• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA, BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI AGUSTINA RAHAYU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA, BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI AGUSTINA RAHAYU"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API

TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA,

BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI

AGUSTINA RAHAYU

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi” adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2013

Agustina Rahayu

(3)

ABSTRAK

AGUSTINA RAHAYU. Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Meningkatnya jumlah penduduk berhubungan dengan permintaan yang tinggi terhadap pemukiman dan sarana-prasarana dibidang transportasi. Adanya hal tersebut menimbulkan persaingan dalam pemanfaatan lahan dimana sifat lahan adalah tetap. Hal tersebut menyebabkan banyak penduduk yang tinggal di pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesehatan, seperti tinggal dekat dengan rel kereta api. Aktivitas kereta api dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positifnya, seperti penghematan biaya transportasi, efisiensi waktu, dan akses mudah dan cepat. Ekternalitas negatifnya, seperti polusi kebisingan, keamanan, dan resiko kriminalitas. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api, mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi, mengestimasi nilai dana kompensasi yang bersedia diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta api, dan mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi rumahtangga. Penelitian ini menggunakan alat analisis deskriptif, analisis willingness to accept (WTA) dengan Contingent Valuation Method (CVM), dan regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan gangguan yang dirasakan akibat kebisingan adalah gangguan komunikasi, mudah terkejut, emosional, konsentrasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi, terganggunya fungsi pencernaan, mayoritas responden bersedia menerima dana kompensasi akibat eksternalitas kebisingan, nilai dugaan rata-rata WTA responden adalah sebesar Rp 80 750 per bulan per kepala keluarga, nilai dugaan total WTA responden sebesar Rp 4 845 000 per bulan, dan nilai total WTA masyarakat sebesar Rp 22 610 000 per bulan, variabel yang berpengaruh positif terhadap model WTA adalah lama tinggal, kualitas bising, pekerjaan buruh, supir, dan pendidikan sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap model WTA adalah pendapatan dan jarak tempat tinggal ke sumber bising.

Kata kunci : contingent valuation method, eksternalitas, polusi kebisingan, willingness to accept

(4)

ABSTRACT

AGUSTINA RAHAYU. Negative Externality of Train Noise Impact to the Community in Bekasi Jaya Regency, East Bekasi, Bekasi City. Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI.

The increasing of population was related with the high demand through settlement area and transportation infrastructure. As a result, there was competition in the utilization of area where the area characteristic was fixed. It impacts that many resident lived in the settlement did not concerned about the environment factor that could effects toward the convenience and healthy, such as the people who lived nearby the train track. Train activity could create the positive and negative externality. The positive externality were transportation cost savings, easy and fast access. The negative externality were the noise pollution, security, and criminality risk. The research objective were to describe the negative externality caused by the train noise, to determine the willingness of family to receive the compensation funds, to estimate the compensation funds amount that willing to be received by the family as the compensation of train noise, and to determine the factors effects the compensation funds amount received by family. This research used the descriptive analysis, Willingness to Accept (WTA) analysis with Contingent Valuation Method (CVM), and linear regression. The result of research are disturbance due to noise is perceived communication disorder, easy to get shocked, emotional, concentration, increasing of blood pressure, increasing of pulse, disorder on digestion function, majority of respondents willingness to receive the compensation funds as a result of train noise, the alleged value of WTA average respondents is Rp 80 750/month/head of a family, the total value of WTA average is Rp 4 845 000/month and the total value of WTA population is Rp 22 610 000/month, positively variables of WTA model are a long stay, quality of noise, the work of the workers driver, and education and negatively variables are revenues and distance of places live to a source of noise.

Key words : contingent valuation method, externality, noise pollution, willingness to accept

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan

EKSTERNALITAS NEGATIF AKIBAT KEBISINGAN KERETA API

TERHADAP MASYARAKAT DI KELURAHAN BEKASI JAYA,

BEKASI TIMUR, KOTA BEKASI

AGUSTINA RAHAYU

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi Nama : Agustina Rahayu

NIM : H44090041

Disetujui oleh

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah eksternalitas negatif kebisingan, dengan judul Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur.

Penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Ayahanda tercinta (Salamun), Ibunda tercinta (Sumiyati), Kakak dan adikku tersayang (Sulastry Andayani dan Anugrah Budi Prasetyo), serta keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan moril maupun materil, serta limpahan do’a yang tak pernah putus kepada penulis. 2. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, insprirasi dengan penuh kesabaran serta kebaikan yang sangat membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr.Meti Ekayani, S.hut, MSc selaku dosen penguji utama dan Nuva, SP, MSc selaku dosen perwakilan departemen.

4. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah membimbing dan memberikan masukan serta arahan selama penulis menjalani kuliah.

5. Kepala Kesbangpolinmas Kota Bekasi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Kepala Puskesmas Wisma Jaya, Bapak Camat, dan Bapak Lurah beserta jajarannya serta para ketua RT dan RW 02, 05 yang telah membantu penulis dalam memperoleh data dan informasi.

6. Teman satu bimbingan, (Ayu, Ai, Laila, Febi, Silmi, Akmal, dan Hilman) atas dukungan, saran, kritik, dan lainnya selama menjalani proses pembuatan skripsi hingga selesai.

(8)

7. Handai taulan, Kukuh, Ichi, Nunu, Frima, Fitri, Qyqy, Nadia, Rifki, seluruh sahabat ESL 46 atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya. 8. Seluruh Dosen dan Tenaga Pendidikan Departemen ESL yang telah

membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu proses persiapan hingga penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat

Bogor, Juli 2013

Agustina Rahayu

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR. ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polusi Kebisingan ... 8

2.2 Eksternalitas ... 12

2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM) ... 15

2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan Willingness to Accept ... 16

2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai Willingness to Accept (Elicitation Method) ... 16

2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai Willingness to Accept Masyarakat ... 17

2.4 Model Regresi Linear ... 18

2.5 Penelitian Terdahulu ... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 21

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 23

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data ... 24

4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api ... 24

(10)

4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima

Dana Kompensasi ... 25

4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Rumahtangga Akibat Kebisingan ... 25

4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ... 27

4.4 Pengujian Parameter Regresi ... 32

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kelurahan Bekasi Jaya ... 36

5.1.1 Kependudukan ... 37

5.1.2 Kesehatan ... 38

5.1.3 Kondisi Umum Pemukiman ... 38

5.2 Karakteristik Responden ... 42

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api ... 46

6.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Dana Kompensasi ... 51

6.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Acccept) ... 54

6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) ... 57

6.5 Implikasi dan Rekomendasi ... 62

VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 65

7.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

DAFTAR LAMPIRAN ... 70

(11)

DAFTAR TABEL

1. Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013 ... 2

2. Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara ... 3

3. Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara ... 11

4. Baku tingkat kebisingan ... 11

5. Penelitian terdahulu ... 20

6. Matriks metode analisis data ... 24

7. Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi wta akibat kebisingan kereta api ... 30

8. Selang nilai statistik durbin watson serta keputusannya ... 35

9. Laporan kependudukan Kelurahan Bekasi Jaya Januari 2013 ... 37

10. Jumlah kunjungan pasien dan pola penyakit di Puskesmas Wisma Jaya Kelurahan Bekasi Jaya bulan Desember 2012 ... 38

11. Kondisi tata lingkungan pemukiman di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden ... 39

12. Eksternalitas positif tinggal dekat rel kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya menurut responden ... 40

13. Status kepemilikan rumah responden di Kelurahan Bekasi Jaya ... 40

14. Eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat aktivitas kereta api... 46

15. Bentuk eksternalitas negatif akibat aktivitas kereta api ... 46

16. Kualitas bising yang dirasakan responden akibat aktivitas kereta api . 48 17. Pengaruh kebisingan dan getaran terhadap kenyamanan responden akibat aktivitas kereta api ... 48

18. Eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya ... 49

19. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi kebisingan akibat aktivitas kereta api ... 51

20. Kesediaan rumahtangga dalam menerima kompensasi akibat kebisingan kereta api ... 52

(12)

21. Alasan responden tidak bersedia menerima kompensasi akibat

kebisingan kereta api ... 52

22. Kompensasi yang diharapkan rumahtangga akibat kebisingan kereta api ... 53

23. Distribusi kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ... 55

24. Total kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ... 56

25. Hasil estimasi model regresi linier berganda terhadap besarnya nilai kompensasi rumahtangga akibat kebisingan kereta api ... 59

DAFTAR GAMBAR

1. Kurva eksternalitas negatif ... 14

2. Diagram alur kerangka berpikir ... 22

3. Sebaran responden menurut jenis kelamin ... 41

4. Sebaran responden menurut usia ... 42

5. Sebaran responden menurut pendidikan formal ... 42

6. Sebaran jenis pekerjaan responden ... 43

7. Sebaran tingkat pendapatan responden ... 43

8. Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden ... 44

9. Sebaran lama tinggal responden ... 44

10. Sebaran jarak tempat tinggal responden ke sumber bising (rel kereta api) ... 45

11. Dugaan kurva penawaran ... 55

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ... 70

2. Hasil Olahan Data Regresi Linear Berganda Fungsi WTA ... 76

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi. Indonesia masuk urutan ke-empat besar penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk 242 325 638 jiwa (World Development Indicators dalam Worldbank 2011). Pertumbuhan penduduk yang tinggi erat kaitannya dengan tempat tinggal atau pemukiman. Pemukiman atau tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setiap individu disamping kebutuhan pangan dan sandang. Pemukiman memiliki fungsi sebagai tempat tinggal, pengaman diri, dan tempat interaksi sosial.

Masalah pemukiman sering terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk harus disertai dengan daya dukung lingkungan yang mencukupi. Daya dukung lingkungan yang dimaksud adalah jumlah lahan yang harus disiapkan untuk mendukung jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang semakin meningkat berkaitan dengan permintaan yang tinggi terhadap lahan pemukiman. Kapasitas penduduk yang melebihi daya dukungnya akan berakibat pada rusaknya tata ruang kota dan over capacity yang apabila tidak dievaluasi akan menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan bahkan mungkin akan terjadi kerusakan lingkungan. Selain permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang tinggi juga menyebabkan permintaan meningkat terhadap fasilitas sarana-prasarana di bidang transportasi. Transportasi merupakan sarana penunjang masyarakat untuk memudahkan akses dalam mobilitas. Permintaan terhadap fasilitas sarana-prasarana untuk mendukung aktivitas penduduk dalam kesehariannya, seperti bekerja. Penduduk yang memiliki keterbatasan ekonomi bergantung pada kemajuan di bidang transportasi. Transportasi umum yang sering digunakan adalah kereta api dan angkutan umum.

Kota Bekasi adalah daerah urban yang terdiri dari 12 Kecamatan dengan jumlah penduduk cukup tinggi yang artinya kebutuhan pemukimannya juga tinggi. Permintaan unit rumah yang dibangun terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Menurut Badan Pusat Statistika (2011), hasil

(14)

Sensus Penduduk (SP) 2010, Kecamatan Bekasi Timur adalah wilayah yang paling padat penduduknya yang mencapai 18 387 jiwa/km persegi. Jumlah penduduk Kota Bekasi adalah 2 336 498 jiwa dengan penyebaran penduduk kecamatan terbanyak adalah Bekasi Utara (310 198 jiwa), Bekasi Barat (270 569 jiwa), Bekasi Timur (248 046 jiwa), dan Pondok Gede (246 413 jiwa).

Jumlah penduduk yang tinggi harus diimbangi dengan lahan pemukiman dan kemajuan transportasi yang mencukupi. Terdapat persaingan dalam pemanfaatan lahan namun sifat lahan sendiri adalah tetap. Akibatnya, banyak penduduk yang tinggal di pemukiman yang tergolong kurang memperhatikan faktor lingkungan, seperti tinggal dekat dengan rel kereta api. Faktor lingkungan yang tidak diperhatikan akan berpengaruh pada kenyamanan dan kesehatan.

Salah satu pemukiman yang kurang memperhatikan faktor lingkungan terdapat di wilayah Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. Wilayah pemukiman ini cukup padat dan berdiri dekat dengan rel kereta api. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api pada 26 Januari 2013. Data dalam tabel hanya menunjukkan frekuensi kereta api bisnis/eksekutif yang berangkat dari Stasiun Gambir menuju kota lain yang melewati wilayah pemukiman tersebut.

Tabel 1 Frekuensi perjalanan kereta api 26 Januari 2013 Kota Asal-Tujuan

(dan sebaliknya) Jenis Kereta

Frekuensi Perjalanan (Pergi-Pulang) Jakarta-Surabaya Agro Bromo Anggrek Pagi, Agro

Bromo Anggrek Malam, Sembrani, dan Bima

8

Jakarta-Jombang Bima 2

Jakarta-Yogyakarta Taksasa Pagi, Taksasa Malam, Argo Dwipangga, Argo Lawu, dan Gajayana

10

Total 20

Sumber : Jadwal Stasiun Kereta Api Gambir 20131

Kereta api yang melintasi Stasiun Bekasi merupakan kereta antar provinsi, tujuan wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kereta api

1

http://jadwalstasiunkeretaapiterbaru.blogspot.com/2013/01/jadwal-kereta-api-bisnis-eksekutif.html#.UcE2JnqHYfw diakses tanggal 14 Mei 2013

(15)

yang melintas merupakan kereta ekonomi maupun bisnis/eksekutif. Tabel 1 menunjukkan frekuensi perjalanan kereta api asal Surabaya, Jakarta-Jombang, Jakarta-Yogyakarta, dan sebaliknya. Kereta bisnis/eksekutif tersebut melintasi pemukiman di Bekasi Timur dengan total frekuensi perjalanan 20 kali pada tanggal 26 Januari 2013.

Aktivitas kereta api dengan frekuensi perjalanan cukup sering sepanjang hari dapat menimbulkan eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif yang dirasakan masyarakat yang bermukim dekat dengan kereta api antara lain, penghematan biaya transportasi dan kemudahan serta kecepatan akses. Eksternalitas negatifnya, yaitu polusi kebisingan, keamanan, dan resiko kriminalitas berupa lemparan batu. Kebisingan merupakan salah satu parameter untuk mengukur kualitas lingkungan. Tabel 2 menunjukkan bahwa kebisingan merupakan bahan pencemar yang memiliki dampak atas pencemarannya tersebut. Kereta api merupakan salah satu sumber pencemaran.

Tabel 2 Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara

Bahan Pencemar Sumber Pencemaran Dampak Pencemaran Kebisingan kendaraan bermotor, pesawat

terbang, kereta api, industri, bahan peledak, pekerjaan kontruksi

menyebabkan kejengkelan, mengganggu kegiatan kerja dan kenyamanan, menyebabkan gangguan syaraf dan pendengaran

Sumber : Manik 2003

Berdasarkan Tabel 2, kebisingan merupakan salah satu bahan pencemaran. Kebisingan juga akan menyebabkan kejengkelan, mengganggu kegiatan kerja, kenyamanan, mengganggu syaraf dan pendengaran. Sumber pencemaran dari kebisingan, seperti kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, industri, bahan peledak, dan pekerjaan kontruksi.

Kebisingan memiliki dampak negatif lainnya, yaitu dapat mengganggu psikologis dan fisiologis. Adanya gangguan tersebut menimbulkan biaya eksternal yang dapat merugikan masyarakat. Pemberian kompensasi mungkin saja dapat dilakukan karena biaya tersebut ditanggung oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan. Eksternalitas negatif dapat diminimalisir dengan penanganan dan pengevaluasian yang tepat sehingga tidak

(16)

merugikan masyarakat maupun pemerintah. Eksternalitas negatif yang tidak diperhatikan dapat menambah kerusakan dan menurunkan kualitas lingkungan. Adanya kajian mengenai eksternalitas negatif akibat kebisingan terhadap masyarakat yang tinggal dekat rel kereta api diharapkan dapat mengatasi permasalahan eksternalitas. Kajian tersebut terkait dengan eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga menerima dana kompensasi, nilai dana kompensasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi.

1.2 Perumusan Masalah

Bekasi sebagai penyangga kota DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang padat. Permintaan lahan pemukiman yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah tata kota dan daya dukung lingkungan yang over capacity. Selain itu, permintaan sarana prasarana transportasi juga meningkat karena pertumbuhan penduduk.

Persaingan pemanfaatan lahan terjadi antara lahan untuk pemukiman dan pembangunan sarana prasarana transportasi. Persaingan pemanfaatan lahan menyebabkan berdirinya pemukiman dekat dengan rel kereta api. Pemukiman tersebut kurang memperhatikan faktor lingkungan yang salah satunya ada di Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya Rukun Warga (RW) 02 dan 05. Wilayah ini sering dilintasi kereta api setiap harinya dan tidak terdapat tembok pembatas antara rel dengan pemukiman. Kereta yang melintasi wilayah ini adalah kereta antar kota dan provinsi (kereta jawa). Kebisingan yang terjadi setiap harinya tidak dapat terhindarkan.

Undang-undang mengenai perkeretaapian mencakup peraturan yang cukup jelas mengenai aturan prasarana, sarana, ruang milik, manfaat, larangan membangun, dan sebagainya yang berhubungan dengan perkeretaapian. Area yang harus dikosongkan adalah kawasan yang masuk dalam ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan2. Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel kereta api harus dikosongkan untuk kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan

2

http://www.hariansumutpos.com/2012/07/37480/warga-pinggir-rel-ka-digusur#ixzz2UMA95lzB diakses tanggal 26 Mei 2013

(17)

yang membahas mengenai perkeretaapian terdapat dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. UU Nomor 23 Tahun 2007 merupakan pembaharuan dari UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992. Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api juga mengatur mengenai hal tersebut.

Terdapat juga nilai tingkat baku untuk kebisingan ada dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmenlh) KEP-48/MENLH/11/1996 yang mengatur baku tingkat kebisingan untuk perumahan dan pemukiman adalah sebesar 55 dBA. Tingkat baku tersebut merupakan batasan aman yang sebaiknya ditegakkan agar tidak merugikan masyarakat karena kebisingan memiliki dampak negatif. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi, pendengaran, gangguan fisiologis dan psikologis. Gangguan komunikasi dan pendengaran terjadi saat sedang berbicara menjadi terganggu serta dapat menyebabkan kesalahan menangkap informasi akibat gangguan tersebut. Gangguan psikologis yang dapat terjadi, seperti muncul perasaan tidak nyaman, susah tidur, emosional (mudah marah), konsentrasi, dan mudah tersinggung. Gangguan fisiologisnya, yaitu dapat meningkatkan tekanan darah, denyut nadi/jantung, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan. Hal tersebut menjadi faktor risiko bagi pemukiman yang berdiri dekat rel kereta api.

Pemukiman di wilayah Bekasi Jaya tergolong pemukiman yang cukup padat. Lintasan kereta api memang terlebih dahulu ada dibandingkan dengan pemukiman. Pemukiman terlebih dahulu berdiri dibandingkan dengan peraturan dalam UU Nomor 13 Tahun 1992, UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian dan Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api. Hal ini menunjukkan eksternalitas negatif kebisingan (gangguan psikologis dan fisiologis) yang dirasakan bukan merupakan kesalahan dari satu pihak. Pihak yang menyebabkan kebisingan tersebut belum pernah melakukan biaya ganti rugi/kompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak kebisingan. Biaya eksternal ditanggung oleh masyarakat mengindikasikan kerugian yang diterima masyarakat. Pemukiman tersebut bukanlah pemukiman liar meskipun jarak terdekat antara rel dengan pemukiman kurang dari 15 meter. Jarak sekitar 15

(18)

meter tersebut masuk kedalam daerah yang harus dikosongkan untuk aktivitas kereta api. Pemukiman tersebut memiliki sertifikat tanah. Pemberian dana kompensasi sebagai bentuk kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas kebisingan dapat dilakukan apabila masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sakit. Hal ini diperlukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, meliputi:

1 Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur?

2 Bagaimana kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi? 3 Berapa nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima

rumahtangga?

4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengkaji eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1 Mendeskripsikan eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur.

2 Mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi.

3 Mengestimasi nilai dana kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima rumahtangga akibat kebisingan kereta api.

4 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup memiliki tujuan untuk mengetahui batas penelitian. Wilayah penelitian terletak di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, RW 02 dan 05 dengan

(19)

populasi penelitian merupakan rumahtangga di RW 02 dan 05 yang memang tinggal di pemukiman dekat rel kereta api. Sampel penelitian adalah masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Responden adalah kepala dan anggota rumahtangga. Populasi berjumlah 280 KK dengan sampel 70 KK. Aspek yang diteliti adalah eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi, besarnya nilai dana kompensasi, dan faktor yang mempengaruhi kesediaan rumahtangga untuk menerima kompensasi. Penelitian ini tidak mencakup aspek teknis pengukuran tingkat kebisingan dan bentuk-bentuk kegiatan sosial atau tanggung jawab program penanggulangan eksternalitas negatif oleh pemerintah.

(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polusi Kebisingan

Menurut Manik (2003), bising atau kebisingan merupakan bentuk pencemaran udara, selain gas, partikel atau debu. Menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988, pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Polusi atau pencemaran mengandung arti yang negatif karena merupakan suatu proses akibat aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia tersebut berdampak negatif atau dapat merugikan orang lain sehingga dapat dikatakan polusi adalah bagian dari eksternalitas negatif.

Menurut Kepmenlh No.48/MENLH/11/1996 tentang baku mutu kebisingan, kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat juga waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan Desibel. Kebisingan merupakan suara yang dapat merugikan manusia dan lingkungannya. Suara yang didengar manusia memiliki ambang batas tertentu, dari 20-20000 Hertz. Jika suara yang masuk melebihi 140 desibel maka dapat terjadi kerusakan pada gendang telinga dan organ-organ lain dalam gendang telinga.

Kebisingan merupakan suara yang melebihi ambang batas pendengaran manusia. Sebagai contoh, kebisingan yang disebabkan oleh kereta api. Masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api memiliki intensitas tertentu dalam mendengar lalu lintas kereta api. Setiap harinya mereka mendengar kebisingan tersebut namun tidak mengindahkannya. Hal tersebut terjadi karena sudah terbiasanya mereka dengan kebisingan sehingga terjadi adaptasi akibat bising tersebut. Mereka tetap merasakan dampak akibat kebisingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan kebisingan lalu lintas memiliki

(21)

tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang yang tinggal di lingkungan yang lebih tenang.

Menurut Manik (2003), terdapat dua sumber bising, yaitu: 1 Berbentuk titik

Bising akan menyebar melalui udara dengan kecepatan suara (1100 feet/detik) dan berbentuk lingkaran dalam penyebarannya. Contohnya, mobil yang berhenti dan mesin yang dihidupkan, mesin tenaga listrik. 2 Berbentuk garis

Bising akan menyebar melalui udara dan berbentuk silinder yang memanjang dalam penyebarannya, bukan berbentuk lingkaran. Contohnya, bising yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor yang sedang bergerak. Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibagi menjadi tiga macam kebisingan, yaitu (Wardhana 1995):

1 Kebisingan impulsif (Impulsive/Impact Noise), yaitu kebisingan yang datang sepotong-sepotong dan tidak terus menerus. Contohnya adalah kebisingan dari suara palu yang dipukulkan.

2 Kebisingan kontinyu (Steady State Continoise Noise), yaitu kebisingan yang datang terus-menerus dalam kurun waktu yang cukup lama. Contohnya adalah kebisingan dari suara mesin yang dihidupkan.

3 Kebisingan semi kontinyu (Intermitten Noise), yaitu kebisingan yang hanya datang seketika kemudian hilang dan akan datang lagi. Contohnya adalah suara mobil atau pesawat terbang tinggal landas.

Menurut Manik (2003), dampak kebisingan adalah:

1 Pendengaran berkurang atau perubahan ketajaman pendengaran.

Artinya berkurangnya kemampuan mendengar dibandingkan dengan pendengaran manusia normal. Hal yang terjadi adalah adaptasi psikologis. Perubahan pendengaran karena bising terdapat dua tingkatan, yaitu pendengaran yang berkurang untuk sementara dan pendengaran yang berkurang secara permanen atau kehilangan pendengaran tetap.

2 Gangguan komunikasi atau pembicaraan. Pembicaraan harus dilakukan lebih kuat agar tidak salah menerima pesan akibat kebisingan.

(22)

3 Gangguan pada konsentrasi dan daya kerja yang dapat berakibat pekerjaan tidak dapat selesai tepat waktu atau salah.

4 Gangguan pada ketenangan masyarakat. Ketenangan atau kenyamanan masyarakat dapat terganggu apabila berada disekitar sumber bising.

5 Gangguan tidur. Seseorang akan terganggu tidur atau dapat terbangun dari tidur karena kebisingan.

Menurut Fahri dan Pasha (2010), adapun dampak yang ditimbulkan dari kebisingan yang tidak memenuhi syarat kehilangan fungsi pendengaran dan dampak fisiologis, sedangkan dampak psikologis yang meliputi : gangguan emosional, gangguan tidur, dan istirahat serta gangguan komunikasi. Menurut Soeripto (1996) dalam Feidihal (2012), gangguan yang dapat disebabkan oleh bising adalah :

1 Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis akibat kebisingan, seperti menimbulkan kelelahan jantung berdebar, meningkatkan denyut nadi, sakit kepala, meningkatkan tekanan darah, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan.

2 Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis, seperti kurang konsentrasi, emosional (mudah marah-marah), gangguan susah tidur, cepat tersinggung, dan tidak nyaman.

3 Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi, seperti suara yang lebih kencang/berteriak untuk tetap berkomunikasi.

4 Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga, yaitu trauma akustik, temporary treshold shift, dan permanent treshold shift.

Terdapat hubungan antara besarnya tekanan suara dan tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara dan kebisingan yang ditunjukkan oleh Tabel 3. Tekanan suara 6,32 dengan tingkat tekanan suara sebesar 110 dBA berasal dari suara dekat kereta api.

(23)

Tabel 3 Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara Tekanan Suara Tingkat Tekanan Suara (dBA) Sumber

6,32 110 dekat kereta api

2,00 100 pabrik perbotolan

0,632 90 full symphony

0,200 80 di samping mobil

0,0632 70 samping jalan di kota

0,0200 60 suara percakapan

0,00632 50 kantor-kantor khusus

0,00200 40 kamar tamu

0,000632 30 kamar tidur pada malam hari

Sumber : Canniff (1997) dalam Rusnam (1993)

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996, baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat

kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Standar faktor yang dapat diterima di suatu lingkungan atau kawasan

kegiatan manusia. Tabel 4 menunjukkan baku tingkat kebisingan di peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan dengan intensitas kebisingan tertentu. Ambang batas baku tingkat kebisingan sudah ditetapkan oleh Kepmenlh. Peruntukan kawasan dibagi delapan bagian, diantaranya perumahan dan pemukiman (55 dBA).

Tabel 4 Baku tingkat kebisingan

No. Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Intensitas kebisingan (dBA)

Peruntukan Kawasan

1 perumahan dan pemukiman 55

2 perdagangan dan jasa 70

3 perkantoran dan perdagangan 65

4 ruang terbuka hijau 50

5 Industri 70

6 pemerintahan dan fasilitas umum 60

7 Rekreasi 70

8 Khusus

a. bandar udara* b. stasiun kereta api*

c. pelabuhan laut 70

d. cagar budaya 60

Lingkungan Kegiatan

1 rumah sakit dan sejenisnya 55

2 sekolah dan sejenisnya 55

3 tempat ibadah dan sejenisnya 55

*)

disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan Sumber : KEP-48/MENLH/11/1996

(24)

Menurut Manik (2003), pengendalian bising diperlukan untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan kenyamanan, kebisingan dapat dikendalikan dengan cara :

1 Mengurangi bising pada sumbernya. Peralatan atau mesin yang menimbulkan bising ditempatkan dengan baik sehingga kebisingan yang terjadi dapat ditekan.

2 Menambah jarak antara sumber bising dengan yang terkena bising. Semakin jauh dari sumber bising maka semakin rendah tingkat bising yang dialaminya. Misalnya, membuat penghalang antara sumber bising dengan tempat tinggal.

3 Melindungi pekerja di tempat bising untuk melindungi pekerja dari kebisingan, misalnya dengan penggunaan alat pelindung telinga.

4 Mengurangi kepadatan lalu lintas.

5 Membuat tata ruang dan tata guna lahan yang ramah lingkungan.

6 Penerapan baku mutu bising. Penerapan baku mutu bising secara konsisten.

2.2 Eksternalitas

Eksternalitas merupakan dampak yang ditimbulkan oleh pihak tertentu akibat kegiatan produksi maupun konsumsi (ekonomi) yang dapat menguntungkan maupun merugikan pihak lainnya. Menurut Fauzi (2010), eksternalitas merupakan dampak (positif atau negatif) atau benefit yang dapat terjadi jika kegiatan produksi atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas dari pihak lain yang tidak diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi pihak yang terkena dampak. Menurut Mangkoesoebroto (1993), eksternalitas adalah suatu keterkaitan kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar yang mana kegiatan tersebut menimbulkan manfaat dan atau biaya bagi pihak diluar pelaksana kegiatan. Eksternalitas dibagi menjadi dua berdasarkan dampaknya yaitu eksternalitas positif dan negatif. Eksternalitas positif adalah dampak menguntungkan pihak lain dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak tertentu, pihak yang diuntungkan tidak memberikan kompensasi sedangkan eksternalitas negatif adalah dampak yang merugikan pihak

(25)

lain dari kegiatan yang dilakukan pihak tertentu dan tidak menerima kompensasi terhadap kerugian tersebut.

Adanya eksternalitas yang ditimbulkan oleh pihak tertentu membuat pihak tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk memproses limbahnya agar dapat diterima lingkungan. Biaya tambahan tersebut disebut biaya eksternal. Biaya eksternal dapat berupa biaya restorasi (biaya perbaikan) dan biaya kompensasi. Biaya restorasi merupakan biaya perbaikan kerusakan akibat kegiatan ekonomi yang dilakukan, seperti biaya perbaikan memproses limbah hingga mencapai ambang batas limbah sehat. Biaya kompensasi merupakan biaya dana kompensasi yang diberikan oleh pihak yang menimbulkan eksternalitas terhadap pihak yang terkena eksternalitas.

Eksternalitas yang terjadi dalam kegiatan ekonomi adalah: 1 Produsen-produsen

Contohnya pabrik yang membuang limbahnya ke sungai tanpa diproses terlebih dahulu yang mana sungai tersebut dimanfaatkan oleh pabrik lain (pabrik minuman mineral) yang menggunakan air tersebut sebagai salah satu faktor produksinya.

2 Produsen-konsumen

Contohnya pabrik membuang limbahnya yang mengandung bahan kimia ke sungai sehingga menimbulkan polusi yang dapat menggangu penduduk yang menggunakan air sungai tersebut sebagai mandi atau air minum.

3 Konsumen-produsen

Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas baik positif atau negatif terhadap produsen. Contohnya seseorang yang tidak bertanggung jawab sengaja menumpahkan bahan kimia ke perairan laut dimana di dalam laut terdapat sumberdaya ikan yang dimanfaatkan nelayan.

4 Konsumen-konsumen

Tindakan seorang konsumen yang menimbulkan eksternalitas bagi konsumen lain. Contohnya, seseorang merokok di tempat umum yang merugikan orang lain yang ikut menghirup asap rokok tersebut.

(26)

Eksternalitas akan menimbulkan inefisiensi, yaitu tindakan seseorang mempengaruhi orang lain dan tidak tercermin dalam sistem harga. Eksternalitas tidak memasukkan biaya yang dikeluarkan masyarakat. Eksternalitas akan mencapai efisiensi apabila semua dampak positif maupun negatif dimasukkan perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi terjadi apabila (Mangkoesoebroto 1993):

MSC = MPC + MEC MSB = MPB + MEB keterangan :

MSC = Marginal Social Cost MPC = Marginal Private Cost MEC = Marginal External Cost MSB = Marginal Social Benefit MPB = Marginal Private Benefit MEB = Marginal External Benefit

Efisiensi ekonomi akan terjadi apabila MSC = MSB namun adanya eksternalitas produsen tidak memperhitungkan MEC dan MEB dalam menentukan harga dan jumlah barang yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan kecenderungan produsen memproduksi pada tingkat yang terlalu besar sehingga perhitungan biayanya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang dibebankan oleh masyarakat. Jadi disimpulkan bahwa eksternalitas negatif MSC = MPC + MEC > MSB, sehingga produksi harusnya dikurangi agar efisiensi mencapai optimum.

Rp MSC = MPC +MEC e MPC H1 d H2 MEC MSB 0 Q1 Q2 Jumlah Produksi Sumber : Mangkoesoebroto 1993

(27)

Gambar 1 menunjukkan kurva eksternalitas negatif. Kurva permintaan menunjukkan manfaat masyarakat (MSB) atas sebuah produk. Tingkat output yang optimum terjadi saat tingkat produksi sebesar OQ1. Produsen menetapkan

tingkat produksi sebesar OQ2, yaitu saat MSB memotong MPC yang

menunjukkan bahwa jumlah produksi yang terlalu banyak dibandingkan tingkat produksi yang optimum.

2.3 Metode Estimasi Penilaian Lingkungan dengan Contingent Valuation

Method (CVM)

Menurut Fauzi (2010), salah satu metode untuk mengestimasi nilai dari barang dan jasa lingkungan secara langsung adalah Contingent Valuation Method (CVM). Metode ini memungkinkan untuk mengukur nilai komoditas yang tidak diperdagangkan di pasar (non market). Metode CVM menanyakan langsung kepada responden kesediaan masyarakat untuk membayar willingness to pay (WTP) dan menerima willingness to accept (WTA). Asumsi dasar dalam CVM adalah individu memiliki pilihan masing-masing dan mengenal kondisi lingkungan yang dinilai. Responden harus mengenal baik barang yang ditanyakan dengan hipotetik yang digunakan.

Pendekatan WTA/WTP merupakan ukuran dalam konsep penilaian dari barang lingkungan (non market). Ukuran WTA ini memberikan informasi mengenai kesediaan masyarakat untuk menerima kompensasi atas perubahan penurunan kualitas lingkungan yang setara dengan perbaikan kualitas lingkungan tersebut. Ukuran WTP memberikan informasi mengenai kesediaan masyarakat untuk membayar sejumlah nilai atas perubahan penurunan kualitas lingkungan yang juga setara dengan perbaikan kualitas lingkungan. Penilaian barang lingkungan WTA/WTP menanyakan berapakah jumlah minimum dan maksimum yang akan diterima atau dibayarkan atas kerusakan lingkungan tersebut.

(28)

2.3.1 Asumsi dalam Pendekatan WTA

Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam pelaksanaan dan pengumpulan nilai WTA masing-masing rumahtangga adalah:

1 Responden merupakan rumahtangga yang tinggal di lokasi penelitian dan bersedia menerima dana kompensasi (WTA).

2 PT. X bersedia memberikan dana kompensasi akibat kebisingan kereta api. 3 Nilai WTA merupakan nilai minimum yang bersedia diterima responden

jika kompensasi benar-benar dilaksanakan.

4 Responden dipilih dari populasi yang terkena dampak kebisingan dari penduduk yang relevan, yaitu setiap satu tempat tinggal yang diambil dianggap sebagai satu kepala keluarga/rumahtangga.

2.3.2 Metode Mempertanyakan Nilai WTA (Elicitation Method)

Menurut Hanley and Spash (1993), metode yang dapat digunakan untuk memperoleh besarnya penawaran nilai WTA/WTP responden adalah :

1 Bidding Game (Metode tawar-menawar)

Metode Bidding Game, yaitu menanyakan responden sejumlah nilai tertentu sebagai titik awal dan selanjutnya semakin meningkat sampai titik maksimum yang disepakati.

2 Metode Open-ended Question

Metode Open-ended Question, yaitu menanyakan secara langsung responden berapa jumlah maksimum dan minimum uang yang ingin dibayarkan dan diterima responden. Kelemahannya adalah nilai yang bervariasi, akurasi nilai lemah dan sering ditemukan responden yang kesulitan menjawab pertanyaan yang diberikan karena tidak memiliki pengalaman mengenai pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Kelebihannya adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang dapat mempengaruhi nilai awal yang ditawarkan sehingga tidak akan menimbulkan bias titik awal.

3 Closed-ended Question (Metode pertanyaan tertutup)

Metode Closed-ended Question tidak jauh berbeda dengan Open-ended Question. Perbedaannya hanya bentuk pertanyaan yang tertutup. Responden

(29)

diberikan beberapa nilai WTA/WTP untuk dipilih sehingga responden memberi jawaban sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka.

4 Payment Card (Metode kartu pembayaran)

Metode Payment Card yaitu menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari berbagai nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan menerima. Responden dapat memilih nilai maksimal dan minimal sesuai dengan preferensi masing-masing responden. Metode Payment Card digunakan untuk membatasi bias titik awal dari metode tawar-menawar (bidding game). Mengembangkan kualitas metode ini terkadang diberikan semacam nilai patokan yang menggambarkan nilai yang dikeluarkan oleh seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu bagi barang lingkungan yang lain. Kelebihan metode ini adalah memberikan stimulan untuk membantu responden berpikir lebih luas tentang nilai maksimum atau minimum yang akan diberikan tanpa harus terpengaruh dengan nilai tertentu, seperti pada metode tawar menawar.

2.3.3 Langkah-langkah untuk Mengetahui Nilai WTA Masyarakat

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM yang memiliki enam tahapan (Hanley and Spash 1993), yaitu :

1 Membangun Pasar Hipotetis

Pasar hipotetis yaitu membangun suatu alasan mengapa masyarakat yang terkena dampak seharusnya menerima dana kompensasi atas dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Penjelasan secara mendetail, nyata, dan informatif diperlukan dalam pasar hipotetis.

2 Memperoleh Nilai Penawaran

Tahap setelah membuat instrumen survei adalah administrasi survei yang dapat dilakukan melalui wawancara langsung/tatap muka, surat atau perantara telepon mengenai besarnya minimum WTA yang bersedia diterima.

3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Setelah semua nilai WTA terkumpul, dilakukan tahap perhitungan nilai tengah dan rataan dari WTA. Perhitungan nilai tengah dilakukan apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika perhitungan nilai penawaran

(30)

menggunakan nilai rata-rata, maka nilai yang diperoleh akan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Nilai tengah penawaran tidak dipengaruhi oleh rentang yang cukup besar dan nilainya selalu lebih kecil dari nilai rata-rata.

4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)

Memperkirakan kurva penawaran dengan menggunakan nilai WTA untuk variabel dependen sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilainya untuk variabel independen.

5 Menjumlahkan Data (Agregating Data)

Penjumlahan data merupakan proses nilai tengah penawaran yang telah didapat lalu dikonversi terhadap total populasi yang dimaksudkan.

6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)

Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi linear berganda WTA.

2.4 Model Regresi Linear

Analisis regresi adalah suatu analisis yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih. Model Linear Sederhana adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara peubah bebas dan suatu peubah tak bebas, dimana dugaan hubungan keduanya dapat digambarkan dalam suatu garis lurus atau linear (Juanda 2009). Analisis regresi linear berganda merupakan model regresi untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas/independent terhadap variabel terikat/dependent. Fungsi regresi linear berganda adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn + e keterangan : Y = variabel terikat/dependent a = konstanta b1,b2 = koefisien regresi X1,X2 = variabel bebas/independentt e = error

Metode analisis berganda didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (2007b), sifat-sifat OLS dalam regresi berganda adalah :

(31)

1) penaksiran OLS tidak bias dan linear; 2) penaksiran OLS mempunyai varian yang paling kecil/minimum; 3) konsisten; 4) efisien. Menurut Gujarati (2007b), asumsi-asumsi yang dapat digunakan untuk model regresi linear berganda dengan OLS adalah :

1 Model regresi memiliki parameter yang bersifat linear.

2 Variabel x tidak berkolerasi dengan galat/faktor gangguan (u) yang memiliki rata-rata sebesar 0 dimana E (ui) = 0.

3 Cov (ui,uj) = 0, i ≠ j. Artinya covarian (ui,uj) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat yang satu dengan yang lain.

4 Var (ui) = δ2. Artinya setiap galat memiliki varian yang sama (asumsi homoskedastisitas). Tidak ada hubungan linear yang nyata antara variabel-variabel bebas (asumsi multikolinearitas).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang membahas mengenai polusi kebisingan akibat aktivitas kereta api masih belum banyak. Beberapa penelitian yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah pembahasan mengenai eksternalitas negatif dan nilai dana kompensasi. Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Hal yang membedakannya yaitu lokasi dan bahasan penelitian. Lokasi penelitian ini berkonsentrasi pada pemukiman dekat rel kereta api di Bekasi Timur yang dilalui kereta transportasi lintas provinsi dan kereta rel daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Timur sehingga kemungkinan eksternalitas yang dirasakan masyarakat lebih besar. Pemukiman ini terletak diantara Stasiun Bekasi dan Cikarang. Selain itu, penelitian ini membahas eksternalitas negatif akibat kebisingan kereta api. Terdapat kesamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu metode yang digunakan untuk menentukan nilai dana kompensasi dengan analisis WTA. Tabel 5 menunjukkan penelitian terdahulu yang menjadi penelitian yang relevan dalam penelitian ini.

(32)

Tabel 5 Penelitian terdahulu

No Nama Judul Alat Analisis Hasil Penelitian 1 Trisla Warningsih (2006) Keterkaitan Pemetaan Kebisingan dan Penilaian Masyarakat Terhadap Kebisingan Bandar Udara (Studi Kasus Bandar Udara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru Riau) Pengukuran Langsung (WECPNL), Analisis Logit, Analisis Hedonic Price Method

Hasil penelitian menunjukkan faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat menerima kompensasi yaitu pendidikan, pekerjaan, status rumah, jarak dan kawasan

kebisingan. Besarnya nilai

kompensasi pada kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp 13 750/m2. Nilai kompensasi untuk pemindahan penduduk kawasan kebisingan tingkat 3 sebesar Rp 30 577 589 810. 2 Bahroin Idris Tampubolon (2011) Analisis Willingness to Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor) Analisis Deskriptif Kualitatif, Analisis Regresi Logistik, Analisis Willingness to Accept

Hasil penelitian menunjukkan eksternalitas negatif yang paling dirasakan responden adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Nilai dugaan rataan WTA responden sebesar Rp 137 500

per bulan per kepala keluarga, dan nilai total WTA responden Rp 6 325 000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat sebesar

Rp 447 975 000 per bulan. 3 Tantri Nova Sianturi (2012) Eksternalitas Negatif Dari Pencemaran Sungai Musi-Palembang Terhadap Masyarakat Akibat Kegiatan Industri Analisis Deskriptif Kualitatif, Analisis Regresi Logistik, Analisis Willingness to Accept

Bentuk perubahan lingkungan yang paling dirasakan responden akibat eksternalitas negatif yaitu perubahan kualitas dan kuantitas air. Besarnya nilai rata-rata WTA yang diinginkan responden adalah Rp 210 333.3 per bulan per rumahtangga. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap besarnya nilai WTA responden yaitu jarak tempat tinggal,

biaya pengeluaran air bersih dan biaya kesehatan sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif yaitu usia, pekerjaan wiraswasta, tingkat pendidikan dan pendapatan.

(33)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya akan mengurangi stock lahan yang tersedia untuk sektor pemukiman. Hal ini disebabkan oleh sifat lahan yang tetap sedangkan permintaan akan lahan semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah penduduk akan mendorong permintaan perkembangan transportasi untuk mendukung aktivitas penduduk. Penduduk yang semakin bertambah mendorong pemakaian lahan yang seharusnya menjadi batasan tertentu untuk tidak dihuni digunakan untuk pemukiman. Pemukiman tersebut kurang layak dihuni karena tidak memperrhatikan faktor lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan, seperti penggunaan lahan dibawah batas aman dekat rel kereta api.

Eksternalitas timbul dari aktivitas kereta api. Eksternalitas bisa berupa positif maupun negatif. Eksternalitas positif dari aktivitas transportasi yaitu strategis untuk usaha, efisiensi waktu, dan penghematan biaya transportasi. Eksternalitas negatifnya yaitu polusi kebisingan yang menyebabkan gangguan kenyamanan, psikologis dan fisiologis serta menimbulkan risiko kriminalitas juga kecelakaan. Kebisingan tersebut dapat menyebabkan gangguan psikologis dan fisilogis yang menimbulkan kerugian berupa biaya eksternal yang harus ditanggung masyarakat. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai dana kompensasi akibat kebisingan tersebut.

Kerugian yang dirasakan masyarakat karena eksternalitas kebisingan yang ditimbulkan perlu dikaji dengan menggunakan analisis deskriptif. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi akibat eksternalitas dengan menggunakan analisi regresi linear berganda. Besarnya kesediaan menerima dana kompensasi dengan menggunakan analisis Willingness to Accept. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pihak-pihak yang menimbulkan eksternalitas dalam penentuan keputusan atau program yang dapat mengatasi permasalahan eksternalitas negatif tersebut dengan biaya dana kompensasi. Alur penelitian yang lebih jelas dapat dilihat pada diagram alur kerangka berpikir dalam Gambar 2.

(34)

Keterangan: Batasan Penelitian: Aliran Gambar 2 Diagram alur kerangka berpikir Pertumbuhan Penduduk Semakin Meningkat

Permintaan Lahan Untuk Pemukiman Meningkat

Permintaan Sarana Transportasi Meningkat

Pemukiman Dekat Rel Kereta Api Moda

Transportasi

Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif

Polusi kebisingan Resiko kriminalitas Resiko kecelakaan Eksternalitas Kebisingan Kerugian Masyarakat Permasalahan Eksternalitas Analisis Deskriptif Kesediaan Menerima Kompensasi Estimasi Dana Kompensasi Faktor yang Mempengaruhi Dana kompensasi Analisis WTA dengan CVM Analisis Regresi Linear Berganda Analisis Deskriptif Strategis untuk usaha Efisiensi waktu Penghematan biaya transportasi

Rekomendasi Tentang Kompensasi Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api PT. X

Sifat Lahan Tetap >< Persaingan Lahan

Strategis untuk usaha Efisiensi waktu

Penghematan biaya transportasi Polusi kebisingan

Resiko kriminalitas Resiko kecelakaan

(35)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di pemukiman dekat dengan rel kereta api Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pertimbangan memilih lokasi karena pemukiman tersebut termasuk pemukiman yang berkategori cukup padat yang letaknya dekat dengan rel kereta api. Pengambilan data primer dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Data dikumpulkan untuk penelitian ini dalam suatu waktu tertentu. Sumber data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui survei langsung/wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer data yang dibutuhkan meliputi: karakteristik responden, eksternalitas negatif yang dirasakan responden akibat kebisingan kereta api, besarnya nilai kompensasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan untuk menerima dana kompensasi. Data sekunder diperoleh dari Worldbank, Badan Pusat Statistika (BPS), Dinas Kesehatan, Puskesmas, buku bacaan, perpustakaan, dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian serta internet.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan orang yang menjadi responden mengetahui kompetensi/permasalahan yang terjadi dalam topik (Martono 2010). Responden merupakan anggota populasi penduduk yang terkena dampak kebisingan, yaitu penduduk yang tinggal dekat dengan rel kereta api. Satu tempat tinggal dianggap sebagai satu perwakilan rumahtangga yang terpilih menjadi sampel. Populasi dalam penelitian berjumlah sekitar 280 KK

(36)

yang tinggal dekat dengan rel kereta api, khususnya RW 02 dan 05. Jumlah responden adalah 70 KK yang tinggal di dekat rel kereta api Bekasi. Penetapan banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan kaidah pengambilan sampel sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati garis normal (Gujarati 2007a).

4.4 Metode dan Prosedur Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya di analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 16. Matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks metode analisis data

No. Tujuan Penelitian Sumber Data dan

Jumlah Sampel Metode Analisis Data 1 Mendeskripsikan eksternalitas

negatif yang dirasakan masyarakat akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Kuesioner Responden= 70 KK Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif

2 Mengkaji kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi.

Kuesioner

Responden= 70 KK

Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif 3 Mengestimasi nilai dana

kompensasi (willingness to accept) yang bersedia diterima

rumahtangga. Kuesioner Responden= 60 KK (yang menjawab bersedia) Analisis WTA dengan tahapan CVM

4 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi (willingness to accept) rumahtangga. Kuesioner Responden= 60 KK (yang menjawab bersedia) Analisis Regresi Berganda

4.4.1 Analisis Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api

Analisis eksternalitas negatif bertujuan untuk mengetahui seberapa besar gangguan yang dirasakan masyarakat yang disebabkan kebisingan kereta api. Kajian eksternalitas negatif akibat kebisingan ini menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini mencakup identifikasi pandangan responden

(37)

terhadap kebisingan dan dampak yang timbul akibat kebisingan tersebut. Identifikasi eksternalitas negatif akibat kebisingan dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden.

4.4.2 Analisis Kesediaan Rumahtangga dalam Menerima Dana Kompensasi

Analisis mengenai kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi bertujuan untuk mengetahui proporsi kesediaan menerima responden terhadap dana kompensai sesuai yang ditawarkan. Selain itu, mengkaji mengenai bentuk kompensasi yang diinginkan responden. Analisis mengenai kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif.

4.4.3 Analisis Estimasi Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept) Rumahtangga Akibat Kebisingan

Besarnya nilai WTA masyarakat dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan CVM. Menurut Hanley and Spash (1993), terdapat enam tahapan CVM, yaitu :

1 Membangun Pasar Hipotesis

Hipotesis pasar yang dibentuk dalam penelitian ini atas dasar kereta api memberikan dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari kereta api adalah kebisingan. Adanya dampak negatif tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal dekat dengan rel kereta api.

Hipotesis yang dibuat dalam skenario bahwa Pertanyaan dalam pasar

Pertanyaan dalam pasar hipotesis yang akan dibentuk dalam skenario adalah : “Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi menerima dana kompensasi akibat kebisingan kereta api dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima?”

Kebisingan dapat mengganggu psikologis dan fisiologis seseorang. Pihak PT. X yang menimbulkan dampak negatif memberlakukan peraturan baru, yaitu pemberian dana kompensasi dengan tujuan untuk mengurangi kerugian masyarakat akibat kebisingan. Bentuk dana kompensasi yang diberikan berupa biaya kesehatan apabila masyarakat terganggu akibat kebisingan dan sakit.

(38)

2 Memperoleh Nilai WTA

Menggunakan teknik bidding game, responden ditanya besarnya minimum WTA yang bersedia diterima dengan melakukan wawancara langsung. Starting point WTA berdasarkan biaya kesehatan dengan titik tertinggi Rp 100 000.

3 Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA)

Berdasarkan jawaban responden, dapat diketahui nilai WTA yang dipilih (batas bawah dan atas kelas WTA). Setelah diketahui nilai WTA, dilakukan perhitungan nilai rataan dan nilai tengah. Rumus dugaan rataan :

keterangan :

EWTA = dugaan rataan WTA xi = jumlah tiap data n = jumlah responden

i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi 4 Memperkirakan Kurva Penawaran (Estimating Bid Curve)

Pendugaan kurva penawaran dilakukan dengan fungsi persamaan :

WTA = f (UR, PNDK, PNDP, SKR (dummy), KAB, KBS (dummy), LTG, JTS, JTK , PNS (dummy), PSW (dummy), WRS (dummy), BRH (dummy), SPR (dummy)

keterangan :

UR = usia responden (tahun) PNDK = pendidikan (tahun) PNDP = pendapatan (Rp)

SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri)

KAB = kenyamanan akibat bising (deskriptif) KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising) LTG = lama tinggal (tahun)

JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang)

PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS) PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS) BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH) SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR) e = error

(39)

5 Menjumlahkan Data (Agregating Data)

Penjumlahan data merupakan proses nilai penawaran yang telah didapat lalu dikonversikan terhadap total populasi yang dimaksudkan. Nilai WTA masyarakat diperoleh setelah menduga nilai tengah WTA.

Rumus Nilai total WTA :

keterangan :

TWTA = total nilai WTA WTAi = WTA individu ke-i

ni = jumlah sampel ke-i yang bersedia menerima sebesar WTA i = responden ke-i yang bersedia menerima dana kompensasi

6 Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise)

Penggunaan CVM perlu dievaluasi untuk menilai penerapan CVM telah berhasil dilakukan dengan melihat nilai R-adjusted square dari model regresi linear berganda WTA.

4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Nilai Dana Kompensasi (Willingness to Accept)

Analisis fungsi WTA bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA masyarakat. Alat analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda. Fungsi persamaan :

mid WTAi = β0 + β1UR + β2PNDK + β3PNDP + β4SKR (dummy) + β5LTG

+ β6JTS + β7KAB + β8KBS (dummy) + β9JTK + β10PNS (dummy)

+ β11BRH (dummy) + β12WRS (dummy) + β13PSW (dummy)

+ β14SPR (dummy) + e

keterangan :

mid WTAi = nilai WTA responden

β0 = konstanta

β1,,, β10 = koefisien regresi

i = responden ke i (i = 1,2,.,5) UR = usia responden (tahun) PNDK = pendidikan (tahun) PNDP = pendapatan (Rp)

SKR (dummy) = status kepemilikan rumah (1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri)

(40)

KBS (dummy) = kualitas bising (1=bising; 0=tidak bising) LTG = lama tinggal (tahun)

JTS = jarak tempat tinggal ke sumber bising (meter) JTK = jumlah tanggungan keluarga (orang)

PNS (dummy) = dummy pekerjaan pegawai negeri sipil (1=PNS; 0=bukan PNS) PSW (dummy) = dummy pekerjaan pegawai swasta (1=PSW; 0=bukan PSW) WRS (dummy) = dummy pekerjaan wiraswasta (1=WRS; 0=bukan WRS) BRH (dummy) = dummy pekerjaan buruh (1=BRH; 0=bukan BRH) SPR (dummy) = dummy pekerjaan supir/ojek (1=SPR; 0=bukan SPR) e = error

Variabel yang diduga berpengaruh positif pada nilai WTA adalah usia responden, pendidikan, status kepemilikan rumah, kualitas bising, lama tinggal, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan (buruh dan supir/ojek). Variabel usia responden diduga berpengaruh positif karena semakin tua usia responden menginginkan nilai WTA yang semakin tinggi untuk uang tambahan. Tingginya tingkat pendidikan mencerminkan pengetahuan yang dimiliki responden terhadap kebisingan maka mengharapkan nilai WTA lebih besar. Status kepemilikan rumah berpengaruh positif. Jika rumah yang ditempati adalah milik sendiri, maka dana kompensasi yang diinginkan juga lebih tinggi. Kualitas bising juga diduga berpengaruh positif karena jika responden merasakan bising maka cenderung untuk menginginkan nilai WTA yang semakin besar.

Variabel lama tinggal diduga berpengaruh positif karena semakin lama seseorang tinggal di dekat rel kereta api maka dampak yang dirasakan lebih besar dibandingkan yang tinggal lebih singkat sehingga menginginkan nilai WTA yang tinggi. Jumlah tanggungan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak kebisingan kereta api. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka semakin tinggi dana kompensasi yang diinginkan. Pekerjaan (buruh, supir/ojek) diduga menginginkan nilai kompensasi yang tinggi untuk uang tambahan.

Variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap nilai WTA adalah pendapatan, jarak tempat tinggal ke sumber bising, kenyamanan akibat bising, dan jenis pekerjaan (pegawai negeri swasta, wiraswasta, dan pegawai swasta). Semakin besar pendapatan seseorang maka semakin kecil nilai WTA yang diinginkan orang tersebut karena kemampuan finansial orang tersebut untuk

(41)

menanggulangi dampak. Variabel jarak tempat tinggal ke sumber bising diduga juga berpengaruh negatif yang disebabkan oleh semakin jauh dengan sumber bising, dampak yang dirasakan semakin kecil sehingga nilai dana kompensasi yang diinginkan lebih kecil. Variabel kenyamanan akibat bising diduga berpengaruh negatif karena semakin baik tingkat kenyamanan maka kerugian yang dirasakan lebih sedikit sehingga nilai WTA diduga menjadi kecil. Pekerjaan (pegawai negeri sipil, wiraswasta, dan pegawai swasta) diduga akan menginginkan nilai kompensasi yang lebih rendah. Pegawai negeri sipil dan pegawai swasta memiliki askes/jamsostek untuk kebutuhan jika mereka sakit sehingga lebih memudahkan untuk keperluan kesehatan mereka, maka nilai WTA yang diinginkan lebih kecil. Tabel 7 merupakan tabel indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi nilai WTA.

(42)

Tabel 7 Indikator pengukuran faktor yang mempengaruhi WTA akibat kebisingan kereta api

No. Variabel Indikator yang Berpengaruh

1. WTA Bersediakah Bapak/Ibu/Saudara/i untuk ikut berpartisipasi menerima dana kompensasi akibat kebisingan kereta api dan berapa besar dana kompensasi yang bersedia diterima?

Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. Rp 65.000 b. Rp 70.000 c. Rp 75.000 d. Rp 80.000 e. Rp 85.000 f. Rp 90.000 g. Rp 95.000 2. Usia Responden/ UR (tahun)

Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. 23-29 tahun b. 30-37 tahun c. 38-44 tahun d. 45-51 tahun e. 52 - 58 tahun f. 59 - 65 tahun g. 66 - 72 tahun 3. Pendidikan/ PNDK (tahun)

Dibedakan menjadi lima kelas yaitu : a. Tidak sekolah

b. Sekolah Dasar

c. Sekolah Menengah Pertama/Sederajat d. Sekolah Menengah Atas/Sederajat e. Perguruan Tinggi

4. Pendapatan/ PNDP (Rp) Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. Rp 800 000 - 1 700 000 b. Rp 1 700 001 - 2 600 000 c. Rp 2 600 001 - 3 500 000 d. Rp 3 500 001 - 4 400 000 e. Rp 4 400 001 - 5 300 000 f. Rp 5 300 001 - 6 200 000 g. Rp 6 200 001 - 7 100 000 5. Status Kepemilikan rumah/ SKR (dummy)

Merupakan variabel dummy yang dibedakan menjadi “1=milik sendiri; 0=bukan milik sendiri”

6. Lama Tinggal/ LT (tahun)

Dibedakan menjadi tujuh kelas yaitu : a. 0.1 - 10 tahun

b. 11 - 21 tahun c. 22 - 32 tahun

Gambar

Tabel 2  Bahan pencemar, sumber dan dampak pencemaran udara
Tabel 3  Tingkat tekanan suara dari beberapa sumber suara
Tabel 5  Penelitian terdahulu
Tabel 6  Matriks metode analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait