• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiasi Surya

2.1.1 Teori Dasar Radiasi

Matahari mempunyai diameter 1,39×109 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×1011 m. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan Matahari dan Bumi.

Gambar 2.1 Hubungan Matahari Dan Bumi (Sumber : Himsar Ambarita,2011) Dimana :

Gsc = Daya radiasi rata-rata yang diterima atmosfer bumi (W/m2)

Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Jarak terdekat adalah 1,47x1011 m yang terjadi pada tanggal 3 Januari 2011, dan jarak terjauh pada tanggal 3 juli dengan jarak 1,52x1011 m. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda.

Beberapa Istilah yang biasanya dijumpai pada perhitungan radiasi adalah : 1. Air Mass (m)

Adalah perbandingan massa udara sampai ke permukaan bumi pada posisi tertentu dengan massa udara yang dilalui sinar jika matahari

(2)

tepat pada posisi zenit. Artinya pada posisi tegak lurus (zenit =0) nilai m = 1 , pada sudut zenith 600, m = 2 . 2. Beam Radiation

Radiasi energi dari matahari yang tidak dibelokkan oleh atmosfer. Istilah ini sering juga disebut radiasi langsung (direct solar radiation).

3. Diffuse Radiation

Radiasi energi surya dari matahari yang telah dibelokkan atmosfer 4. Total Radiation

Adalah jumlah beam dan diffuse radiation.

5. Irradiance [W/m2]

Adalah laju energi radiasi yang diterima suatu permukaan persatuan luas permukaan tersebut Solar irradiance biasanya disimbolkan dengan G. Dalam bahasa Indonesia besaran ini biasanya disebut dengan Intensitas radiasi.

6. Irradiation atau Radian Exposure [J/m2]

Jumlah energi radiasi (bukan laju) yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu. Besaran ini didapat dengan mengintegralkan G pada interval waktu yang diinginkan, misalnya untuk 1 hari biasa disimbolkan H dan untuk 1 jam biasa disimbolkan I.

7. Solar Time atau Jam Matahari

Adalah waktu berdasarkan pergerakan semu matahari di langit pada tempat tertentu. Jam matahari (disimbolkan ST ) berbeda dengan penunjukkan jam biasa (standard time, disimbolkan STD ).

Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi efisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus (Duffle,2006):

Qradiasi = I AkΔ𝑡 90% (2.1)

Dimana: Qradiasi = Energi Radiasi (MJ)

I = Intensitas radiasi (W/m2) Ak = Luas penampang kolektor(m2)

(3)

2.1.2 Pemanfaatan Energi Surya

Dalam era ini, pengunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia, kemajuan teknologi dan lain lain. Namun hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber daya alam tersebut. Sehingga para ilmuwan telah mencoba mengembangkan potensi sumber daya alam yang dapat diperbarui contohnya air, angin dan energi surya. Pembahasan adalah tentang pemanfaatan energi surya, terdapat 2 macam pemanfaatan energi surya yaitu:

1. Pemanfaatan Fotovoltaic

Pemanfaatan energi surya ini adalah untuk menghasilkan energi listrik. Menurut Sujono (2009), Energi surya yang diubah menjadi energi listrik hanya memiliki efisiensi sekitar 10%.

2. Pemanfaatan Termal

Terdapat 9 pemanfaatan termal terbesar yang sudah dilakukan dan diterapkan dibeberapa negara yaitu:

• Solar Water Heater (Pemanas air dengan Energi Surya)

Prinsip kerja solar water heater adalah memanaskan air dengan energi surya. Air dialirkan ke pipa-pipa yang pipih, biasanya dicat warna hitam untuk memaksimalkan penyerapan energi surya. Air yang telah mencapai suhu yang diinginkan disimpan ke sebuah silinder sebagai tempat penyimpanan. Solar water heater juga dilengkapi beberapa sensor untuk menjaga suhu air yang diinginkan. Solar Water Heater juga dapat memanaskan air mengunakan listrik jika cuaca hujan/mendung. Gambar 2.2 menunjukkan solar water heater.

Gambar 2.2 Solar Water Heater

(4)

Keterangan : 1. Pipa-pipa air 2. Tabung silinder

• Solar cooker (Memasak dengan Energi Surya)

Solar Cooker adalah alat memasak yang mengunakan energi surya . Perkembangan pengunaan solar cooker ini telah meluas terutama di Negara India, yang memiliki radiasi matahari per hari sekitar 600W/m2 (Buddhi D dkk : 2003). Solar cooker ini juga memiliki berbagai bentuk konstruksi. Beberapa bentuk memiliki cara kerja yang sedikit berbeda, tapi pada prinsipnya solar cooker mengunakan energi surya, dan diubah menjadi energi panas untuk memasak makanan.

Buddhi D dkk (2003:1), mereka mendesain solar cooker berbentuk box dan mengunakan termal storage untuk dapat menyimpan energi panas yang akan digunakan untuk memasak pada malam hari. Gambar 2.3 menunjukkan solar cooker jenis panel.

Gambar 2.3 Solar Cooker

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker)

Keterangan : 1. Vessel 2. Reflektor

(5)

• Solar Driers( Pengering dengan Energi Surya)

Pada negara-negara berkembang, produk-produk pertanian dan perkebunan sering dikeringkan mengunakan tenaga matahari. Konsep inilah yang digunakan sebagai acuan untuk menciptakan solar driers. Cara kerjanya adalah udara yang masuk ke dalam kolektor akan dipanaskan oleh energi surya, udara yang telah panas kemudian masuk ke dalam kotak pengering, kotak pengering inilah yang diisi produk-produk pertanian yang akan dikeringkan. Gambar 2.4 menunjukkan bagian-bagian utama solar driers.

Gambar 2.4 Solar Driers (Sumber: www.climatetechwiki.org)

• Solar Ponds

Ini tergolong aplikasi dengan skala cukup besar. Cara kerjanya adalah garam yang mengendap di dasar, dan disinari matahari akan bertambah panas. Panas ini digunakan untuk memutar turbin. Mengunakan prinsip rankine organik. Gambar 2.5 memperlihatkan konstruksi solar ponds.

(6)

Gambar 2.5 Solar Ponds (http://climatelab.org/Solar_Ponds) • Solar Architecture

Dalam bidang arsitektur, pemanfaatan energi surya telah dikembangkan. Pemanfaatan dalam bidang ini sudah cukup banyak diterapkan di Jepang. Dari segi artistik juga mendapatkan tanggapan positif demikian juga dari segi pemanfaatan energi termalnya. Fungsi dari solar architecture adalah untuk membuat ruangan menjadi nyaman. Gambar 2.6 menunjukkan desain perumahan yang berdasar pada solar architecture.

Gambar 2.6 Solar Architecture

(Sumber : www://inhabitat.com/solar-wind-pavilion/)

(7)

Pengunaan Air-Conditioning mencapai puncaknya pada saat matahari terik/panas. Inilah yang dimanfaatkan menjadi Solar-Air Conditioning. Cara kerjanya adalah dengan kolektor tabung hampa panas yang memanaskan air untuk mengerakkan sebuah chiller penyerapan sinar matahari secara langsung. Udara digunakan sebagai pendingin. Dengan teknologi ini juga, kerusakan atmosfer akan dapat dihindarkan. Gambar 2.7 menunjukkan bagian-bagian solar air-conditioning.

Gambar 2.7 Solar Air-Conditioning

(Sumber: www.blog.qualitytechnic.com/2012/03/solar-air-conditioning.html)

• Solar Chimney

Solar Chimney digunakan untuk ventilasi pada gedung-gedung besar. Sirkulasi udara menjadi baik dan ruangan menjadi tidak terlalu panas. Biasanya juga digunakan untuk menghasilkan listrik. Cara kerjanya adalah udara dipanaskan oleh energi surya. Udara yang panas akan cenderung bergerak ke atas dan keluar melalui cerobong. Pada cerobong biasanya dipasang turbin. Udara yang bergerak ke atas akan mengerakkan turbin, sehingga menghasilkan listrik. Gambar 2.8 menunjukkan bagian-bagian utama solar chimney.

(8)

Gambar 2.8 Solar Chimney (Sumber: www://freenewsupdate.blogspot.com/2010/04/solar-updraft-dan concentracing-solar.html) Keterangan : 1. Turbin 2. Kolektor 3. Tower/Cerobong • Solar Destilasi/purification

Solar Destilasi/purification digunakan untuk memurnikan air maupun memisahkan air dengan garam. Cara kerjanya adalah air laut dipompakan setelah itu melewati kolektor, dengan panas dari energi surya ini, air akan menguap dan menyisakan garam. Uap dikondensasikan menjadi air. Sehingga didapat 2 hasil yaitu garam dan air tawar. Gambar 2.9 menunjukkan bagian-bagian solar distillation water.

Gambar 2.9 Solar Distilation Water

(Sumber : http://benjimester.hubpages.com/hub/solar-water-distiller-

solar-still) • Solar Powerplant

(9)

Ini merupakan aplikasi dengan skala yang sangat besar, bisa diaplikasikan di daerah gurun. Dapat menghasilkan listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Cara kerjanya ialah energi surya yang terpapar ke reflektor, direfleksikan ke tower yang di tengah. Dari tower itulah energi surya dikumpul dan digunakan untuk menghasilkan listrik. Gambar 2.10 menunjukkan solar power plant di Seville, Spanyol.

Gambar 2.10 Solar Power Plant

(Sumber: http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=is-the-sun- setting-on-solar-power-in-spain)

2.2 Konveksi Natural

Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection.

Asumsi yang umum digunakan untuk dapat menurunkan persamaan pembentuk aliran pada udara di sekitar plat vertikal ini adalah : aliran 2D, incompressibel, sifat fisik konstan. Untuk memunculkan efek dari perbedaan kerapatan sebagai gaya pendorong aliran fluida, maka pada persamaan momentum arah vertikal, gaya gravitasi harus diperhitungkan. Bilangan-bilangan tanpa dimensi yang sering digunakan untuk menghitung konveksi alamiah adalah (Incropera,1985) :

RaL =

𝑔 𝛽 (𝑇𝑠−𝑇𝑟)𝐿3

𝑣𝛼

(2.2)

(10)

g = gravitasi bumi Ts = suhu permukaan Tr = suhu ruangan L = panjang v = viskositas kinematik ( μ/ρ ) α = diffusitas termal ( k/ρ.cp)

Persamaan mencari bilangan Nusselt untuk konveksi alamiah pada plat luar telah diturunkan secara analitik, dengan asumsi bawah aliran adalah laminar. Namun faktanya, aliran tidak selalu laminar melainkan turbulent. Bilangan Nusselt pada plat vertikal dengan Ts konstan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Jika bilangan 10-1<Ra<1012 , maka bilangan Nusselt yang dipakai adalah (Incropera,1985) :

𝑁𝑢

�����= 0.68

+

0.387𝑅𝑎1/6

[1+(0.492/𝑃𝑟)9/16]8/27 (2.3)

Jika bilangan Ra< 109, maka bilangan Nusselt yang dipakai adalah (Persamaan ini lebih akurat) (Incropera,1985) :

𝑁𝑢

�����= 0.68

+

0.67𝑅𝑎1/4

[1+(0.492/𝑃𝑟)9/16]4/9 (2.4)

Dimana : Pr = bilangan Prandtl

2.3. Solar cooker

2.3.1 Sejarah solar cooker

Pada zaman dulu, memasak dengan energi surya sudah dimulai dan telah tercatat disebuah dokumen oleh seorang fisikawan berkebangsaan Prancis-Swiss, Horrace de Saussure pada tahun 1767. Perkembangan dengan energi surya ini tidak begitu signifikan sampai pada awal tahun 1970. Walaupun memang ada beberapa dokumen yang mencatat bahwa telah ditemukan dan dilakukannya percobaan sekitar tahun 1940 dan 1950-an.

Yang paling terkenal adalah percobaan yang dibuat oleh Barbara Kerr dari Arizona. Dia merancang dan membuat solar cooker tipe box yang paling memungkinkan dan paling berguna. Pada prinsipnya, solar cooker dan oven

(11)

menyerap energi surya dan mengubahnya menjadi energi panas, dan terperangkap di dalam box yang tertutup. Panas yang diserap inilah yang digunakan untuk memasak. Pada solar cooker, panas dapat mencapai 200oC. Solar cooker yang dibuat memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Tapi pada prinsipnya, solar cooker memerangkap panas untuk digunakan memasak, kecuali pada bentuk parabola. 2.3.2 Tipe-Tipe Solar cooker

Ada beberapa Tipe-Tipe Solar cooker yaitu sebagai berikut : 1) Solar cooker Tipe Box

Sebuah Solar cooker tipe box biasanya memiliki kaca transparan atau plastik, dan memiliki reflektor tambahan untuk mengkonsentrasikan sinar matahari ke dalam box. Bagian atas biasanya dapat dibuka untuk memungkinkan vessel bewarna hitam berisi makanan untuk ditempatkan di dalam. Satu atau lebih reflektor logam yang mengkilap atau bahan berlapis alumunium foil dapat diposisikan untuk menambah cahaya tambahan ke bagian dalam box. Wadah untuk memasak dan bagian bawah dalam box harus berwarna gelap atau hitam. Di dalam dinding harus reflektif untuk mengurangi kehilangan panas radiasi dan memantulkan cahaya menuju bagian bawah absorber yang gelap, yang bersentuhan dengan vessel. Box juga harus memiliki sisi terisolasi. Isolasi termal untuk solar box cooker harus mampu menahan suhu sampai 150°C (300°F) tanpa meleleh atau bereaksi dengan panas yang dapat menimbulkan gas beracun. Gumpalan koran, wol, kain, rumput kering, lembar kardus, dll dapat digunakan untuk mengisolasi dinding cooker. Logam vessel dapat diberi warna hitam baik dengan cat hitam (yang tidak beracun ketika panas), jelaga minyak, atau arang. Solar box cooker biasanya mencapai suhu 150°C (300°F). Hal yang terbaik adalah mulai memasak sebelum tengah hari, meskipun juga tergantung pada garis lintang dan cuaca. Cooker ini juga dapat digunakan untuk menghangatkan makanan dan minuman. Gambar 2.11 menunjukkan solar cooker bentuk box.

(12)

Gambar 2.11 Solar Cooker Bentuk Box (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan : 1. Kaki penyangga 2. Kaca 3. Reflektor

2) Solar Cooker Tipe Panel

Solar Cooker tipe panel yang tergolong murah merupakan solar cooker yang menggunakan panel reflektif untuk mengarahkan sinar matahari, untuk memasak makanan di dalam panci yang tertutup. Sebuah model umum adalah CoolKit.

Dikembangkan pada tahun 1994 oleh Internasional solar cooker, bahan yang paling sering digunakan adalah bahan reflektif contohnya aluminium foil, setelah itu dipotong dan dilipat, biasanya ditempelkan pada karton yang telah dibentuk sedemikian rupa. Hal ini mempermudah penyimpanan. Jenis yang lainnya adalah hotpot, sebuah bentuk desain panel canggih yang terdiri dari mangkuk kaca. Panel mengunakan aluminium yang mengkilap, hotpot juga memiliki keuntungan termal yang tinggi karena memanfaatkan efek rumah kaca. Hotpot ini sering digunakan dalam sebagai alat masak sederhana di seluruh dunia. Gambar 2.12 menunjukkan solar cooker tipe panel.

(13)

Gambar 2.12 Solar Cooker Tipe Panel

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan :

1. Reflektor 2. Vessel

3) Solar cooker tipe ketel

Solar cooker tipe ketel dapat digunakan untuk mendidihkan air dengan mengandalkan energi matahari saja. Berteknologi rendah yang digunakan untuk menghasilkan minuman panas. Ada juga yang menggunakan teknologi tinggi yaitu dengan menggunakan teknologi tabung vakum. Gambar 2.13 menunjukkan solar cooker tipe ketel.

Gambar 2.13 Solar Cooker Tipe Ketel (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan :

1. Reflektor 2. Kaki penyangga 3. Vessel

(14)

4) Solar cooker tipe parabola

Sebuah solar cooker konsentrator parabola memiliki kolektor, yang merefleksikan energi surya ke satu titik. Vessel ditempatkan pada titik fokus. Keuntungan dari jenis sistem konsentrator adalah bahwa mereka dapat mencapai suhu yang tinggi. Di sisi lain, kebutuhan untuk pelacakan sering memaksa pengguna untuk bekerja di bawah sinar matahari di bawah kondisi yang berat terutama panas dan silau. Gambar 2.14 menunjukkan solar cooker tipe parabola.

Gambar 2.14 Solar Cooker Tipe Parabola (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan :

1. Vessel 2. Reflektor

5) Solar cooker tipe Scheffler

Sebuah cooker bernama Scheffler (penemunya bernama Wolfgang Scheffler) menggunakan reflektor ideal paraboloidal besar yang diputar sekitar suatu sumbu yang sejajar dengan bumi sebagai mekanisme mekanik, berputar 15 derajat per jam untuk mengimbangi rotasi bumi. Sumbu melewati pusat reflektor dari massa, sehingga reflektor akan berubah arah dengan mudah. Pemasak terletak pada fokus yang ada pada sumbu rotasi, sehingga cermin dapat mengkonsentrasikan sinar matahari sepanjang hari. Untuk menjaga fokus stasioner, bentuk reflektor harus bervariasi.

Oleh karena itu, reflektor Scheffler harus fleksibel, agar dapat diposisikan untuk menyesuaikan bentuknya. Gambar 2.15 menunjukkan solar cooker tipe Sceffler.

(15)

Gambar 2.15 Solar Cooker Tipe Sceffler (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cooker) Keterangan :

1. Vessel 2. Reflektor

6) Solar cooker tipe indirect

Solar cooker tipe Indirect adalah tipe solar cooker yang memasak secara tidak langsung atau menggunakan media lain untuk dipanaskan dan kemudian menyalurkan panas pada cooker atau PCM yang mau dipanaskan. Biasanya tipe solar cooker ini digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Sharma et al dkk (2005:3), mereka mengembangkan solar cooker yang dibuat berfungsi untuk memasak pada malam hari, dibuat berdasar pada evacuated tube. Lokasi pengujian dilakukan di Jepang. PCM yang digunakan adalah Erythritol.

Hussein dkk (2008:2), mereka mengembangkan solar cooker juga dibuat untuk memasak malam hari, dan langsung dihubungkan ke dalam ruangan (memasak didalam rumah). Lokasi pengujian berada di Egypt, dan berhasil memasak di siang dan sore hari, sekaligus juga dapat digunakan untuk memanaskan makanan pada malam hari. PCM yang digunakan adalah magnesium nitrate hexahydrate.

2.3.3 Bagian – Bagian utama Solar cooker

Adapun bagian-bagian utama dari Solar cooker adalah 1. Booster Mirror

(16)

Booster Mirror merupakan desain dari beberapa tipe kaca dengan sudut tertentu untuk mengoptimasi pantulan cahaya pada solar cooker. Biasanya booster mirror digunakan pada solar cooker tipe box.

2. Glazing Material

Glazing material termasuk diantaranya kaca, acrelic, fiberglass, dan lain-lain. Glazing material digunakan hanya dalam beberapa aplikasi khusus, namun peranan dari glazing material ini sangat penting. Panel kaca tunggal adalah yang paling sederhana dari jenis - jenis kaca yang lain dan memiliki tranmisi energi solar yang tinggi. Walaupun sekarang yang paling banyak digunakan adalah 2 panel. Kaca dua panel adalah 2 kaca dibuat menjadi 1 unit.

Beberapa sifat-sifat kaca secara umum adalah :

1. Berwujud padat tapi susunan atom-atomnya seperti pada zat cair. 2. Tidak memiliki titik lebur yang pasti (ada range tertentu).

3. Mempunyai viskositas cukup tinggi (lebih besar dari 1012 Pa.s). 4. Transparan, tahan terhadap serangan kimia, kecuali hidrogen fluoride.

Karena itulah kaca banyak dipakai untuk peralatan laboratorium. 5. Efektif sebagai isolator.

6. Mampu menahan vakum tetapi rapuh terhadap benturan.

3. Cooking Vessel

Bentuk yang biasa digunakan untuk vessel masak adalah silinder yang terbuat dari aluminium yang digunakan untuk memasak di dalam SBC (Solar Box Collector). Bagian luar dari vessel masak itu dilapisi/dicat warna hitam dan didempetkan pada plat absorber untuk mendapatkan hubungan kontak antara plat absorber dengan vessel masak dan juga untuk mendapatkan dan meningkatkan perpindahan panas secara konduksi antara plat absorber dengan vessel masak ini.

(17)

Vessel masak ini harus dapat menyerap panas baik secara radiasi, konveksi maupun konduksi. Radiasi yang didapatkan adalah energi solar yang masuk ke dalam kaca selanjutnya merambat ke vessel. Konduksi yang didapatkan adalah energi solar yang masuk ke box dan diserap absorber kemudian merambat ke vessel masak ini.

Sharma et al dkk (2005:2), mereka mendesain dan menemukan tabung silinder yang digunakan untuk mengisi PCM, dan digunakan untuk cooker tipe box. PCM yang mengelilingi makanan, akan meningkatkan perpindahan panasnya, sehingga proses memasak lebih cepat selesai.

Buddhi dan Sharma (2003:1), mereka mendesain dan menemukan container yang cocok untuk mengisi PCM. Mereka mengunakan Acetanilide sebagai PCM. Gambar 2.16 menunjukkan beberapa desain vessel oleh beberapa peneliti.

Gambar 2.16 Vessel (a) Model Buddhi and Sahoo, (b) Model Domanski et al, (c) Model Sharma et al, dan (d) Model Buddhi dan Sharma

(Sumber: Muthusivagami R.M dkk, 2010)

Narashima Rao dkk (2003), mereka melakukan penelitian tentang vessel yang diberi ganjalan di bawahnya, sehingga tidak menyentuh permukaan plat

(18)

absorber. Mereka mengatakan bahwa perpindahan panas dari plat absorber ke vessel akan lebih baik. Gambar 2.17 menunjukkan rancangan Narashima Rao.

Gambar 2.17 Rancangan Narashima Rao (Sumber: Narashima Rao, 2003) 4. Absorber Tray

Absorber tray dari box cooker adalah FPC (Flat Plate Collector) sederhana. Ketika radiasi solar datang dan melewati kaca dan menuju ke permukaan absorber yang memiliki absorptivity yang tinggi, energi yang besar diserap oleh vessel ini dan di transfer ke makanan yang akan dimasak dan ditempatkan dalam vessel masak.

5. Insulation (isolasi)

Penting untuk aplikasi panas matahari untuk menyimpan panas energi maksimum agar tercipta efisiensi dalam bekerja. Untuk mencegah transmisi energi panas dari dalam box ke luar box, maka penting untuk menyediakan isolasi agar dapat mencegah panas keluar, karena sebagian besar kehilangan panas dapat terjadi apabila hanya menggunakan kaca atau plastik. Oleh karena itu isolasi diperlukan di antara dinding luar box dan isolasi sangat berpengaruh besar terhadap suhu keseluruhan dan kekuatan memasak. Ada beberapa bahan yang dapat digunakan untuk isolasi misalnya : Glass wool, gulungan kertas, jerami, dan lain-lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam isolasi adalah material tersebut harus kering. Nahar (2001), telah melakukan beberapa penelitian mengenai kinerja dari solar cooker dengan menggunakan

(19)

isolasi dan tanpa isolasi dan hasil yang didapatkan adalah dengan mengisolasi setebal 40 mm, mereka mendapati suhu 158oC dan tanpa isolasi mereka memperoleh suhu 117oC. Dari hasil tersebut diperoleh bahwa dengan isolasi, hasil yang didapatkan lebih efisien.

2.4 Penyimpanan Panas latent pada Phase Change Material (PCM)

PCM termasuk material penyimpan panas latent. PCM ini mengunakan ikatan kimia untuk menyimpan dan melepas panas. Perpindahan panas ini terjadi ketika terjadi perubahan fasa pada PCM. Cara kerja PCM ini adalah temperatur dari PCM akan meningkat ketika PCM menyerap panas. Ketika PCM mencapai temperatur dimana PCM akan berubah fasa (titik leleh), PCM akan menyerap panas yang cukup besar tanpa bertambah temperaturnya. Temperatur akan konstan sampai proses pelelehan berakhir. Panas yang diserap selama perubahan fasa inilah yang disebut dengan panas latent.

Ketika temperatur lingkungan turun, maka PCM akan berubah menjadi padatan, ketika itulah PCM melepaskan panas latent. PCM menyimpan panas per satuan volume lebih banyak 5-14 x dari pada material penyimpan panas sensible. Suatu material unsur kimia dapat dikatakan sebagai PCM jika memenuhi beberapa kriteria seperti sifat panas, sifat kimia, sifat fisik, sifat kinetik dan ekonomis.

Buddhi D dkk(2003:1), dalam pengujiannya mengunakan Acetanilide sebagai termal storage, dia juga menyarankan bahwa untuk dapat memasak 2 kali pada malam hari, diperlukan PCM yang memiliki titik leleh diantara 105-110o C. Sharma dkk (2005:5), mereka mengunakan Erythritol sebagai termal storagenya.

2.4.1 Klasifikasi Phase Change Material ( PCM)

Banyak jenis PCM yang tersedia sesuai yang diinginkan. Range temperatur yang tersedia berkisar antara 0-150 OC biasanya digunakan untuk aplikasi energi solar. Gambar 2.18 menunjukkan klasifikasi Phase Change Material.

(20)

Gambar 2.18 Klasifikasi Phase Change Material (Sumber : Lalit M.Bal 2010)

1. PCM Organik

Lebih jauh, material organik diklasifikasikan menjadi 2 yaitu material paraffin dan non paraffin . Material organik harus bisa mencair secara sempurna sehingga cairan dan padatan memiliki komposisi yang sama, perbedaan antara massa jenis fasa cair dan fasa padat menyebabkan segregasi dan menghasilkan perubahan komposisi kimia dari suatu material. Material organik dibagi atas 2 macam yaitu :

• Material Paraffin

Parafin terdiri dari campuran ikatan alkane CH3–(CH2)–CH3. Ikatan CH3 yang mengalami proses kristalisasi melepaskan banyak sekali panas latent. Titik leleh dan heat fusion akan meningkat sesuai dengan panjang rantai CH3. Paraffin merupakan material yang aman, dapat diandalkan, bisa di prediksi sifat-sifatnya, tidak mahal, dan tidak korosif.

(21)

Tabel 2.1 Material Paraffin Paraffin* Freezing point/range (oC) Heat of Fusion (kJ/kg) Group* 6106 42-44 189 1 P116 45-48 210 1 5838 48-50 189 1 6035 58-60 189 1 6403 62-64 189 1 6499 66-68 189 1

Sumber : Lalit M.Bal 2010

*Group I: Most promising; Group II : Promising; Group III : Less Promising; Group IV : -

• Material Non-Paraffin

Material organik Non-Paraffin ini adalah PCM dengan jumlah variasi paling banyak. Masing-masing material ini memiliki sifat-sifat tersendiri, tidak seperti material paraffin yang rata-rata memiliki sifat yang hampir sama. Jenis material ini adalah material penyimpan panas yang paling sering digunakan. Beberapa material organik ini memiliki sifat-sifat yaitu :

1. Kalor jenis latent yang tinggi 2. Titik nyala kecil

3. Termal konduktivitas yang rendah 4. Tidak mudah terbakar

5. Tidak terlalu berbahaya

Tabel 2.2 Material Non Paraffin

Material Formula Melting

Point (oC)

Latent heat (kJ/kg)

Group

Acetic acid CH3COOH 16.7 184 1

Polyethylene glycol 600 H(OC2H2)n -OH 20-25 146 1 Capric acid CH3(CH2)8 -COOH 36 152 - Eladic acid C8H7C9H16 -COOH 47 218 I Lauric acid CH3(CH2)10 -COOH 49 178 II

(22)

Material Formula Melting Point (oC) Latent heat (kJ/kg) Group Tristearin (C17H35COO)C3H5 56 191 I Stearic acid CH3(CH2)16 -COOH 69.4 199 I Acetamide CH3CONH2 81 241 I

Sumber : Lalit M.Bal 2010

2. PCM Non-Organik

Lebih jauh, PCM Non-Organik dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu salt hydrates dan metallics.

• Salt Hydrates

Salt Hydrates memiliki beberapa sifat yang dapat dikategorikan menjadi Phase Change Material yaitu :

1. Memiliki panas latent yang tinggi per satuan volume. 2. Memiliki konduktivitas termal yang cukup tinggi. 3. Perubahan volume yang kecil ketika mencair.

4. Tidak korosif, tingkat racun kecil dan tidak bereaksi dengan plastik.

• Metallics

Kategori logam yang termasuk dalam metallics adalah logam dengan titik leleh yang rendah dan logam euthetics. Bahan metallics ini masih jarang dipakai sebagai PCM karena kerugian pada jumlah/berat bahan yang diperlukan. Seperti diketahui, besarnya energi termal yang bisa disimpan itu berbanding lurus dengan volume. Perbedaan dengan PCM lainnya ialah metallics memiliki konduktivitas termal yang tinggi.

Tabel 2.3 Material Metallics

Material Melting Point (oC) Latent heat((kJ/kg) Group

Gallium-Gallium 30.0 80.3 1

Cerrolow eutectic 58 90.9 -

Bi-Cd-In eutectic 61 25 -

(23)

Material Melting Point (oC) Latent heat((kJ/kg) Group

Bi-Pb –In eutectic 70 29 -

Bi –ln eutectic 72 25 -

Bi-Pb-Tin eutectic 92 28 -

Bi-Pb Gallium 90 29 -

Sumber : Lalit M.Bal 2010

Tabel 2.4 Material Salt Hydrates

Material Melting Point (oC) Latent heat((kJ/kg) Group

K2HPO4-6H2O 14.0 109 II FeBr3-6H2O 21.0 105 II Mn(NO3)2-6H2O 25.5 148 II FeBr3-6H2O 27.0 105 II CaCl2-12H2O 29.8 174 I LiNO3-2H2O 30.0 296 I LiNO3-3H2O 30 189 I Na2CO3-10H2O 32 267 II Na2SO4-10H2O 32.4 241 II KFe(SO4)2-OH 33 173 I CaBr2-6H2O 34 138 II LiBr2-2H20 34 124 I Zn(NO3)2-6H2O 36.1 134 III FeCl3-6H2O 37.0 223 I Mn(NO3)2-4H2O 36.1 115 II Na2HPO4-12H2O 40.0 279 II CaSO4-7H2O 40.7 170 I KF-2H2O 42 162 III Mgl2-8H2O 42 133 III Cal2-6H2O 42 162 III K2HPO4-7H2O 45 145 II Zn(NO3)2-4H2O 45 110 III Mg(NO3)2-4H2O 47 142 II Ca(NO3)2-4H2O 47 153 I Fe(NO3)2-9H2O 47 155 I

(24)

Material Melting Point (oC) Latent heat((kJ/kg) Group Na2S2O3-5H2O 48 168 II K2HPO4-3H2O 48 99 II Na2SiO3-4H2O 48.5 210 II MgSO4-7H2O 48.5 202 II Ca(NO3)2-3H2O 51 104 I Zn(NO3)2-2H2O 55 68 III FeCl3-2H2O 56 90 I Ni(NO3)2-6H2O 57 169 II MnCl2-4H2O 58 151 II MgCl2-4H2O 58 178 II CH3COONa3H2O 58 265 II Fe(NO3)2-6H2O 60.5 126 - NaAl(SO4)210H2O 61 181 I NaOH-H2O 64.3 273 I Na3PO4-12H2O 65 190 - LiCH3COO-2H2O 70 150 II Al(NO3)2-9H2O 72 155 I Ba(OH)2-8H2O 78 265 II Mg(NO3)2-6H2O 89.9 167 II

Sumber : Lalit M.Bal, 2010

2.4.2 Solar cooker dengan Material Penyimpan Panas (Thermal Storage

material)

Material penyimpan energi sekarang merupakan alternative yang paling banyak digunakan untuk peningkatan efisiensi energi. Banyak metode penyimpanan energi dalam beberapa bentuk yaitu mekanikal, elektronikal, dan termal. Energi termal dapat disimpan pada cairan dan padatan.

Ada 3 jenis penyimpanan energi termal yaitu:

1. Penyimpanan panas sensible ( Sensible Heat Storage).

Pada penyimpanan panas sensible, energi termal di simpan dengan cara menaikkan temperatur cairan atau padatan, mengunakan energi termal yang

(25)

telah diserap oleh cairan/padatan, dan melepaskanya ke temperatur di sekelilingnya pada saat menyimpan dan melepas panas. Besarnya energi panas yang dapat simpan bergantung pada panas spesifik(Specific Heat) dari medium, jumlah material penyimpan energi, dan perubahan temperature. Panas sensible dapat dihitung dengan (Atul Sharma,2009):

Q=∫ mCpdT = mCp(Δ𝑇) (2.5) Dimana : m = massa PCM (kg)

Cp = kalor jenis PCM (kJ/kg oC)

Δ𝑇 = Perubahan temperatur (oC)

2. Penyimpanan panas Latent (Latent Heat Storage).

Penyimpanan panas Latent adalah penyerapan dan pelepasan panas ketika Material penyimpan energi ini berubah fasa dari padat menjadi cair maupun cair menjadi gas kira-kira pada temperatur constant. Material yang digunakan disebut juga dengan Phase Change Material ( PCM).

Jumlah dari panas latent yang dapat disimpan pada Phase Change Materials adalah (Atul Sharma,2009) :

Q= mCp(Δ𝑇) + m kl + mCp(Δ𝑇) (2.6) Dimana : m = massa PCM (kg)

Cp = kalor jenis (kJ/kg oC)

Δ𝑇 = Perubahan temperatur (oC) kl = kalor latent (kJ/kg)

3. Penyimpanan panas Termo-Kimia.

Sistem penyimpanan panas termo-kimia bergantung pada energi yang diserap dan dilepaskan dalam proses pembentukan dan pelepasan ikatan molekul pada reaksi kimia. Dalam hal ini, besarnya energi panas yang dapat disimpan bergantung pada jumlah material penyimpan energi, reaksi panas endotermik dan besarnya konversi.

Gambar

Gambar 2.1 menunjukkan hubungan Matahari dan Bumi.
Gambar 2.3 Solar Cooker
Gambar 2.4 Solar Driers   (Sumber: www.climatetechwiki.org)
Gambar 2.5 Solar Ponds  (http://climatelab.org/Solar_Ponds)
+7

Referensi

Dokumen terkait

disebabkan karena Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat melakukan kerja sama dengan anggota kelompoknya dalam menghadapi

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah yang dihadapi perusahaan adalah sebagai berikut: Berapakah jumlah produksi optimum (Q)

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Pancasila sebagai ideologi nasional bukan dibentuk dan diciptakan oleh seseorang begitu saja tetapi terbentuknya melalui proses yang panjang dalam sejarah bangsa Indonesia yang

yang belum konsisten terhadap masing variabel pada penelitian terdahulu, maka penelitian ini kembali menguji pengaruh struktur modal yang diukur dengan Debt to Assets

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang

Dengan keadaan kebijakan kantor pusat tersebut ditambah lagi dengan target penurunan inflasi sampai 7,3 % pada tahun 2009 dan penurunan harga bahan bakar premium maka PT

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan