Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 18 KEMAMPUAN Sargassum polycystum DALAM MENYERAP LOGAM BERAT
Pb DAN Cd DI PERAIRAN PENAMBANGAN TIMAH APUNG, PULAU BANGKA Ability to Absorb Pb and Cd Heavy Metals in Tin Mining Pumice Water Areas, Bangka Island
Umroh1)
1)
Ketua Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Bangka, Indonesia
umrohque@gmail.com
Hp: 081995218450
Abstract
Floating tin mining in the coastal areas leave waste in the form of heavy metals such as Pb and Cd. Sargassum polycystum is macroalgae which capable for absorbing the heavy metals but in excessive quantities will interfere it’s life. This study aims to analyze the ability of Sargassum polycystum to absorb heavy metals Pb and Cd and to know the factors of chemical and physics waters that influence the Sargassum polycystum. Determination of research stations using Purposive Random Sampling method. The measurement of heavy metals using AAS. The results showed the highest levels of heavy metals in the Sargassum polycystum is lowest is Cd 0.0034 ppm, in the seawater is Cd 0.0024 ppm. Highest levels of heavy metals in the sediment is Pb 0.0791 ppm. The highest value of BCF is the lowest is Pb 1.1752 ppm. All heavy metals Pb and Cd has exceeded the allowable threshold.
Keywords : Sargassum Polycystum, Heavy Metal, Pb, Cd, Tin Mining
PENDAHULUAN
Penambangan dan pengolahan biji hasil tambang akan menyisakan limbah yang mengandung logam berat Pb dan Cd (Veriady, 2007). Menurut Effendi (2003) Pb dan Cd merupakan beberapa jenis logam yang mempunyai sifat toksik. Logam – logam berat tersebut dapat masuk kedalam badan perairan salah satunya dari pembuangan limbah hasil penambangan timah apung di lepas pantai (Palar, 2008). Menurut Hutagalung (1997) peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan kadar logam berat dalam tubuh biota laut. Peningkatan tersebut akan mengakibatkan logam berat yang semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme dapat berubah menjadi racun bagi organisme laut (Rochyatun et al., 2006).
Sargassum polycystum merupakan salah satu
jenis makroalga yang mampu menyerap logam berat terutama logam Pb (Tsui et al., 2006; Antunes et
al.,2003) dan logam Cd (Cossich et al.,2002). Dalam
keadaan hidup, Sargassum polycystum dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan aquatik (perairan). Lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan
Sargassum polycystum terhambat, sehingga dalam
keadaan ini keberadaan logam dalam lingkungan adalah polutan bagi Sargassum polycystum (Bachtiar,
2007). Perairan di Pulau Bangka merupakan suatu kawasan yang dijadikan sebagai daerah penambangan timah secara apung atau lazim dikenal dengan TI (Tambang Inkonvensional) apung. Sumberdaya laut yang terdapat di pantai ini salah satunya adalah makroalga jenis Sargassum polycystum yang hidup bersamaan dengan aktivitas TI apung. Penelitian mengenai Sargassum polycystum di perairan yang terdapat penambangan timah, oleh karena itu perlunya diadakan penelitian untuk mengetahui kemampuan Sargassum polycystum dalam menyerap logam berat serta diharapkan dapat menambah literatur mengenai logam berat dalam Sargassum
polycystum.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemampuan Sargassum polycystum dalam menyerap logam berat Pb dan Cd di area perairan penambangan timah.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012. Lokasi penelitian di Perairan Bangka Tengah yang terdapat penambangan timah. Analisis sampel di laboratorium MIPA, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Alat dan Bahan
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 19 Alat yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain adalah Transek Kuadrat yang berfungsi sebagai plot pengambilan sampel dan GPS (Global
Positioning System) yang berfungsi untuk pengambilan titik koordinat.
Bahan yang digunakan adalah sampel Sargassum
polycystum yang digunakan untuk menguji
kandungan logam berat. Metode Penelitian
1. Penentuan Lokasi Pengamatan
Penentuan stasiun dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling yaitu dengan membagi lokasi penelitian menjadi 2 stasiun dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Stasiun I adalah daerah yang dekat dengan aktivitas penambangan timah apung.
2. Stasiun II adalah daerah yang berdekatan dengan aliran sungai.
2. Pengambilan Sampel Sargassum polycystum Pengambilan sampel Sargassum polycystum dilakukan secara random dengan menggunakan metode Transek Acak, Awalina (1993) karena penyebaran komunitas Sargassum polycystum di lapangan tidak merata atau jarang. Transek yang digunakan berukuran 50 cm x 50 cm. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara meletakkan transek pada komunitas Sargassum
polycystum yang ditemukan oleh peneliti. Sampel Sargassum polycystum yang ada di dalam transek
diambil dan dimasukkan ke dalam plastik sampel yang telah diberi label. Sampel diambil secukupnya secara utuh yaitu semua bagian thallus Sargassum
polycystum. Setelah sampai di darat, sampel dicuci
dengan air laut kemudian dengan air bersih atau aquadest sebanyak dua kali. Sampel dibersihkan dari kotoran dan binatang – binatang laut yang menempel kemudian dikering – anginkan secara tidak langsung di bawah sinar matahari. Sampel yang telah kering dimasukkan ke dalam plastik sampel yang telah diberi kode sampel untuk kemudian di identifikasi dan di analisis di laboratorium MIPA Universitas Bangka Belitung.
Pengambilan sampel air laut di diambil dengan menggunakan botol kaca ukuran 1 liter yang dimasukkan ke dalam air laut sampai airnya penuh dan botolnya ditutup kemudian botolnya dikeluarkan dari dalam air. Sampel sedimen diambil menggunakan grab sampler (Rumahlatu, 2011). 3. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia
Perairan 1. Suhu
Suhu air diukur dengan menggunakan alat termometer air raksa yang berskala 00 sampai 1000 C. Termometer tersebut dimasukkan ke dalam air dan
dibiarkan selama kurang lebih 3 menit. Selanjutnya termometer diangkat, langsung dibaca dan dicatat. 2. Kecerahan
Alat yang digunakan dalam penentuan kecerahan perairan adalah secchi disk. Secchi disk ini dicelupkan perlahan-lahan kedalam air kemudian diamati saat secchi disk mulai tidak terlihat warna hitam dan putih dan diukur kedalamannya (m). Setelah itu secchi disk diangkat lagi secara perlahan-lahan dan diamati saat secchi disk mulai terlihat warna hitam dan putih lagi dan diukur kedalamanya (n). Setelah itu diukur pula kedalaman perairan (Z). Setelah didapat kedua nilai kedalaman tersebut, kecerahan (C) diukur dengan persamaan (Hutagalung
et al., 1997). C = 0,5
(
)
x
100
Z
n
m
3. DO (Dissolved Oxygen)DO atau Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak (Silalahi, 2009). DO diukur dengan cara mencelupkan DO meter yang telah dikalibrasi ke dalam gelas ukur yang berisi sampel air. Nilai DO dapat langsung dibaca pada alat tersebut. Sampel air diambil dari permukaan tanpa gelembung dan dimasukkan kedalam botol.
4. Potensial Hidrogen (pH) Air
Potensial Hidrogen (pH) air diukur dengan menggunakan kertas pH, kertas pH dimasukkan ke dalam air selanjutnya ditunggu beberapa detik, angkat dan cocokkan dengan warna pH yang sama. Warna yang tertera menunjukkan nilai pH air yang diukur. Pengukuran dilakukan pada setiap stasiun penelitian.
5. Kecepatan Arus
Alat yang digunakan dalam pengukuran kecepatan arus adalah layang-layang arus dan
stopwatch. Layang-layang arus yang telah diberi tali
dengan panjang tertentu dihanyutkan dan stopwatch dihidupkan secara bersamaan, setelah panjang tali menegang dan layang-layang arus berhenti,
stopwatch dimatikan. Kecepatan arus (V) dapat
dihitung dengan cara membagi panjang tali (l) dengan lama waktu yang terukur (t) (Hutagalung et
al., 1997).
Keterangan : V = Kecepatan arus I = Panjang tali
t = Lama waktu pengukuran 6. TSS (Total Suspended Solid)
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 20 TSS atau Total Suspended Solid merupakan
partikel-partikel yang melayang dalam air, terdiri dari komponen hidup dan komponen mati. Sampel air dimasukkan kedalam botol air mineral hingga penuh, kemudian ditutup rapat. Sampel dianalisis di laboratorium (Setiapermana et al., 1980 dalam Hutagalung et al., 1997). Nilai kandungan TSS dapat dihitung dengan rumus :
TSS (mg/l) = Keterangan :
W1 = berat filter sebelum
digunakan untuk menyaring (mg)
W2 = berat filter setelah digunakan untuk menyaring
V = volume air yang tersaring 7. Pengukuran Salinitas
Salinitas air laut dapat diukur dengan menggunakan refraktometer, yaitu suatu alat yang dapat membaca jumlah salinitas dalam air laut. Alat ini digunakan dengan cara meneteskan sempel air laut pada alat tersebut, kemudian dilakukan pembacaan skala yang terdapat pada alat teropong yang dilengkapi kaca pembesar. Refraktometer harus dikalibrasi dulu dengan aquades sebelum air laut diteteskan pada alat tersebut.
8. Laju sedimentasi
Laju sedimentasi diukur dengan menggunakan pipa paralon yang berdiameter 2,5 inchi dan tinggi 50 cm, pipa dimasukkan ke dalam perairan dan diangkat setelah 3 hari kemudian. Sedimen yang terperangkap di dalam pipa kemudian di analisis di laboratorium. Kategori tentang dampak laju sedimentasi menurut Pastorok dan Bilyard (1985) dalam Kordi (2010) dimana 1 – 10 tingkat dampak kecil – sedang, 10 – 50 tingkat dampak sedang – bahaya, sedangkan > 50 tingkat dampak bahaya – katastrospik. Rumus yang digunakan untuk menganalisis laju sedimentasi sebagai berikut:
Dimana :
LS = Laju Sedimentasi
B = Berat awal alumunium foil (gram)
A = Berat akhir alumunium foil dan sedimen (gram)
9. Substrat dan bahan organik (Nitrat dan Fosfat)
Contoh substrat diambil pada setiap stasiun dengan menggunakan pipa paralon. Analisis substrat dilakukan dengan mengambil kurang lebih 500 gram contoh sedimen pada masing – masing stasiun. Analisis untuk mengetahui fraksi substrat, persentase dan tipe substrat dikelompokkan ke dalam segitiga Millar. Segitiga ini mengelompokkan tipe substrat berdasarkan persentase pasir, liat dan debu.
3.3.4 Preparasi Sampel Sargassum polycystum Sampel Sargassum polycystum dihaluskan dengan menggunakan blender hingga menjadi partikel kecil, kemudian dikeringkan dalam oven 105oC selama 12 jam untuk menghilangkan kadar airnya dan diperoleh berat konstan.
Sampel ditimbang sebanyak 1 – 2 gr ke dalam tabung sampel (vessel), kemudian dicatat beratnya (W). Tambahkan masing – masing 0,2 ml larutan standar Pb dan Cd 1 mg/l atau larutan standar Pb dan Cd 200 µg/l sebanyak 1 ml ke dalam sampel. Tambahkan secara berurutan 5 ml – 10 ml HNO3 65
% dan 2 ml H2O2. Lakukan destruksi dengan
mengatur program microwave. Pindahkan hasil destruksi ke labu takar 50 ml dan tambahkan larutan
matrik modifier, tepatkan sampai tanda batas dengan
air deionisasi. Larutan yang diperoleh siap di analisa dengan menggunakan AAS (SNI 2354.5:2011). 3.3.5 Preparasi Sampel Air
1 liter contoh air laut disimpan dalam botol polietilen dan diawetkan dengan HNO3 pekat sampai
pH < 2. 500 ml contoh air dipekatkan dengan ekstraksi dalam pelarut organik metil isobutil keton (MIBK) dan amonium pirolidin dithicarbanat (APDC) 1 %. Kandungan logam berat Pb dan Cd ditentukan dengan menggunakan AAS (Tarigan dan Sediadi, 2000).
3.3.6 Preparasi Sampel Sedimen
Sedimen dikeringkan pada suhu 60 – 70oC, dihaluskan dalam lumpang porselin dan disaring (600 µm) sebanyak 1 gram. Larutkan dalam NHO3 pekat
dan dipanaskan pada suhu 140oC selama 2 jam, setelah itu tambahkan H2O2 (30%) tetes demi tetes,
kemudian dipanaskan sampai uap yang berwarna kuning hilang. Kandungan logam berat Pb dan Cd ditentukan dengan menggunakan AAS (Tarigan dan Sediadi, 2000).
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 21 3.3.7 Pembuatan Larutan Standar Logam Pb Dan
Cd
Logam Pb dan Cd masing – masing ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Masukkan 10 ml larutan induk ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan aquadest sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung konsentrasi 100 ppm. Larutan tersebut di pipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan aquadest sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm.
Larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm bisa didapatkan dengan melakukan pipet secara berturut-turut sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu
masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan aquadest sampai garis tanda akhir (Hutagalung et al., 1997).
3.3.8 Prinsip Kerja Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)
Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan intruksi dalam manual alat tersebut. Siapkan larutan standar kerja Pb dan Cd masing-masing dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ppm (diukur absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel). Baca larutan standar kerja dan contoh pada alat Spektrofotometer Serapan Atom (SNI 2354.5:2011).
2.4 Analisis Data
Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat Pb dan Cd yang sebenarnya maka digunakan rumus (Hutagalung et al., 1997) :
Konsentrasi Pb dan Cd ppm =
Keterangan :
D = kadar hasil pengukuran dengan AAS V = volume akhir larutan contoh (ml) W = berat contoh biota (g)
2.5 Analisis Deskriptif
Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 1988 yaitu tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil
3.1.1 Kandungan Logam Berat Pb dan Cd dalam Sargassum polycystum
Hasil analisa kandungan logam berat Pb dan Cd pada Sargassum polycystum di stasiun 1 menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb sebesar 0.0270 ppm dan Cd dengan kadar 0,0056 ppm. Pada stasiun 2 kadar logam berat tertinggi yaitu logam Pb sebesar 0.0161 ppm sedangkan kadar logam berat terendah yaitu logam Cd dengan kadar sebesar 0,0034 ppm (Tabel 3).
Tabel 1. Kadar Logam Berat Pb dan Cd Pada
Sargassum polycystum
Tabel 2. Logam Berat Pb, Cd dalam Air dan Sedimen
Nilai kadar logam berat tertinggi pada sedimen di stasiun 1 adalah logam Pb dengan kadar 0,0791 ppm, Pada stasiun 2 kadar logam berat tertinggi adalah logam Pb dengan kadar 0,0540 ppm. Tabel 3. Parameter Lingkungan Perairan Laut yang Terdapat Penambangan Timah Apung
No. Parameter Lingkungan Satuan Stasiun 1 2 1. Suhu (0c) 30 29,5 2. Kecerahan (%) 40,21 41,15
3. Kecepatan arus (m/detik) 0,26 0,22
4. pH 6 6 5. Salinitas (‰) 32,5 32 6. TSS (mg/l) 70,11 50,3 7. Laju sedimentasi (gram/cm2/ hari) 155,7 0 120,26 8. Nitrat (ppm) 0,01 1,10 9. Fosfat (ppm) 2,63 3,75 10. DO (mg/l) 2,19 3,2 Sampel Logam berat (ppm) Stasiun 1 Stasiun 2 Rata-rata Sargassum polycystum Pb 0.0270 0.0161 0.0215 Cd 0.0056 0.0034 0.0045 Sampel Logam Berat (ppm) Stasiun 1 Stasiun 2 Rata-rata Air Pb 0.0193 0.0137 0.0165 Cd 0.0030 0.0024 0.0027 Sedimen Pb 0.0791 0.0540 0.0665 Cd 0.0320 0.0252 0.0286
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 22 3.1.1 Parameter Lingkungan
Parameter lingkungan diukur untuk mengetahui kondisi perairan yang terdapat penambangan timah apung menunjukkan suhu tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 30 0C dan suhu terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 29,5 0C. Kecerahan perairan tertinggi pada stasiun 2 sebesar 41,15 %, sedangkan terendah pada stasiun 1 sebesar 40,21 %. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 0,26 m/detik dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,22 m/detik. Potensial Hidrogen (pH) perairan di stasiun 1 adalah 6, sama dengan di stasiun 2 nilai pH yaitu 6. Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 32,5 ‰ dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 32 ‰. TSS tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 70,11 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 50,3 mg/l. Laju sedimentasi tertinggi terdapat di stasiun 1 yaitu 155,70 gram/cm2/hari dan terendah pada stasiun 2 yaitu 120,26 gram/cm2/hari. Nilai kadar nitrat tertinggi di stasiun 2 yaitu 1,10 ppm dan terendah di stasiun 1 yaitu 0,01 ppm. Kadar fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 3,75 ppm dan kadar fosfat terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,63 ppm. Kadar DO tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 3,2 mg/l sedangkan kadar DO terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,19 mg/l.
PEMBAHASAN
Kandungan Logam Berat Pb dan Cd dalam Sargassum polycystum
Hasil pengukuran rata-rata logam berat Pb dalam Sargassum polycystum berkisar antara 0,0215 ppm sedangkan logam Cd dengan kisaran nilai 0,0045 ppm. Kadar ini lebih tinggi dari nilai ambang batas yang telah ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 yaitu 0,008 ppm untuk logam Pb serta 0,001 ppm untuk logam Cd. Hal tersebut berbahaya bagi kehidupan
Sargassum polycystum. Tingginya kadar logam berat
yang terdapat dalam Sargassum polycystum dapat dipengaruhi oleh keberadaan penambangan timah apung yang berdekatan dengan habitat Sargassum
polycystum. Penambangan Timah dapat meningkatkan kandungan logam berat Pb dan Cd. Menurut Amin (2002), aktivitas yang berlangsung seperti pertambangan timah dapat menyumbang logam – logam berat hasil penambangan itu sendiri. Logam berat Pb dan Cd secara alamiah juga dapat masuk ke perairan laut. Menurut Palar (2008) proses pengikisan dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin juga merupakan salah satu jalur sumber logam berat masuk ke badan perairan.
Penyerapan logam berat oleh Sargassum
polycystum dapat dipengaruhi oleh kadar DO yang
rendah. Menurut Mukhtasor (2007) kadar DO akan menurun apabila banyak limbah yang masuk ke sistem perairan. Semakin rendah kadar DO maka akan semakin tinggi toksisitas logam berat yang ada di perairan tersebut. Rendahnya kadar nitrat juga dapat mempengaruhi penyerapan logam berat. Menurut Veriady (2007) tumbuhan dapat menyerap logam berat pada saat kondisi kesuburan tanah dan kandungan bahan organik rendah. Pada hasil pengukuran pH di perairan yang terdapat penambangan timah juga menunjukkan kondisi asam, hal ini dapat dipengaruhi karena adanya logam berta yang ada di perairan tersebut dan penurunan pH akan menyebabkan toksisitas logam berat dan bioakumulasi polutan pada organisme menjadi semakin besar. Keberadaan kandungan logam Pb dan Cd di dalam Sargassum polycystum
menunjukkan adanya kemampuan Sargassum polycystum dalam menyerap logam berat sehingga Sargassum polycystum dapat digunakan sebagai agen
fitoremediasi logam berat di perairan laut. Walaupun keberadaan kandungan logam berat Pb dan Cd yang terlalu tinggi akan berbahaya bagi kelangsungan metabolism dari Sargassum polycystum. Gejala – gejala karena kelebihan logam toksik seperti logam Pb dan Cd akan mengakibatkan pengurangan dan penghambatan proses penyerapan nutrien oleh tanaman, sehingga kehidupannya menjadi terhambat (Chino, 1981 dalam Yulianto et al., 2006).
Logam berat Pb dan Cd yang terdapat di kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa – senyawa lain, baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat jenisnya lebih besar (berat) yang pada akhirnya akan mengalami proses pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan (Amien, 2010). Ketersediaan logam berat Pb dan Cd dalam air sangat rendah dan sebaliknya kandungan Pb dan Cd di sedimen sangat tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan Cd dalam perairan terdapat jumlah yang sangat sedikit dan memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Menurut Effendi (2003) menambahkan bahwa di dalam air, kadmium (Cd) terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan bersifat tidak larut dalam air. Selain itu, rendahnya kadar Cd dalam air di sebabkan karena kadar Cd di perairan mengendap di dalam sedimen yang menyebabkan kadar Cd di perairan lebih rendah dibandingkan di sedimen (Rumahlatu, 2011). Yulianto et al. (2006) menambahkan bahwa semakin tinggi ketersediaan logam toksik dalam perairan akan memacu tingginya proses penyerapan oleh tumbuhan termasuk
Sargassum polycystum tetapi Sargassum polycystum
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 23 perairan yang tercemar oleh logam toksik.
Penyerapan logam toksik dalam kondisi konsentrasi yang tinggi dan berjalan terus menerus akan menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan sebagai akibat menurunnya kondisi fisiologis tumbuhan yang diakibatkan oleh terjadinya gangguan metabolisme tubuh dan juga kemungkinan terjadinya kerusakan anatomi tumbuhan. Kondisi perairan yang tercemar logam toksik berkonsentrasi tinggi dan terjadi secara terus menerus akan dapat berakibat pada kematian tumbuhan.
Kandungan Logam Berat Pb dan Cd dalam Air dan Sedimen
Kandungan logam berat pada perairan di stasiun 1 lebih tinggi daripada stasiun 2, karena stasiun 1 lebih dekat dengan lokasi penambangan timah apung yang merupakan salah satu faktor terjadinya peningkatan kandungan logam berat Pb dan Cd yang merupakan logam berat dari hasil pembuangan limbah penambangan timah di perairan. Menurut Palar (2008) pada umumnya logam berat Pb dan Cd dapat masuk ke dalam lingkungan, termasuk lingkungan perairan salah satunya melalui pembuangan hasil sampingan dari penambangan biji timah hitam.
Pada stasiun ke-2 kadar logam berat yang diukur lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 1, akan tetapi walaupun stasiun 2 jauh dari lokasi penambangan timah apung, kandungan logam berat Pb dan Cd di stasiun ini cukup tinggi, hal ini dapat dikarenakan adanya aliran air laut yang terdapat penambangan timah ke daerah stasiun tersebut. Aktivitas dari penambangan timah apung yang berada di lokasi stasiun 1 dapat juga berpengaruh terhadap masukan logam berat ke stasiun 2 dikarenakan terbawa oleh arus dan gelombang, sesuai dengan pendapat Wagner (2002) dalam Rumahlatu (2011), yang menyatakan bahwa kekuatan gelombang dapat mempengaruhi gerakan air laut dan perpindahan material yang ada didalamnya. Peningkatan suhu perairan cenderung menaikkan akumulasi dan toksisitas logam berat, hal ini terjadi karena meningkatnya laju metabolisme dari organisme air. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004, kadar logam berat pada perairan ini telah melampaui ambang batas baku mutu untuk perairan laut.
Kadar logam berat Pb yaitu 0,0540 – 0,0791 ppm, kemudian logam berat Cd yaitu 0,0320 – 0,0252 ppm. Kadar logam berat dalam sedimen di perairan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar logam berat di air, hal ini dikarenakan logam berat yang ada di perairan lama – kelamaan akan mengendap di dasar perairan dan menumpuk di dalam sedimen. Besarnya nilai adsorpsi akan
berbanding lurus dengan bioakumulasi, artinya setiap peningkatan kadar logam berat dalam perairan akan cenderung selalu diikuti oleh peningkatan kadar logam berat dalam tubuh biota yang ada di perairan tersebut. Amin et al. (2009) dalam Rumahlatu (2011) menyatakan bahwa 90% logam berat yang mengontaminasi lingkungan perairan akan terendap di dalam sedimen. Leiwakabessy (2005) melaporkan bahwa logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Zainuri et al. (2011) menambahkan bahwa kondisi ini disebabkan oleh sifat logam berat yang mempunyai kecenderungan untuk mengendap karena memiliki massa jenis yang lebih besar dari massa jenis air. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 1988 dalam Rochyatun et al. (2003) bahwa nilai ambang batas yang ditentukan untuk logam berat Cd adalah kurang atau sama dengan 0,01 ppm. Mengacu pada referensi di atas, dapat dikatakan bahwa kadar logam Pb dan Cd dalam sedimen di perairan sudah melebihi ambang batas yang telah ditentukan.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Sargassum polycystum mampu menyerap logam berat
Pb dan Cd dari suatu perairan sehingga Sargassum
polycystum dapat dijadikan sebagai agen fitoremediasi dalam suatu perairan yang terdapat aktivitas penambangan timah.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan jenis makroalga yang lain dalam menyerap logam berat di dalam suatu perairan. DAFTAR PUSTAKA
Amien. H. M. 2010. Studi Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), dan Cadmium (Cd) di Perairan Kota Tarakan Kalimantan Timur. Jurnal Harpodon Borneo, 3 (2) : 46 – 55.
Amin, A. 2002. Distribusi Logam Berat Pb, Cu dan Zn Pada Sedimen di Perairan Telaga Tujuh Karimun Kepulauan Riau. Jurnal Natur
Indonesia 5 (1) : 9 – 16.
Antunes, W. M., Luna, A. S., Henriques, C. A., Costa, A. C. A. 2006. An Evaluation of
Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 HALAMAN - 24 Copper Biosorption By A Brown Seaweed
Under Optimized Conditions. Electronic
Journal of Biotechnology, 6 (3) : 174 – 184.
Awalina. 1993. Studi Kandungan Logam Berat dan Mangan Dalam Alga Merah di Perairan Pantai Tanjung Bunga, Sulawesi Selatan.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 27 :
11 – 20.
achtiar, E. 2007. Penelusuran Sumberdaya Hayati Laut (Alga) Sebagai Biotarget Industri. [Makalah]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor. Bandung.
Cossich, E. S., Tavares C. R. G., dan Ravagnani. 2002. Biosorption of Chromium (III) By
Sargassum sp. biomass. Electronic Journal of Biotechnology, 5 (2) : 133 – 140.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Hutagalung, H. P., Setiapermana, D., dan Riyono, S. H. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. P3O LIPI. Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup : No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta.
Kordi, K. M. G. H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang, Potensi, Fungsi dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
Leiwakabessy, F. 2005. Logam berat di Perairan Pantai Pulau Ambon dan Korelasinya dengan Kerusakan Cangkang, Rasio Seks, Ukuran Cangkang, Kepada Individu dan Indeks Keragaman Jenis Siput Nerita (Neritidae : Gastropoda). [Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Surabaya.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta.
Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Rochyatun, E., Edward., dan Rozak, A. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe Dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan Kalimantan Timur.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 35
(1) : 51 – 71.
Rochyatun, E., Kaisupy, M. T., dan Rozak, A. 2006. Distribusi Logam Berat Dalam Air Dan Sedimen Di Perairan Muara Sungai Cisadane. Makara, Sains, 10 (1) : 35 – 40. Rumahlatu, D. 2011. Konsentrasi Logam Berat
Kadmium Pada Air, Sedimen, dan Diadema
setosum (Echinodermata, Echinoidea) di
Perairan Pulau Ambon. Ilmu Kelautan, 16 (2) : 78 – 85.
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige, Danau Toba. [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tarigan, Z., dan Sediadi, A. 2000. Pemantauan Kandungan Logam Berat di Kawasan Perairan Irian Jaya. Jurnal Pusat Studi
lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, 20 (3) : 186 – 193.
Tsui, M. T., Cheung, K., Tam, N. F., dan Wong, M. 2006. A Comparative Study On Metal Sorption By Brown Seaweed. Department of Biology and Chemistry, City University of Hong Kong, Tat Chee Avenue, Kow Loon, Hongkong SAR, PR China. Chemosphere, 65 (2006) : 51 – 57.
Veriady. 2007. Studi Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang Timah (Studi Kasus PT. Timah Tbk di Pulau Bangka). [Tesis]. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Yulianto. B., Ario, R., dan Triono, A. 2006. Daya
Serap Rumput Laut (Gracilaria sp.) Terhadap Logam Berat Tembaga (Cu) Sebagai Biofilter. Ilmu Kelautan, 11 (2) : 72 – 78.
Zainuri, M., Sudrajat., dan Siboro, E. S. 2011. Kadar Logam Berat Pb Pada Ikan Beronang (Siganus Sp), Lamun, Sedimen dan Air di Wilayah Pesisir Kota Bontang – Kalimantan Timur. Jurnal Kelautan, 4 (2) : 1 – 18.