PENGUKURAN KINERJA SUPPLY CHAIN DENGAN METODE
SUPPLY CHAIN OPERATIONS REFERENCE (SCOR)
MANAJEMEN DI PT.GUNAWAN DIANJAYA STEEL
SURABAYA
SKRIPSI
Disusun Oleh :
NPM : 0532010207
YOHANES NURSIS AGUNG JATMIKO
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga penyusun mampu menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul ” Pengukuran Kinerja Supply Chain dengan Menggunakan Metode Supply Chain Operation Referens ( SCOR ) ” di PT. Gunawan Dianjaya Steel ( GDS ) Surabaya.
Tugas akhir skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S-1 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyelesaian laporan ini penulis tidak mungkin dapat bekerja sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Ir. Rus Indiyanto.MT dan Ir. Tri Susilo.MM selaku dosen pembimbing saya yang telah dengan sabar membibing pembuatan skripsi ini hingga selesai. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto. MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. M.Tutuk Safirin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan selaku Dosen penguji atas waktu yang diluangkan kepada kami
6. Bapak Lois Teguh Soejakso selaku HRD Personalia dan Pembimbing lapangan dan seluruh karyawan PT. Gunawan Dianjaya Stee ( GDS ) Surabaya
7. Keluargaku, terutama Papa, Mama, Robet, Novi dan Saudara tercinta yang telah memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik secara moril maupun materiil dalam proses penyusunan laporan ini.
8. Rekan-rekan Angkatan 2005 terutama cahyo BLACK yang telah dengan sabar membimbing dan mendukung dalam penyusunan laporan.
9. Dan yang terakir saya ucapkan terima kasih kepada My Sweet Love (Hanifa), yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam menyelesaikan penyusunan laporan ini.
Serta pihak-pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, disini penulis mengucapkan banyak terimakasih.
Semoga Tugas Akhir Skripsi. ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca, instansi pemerintah serta lembaga pada umumnya.
Surabaya, 11 Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi…………...………...………... iii
Daftar Tabel...…...………...……….. iv
Daftar Gambar………...………... v
Daftar Lampiran...………. vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1
1.2 Perumusan Masalah………... 3
1.3 Batasan Masalah ……..……….. 3
1.4 Asumsi-Asumsi ………. 4
1.5 Tujuan Penelitian ……….. 4
1.6 Manfaat Penelitian ……… 4
1.7 Sistematika Penulisan ……… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Tujuan Supply Chain Management... 7
2.2.Prinsip Pengukuran Kinerja Supply Chain... 9
2.3. Metode Pengukuran Kinerja Supply Chain... 12
2.4. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model... 14
2.5. Collaborative Planning and Replenishitment (CPFR) Model... 21
2.5.1. Maksud dan Tujuan CPFR... 21
2.6. Sistem Flexibilitas Manufaktur ... 23
2.7. Metode Pembobotan dengan Analythical Hierarchy Process (AHP).24 2.8. Peneliti Terdahulu... 32
2.8.1. Tugas Akhir Akhmad Zainur, Metode (SCOR)... 32
2.8.2. Tugas Akhir Amelia Rahmawati, Metode (SCOR)... 34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 36
3.2. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional... 36
3.3. Metode Pengumpulan Data... 40
3.3.1. Data Primer... 40
3.3.2. Data Sekunder... 41
3.4. Metode Pengolahan Data... 41
3.4.1. Penyusunan Kuesioner... 41
3.4.2. Penyebaran Kuesioner... 42
3.4.3 Uji Validitas... 42
3.4.4 uji Reliabilitas... 43
3.4.5. Perhitungan Nilai Normalisasi... 43
3.4.6. Perhitungan Nilai akhir Performansi Supply Chain…... 44
3.5. Metode Analisa Data... 44
3.5.1. Analisa Performansi Supplay Chain PT. GDS... 44
BAB IV PELAKSANAAN DAN ANALISA HASIL
4.1. Pengumpulan Data ... 54
4.2. Pembuatan Kuisioner Kualitatif KPI dan Indikator Performansi Supply Chain ... 54
4.2.1. Penyebaran Kuisioner KPI... 57
4.2.1.1.Data Primer Kuisioner AHP... 57
4.2.1.2.Pengolahan Data Dengan AHP Expetr Choice.. 58
4.2.1.3.Uji Konsistensi ... 60
4.2.1.4.Pembobotan Key Performance Indikator ... 62
4.2.1.4.1. Pembobotan Level Satu ... 63
4.2.1.4.2. Pembobotan Level Dua ... 64
4.2.1.4.3. Pembobotan Level Tiga ... 67
4.2.2. Penyebaran Kuisioner Indikator Kualitatif Performansi Supply Chain ... 72
4.2.2.1.Data Primer Kuisioner Indikator Performansi...74
4.2.2.2.Uji Kecukupan Data...76
4.2.2.3.Uji Validitas ...77
4.2.2.4.Uji Reliabilitas ...81
4.2.3. Hierarki Analisa Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain... 82
4.2.4. Pegumpulan Data Kuantitatif ... 85
4.3. Perhitungan Nilai Performansi Aktual Masing-masing KPI... 86
4.5. Perhitungan Nilai Performansi Tiap Level... .94
4.5.1. Perhitungan Nilai Performansi KPI Level Tiga...94
4.5.1.1.Plan ... 94
4.5.1.2.Source ... 97
4.5.1.3.Make ... 101
4.5.1.4.Deliver ... 105
4.5.1.5.Return ... 108
4.5.2. Perhitungan Nilai Performansi KPI level Dua ... 110
4.5.3. Perhitungan Nilai Performansi KPI Level Satu ... 111
4.6. Analisa dan Pembahasan... 112
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan ... 117
5.2. Saran ... 118
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
LAMPIRAN II : KUISIONER PEMBOBOTAN AHP
LAMPIRAN III : KUISIONER INDIKATOR PERFORMANSI SUPPLY CHAIN TIAP-TIAP BAGIAN
LAMPIRAN IV : REKAP DATA KUISIONER AHP EXPERT CHOICE LAMPIRAN V : OUTPUT PROGRAM EXPERT CHOICE VERSI 9.0
LAMPIRAN VI : PERHITUNGAN MANUAL AHP
LAMPIRAN VII : REKAP DATA KUISIONER INDIKATOR PERFORMANSI
SPSS
LAMPIRAN VIII : OUTPUT PROGRAM SPSS VERSI 15.0
LAMPIRAN IX : LAPORAN KEUANGAN DAN DATA INTERNAL
PERUSAHAAN UNTUK NILAI PERFORMANSI AKTUAL
LAMPIRAN X : PERHITUNGAN SCORING SYSTEM DENGAN NORMALISASI
xii
ABSTRAKSI
PT. Gunawan Dianjaya Steel merupakan perusahaan yang memproduksi plat baja. Di perusahaan ini, masih belum ada suatu sistem pengukuran kinerja yang sifatnya menyeluruh atau komprehensif melainkan selama ini hanya menampilkan kinerja yang menitikberatkan pada masing-masing departemen saja sehingga kurang efektif dan efisien. maka kinerja perusahaan secara keseluruhan juga mengalami penurunan. Dalam melakukan monitoring diperlukan suatu mekanisme kontrol kinerja untuk memonitor tiap-tiap indikator kinerja supply chain perusahaan, dimana perlu pula diperhatikan bahwa ada indikator kinerja yang harus dimonitor tidak hanya oleh 1 channel saja melainkan harus dimonitor secara bersama-sama oleh 2 atau lebih bagian dalam jaringan (network) supply chain.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah : Untuk mengetahui tingkat kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel apabila diukur dengan metode Supply Chain SCOR (Supply Chain Operations Refference).SCOR model sendiri dikembangkan oleh suatu lembaga professional, yaitu Supply Chain Council
(SCC). Supply Chain Council (SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR Research. Process Reference Model
merupakan konsep untuk mendapatkan suatu kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) melalui perangkat lunak Expert Choice Versi 9.
Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap Kinerja berdasarkan metode supply chain dengan pendekatan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) yaitu : Plan yaitu kehandalan dan respon ataupun tindakan perusahaan dalam merencanakan pelaksanaan order (74,725).Source yaitu proses pembelian material / bahan baku kepada pihak supplier (62,738). Make yaitu proses produksi yang berlangsung lama bernilai (67,473). d.Deliver yaitu proses pengiriman guna memenuhi permintaan konsumen (31,147). Return yaitu penanganan masalah pengembalian barang jadi (71,435). Kinerja PT. Gunawan Dianjaya Steel setelah diukur dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari setiap indikator maka didapatkan angka 59,549. Angka ini menunjukkan bahwa perusahaan ini cukup. dalam menjalankan ordernya, mulai dari hubungan dengan supplier, hubungan dalam internal perusahaan maupun konsumen selaku pemesan order.
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Selama beberapa tahun belakangan ini, keunggulan optimasi dan integrasi supply
chain menjadi fokus dari beberapa organisasi perusahaan besar yang ada di dunia.
Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini menuntut perusahaan untuk
menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Esensi dari persaingan
terletak pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan proses dalam menghasilkan
produk dan atau jasanya yang lebih baik, lebih murah dan cepat dibanding pesaingnya.
Untuk itu dalam rangkaian kerja tersebut sebuah perusahaan harus dapat memperbaiki
kinerjanya agar dapat terus bersaing dan mengalami kemajuan. Berdasarkan fenomena di
negara-negara maju, ternyata kunci tingkat kinerja dari perusahaan multinasional terletak
pada kemampuan perusahaan bekerjasama dengan para mitra bisnisnya.
PT. Gunawan Dianjaya Steel merupakan perusahaan yang memproduksi plat baja.
Di perusahaan ini, masih belum ada suatu sistem pengukuran kinerja yang sifatnya
menyeluruh atau komprehensif melainkan selama ini hanya menampilkan kinerja yang
menitikberatkan pada masing-masing departemen saja sehingga kurang efektif dan
efisien. maka kinerja perusahaan secara keseluruhan juga mengalami penurunan. Dalam
melakukan monitoring diperlukan suatu mekanisme kontrol kinerja untuk memonitor
melainkan harus dimonitor secara bersama-sama oleh 2 atau lebih bagian dalam jaringan
(network) supply chain.
Supply Chain Management merupakan solusi dimana penulis berusaha menyatukan aspek-aspek yang telah ada dari semua aktivitas yaitu sejak material datang
dari pihak supplier, kemudian material itu diolah menjadi produk jadi sampai produk itu didistribusikan ke konsumen sehingga didapatkan hasil yang terintegrasi.Untuk
mengetahui kinerja perusahaan dengan Supply Chain diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan yaitu model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Dari pengukuran tersebut didapatkan hasil kinerja yang akan mengarahkan perusahaan dan
memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan itu sendiri, supplier maupun konsumen.
SCOR model sendiri dikembangkan oleh suatu lembaga professional, yaitu
Supply Chain Council (SCC). Supply Chain Council (SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR Research. Process Reference Model merupakan konsep untuk mendapatkan suatu kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan
fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain Council, 2004)
Kelebihan daripada Supply Chain Operations Reference (SCOR) model dibandingkan dengan pendekatan akan Supply Chain adalah :
1. Balanced Scorecard dipusatkan dengan pengukuran level atas eksekutif, sedangkan SCOR Model secara langsung menunjuk pada pengukuran seimbang
2. The Logistic Scoreboard ini hanya terbatas atau difokuskan pada aktivitas pengadaan dan produksi dalam Supply Chain.
3. Activity Based Costing, lebih mendekatkan pada tenaga kerja, material, dan pemakaian peralatan.
4. Economic Value-Added, pengukurannya berdasarkan atas pengoperasian laba dari modal usaha sampai modal dari penjualan saham dan hutang.
Untuk mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan maka dari itu dilakukan
pengukuran ini dengan harapan dapat membantu pihak manajemen agar bisa mengetahui
kemampuan perusahaan saat ini, kelemahan, serta prioritas di masa yang akan datang.
I.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut “Berapa besar nilai Pengukuran kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel ?”
I.3. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini terdapat batasan-batasan masalah yang tidak dapat
diteliti yaitu :
1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operations Reference (SCOR) hanya terbatas pada 5 aspek saja meliputi Reliability, Responsiveness, Flexibility, Cost, Assets.
2. Penelitian hanya dilakukan pada satu jenis produk saja yaitu plat baja dan
I.4 Asumsi-asumi
Asumsi-asumsi dari penelitian ini adalah :
1. Semua kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan
secara signifikan.
2. Bahwa karyawan mempunyai skill yang sama pada setiap posisi.
3. Bahwa karyawan mampu bekerja sama secara kolektif dan individu dalam tingkat
yang lebih tinggi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun
strategi.
I.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan skripsi
ini adalah : Untuk mengetahui bearapa nilai kinerja Supply Chain di PT. Gunawan Dianjaya Steel apabila diukur dengan metode Supply Chain SCOR (Supply Chain Operations Refference).
I.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini antara lain :
1. Manfaat untuk kepentingan ilmiah.
Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai informasi dan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Manfaat untuk perusahaan.
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan atau pihak
Dan juga dapat memaksimalkan hubungan antar bagian serta dengan para mitra
bisnisnya.
3. Manfaat bagi peneliti.
Sebagai studi banding antara teori yang diterima dibangku kuliah dengan keadaan
nyatanya.
I.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah,
tujuan penelitian, asumsi, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan,
yang diharapkan mampu memberikan gambaran pelaksanaan dan pembahasan
laporan skripsi ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti yaitu mengenai Supply Chain Management dan bagaimana cara mengukur performansi kinerja perusahaan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi dan definisi
variabel serta langkah-langkah pemecahan masalah.
BAB IV : PELAKSANAAN DAN ANALISIS HASIL
Bab ini berisi tentang pengumpulan data, berupa indikator-indikator kinerja
berikut pula definisi, ukuran kinerja dan periodisasi pengukuran
masing-masing indikator kinerja. Bab ini juga berisi uji pembobotan dengan
perhitungan AHP antar indikator, uji kenormalan data, dan pada akhirnya
dilakukan perancangan mekanisme kontrol kinerja untuk masing-masing
indikator, pada bab ini juga berisi pengolahan data. Disamping itu juga berisi
analisa hasil penilaian yang dilakukan peneliti bersama-sama dengan
manajemen perusahaan berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari
pengolahan data kemudian dilakukan pula analisa kapabilitas proses untuk
indikator kinerja terpilih dan usulan perbaikan yang diperlukan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab iniberisi kesimpulan yang didapat dari penelitian skripsi dan saran-saran
sebagai masukan untuk pelaksanaan performansi perusahaan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Tujuan Supply Chain Management
Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik.
Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan,
dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan
masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas
yang terbentang sangat panjang sejak bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai
konsumen akhir, yang merupakan mata rantai persediaan. (Indrajit dan Djokopranoto,
2002)
Supply chain management melibatkan banyak pihak didalamnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam usaha untuk memenuhi permintaan konsumen.
Di sini supply Chain tidak hanya melibatkan manufaktur dan supplier, tetapi juga
melibatkan banyak hal antara lain transportasi, gudang dan juga konsumen itu sendiri.
(Chopra, 2001)
Menurut Fortune Magazine, Supply Chain Management adalah merupakan proses
dimana perusahaan memindahkan material, komponen dan produk ke pelanggan.
Supply Chain Management merupakan filosofi manajemen yang secara
terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang kompeten untuk digabungkan baik
dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu
Supply Chain untuk memasuki sistem Supply yang berkompetitif tinggi dan
dan sinkronisasi aliran produk, jasa dan informasi untuk menciptakan sumber nilai
pelanggan (customer value) yang bersifat unik.
Pengertian Supply Chain management adalah jaringan organisasi yang melibatkan
hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang
memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama
adalah aliran barang yang mngalir dari hulu (upstream) ke hilir(downstream). Yang
kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga
adalah aliran infomasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. ( Pujawan,
2005)
Supply chain adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi
dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring
dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama,
yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.
(Indrajit & Djokopranoto, 2002)
Supply Chain Management terdiri atas 3 elemen yang saling berhubungan satu sama
lain, yaitu :
1. Struktur jaringan Supply Chain
Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota Supply Chain lainnya.
2. Proses bisnis Supply Chain
Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun
sepanjang Supply Chain.
Adapun tujuan dariataupun proses Supply Chain ini adalah :
mengembangkan team yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat memberikan persetujuan produk dan jasa menguntungkan kedua belah pihak pada pelanggan
secara strategik.
membuat kontak hubungan yang secara efisien menangani pertanyaan-pertanyaan dari semua pelanggan.
secara terus-menerus mengumpulkan, menyusun dan meng-update permintaan pelanggan untuk menyesuaikan demand dengan supply.
mengembangkan sistem produksi fleksibel yang tanggap secara cepat pada perubahan kondisi pasar.
mengatur hubungan supplier sehingga quick response dan perbaikan berkesinambungan dapat berjalan lancar.
pengiriman pesanan tepat waktu dan benar 100%.
meminimasi waktu siklus ketersediaan retur (return to available).
(Miranda dan Amin Widjaja Tunggal, 2001)
2.2. Prinsip Pengukuran Kinerja Supply Chain
Secara historis, pengukuran kinerja berkembang di perusahaan seringkali bersifat
fungsional – based yaitu pengukuran dilakukan untuk menampilkan kinerja dari
masing-masing departemen. Pengukuran tersebut dirasakan kurang efektif karena adanya
kinerja mereka sendiri-sendiri dan bukan kinerja perusahaan secara keseluruhan,
akibatnya akan menimbulkan peluang terjadinya konflik kepentingan diantara
masing-masing departemen.
Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan efisiensi
dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern, pengukuran kinerja bukan
hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja, melainkan juga dapat
memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.
Ide pengukuran kinerja ini pertama kali diawali dari pengukuran operasi
manufaktur yang dilakukan oleh F.W. Taylor (father of scientific methods) pada awal
abad ke-20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi gerak dan waktu. Penelitian ini
dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada dianalisa untuk membuat standar
kerja dari pekerja yang ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan
menetapkan kinerja dan efisiensi pekerja tersebut.
Lama kelamaan, pandangan pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada
penelitian kinerja individu melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis
perusahaan dan perilakunya. Pengukuran Kinerja Supply Chain sangatlah penting karena
berdampak pada bagaimana suatu perusahaan dapat menilai apakah rantai persediaaannya
telah meningkat atau bahkan mengalami penurunan. Ataupun juga dapat menentukan
jalan atau cara ke arah pemeliharaan menuju keberhasilan sasaran hasil peningkatan
rantai persediaannya.
Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara lain :
Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan, namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.
Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas operasional.
(Lapide, 2000)
Pengukuran kinerja terhadap Supply Chain haruslah mengandung
indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :
Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ?
Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?
Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa, memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?
Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas yang
mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu penggunaan
ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu :
Universality (bersifat umum dan mudah diukur).
Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat
diukur).
2.3. Metode Pengukuran Kinerja Supply Chain
Ada berbagai macam cara pengukuran kinerja yang pernah dilakukan
perusahaan-perusahaan dunia. Salah satunya adalah cara pengukuran yang dilakukan oleh sebuah
supermarket. Pertama mereka menentukan obyektif kinerja yang dibutuhkan di dalam
pengukuran tersebut, seperti quality, speed, realibility, flexibility, dan sebagainya.
Obyektif tersebut diberi skor dan bobot. Tingkat pemenuhan kinerja didefinisikan oleh
normalisasi dari indikator kinerja tersebut. Untuk strategi Supply Chain yang pasti,
berlaku hubungan sebagai berikut :
Pi
∑
=
n
i j
j ij W
S
=
dimana :
Pi
n = jumlah obyektif kinerja
= total kinerja supply chain varian i
Sij
W
= skor supply chain ke i didalam obyektif kinerja ke j
j
Di dalam pengukuran ini, langkah pertama adalah melakukan pembobotan.
Pembobotan dilakukan dengan cara Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana setiap
obyektif kinerja dipasangkan dan dilakukan perbandingan tingkat kepentingannya.
Langkah kedua adalah pendefinisian dari indikator kinerja dan melakukan pengukuran.
Skor di dalam obyektif pengukuran yang berbeda-beda didefinisikan dengan bantuan 6
langkah, yaitu :
= bobot dari obyektif kinerja
1. Pendefinisian setiap indikator
3. Pendefinisian interval skor untuk setiap indikator
4. Pendefinisian skor dar indikator
5. Penjumlahan skor
6. Normalisasi dari skor
Setiap indikator memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran yang
berbeda-beda pula. Oleh karena itu, diperlukan proses penyamaan parameter, yaitu
dengan cara normalisasi tersebut. Di sini normalisasi memegang peranan cukup penting
demi tercapainya nilai akhir dari pengukuran performansi. Normaliosasi Snorm De Boer
ada 2 macam yaitu Low is better (semakin kecil nilai semakin baik) dan Large is better
(semakin besar nilai semakin baik).
Proses normalisasi Large is better (semakin besar nilai semakin baik)dilakukan
dengan rumus normalisasi Snorm dr De boer, yaitu :
(
max min)
100min
x S S
S Si Snorm
− − =
Keterangan :
− Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
− Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator performansi
− Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator performansi
Proses normalisasi Low is better (semakin besar nilai semakin baik)dilakukan dengan
rumus normalisasi Snorm dr De boer, yaitu :
(
)
100min max
max
x S
S
Si S
Snorm
Keterangan :
− Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
− Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator performansi
− Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator performansi
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval nilai
tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan seratus (100) diartikan
paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu
didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.
Untuk memantau nilai pencapaian kinerja terhadap nilai pencapaian terbaik atau
target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem monitoring indikator
kinerja. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian kinerjanya dapat dikategorikan kedalam
kondisi yang sangat rendah (poor) sdangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas
90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali (exellent).
Tabel 2.1.Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
< 40 Poor
40 – 50 Marginal
50 – 70 Average
70 – 90 Good
> 90 Exellent
(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)
2.4. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model
Ada metode pengukuran kinerja Supply Chain yang lain, yaitu salah satunya adalah
model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu lembaga
diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR
Research. Process Reference Model merupakan konsep untuk mendapatkan suatu
kerangka (framework) pengukuran yang terintegrasi dan untuk mendeskripsikan aktivitas
bisnis yang diasosiasikan dengan fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan
customer. (Supply Chain Council, 2004)
Kelebihan daripada Supply Chain Operations Reference (SCOR) model
dibandingkan dengan pendekatan akan Supply Chain adalah :
1. Balanced Scorecard dipusatkan dengan pengukuran level atas eksekutif,
sedangkan SCOR Model secara langsung menunjuk pada pengukuran seimbang
Supply chain Management .
2. The Logistic Scoreboard ini hanya terbatas atau difokuskan pada aktivitas
pengadaan dan produksi dalam Supply Chain.
3. Activity Based Costing, lebih mendekatkan pada tenaga kerja, material, dan
pemakaian peralatan.
4. Economic Value-Added, pengukurannya berdasarkan atas pengoperasian laba dari
modal usaha sampai modal dari penjualan saham dan hutang.
Gambar 2.1 Supply Chain Model
(Sumber Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview
Version 6.1,
Ada 5 ruang lingkup dari proses SCOR, yaitu :
1. PLAN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan keseimbangan antara
permintaan aktual dengan apa yang telah direncanakan atau proses perencanaan
untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan
tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman terbaik.
2. SOURCE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan pembelian material / bahan
baku untuk memenuhi permintaan yang ada dan hubungan perusahaan dengan
supplier.
3. MAKE, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses transformasi bahan
baku menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi
4. DELIVER, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan persediaan barang jadi,
termasuk di dalamnya mengenai manajemen transportasi, warehouse, yang
semuanya itu untuk memenuhi permintaan konsumen.
5. RETURN, yaitu proses-proses yang berkaitan dengan proses pengembalian
produk karena alasan tertentu, misalnya karena produk tidak sesuai dengan
permintaan konsumen dan lain sebagainya.
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5 (lima)
proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return dimana ini
pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level untuk pengukuran
kinerjanya. Didalam level dua SCOR, dimunculkan setiap aspek yang akan diukur.
Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness, flexibility, costs, dan assets. Dari
masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks pengukuran yang akan
diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR, digambarkan mengenai mapping
supply chain perusahaan yang akan diukur kinerja nya. Sedangkan untuk level tiganya,
setiap komponen yang ada di mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan
sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai
dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur.
(Supply Chain Council,2004) Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode
SCOR, adalah sebagai berikut :
Gunasekaran et al., 2001
Gunasekaran et al (2001) mengembangkan suatu kerangka pengukuran kinerja
dimana indikator kinerja didefinisikan berdasarkan empat proses Supply Chain yang
Setiap indikator kinerja diidentifikasikan selanjutnya digolongkan ke dalam tiga level
strategis, taktis dan operasional karena indikator kinerja yang digunakan akan
mempengaruhi keputusan yang dibuat pada masing-masing level tersebut. Adapun
beberapa indikator kinerja yang digunakan sesuai dengan lima proses Supply Chain
adalah :
Tabel 2.2. Key Performance Indikator (KPI)
PLAN
Realiability Number of production schedule revision
Percentage of adjusted production quantity Inventory turnover rate of material
Internal relationship / Accuracy of information
Planning employee reliability / Reliability of employee related to planning process
Responsiveness Time to produce a production schedule Time to revise production schedule
Assets Assets Turn Over
Inventory Turnover Rate
SOURCE
Reliability Material on time delivery performance
Mean lateness of material delivery Supplier relationship (material) supplier reliability
Responsiveness Source volume responsiveness of material Purchase order cycle time
Flexibility Source volume flexibility of material
Minimum Order quantity of material
Cost Material Acquisition Cost as percentage of
sales
Assets Raw material turnover rate
MAKE
Realiability Repair time percentage
Breakdown time percentage
Responsiveness Production lead time
Make volume responsiveness
Flexibility Make volume flexibility
Cost Efisiensi mesin
Efisiensi Produk
Efisiensi Produksi
Manufacturing cost as percentage of sales
Assets WIP turnover rate
WIP inventory days of supply
DELIVER
Reliability Customer relationship
Responsiveness On time delivery
Flexibility Minimum delivery quantity
Cost Transportation cost as percentage of
sales (%)
Assets Finished good inventory days of supply
Finished good turnover rate
RETURN
Riliability Product reject rate
Number of customer complaint
Responsiveness Time to solve a complaint
A. Aspek Realibility
1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik
persediaan yang ada di gudang dengan catatan yang ada.
2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke
3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan
persediaan.
B. Aspek Responsiveness
1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal
produksi.
2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis
material tertentu dari permintaan awal suatu order.
C. Aspek Flexibility
1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi supplier
dalam setiap kali order.
2. Make volume flexibility, yaitu prosentase peningkatan yang dapat dipenuhi oleh
produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1. Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk cacat.
2. Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk perawatan mesin
produksi.
E. Aspek Assets
1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material dengan
waktu pembayaran ke supplier.
2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang untuk
pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang pembayaran dari
2.5. Collaborative Planning Forecasting And Replenishment (CPFR)
Banyak peramalan yang proses peramalannya tidak dilakukan sendiri, tetapi
dilakukan bersama – sama dengan chanel - chanel daripada rantai supply chain,
misalnya CPFR (www.Google.com). CPFR merupakan singkatan dari Collaborative Planning Forecasting And Replenishment. CPFR merupakan serangkaian pedoman –
pedoman yang didukung dan diterbitkan oleh Voluntary Inter Industry Commerce
Standards ( VICS ) Association. CPFR menunjukkan suatu proses kolaborasi antara
perusahaan – perusahaan melalui supply chain participants sehingga mereka dapat
mengatur perencanaan komersial, kategori produk, pengenalan produk baru dan
pengiriman mereka secara kolaboratif.
Maksud dan Tujuan CPFR :
CPFR adalah ramalan dan informasi bisnis yang berkaitan diantara para rekan
bisnis pada rantai supply chain untuk memudahkan pergudangan produk. CPFR
dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan produksi barang dari bahan mentah, kepada
pengusaha retailer. CPFR juga dirancang untuk mengidentifikasikan perbedaan pada
ramalan, inventaris, dan pengaturan data sehingga permasalahan dapat diketahui sebelum
dampak negatif terjadi pada penjualan.
CPFR bekerja dengan membagi sejarah penjualan, proyek penjualan dan
informasi penting lainnya dengan partner bisnis dan sebaliknya partner bisnis akan
membagi penyediaan bahan mentah, menyediakan waktu dan informasi penting.
Kemudian informasi tersebut digabungkan, disinkronisasikan dan digunakan untuk
menghilangkan kelebihan inventaris dan peningkatan pada posisi Stock untuk
Manfaat CPFR ada 2, yaitu :
A. Manfaat CPFR untuk permintaan :
1. Peningkatan hubungan
Secara implisit, CPFR memperkuat suatu hubungan yang ada dan secara
subtansial atau mempercepat pertumbuhan suatu hubungan baru. Pembeli dan
penjual bekerja seiring sejalan dari permulaan hingga hasil pada rencana bisnis,
basis dan ramalan promosi. Pertemuan – pertemuan kontinyu CPFR memperkuat
hubungan ini.
2. Penjualan yang lebih besar
Kolaborasi yang erat diperlukan untuk implementasi atau pelaksanaan CPFR
mendorong perencanaan untuk suatu perbaikan rencana bisnis antara penjual dan
pembeli. Keunggulan bisnis strategi secara langsung menyebar ke peningkatan
kategori penjualan.
3. Manajemen kategori
Sebelum memulai CPFR, kedua pihak menginspeksi pengkategorian dan
pengeksposan yang ditargetkan untuk menjamin persediaan barang pada
penyebaran di konsumen. Pemeriksaan yang teliti akan menghasilkan perbaikan
pengaturan kategori melalui manajemen kategori yang sehat.
4. Perbaikan penawaran atau suplai produk
Sebelum implementasi CPFR, pembeli dan penjual berkolaborasi atas suatu
skema produk timbal balik yang mencakup evaluasi dan peluang produk
2.6. Sistem Fleksibilitas Manufaktur
Pengertian Fleksibilitas pada Fleksibilitas manufaktur disini adalah kemampuan
untuk memproses bermacam-macam benda dengan bentuk yamg berbeda-beda dan pada
Sistem kerja yang berbeda-beda pula, Fleksibilitas juga berarti kemampuan untuk
mengubah bentuk benda produksi sesuai dengan permintaan yang datang ( Groover 2000
), Sedangkan menurut Zhang ( 2003 ) Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan
Organisasi untuk memenuhi setiap peningkatan Varietas dari ekspektasi yang dipunyai
oleh konsumennya tanpa menimbulkan pengurangan pada cost, waktu, dan perubahan
pada organisasi, sedangkan fleksibilitas manufaktur di definisikan sebagai kemampuan
dari organisasi untuk memanage sumberdaya produksi dan ketidak pastian yang ada
untuk menemukan berbagai permintaan dari konsumennya, fleksibilitas manufaktur
sering kali diidentikkan dengan system fleksibel mesin ( Fleksible Machine System ).
Menurut Groover (2000) sebuah sistem manufaktur baru dapat dikatakan Fleksibel jika :
1. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan proses produksi
yang mempunyai ciri yang berbeda ataupun benda yang berbeda berdasarkan system.
2. Mampu dengan cepat mengubah instruksi operasi.
3. Mampu dengan cepat mengubah dari physical set up .
Sebenarnya Fleksibilitas dapat diterapkan baik itu pada sistem manual
maupun pada sistem otomatis. Pada sistem manual, karena sebagian besar operasi
dikerjakan oleh tenaga kerja manusia maka pekerjaannyalah yang memungkinkan
Agar bisa dikualifikasikan sebagai fleksibel, sebuah sistem manufaktur harus
memenuhi beberapa kriteria. Berikut ini akan disebutkan beberapa tes yang dapat
digunakan untuk menguji suatu Fleksibilitas dari sebuah sistem manufaktur otomat.
2.7. Metode Pembobotan Dengan Analythical Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process atau yang dikenal sebagai metode AHP adalah teknik
pengambilan keputusan dan menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak
terstruktur yang memasukkan kriteria ganda, baik yang bersifat nyata (tangible), tidak
nyata (intangible), kuantitatif maupun kualitatif, serta memperhitungkan adanya konflik
maupun perbedaan. Metode ini dikemukakan oleh Thomas L. Saaty dari University of
Pittsburgh.
Salah satu keuntungan utama Analytic Hierarchy Process (AHP) yang mana
membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya ialah tidak ada syarat
konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia
sebagian didasari logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti
perasaan, pengalaman dan intuisi.
Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu
ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi-interaksi fungsional dari
komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem. Ada dua macam
hierarki, antara lain :
1. Hierarki Struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka.
kompleks, yaitu dengan memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera
menjadi gugusan yang semakin kecil.
Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.
2. Hierarki Fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial mereka.
Hierarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang
diinginkan.
Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien, atau kebahagiaan yang perlu
dipertimbangkan.
Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan,
kriteria, dan kegiatan yang harus dimasukkan ke dalam tersebut. Gagasan penyusunan
mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan hubungan
atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literature untuk memperkaya ide, atau
seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.
Tujuan utama yang akan dicapai harus diidentifikasi pada puncak hierarki, sub
tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para
pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari pelaku-pelaku
itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka, dibawahnya adalah
level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level dari semua kemungkinan
Level 1
Level 2
Level 3
[image:37.612.85.509.92.350.2]Level N
Gambar 2.2 Struktur Hierarki
Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita mempunyai
beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita melakukan perbandingan
berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam hubungannya dengan usaha jangka
pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan juga matriks perbandingan berpasangan
yang berhubungan dengan keefektifan dan kesuksesan.
Akhirnya, pada level terbawah kita membandingkan pilihan-pilihan terhadap tiap
kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi. Dengan
demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight overall tertinggi.
Jika kita meneliti penilaian-penilaian yang ada sehingga kita yakin bahwa kita telah
mempertimbangkan semua faktor-faktor yang relevan, maka kita tidak perlu melakukan
perbandingan atas pilihan-pilihan lainnya. Dengan kata lain, kita telah melakukan yang
terbaik untuk memilih yang terbaik.
GOAL
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3
Sub Kriteria
1.1
Sub Kriteria
1.2
Sub Kriteria
1.L
Sub Kriteria
K.1
Sub Kriteria
K.M
Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh
adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada
level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya.
2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat memfokuskan
perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan
lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.
Dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan hierarki adalah sebagai berikut:
1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menjelaskan
bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas
elemen-elemen di level bawahnya.
2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu
sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku-pelaku dan
tujuan mereka pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada
suatu level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk
meyakinkan bahwa mereka merasa puas.
3. Sistem natural disusun secara hierarki.
4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa
pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan
susunan yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.
Dalam metode AHP menggunakan skala 1 – 9 untuk perbandingan berpasangan, yaitu
:
Tabel 2.3 Skala Banding Secara Berpasangan
Tingkat Kepentingan
Definisi Keterangan
1 equal importance ( kedua
elemen sama pentingnya )
Dua elemen menyumbangnya sama
besar pada sifat itu
3 moderate importance
( elemen yang satu sedikit lebih diunggulkan daripada
yang lain )
Pengalaman dan pertimbangan sedikit
menyokong satu elemen atas yang
lainnya
5 strong importance ( elemen
yang satu sangat kuat diunggulkan daripada yang
lain )
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu
elemen atas yang lainnya
7 demonstrated importance (
satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya )
Satu elemendengan kuat disokong , dan dominannya telah terlihat dalam praktik
9 extreme importance ( satu
elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang
lainnya )
Bukti yang menyokong elemen yang satu atas
yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan 2, 4, 6, 8 grey area ( nilai-nilai antara
diantara dua pertimbangan yang berdekatan )
Kompromi diperlukan antara dua perimbangan
Kebalikan Jika aktivitas untuk i mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
(Sumber : Thomas L Saaty, Pengambilan Keputusan : Bagi Para Pemimpin, 1993)
Skala mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 yang ditetapkan bagi
pertimbangan dalam membandingkan pasangan elemen yang sejenis di setiap tingkat
hirarki terhadap suatu kriteria yang berada setingkat di atasnya. Dan untuk mengetahui
konsistensi, dimana hasil dari uji konsistensi ini akan dibagi dengan nilai index
randomnya dan apabila hasil uji konsistensi adalah lebih kecil dari 0,1 maka hasilnya
sudah konsisten.
Jika terdapat sejumlah n kriteria, maka akan terdapat sejumlah
(
)
2 1 − n n pairwisecomparison. Jika {c1, c2,…..cn
c
} merupakan himpunan kriteria-kriteria dan nilai
perbandingan diberikan dalam matriks A, yang disajikan sebagai berikut :
1 c2 c
c
n
1 a11 a12 a
c
1n
2 a21 a22 a
A =
2n
cn an1 an2 a
dimana :
nn
- aii = 1, V1
- Jika a
ij = α, maka aji
α
1
= , dimana α≠ 0
- Jika ci dinyatakan equally importance terhadap cj, maka aij = aji
Dengan demikian matriks A sebagai matriks Reciprocal, dapat dituliskan sebagai
berikut :
= 1.
c1 c2 c
c
n
1 1 a12 a
c
1n
2 1 / a21 1 a
A =
2n
Dari matriks perbandingan berpasangan tersebut dapat dicari bobot dari setiap
kriteria (wi). Jika wi merupakan bobot dari kriteria ci dan wj merupakan bobot dari
kriteria cj, maka aij j i
w w
= , dimana i, j = 1, 2,……, n
Dengan demikian matriks A dapat dituliskan sebagai berikut :
c1 c2 c
c
n
1 w1 / w1 w1 / w2 w1 / w
c
n
2 w2 / w1 w2 / w2 w2 / w
A =
n
cn wn / w1 wn / w2 wn / w
Nilai w
n
i
1. Menormalkan setiap kolom j dari A, yaitu :
dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu :
wi
∑
= n k kj ij a a 1= , dimana i = 1, 2,……,n (2.2)
2. Menormalkan rata-rata geometric dari setiap baris, dimana nilai geometric
Mean = n n i i x
∏
=1 (2.3)3. Melakukan normalisasi dari jumlahan elemen-elemen baris.
4. Menghitung nilai w sebagai “principal righat eigen vector” dari matriks A, yaitu
Aw = λmax . w, dimana λmax
w
merupakan eigen value terbesar dari A. Dapat juga
dituliskan sebagai berikut :
i max λ
∑
= n i j j ij w aDi dalam metode AHP, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah masalah
inconsistency. Keputusan perbandingan yang diambil dikatakan “perfectly consistent”
jika dan hanya jika aik . akj = aij, dimana i, j, k = 1, 2, ….., n. Tetapi konsistensi ini tidak
boleh dipaksakan. Namun tingginya inkosistensi memang sangat tidak diinginkan jika
matriks reciprocal kosisten maka λmax
Prof. Saaty mendefinisikan ukuran konsistensi sebagai Consistency Index, yaitu : = n.
CI =
1 max − − n n λ (2.5)
Untuk setiap ukuran matriks n, matriks random dibuat dan nilai rata-rata CI
[image:42.612.169.416.368.596.2]dihitung. Nilai dari Random Index dapat diperoleh dari tabel.
Tabel 2.4 Nilai dari Random Index
Ordo matriks (n) RI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
Consistency Ratio (CR), yang menyatakan seberapa besar derajat inconsistency dari
penetapan nilai perbandingan antar kriteria yang telah dibuat, dimana :
CR =
RI CI
(2.6)
Apabila nilai CR ≤ 0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi bila CR > 0.1 maka
perlu dilakukan revisi. Nilai CR = 0 maka dapat dikatakan “perfectly consistent”. (Saaty,
1993)
2.8. Peneliti Terdahulu
Dari hasil tentang uraian metode supply chain diatas terdapat juga para peneliti
pendahulu yang terlebih dahulu menggunakan metode ini diantaranya :
Tugas Akhir yang Ditulis Oleh Akhmad Zainur Razikh Sarjana Teknik Industri UPN, 2008
“ Analisa Performansi Perusahaan dengan Metode Supply Chain Operation
Refearence (SCOR) di CV Restoe Bumi – Pasuruan “.
Tujuan Penelitian :
1. Untuk mengukur performansi supply chain dan untuk menentukan indikator-indikator
yang perlu mendapatkan perbaikan Departemen Bagian PPc Pada khususnya Dept
Purchasing, Dept Produksi, Dept Marketing Pada umumnya.
2. Memberikan Analisa perbaikan untuk meningkatkan performansi supply chain pada
CV. Restoe Bumi.
Hasil dan Pembahasan :
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2007 hingga data terpenuhi dan
diperoleh hasil serta pembahasannya dari penelitian yang dilakukan di CV Restou Bumi
adalah sebagai berikut :
1. Dari hasil pengukuran performasi supply chain CV Restou Bumi dapat diketahui
(73,74) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode
bulan Oktober 2007 (55,58)
2. Indikator-indikator yang perlu mendapatkan perbaikan antara lain :
a. Plan
1) Percentage of adjusted production quantity
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar( 63,3%)
2) Forecast accuracy
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 58% )
b. Source
1) Supplier delivery performance
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 66,5% )
2) Source employee reliability
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% )
3) Supplier delivery lead time
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 37,8% )
c. Make
1) Repair time percentage
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 71,7% )
2) Breakdown time percentage
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 58,3% )
3) Time between machine failure
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 32% )
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 50% )
d. Deliver
1) Delivery lead time
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 21,7% )
e. Return
1) Product reject rate
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar (47,7%)
2) Number of customer complaint
Perlu mendapatkan perbaikan sebesar ( 28,3% )
3. Usulan perbaikan untuk meningkatkan performansi supply chain pada CV. Setia
Group adalah :
a. Forecast Accuracy (58%)
Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melihat kondisi produk
dalam pasaran.
b. Repair Time Percentage (71,7%)
Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih berhati-hati dalam melakukan proses
produksi.
c. Percentage of adjusted production quantity (63,3%)
Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan perencanaan produksi.
Amelia Rahmawati meneliti metode supply chain pada tahun 2006 dengan judul
penelitian “PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA SUPPLY
CHAIN DI PT. INDOPRIMA GEMILANG SURABAYA”
1. Berdasarkan Supply Chain Operation Reference (SCOR) model, ada lima
proses manajemen dasar yang dikembangkan yang sesuai dengan kondisi
perusahaan, yaitu :
Prespektif Plan terdapat 5 KPI (AFT, PPUPP, FGIL, INTR, PER)
Prespektif Source terdapat 3 KPI (SDP, SER, SDLT)
Prespektif Make terdapat 7 KPI (PFHPP, PFGP, PFDP, PFPP, MME,
MER, PIF)
Prespektif Deliver terdapat 1 KPI (DLT)
Prespektif Return terdapat 3 KPI (SMDR, NCC, SMRT)
2. Pengukuran dilaksanakan pada produk type FE 119. Dari hasil pengukuran
bahwa secara agregat nilai kinerja yang paling tinggi pada periode bulan
Desember 2004 (674,82) dan yang paling rendah pada periode bulan Maret
2004 (543,77) yang digolongkan kinerja perusahaan yang baik.
3. Dari hasil pengukuran terdapat dua KPI yang memiliki tingkat kinerja yang
rendah dan memerlukan prioritas perbaikan yaitu PFHPP dan PFPP.
4. Hasil pembobotan dengan konsep Analytical Hierarchy Process (AHP)
diperoleh bahwa tingkat kepentingan secara berturut-turut dari yang terbesar
Return (32,6%), Deliver (22,0%), Make (16,6%), Plan (16,3) dan Source
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan di PT. Gunawan
Dianjaya Steel yang bertempat di Surabaya, pada bulan november 2009 dengan data yang
dibutuhkan untuk penelitian ini tercukupi.
3.2. Identifikasi Variabeldan Definisi Operasional
Untuk mempertegas batasan – batasan yang dimaksud dalam tujuan peneliti, maka
perlu adanya identifikasi variabel yang digunakan yaitu:
1. Variabel terikat dalam peneliti adalah seberapa baik kinerja dalam objek peneliti
sehingga dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode supply chain.
2. Variael bebas dalam peneliti ini adalah 5 dalam supply chain
a. Plan (perencaan).
proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman (delivery) yang baik.
b. Source (sourcing).
c. Make (produksi).
proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi untuk
memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
d. Deliver (pengiriman).
proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan, manajemen
transportasi, dan manajemen distribusi.
e. Return.
proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima kembali
produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam bagian
[image:48.612.88.499.397.715.2]delivery customer support.
Tabel 3.1. Keterangan Key Performance Indikator
PLAN
Realiability Jadwal Produksi Yang Mengalami
Perubahan
Prosentase Perubahan Jumlah Unit Yang
Diproduksi
Tingkat Perputaran Persediaan Barang
Hubungan Internal Antar Karyawan
Perencanaan Keandalan Tenaga Kerja
Responsiveness Waktu Untuk Menghasilkan Jadwal
Produsi
Waktu Untuk Merevisi Jadwal Produksi
Menyerahkan Penilaian Kepada Inventaris
SOURCE
Reliability Tingkat Ketepatan Waktu Pengiriman
Bahan Baku
Rata rata Pengiriman Material yang
terlambat
Hubungan Dengan Pemasok Bahan
Keandalan Pemasok bahan
Responsiveness Tanggapan Sumber Bahan
Siklus Waktu Pemesanan Pembelian
Flexibility Fleksibilitas Volume Sumber Bahan Baku
Order Minimum Kualitas Bahan
Cost Presentase Biaya Perolehan Penjualan
Bahan
Assets Penyerahan bahan Baku
MAKE
Realiability Waktu Yang Digunakan Untuk
Memperbaiki Mesin Yang Rusak
Waktu yang Menyebabkan Proses Produksi
Berhenti
Keandalan Tenaga Kerja Di Bagian
Produksi
Waktu Rata rata Kerusakan Mesin yang
Responsiveness Keandalan Tenaga Kerja Bagian Produksi
Seberapa Besar Karyawan Berani
Melakukan Suatu Tindakan
Flexibility Kefleksibelan Seorang Karyawan
Cost Efisiensi mesin
Efisiensi Produk
Efisiensi Produksi
Biaya Manufaktur Sebagai Presentase
Penjualanya
Assets Seberapa Besar Tingkat Penyerahan
Bahan
Persediaan Waktu Untuk Memprodusi
Sebuah Produk
DELIVER
Reliability Hubungan Pelanggan
Responsiveness Pengantaran tepat Waktu
Flexibility Pengiriman Minimum Kuantitas
Cost Biaya Transportasi Sebagai Presentase
Penjualan
Assets Persediaan Produk Yang Telah Selesai
Dihasilkan
RETURN
Riliability Nilai Produk yang Ditola
Banyaknya Keluhan Pelanggan
Responsiveness Waktu Untuk Menyelesaikan Keluhan
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
3.3.1. Data Primer
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber
pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara
lain :
1. Pengamatan (observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek yang
belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian untuk
dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa penggunaan
proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau
kelompok orang.
3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang diteliti
untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a. Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai
untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
b. Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang
memadai dan kemampuan yang cukup.
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama dan
telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen perusahaan untuk periode Juni Sampai
Desember 2009
3.4 Metode Pengolahan Data
Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah penyusunan kuisioner
yang selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner kepada responden perusahaan atau
karyawan perusahaan, adapun urutannya adalah sebagai berikut.
3.4.1 Penyusunan Kuesioner
Pada tahapan ini penulis membuat kuesioner yang berhubungan dengan
pengukuran performansi Supply Chain PT. Gunawan Dianjaya Steel Penyusunan kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan
data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan responden.
Penyusunan kuesioner pengukuran performansi Supply Chain :
Untuk mengetahui seberapa penting atribut Key performance Indicator (KPI) bagi kinerja perusahaan.
2. Kuisioner tingkat keyakinan dan realibilitas perusahaan.
Untuk mengetahui seberapa besar tingkat validitas dan reliabilitas perusahaan.
Untuk pengisian kuesioner pada bagian tingkat kepentingan, responden diminta
memberikan skala nilai terhadap atribut-atribut Key performance Indicator (KPI) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Skala yang digunakan adalah skala kepentingan
Analitical Hirearcy Process (AHP).
3.4.2 Penyebaran Kuesioner
Setelah kuesioner dibuat maka penulis menyebarkan kuesioner kepada
pihak-pihak yang ada di PT. Gunawan Dianjaya Steel yang mengerti tentang masalah
pengukuran performansi Supply Chain.
3.4.3 Uji Validitas
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara
masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
r =
(
)
(
)
[
2 2]
[
(
2)
( )
2]
) )( ( ) )( (
∑
∑
∑
∑
∑
−∑ ∑
Y Y N X X N Y X Y X N dimana :r = Koefisien korelasi yang dicari
N = Jumlah responden
X = Skor tiap-tiap variabel
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka
kritik tabel korelasi nilai r.
3.4.4 Uji Reliabilitas
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus
Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0,
misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus Alpha :
r11 −
−
∑
21 2 1 ) 1 ( σ σb k k = dimana : r11
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal = Reliabilitas instrumen
Σσb2
σ
= Jumlah varians butir
12
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
= Varians total
3.4.5 Perhitungan Nilai Normalisasi dengan Standarisasi SCOR
Dalam proses standarisasi SCOR ini, diberlakukan perhitungan sebagai berikut :
Large is Better
Lower is Better
Snorm
(
)
% 100
min max
max x S S
S
S i
− − =
Keterangan :
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
Smax = Nilai pencapaian kinerja terbaik dari indikator kinerja
Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator kinerja
3.4.6 Perhitungan Nilai akhir Performansi Supply Chain
Untuk menghitung nilai akhir performansi Supply Chain diberlakukan rumus :
Pi =
∑
=n
j
j ijW S 1
Dimana :
Pi
n = Jumlah obyektif performansi
= Total performansi supply chain varian i
Sij
W
= Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j j = Bobot dari obyektif performansi
3.5 Metode Analisa Data
Pada analisa data yaitu data yang sudah selesai diolah akan dilakukan analisa
untuk mengetahui indikator mana saja yang harus diperbaiki oleh perusahaan.
3.5.1 Analisa Performansi Supply Chain PT. Gunawan Dianjaya Steel
Dalam tahapan ini penulis berusaha menganalisa bagaimana performansi
dari PT. Gunawan Dianjaya Steel. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian
sedangkan jika nilai kinerjanya > 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali
[image:56.612.109.497.153.324.2](excellent).
Tabel 3.2.Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
< 40 Poor
40 – 50 Marginal
50 – 70 Average
70 – 90 Good
> 90 Exellent
(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)
3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Langkah-langkah pemecahan masalah diperlukan sebagai pedoman pelaksanaan
penelitian agar proses penelitian dapat berjalan secara sistematis dan terarah. Adapun
Mulai
Study Literatur Study Lapangan
C
Perumusan Masalah Tujuan Penelitian
Penentuan variabel Yang Digunakan Dalam Pengukuran
Kinerja Perusahaan
B
Pengumpulan data data kuantitatif
1.Aspek Plan : Reliability : Npsr, Papq, Itrm, Ir, Per Responsivenees : Tpps, Trps
Assets : Ato, Itr
2.Aspek Source : Reliability : Mtdp, Mlmd, Srm, Sr Responsivenees : Svrm, Poct
Flexibility : Svfm, Moqm Cost : Macps
Assets : Rmtr
3.Aspek Make : Reliability : Rtp, Btp, Mer,Cqs Responsivenees : Plt, Mvr
Flexibility : Mvf Cost : Em, Ep, Epr, Mcps Assets : Wiptr, Wipids
4.Aspek Deliver: Reliability : Cr Responsivenees : Otd
Flexibility : Mdq Cost : Tcps Assets : Fgids, Fgtr
5.Aspek Return: Reliability : Prr, Ncc Responsivenees : Tsc
Pembuatan Kuisioner kualitatif KPI dan indicator performansi
Penyebaran Kuisioner
Valid Buang Item Tidak Valid
Uji Reliabilitas Data Primer Kuisioner inikator performansi Data Primer Kuisioner AHP Pengolahan Data Dengan AHP Expert Choice Uji Konsistensi Konsisten? A D Identifikasi Variabel aspek, indikator, dan KPI
Identifikasi indikator Variabel dan Definisi Operasional
Sisa Item Uji Kecukupan Data
Data Cukup
Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Perhitungan nilai performansi aktual masing-masing KPI
B
Reliabel? C
Perhitungan nilai performansi KPI tiap level dengan mengikutkan bobot tiap level
aspek, indicator dan KPI
Kesimpulan & Saran
Selesai
D