDIKATOR PERFORMANSI

SPSS

LAMPIRAN VIII : OUTPUT PROGRAM SPSS VERSI 15.0

LAMPIRAN IX : LAPORAN KEUANGAN DAN DATA INTERNAL

PERUSAHAAN UNTUK NILAI PERFORMANSI AKTUAL

LAMPIRAN X : PERHITUNGAN SCORING SYSTEM DENGAN NORMALISASI

(11)

xii

ABSTRAKSI

PT. Gunawan Dianjaya Steel merupakan perusahaan yang memproduksi plat baja. Di perusahaan ini, masih belum ada suatu sistem pengukuran kinerja yang sifatnya menyeluruh atau komprehensif melainkan selama ini hanya menampilkan kinerja yang menitikberatkan pada masing-masing departemen saja sehingga kurang efektif dan efisien. maka kinerja perusahaan secara keseluruhan juga mengalami penurunan. Dalam melakukan monitoring diperlukan suatu mekanisme kontrol kinerja untuk memonitor tiap-tiap indikator kinerja supply chain perusahaan, dimana perlu pula diperhatikan bahwa ada indikator kinerja yang harus dimonitor tidak hanya oleh 1 channel saja melainkan harus dimonitor secara bersama-sama oleh 2 atau lebih bagian dalam jaringan (network) supply chain.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah : Untuk mengetahui tingkat kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel apabila diukur dengan metode Supply Chain SCOR (Supply Chain Operations Refference).SCOR model sendiri dikembangkan oleh suatu lembaga professional, yaitu Supply Chain Council

(SCC). Supply Chain Council (SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR Research. Process Reference Model

merupakan konsep untuk mendapatkan suatu kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui perangkat lunak Expert Choice Versi 9.

Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap Kinerja berdasarkan metode supply chain dengan pendekatan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yaitu : Plan yaitu kehandalan dan respon ataupun tindakan perusahaan dalam merencanakan pelaksanaan order (74,725).Source yaitu proses pembelian material / bahan baku kepada pihak supplier (62,738). Make yaitu proses produksi yang berlangsung lama bernilai (67,473). d.Deliver yaitu proses pengiriman guna memenuhi permintaan konsumen (31,147). Return yaitu penanganan masalah pengembalian barang jadi (71,435). Kinerja PT. Gunawan Dianjaya Steel setelah diukur dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari setiap indikator maka didapatkan angka 59,549. Angka ini menunjukkan bahwa perusahaan ini cukup. dalam menjalankan ordernya, mulai dari hubungan dengan supplier, hubungan dalam internal perusahaan maupun konsumen selaku pemesan order.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply

chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar yang ada di dunia.

Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini menuntut perusahaan untuk

menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Esensi dari persaingan

terletak pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan proses dalam menghasilkan

produk dan atau jasanya yang lebih baik, lebih murah dan cepat dibanding pesaingnya.

Untuk itu dalam rangkaian kerja tersebut sebuah perusahaan harus dapat memperbaiki

kinerjanya agar dapat terus bersaing dan mengalami kemajuan. Berdasarkan fenomena di

negara-negara maju, ternyata kunci tingkat kinerja dari perusahaan multinasional terletak

pada kemampuan perusahaan bekerjasama dengan para mitra bisnisnya.

PT. Gunawan Dianjaya Steel merupakan perusahaan yang memproduksi plat baja.

Di perusahaan ini, masih belum ada suatu sistem pengukuran kinerja yang sifatnya

menyeluruh atau komprehensif melainkan selama ini hanya menampilkan kinerja yang

menitikberatkan pada masing-masing departemen saja sehingga kurang efektif dan

efisien. maka kinerja perusahaan secara keseluruhan juga mengalami penurunan. Dalam

melakukan monitoring diperlukan suatu mekanisme kontrol kinerja untuk memonitor

(13)

melainkan harus dimonitor secara bersama-sama oleh 2 atau lebih bagian dalam jaringan

(network) supply chain.

Supply Chain Management merupakan solusi dimana penulis berusaha menyatukan aspek-aspek yang telah ada dari semua aktivitas yaitu sejak material datang

dari pihak supplier, kemudian material itu diolah menjadi produk jadi sampai produk itu didistribusikan ke konsumen sehingga didapatkan hasil yang terintegrasi.Untuk

mengetahui kinerja perusahaan dengan Supply Chain diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan yaitu model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Dari pengukuran tersebut didapatkan hasil kinerja yang akan mengarahkan perusahaan dan

memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan itu sendiri, supplier maupun konsumen.

SCOR model sendiri dikembangkan oleh suatu lembaga professional, yaitu

Supply Chain Council (SCC). Supply Chain Council (SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR Research. Process Reference Model merupakan konsep untuk mendapatkan suatu kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan

fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain Council, 2004)

Kelebihan daripada Supply Chain Operations Reference (SCOR) model dibandingkan dengan pendekatan akan Supply Chain adalah :

1. Balanced Scorecard dipusatkan dengan pengukuran level atas eksekutif, sedangkan SCOR Model secara langsung menunjuk pada pengukuran seimbang

(14)

2. The Logistic Scoreboard ini hanya terbatas atau difokuskan pada aktivitas pengadaan dan produksi dalam Supply Chain.

3. Activity Based Costing, lebih mendekatkan pada tenaga kerja, material, dan pemakaian peralatan.

4. Economic Value-Added, pengukurannya berdasarkan atas pengoperasian laba dari modal usaha sampai modal dari penjualan saham dan hutang.

Untuk mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan maka dari itu dilakukan

pengukuran ini dengan harapan dapat membantu pihak manajemen agar bisa mengetahui

kemampuan perusahaan saat ini, kelemahan, serta prioritas di masa yang akan datang.

I.2. Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat

diambil adalah sebagai berikut “Berapa besar nilai Pengukuran kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel ?”

I.3. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini terdapat batasan-batasan masalah yang tidak dapat

diteliti yaitu :

1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) hanya terbatas pada 5 aspek saja meliputi Reliability, Responsiveness, Flexibility, Cost, Assets.

2. Penelitian hanya dilakukan pada satu jenis produk saja yaitu plat baja dan

(15)

I.4 Asumsi-asumi

Asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah :

1. Semua kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan

secara signifikan.

2. Bahwa karyawan mempunyai skill yang sama pada setiap posisi.

3. Bahwa karyawan mampu bekerja sama secara kolektif dan individu dalam tingkat

yang lebih tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun

strategi.

I.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan skripsi

ini adalah : Untuk mengetahui bearapa nilai kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel apabila diukur dengan metode Supply Chain SCOR (Supply Chain Operations Refference).

I.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini antara lain :

1. Manfaat untuk kepentingan ilmiah.

Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai informasi dan pertimbangan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat untuk perusahaan.

Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan atau pihak

(16)

Dan juga dapat memaksimalkan hubungan antar bagian serta dengan para mitra

bisnisnya.

3. Manfaat bagi peneliti.

Sebagai studi banding antara teori yang diterima dibangku kuliah dengan keadaan

nyatanya.

I.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah,

tujuan penelitian, asumsi, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan,

yang diharapkan mampu memberikan gambaran pelaksanaan dan pembahasan

laporan skripsi ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan

yang diteliti yaitu mengenai Supply Chain Management dan bagaimana cara mengukur performansi kinerja perusahaan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi dan definisi

variabel serta langkah-langkah pemecahan masalah.

BAB IV : PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL

Bab ini berisi tentang pengumpulan data, berupa indikator-indikator kinerja

(17)

berikut pula definisi, ukuran kinerja dan periodisasi pengukuran

masing-masing indikator kinerja. Bab ini juga berisi uji pembobotan dengan

perhitungan AHP antar indikator, uji kenormalan data, dan pada akhirnya

dilakukan perancangan mekanisme kontrol kinerja untuk masing-masing

indikator, pada bab ini juga berisi pengolahan data. Disamping itu juga berisi

analisa hasil penilaian yang dilakukan peneliti bersama-sama dengan

manajemen perusahaan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari

pengolahan data kemudian dilakukan pula analisa kapabilitas proses untuk

indikator kinerja terpilih dan usulan perbaikan yang diperlukan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab iniberisi kesimpulan yang didapat dari penelitian skripsi dan saran-saran

sebagai masukan untuk pelaksanaan performansi perusahaan.

(18)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Tujuan Supply Chain Management

Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik.

Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan,

dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan

masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas

yang terbentang sangat panjang sejak bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai

konsumen akhir, yang merupakan mata rantai persediaan. (Indrajit dan Djokopranoto,

2002)

Supply chain management melibatkan banyak pihak didalamnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam usaha untuk memenuhi permintaan konsumen.

Di sini supply Chain tidak hanya melibatkan manufaktur dan supplier, tetapi juga

melibatkan banyak hal antara lain transportasi, gudang dan juga konsumen itu sendiri.

(Chopra, 2001)

Menurut Fortune Magazine, Supply Chain Management adalah merupakan proses

dimana perusahaan memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan.

Supply Chain Management merupakan filosofi manajemen yang secara

terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang kompeten untuk digabungkan baik

dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu

Supply Chain untuk memasuki sistem Supply yang berkompetitif tinggi dan

(19)

dan sinkronisasi aliran produk, jasa dan informasi untuk menciptakan sumber nilai

pelanggan (customer value) yang bersifat unik.

Pengertian Supply Chain management adalah jaringan organisasi yang melibatkan

hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang

memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.

Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama

adalah aliran barang yang mngalir dari hulu (upstream) ke hilir(downstream). Yang

kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga

adalah aliran infomasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. ( Pujawan,

2005)

Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi

dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring

dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama,

yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

(Indrajit & Djokopranoto, 2002)

Supply Chain Management terdiri atas 3 elemen yang saling berhubungan satu sama

lain, yaitu :

1. Struktur jaringan Supply Chain

Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota Supply Chain lainnya.

2. Proses bisnis Supply Chain

Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.

(20)

Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun

sepanjang Supply Chain.

Adapun tujuan dariataupun proses Supply Chain ini adalah :

 mengembangkan team yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat memberikan persetujuan produk dan jasa menguntungkan kedua belah pihak pada pelanggan

secara strategik.

 membuat kontak hubungan yang secara efisien menangani pertanyaan-pertanyaan dari semua pelanggan.

 secara terus-menerus mengumpulkan, menyusun dan meng-update permintaan pelanggan untuk menyesuaikan demand dengan supply.

 mengembangkan sistem produksi fleksibel yang tanggap secara cepat pada perubahan kondisi pasar.

 mengatur hubungan supplier sehingga quick response dan perbaikan berkesinambungan dapat berjalan lancar.

 pengiriman pesanan tepat waktu dan benar 100%.

 meminimasi waktu siklus ketersediaan retur (return to available).

(Miranda dan Amin Widjaja Tunggal, 2001)

2.2. Prinsip Pengukuran Kinerja Supply Chain

Secara historis, pengukuran kinerja berkembang di perusahaan seringkali bersifat

fungsional – based yaitu pengukuran dilakukan untuk menampilkan kinerja dari

masing-masing departemen. Pengukuran tersebut dirasakan kurang efektif karena adanya

(21)

kinerja mereka sendiri-sendiri dan bukan kinerja perusahaan secara keseluruhan,

akibatnya akan menimbulkan peluang terjadinya konflik kepentingan diantara

masing-masing departemen.

Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan efisiensi

dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern, pengukuran kinerja bukan

hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja, melainkan juga dapat

memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.

Ide pengukuran kinerja ini pertama kali diawali dari pengukuran operasi

manufaktur yang dilakukan oleh F.W. Taylor (father of scientific methods) pada awal

abad ke-20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi gerak dan waktu. Penelitian ini

dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada dianalisa untuk membuat standar

kerja dari pekerja yang ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan

menetapkan kinerja dan efisiensi pekerja tersebut.

Lama kelamaan, pandangan pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada

penelitian kinerja individu melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis

perusahaan dan perilakunya. Pengukuran Kinerja Supply Chain sangatlah penting karena

berdampak pada bagaimana suatu perusahaan dapat menilai apakah rantai persediaaannya

telah meningkat atau bahkan mengalami penurunan. Ataupun juga dapat menentukan

jalan atau cara ke arah pemeliharaan menuju keberhasilan sasaran hasil peningkatan

rantai persediaannya.

Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara lain :

(22)

 Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan, namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.

 Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas operasional.

(Lapide, 2000)

Pengukuran kinerja terhadap Supply Chain haruslah mengandung

indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan

pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :

 Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ?

 Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?

 Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa, memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?

Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas yang

mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu penggunaan

ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :

Universality (bersifat umum dan mudah diukur).

Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat

diukur).

(23)

2.3. Metode Pengukuran Kinerja Supply Chain

Ada berbagai macam cara pengukuran kinerja yang pernah dilakukan

perusahaan-perusahaan dunia. Salah satunya adalah cara pengukuran yang dilakukan oleh sebuah

supermarket. Pertama mereka menentukan obyektif kinerja yang dibutuhkan di dalam

pengukuran tersebut, seperti quality, speed, realibility, flexibility, dan sebagainya.

Obyektif tersebut diberi skor dan bobot. Tingkat pemenuhan kinerja didefinisikan oleh

normalisasi dari indikator kinerja tersebut. Untuk strategi Supply Chain yang pasti,

berlaku hubungan sebagai berikut :

Pi

=

n

i j

j ij W

S

=

dimana :

Pi

n = jumlah obyektif kinerja

= total kinerja supply chain varian i

Sij

W

= skor supply chain ke i didalam obyektif kinerja ke j

j

Di dalam pengukuran ini, langkah pertama adalah melakukan pembobotan.

Pembobotan dilakukan dengan cara Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana setiap

obyektif kinerja dipasangkan dan dilakukan perbandingan tingkat kepentingannya.

Langkah kedua adalah pendefinisian dari indikator kinerja dan melakukan pengukuran.

Skor di dalam obyektif pengukuran yang berbeda-beda didefinisikan dengan bantuan 6

langkah, yaitu :

= bobot dari obyektif kinerja

1. Pendefinisian setiap indikator

(24)

3. Pendefinisian interval skor untuk setiap indikator

4. Pendefinisian skor dar indikator

5. Penjumlahan skor

6. Normalisasi dari skor

Setiap indikator memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran yang

berbeda-beda pula. Oleh karena itu, diperlukan proses penyamaan parameter, yaitu

dengan cara normalisasi tersebut. Di sini normalisasi memegang peranan cukup penting

demi tercapainya nilai akhir dari pengukuran performansi. Normaliosasi Snorm De Boer

ada 2 macam yaitu Low is better (semakin kecil nilai semakin baik) dan Large is better

(semakin besar nilai semakin baik).

Proses normalisasi Large is better (semakin besar nilai semakin baik)dilakukan

dengan rumus normalisasi Snorm dr De boer, yaitu :

(

max min

)

100

min

x S S

S Si Snorm

− − =

Keterangan :

− Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai

− Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator performansi

− Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator performansi

Proses normalisasi Low is better (semakin besar nilai semakin baik)dilakukan dengan

rumus normalisasi Snorm dr De boer, yaitu :

(

)

100

min max

max

x S

S

Si S

Snorm

(25)

Keterangan :

− Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai

− Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator performansi

− Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator performansi

Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval nilai

tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan seratus (100) diartikan

paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu

didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.

Untuk memantau nilai pencapaian kinerja terhadap nilai pencapaian terbaik atau

target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem monitoring indikator

kinerja. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian kinerjanya dapat dikategorikan kedalam

kondisi yang sangat rendah (poor) sdangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas

90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali (exellent).

Tabel 2.1.Sistem Monitoring Indikator Performansi

Sistem Monitoring Indikator Performansi

< 40 Poor

40 – 50 Marginal

50 – 70 Average

70 – 90 Good

> 90 Exellent

(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)

2.4. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model

Ada metode pengukuran kinerja Supply Chain yang lain, yaitu salah satunya adalah

model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu lembaga

(26)

diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR

Research. Process Reference Model merupakan konsep untuk mendapatkan suatu

kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas

bisnis yang diasosiasikan dengan fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan

customer. (Supply Chain Council, 2004)

Kelebihan daripada Supply Chain Operations Reference (SCOR) model

dibandingkan dengan pendekatan akan Supply Chain adalah :

1. Balanced Scorecard dipusatkan dengan pengukuran level atas eksekutif,

sedangkan SCOR Model secara langsung menunjuk pada pengukuran seimbang

Supply chain Management .

2. The Logistic Scoreboard ini hanya terbatas atau difokuskan pada aktivitas

pengadaan dan produksi dalam Supply Chain.

3. Activity Based Costing, lebih mendekatkan pada tenaga kerja, material, dan

pemakaian peralatan.

4. Economic Value-Added, pengukurannya berdasarkan atas pengoperasian laba dari

modal usaha sampai modal dari penjualan saham dan hutang.

(27)

Gambar 2.1 Supply Chain Model

(Sumber Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview

Version 6.1,

Ada 5 ruang lingkup dari proses SCOR, yaitu :

1. PLAN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan keseimbangan antara

permintaan aktual dengan apa yang telah direncanakan atau proses perencanaan

untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan

tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman terbaik.

2. SOURCE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan pembelian material / bahan

baku untuk memenuhi permintaan yang ada dan hubungan perusahaan dengan

supplier.

3. MAKE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses transformasi bahan

baku menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi

(28)

4. DELIVER, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan persediaan barang jadi,

termasuk di dalamnya mengenai manajemen transportasi, warehouse, yang

semuanya itu untuk memenuhi permintaan konsumen.

5. RETURN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses pengembalian

produk karena alasan tertentu, misalnya karena produk tidak sesuai dengan

permintaan konsumen dan lain sebagainya.

Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5 (lima)

proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return dimana ini

pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level untuk pengukuran

kinerjanya. Didalam level dua SCOR, dimunculkan setiap aspek yang akan diukur.

Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness, flexibility, costs, dan assets. Dari

masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks pengukuran yang akan

diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR, digambarkan mengenai mapping

supply chain perusahaan yang akan diukur kinerja nya. Sedangkan untuk level tiganya,

setiap komponen yang ada di mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan

sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai

dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur.

(Supply Chain Council,2004) Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode

SCOR, adalah sebagai berikut :

Gunasekaran et al., 2001

Gunasekaran et al (2001) mengembangkan suatu kerangka pengukuran kinerja

dimana indikator kinerja didefinisikan berdasarkan empat proses Supply Chain yang

(29)

Setiap indikator kinerja diidentifikasikan selanjutnya digolongkan ke dalam tiga level

strategis, taktis dan operasional karena indikator kinerja yang digunakan akan

mempengaruhi keputusan yang dibuat pada masing-masing level tersebut. Adapun

beberapa indikator kinerja yang digunakan sesuai dengan lima proses Supply Chain

adalah :

Tabel 2.2. Key Performance Indikator (KPI)

PLAN

Realiability Number of production schedule revision

Percentage of adjusted production quantity Inventory turnover rate of material

Internal relationship / Accuracy of information

Planning employee reliability / Reliability of employee related to planning process

Responsiveness Time to produce a production schedule Time to revise production schedule

Assets Assets Turn Over

Inventory Turnover Rate

SOURCE

Reliability Material on time delivery performance

Mean lateness of material delivery Supplier relationship (material) supplier reliability

Responsiveness Source volume responsiveness of material Purchase order cycle time

Flexibility Source volume flexibility of material

Minimum Order quantity of material

Cost Material Acquisition Cost as percentage of

sales

Assets Raw material turnover rate

MAKE

Realiability Repair time percentage

Breakdown time percentage

(30)

Responsiveness Production lead time

Make volume responsiveness

Flexibility Make volume flexibility

Cost Efisiensi mesin

Efisiensi Produk

Efisiensi Produksi

Manufacturing cost as percentage of sales

Assets WIP turnover rate

WIP inventory days of supply

DELIVER

Reliability Customer relationship

Responsiveness On time delivery

Flexibility Minimum delivery quantity

Cost Transportation cost as percentage of

sales (%)

Assets Finished good inventory days of supply

Finished good turnover rate

RETURN

Riliability Product reject rate

Number of customer complaint

Responsiveness Time to solve a complaint

A. Aspek Realibility

1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik

persediaan yang ada di gudang dengan catatan yang ada.

2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke

(31)

3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan

persediaan.

B. Aspek Responsiveness

1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal

produksi.

2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk

memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis

material tertentu dari permintaan awal suatu order.

C. Aspek Flexibility

1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi supplier

dalam setiap kali order.

2. Make volume flexibility, yaitu prosentase peningkatan yang dapat dipenuhi oleh

produksi dalam kurun waktu tertentu.

D. Aspek Cost

1. Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk cacat.

2. Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk perawatan mesin

produksi.

E. Aspek Assets

1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material dengan

waktu pembayaran ke supplier.

2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang untuk

pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang pembayaran dari

(32)

2.5. Collaborative Planning Forecasting And Replenishment (CPFR)

Banyak peramalan yang proses peramalannya tidak dilakukan sendiri, tetapi

dilakukan bersama – sama dengan chanel - chanel daripada rantai supply chain,

misalnya CPFR (www.Google.com). CPFR merupakan singkatan dari Collaborative Planning Forecasting And Replenishment. CPFR merupakan serangkaian pedoman –

pedoman yang didukung dan diterbitkan oleh Voluntary Inter Industry Commerce

Standards ( VICS ) Association. CPFR menunjukkan suatu proses kolaborasi antara

perusahaan – perusahaan melalui supply chain participants sehingga mereka dapat

mengatur perencanaan komersial, kategori produk, pengenalan produk baru dan

pengiriman mereka secara kolaboratif.

Maksud dan Tujuan CPFR :

CPFR adalah ramalan dan informasi bisnis yang berkaitan diantara para rekan

bisnis pada rantai supply chain untuk memudahkan pergudangan produk. CPFR

dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan produksi barang dari bahan mentah, kepada

pengusaha retailer. CPFR juga dirancang untuk mengidentifikasikan perbedaan pada

ramalan, inventaris, dan pengaturan data sehingga permasalahan dapat diketahui sebelum

dampak negatif terjadi pada penjualan.

CPFR bekerja dengan membagi sejarah penjualan, proyek penjualan dan

informasi penting lainnya dengan partner bisnis dan sebaliknya partner bisnis akan

membagi penyediaan bahan mentah, menyediakan waktu dan informasi penting.

Kemudian informasi tersebut digabungkan, disinkronisasikan dan digunakan untuk

menghilangkan kelebihan inventaris dan peningkatan pada posisi Stock untuk

(33)

Manfaat CPFR ada 2, yaitu :

A. Manfaat CPFR untuk permintaan :

1. Peningkatan hubungan

Secara implisit, CPFR memperkuat suatu hubungan yang ada dan secara

subtansial atau mempercepat pertumbuhan suatu hubungan baru. Pembeli dan

penjual bekerja seiring sejalan dari permulaan hingga hasil pada rencana bisnis,

basis dan ramalan promosi. Pertemuan – pertemuan kontinyu CPFR memperkuat

hubungan ini.

2. Penjualan yang lebih besar

Kolaborasi yang erat diperlukan untuk implementasi atau pelaksanaan CPFR

mendorong perencanaan untuk suatu perbaikan rencana bisnis antara penjual dan

pembeli. Keunggulan bisnis strategi secara langsung menyebar ke peningkatan

kategori penjualan.

3. Manajemen kategori

Sebelum memulai CPFR, kedua pihak menginspeksi pengkategorian dan

pengeksposan yang ditargetkan untuk menjamin persediaan barang pada

penyebaran di konsumen. Pemeriksaan yang teliti akan menghasilkan perbaikan

pengaturan kategori melalui manajemen kategori yang sehat.

4. Perbaikan penawaran atau suplai produk

Sebelum implementasi CPFR, pembeli dan penjual berkolaborasi atas suatu

skema produk timbal balik yang mencakup evaluasi dan peluang produk

(34)

2.6. Sistem Fleksibilitas Manufaktur

Pengertian Fleksibilitas pada Fleksibilitas manufaktur disini adalah kemampuan

untuk memproses bermacam-macam benda dengan bentuk yamg berbeda-beda dan pada

Sistem kerja yang berbeda-beda pula, Fleksibilitas juga berarti kemampuan untuk

mengubah bentuk benda produksi sesuai dengan permintaan yang datang ( Groover 2000

), Sedangkan menurut Zhang ( 2003 ) Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan

Organisasi untuk memenuhi setiap peningkatan Varietas dari ekspektasi yang dipunyai

oleh konsumennya tanpa menimbulkan pengurangan pada cost, waktu, dan perubahan

pada organisasi, sedangkan fleksibilitas manufaktur di definisikan sebagai kemampuan

dari organisasi untuk memanage sumberdaya produksi dan ketidak pastian yang ada

untuk menemukan berbagai permintaan dari konsumennya, fleksibilitas manufaktur

sering kali diidentikkan dengan system fleksibel mesin ( Fleksible Machine System ).

Menurut Groover (2000) sebuah sistem manufaktur baru dapat dikatakan Fleksibel jika :

1. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan proses produksi

yang mempunyai ciri yang berbeda ataupun benda yang berbeda berdasarkan system.

2. Mampu dengan cepat mengubah instruksi operasi.

3. Mampu dengan cepat mengubah dari physical set up .

Sebenarnya Fleksibilitas dapat diterapkan baik itu pada sistem manual

maupun pada sistem otomatis. Pada sistem manual, karena sebagian besar operasi

dikerjakan oleh tenaga kerja manusia maka pekerjaannyalah yang memungkinkan

(35)

Agar bisa dikualifikasikan sebagai fleksibel, sebuah sistem manufaktur harus

memenuhi beberapa kriteria. Berikut ini akan disebutkan beberapa tes yang dapat

digunakan untuk menguji suatu Fleksibilitas dari sebuah sistem manufaktur otomat.

2.7. Metode Pembobotan Dengan Analythical Hierarchy Process (AHP)

Analytic Hierarchy Process atau yang dikenal sebagai metode AHP adalah teknik

pengambilan keputusan dan menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak

terstruktur yang memasukkan kriteria ganda, baik yang bersifat nyata (tangible), tidak

nyata (intangible), kuantitatif maupun kualitatif, serta memperhitungkan adanya konflik

maupun perbedaan. Metode ini dikemukakan oleh Thomas L. Saaty dari University of

Pittsburgh.

Salah satu keuntungan utama Analytic Hierarchy Process (AHP) yang mana

membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya ialah tidak ada syarat

konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia

sebagian didasari logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti

perasaan, pengalaman dan intuisi.

Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu

ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi-interaksi fungsional dari

komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem. Ada dua macam

hierarki, antara lain :

1. Hierarki Struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka.

(36)

kompleks, yaitu dengan memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera

menjadi gugusan yang semakin kecil.

Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.

2. Hierarki Fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial mereka.

Hierarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang

diinginkan.

Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien, atau kebahagiaan yang perlu

dipertimbangkan.

Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan,

kriteria, dan kegiatan yang harus dimasukkan ke dalam tersebut. Gagasan penyusunan

mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan hubungan

atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literature untuk memperkaya ide, atau

seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.

Tujuan utama yang akan dicapai harus diidentifikasi pada puncak hierarki, sub

tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para

pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari pelaku-pelaku

itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka, dibawahnya adalah

level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level dari semua kemungkinan

(37)

Level 1

Level 2

Level 3

[image:37.612.85.509.92.350.2]

Level N

Gambar 2.2 Struktur Hierarki

Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita mempunyai

beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita melakukan perbandingan

berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam hubungannya dengan usaha jangka

pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan juga matriks perbandingan berpasangan

yang berhubungan dengan keefektifan dan kesuksesan.

Akhirnya, pada level terbawah kita membandingkan pilihan-pilihan terhadap tiap

kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi. Dengan

demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight overall tertinggi.

Jika kita meneliti penilaian-penilaian yang ada sehingga kita yakin bahwa kita telah

mempertimbangkan semua faktor-faktor yang relevan, maka kita tidak perlu melakukan

perbandingan atas pilihan-pilihan lainnya. Dengan kata lain, kita telah melakukan yang

terbaik untuk memilih yang terbaik.

GOAL

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3

Sub Kriteria

1.1

Sub Kriteria

1.2

Sub Kriteria

1.L

Sub Kriteria

K.1

Sub Kriteria

K.M

(38)

Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh

adalah sebagai berikut :

1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada

level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya.

2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat memfokuskan

perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan

lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.

Dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan hierarki adalah sebagai berikut:

1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menjelaskan

bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas

elemen-elemen di level bawahnya.

2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu

sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku-pelaku dan

tujuan mereka pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada

suatu level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk

meyakinkan bahwa mereka merasa puas.

3. Sistem natural disusun secara hierarki.

4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa

pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan

susunan yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.

Dalam metode AHP menggunakan skala 1 – 9 untuk perbandingan berpasangan, yaitu

:

(39)
[image:39.612.113.497.93.569.2]

Tabel 2.3 Skala Banding Secara Berpasangan

Tingkat Kepentingan

Definisi Keterangan

1 equal importance ( kedua

elemen sama pentingnya )

Dua elemen menyumbangnya sama

besar pada sifat itu

3 moderate importance

( elemen yang satu sedikit lebih diunggulkan daripada

yang lain )

Pengalaman dan pertimbangan sedikit

menyokong satu elemen atas yang

lainnya

5 strong importance ( elemen

yang satu sangat kuat diunggulkan daripada yang

lain )

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu

elemen atas yang lainnya

7 demonstrated importance (

satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya )

Satu elemendengan kuat disokong , dan dominannya telah terlihat dalam praktik

9 extreme importance ( satu

elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang

lainnya )

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas

yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin

menguatkan 2, 4, 6, 8 grey area ( nilai-nilai antara

diantara dua pertimbangan yang berdekatan )

Kompromi diperlukan antara dua perimbangan

Kebalikan Jika aktivitas untuk i mendapat satu angka bila dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya

bila dibandingkan dengan i

(Sumber : Thomas L Saaty, Pengambilan Keputusan : Bagi Para Pemimpin, 1993)

Skala mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 yang ditetapkan bagi

pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap tingkat

hirarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Dan untuk mengetahui

(40)

konsistensi, dimana hasil dari uji konsistensi ini akan dibagi dengan nilai index

randomnya dan apabila hasil uji konsistensi adalah lebih kecil dari 0,1 maka hasilnya

sudah konsisten.

Jika terdapat sejumlah n kriteria, maka akan terdapat sejumlah

(

)

2 1 − n n pairwise

comparison. Jika {c1, c2,…..cn

c

} merupakan himpunan kriteria-kriteria dan nilai

perbandingan diberikan dalam matriks A, yang disajikan sebagai berikut :

1 c2 c

c

n

1 a11 a12 a

c

1n

2 a21 a22 a

A =

2n

cn an1 an2 a

dimana :

nn

- aii = 1, V1

- Jika a

ij = α, maka aji

α

1

= , dimana α≠ 0

- Jika ci dinyatakan equally importance terhadap cj, maka aij = aji

Dengan demikian matriks A sebagai matriks Reciprocal, dapat dituliskan sebagai

berikut :

= 1.

c1 c2 c

c

n

1 1 a12 a

c

1n

2 1 / a21 1 a

A =

2n

(41)

Dari matriks perbandingan berpasangan tersebut dapat dicari bobot dari setiap

kriteria (wi). Jika wi merupakan bobot dari kriteria ci dan wj merupakan bobot dari

kriteria cj, maka aij j i

w w

= , dimana i, j = 1, 2,……, n

Dengan demikian matriks A dapat dituliskan sebagai berikut :

c1 c2 c

c

n

1 w1 / w1 w1 / w2 w1 / w

c

n

2 w2 / w1 w2 / w2 w2 / w

A =

n

cn wn / w1 wn / w2 wn / w

Nilai w

n

i

1. Menormalkan setiap kolom j dari A, yaitu :

dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu :

wi

= n k kj ij a a 1

= , dimana i = 1, 2,……,n (2.2)

2. Menormalkan rata-rata geometric dari setiap baris, dimana nilai geometric

Mean = n n i i x

=1 (2.3)

3. Melakukan normalisasi dari jumlahan elemen-elemen baris.

4. Menghitung nilai w sebagai “principal righat eigen vector” dari matriks A, yaitu

Aw = λmax . w, dimana λmax

w

merupakan eigen value terbesar dari A. Dapat juga

dituliskan sebagai berikut :

i max λ

= n i j j ij w a
(42)

Di dalam metode AHP, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah masalah

inconsistency. Keputusan perbandingan yang diambil dikatakan “perfectly consistent

jika dan hanya jika aik . akj = aij, dimana i, j, k = 1, 2, ….., n. Tetapi konsistensi ini tidak

boleh dipaksakan. Namun tingginya inkosistensi memang sangat tidak diinginkan jika

matriks reciprocal kosisten maka λmax

Prof. Saaty mendefinisikan ukuran konsistensi sebagai Consistency Index, yaitu : = n.

CI =

1 max − − n n λ (2.5)

Untuk setiap ukuran matriks n, matriks random dibuat dan nilai rata-rata CI

[image:42.612.169.416.368.596.2]

dihitung. Nilai dari Random Index dapat diperoleh dari tabel.

Tabel 2.4 Nilai dari Random Index

Ordo matriks (n) RI

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59

Consistency Ratio (CR), yang menyatakan seberapa besar derajat inconsistency dari

penetapan nilai perbandingan antar kriteria yang telah dibuat, dimana :

CR =

RI CI

(2.6)

(43)

Apabila nilai CR ≤ 0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi bila CR > 0.1 maka

perlu dilakukan revisi. Nilai CR = 0 maka dapat dikatakan “perfectly consistent”. (Saaty,

1993)

2.8. Peneliti Terdahulu

Dari hasil tentang uraian metode supply chain diatas terdapat juga para peneliti

pendahulu yang terlebih dahulu menggunakan metode ini diantaranya :

Tugas Akhir yang Ditulis Oleh Akhmad Zainur Razikh Sarjana Teknik Industri UPN, 2008

“ Analisa Performansi Perusahaan dengan Metode Supply Chain Operation

Refearence (SCOR) di CV Restoe Bumi – Pasuruan “.

Tujuan Penelitian :

1. Untuk mengukur performansi supply chain dan untuk menentukan indikator-indikator

yang perlu mendapatkan perbaikan Departemen Bagian PPc Pada khususnya Dept

Purchasing, Dept Produksi, Dept Marketing Pada umumnya.

2. Memberikan Analisa perbaikan untuk meningkatkan performansi supply chain pada

CV. Restoe Bumi.

Hasil dan Pembahasan :

Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2007 hingga data terpenuhi dan

diperoleh hasil serta pembahasannya dari penelitian yang dilakukan di CV Restou Bumi

adalah sebagai berikut :

1. Dari hasil pengukuran performasi supply chain CV Restou Bumi dapat diketahui

(44)

(73,74) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode

bulan Oktober 2007 (55,58)

2. Indikator-indikator yang perlu mendapatkan perbaikan antara lain :

a. Plan

1) Percentage of adjusted production quantity

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar( 63,3%)

2) Forecast accuracy

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 58% )

b. Source

1) Supplier delivery performance

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 66,5% )

2) Source employee reliability

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% )

3) Supplier delivery lead time

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 37,8% )

c. Make

1) Repair time percentage

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 71,7% )

2) Breakdown time percentage

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 58,3% )

3) Time between machine failure

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 32% )

(45)

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% )

d. Deliver

1) Delivery lead time

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 21,7% )

e. Return

1) Product reject rate

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar (47,7%)

2) Number of customer complaint

Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 28,3% )

3. Usulan perbaikan untuk meningkatkan performansi supply chain pada CV. Setia

Group adalah :

a. Forecast Accuracy (58%)

Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melihat kondisi produk

dalam pasaran.

b. Repair Time Percentage (71,7%)

Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih berhati-hati dalam melakukan proses

produksi.

c. Percentage of adjusted production quantity (63,3%)

Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan perencanaan produksi.

(46)

Amelia Rahmawati meneliti metode supply chain pada tahun 2006 dengan judul

penelitian “PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA SUPPLY

CHAIN DI PT. INDOPRIMA GEMILANG SURABAYA”

1. Berdasarkan Supply Chain Operation Reference (SCOR) model, ada lima

proses manajemen dasar yang dikembangkan yang sesuai dengan kondisi

perusahaan, yaitu :

Prespektif Plan terdapat 5 KPI (AFT, PPUPP, FGIL, INTR, PER)

Prespektif Source terdapat 3 KPI (SDP, SER, SDLT)

Prespektif Make terdapat 7 KPI (PFHPP, PFGP, PFDP, PFPP, MME,

MER, PIF)

Prespektif Deliver terdapat 1 KPI (DLT)

Prespektif Return terdapat 3 KPI (SMDR, NCC, SMRT)

2. Pengukuran dilaksanakan pada produk type FE 119. Dari hasil pengukuran

bahwa secara agregat nilai kinerja yang paling tinggi pada periode bulan

Desember 2004 (674,82) dan yang paling rendah pada periode bulan Maret

2004 (543,77) yang digolongkan kinerja perusahaan yang baik.

3. Dari hasil pengukuran terdapat dua KPI yang memiliki tingkat kinerja yang

rendah dan memerlukan prioritas perbaikan yaitu PFHPP dan PFPP.

4. Hasil pembobotan dengan konsep Analytical Hierarchy Process (AHP)

diperoleh bahwa tingkat kepentingan secara berturut-turut dari yang terbesar

Return (32,6%), Deliver (22,0%), Make (16,6%), Plan (16,3) dan Source

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan di PT. Gunawan

Dianjaya Steel yang bertempat di Surabaya, pada bulan november 2009 dengan data yang

dibutuhkan untuk penelitian ini tercukupi.

3.2. Identifikasi Variabeldan Definisi Operasional

Untuk mempertegas batasan – batasan yang dimaksud dalam tujuan peneliti, maka

perlu adanya identifikasi variabel yang digunakan yaitu:

1. Variabel terikat dalam peneliti adalah seberapa baik kinerja dalam objek peneliti

sehingga dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode supply chain.

2. Variael bebas dalam peneliti ini adalah 5 dalam supply chain

a. Plan (perencaan).

proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk

mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman (delivery) yang baik.

b. Source (sourcing).

(48)

c. Make (produksi).

proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi untuk

memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.

d. Deliver (pengiriman).

proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi kebutuhan

atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan, manajemen

transportasi, dan manajemen distribusi.

e. Return.

proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima kembali

produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam bagian

[image:48.612.88.499.397.715.2]

delivery customer support.

Tabel 3.1. Keterangan Key Performance Indikator

PLAN

Realiability Jadwal Produksi Yang Mengalami

Perubahan

Prosentase Perubahan Jumlah Unit Yang

Diproduksi

Tingkat Perputaran Persediaan Barang

Hubungan Internal Antar Karyawan

Perencanaan Keandalan Tenaga Kerja

Responsiveness Waktu Untuk Menghasilkan Jadwal

Produsi

Waktu Untuk Merevisi Jadwal Produksi

(49)

Menyerahkan Penilaian Kepada Inventaris

SOURCE

Reliability Tingkat Ketepatan Waktu Pengiriman

Bahan Baku

Rata rata Pengiriman Material yang

terlambat

Hubungan Dengan Pemasok Bahan

Keandalan Pemasok bahan

Responsiveness Tanggapan Sumber Bahan

Siklus Waktu Pemesanan Pembelian

Flexibility Fleksibilitas Volume Sumber Bahan Baku

Order Minimum Kualitas Bahan

Cost Presentase Biaya Perolehan Penjualan

Bahan

Assets Penyerahan bahan Baku

MAKE

Realiability Waktu Yang Digunakan Untuk

Memperbaiki Mesin Yang Rusak

Waktu yang Menyebabkan Proses Produksi

Berhenti

Keandalan Tenaga Kerja Di Bagian

Produksi

Waktu Rata rata Kerusakan Mesin yang

(50)

Responsiveness Keandalan Tenaga Kerja Bagian Produksi

Seberapa Besar Karyawan Berani

Melakukan Suatu Tindakan

Flexibility Kefleksibelan Seorang Karyawan

Cost Efisiensi mesin

Efisiensi Produk

Efisiensi Produksi

Biaya Manufaktur Sebagai Presentase

Penjualanya

Assets Seberapa Besar Tingkat Penyerahan

Bahan

Persediaan Waktu Untuk Memprodusi

Sebuah Produk

DELIVER

Reliability Hubungan Pelanggan

Responsiveness Pengantaran tepat Waktu

Flexibility Pengiriman Minimum Kuantitas

Cost Biaya Transportasi Sebagai Presentase

Penjualan

Assets Persediaan Produk Yang Telah Selesai

Dihasilkan

(51)

RETURN

Riliability Nilai Produk yang Ditola

Banyaknya Keluhan Pelanggan

Responsiveness Waktu Untuk Menyelesaikan Keluhan

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu

pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.

3.3.1. Data Primer

Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber

pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara

lain :

1. Pengamatan (observasi)

Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek yang

belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian untuk

dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.

2. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa penggunaan

proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau

kelompok orang.

3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)

Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang diteliti

(52)

untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu

memperhatikan beberapa hal, yaitu :

a. Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai

untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.

b. Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang

memadai dan kemampuan yang cukup.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama dan

telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen perusahaan untuk periode Juni Sampai

Desember 2009

3.4 Metode Pengolahan Data

Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah penyusunan kuisioner

yang selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner kepada responden perusahaan atau

karyawan perusahaan, adapun urutannya adalah sebagai berikut.

3.4.1 Penyusunan Kuesioner

Pada tahapan ini penulis membuat kuesioner yang berhubungan dengan

pengukuran performansi Supply Chain PT. Gunawan Dianjaya Steel Penyusunan kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan

data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan responden.

Penyusunan kuesioner pengukuran performansi Supply Chain :

(53)

Untuk mengetahui seberapa penting atribut Key performance Indicator (KPI) bagi kinerja perusahaan.

2. Kuisioner tingkat keyakinan dan realibilitas perusahaan.

Untuk mengetahui seberapa besar tingkat validitas dan reliabilitas perusahaan.

Untuk pengisian kuesioner pada bagian tingkat kepentingan, responden diminta

memberikan skala nilai terhadap atribut-atribut Key performance Indicator (KPI) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Skala yang digunakan adalah skala kepentingan

Analitical Hirearcy Process (AHP).

3.4.2 Penyebaran Kuesioner

Setelah kuesioner dibuat maka penulis menyebarkan kuesioner kepada

pihak-pihak yang ada di PT. Gunawan Dianjaya Steel yang mengerti tentang masalah

pengukuran performansi Supply Chain.

3.4.3 Uji Validitas

Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara

masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

r =

(

)

(

)

[

2 2

]

[

(

2

)

( )

2

]

) )( ( ) )( (

∑ ∑

Y Y N X X N Y X Y X N dimana :

r = Koefisien korelasi yang dicari

N = Jumlah responden

X = Skor tiap-tiap variabel

(54)

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka

kritik tabel korelasi nilai r.

3.4.4 Uji Reliabilitas

Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus

Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0,

misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.

Rumus Alpha :

r11         −      

2

1 2 1 ) 1 ( σ σb k k = dimana : r11

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal = Reliabilitas instrumen

Σσb2

σ

= Jumlah varians butir

12

Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.

= Varians total

3.4.5 Perhitungan Nilai Normalisasi dengan Standarisasi SCOR

Dalam proses standarisasi SCOR ini, diberlakukan perhitungan sebagai berikut :

Large is Better

(55)

Lower is Better

Snorm

(

)

% 100

min max

max x S S

S

S i

− − =

Keterangan :

Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai

Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator kinerja

Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator kinerja

3.4.6 Perhitungan Nilai akhir Performansi Supply Chain

Untuk menghitung nilai akhir performansi Supply Chain diberlakukan rumus :

Pi =

=

n

j

j ijW S 1

Dimana :

Pi

n = Jumlah obyektif performansi

= Total performansi supply chain varian i

Sij

W

= Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j j = Bobot dari obyektif performansi

3.5 Metode Analisa Data

Pada analisa data yaitu data yang sudah selesai diolah akan dilakukan analisa

untuk mengetahui indikator mana saja yang harus diperbaiki oleh perusahaan.

3.5.1 Analisa Performansi Supply Chain PT. Gunawan Dianjaya Steel

Dalam tahapan ini penulis berusaha menganalisa bagaimana performansi

dari PT. Gunawan Dianjaya Steel. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian

(56)

sedangkan jika nilai kinerjanya > 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali

[image:56.612.109.497.153.324.2]

(excellent).

Tabel 3.2.Sistem Monitoring Indikator Performansi

Sistem Monitoring Indikator Performansi

< 40 Poor

40 – 50 Marginal

50 – 70 Average

70 – 90 Good

> 90 Exellent

(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)

3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah diperlukan sebagai pedoman pelaksanaan

penelitian agar proses penelitian dapat berjalan secara sistematis dan terarah. Adapun

(57)

Mulai

Study Literatur Study Lapangan

C

Perumusan Masalah Tujuan Penelitian

Penentuan variabel Yang Digunakan Dalam Pengukuran

Kinerja Perusahaan

B

Pengumpulan data data kuantitatif

1.Aspek Plan : Reliability : Npsr, Papq, Itrm, Ir, Per Responsivenees : Tpps, Trps

Assets : Ato, Itr

2.Aspek Source : Reliability : Mtdp, Mlmd, Srm, Sr Responsivenees : Svrm, Poct

Flexibility : Svfm, Moqm Cost : Macps

Assets : Rmtr

3.Aspek Make : Reliability : Rtp, Btp, Mer,Cqs Responsivenees : Plt, Mvr

Flexibility : Mvf Cost : Em, Ep, Epr, Mcps Assets : Wiptr, Wipids

4.Aspek Deliver: Reliability : Cr Responsivenees : Otd

Flexibility : Mdq Cost : Tcps Assets : Fgids, Fgtr

5.Aspek Return: Reliability : Prr, Ncc Responsivenees : Tsc

Pembuatan Kuisioner kualitatif KPI dan indicator performansi

Penyebaran Kuisioner

Valid Buang Item Tidak Valid

Uji Reliabilitas Data Primer Kuisioner inikator performansi Data Primer Kuisioner AHP Pengolahan Data Dengan AHP Expert Choice Uji Konsistensi Konsisten? A D Identifikasi Variabel aspek, indikator, dan KPI

Identifikasi indikator Variabel dan Definisi Operasional

Sisa Item Uji Kecukupan Data

Data Cukup

(58)
[image:58.612.74.471.80.540.2]

Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Perhitungan nilai performansi aktual masing-masing KPI

B

Reliabel? C

Perhitungan nilai performansi KPI tiap level dengan mengikutkan bobot tiap level

aspek, indicator dan KPI

Kesimpulan & Saran

Selesai

D

Gambar

Gambar 2.2 Struktur Hierarki
Tabel 2.3 Skala Banding Secara Berpasangan
Tabel 2.4 Nilai dari Random Index
Tabel 3.1. Keterangan Key Performance Indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penjelasan yang telah disampaikan dalam latar belakang maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu : “ Seberapa besar kinerja dan

Penelitian ini akan membahas tentang penerapan model supply chain operations reference (SCOR) dan metode perbandingan berpasangan untuk pengukuran kinerja rantai pasok

Tujuan dari penelitian ini adalah mengadopsi model pengukuran kinerja rantai pasok di konstruksi yang berkelanjutan dari SCOR 12.0.. Metode penelitian dengan mengadopsi

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tugas akhir ini adalah : mengetahui nilai kinerja Perusahaan SYP Soponyono yang dilihat dari konsep model Supply Chain

PENGUKURAN KINERJA SUPPLIER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SUPPLY CHAIN OPERATION REFERENCE (SCOR) - ANALYTICAL.. HIERARCHY

Dimensi dengan bobot tertinggi dari rantai pasok AGS1 adalah fleksibilitas,yang berarti jenis rantai pasok ini lebih leksibel dalam melakukan proses-proses inti, seperti

Penilaian kinerja SCM antara pemasok, perusahaan, dan pelanggan yang baik, dapat diukur dengan salah satu model pengukuran kinerja Supply Chain Management SCM dengan menggunakan

Evaluasi dari hasil dan pembahasan kinerja supply chain secara keseluruhan digambarkan dari masing-masing nilai indikator kinerja yang sesuai atau memenuhi target menggunakan metode