• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Bayi Baru Lahir Normal

a. Pengertian bayi baru lahir normal

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 sampai 42 minggu dan berat badanya 2.500-4.000 gram (Dewi, 2010: 1).

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4.000 gram, nilai APGAR>7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, dkk, 2010).

b. Ciri-ciri bayi baru lahir normal

Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 8) menyebutkan ciri-ciri bayi baru lahir normal yaitu sebagai berikut:

1) Berat badan 2.500-4.000 gram. 2) Panjang badan 48-52 cm. 3) Lingkar dada 30-38 cm. 4) Lingkar kepala 33-35 cm.

5) Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit. 6) Pernafasan 40-60 x/menit.

(2)

7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.

8) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.

9) Kuku agak panjang dan lemas. 10)Genetalia

Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora. Laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.

11)Reflek hisap dan menelan sudah berbentuk dengan baik. 12)Refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik. 13)Refleks graps atau menggenggam sudah baik.

14)Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan.

c. Tahapan Bayi Baru Lahir

Menurut Dewi (2010: 3) ada beberapa tahapan bayi baru lahir yaitu:

1) Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu. 2) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap

inidilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.

(3)

3) Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh. 2. Kelainan Kongenital

a. Pengertian Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk, 2010: 190).

b. Etiologi

Menurut Prawirohardjo (2007: 724) beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

1) Kelainan genetik dan kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.

2) Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intra uterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh

(4)

hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

3) Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah infeksi yang tejadi pada periode organogenesis yaitu dalam trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Selain dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya abortus. 4) Faktor obat

Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum oleh wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.

5) Faktor umur ibu

Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Angka kejadian yang

(5)

ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu umur 35-39 tahun, 1:75 untuk kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6) Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7) Faktor radiasi

Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan.

8) Faktor gizi

Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.

(6)

9) Faktor-faktor lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau

hipertermi diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. c. Patofisiologi

Menurut Effendy (2008: 47) menyebutkan kelainan kongenital diklasifikasikan sebagaiberikut:

1) Malforasi

Malforasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses

embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap.

Malforasi akibat infeksi rubela, cytomegalovirrus atau

toksoplasmosis biasanya disertai ikterus, purpura dan

hepatosplenomegali, dan berbagai penyakit ibu dapat meningkatkan resiko terjadinya malforasi, diantaranya insulin dependen diabetes melitus, epilepsi, pengkonsumsi alkohol, dan phenylketonuria.

(7)

Malforasi digolongkan menjadi dua yaitu:

(a)Malforasi mayor

Malforasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.

(b)Malforasi minor

Malforasi minor adalah tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik.

2) Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehaimilan kembar.

Deformasi juga dapat timbul akibat faktor janin seperti presentasi abnormal atau oligohidramnion. Sebagian besar

deformasi mengenai sistim tulang rawan, tulang dan sendi.

Deformasi yang disebabkan oleh setiap faktor yang membatasi gerakan janin akan menyebabkan kompresi dalam jangka panjang dan mengakibatkan postur yang tidak normal.

(8)

3) Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan

deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbada. Angka kejadian ulang jarang, kecuali bila terdapat malformasi pada uterus. Penyebab tersering adalah robeknya selaput amnion pada kehaimalan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin.

4) Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan konganital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan stuktur) akibat fungsi organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan diseluruh tubuh. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup. d. Diagnosis

Menurut Prawirohardjo (2005: 728) diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan beberapa tahap yaitu, tahap prenatal dan tahap post natal.

Indikasi melakukan diagnosis prenatal umumnya dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor resiko untuk melahirkan bayi

(9)

dengan kelainan kongenital. Faktor-faktor ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat adanya kelainan kongenital dalam keluarga, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, faktor umur ibu yang mendekati masa menopouse.

Pencarian kelainan kongenital ini dilakukuan pada kehamilan muda, umumnya pada kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat

Ultrasonografi dapat dilakukan tindakan Amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion yang selanjutnya dilakukan penelitian lebih lanjut.

3. Atresia Ani

a. Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah suatu kelainan malforasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus (Hidayat, 2006: 26). Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 321) atresia anus yaitu

obstruksi pada anus. Atau bisa diartikan juga anus imperforata merupakan defek kongenital dimana lubang anus hilang atau tersumbat. Anus merupakan lubang menuju rektum dimana kotoran meninggalkan tubuh.

b. Etiologi

Atresia ani ini dikarenakan oleh ketidaknormalan perkembangan janin dalam rahim selama kehamilan, kelainan ini

(10)

karena tidak berfungsinya secara penuh saluran anus dan akan menjadi kelainan bawaan. Dikatakan kelainan bahwa karena kelainan ini terjadi pada bayi yang didapat segera setelah bayi lahir (Sudarti, Fauziah, 2012: 117).

c. Patofisiologi

Atresia ani terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur

anorektal. Atresia ani disebabkan karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi pada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan (Hidayat, 2008: 106).

d. Gejala Atresia Ani

Menurut Muslhatun (2010: 135) ada beberapa gejala dalam

Atresia Ani yaitu:

1. Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam. 2. Tinja keluar dari vagina atau uretra.

(11)

3. Perut mengembung.

4. Bila menyusu bayi akan muntah. e. Klasifikasi

Menurut Rukiyah, Yulianti (2010: 201) klasifikasi atresia ani dapat dibedakan menjadi empat yaitu:

1. Tipe I : Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.

2. Tipe II : Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.

3. Tipe III : Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit didaerah anus seharusnya terbentuk lekukan anus.

4. Tipe IV : Saluran anus dan rektum bagian bawah

membentuk suatu kantung buntu yang terpisah pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Jenis yang sering ditemukan adalah tipe III sementara tipe IV merupakan bentuk yang paling jarang dijumpai. f. Faktor Resiko Atresia Ani

Atresia ani biasanya merupakan kelainan bawaan, yang ketika dalam kandungan dirahim ibu perkembangan organ reproduksi, yaitu pembuangan tinja tidak sempurna. Pada bayi

(12)

wanita mekonium akan keluar melalui vagina, sedangkan pada bayi laki-laki akan keluar melalui uretra (Putra, 2012: 362).

g. Diagnosis

Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi

secara tepat dan cermat pada daerah perinium (Rukiyah, Yulianti, 2010: 200).

h. Komplikasi

Menurut Yongky, dkk (2012: 164) bila atresia ani tidak segera mendapatkan penanganan akan terjadi tersumbatnya saluran pencernaan dan konstipasi.

i. Penatalaksanaan

Menurut Sudarti, Khoirunnisa (2010: 118) beberapa penatalaksanaan pada atresia ani adalah:

1. Dilkukan pembedahan untuk membentuk lubang anus. 2. Apabila terdapat fistula juga dilakukan penutupan fistula. 3. Dilakukan rujukan untuk dilakukan foto rontgen.

4. Dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat.

5. Apabila usus pendek maka akan ditarik dan dibuat lubang sementara.

(13)

6. Apabila panjang akan dibuat lubang lewat dinding perut, pada usia 5 bulan dapat dibuat cara pembedahan lubang dubur atau tergantung dari kondidi anak.

(14)

a. Patwhay

Usia kehamilan 4-6 minggu terjadi gangguan perkembangan didaerah usus dan rektum

janin mengalami kegagalan

pertumbuhan dalam kandungan pada usia 12 minggu.

gejala Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 jam setelah lahir. Tinja keluar dari vagina atau uretra. Perut mengem bung. Bila menyusu bayi akan muntah. Atresia ani

Bayi laki-laki Bayi perempuan

Bagan 1.1 Atresia Ani Prawirohardjo, 2006 Hidayat,AAA, 2008 Faktor kongenital

Fistula direktovagina

BAB keluar dari vagina

Fistula rekto urinaria

BAB keluar dari uretra

Pembedahan colostomi

(15)

B. Manajemen Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, perencanaan dan evaluasi (Mufdilah, dkk, 2012: 110). 2. Asuhan Kebidanan

Asuhan Kebidanan adalah penerapan dan fungsi kegiatan yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan klien yang mempunyai kebutuhan atas masalah dalam bidang kesehatan masa ibu hamil, masa ibu bersalin dan masa nifas (Tresnawati, 2013: 54).

3. Proses Manajemen Kebidanan

Menurut Varney (1997), penatalaksanaan manajemen kebidanan sebagai proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode mengorganisasikan pikiran dan tindakan melibatkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Tresnawati, 2013: 181).

Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dari setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang

(16)

dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ini berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

a. Langkah 1: Pengumpulan Data Dasar

Langkah pertama merupakan awal yang akan menetukan langkah berikutnya. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah identifikasi data dasar meliputi pengumpulan data, menggali data atau informasi baik ibu, keluarga, maupun tim kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pada pencatatan dokumen medik.

Hal-hal yang dilakukan dalam pengumpulan data: 1) Data Subyektif

a) Biodata

(1) Identitas pasien (a) Nama bayi

Untuk mengetahui bahwa bayi tersebut anak dari penanggung jawab.

(b)Tanggal lahir

Untuk mengetahui tanggal kelahiran pasien. (c) Jenis kelamin

(17)

(2) Identitas penanggung jawab (a) Nama

Untuk lebih mengenal sebagai penanggung jawab pasien.

(b)Umur

Untuk mengetahui umur penanggung jawab. (c) Agama

Untuk mengetahui keyakinan serta cara pandang agama yang dianutnya.

(d)Suku/bangsa

Untuk mengetahui sosial budaya dan adat istiadat untuk memperoleh gambaran tentang budaya yang dianut oleh penanggung jawab pasien.

(e) Pendidikan

Untuk mengetahui tingkat intelektual, karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang, serta mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan penanggung jawab pasien. (f) Pekerjaan

Untuk memeperoleh gambaran tentang sosial ekonomi.

(18)

(g) Alamat

Untuk mengetahui daerah lingkungan tempat tinggal pasien, karena lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan pasien.

b) Keluhan utama pada bayi

Dikaji untuk mengetahui keluhan utama pada bayi. c) Riwayat kehamilan

(1) Riwayat penyakit/kehamilan

Dikaji untuk mengetahui apakah pada kehamilan sebelumnya mengalami perdarahan pada TM 1, kekuranagan asam folat dan sebagainya yang berpotensi menjadikan kelainan kongenital. (2) Kebiasaan waktu hami

Dikaji untuk mengetahui apakah selama kehamilan ibu mempunyai kebiasaan seperti menkonsumsi obat-obatan selain dari bidan, merokok, dan mengkonsumsi alkohol dan sebagainya yang dapat berpotensi mengarah pada kelainan kongenital.

(3) Komplikasi

Dikaji untuk mengetahui apakah sebelumnya terjadi komplikasi yang dapat mengarah pada kelainan kongenital.

(19)

d) Riwayat persalinan (1) Ketuban

Dikaji untuk mengetahui kulit ketuban pecah jam berapa, air ketuban berwarna apa, dan berapa banyak jumlahnya.

(2) Persalinan sebelumnya

Dikaji untuk mengetahui berapa lama kala I, kala II, kala III, dan kala IV serta untuk mengetahui kejadian pada saat persalinan dan apakah dilakukan tindakan atau tidak.

e) Riwayat persalinan sekarang

Dikaji untuk mengetahui jenis persalinan normal atau tidak, ditolong oleh siapa, jam/tanggal lahir, jenis kelaimin bayi, berat badan bayi, dan panjang badan bayi.

f) Keadaan bayi baru lahir (1) Denyut jantung

Dikaji untuk mengetahui frekuensi denyut jantung bayi apakah dalam menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.

(20)

(2) Usaha nafas

Dikaji untuk mengetahui frekuensi nafas bayi apakah pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.

(3) Tonus otot

Dikaji untuk mengetahui tonus otot pada bayi pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.

(4) Refleks

Dikaji untuk mengetaui refleks pada bayi pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.

(5) Warna kulit

Dikaji untuk mengetahui warna kulit bayi apakah warna kulit kemerahan atau tidak.

g) Resusitasi

Dikaji untuk mengetahui apakah bayi sewaktu lahir mengalami asfiksia atau tidak dan dilakukan resusitasi atau tidak.

2) Data obyektif a) Keadaan umum

(21)

b) Kesadaran

Dikaji untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran pasien saat dilakukan pemeriksaan.

c) Pemeriksaan umum

Dikaji untuk mengetahui suhu badan bayi, denyut jantung bayi, dan pernafasan bayi.

d) Pemeriksaan fisik

Dikaji dari ujung kepala hingga kaki, untuk mengetahui adanya kelainan yang diderita oleh pasien.

e) pemeriksaan penunjang

Didapat dari hasil pemeriksaan oleh bagian laboratorium, rontgen, dan USG.

b. Langkah 2: Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Standar Nomenklatur Diagnosa Kebidanan: 1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.

(22)

2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan. 3) Memiliki ciri khas kebidanan.

4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan. 5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan. c. Langkah 3: Mengidentifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi (Mufdlilah, dkk, 2012: 117).

d. Langkah 4: Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan klien, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdlilah, dkk, 2012: 117).

(23)

e. Langkah 5: Merencenakan Asuhan secara menyeluruh

Pada langkah ini melakukan penyususnan secara menyeluruh rencana asuhan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Adapun rencana asuhan yang dibuat peneliti antara lain: mendengar keluhan, menjelaskan keadaan yang dialami, memberikan motivasi, menganjurkan agar melakukan pemeriksaan scara teratur, menganjurkan untuk beristirahat teratur, pemeriksaan laboratorium, memberikan informasi tentang perubahan fisik dan psikologis (Tresnawati, 2013: 182).

f. Langkah 6: Pelaksanaan Perencanaan

Tahap ini merupakan tahap penatalaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman. Penelitian melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat (Tresnawati, 2013: 182).

g. Langkah 7: Evaluasi

Tahap ini merupakan tahap terkhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan mengevaluasi tahap asuhan yang telah diberikan, apa benar-benar sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan masalah. Langkah ini bertujuan mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana manajemen

(24)

kebidanan yang sudah dilakukan oleh peneliti pada pasien (Tresnawati, 2013: 182).

4. Metode Pendokumentasian SOAP

Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 492) metode pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah metode SOAP yang merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. SOAP merupakan singkatan dari:

a) Subyektif

Subyektif menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah 1 varney.

b) Objektif

Objektif menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment sebagai langkah 1 varney.

c) Assesment

Assesment menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan objektif dalam suatu identifikasi. (1)Diagnosa atau masalah.

(2)Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.

(3)Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2, 3 dan 4 varney.

(25)

d) Planing

Planing menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan evaluasi berdasarkan assesment sebagai langkah 5, 6, 7 varney.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan

1. Peraturan menteri kesehatan (Permekes) Nomor 1464/Menkes/10/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan, kewenangan yang di miliki bidan meliputi:

a. Pasal 9

Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:

1) Pelayanan kesehatan ibu 2) Pelayanan kesehatan anak, dan

3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

b. Pasal 11

1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b di berikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah

2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:

(26)

a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiai menyusu dini, injeksi vitamin k 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat.

b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.

c) Penanganan kegawat daruratan, dilanjut dengan perujukan.

d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra skolah.

f) Pemberian konseling dan penyuluhan. g) Pemberian surat keterangan kelahiran, dan h) Pemberian surat keterangan surat kematian. c. Pasal 18

Dalam melaksanakan praktiknya, bidan berkewajiban untuk: 1) Menghormati hak pasien.

2) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.

3) Merujuk kasus yang bukan kewenangan atau tidak dapat di tangani dengan tepat waktu.

(27)

4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.

5) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis.

7) Mematuhi standar.

Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.

2. Keputusan menteri kesehatan (KEPMENKES) nomor

369/Menkes/Kes/111/2007 tentang standar profesi bidan meliputi: a. Pelayanan kebidanan

Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah tedaftar yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.

1) Layanan kolaborasi: adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau dari salah satu sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.

b. Falsafah kebidanan tentang keyakinan fungsi profesi dan manfaat. Mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit,

(28)

dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan, janin atau bayi. c. Asuhan pada bayi baru lahir

Kompetensi ke-6 bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. 1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus

2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir seperti kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, dan bonding attachment.

3) Indikator pengkajian bayi baru lahir seperti APGAR. 4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.

5) Tumbuh kembang ang normal paa bayi baru lahir selama 1 tahun.

6) Memberikan imunisasi pada bayi.

7) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti:caput, molding, mongolian spot, hemangioma.

8) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.

9) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.

10) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi. 11) Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur.

(29)

12) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur klafkula, kematian mendadak, hematoma.

d. Ketrampilan dasar

1) Melakukan penilaian masa gestasi.

2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.

3) Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat.

4) Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian bayi.

5) Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan kefasilitas perawatan kegawatdaruratan.

6) Memberikan dukungan pada orang tua dengan kelahiran ganda.

e. Standar V : Tindakan

1) Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.

2) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.

3) Tindakan kebidanan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan sesuai hasil kolaborasi.

(30)

f. Kewajiban bidan terhadap tugasnya

Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesui dengan kewenangannya dalam mengambil keputusan termaksud mengadakan konsultasi atau rujukan.

3. Standar kebidanan

Standar penanganan kegawatan Obstetri Dan Neonatal (Ada 9 standar) Di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan dan nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal. Seperti telah dibahas sebelumnya bidan diharapkan mampu malakukan penanganan keadaan gawat darurat obstetrik-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi antara lain:

a. Penanganan perdarahan pada kehamilan. b. Penanganan kegawatan pada eklamsia.

c. Penanganan kegawatan pada partus lama/macet. d. Persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor. e. Penanganan retensio plasenta.

f. Penanganan perdarahan pasca partum primer. g. Penanganan perdarahan pasca partum sekunder.

h. Penanganan sepsis puerperalis. i. Penanganan asfiksianeonatorum.

(31)

KONSEP ASUHAN KEBIDANAN

PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ATRESIA ANI

A.Langkah-langkah manajemen kebidanan

1. Langkah I ( pertama ) : pengumpulan data dasar

Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/ orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek (Mufdlilah, 2012; 110).

a. Data subyektif 1)Identitas pasien

a) Nama bayi

Dikaji untuk mengetahui nama lengkap pasien b) Umur/ tanggal lahir

Dikaji untuk mengetahui apakah pasien dalam usia neonatal yaitu bayi baru lahir berusia 0-7 hari.

c) Jenis kelamin

(32)

2)Identitas penanggung jawab a) Nama

Dikaji untuk mengetahui nama lengkap mengkaji nama pasien untuk mengetahui identitas pasien dan nama suami sebagai orang yang bertanggung jawab atas pasien.

b) Umur

Dikaji untuk mengetahui usia dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun maka alat reproduksinya belum matang, mental dan psikisnya belum siap.

c) Jenis kelamin

Dikaji untuk mengetahui apakah jenis kelamin. d) Suku/ Bangsa

Dikaji untuk mengetahui adat-istiadat yang mungkin mempengaruhi status kesehatan bayi dan perawatan pada bayi baru lahir

d) Agama

Dikaji untuk megetahui keyakinan dan kepercayaan keluarga untuk memepermudah memberikan dukungan psikologi pada keluarga sesuai dengan keyakinan keluarga.

(33)

e) Pendidikan

Dikaji untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu bayi sehingga bidan dapat memberikan konseling bayi baru lahir dengan atresia ani sesuai dengan tingkat pengetahuan ibu pasien.

f) Pekerjaan

Dikaji untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi keluarga, karena hal ini berpengaruh dalam status gizi bayi.

g) Alamat

Dikaji untuk mengetahui jarak rumah pasien ke tempat pelayanan kesehatan terdekat dan untuk mempermudah kunjungan rumah, bila diperlukan.

3)Keluhan utama pada bayi

Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh pasien pada saat datang ke tempat pelayanan kesehatan. Pada bayi dengan atresia ani biasanya pada 24-48 jam pertama ditandai dengan bayi tidak mengeluarkan mekonium dan perut kembung.

4)Riwayat kehamilan, a) Riwayat Antenatal

(1) Riwayat obsetri (ibu) :G...P...A... (2) Keluhan yang dialami ibu

(a) TM I : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM 1 ibu ada keluhan apa tidak dan

(34)

mual.

(b) TM II : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM II ibu ada keluhan apa tidak.

(c) TM III : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM III ibu ada keluhan apa tidak.

(3) Kejadian waktu hamil : Dikaji untuk mengetahui apakah pada kehamilannya ibu mengalami kejadian

yang mengganggu

kehamilannya apa tidak. (4) Riwayat Penyakit : Dikaji untuk mengetahui

apakah ibu mempunyai riwayat penyakit menular atau penyakit keturunan apa tidak.

b) Kebiasaan waktu hamil

(1) Makan : Dikaji untuk mengetahui pola

makan ibu supaya kita mendapatkan gambaran bagaimana pasien dalam mencukupi asupan gizinya secara kualitas dan kuantitas.

(35)

selama kehamilan ibu mengkonsumsi obat-obatan selain yang dianjurkan atau tidak dan jika ibu mengkonsumsi obat-obatan maka akan berdampak pada bayinya

yaitu dapat menyebabkan

perkembangan janin dalam rahim terhambat dan terjadi kelainan kongenital.

(3) Merokok : Dikaji untuk mengetahui

apakah ibu selama kehamilnnya ibu mengkonsumsi rokok atau tidak dan jika ibu mengkonsumsi rokok maka akan berdampak pada bayinya yaitu dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi.

5)Riwayat persalinan a) Ketuban

Dikaji untuk mengetahui apakah selama proses persalinan ketuban sudah pecah sebelum pembukaan lengkap, dikaji ketuban pecah jam berapa, warna jernih atau dengan mekonium, jumlah berapa, bagaiman proses kelahiran normal atau dengan tindakan

(36)

medis dan ditolong oleh tenaga kesehatan atau ditolong oleh dukun.

6) Riwayat postnatal a) Nilai APGAR

Dikaji untuk mengetahui apakah pada bayi baru lahir,kondisi bayi pada waktu lahir denyut jantungnya normal atau tidak, pernafasannya normal atau tidak, menangis keras, bergerak aktif, dan warna kemerahan.

b) Kelainan bawaan

Dikaji untuk mengetahui apakah bayi baru lahir mengalami kelainan bawaan atau tidak.

c) Pola pemenuhan sehari-hari

(1)Pola Nutrisi : Dikaji untuk mengetahui pola nutrisi bayi apakah bayi minum ASI atau susu formula, dan biasanya bayi dengan atresia ani jika diberikan ASI bayi akan muntah.

(2)Pola Eliminasi : Dikaji untuk mengetahui pola elimainasi biasanya melipuri frekuensi, warna, dan jumlah, apakah bayi sudah BAB atau belum karena pada kasus bayi dengan atresia ani bayi tidak mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama.

(37)

b. Data obyektif

1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum

Dikaji untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah keadaan umum bayi baik atau tidak, dan biasanya pada atresia ani bayi tampak lemas.

b) Vital Sign

S : Dikaji untuk mengetahui suhu bayi apakah normal atau tidak, biasanya pada kasus atresia ani suhu bayi akan naik karena kekurangan cairan akibat bayi muntah terus. HR : Dikaji untuk mengetahui denyut jantung bayi apakah

normal atau tidak

R : Dikaji untuk mengetahui pernafasan bayi normal atau tidak.

c) Antropometri

Dikaji untuk mengetahui berat badan bayi, panjang badan, LILA, lingkar dada, lingkar kepala.

2) Pemeriksaan fisik a) Kepala

Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala mesosepal, kulit kepala bersih dan ubun-ubun tidak tampak UUK dan UUB.

(38)

b) Muka

Dikaji untuk mengetahui apakah oedem apa tidak, pucat dan tampak kemerahan.

c) Mata

Dikaji untuk mengetahui apakah konjungtiva anemis atau tidak, dan sklera ikterik atau tidak.

d) Hidung

Dikaji untuk menetukan simetris atau tidak, bersih dan tidak ada skret.

e) Telinga

Dikaji untuk menentukan ada penumpukan serumen atau tidak. f) Mulut

Dikaji untuk mengetahui sianosis atau tidak, terdapat labio palatos kizis atau tidak.

g) Leher

Dikaji untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.

h) Dada

Dikaji utuk mengetahui simetris atau tidak, ada pengeluaran atau tidak, dan bentuk normal atau tidak.

i) Ketiak

Dikaji untuk mengetahui ada pembesaran kelenjaran getah bening atau tidak.

(39)

j) Abdomen

Dikaji untuk mengetahui simetris atau tidak, pemeriksaan palpasi terdengar perut kembung, dan biasanya pada kasus atresia ani perut bayi kembung.

k) Genetalia

Dikaji untuk mengetahui labia mayora sudah menutupi labia minora, testis sudah turun atau belum.

l) Ekstremitas

Dikaji untuk mengetahui simetris atau tidak, akral dingin atau tidak.

m) Anus

Dikaji untuk mengetahui terbuka dan melihat pengeluaran feses biasanya pada bayi dengan atresia ani tidak ada lubang pada anus dan tidak mengeluarkan mekonium pada waktu 24-48 jam pertama. Dengan cara memasukkan termometer rektal kedalam anus, biasanya pada kasus atresia ani sewaktu dimasukan termometer rektal ada hambatan seperti ada sekat.

3) Reflek

Rooting : dikaji untuk mengetahui cara mencari puting dan biasanya pada kasus atresia ani reflek rooting baik. Sucking : dikaji untuk mengetahui cara menghisap putting

(40)

Morro :dikaji untuk mengetahui reflek memeluk dan biasanyapada atresia ani refleks morro baik.

Tonicnack : dikaji untuk mengetahui reflek menoleh kekanan dan kekiri dan biasanya pada atresia ani refleks tonicnack baik.

Walking : dikaji untuk mengetahui reflek berjalan atau menggerakan kaki dan biasanya pada atresia ani reflek walking baik.

Graping : dikaji untuk mengetahui reflek menggenggam dan bisanya pada atresia ani reflek graping baik.

c. Pemeriksaan penunjang

Pemerikasaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan atresia ani yaitu :

1) Pemeriksaan radiologik

Untuk mengetahui letak tinggi rendahnya atresia ani, untuk keperluan dilakukan tindakan kolostomi.

2) Pemeriksaan elektrolit

Untuk mengetahui cairan yang ada dalam tubuh bayi apakah bayi mengalami dehidrasi atau tidak, dengan melakukan pemeriksaan kalium, kalsium, natrium, dan klorida.

(41)

2. Langkah II (kedua) : Interpretasi data dasar a. Diagnosa Kebidanan

By Ny. … Umur … Jam...Jenis kelamin... dengan atresia ani. DS :

Keluhan utama :

1) Ibu mengatakan bayinya umur 2 hari.

2) Ibu mengatakan bayinya lemas karena setiap diberikan ASI bayi selalu muntah, dan bayi belum mengeluarkan mekonium pada 24-48 jam pertama.

3) Ibu mengatakan bayinya perutnya membuncit dan kembung. 4) Ibu mengatakan bayinya tidak terdapat lubang pada anus. DO :

1) Pemeriksaan fisik

Perut : buncit dan kembung. Anus : tidak ada lubang. 2) Pemeriksaan penunjang

a) Hasil pemeriksaan radiologik terlihat atresia ani letak tinggi sehingga memerlukan tindakan kolostomi.

b) Pemeriksaan elektrolit. b. Kebutuhan Segera

Tetap memenuhi nutrisi dengan cara lewat infus, tidak dianjurkan memberikan cairan apapun lewat mulut, dan lakukan pencegahan hipotermi.

(42)

3. Langkah III ( ketiga): mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial. a. Diagnosa potensial

Fistula.

4. Langkah IV ( keempat): mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.

b. Kebutuhan Segera

Kolaborasi dengan Petugas radioligik untuk mengetahui seberapa tingkatan atresia ani dan kolaborasi dengan dokter anak untuk penanganan atresia ani.

5. Langkah V (kelima) : a. Planning

Tanggal :

Jam :

1) Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi.

2) Memberikan informasi pada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa bayinya saat ini mengalami kelainan yaitu tidak memiliki lubang pada anus.

3) Jelaskan pada ibu bahwa kelainan yang diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit sehingga bayi menangis dan menjadi rewel, disebabkan penumpukan feses.

4) Beri dukungan emosional dan keyakinan pada ibu. 5) Beritahu ibu agar tidak memberikan apapun lewat mulut.

(43)

6) Beritahu penanggung jawab untuk mengisi inform consent sebagai persetujuan untuk tindakan selanjutnya.

7) Beritahu ibu bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.

8) Beritahu ibu bahwa bayinya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk membuat lubang anus.

9) Baritahu ibu bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat. 6. Langkah VI (keenam) :

a. Pelaksanaan Tanggal :

Jam :

1) Mengobsevasi keadaan umum dan tanada-tanda vital bayi. KU :

RR :

S :

HR :

2) Memberitahu ibu dan keluarga tentang keadaan bayinya saat ini bahwa bayinya mengalami kelainan yaitu tidak mempunyai lubang pada anus.

3) Memberitahu ibu tahu bahwa kelainan yang diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit

(44)

sehingga bayi menangis dan rewel, disebabkan penumpukan feses.

4) Memberi dukungan emosional dan keyakinan pada ibu. 5) Memberitahu ibu agar tidak memberikan apapun lewat mulut. 6) Memeritahu penanggung jawab untuk mengisi inform consen

sebagai persetujuan untuk tindakan selanjutnya.

7) Memberitahu ibu bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.

8) Memberitahu ibu bahwa bayinya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk membuat lubang anus.

9) Membaeritahu ibu bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat.

7. Langkah VII ( ketujuh) : Evaluasi a. Evaluasi

Tanggal :

Jam :

1) Telah dilakukan observasi keadaan dan tanda-tanda vital pada bayi.

2) Ibu dan keluarga sudah mengetahui keadaan bayinya saat ini bahwa mengalami kelainan yaitu tidak memiliki lubang pada anus.

(45)

3) Ibu sudah tahu bahwa kelainan yang di diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit sehingga bayi menangis dan rewel, disebabkan penumpukan feses.

4) Ibu sudah diberi dukungan emosional dan keyakinan. 5) Ibu bersedia untuk tidak memberikan apapun lewat mulut.

6) Penanggung jawab bersedia untuk mengisi inform consen sebagai persetujuan tindakan selanjutnya.

7) Ibu sudah mengetahui bahwa bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.

8) Ibu sudah mengetahui bahwa bayinya kan dilakukan tindakan pembedahan untuk pembuatan lubang anus.

9) Ibu sudah mengetahui bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, menganai tempat tergantung jarak usus yang tersumbat.

Referensi

Dokumen terkait

Posyandu lansia adalah kegiatan rutin yang digerakan oleh PKK dan lembaga swadaya masyarakat dengan bantuan teknis dari petugas kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan

Teknik belajar mengajar keliling kelas bisa di gunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. Namun, jika digunakan untuk anak-anak tingkat dasar

Resep obat adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan

Penerimaan Peserta Didik Baru merupakan proses seleksi akademis calon siswa untuk menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi dalam tingkatan SMP, sebenarnya Pembangunan

Pasien dengan Atresia Bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok yakni, Atresia Bilier terisolasi (Tipe perinatal) yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut Hassan

1) Bersama dengan keluarga dilakukan penyusunan diet yang disesuaikan dengan tingkatan obesitas anak dengan bimbingan ahli gizi. Guna menghindari kehilangan massa otot,

Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas. Tugas kita

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada dokter hewan mengenai kepentingan pemeriksaan rutin serta memberikan informasi kepada klien mengenai penyebab terjadinya