• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK INFUSA KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS YANG TERBEBANI SUKROSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK INFUSA KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS YANG TERBEBANI SUKROSA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK INFUSA KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS YANG

TERBEBANI SUKROSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ghozi Dafa Sadit NIM : 178114013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK INFUSA KULIT KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS YANG

TERBEBANI SUKROSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ghozi Dafa Sadit NIM : 178114013

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

vi ABSTRAK

Hiperglikemik adalah suatu kondisi peningkatan kadar glukosa darah melebihi batas normal yang mengindikasikan penyakit diabetes melitus (DM). Dewasa ini masyarakat beralih menggunakan obat herbal dari tanaman. Salah satu tanaman yang memiliki efek antihiperglikemik adalah kacang tanah (Arachis

hypogaea L.). Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek antihiperglikemik dan

mengetahui dosis efektif dari pemberian infusa kulit Arachis hypogaea L. pada mencit yang terbebani sukrosa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah. Sebanyak 30 ekor mencit terbagi dalam 6 kelompok secara acak. Kelompok kontrol positif (akarbosa dosis 80 mg/KgBB), kelompok kontrol negatif (aquadest), kelompok gula (sukrosa) dan kelompok perlakuan dengan dosis infusa kulit Arachis hypogaea L. bertingkat, yaitu 833,3; 1666,7; 3333,3 mg/KgBB. Sukrosa diberikan 30 menit setelah perlakuan secara peroral dan dilanjutkan dengan pencuplikan darah di ekor mencit pada waktu ke-0, 15, 30, 60, 90, dan 120 menit setelah dibebankan sukrosa. Data kadar gula darah terukur dianalisis secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa kulit kacang tanah dosis 833,3; 1666,7; 3333,3 mg/KgBB memiliki efek antihiperglikemik dengan persentase penurunan kadar gula darah secara berturut-turut sebesar 48,69; 51,38; dan 59,39%. Tidak ditemukan dosis efektif yang mampu memberikan efek antihiperglikemik dari infusa kulit kacang tanah pada mencit yang terbebani sukrosa.

(4)

vii ABSTRACT

Hyperglycemic is a condition involves elevation of blood glucose exceeds the normal limits which indicates Diabetes Melitus (DM) disease. Nowadays, society uses herbal drug from plants. One of the plant which has the antihyperglycemic effect is groundnut (Arachis hypogaea L.). This aim of this study is to examine the antihyperglycemic effect and find out the effective dose from Arachis hypogaea L. peel infusion in sucrose-induced mice. This study is a true experimental research with a one way-complete-randomized design. This study used 30 mice that divided into 6 groups randomly. The positive control group (acarbose at a dose of 80 mg/KgBW), the negative control group (aquadest), the sucrose group, and the treatment group was given the 3 different doses of Arachis hypogaea L. peel infusion, 833,3; 1666,7; 3333,3 mg/KgBW. After 30 minutes, every groups given the sucrose orally and the blood was drawn from the mice’s tail vein at 0, 15, 30, 60, 90, and 120 minutes after the administration of sucrose. The results shows that Arachis hypogaea L. peel infusion at dose 833,3; 1666,7; 3333,3 mg/KgBW have the % of blood glucose decrease consecutive at 48,69%; 51,38%; and 59,39%. There is no effective dose found in this study.

(5)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

ABSTRAK. ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

KESIMPULAN ... 21

SARAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN ... 27

(6)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil skrining fitokimia uji tabung flavonoid, saponin, dan tanin pada infusa kulit kacang tanah

(Arachis hypogaea L.) ... 11 Tabel II. Hasil Uji KLT Flavonoid Infusa Kulit Kacang

Tanah dengan Fase Gerak Metanol : Air

(13,5 : 10) ... 12 Tabel III. Hasil Uji KLT Saponin Infusa Kulit Kacang

Tanah dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol

(9 : 1) ... 12 Tabel IV. Hasil Uji KLT Tanin Infusa Kulit Kacang

Tanah dengan Fase Gerak Metanol : Air

(32,3 : 1) ... 12 Tabel V. Data Rerata Nilai AUC0-120 dari Masing-Masing

Kelompok ... 15 Tabel VI. Hasil Uji Post-Hoc Bonferroni AUC0-120 Kadar

(7)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bercak pengujian KLT (a) flavonoid, (b) saponin,

dan (c) tanin ... 14 Gambar 2. Kurva Hubungan antara Waktu dengan Rata-Rata

(8)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ethical Clearance dari Medical and Health

Research Ethnics Comittee (MHREC) Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada ... 27 Lampiran 2. Surat Pengesahan Determinasi ... 28 Lampiran 3. Surat Legalitas Analisis Data oleh Pusat Kajian

CE&BU Fakultas Kedokteran UGM ... 30 Lampiran 4. Hasil Pengukuran % Kadar Air Serbuk Kulit

Kacang Tanah ... 31 Lampiran 5. Kacang Tanah Segar ... 32 Lampiran 6. Serbuk dan Larutan Infusa Kulit Kacang Tanah ... 32 Lampiran 7. Hasil Uji Tabung Fitokimia ... 33 Lampiran 8. Hasil Uji KLT ... 35 Lampiran 9. Perhitungan Dosis Infusa Kulit Arachis hypogaea

L. ... 37 Lampiran 10. Pengukuran Kadar Gula Darah Mencit ... 38 Lampiran 11. Hasil Analisis dengan Uji Shapiro-Wilk, Uji

Levene, Uji One-Way ANOVA dan Uji Post-Hoc Bonferroni AUC0-120 Kontrol Normal, Kontrol

Sukrosa, Kontrol Akarbosa, dan 3 Kelompok

(9)

1 PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) suatu kondisi kronis yang terjadi akibat terjadinya kenaikan kadar gula dalam darah karena tubuh tidak mampu memproduksi cukup hormon insulin atau menggunakan hormon insulin dengan efektif. Prevalensi global dari diabetes pradiabetes pada orang dewasa telah meningkat selama beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2019, didapatkan jumlah penderita DM di dunia sebanyak 463 juta jiwa, di mana pada daerah Asia Tenggara didapatkan 88 juta jiwa pengidap penyakit DM. Kasus kematian global yang disebabkan oleh penyakit DM hingga tahun 2019 diperkirakan telah mencapai 4 juta jiwa dengan rentang usia 20 hingga 79 tahun. Jumlah penderita DM akan terus meningkat dengan estimasi mencapai 578 juta jiwa pada tahun 2030 dan 700 juta jiwa pada tahun 2045 (Williams et al., 2019). Peningkatan prevalensi diabetes disebabkan karena terjadinya urbanisasi yang begitu cepat dan gaya hidup sedentari (Cho et

al., 2018).

Hiperglikemik adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal (PERKENI, 2015). Hiperglikemik yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan yang cukup serius pada berbagai organ di dalam tubuh. Komplikasi dari kondisi ini meliputi penyakit kardiovaskuler, neuropati, nefropati, penyakit mata yang dapat mengarah pada retinopati dan kebutaan. Komplikasi ini jika tidak segera diberi penanganan yang tepat dapat meningkatkan risiko kematian yang (Williams et al., 2019).

Tujuan dari pengobatan diabetes melitus untuk menghindari atau mencegah terjadinya komplikasi dari diabetes melitus itu sendiri. Penanganan diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan dengan modifikasi gaya hidup, seperti diet, berolahraga, dan menjaga berat badan agar tetap ideal. Jika kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 tetap tidak terkontrol setelah melakukan modifikasi gaya hidup, maka diperlukan obat hipoglikemia oral untuk mengontrol kadar gula darah penderita diabetes melitus (Piero et al., 2012).

Banyak jenis obat hipoglikemia oral yang sering digunakan dalam terapi diabetes mellitus, antara lain sulfonilurea, glinid, metformin, tiazolidindion,

(10)

2

penghambat alfa-glukosidase, penghambat Dipeptidyl Peptidase-IV (DPP-IV), dan penghambat Sodium Glucose Co-transporter 2 (SGLT-2). Jenis-jenis obat hipoglikemia oral tersebut memiliki mekanisme yang berbeda-beda dalam mengontrol kadar glukosa darah. Dewasa ini masyarakat Indonesia cenderung kembali menggunakan obat-obatan alami dari tanaman. Pengobatan tradisional banyak dipilih karena mudah diakses, terjangkau, dan diterima secara budaya oleh masyarakat luas (Ningsih, 2015). Hal ini menjadi tantangan bagi para ahli untuk terus mengembangkan agen antidiabetes herbal yang memiliki efek yang sama dengan agen antidiabetes sintetis (Piero et al., 2012).

Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Bagian dari tanaman ini memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah bagian kulit. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sari and Maimunah (2005) mendapati bahwa infusa kulit kacang tanah mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus yang dibebani glukosa berkisar 10 sampai 16% dibandingkan dengan kontrol negatif berupa natrium karboksi metil selulosa (Na CMC). Pada penelitian tersebut, hewan uji berupa tikus jantan galur Wistar dibebankan glukosa secara oral. Satu jam kemudian, tikus diberikan sediaan uji berupa infusa kulit kacang tanah dengan dosis bertingkat. Dilakukan pengambilan darah tikus pada menit ke-0, 30, 60, 120, 180, 240, dan 300 setelah perlakuan. Kadar glukosa dalam darah tikus dianalisis secara enzimatis dengan metode GOD-PAP dan dilakukan penetapan kadar glukosa darah tikus secara spektrofotometri untuk mendapatkan data luas daerah di bawah kurva (LDDK). Kulit kacang tanah mengandung saponin, flavonoid, dan tanin (Junior et al., 2015; Yadav et al., 2014; Velu et al., 2015). Diketahui saponin, flavonoid, dan tanin mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah melalui mekanisme penghambatan enzim α-amilase dan α-glukosidase, sehingga hidrolisis disakarida dan oligosakarida menjadi monosakarida di dalam usus halus terganggu. Hal ini yang menyebabkan senyawa-senyawa tersebut berpotensi menjadi kandidat dalam manajemen hiperglikemia, khususnya hiperglikemia

(11)

3 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai kulit kacang tanah, maka peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut terkait efek antihiperglikemik yang dimiliki oleh kulit Arachis hypogaea L. Penelitian ini menggunakan metode Uji Toleransi Gula Oral (UTGO) yang dilakukan secara in

vivo pada hewan uji yaitu mencit yang diinduksi sukrosa. Uji toleransi merupakan

uji untuk melihat bagaimana toleransi dari penurunan kadar gula darah pada pemberian obat uji tertentu (Susilawati et al., 2016). Sukrosa adalah suatu disakarida yang dihidrolisis oleh enzim sukrase menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim sukrase merupakan enzim yang menyerupai α-glukosidase. Glukosa hasil hidrolisis akan diabsorbsi oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh tubuh (Anderson, 2003). Sukrosa adalah jenis gula yang sering dikonsumsi sehari-hari yang ditemukan pada gula putih atau gula tebu dan minuman kemasan (Sandra and Budiman, 2011). Kulit kacang tanah yang diuji dibuat dalam bentuk sediaan infusa. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Sediaan infusa dipilih karena kandungan senyawa flavonoid, saponin, dan tanin dapat larut dalam air, sehingga diharapkan senyawa-senyawa tersebut dalam tersari dalam sediaan infusa (Agustina et al., 2017; Arifin and Ibrahim, 2018; Sulastri, 2009). Penelitian ini termasuk dalam penelitian efek antihiperglikemik sediaan infusa dan dekokta kulit Arachis hypogaea L. Penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, di mana dalam penelitian ini digunakan sukrosa sebagai agen penginduksi naiknya kadar gula darah pada hewan uji berupa mencit dengan interval waktu pengambilan cuplikan darah 15-30 menit selama 2 jam. Digunakan hewan uji berupa mencit karena mencit mudah didapatkan dan mudah ditangani, murah, dan banyak penelitian sebelumnya yang berhasil menggunakan hewan uji mencit (Indrawati et al., 2015).

(12)

4

METODE PENELITIAN Bahan

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss dalam kondisi sehat dengan umur 2-3 bulan, dan berat badan 20-30 gram diperoleh dari Abadi Jaya, Yogyakarta. Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit Arachis hypogaea L. yang didapatkan dari satu penjual yang sama di Pasar Rejowinangun, Magelang. Kacang tanah yang digunakan dipilih berdasarkan bentuk dan ukuran yang seragam (memiliki 2 biji kacang di dalamnya), sukrosa sebagai agen penginduksi naiknya gula darah, tablet akarbosa sebagai kontrol positif, aquadest sebagai pelarut dan kontrol negatif, strip pengukur kadar gula darah, HCl, serbuk magnesium, FeCl3, metanol, kloroform, baku rutin, baku

saponin, baku asam tanat, amonia, dan Liebermann-Burchard.

Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, mesin penyerbuk, ayakan nomor mesh 40 dan 50, moisture balance, timbangan analitik, panci enamel, termometer, penangas air, kain flanel, stopwatch, gelas beker, gelas ukur, labu ukur, erlenmeyer, batang pengaduk, pipet tetes, tabung reaksi, pipet ukur, glasfirm, spuit, syringe, lanset, corong, glukometer (Accu Check Active), pisau, talenan, alat silika gel G60 F254, seperangkat alat KLT, dan lampu UV.

Tata Cara Penelitian

Pengumpulan kulit Arachis hypogaea L.

Bahan uji yang digunakan adalah kulit Arachis hypogaea L. dalam keadaan segar, memiliki bentuk dan ukuran seragam (memiliki 2 biji kacang di dalamnya), tidak busuk serta sudah terpisah dari bagian kulit ari dan bijinya, yang akan diperoleh dari satu penjual yang sama di Pasar Rejowinangun, Magelang.

(13)

5 Determinasi kulit Arachis hypogaea L.

Determinasi kulit Arachis hypogaea L. dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan polong Arachis hypogaea L. utuh lalu dicocokkan dengan ciri-ciri yang sesuai dengan tanaman Arachis hypogaea L. untuk menyatakan bahwa spesimen tumbuhan tersebut adalah benar-benar tanaman Arachis hypogaea L. (Diniatik, 2015).

Pembuatan simplisia dan serbuk kulit Arachis hypogaea L.

Kulit Arachis hypogaea L. yang masih segar dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Kulit akan dipotong terlebih dahulu, kemudian disebarkan pada tampah bambu di oven dengan suhu 45-50ºC selama 24 jam atau hingga benar-benar kering dan dapat diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk simplisia yang didapatkan kemudian diayak menggunakan ayakan nomor 40 dan 50 mesh,

Penetapan kadar air pada serbuk kering kulit Arachis hypogaea L.

Penetapan kadar air dari serbuk bertujuan untuk mengetahui serbuk yang digunakan telah memenuhi persyaratan serbuk. Penetapan kadar air dilakukan dengan menimbang serbuk kering kulit Arachis hypogaea L. yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance kemudian diratakan. Dilakukan pemanasan kemudian secara otomatis % kadar air akan muncul pada alat. Persen kadar air yang baik untuk simplisia adalah kurang dari atau sama dengan 10%. Penggunaan moisture balance memiliki beberapa kelebihan, antara lain waktu pengujian yang cepat (dalam waktu 3-15 menit), cara pengoperasian yang mudah, serta mengurangi human error saat pengukuran (Kumalasari, 2012).

Pembuatan infusa kulit Arachis hypogaea L

Sediaan infusa dibuat dari serbuk kulit Arachis hypogaea L. dengan merebus sebanyak 10 gram serbuk kulit Arachis hypogaea L. menggunakan 20 mL aquadest dalam panci infusa sebagai pembasah kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 mL. Dipanaskan pada suhu 90ºC selama 15 menit sambil

(14)

6

diaduk sesekali setiap 5 menit lalu diserkai dengan kain flanel selagi panas dan ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume sediaan infusa kulit Arachis hypogaea L. yang dikehendaki, yaitu 100 mL.

Uji kualitatif fitokimia a. Uji tabung

Uji flavonoid. Sampel infusa sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan dengan serbuk magnesium sebanyak 1 gram kemudian ditambahkan dengan larutan HCl pekat. Terbentuknya warna kuning atau merah menunjukkan adanya kandungan flavonoid (Ensamory et al., 2017).

Uji saponin. Sampel infusa sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 mL air panas dan digojok kuat hingga homogen. Terbentuknya buih yang stabil (buih setinggi 1-10 cm yang bertahan selama 10 menit) dan jika setelah 10 menit dengan penambahan 1 tetes HCl 2 N buih tidak hilang maka menunjukkan adanya kandungan saponin (Ensamory et al., 2017).

Uji tanin. Sampel infusa sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl3 10%. Bila terbentuk warna biru

tua menunjukkan adanya kandungan tanin (Ensamory et al., 2017). b. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Fase diam yang digunakan adalah lempeng silika gel G60 F254 dengan

panjang 10 cm dan lebar 3 cm. Penotolan sampel dilakukan pada lempeng, dengan jarak 0,5 cm dari sisi bawah lempeng. Sampel yang akan dianalisis ditotolkan sebanyak 1-3 tetes, lalu dibiarkan mengering. Ketika sudah mengering, lempeng dimasukkan ke dalam bejana yang sudah berisi fase gerak. Dalam beberapa menit, larutan fase gerak akan terlihat naik pada lempeng. Ketika fase gerak berjalan naik hingga tanda batas atas, yaitu 2 cm dari sisi atas lempeng, lempeng dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Setelah itu, diamati secara visibel (kasat mata) dan di bawah sinar UV sebelum dan sesudah diberi larutan pendeteksi. Jarak bercak dari penotolan sampel diukur dan dicatat sehingga dihasilkan harga Rf bercak. Penentuan harga Rf nantinya

(15)

7 akan dibandingkan dengan Rf standar atau teoretis (Rohmah et al., 2019; Setiawan et al., 2015).

Uji flavonoid. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol : air (13,5 : 10) dengan penampak noda larutan amonia. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna kuning cokelat setelah diberi larutan penampak amonia menegakkan adanya kandungan flavonoid (Yuda et al., 2017).

Uji saponin. Fase gerak yang digunakan yaitu kloroform : metanol (9 : 1), dengan penampak noda pereaksi Lieberman Burchard. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya noda berwarna hijau biru (Yuda et al., 2017).

Uji tanin. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol : air (32,3 : 1) dengan penampak noda FeCl3. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya noda

berwarna hitam (Setiawan et al., 2015).

Selain itu, dilakukan juga perhitungan parameter karakteristik kromatografi lapis tipis yaitu faktor retensi (Rf), dengan formula sebagai berikut:

(Setiawan et al., 2015).

Penetapan dosis infusa kulit Arachis hypogaea L.

Penetapan peringkat dosis infusa kulit Arachis hypogaea L. didasarkan pada:

a. Bobot tertinggi mencit yaitu 30 gram

b. Volume maksimal pemberian infusa kulit Arachis hypogaea L. secara oral pada mencit, yaitu 1 mL

c. Konsentrasi infusa kulit Arachis hypogaea L. yang dibuat, yaitu 10%

Dua peringkat dosis di bawah dosis tertinggi didapatkan dengan cara membagi 2 dari dosis tertinggi yang sudah ditentukan dan didapatkan dosis tertinggi sebesar 3333,3 mg/KgBB. Melalui perhitungan, didapatkan 3 peringkat dosis yaitu 833,3; 1666,7; dan 3333,3 mg/KgBB.

(16)

8

Pembuatan larutan sukrosa 12% b/v

Konsentrasi larutan sukrosa ditentukan dengan menggunakan rumus D x BB = C x V dimana dosis yang digunakan yaitu sebesar 4 g/KgBB, BB menggunakan rata-rata berat badan normal pada mencit tertinggi yaitu 30 gram, dan volume maksimal peroral yang dapat diberikan pada mencit yaitu 1 mL. Dari hasil perhitungan didapatkan konsentrasi sukrosa yang diberikan pada mencit yaitu 12 gram/100 mL atau 12% b/v.

Pembuatan larutan akarbosa dalam aquadest

Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah akarbosa, sehingga akarbosa harus mampu memberikan efek antihiperglikemik pada mencit yang terbebani sukrosa 12%. Larutan akarbosa dibuat dengan dosis 80 mg/KgBB. Sebanyak 5 tablet akarbosa dengan dosis 50 mg digerus menjadi serbuk, lalu diambil serbuk sebanyak 240 mg untuk dilarutkan menggunakan sedikit aquadest di dalam gelas beaker. Serbuk akarbosa yang sudah larut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan aquadest hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.

Penentuan kontrol negatif

Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades yang merupakan pelarut dalam pembuatan infusa kulit Arachis hypogaea L. Kontrol negatif merupakan zat yang tidak memberikan efek antihiperglikemik sehingga dapat digunakan sebagai pembanding terhadap zat yang diuji.

Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dengan galur Swiss sebanyak 30 ekor. Mencit yang digunakan dalam kondisi sehat, umur 2-3 bulan, dan dengan berat badan 20-30 gram. Hewan uji terlebih dahulu dipuasakan selama 18 jam tetapi tetap diberikan air minum. Hewan uji kemudian diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama 18-24 jam.

(17)

9 Perlakuan hewan uji

Pengelompokan hewan uji dilakukan dengan cara membagi 30 mencit ke dalam 6 kelompok yang terdiri dari 5 hewan uji secara acak setiap kelompoknya, Kelompok I diberikan akarbosa dengan dosis 80 mg/KgBB sebagai kontrol positif. Kelompok II diberikan aquades sebagai kontrol negatif. Kelompok III diberikan larutan sukrosa sebagai kontrol gula. Kelompok IV, V, dan VI diberikan infusa kulit Arachis hypogaea L. sebagai perlakuan dengan menggunakan 3 peringkat dosis yang berbeda, yaitu 833,3; 1666,7; dan 3333,3 mg/KgBB. Perlakuan setiap kelompok dilakukan secara peroral pada mencit. Kelompok III, IV, V, dan VI diberikan larutan sukrosa dengan konsentrasi 12% secara peroral 30 menit setelah perlakuan. Kadar gula darah mencit diukur pada menit ke-0 sebelum pemberian sukrosa dan pada menit ke-15, 30, 60, 90, dan 120 setelah pemberian sukrosa. Ayala et al. (2010) menyatakan bahwa protokol metode Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO) dilakukan dengan pembebanan glukosa pada hewan uji setelah dipuasakan dengan kadar glukosa darah yang diambil selama rentang 2 jam dengan interval waktu 15 sampai 30 menit. Darah mencit diambil dari ekor mencit (vena lateralis), dan hasilnya dicek dengan menggunakan alat pengukur gula darah. Setelah kadar gula darah diperoleh, dibuat grafik nilai kadar gula darah vs kurva menit ke-0 hingga menit ke-120 menggunakan metode trapesium (AUC t0-tn) dengan formula sebagai berikut:

𝐴𝑈𝐶 0− = 𝑥 (𝐶0+𝐶1) + 𝑥 (𝐶1+𝐶2) + 𝑥 (𝐶 −1+𝐶 ) Catatan : t : waktu (menit)

C : kadar gula darah (mg/dL)

𝐴𝑈𝐶 0− = luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 hingga ke-n

Selain itu, dilakukan perhitungan % Penurunan Kadar Gula Darah (%PKGD), yang ditentukan dengan formula sebagai berikut:

[ ( 𝐴𝑈𝐶 𝐴𝑈𝐶

(18)

10

Analisis Statistik

Hasil data gula darah dari formula AUC t0-tn dianalisis secara statistik

dengan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data. Apabila data terdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji Levene Test untuk melihat varian data. Apabila data memiliki varian yang sama, maka analisis statistik dilanjutkan dengan uji One-Way ANOVA untuk melihat perbedaan antar kelompok yang kemudian dilanjutkan dengan uji Post-Hoc Bonferroni. Apabila data memiliki varian yang berbeda, maka dilanjutkan dengan uji Post-Hoc

Tamhane’s. Jika hasil akhir didapatkan nilai p<0,05, maka terdapat perbedaan

rerata yang bermakna antara 2 kelompok data, dan jika hasil akhir didapatkan nilai p>0,05, maka terdapat perbedaan rerata yang tidak bermakna antara 2 kelompok data (Dahlan, 2014).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya efek antihiperglikemik yang dihasilkan dari pemberian sediaan infusa kulit kacang tanah. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dengan nomor referensi KE/FK/0838/EC/2020.

Telah dilakukan determinasi pada kulit kacang tanah segar yang telah dikumpulkan. Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil determinasi dengan nomor referensi 622/LKTO/Far-USD/XII/2020 menyatakan bahwa spesimen tumbuhan yang digunakan pada penelitian adalah benar-benar kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.).

Kulit kacang tanah yang telah kering kemudian diserbuk, diayak, dan diukur % kadar airnya menggunakan instrumen Moisture Balance. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui besarnya kandungan air di dalam simplisia, hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminasi dalam simplisia tersebut. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air ≤ 10%,

(19)

11 sehingga dapat memperpanjang daya tahan simplisia dalam proses penyimpanan (Handayani, Wirasutisna, and Insanu, 2017). Moisture Balance dipilih karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain waktu pengujian yang cepat (dalam waktu 3-15 menit), cara pengoperasian yang mudah, serta mengurangi human

error saat pengukuran (Kumalasari, 2012). Serbuk kulit kacang tanah yang telah

dibuat memiliki % kadar air sebesar 9,293%. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa serbuk kulit kacang tanah yang dibuat sudah sesuai dengan persyaratan kadar air yang baik, yaitu ≤ 10% (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010).

Skrining fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain uji tabung dan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tujuan dilakukan skrining fitokimia adalah untuk mengetahui keberadaan kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalam sediaan infusa kulit kacang tanah. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan uji yang dilakukan untuk menegaskan hasil uji tabung (Kumalasari and Sulistyani, 2011). Skrining fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil skrining fitokimia yang didapatkan dari uji tabung yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel I. Hasil skrining fitokimia uji tabung flavonoid, saponin, dan tanin pada infusa kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.)

Metabolit Sekunder

Pengujian Hasil Kesimpulan

Flavonoid 1 mL sediaan + 1 gram serbuk magnesium + beberapa tetes larutan HCl pekat

Perubahan warna menjadi kemerahan

(+)

Saponin 1 mL sediaan + 2 mL air panas dan

digojog kuat

Terbentuknya busa stabil setinggi 3 cm selama beberapa menit dan busa tidak hilang setelah diberi

HCl 2 N

(+)

Tanin 1 mL sediaan + beberapa tetes FeCl3

10%

Perubahan warna menjadi biru tua

(20)

12

Berdasarkan hasil uji tabung pada Tabel I, dapat disimpulkan bahwa sediaan infusa kulit kacang tanah yang dibuat memiliki kandungan metabolit sekunder flavonoid, saponin, dan tanin.

Tabel II. Hasil Uji KLT Flavonoid Infusa Kulit Kacang Tanah dengan Fase Gerak Metanol : Air (13,5 : 10)

Bercak Deteksi sebelum diuap amonia

Deteksi setelah diuap amonia

Rf Hasil Visibel UV254 Visibel UV254

Rutin Kuning Kuning Cokelat Cokelat 0,95 (+) Infusa

Kulit Kacang

Tanah

Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat 0,71 (+)

Tabel III. Hasil Uji KLT Saponin Infusa Kulit Kacang Tanah dengan Fase Gerak Kloroform : Metanol (9 : 1)

Bercak Deteksi sebelum disemprot Lieberman Burchard Deteksi setelah disemprot Lieberman Burchard Rf Hasil Visibel UV254 Visibel UV254 Saponin Tidak tampak Tidak tampak Tidak tampak Tidak tampak - - Infusa Kulit Kacang Tanah

Cokelat Cokelat Biru Biru 0,16 -

Tabel IV. Hasil Uji KLT Tanin Infusa Kulit Kacang Tanah dengan Fase Gerak Metanol : Air (32,3 : 1)

Bercak Deteksi sebelum disemprot FeCl3 Deteksi setelah disemprot FeCl3 Rf Hasil Visibel UV254 Visibel UV254 Asam tanat Jingga Tidak tampak Cokelat Cokelat - - Infusa Kulit Kacang Tanah

(21)

13 Skrining fitokimia dilanjutkan dengan pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan baku pembanding dan deteksi di bawah lampu UV 254 nm. Pada pengujian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) senyawa flavonoid, digunakan rutin sebagai baku pembanding. Rutin merupakan glikosida kuersetin dengan disakarida yang terdiri dari glukosa dan rhamnosa. Larutan standar rutin digunakan sebagai pembanding karena rutin merupakan flavonoid yang paling sering ditemukan dalam tanaman dalam bentuk glikosida seperti kuersetin-3-rutinosida (Azizah et al., 2020). Hasil yang didapatkan berupa nilai Rf, dimana nilai Rf rutin adalah 0,95 cm, sedangkan nilai Rf infusa kulit kacang tanah adalah 0,71 cm. Pada pengujian tabung flavonoid, didapatkan hasil (+) karena terjadi perubahan warna dari coklat tua menjadi kemerahan. Dari kedua pengujian tersebut, belum dapat dipastikan bahwa infusa kulit kacang tanah mengandung senyawa flavonoid. Perlu dilakukan kembali pengujian flavonoid menggunakan komposisi pelarut lain dan baku senyawa flavonoid lain untuk dapat menegaskan kandungan flavonoid yang terkandung di dalam infusa kulit kacang tanah.

Skrining fitokimia KLT yang dilakukan pada senyawa saponin menggunakan baku saponin sebagai pembanding. Nilai Rf yang didapatkan dari infusa kulit kacang tanah adalah 0,16, tetapi tidak ditemukan bercak pada baku saponin yang digunakan. Pada pengujian tabung saponin, didapatkan hasil (+) yang ditandai dengan adanya busa stabil setinggi 3 cm dan busa tidak hilang setelah diberikan HCl 2 N. Berdasarkan hasil tersebut, belum dapat dipastikan bahwa di dalam infusa kulit kacang tanah terkandung saponin. Oleh karena itu perlu dilakukan kembali optimasi terkait penggunaan fase gerak yang sesuai untuk dapat mengelusi senyawa saponin.

Pada pengujian KLT senyawa tanin, digunakan baku asam tanat sebagai pembanding. Nilai Rf yang didapatkan dari infusa kulit kacang tanah adalah 0,8 dan nilai Rf yang didapatkan dari baku pembanding asam tanat adalah 0,87. Peninjauan dari hasil Rf infusa kulit kacang tanah mendekati hasil Rf dari baku pembanding tanin, yang menandakan bahwa infusa kulit kacang tanah diduga memiliki kandungan tanin. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji tabung tanin

(22)

14

infusa kulit kacang tanah, dimana dengan adanya penambahan beberapa tetes FeCl3 10% terjadi perubahan warna menjadi biru tua.

Gambar 1. Bercak pengujian KLT (a) flavonoid, (b) saponin, dan (c) tanin.

Penelitian ini menggunakan metode Uji Toleransi Gula Oral (UTGO). Prinsip dari metode UTGO adalah dengan memuasakan hewan uji semalaman (±18 jam) namun tetap diberi minum agar gula darah stabil dan tidak terdapat perubahan kadar gula darah karena asupan makanan (Nugrahani, 2012), kemudian hewan uji akan dibebankan gula 30 menit setelah pemberian substansi antidiabetes. Gula yang digunakan pada penelitian ini adalah sukrosa. Sukrosa merupakan suatu disakarida yang dihidrolisis oleh enzim sukrase menjadi glukosa dan fruktosa. Enzim sukrase merupakan enzim yang menyerupai enzim α-glukosidase. Glukosa hasil hidrolisis akan diabsorbsi oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh tubuh, dimana dalam waktu 30 menit setelah pemberian, sukrosa dapat meningkatkan kadar gula darah (Anderson, 2003; Srujana et al., 2019). Dosis sukrosa yang digunakan untuk menginduksi kenaikan gula darah hewan uji mengacu pada penelitian Gunawan-Puteri et al. (2018), yaitu 4 g/KgBB.

(23)

15 Gambar 2. Kurva Hubungan antara Waktu dengan Rata-Rata Kadar Gula

Darah

Gambar 2. menunjukkan profil kenaikan kadar gula darah pada masing-masing kelompok sebelum dan sesudah perlakuan. Kelompok kontrol sukrosa mengalami kenaikan kadar gula darah 2 kali lipat pada 15 menit pertama, yang kemudian berangsur-angsur menurun pada menit selanjutnya. Kadar gula darah yang terukur pada masing-masing kelompok dilakukan perhitungan nilai Area

Under Curve (AUC) dari menit ke-0 sampai menit ke-120 dengan metode

trapezoid.

Tabel V. Data Rerata Nilai AUC0-120 dari Masing-Masing Kelompok

Kelompok Perlakuan Rerata AUC (mg.menit/dL) ± SD

%PKGD

Kontrol Negatif 9637,5 ± 1276,81 -

Kontrol Sukrosa 22173 ± 1114,6 -

Kontrol Akarbosa + sukrosa 11781 ± 610,81 82,9 IKKT 833,3 mg/KgBB + sukrosa 16069,5 ± 1608,96 48,69 IKKT 1666,7 mg/KgBB + sukrosa 15732 ± 1305,02 51,38 IKKT 3333,3 mg/KgBB + sukrosa 14728,5 ± 1657,964 59,39 Keterangan:

SD : Standar deviasi

%PKGD : % Penurunan kadar gula darah IKKT : Infusa kulit kacang tanah

0 50 100 150 200 250 0 15 30 60 90 120 R ata -ra ta ka da r g ula da ra h (mg /dL ) Waktu (menit)

Waktu vs Rata-Rata Kadar Gula Darah

Kontrol Negatif Kontrol Sukrosa Kontrol Akarbosa + sukrosa IKKT 833,34 mg/kgBB + sukrosa IKKT 1666,67 mg/kgBB + sukrosa

(24)

16

Tabel VI. Hasil Uji Post-Hoc Bonferroni AUC0-120 Kadar Gula Darah Mencit

Kontrol Negatif Kontrol Sukrosa Kontrol Akarbosa + sukrosa IKKT 833,3 mg/KgBB + sukrosa IKKT 1666,7 mg/KgBB + sukrosa IKKT 3333,3 mg/KgBB + sukrosa Kontrol Negatif BB BTB BB BB BB Kontrol Sukrosa BB BB BB BB BB Kontrol Akarbosa + sukrosa BTB BB BB BB BB IKKT 833,3 mg/KgBB + sukrosa BB BB BB BTB BTB IKKT 1666,7 mg/KgBB + sukrosa BB BB BB BTB BTB IKKT 3333,3 mg/KgBB + sukrosa BB BB BB BTB BTB Keterangan: BB : Berbeda bermakna (p<0,05) BTB : Berbeda tidak bermakna (p>0,05) IKKT : Infusa kulit kacang tanah

Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aquadest. Aquadest digunakan sebagai pelarut dari perlakuan yang digunakan pada penelitian ini, antara lain pelarut sukrosa, akarbosa, dan sediaan infusa. Berdasarkan pada Tabel V. rerata AUC0-120 kelompok kontrol negatif (aquadest)

didapatkan AUC sebesar 9637,5 mg.menit/dL ± 1276,81. Pada Gambar 2. juga dapat dilihat bahwa kadar gula darah mencit kelompok kontrol negatif relatif konstan dari menit ke-0 hingga menit ke-120. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan aquadest tidak mempengaruhi hasil pengukuran kadar gula darah hewan uji.

(25)

17 Sukrosa digunakan sebagai agen penginduksi kenaikan kadar gula darah hewan uji. Berdasarkan pada Tabel V. rerata AUC0-120 kelompok kontrol sukrosa

didapatkan AUC sebesar 22173 mg.menit/dL dengan SD ± 1114,6. Hasil analisis statistik dari AUC0-120 pada Tabel VI. menunjukkan bahwa kelompok kontrol

sukrosa berbeda bermakna terhadap kontrol negatif (aquadest). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sukrosa dapat meningkatkan kadar gula darah hewan uji yang terlihat pada menit ke-15, dimana kelompok kontrol sukrosa mengalami kenaikan kadar gula darah yang signifikan jika dibandingkan dengan kontrol negatif yang kemudian pada menit ke-30 hingga menit ke-120 berangsur-angsur mengalami penurunan.

Akarbosa digunakan dalam penelitian ini sebagai kontrol positif karena terbukti mampu menurunkan kadar gula darah. Berdasarkan pada Tabel V. rerata AUC0-120 kelompok kontrol akarbosa didapatkan AUC sebesar 11781

mg.menit/dL dengan SD ± 610,81. Secara statistik, jika kelompok kontrol akarbosa dibandingkan dengan kontrol sukrosa didapatkan hasil berbeda bermakna dan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif menunjukkan hasil berbeda tidak bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa akarbosa dapat menurunkan kadar gula darah serta dapat menurunkan kadar gula darah setara dengan keadaan normal pada hewan uji.

Perlakuan infusa kulit kacang tanah dilakukan dengan mengadministrasikan sediaan yang terbagi menjadi 3 peringkat dosis secara berturut-turut, yaitu dosis tinggi (3333,3 mg/KgBB), dosis sedang (1666,7 mg/KgBB), dan dosis rendah (833,3 mg/KgBB). Tujuan dari dilakukannya kelompok perlakuan ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan efek antihiperglikemik dari sediaan yang dibuat.

Berdasarkan pada Tabel V. rerata AUC0-120 serta %PKGD dari infusa

kulit kacang tanah dosis rendah (833,3 mg/KgBB) didapatkan hasil AUC sebesar 16069,5 mg.menit/dL ± 1608,96 dengan %PKGD sebesar 48,69%. Jika hasil tersebut dibandingkan secara statistik terhadap kelompok kontrol sukrosa, didapatkan nilai p=0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan infusa kulit kacang tanah dosis rendah

(26)

18

terhadap kelompok kontrol sukrosa. Apabila hasil dibandingkan secara statistik dengan kelompok kontrol negatif, didapatkan nilai p=0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan infusa kulit kacang tanah dosis rendah terhadap kelompok kontrol negatif. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa infusa kulit kacang tanah dosis rendah dapat memberikan efek antihiperglikemik pada hewan uji yang terbebani sukrosa, tetapi belum mampu memberikan efek antihiperglikemik yang setara dengan kondisi normal. Apabila rerata AUC0-120 tersebut dibandingkan secara statistik dengan

kelompok kontrol akarbosa, didapatkan nilai p=0,000, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan infusa kulit kacang tanah dosis rendah terhadap kelompok kontrol akarbosa. Ini berarti kemampuan penurunan kadar gula darah dari infusa kulit kacang tanah dosis rendah belum setara dengan akarbosa.

Pada kelompok infusa kulit kacang tanah dosis sedang (1666,7 mg/KgBB) didapatkan rerata AUC0-120 serta %PKGD berturut-turut sebesar 15732

mg.menit/dL ± 1305,02 dengan %PKGD sebesar 51,38%. Secara statistik, kelompok infusa kulit kacang tanah dosis sedang menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok kontrol sukrosa dan kelompok kontrol negatif, dengan nilai p masing-masing 0,000. Jika ditarik kesimpulan, infusa kulit kacang tanah dosis sedang dapat memberikan efek antihiperglikemik pada hewan uji yang terbebani sukrosa, tetapi belum mampu memberikan efek antihiperglikemik yang setara dengan kondisi normal. Apabila rerata AUC0-120 kelompok ini

dibandingkan dengan kelompok kontrol akarbosa, didapatkan nilai p=0,001, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ini dengan kelompok kontrol akarbosa, yang menandakan bahwa efek penurunan kadar gula darah yang dihasilkan dari infusa kulit kacang tanah dosis sedang belum setara dengan efek yang dihasilkan dari akarbosa dalam menurunkan kadar gula darah.

Nilai rerata AUC0-120 dari infusa kulit kacang tanah dosis tinggi (3333,3

mg/KgBB) didapatkan hasil AUC sebesar 14728,5 mg.menit/dL ± 1657,64 dengan %PKGD sebesar 59,39%. Secara statistik, kelompok ini jika dibandingkan

(27)

19 terhadap kelompok kontrol sukrosa dan kelompok kontrol negatif, didapatkan nilai p=0,000 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan infusa kulit kacang tanah dosis tinggi terhadap kelompok kontrol sukrosa dan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa infusa kulit kacang tanah dosis tinggi dapat memberikan efek antihiperglikemik pada hewan uji yang terbebani sukrosa, tetapi belum mampu memberikan efek antihiperglikemik yang setara dengan kondisi normal. Jika hasil rerata AUC0-120

kelompok ini dibandingkan secara statistik dengan kelompok kontrol akarbosa, didapatkan nilai p=0,024, yang mana memberikan perbedaan tidak bermakna, oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa infusa kulit kacang tanah dosis tinggi memiliki efek antihiperglikemik lebih rendah dibandingkan dengan efek antihiperglikemik yang dihasilkan oleh akarbosa.

Perlakuan 3 peringkat dosis yang berbeda akan dibandingkan satu sama lain untuk mengetahui apakah ada perbedaan efek antihiperglikemik dari ke-3 dosis infusa kulit kacang tanah. Berdasarkan pada analisis statistik, jika infusa kulit kacang tanah dosis rendah dibandingkan dengan infusa kulit kacang tanah dosis sedang didapatkan nilai p=1,000 dan jika dibandingkan dengan infusa kulit kacang tanah dosis tinggi didapatkan nilai p=1,000. Dari hasil analisis statistik tersebut, infusa kulit kacang tanah dosis rendah memberikan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik jika dibandingkan dengan infusa kulit kacang tanah dosis sedang dan dosis tinggi. Hasil rerata AUC0-120 yang didapatkan dari infusa

kulit kacang tanah dosis sedang apabila dibandingkan secara statistik dengan infusa kulit kacang tanah dosis tinggi didapatkan nilai p=1,000, yang menandakan bahwa infusa kulit kacang tanah dosis sedang memberikan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik jika dibandingkan dengan infusa kulit kacang tanah dosis tinggi. Hasil penelitian Sari and Maimunah (2005) menunjukkan bahwa ke-3 peringkat dosis infusa kulit kacang tanah (1,5 g/KgBB, ke-3 g/KgBB, dan 6 g/KgBB) memberikan perbedaan tidak bermakna secara statistik satu sama lain. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara peningkatan dosis terhadap efek antihiperglikemik yang ditimbulkan dari pemberian infusa kulit kacang tanah.

(28)

20

Dosis efektif adalah dosis perlakuan yang memberikan penurunan kadar glukosa darah yang memberikan perbedaan bermakna terhadap kontrol gula dan perbedaan tidak bermakna terhadap kontrol normal. Secara statistik, ke-3 peringkat dosis infusa kulit kacang tanah menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif (aquadest). Jika dibandingkan dengan penelitian Sari and Maimunah (2005), ke-3 peringkat dosis infusa kulit kacang tanah (1,5 g/KgBB, 3 g/KgBB, dan 6 g/KgBB) juga memberikan perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif. Dari hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ke-3 peringkat dosis infusa kulit kacang tanah mampu memberikan efek antihiperglikemik akan tetapi efek yang dihasilkan belum setara dengan keadaan normal, sehingga tidak ditemukan dosis efektif dalam penelitian ini.

Penapisan fitokimia yang telah dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa infusa kulit kacang tanah kemungkinan mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Velu et al. (2015) dan AL-Azawi and Salih (2019) menunjukkan bahwa ekstrak air dari kulit kacang tanah mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin. Flavonoid, saponin, dan tanin memiliki mekanisme dalam menurunkan kadar gula darah dengan penghambatan enzim amilase dan α-glukosidase, sehingga hidrolisis disakarida dan oligosakarida menjadi monosakarida di dalam usus halus terganggu, oleh karena itu senyawa-senyawa ini berpotensi menjadi kandidat dalam manajemen hiperglikemia, khususnya hiperglikemia post-prandial (Barky et al., 2017; Hussain and Marouf, 2013; Kumari and Jain, 2012). Flavonoid, saponin, dan tanin dalam sediaan infusa kulit kacang tanah diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik. Pada penelitian ini belum dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai senyawa flavonoid, saponin, dan tanin spesifik serta kadar senyawa aktif di dalam sediaan infusa kulit kacang tanah, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait kadar senyawa aktif dan senyawa spesifik yang terkandung di dalam kulit kacang tanah.

(29)

21 KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infusa kulit kacang tanah memiliki aktivitas antihiperglikemik pada mencit jantan galur Swiss yang terbebani sukrosa, dengan persentase penurunan kadar gula darah dosis rendah (833,3 mg/KgBB), dosis sedang (1666,7 mg/KgBB), dan dosis tinggi (3333,3 mg/KgBB) secara berturut-turut 48,69; 51,38; dan 59,39. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan dosis efektif yang mampu memberikan efek antihiperglikemik berbeda tidak bermakna terhadap keadaan normal.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kadar dan kandungan senyawa spesifik di dalam kulit kacang tanah yang bertanggung jawab dalam memberikan efek antihiperglikemik serta metode ekstraksi lain untuk mengetahui keefektifan antihiperglikemik dari kulit kacang tanah.

(30)

22

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, W., Nurhamidah, and Handayani, D., 2017. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Beberapa Fraksi Dari Kulit Batang Jarak (Ricinus communis L.). ALOTROP Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia. 1(2), 117-122.

AL-Azawi, A. H., and Salih, H. H., 2019. Pancreatic Protective and Therapeutic Effect of Arachis hypogaea Skin Extracts Against Carbon Tetrachloride (CCl4) in Mice. International Research Journal of Pharmacy. 10(4).

36-42.

Anderson, G. H., 2003. Encyclopedia of Food Sciences and Nutrition. Academic Press, USA, pp. 5461-5465.

Arifin, B., and Ibrahim, S., 2018. Struktur, Bioaktivitas, dan Antioksidan Flavonoid. Jurnal Zarah. 6(1), 21-29.

Atmojo, R. D., Arifian, H., Ibrahim, A., and Rusli, R., 2016. Aktivitas Penurunan Gula Darah Kombinasi Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosipon

aristatus) dan Ekstrak Daun Insulin (Tithonia diversivolia) Terhadap

Mencit (Mus musculus). Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian. 4, 275-279.

Ayala, J. E., et al., 2010. Standard operating procedures for describing and performing metabolic tests of glucose homeostasis in mice. Dis Model

Mech. 3(9-10). 525-534.

Azizah, Z., et al., 2020. Penetapan Kadar Flavonoid Rutin pada Daun Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak.

Jurnal Farmasi Higea. 12(1). 90-98.

Balakhrisna, T., Vidyadhara, S., Sasidhar, R. L. C., Ruchitha, B., and Prathyusha, E. V., 2016. A Review On Extraction Techniques. Indo American

Journal of Pharmaceutical Sciences. 3(8). 880-891.

Baynest, H. W., 2015. Classification, Pathophysiology, Diagnosis, and Management of Diabetes Mellitus. J Diabetes Metab. 6(5), 1-9.

Barky, A. R. E., et al., 2017. Saponins and their potential role in diabetes mellitus.

Diabetes Management. 7(1). 148-158.

CABI, 2020. Arachis hypogaea (groundnut).

https://www.cabi.org/isc/datasheet/6932#toPictures, diakses pada tanggal 8 Januari 2020.

Cho, N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D., Ohlrogge, A. W., and Malanda, B., 2018. IDF Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes prevalence for 2017 and projections for 2045.

Diabetes Research and Clinical Practice. 138(2018), 272.

Chukwumah, Y., Walker, L. T., and Verghese, M., 2009. Peanut Skin Color: A Biomarker for Total Polyphenolic Content and Antioxidative Capacities of Peanut Cultivars. International Journal of Molecular Sciences. 10(11), 4941-4952.

Dahlan, M. S., 2014. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemda Medika, Jakarta, pp. 53-54.

(31)

23 Diniatik, 2015. Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanolik Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook f. & Th.) Dengan Metode Spektrofotometri. Kartika-Jurnal Ilmiah Farmasi. 3(1). 1-5.

Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010. Acuan Sediaan Herbal Volume 5. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, pp. 3.

Elsorady, M. E. I., and Ali, S. E., 2018. Antioxidant activity of roasted and unroasted peanut skin extracts. International Food Research Journal. 25(1), 43-50.

Ensamory, M. L., Rahmawati, and Rousdy D. W., 2017. Aktivitas Antijamur Infusa Kulit Buah Jeruk Siam (Citrus nobilis) Terhadap Aspergillus

niger EMP1 U2. Jurnal Labora Medika. 1(2), 6-13.

GBIF, 2006. Arachis hypogaea L., https://www.gbif.org/occurrence/1290985500. Diakses pada tanggal 8 Januari 2020.

Gregory, J. M., Moore, D. J., and Simmons, J. H., 2013. Type 1 Diabetes Mellitus. Pediatrics in Review. 34(5), 203-214.

Gunawan-Puteri, M. D. P. T., Rustandi, F., and Hendra, P., 2018. Aktivitas In Vitro dan In Vivo Anti Hiperglikemia Dari Ekstrak Air Serai (Cymbopogon citratus) yang Dikeringkan Dengan Metode Spray-Drying. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas. 15(2). 55-61.

Handayani, S., Wirasutisna, K. R., and Insanu, M., 2017. Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar (Syzygium jambos Alston).

JF FIK UINAM. 5(3). 174-183.

Hanuraga, R. A., Agustina, N., Utan, A. N. S., and Hidayati, N., 2013. Kajian Aktivitas Infusa Daun Mimba (Azadirachta indica JUSS.) Sebagai Obat Herbal Pereda Osteoarthritis. Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi

Indonesia. 2(1), 6-11.

Hartanti, D., Djalil, A. D., Yulianingsih, N., and Hamad, A., 2019. The Effect of Infusion of Syzygium polyanthun (Wight) Walp. Leaves as Natural Preservatives Chicken Meats. Jurnal Kefarmasian Indonesia. 9(1). 19-27.

Haryoto, Yuliati, K. S., and Wahyuningtyas, N., 2010. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karagenin. PHARMACON. 11(1), 7-12.

Husain, S. A, and Marouf, B. H., 2013. Flavonoids as alternatives in treatment of type 2 diabetes mellitus. Academia Journal of Medicinal Plants. 1(2). 31-36.

Hussein, A., Shedeed, N., Kalek, H. A., and Din, M. S. E., 2011. Antioxidative, Antibacterial and Antifungal Activities of Tea Infusions from Berry Leaves, Carob and Doum. Polish Journal of Food and Nutrition

Sciences. 61(3), 201-209.

Indrawati, S., Yuliet, and Ihwan, 2015. Efek Antidiabetes Ekstrak Air Kulit Buah Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Model Hiperglikemia. GALENIKA Journal of Pharmacy. 2(1). 133-140. Jensen, T. L., Kiersgaard, M. K., Sorensen, D. B., and Mikkelsen, L. F., 2013.

(32)

24

Junior, I. K. P., Swastini, D. A., and Leliqia, N. P. E., 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Kacang Tanah Dengan Metode Maserasi Terhadap Profil Lipid Pada Tikus Sprague Dawley Diet Lemak Tinggi. Jurnal

Farmasi Udayana. 3(2), 19.

Kim, H. H., Kang, Y. R., Lee, J. Y., Chang, H. B., Lee, K. W., Apostolidis, E., and Kwon, Y. I., 2018. The Postprandial Anti-Hyperglycemic Effect of Pyridoxine and Its Derivative Using In Vitro and In Vivo Animal Models. Nutrients. 10(285), 1-11.

Kumalawati, E., and Sulistyani, N., 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap

Candida albicans Serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.

1(2). 51-62.

Kuldeep, S., Rao, C. V., Zeashan, H., and Ritu, P., 2014. Evaluation of in-vivo antioxidant and oral glucose tolerance test of ethanolic extract of

Calotropis gigantea Linn. against streptozocin-induced diabetic rats. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2(5), 59-65.

Kumalasari, H., 2012. Validasi Metode Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-s sebagai Alternatif Metode Oven dan Karl Fischer. IPB Press, Bogor.

Kumalasari, E., and Sulistiyani, N., 2012. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap

Candida albicans Serta Skrining Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian.

1(2). 51-62.

Kumari, M., and Jain, S., 2012. Tannin: An Antinutrient with Positive Effect to Manage Diabetes. Research Journal of Recent Sciences. 1(12). 1-8. Kuo, S. C., Li, Y., and Cheng, J. T., 2018. Glucose Tolerance Test Applied in

Screening of Anti-Diabetic Agents (S). Current Research in Diabetes &

Obesity Journal. 7(4), 1-3.

Ningsih, I. Y., 2015. Peran Studi Etnofarmasi dalam Pencarian Tumbuhan Obat yang Berpotensi Dikembangkan Sebagai Antidiabetes. Pharmacy. 12(1), 41.

Nugrahani, S. S., 2012. Ekstrak Akar, Batang, dan Daun Herba Meniran Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 8(1). 51-59.

Maffetone, A., Rinaldi, M., and Fontanella, A., 2018. Postprandial hyperglicemia: a new frontier in diabetes management?. Italian Journal of Medicine. 12(961), 108-115.

Malik, M. I., Nasrul, E., dan Asterina, 2015. Hubungan Hiperglikemia dengan Prothrombin Time pada Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1), 183.

PERKENI, 2015. Konsensus: Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB Perkeni, Jakarta, pp. 1.

Piero, N. M., Murugi, N. J., Mwiti, K. C., and Mwenda, M. P., 2012. Pharmacological Management of Diabetes Mellitus. Asian Journal of

(33)

25 Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014. InfoDATIN: Situasi

dan Analisa Diabetes. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Putri, T. A., Ruyani, A., and Nugraheni, E., 2017. Uji Efek Pemberian Ekstrak Metanol Daun Beluntas (Pluchea indica L.) terhadap Kadar Glukosa dan Trigliserida Darah Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Sukrosa.

Jurnal Kedokteran Raflesia. 3(1). 94-107.

Rohmah, J., Rini, C. S., and Wulandari, F. E., 2019. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Selada Merah (Lactuca sativa var. Crispa) Pada Berbagai Pelarut Ekstraksi Dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).

Jurnal Kimia Riset. 4(1). 18-32.

Sandra, M. C. F., and Budiman, I., 2011. Efek Fruktosa dan Glukosa terhadap Kadar Trigliserida Plasma. JKM. 11(1), 39-47.

Sari, I. P., and Maimunah, U., 2005. Efek Hipoglikemik Infus Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Tikus Putih Jantan (Wistar) yang Dibebani Glukosa. Gerbang Inovasi. 20, 15-18.

Setiawan, A. A., Noviyanto, F., and Ningsih, D. S., 2015. Uji Metabolit Sekunder Air Perasan Kulit Buah Naga Daging Putih (Hylocereus undantus) Serta Profil Kromatogramnya. Farmagazine. 2(1). 30-34.

Sihombing, M., and Raflizar. 2010. Status Gizi dan Fungsi Hati Mencit (Galur

CBS-Swiss) dan Tikus Putih (Galur Wistar) di Laboratorium Hewan

Percobaan Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Media Litbang

Kesehatan. 20(1), 33-40.

Srujana, M . S., Thota, R. S. P., Anand, A., Anusha, K., Zehra, A., Prasad, K., Babu, K. S., and Tiwari, A. K., 2019. Raphanus sativus (Linn.) fresh juice priming moderates sucrose-induced postprandial glycemia as well as postprandial glycemic excursion in rats. Indian Journal of

Traditional Knowledge. 18(2), 339-345.

Sulastri, T., 2009. Analisis Kadar Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol pada Biji Pinang Sirih (Areca catechu. L). Jurnal Chemica. 10(1), 59-63.

Susilawati, E., Adnyana, I. K., and Fisheri, N., 2016. Kajian Aktivitas Antidiabetes dari Ekstrak Etanol dan Fraksinya dari Daun Singalawang (Petiveria alliacea L.). Pharmacy. 182-191.

Sutrisna, E. M., Wahyuni, A. S., and Setiani, L. A., 2010. Efek Infusa Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Sceff.) Boerl.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit Putih Jantan yang Diinduksi Dengan Potassium Oxonate. PHARMACON. 11(1), 19-24.

Trustinah, 2015. Morfologi dan Pertumbuhan Kacang Tanah. Monograf Balitkabi No. 13, Malang, pp. 40-47.

Velu, K., Elumalai, D., Hemalatha, P., Babu, M., Janaki, A., and Kaleena, P. K., 2015. Phytochemical screening and larvicidal activity of peel extracts of Arachis hypogaea againts chikungunya and malarial vectors.

International Journal of Mosquito Research. 2(1), 3.

Williams, R., et al., 2019. IDF Diabetes Atlas Ninth Edition 2019. IDF Diabetes Atlas, Belgium, pp. 4-5.

Yadav, D. N., Yogesh, K., and Aswani, A., 2014. Antioxidant activity of Peanut (Arachis hypogaea L.) Skin Extract: Application in Soybean and

(34)

26

Mustard Oil. International Journal of Food Processing Technology. 1(2), 26.

Yuda, P. E. S. K., et al., 2017. Skrining Fitokimia Dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman Patikan Kebo (Euphorbia hirta L.).

(35)

27 LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ethical Clearance dari Medical and Health Research Ethnics Comittee (MHREC) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

(36)

28

(37)
(38)

30

Lampiran 3. Surat Legalitas Analisis Data oleh Pusat Kajian CE&BU Fakultas Kedokteran UGM

(39)

31 Lampiran 4. Hasil Pengukuran % Kadar Air Serbuk Kulit Kacang Tanah

(40)

32

Lampiran 5. Kacang Tanah Segar

(41)

33 Lampiran 7. Hasil Uji Tabung Fitokimia

Kontrol uji tabung (infusa kulit kacang tanah)

(42)

34

A. Uji saponin, B. Kontrol

A B

(43)

35 Lampiran 8. Hasil Uji KLT

A B A C A Uji KLT Flavonoid Keterangan: A. Baku rutin,

B. Infusa kulit kacang tanah, C. Dekokta kulit kacang tanah

Uji KLT Saponin Keterangan: A. Baku saponin,

B. Infusa kulit kacang tanah, C. Dekokta kulit kacang tanah

A B

A C A

(44)

36 A B A C A Uji KLT Tanin Keterangan: A. Baku tanin,

B. Infusa kulit kacang tanah, C. Dekokta kulit kacang tanah

(45)

37 Lampiran 9. Perhitungan Dosis Infusa Kulit Arachis hypogaea L.

Penetapan peringkat dosis infusa kulit Arachis hypogaea L. didasarkan pada: c. Bobot tertinggi mencit yaitu 30 gram

d. Volume maksimal pemberian infusa kulit Arachis hypogaea L. secara oral pada mencit, yaitu 1 mL

e. Konsentrasi infusa kulit Arachis hypogaea L. yang dibuat, yaitu 10% Penetapan dosis tertinggi infusa kulit Arachis hypogaea L. yaitu:

D x BB = C x V D x 30 g = 10 g/100 mL x 1 mL D x 30 g = 10 mg/mL x 1 mL D = 0,3333 mg/gBB D = 3333,3 mg/KgBB Keterangan: D : Dosis (mg/KgBB)

BB : Bobot badan mencit (gram) C : Konsentrasi (mg/mL) V : Volume (mL)

Dua peringkat dosis di bawah dosis tertinggi didapatkan dengan cara membagi 2 dari dosis tertinggi yang sudah ditentukan, yaitu 3333,3 mg/KgBB. Melalui perhitungan, didapatkan 3 peringkat dosis yaitu 833,3; 1666,7; dan 3333,3 mg/KgBB.

(46)

38

(47)

39 Lampiran 11. Hasil Analisis dengan Uji Shapiro-Wilk, Uji Levene, Uji One-Way ANOVA dan Uji Post-Hoc Bonferroni AUC0-120 Kontrol Normal, Kontrol

(48)
(49)

41 BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Efek Antihiperglikemik Infusa Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) pada Mencit Jantan Galur Swiss yang Terbebani Sukrosa” memiliki nama lengkap Ghozi Dafa Sadit, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lahir di Magelang, tanggal 15 Juli 1999 dari pasangan Hary Kristiyanto dan Ari Susanti. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK Pius X Magelang (2003 – 2005), SD Tarakanita Magelang (2005 – 2011), SMP Tarakanita Magelang (2011 – 2014), SMA Tarakanita Magelang (2014 – 2017). Pada tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Semasa menempuh kuliah, penulis aktif berpartisipasi dalam kegiatan kepanitiaan antara lain anggota sie Table dan Dekorasi Pharmacy Performance (2017 dan 2018), anggota sie Pendamping Kelompok TITRASI (2018), dan anggota sie Pendaftaran FACTION#4 (2019). Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum yaitu praktikum Biologi Sel dan Molekuler (2018, 2019, dan 2020), Anatomi dan Fisiologi Manusia (2019), dan Farmakologi Toksikologi (2019).

Gambar

Tabel I.  Hasil skrining fitokimia uji tabung flavonoid,   saponin, dan tanin pada infusa kulit kacang tanah
Gambar 1.   Bercak pengujian KLT (a) flavonoid, (b) saponin,
Tabel I. Hasil skrining fitokimia uji tabung flavonoid, saponin, dan tanin  pada infusa kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L.)
Tabel II. Hasil Uji KLT Flavonoid Infusa Kulit Kacang Tanah dengan Fase  Gerak Metanol : Air (13,5 : 10)
+4

Referensi

Dokumen terkait

yang memiliki fungsi menghasilkan enzim amylase, protease dan selulase ( Maulida., 2014) tetapi dalam penelitian ini komponen mikroba probiotik lokal diduga tidak

Berdasarkan hasil uji HSD di atas, dapat disimpulkan bahwa pada aktivitas antibakteri fraksi buah Jambu Wer dengan berbagai pelarut terhadap bakteri Shigella dysenteriae

Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang

Prosedur ini dibuat untuk memberikan pedoman pelaporan dan investigasi kecelakaan kerja, hampir celaka, ketidaksesuaian, dan penyakit akibat kerja yang akan

Perolehan kembali (akurasi) dari suatu senyawa dalam matriks dapat diterima jika berada pada rentang 95-105% dari kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004).Oleh karena itu,

j) Memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak,

Sehingga hasil kadar zat besi pada penelitian ini lebih tinggi karenasampel tumbuhan kelakai yang digunakan lebih segar jika dibandingkan dengan penelitian

Bilangan Sekolah dan Murid yang mengambil Peperiksaan Bahasa Perancis bagi tahun 20032011 Calon Peperiksaan DELF dan DALF antarai tahun 2005- 2008 di Malaysia Definisi