• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN UNTUK MEMPERBAIKI EFISIENSI REPRODUKSI INDUK SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN UNTUK MEMPERBAIKI EFISIENSI REPRODUKSI INDUK SAPI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN

UNTUK MEMPERBAIKI EFISIENSI REPRODUKSI

INDUK SAPI

Kata kunci : Pakan tambahan, reproduksi, induk sapi

Keywords : Feeding supplement, reproduction, cows stimasi populasi sapi potong

nasional tahun 1999 adalah 11,60 juta ekor, terdiri atas 27% sapi Bali, 12% sapi Madura, 11% sapi Ongole dan silangannya, serta 50% sapi jenis lainnya (Anonimous, 1998; 2000). Dari produksi daging 1,47 juta ton, produksi daging asal sapi menyumbang 351 ribu ton atau sekitar 23,80%, sedangkan kontribusi daging asal unggas adalah 808 ribu ton atau sekitar 54,90% dan lainnya berasal dari daging babi, kambing, kerbau, domba, dan kuda. Impor daging tertinggi terjadi padatahun

Mohammad Winugroho

Balai Penelitian Ternak Kotak Pos 221, Bogor 16002

ABSTRAK

Jarak beranak yang lama merupakan kendala inefisiensi produktivitas sapi potong di Indonesia . Penyebab utamanya adalah keterlambatan estrus pertama "post-partum" . Tubuh induk yang terlalu kurus tidak saja mengurangi produksi susu tetapi juga memperlambat gejala birahinya. Kondisi tubuh induk erat hubungannya dengan status cadangan energi tubuhnya sedangkan cadangan energi tersebut erat hubungannya dengan gizi yang di konsumsinya sebelum bunting dan beranak. Hubungan antara kandungan nutrisi ransom dan cadangan energi tubuh induk mempengaruhi munculnya estrus ini. Dalam review ini disajikan berbagai pendekatan manajemen pakan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi induk. Bila kondisi tubuh tersebut di bawah standar maka pakan tambahan "pre" dan "post-partum" harus diberikan sedangkan bila kondisi tubuh induk di atas standar maka penerapan teknik pakan tambahan ini tidak diperlukan. Motto dalam review ini adalah 1 induk, 1 pedet, I tahun. Selanjutnya riset mendasar mengenai interaksi kandungan glukosa dan asam lemak dalam darah perlu dilakukan untuk menemukan batasan minimum yang harus dimiliki induk agar dapat bunting kembali maksimal 90 hari "post-partum" . Batasan ini mungkin berbeda berdasarkan bangsa ternak. Diharapkan bahwa strategi pemberian pakan tambahan yang efisien akan memperbaiki tingkat kebuntingan dan "calving rate" yang saat ini dilaporkan hanya sekitar 22% saja. Disimpulkan bahwa pakan tambahan ("feed supplement') pada periode "pre-" dan "post-partum" berpengaruh nyata pada pemunculan estrus pertama setelah beranak .

ABSTRACT

Feeding strategy to improve reproductive efficiency in cows

Long calving interval is one of the major factors in reproductive wastage in Indonesia. This is mainly due to a delay of the first post-partum estrous (PPE). Low energy body reserved reduces both milk production and delays first estrous after parturition . Body condition score (BCS) is closed related to status of the energy body reserves that are affected by feeds consumed prior to both pregnancy period and parturition . Interaction between dietary nutrients and body energy reserves which is reflected in body weight (BW) and BCS, affects the first PPE. Feed supplementation at pre and post-partum is necessary to meet minimal requirement for particular live body weight with appropriate BCS. It is expected that there should be a conception within maximum 90 days after parturition. It means one cow will produce one calf annually. Currently, national calving rate is reported around 22% only. It is concluded that post-partum estrous is influenced by correct strategy of feeding supplementation .

1997 sebesar 33,40 ribu ton kemudian menurun menjadi 15,60 ribu ton pada tahun 1998 akibat menurunnya daya beli masyarakat (Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian,1999) . Diperkirakan, konsumsi daging akan meningkat kembali dari 1,44 juta ton pada 1998 menjadi 1,50 juta ton pada 1999. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan daging, pe-meliharaan ternak secara efisien perlu dilakukan mengingat pada tahun 2003, pasar bebas lingkup ASEAN mulai dibuka artinya hanyausaha yang efisien yang akan mampu bersaing . Winugroho dan

Widiawati (1995) mengestimasikan impor ternak hidup dapat menurun sampai 40% kalau jarak beranak sapi berkisar 13 bulan dan mortalitas pedet dapat ditekan menjadi 5% . Namun, belum sempat keadaan ini diperbaiki telah terjadi penurunan populasi sapi potong pada periode 1997 - 99 sekitar 1,60% (Anoni-mous, 2000). Diduga penurunan ini disebabkan antara lain oleh peningkatan nilai tukar dolar yang tinggi dan pe-motongan ternak betina produktif.

Menurut Wiryosuhanto (1999), laju kelahiran ("calving rate") nasional hanya

(2)

sekitar 22% dengan mortalitas pedet 18%. Karena lama bunting 9-9,50 bulan (Devendra et al., 1973 ; Pastika dap Darmadja,1976), dan jarak beranak 15-17 bulan (Darmadja dan Sutedja, 1976 ; Devendra et al., 1973) maka ada tenggang waktu yang lama bagi induk dapat bunting kembali. Persentase mortalitas "pre" dan "post-partus" pada pedet berkisar 7-27% (Darmadja dan Sutedja, 1976; Nggobe et al., 1991 ; Sumadi et al., 1982), sementara kematian induk dewasa mencapai 2,70% (Sumbung et al., 1978).

Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut melalui program Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan Inseminasi Buatan (IB). Namun keluhan peternakan rakyat tetap sama yakni paceklik pakan pada musim kemarau yang justru pada puncak kelahiran pedet. Keberhasilan IB nasional pun masih rendah, lebih dari 50% induk tidak siap untuk bunting. Pelaksana-an IB memerlukPelaksana-an keterampilPelaksana-an, apalagi bila pejantan tidak tersedia. Induk harus kawin dap bunting pada 60-80 hari "post-partus" .

Pemeliharaan ternak umumnya secara sambilan dengan ketersediaan pakan tergantung pada musim sehingga sangat fluktuatif(Chaniago et al., 1993) . Pada musim hujan bobot badan ternak dapatnaik 0,25-0,50 kg/hari, tetapi ternak akan kehilangan 20% bobot badan pada musim kemarau (Wirdahayati et al., 1998). Sapi Bali dilaporkan memiliki "calving rate" 45-56% (Hardjosubroto, 1982) atau bervariasi 55-85% dengan mortalitas pedet 20-45% (Wirdahayati et al., 1998), sedangkan "calving rate" sapi Peranakan Ongole (PO) di Jawa 36% dengan jarak beranak sekitar 559 hari (Hardjosubroto, 1982) . Pertanyaannya ialah bagaimana meningkatkan "calving rate" dengan memanfaatkan pakan yang terbatas ini secara lebih efisien. Menurut Sitepu dan Dharsana (1997) diperlukan kenaikan 5-6% "calving rate" untuk memenuhi kebutuhan tahunan.

STRATEGI PEMBERIAN

PAKANTAMBAHAN

Schillo (1992) mempostulasi bahwa energi tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memproduksi "luteinizing Hor mone" (hormon LH). Hormon ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan folikel (mengaktifkan fungsi ovarium) sehingga

terjadi "estrus post-partus". Dengan kata lain bila cadangan energi tubuh rendah maka "post-partum anestrus" akan lebih lama. Namun, belum diketahui secara akurat berapa cukup dan berapa rendah cadangan energi tubuh yang ideal agar "estrus post-partum" kembali normal dalam waktu 35 hari pertama "post-partum".

Perbaikan nutrisi tidak selalu konsisten hasilnya, baik pada pituitari maupun pada fungsi ovarium. Beal et al. (1978) mendapatkan respons pada pituitari, tetapi Haresign (1981) tidak memperoleh respons tersebut. Demikian juga Wiltbank et al. (1962; 1964) mampu menunjukkan perbaikan fungsi ovarium akibat perbaikan nutrisi, tetapi tidak demikian pada hasil riset Carstairs et al. (1980). Ketiadaan respons ini mungkin disebabkan oleh kecukupan cadangan energi tubuh ternak itu sendiri sehingga perbaikan nutrisi tidak diperlukan lagi. Teleni (1999, belum dipublikasi) me-nunjukkan pola itu pada sapi "Brahman cross" dengan skor kondisi tubuh yang baik. Estimasi energi tubuh dapat dilihat dari kandungan glukosa darah (Patil dan Despande, 1979; Teleni et al., 1989), dap jumlah jaringan adipos (Kellogg dap Miller, 1977 ; Teleni et al., 1988), skor kondisi tubuh (Winugroho dap Teleni, 1993) . Winugroho dap Teleni (1993) merangkum hasil penelitian dalam negeri terdahulu mengenai hubungan antara bobot badan dan skor kondisi tubuh induk dengan normalitas hormon progesteron (Tabel 1).

Selanjutnya, Wirdahayati et al. (1995) melaporkan bahwa makin rendah bobot badan (BB) dap skor kondisi induk (SKI) ternak makin rendah pula persentase kebuntingan (dari 85 menjadi 20%). Yusran et al. (1997) menyimpulkan hasil survai mereka bahwa untuk menjamin estrus pertama pascapartus < 60 hari maka bobot

Tabel 1. Bobot badan dan skor kondisi induk minimal uniuk dapat estrus.

Sumber: Winugroho dap Teleni (1993) .

badan induk 2 minggu pascapartus harus > 370 kg dengan SKI 6 . Dari data tersebut tampak bahwa pakan tambahan pada induk mempengaruhi kinerja reproduksi induk. Teknik pemberian pakan tambahan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni yang memfokuskan pemberiannya pada "pre-partum", "post-"pre-partum", atau kombinasi-, nya.

Pakan Tambahan pada

"Pre-Partum"

Sulit mencari studi yang hanya memberikan pakan tambahan "pre-partum" saja. Informasi yang ada dalam literatur masih terbatas pada kambing. Protein ransum "pre-partum" yang dibutuhkan tampaknya tidak perlu berlebihan. Ransum dengan kandungan protein kasar 26% justru menekan bobot lahir kambing Peranakan Ettawah (PE) dibandingkan dengan induk yang diberi 22% (6 vs 4 kg) (Yulistiani et al., 1999). Dibandingkan kebutuhannya maka 26% protein memang terlalu tinggi dap ini merupakan cekaman (stres) tersendiri karena kelebihan nitrogen harus dibuang dari tubuh ternak dewasa, misalnya melalui urin. Usaha pembuangan ini tentu membutuhkan energi dan tampaknya berpengaruh pada bobot lahir anak. Tjiptosumirat dap Santoso (1997) melaporkan bahwa dengan memberikan Urea Multinutrient Molasses Block (UMMB) pada kambing PE sejak kebuntingan 3 bulan sampai partus (sekitar 3 bulan masa suplementasi) maka akan menaikkan bobot badan lahir anak (2,80 vs 2,30 kg), menurunkan mortalitas anak (20 menjadi 5%), meningkatkan produksi susu induk (1 vs 1,10 kg/hari), dap menambah bobot badan anak (71 vs 77 g/hari) (P < 0,05). Namun, hal ini masih perlu dikaji kelayakan ekonomisnya. Pola respons kambing diduga sama dengan

Induk Bobot badan (kg) Skor kondisi

induk (1-10) Kg ekivalen 1 skorkondisi induk (kg)

Sapi Ongole < 260 <4- 24

Sapi Bali < 230 <<5- 15

Sapi Madura < 220 4,50 16

(3)

sapi karenamerekatermasuk bangsa ternak ruminansia.

Pakan Tambahan pada "Post-Partum"

Glukosa darah sampai 42 ng/ml serum tidak mempengaruhi "post-partum" anestrus pada sapi Holstein dan Jersey (Kellogg dan Miller, 1977). Padahal, ternak hanya menerima 30% kebutuhan energi dan 90% kebutuhan protein selama 64 hari "post-partum". Badan keton yang tinggi dalam plasma menandakan perombakan jaringan adipos, cadangan utama energi tubuh yang menyalurkan asam lemak ke plasma sebagai sumber energi tubuh. Implikasinya ialah bahwa induk sudah mempunyai persediaan energi tubuh. Manajemen pakan musim hujan penting untuk meningkatkan energi tubuh induk, selain pertimbangan usaha preservasi seperti pembuatan "hay" dan "silage", yang akan digunakan pada musim kemarau.

Riset untuk menentukan kandungan glukosa darah minimal, pengaruh ransum, dan cadangan energi tubuh minimal perlu dilakukan. Bila pemisahan sumber energi (dari ransum vs tubuh) dapat diketahui, maka aplikasi praktis dapat disarankan. Perbaikan nutrisi ransum akan mem-perpendek estrus pertama "post-partum" . Rutter dan Randel (1984) melaporkan adanya perpendekan estrus pertama "post-partus" sapi Brangus dari 58 menjadi 40 dan 35 hari setelah gizi ransum dinaikkan dari 90% kebutuhan menjadi 100% dan 110% kebutuhan. Dilaporkan pula adanyakenaikan hormon LH dari 0,61 menjadi 0,83 ng/ml serum. Kondisi tubuh "post-partus" yang baik menunjukkan estrus pertama lebih cepat yaitu 60 vs 32 hari (Rutter danRandel,1984). Wirdahayati et al. (1998) melaporkan bahwa pakan suplemen "post-partum" memperpendek konsepsi setelah partus dari 201 menjadi 155 hari padasapi Bali dan dari 387 menjadi 241 hari pada sapi Sumba Ongole (SO) sehingga memperpendek jarak beranak dari 479 menjadi 433 hari pada sapi Bali dan dari 667 menjadi 521 hari pada sapi SO. Perlakuan yang serupa menyebabkan 89% induk estrus pada sapi PO di-bandingkan 29% pada kontrol sampai 90 hari "post-partum" (Ma'sum et al., 1998). Estrus pertama juga lebih awal 67 hari dibandingkan dengan 113 hari pada ternak kontrol, sehinggajarak beranakjuga lebih pendek, 374 vs491 hari. Produksi susu naik

dari2,50 menjadi3,30 kg/hari. Disimpulkan bahwa ada kemungkinan hubungan antara kondisi tubuh induk saat melahirkan dengan kebutuhan pakan tambahan "post-partum" yang memberikan respons positif pada studi yang dilakukan pada kantong ternak nasional seperti di Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur.

Pakan Tambahan pada "Pre"-dan "Post-Partum"

Putu et al. (1999) melaporkan bahwa pemberian 3 kg konsentrat (35-43% total ransum) dari 2 bulan "pre-partum" sampai 2 bulan "post-partum" dapat menaikkan bobot badan 0,50 ke 0,80 kg/hari pada induk sapi PO atau 0,40 ke 0,70 kg/hari pada induk sapi Bali, menaikkan persentase kelahiran dari 88 ke 94% (32 induk PO) atau 56 ke 69% (34 induk sapi Bali). Mortalitas pedetjugs turun dari 19 menjadi 0% (pedet PO) ataudari 13 menjadi 6% (pedet Bali). Konsentrat terdiri atas campuran bungkil kelapa, onggok, tapioka, dedak padi dan mineral dengan kandungan protein kasar 17% dan TDN 72%.

Tidak dilakukan evaluasi ekonomis usaha pembiakan dengan menggunakan konsentrat komersial ini . Jenis pakan tambahan sebaiknya dari bahan yang tersedia di lokasi. Pemanfaatan pakan tambahan berupa gamal, lamtoro, dan kaliandra dicontohkan dalam studi di laboratorium oleh Manurung (1996), Ma'sum et al. (1998) serta aplikasi di pedesaan oleh Yusran et al. (1995) dan ternyata dapat diterima oleh masyarakat (Sabrani et al. data belum dipublikasi). Manurung (1996), melaporkan bahwa konsentrat komersial "Beef Kwik" dapat diganti oleh leguminosa pohon. Jenis dan kualitas biologis pakan potensial lainnya dirangkum oleh Thahar dan Mahyudin (1993) dan Winugroho (1999).

Respons pakan tambahan pada kinerja reproduksi sapi mungkin di-pengaruhi oleh faktor genetik. Sup lementasi "pre"- dan "post-partum" sapi lokal Ethiophia tidak memberikan perbedaan pada produksi susu dan lemak susu (Kurtu et al., 1999), tetapi silangannya dengan "Frisien Holstein" (FH), memberikan respons suplementasi "post-partum" yaitu menaikkan produksi susu dari 258 menjadi 1 .873 kg dan produksi lemak susu dari 25 menjadi 92 kg. Suplementasi "pre-partum" tidak memberikan respons pada sapi silangan.

Dari studi ini dapat diketahui kemungkinan kenaikan produksi susu akibat suplemen-tasi "post-partum" .

Menurut Mukasa Mugerwa et al. (1997), induk sapijenis zebu (Bos indicus) dengan kondisi tubuh yang baik pada saat melahirkan akan memobilisasi cadangan energi tubuh untuk membantu produksi. susu maksimum sehingga meskipun kehilangan bobot badan, aktivitas estrus segera kembali . Disimpulkan bahwa penerapan pakan tambahan "pre-partum" dilanjutkan sampai "post-partum" dapat mengurangi risiko keterlambatan estrus pertama "post-partus" . Namum ke-tersediaan pakan merupakan faktor pembatasnya.

Penggunaan Probiotik

Selain untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein, probiotik diperlukan untuk meningkatkan efisiensi ransum. Peningkatan cadangan energi tubuh yang biasanya ditandai dengan kenaikan bobot badan merupakan usaha untuk menormal-kan proses estrus pada induk.

Probiotik adalah suplemen dalam bentuk jasad renik hidup yang dapat meningkatkan bobot badan, efisiensi ransum ("feed conversion ratio") dan menambah kesehatan ternak. Winugroho et al. (1999) melaporkan adanya pe-nurunan kebutuhan ransum dari 10 menjadi 8 kg bahan kering untuk menghasilkan 1 kg kenaikan bobot badan ketika domba diberi probiotik Saccharo-myces cerevisiae asal ragi tape Jawa Barat (Winugroho et al., 1999). Sapi eks-impor "Brahman cross" memberikan respons yang sama ketika diberi probiotik bioplus di samping S. cerevisiae asal impor (Winugroho et al., 1995). Bioplus kum-pulan beragam mikroba rumen yang memberikan respons sinergistik bila dicampurkan dengan mikroba rumen dari ternak target (Winugroho et al., 1993). Bioplus juga dilaporkan dapat menaikkan PBBH sapi PO dari 0,70 menjadi 1 kg/hari (Santoso et al., 1995), sapi PFHjantan dari 1 menjadi 1,20 kg/hari (Kusnadi et al., 1996) sertamenyambut keuntungan usaha penggemukan sapi tersebut (Sunandar et al., 1997). Akibat perbaikan bobot badan, status reproduksi sapi meningkat seperti kenaikan persentase kebuntingan sapi SO di Sumba dari25 menjadi 90% (Winugroho et al., 1996) serta perpendekan jarak beranak sapi Bali dari 15 bulan menjadi 13 bulan (Winugroho etal., 1995).

(4)

Bioplus yang diberikan pada pedet dapat meningkatkan bobot badan pedet PO tetapi tidak demikian pada pedet Bali (Putu et al., 1999) . Hal ini mungkin disebabkan oleh perkembangan rumen yang lebih sempurna sehingga pe-nyapihan tidak mengganggu bobot badannya. Asam lemak atsiri ("Volatile Fatty Acids" (VFA) adalah produk mikroba rumen dan merupakan salah satu sumber energi bagi ternak. Sehingga pemilihan mikroba yang aktif akan menaikkan cadangan energi tubuh. Probiotik bioplus dikembangkan untuk maksud itu. Perbaikan fermentasi rumen (Randel et al., 1982) dan infisi energi post-rumen (Rutter dan Randel, 1984) memperbaiki kinerja reproduksi sapi . Secara konsisten bila hal ini benar maka ketiadaan respons perbaikan nutrisi pada fungsi ovarium (Carstairs et al., 1980) mungkin dapat pula disebabkan oleh degradasi nutrisi di rumen oleh mikro-organisme. Sebagian energi pakan dirubah menjadi protein mikroba yang pada akhirnya protein tersebut dimanfaatkan oleh ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1998. Buku Statistik Peternakan Tahun 1998. Direktorat Jenderal Peternak-an, Departemen PertaniPeternak-an, Jakarta. Anonimous. 2000. Buku Statistik Peternakan

-Tahun 2000. Direktorat Jenderal Peternak-an, Departemen PertaniPeternak-an, Jakarta. Beal, W.E., R.E. Short, R.B. Staigmiler, R.A.

Bellows, C .C. Kaltenbach, and T.G. Dunn .1978. Influence of dietary energy intake on bovine pituitary and luteal function . J. Anim. Sci . 46: 181.

Carstairs, JA., D.A. Morrow, and R.S. Emery. 1980. Postpartumreproductive functionon dairy cows as influenced by energy and phosphorous status . J. Anim. Sci. 51 : 1 .122.

Chaniago,T .D., A. Bamualim, and C. Liem. 1993. Draught animal systems inNusaTenggara Timur Dalam Teleni, RSF. Campbell, andD. Hoffmann (Eds) . Draught animal systems and management: An Indonesian Study ACIAR Monograph 19: 4-10.

Darmadja, D. dan P. Sutedja. 1976. Masakebunting-andan interval beranak pada sapi Bali. Prosiding Seminar Reproduksi Sapi Bali, Dinas Petemakan I Bali, Denpasar.

Devendra, C., Lee Cok Choo, and M. Pathmasingan . 1973. The productivity of Bali cattle in Malaysia. Malay. Agric. J. 49: 183 .

Winugroho et al. (1997) bersama dengan Direktorat Jenderal Peternakan mengeluarkan pedoman teknik penyiapan induk sapimelalui perbaikanpakan. Disim pulkan bahwa efisiensi penggunaan pakan dapat dicapai dengan memberikan pro-biotik. Penggunaan probiotik merupakan komplementasi pada teknik pemberian pakan tambahan.

KESIMPULAN

Berdasarkan informasi yang ada dapat ditarikkesimpulan bahwa:

1) Agar setiap induk dapat "partus" setiap tahun maka ternak tersebut harus bunting dalam 90 hari partum" . Estrus pertama "post-partum" harus sekitar 35 hari sehingga induk mempunyai kesempatan kawin dua kali sebelum bunting (siklus estrus 21 hari). Estrus ini ditentukan oleh hormon LH yang dipengaruhi oleh pituitari, sedangkan aktivitas pituitari ditentukan oleh status energi tubuh induk.

Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian . 1999. Strategi pembangunan peternakan di Indonesia pada milenium ke tiga: Kebijaksanaan Bidang Kesehatan Hewan. him. 90-103.

Hardjosubroto, W. 1982. Data penampilan sapi PO di DIY. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan, Pusat Penelitian dan Pengem-bangan Peternakan, Bogor.

Haresign, W. 1981 . The influence of nutrition on reproduction in the ewe. 1 . Effects on ovulation rate, follicle development and luteinizing hormone release . Anim. Prod. 32: 197.

Kellogg, D.W. and D.D. Miller. 1977. Response of cows during early lactation to a low energy ration for 4 days. J. Anim. Sci. 44:

118-123 .

Kurtu, M.Y., C.L. Tawah, J.E.O. Rege, Nega Alemayehu, and Mesfin-Shibre . 1999. Lactation performance of purebred Arsi cows and Frisian XArsi crosses FH under pre-partum and post-pre-partum supplementary feeding regimes. Anim. Sci. 68: 625-633 . Kusnadi,U., M. Sabrani, dan K. Diwyanto . 1996. Dampak imbuhan bioplus dan starbio pada kinerja produksi daging sapi FH jantan di Garut. Balai Penelitian Temak, Bogor. (tidak dipublikasikan) .

2) Energi tubuh induk dipengaruhi oleh cadangan energi tubuh (jaringan adipos dan energi asal ransum, khususnya pascarumen) termasuk

peranan fermentasi mikroba rumen. 3) Waktu pemberian pakan tambahan

ditentukan oleh kondisi tubuh induk. Pakan tambahan sebaiknya diberikan dua bulan "pre"- dan "post-partum" bila kondisi induk pada standar atau di bawahnya . Disarankan pakan tambahan "post-partum" bila kondisi induk di atas standar.

4) Diperlukan penelitian mengenai hubungan antara nutrisi (kandungan glukosa darah asal ransum dan fermentasi mikroba rumen, dan asam lemak yang dihasilkan oleh jaringan adipos) dengan kinerja reproduksi dengan menyampingkan orientasi dominasi disiplin ilmu masing-masing.

5) Pedoman pemberian pakan tambahan "pre"- dan "post-partus" serta pem-berian probiotik bioplus diperlukan untuk meningkatkan produksi pedet sebagai sumber bakalan nasional.

Manurung, T. 1996. Penggunaan hijauan legu-minosa pohon sebagai sumber protein ransum. sapi potong. J . Ilmu Ternak dan Veteriner 1(3): 143-148.

Ma'sum, K., L. Affandhy, M. Winugroho, and E. Teleni. 1998. The effect of surge feeding on re-productive performance of Ongole crossbred (PO)cows. Bull. Anim. Sci. Suppl. Ed.: 266-276. Mukasa Mugerwa, E., D. Anindo, A. Lahlou-Kassi, N.N. Umunna, and A. Togegne. 1997 . The effect of body condition and energy utilization on the length of post-partum anoestrus in PRID-treated and untreated post-partum Bos indicus (zebu) cattle. Anim. Sci . 65: 17-24.

Nggobe, M. Bathseba Tiro, A. Bamualim, dan R.B. Wirdahayati . 1991 . Pemberian sup-lemen pada akhir masa kebuntingan terhadap bobot lahir, produksi susu induk dan kematian anak sapi Bali pada musim kemarau . Presiding Hasil Penelitian Sub Balai Penelitian Ternak Lili, Kupang 1990/91 . Pastika, M. dan D. Darmadja. 1976. Performans

reproduksi sapi Bali. Prosiding Seminar Reproduksi Sapi Bali Dinas Peternakan I Bali. Denpasar.

Patil, J.S. and B.R. Despande . 1979. Changes in body weight, blood glucose and serum proteins in relation to the appearance of

(5)

post-partum oestrus in Gir cows . J. Reprod . Fertil . 57 : 525.

Putu, I.G ., .P. Situmorang, A. Lubis, T.D . Chaniago, E . Triwulaningsih, T. Sugiarti, I.W. Mathius, dan B . Sudaryanto . 1999 . Pengaruh pemberian pakan konsentrat tambahan selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran terhadap performans produksi dan reproduksi sapi potong . Edisi Khusus-Kumpulan hasil-hasil penelitian peternakan APBN 1997/98. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. him. 63-69. Putu, I.G ., T. Chaniago, P. Sitepu, M.Winugroho,

dan P. Situmorang . 1999. Penampilan pedet PO dan Bali akibat pemberian Bioplus Pedet (BP) . Dipresentasikan pada Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pe-ternakan, Bogor.

Randel, R.D., L.M . Rutter, and R.C .Rhodes III. 1982. Effect of monensin on the estrogen induced LH surge in prepuberal heifers. J. Anim . Sci. 31 : 54-806 .

Rutter, L.M . and R.D . Randel. 1984 . Post-partu m nutrient intake and body condition: Effect of pituitary function and oset of oestrus in beef cattle . J. Anim . Sci. 58 : 265-274. Santoso, T.D . Chaniago, dan M. Winugroho.

1995 . Pengaruh pemberian Bioplus pada kinerja sapi potong PO pola PIR di Lampung. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Schillo, K.K . 1992 . Effect of dietary energy on control of Luteinizing hormone secretion in cattle and sheep. J. Anim . Sci. 70 : 1

.271-1 .282 .

Sitepu, P. dan R. Dharsana . 1997 . Aplikasi inseminasi buatan (IB) di Propinsi Lampung: Penanganan dan penyimpanan frozen semen . Prosiding Seminar Nasional Pe-ternakan dan Veteriner 1997 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. him. 317-327 .

Sumbung, F.P., J.T. Bsatossama, B.R . Ronda, dan S. Garantjang . 1978 . Performans reproduksi sapi Bali . Seminar Ruminansia P4, Bogor. (tidak dipublikasikan).

Sumadi, P.A . Supiyono, dan H. Mulyadi. 1982 . Produktivitas sapi Ongole, Bali, dan Brahman cross di ladang ternak Bila River Ranch Sulawesi Selatan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar, Cisarua. Sunandar, N., D. Sugandi, Budiman, O. Marbun,

Widiawati, dan U. Kusnadi. 1997 . Manfaat Bioplus dalam penggemukan sapi FH jantan di Kecamatan Leles Kabupaten Garut. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1964/97. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. him .

505-509.

Teleni, E., W.R. King, J.B. Rowe, and G.H. McDowell . 1989 . Energy yielding nutrients in ewes. I. Glucose and acetate biokinetics and metabolic hormones in sheep fed a supplement of lupin grain. Aust. J. Agric. Res. 40: 913-924.

Teleni, E., A.N . Bonafice, S. Sutherland, and K.W. Entwistle. 1988 . The effect of five-weight loss on ovarian activity in Bos indicus cattle . Proc . Nutr. Soc. Aust . 13 : 126. Thahar, A. and P. Mahyudin, 1993 . Feed

resources Dalam Teleni, RSF. Campbell and D. Hoffmann (Eds). Draught animal systems and management : An Indonesian Studi . ACIAR Monograph 19, Canberra, Australia: 41-54 .

Tjiptosumirat, T. dan Santoso. 1997 . Pengaruh suplementasi pada masa akhir kebuntingan kambing PE di Sumberrejo, Jawa Tengah . Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. him . 601-607 .

Wiltbank, J.N ., W.W. Rowden, J.E . Ingalls, and D.R. Zimmerman. 1964 . Influence of post-partum energy level on reproductive performance of Hereford cows restricted in energy intake prior to calving. Anim . Sci. 23 : 1 .049-1 .056 .

Wiltbank, J.N ., W.W. Rowden, J.E . Ingalls, K.E . Gregory, and R.M . Koch . 1962 . Effect of energy level on reproductive phenomena of mature Hereford cows . J. Anim . Sci . 21 : 219-225 .

Winugroho, M . dan Y. Widiawati. 1995 . Pe-ningkatan produktivitas sapi potong menun-jang pengadaan daging nasional . Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pe-ternakan, Bogor: 407-412 .

Winugroho, M. 1999 . Nutritive values of major feed ingredient in tropics. Review . Asian-Aus. J. Anim . Sci. 12(3): 493-502. Winugroho, M ., A .D . Soedjana, dan Y.

Widiawati . 1995 . Evaluasi pemanfaatan Bioplus dan CYC-100 (S . reviseae) pada sapi eks-import . Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan IPB, Bogor. him. 1-30 .

Winugroho, M., M. Sabrani, dan E. Suharya. 1997 . Pedoman teknik penyiapan induk sapi penghasil bakalan lokal (Balok) melalui perbaikan pakan. Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. him. 1-10 .

Winugroho, M., M. Sabrani, P. Punarbowo, Y. Widiawati, and A. Thalib . 1993 . Non-genetic approach for selecting rumen fluid

containing spesific microorganisms (Balitnak Method). Ilmu dan Peternakan 6: 5-9. Winugroho, M., M. Sabrani, Santoso, M.

Panjaitan, Erwan, dan M. Said. 1995. Strategi manajemen pakan untuk kawasan Indonesia Timur. ARMP, Departemen Pertanian, Jakarta. him. 1-30 .

Winugroho, M., Y. Wibisono, dan M. Sabrani. 1996 . Pengaruh temperatur lingkungan, pemberian Bioplus pada konsumsi, kecernaan dan tingkat kebuntingan sapi Ongole . Prosiding PAIR- BATAN, Jakarta. Winugroho, M. and E. Teleni . 1993. Feeding

and breeding strategies Dalam E. Teleni, RSF. Campbell, and D. Hoffmann (Eds) . Draught animal systems and management : An Indonesian Studi. ACIAR Monograph

19, Canberra Australia: 60-76.

Winugroho, M., A. Ratnaningsih, N. Nuraeni, S. Marijati, dan Soekardi. 1999 . Efisiensi ransum domba melalui pemanfaatan probiotik lokal . Makalah diserahkan pada "Seminar Nasional Peternakan Mandiri sebagai Penggerak Pembangunan Pertanian Nasional" . Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta . him. 1-81 .

Wirdahayati, R.B., B.M. Christie, A. Muthalib, and K.F. Dowsett.1995. Productivity of beef cattle in NusaTenggara CHAPS Report (1990-1992). DirectorateGeneral forLivestock Services (Book A):170-201 .

Wirdahayati, R.B ., P. T. Fernandez, C. Liem, and A. Bamualim . 1998 . Strategies to improve beef cattle productivity in Nusa Tenggara Region, Indonesia Bull . Anim. Sci. Suppl. Ed .: 316-322. Wiryosuhanto, S. 1999. Hal yang perlu diwaspadai dalam import daging. Seminar Nasional Pe-ternakan dan Veteriner 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Ciawi-Bogor.

Yulistiani, I.W. Mathius, I.K . Sutama, U. Adiati, Ria Sari G. Sianturi, Hastono, dan I.G.M . Arsana . 1999. Respons produksi kambing PE induk akibat perbaikan pemberian pakan pada fase bunting tua dan laktasi . J. Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 88-94 . Yusran, M.A., L. Affandhy, dan Maryono. 1997.

Studi tampilan kinerja sapi PO induk pada musim kemarau dalam usaha tani ternak rakyat di Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Bogor. him. 927-936.

Yusran, M.A ., Teguh, B. Suryanto, dan K . Ma'sum. 1995 . Kebutuhan leguminosa pada sapi berbeda bobot badan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso, Malang . him. 803-809.

Gambar

Tabel 1. Bobot badan dan skor kondisi induk minimal uniuk dapat estrus.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis Pengaruh Disiplin dan Motivasi kerja terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas pendidikan dan Kebudayan Kabupaten Batang Hari, maka metode penelitian

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan judul

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Harga pokok produksi konsentrat utama (RC Regular) yang dihasilkan UPP KPBS sebesar Rp 2.390,- per kilogram (b) Strategi

maupun literatur kefarm eratur kefarmasian, menganalis asian, menganalisis rencan is rencana kebutuhan a kebutuhan obat, obat, melaksanakan melaksanakan pekerjaan

Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat proses atau bahan

4.18 Statistik NPP di kawasan kajian menerusi Model VPM 147 4.19 Statistik NPP di kawasan kajian menerusi Model C-Fix 149 4.20 Statistik purata keseluruhan NPP di kawasan kajian

support the learning of important mathematics and furnish useful information to both teachers and students ´ 3DQGDQJDQ LQL PHQ\LUD tkan bahwa asesmen yang

Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyarankan bahwa yang berhubungan dengan kualitas hafalan al-Quran santri tidak hanya menonton tayangan televisi, tetapi ada