BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Bayi Baru Lahir Normal
a. Pengertian bayi baru lahir normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 sampai 42 minggu dan berat badanya 2.500-4.000 gram (Dewi, 2010: 1).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4.000 gram, nilai APGAR>7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah, dkk, 2010).
b. Ciri-ciri bayi baru lahir normal
Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 8) menyebutkan ciri-ciri bayi baru lahir normal yaitu sebagai berikut:
1) Berat badan 2.500-4.000 gram. 2) Panjang badan 48-52 cm. 3) Lingkar dada 30-38 cm. 4) Lingkar kepala 33-35 cm.
5) Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit. 6) Pernafasan 40-60 x/menit.
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
8) Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.
9) Kuku agak panjang dan lemas. 10)Genetalia
Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora. Laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.
11)Reflek hisap dan menelan sudah berbentuk dengan baik. 12)Refleks morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik. 13)Refleks graps atau menggenggam sudah baik.
14)Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan.
c. Tahapan Bayi Baru Lahir
Menurut Dewi (2010: 3) ada beberapa tahapan bayi baru lahir yaitu:
1) Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk interaksi bayi dan ibu. 2) Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap
inidilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku.
3) Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh. 2. Kelainan Kongenital
a. Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk, 2010: 190).
b. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2007: 724) beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1) Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
2) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intra uterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh
hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
3) Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah infeksi yang tejadi pada periode organogenesis yaitu dalam trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Selain dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya abortus. 4) Faktor obat
Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum oleh wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
5) Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Angka kejadian yang
ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu umur 35-39 tahun, 1:75 untuk kelompok ibu berumur 40-44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6) Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7) Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan.
8) Faktor gizi
Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
9) Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
hipertermi diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. c. Patofisiologi
Menurut Effendy (2008: 47) menyebutkan kelainan kongenital diklasifikasikan sebagaiberikut:
1) Malforasi
Malforasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses
embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap.
Malforasi akibat infeksi rubela, cytomegalovirrus atau
toksoplasmosis biasanya disertai ikterus, purpura dan
hepatosplenomegali, dan berbagai penyakit ibu dapat meningkatkan resiko terjadinya malforasi, diantaranya insulin dependen diabetes melitus, epilepsi, pengkonsumsi alkohol, dan phenylketonuria.
Malforasi digolongkan menjadi dua yaitu:
(a)Malforasi mayor
Malforasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
(b)Malforasi minor
Malforasi minor adalah tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik.
2) Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehaimilan kembar.
Deformasi juga dapat timbul akibat faktor janin seperti presentasi abnormal atau oligohidramnion. Sebagian besar
deformasi mengenai sistim tulang rawan, tulang dan sendi.
Deformasi yang disebabkan oleh setiap faktor yang membatasi gerakan janin akan menyebabkan kompresi dalam jangka panjang dan mengakibatkan postur yang tidak normal.
3) Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan
deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, pada disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbada. Angka kejadian ulang jarang, kecuali bila terdapat malformasi pada uterus. Penyebab tersering adalah robeknya selaput amnion pada kehaimalan muda sehingga tali amnion dapat mengikat erat janin.
4) Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan konganital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan stuktur) akibat fungsi organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan diseluruh tubuh. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup. d. Diagnosis
Menurut Prawirohardjo (2005: 728) diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan beberapa tahap yaitu, tahap prenatal dan tahap post natal.
Indikasi melakukan diagnosis prenatal umumnya dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor resiko untuk melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital. Faktor-faktor ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat adanya kelainan kongenital dalam keluarga, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, faktor umur ibu yang mendekati masa menopouse.
Pencarian kelainan kongenital ini dilakukuan pada kehamilan muda, umumnya pada kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat
Ultrasonografi dapat dilakukan tindakan Amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion yang selanjutnya dilakukan penelitian lebih lanjut.
3. Atresia Ani
a. Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah suatu kelainan malforasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus (Hidayat, 2006: 26). Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 321) atresia anus yaitu
obstruksi pada anus. Atau bisa diartikan juga anus imperforata merupakan defek kongenital dimana lubang anus hilang atau tersumbat. Anus merupakan lubang menuju rektum dimana kotoran meninggalkan tubuh.
b. Etiologi
Atresia ani ini dikarenakan oleh ketidaknormalan perkembangan janin dalam rahim selama kehamilan, kelainan ini
karena tidak berfungsinya secara penuh saluran anus dan akan menjadi kelainan bawaan. Dikatakan kelainan bahwa karena kelainan ini terjadi pada bayi yang didapat segera setelah bayi lahir (Sudarti, Fauziah, 2012: 117).
c. Patofisiologi
Atresia ani terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya, ujung ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur
anorektal. Atresia ani disebabkan karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi pada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan (Hidayat, 2008: 106).
d. Gejala Atresia Ani
Menurut Muslhatun (2010: 135) ada beberapa gejala dalam
Atresia Ani yaitu:
1. Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam. 2. Tinja keluar dari vagina atau uretra.
3. Perut mengembung.
4. Bila menyusu bayi akan muntah. e. Klasifikasi
Menurut Rukiyah, Yulianti (2010: 201) klasifikasi atresia ani dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Tipe I : Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.
2. Tipe II : Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.
3. Tipe III : Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit didaerah anus seharusnya terbentuk lekukan anus.
4. Tipe IV : Saluran anus dan rektum bagian bawah
membentuk suatu kantung buntu yang terpisah pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai suatu kantung buntu. Jenis yang sering ditemukan adalah tipe III sementara tipe IV merupakan bentuk yang paling jarang dijumpai. f. Faktor Resiko Atresia Ani
Atresia ani biasanya merupakan kelainan bawaan, yang ketika dalam kandungan dirahim ibu perkembangan organ reproduksi, yaitu pembuangan tinja tidak sempurna. Pada bayi
wanita mekonium akan keluar melalui vagina, sedangkan pada bayi laki-laki akan keluar melalui uretra (Putra, 2012: 362).
g. Diagnosis
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi
secara tepat dan cermat pada daerah perinium (Rukiyah, Yulianti, 2010: 200).
h. Komplikasi
Menurut Yongky, dkk (2012: 164) bila atresia ani tidak segera mendapatkan penanganan akan terjadi tersumbatnya saluran pencernaan dan konstipasi.
i. Penatalaksanaan
Menurut Sudarti, Khoirunnisa (2010: 118) beberapa penatalaksanaan pada atresia ani adalah:
1. Dilkukan pembedahan untuk membentuk lubang anus. 2. Apabila terdapat fistula juga dilakukan penutupan fistula. 3. Dilakukan rujukan untuk dilakukan foto rontgen.
4. Dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat.
5. Apabila usus pendek maka akan ditarik dan dibuat lubang sementara.
6. Apabila panjang akan dibuat lubang lewat dinding perut, pada usia 5 bulan dapat dibuat cara pembedahan lubang dubur atau tergantung dari kondidi anak.
a. Patwhay
Usia kehamilan 4-6 minggu terjadi gangguan perkembangan didaerah usus dan rektum
janin mengalami kegagalan
pertumbuhan dalam kandungan pada usia 12 minggu.
gejala Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 jam setelah lahir. Tinja keluar dari vagina atau uretra. Perut mengem bung. Bila menyusu bayi akan muntah. Atresia ani
Bayi laki-laki Bayi perempuan
Bagan 1.1 Atresia Ani Prawirohardjo, 2006 Hidayat,AAA, 2008 Faktor kongenital
Fistula direktovagina
BAB keluar dari vagina
Fistula rekto urinaria
BAB keluar dari uretra
Pembedahan colostomi
B. Manajemen Kebidanan
1. Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan, perencanaan dan evaluasi (Mufdilah, dkk, 2012: 110). 2. Asuhan Kebidanan
Asuhan Kebidanan adalah penerapan dan fungsi kegiatan yang menjadi tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan klien yang mempunyai kebutuhan atas masalah dalam bidang kesehatan masa ibu hamil, masa ibu bersalin dan masa nifas (Tresnawati, 2013: 54).
3. Proses Manajemen Kebidanan
Menurut Varney (1997), penatalaksanaan manajemen kebidanan sebagai proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode mengorganisasikan pikiran dan tindakan melibatkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian atau tahapan logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Tresnawati, 2013: 181).
Proses manajemen kebidanan terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dari setiap langkah disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang
dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ini berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a. Langkah 1: Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menetukan langkah berikutnya. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah identifikasi data dasar meliputi pengumpulan data, menggali data atau informasi baik ibu, keluarga, maupun tim kesehatan lainnya atau data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pada pencatatan dokumen medik.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengumpulan data: 1) Data Subyektif
a) Biodata
(1) Identitas pasien (a) Nama bayi
Untuk mengetahui bahwa bayi tersebut anak dari penanggung jawab.
(b)Tanggal lahir
Untuk mengetahui tanggal kelahiran pasien. (c) Jenis kelamin
(2) Identitas penanggung jawab (a) Nama
Untuk lebih mengenal sebagai penanggung jawab pasien.
(b)Umur
Untuk mengetahui umur penanggung jawab. (c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan serta cara pandang agama yang dianutnya.
(d)Suku/bangsa
Untuk mengetahui sosial budaya dan adat istiadat untuk memperoleh gambaran tentang budaya yang dianut oleh penanggung jawab pasien.
(e) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual, karena pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang, serta mempermudah kita untuk berkomunikasi dengan penanggung jawab pasien. (f) Pekerjaan
Untuk memeperoleh gambaran tentang sosial ekonomi.
(g) Alamat
Untuk mengetahui daerah lingkungan tempat tinggal pasien, karena lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan pasien.
b) Keluhan utama pada bayi
Dikaji untuk mengetahui keluhan utama pada bayi. c) Riwayat kehamilan
(1) Riwayat penyakit/kehamilan
Dikaji untuk mengetahui apakah pada kehamilan sebelumnya mengalami perdarahan pada TM 1, kekuranagan asam folat dan sebagainya yang berpotensi menjadikan kelainan kongenital. (2) Kebiasaan waktu hami
Dikaji untuk mengetahui apakah selama kehamilan ibu mempunyai kebiasaan seperti menkonsumsi obat-obatan selain dari bidan, merokok, dan mengkonsumsi alkohol dan sebagainya yang dapat berpotensi mengarah pada kelainan kongenital.
(3) Komplikasi
Dikaji untuk mengetahui apakah sebelumnya terjadi komplikasi yang dapat mengarah pada kelainan kongenital.
d) Riwayat persalinan (1) Ketuban
Dikaji untuk mengetahui kulit ketuban pecah jam berapa, air ketuban berwarna apa, dan berapa banyak jumlahnya.
(2) Persalinan sebelumnya
Dikaji untuk mengetahui berapa lama kala I, kala II, kala III, dan kala IV serta untuk mengetahui kejadian pada saat persalinan dan apakah dilakukan tindakan atau tidak.
e) Riwayat persalinan sekarang
Dikaji untuk mengetahui jenis persalinan normal atau tidak, ditolong oleh siapa, jam/tanggal lahir, jenis kelaimin bayi, berat badan bayi, dan panjang badan bayi.
f) Keadaan bayi baru lahir (1) Denyut jantung
Dikaji untuk mengetahui frekuensi denyut jantung bayi apakah dalam menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.
(2) Usaha nafas
Dikaji untuk mengetahui frekuensi nafas bayi apakah pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.
(3) Tonus otot
Dikaji untuk mengetahui tonus otot pada bayi pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.
(4) Refleks
Dikaji untuk mengetaui refleks pada bayi pada menit pertama dan selanjutnya normal atau tidak.
(5) Warna kulit
Dikaji untuk mengetahui warna kulit bayi apakah warna kulit kemerahan atau tidak.
g) Resusitasi
Dikaji untuk mengetahui apakah bayi sewaktu lahir mengalami asfiksia atau tidak dan dilakukan resusitasi atau tidak.
2) Data obyektif a) Keadaan umum
b) Kesadaran
Dikaji untuk mengetahui seberapa tingkat kesadaran pasien saat dilakukan pemeriksaan.
c) Pemeriksaan umum
Dikaji untuk mengetahui suhu badan bayi, denyut jantung bayi, dan pernafasan bayi.
d) Pemeriksaan fisik
Dikaji dari ujung kepala hingga kaki, untuk mengetahui adanya kelainan yang diderita oleh pasien.
e) pemeriksaan penunjang
Didapat dari hasil pemeriksaan oleh bagian laboratorium, rontgen, dan USG.
b. Langkah 2: Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Standar Nomenklatur Diagnosa Kebidanan: 1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi.
2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan. 3) Memiliki ciri khas kebidanan.
4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan. 5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan. c. Langkah 3: Mengidentifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi (Mufdlilah, dkk, 2012: 117).
d. Langkah 4: Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu bertindak segera demi keselamatan klien, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan (Mufdlilah, dkk, 2012: 117).
e. Langkah 5: Merencenakan Asuhan secara menyeluruh
Pada langkah ini melakukan penyususnan secara menyeluruh rencana asuhan berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Adapun rencana asuhan yang dibuat peneliti antara lain: mendengar keluhan, menjelaskan keadaan yang dialami, memberikan motivasi, menganjurkan agar melakukan pemeriksaan scara teratur, menganjurkan untuk beristirahat teratur, pemeriksaan laboratorium, memberikan informasi tentang perubahan fisik dan psikologis (Tresnawati, 2013: 182).
f. Langkah 6: Pelaksanaan Perencanaan
Tahap ini merupakan tahap penatalaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman. Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman. Penelitian melakukan kegiatan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat (Tresnawati, 2013: 182).
g. Langkah 7: Evaluasi
Tahap ini merupakan tahap terkhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan mengevaluasi tahap asuhan yang telah diberikan, apa benar-benar sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan dalam diagnosa dan masalah. Langkah ini bertujuan mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana manajemen
kebidanan yang sudah dilakukan oleh peneliti pada pasien (Tresnawati, 2013: 182).
4. Metode Pendokumentasian SOAP
Menurut Marmi, Rahardjo (2012: 492) metode pendokumentasian yang dilakukan dalam asuhan kebidanan adalah metode SOAP yang merupakan catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan singkat. SOAP merupakan singkatan dari:
a) Subyektif
Subyektif menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa sebagai langkah 1 varney.
b) Objektif
Objektif menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment sebagai langkah 1 varney.
c) Assesment
Assesment menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan objektif dalam suatu identifikasi. (1)Diagnosa atau masalah.
(2)Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.
(3)Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi atau rujukan sebagai langkah 2, 3 dan 4 varney.
d) Planing
Planing menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan dan evaluasi berdasarkan assesment sebagai langkah 5, 6, 7 varney.
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan
1. Peraturan menteri kesehatan (Permekes) Nomor 1464/Menkes/10/2010 tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan, kewenangan yang di miliki bidan meliputi:
a. Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu 2) Pelayanan kesehatan anak, dan
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b. Pasal 11
1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b di berikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiai menyusu dini, injeksi vitamin k 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat.
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
c) Penanganan kegawat daruratan, dilanjut dengan perujukan.
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra skolah.
f) Pemberian konseling dan penyuluhan. g) Pemberian surat keterangan kelahiran, dan h) Pemberian surat keterangan surat kematian. c. Pasal 18
Dalam melaksanakan praktiknya, bidan berkewajiban untuk: 1) Menghormati hak pasien.
2) Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan.
3) Merujuk kasus yang bukan kewenangan atau tidak dapat di tangani dengan tepat waktu.
4) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan.
5) Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis.
7) Mematuhi standar.
Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
2. Keputusan menteri kesehatan (KEPMENKES) nomor
369/Menkes/Kes/111/2007 tentang standar profesi bidan meliputi: a. Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah tedaftar yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
1) Layanan kolaborasi: adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau dari salah satu sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
b. Falsafah kebidanan tentang keyakinan fungsi profesi dan manfaat. Mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit,
dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan, janin atau bayi. c. Asuhan pada bayi baru lahir
Kompetensi ke-6 bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, komperhensif pada bayi baru lahir sehat sampai dengan 1 bulan. 1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus
2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir seperti kebersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, dan bonding attachment.
3) Indikator pengkajian bayi baru lahir seperti APGAR. 4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5) Tumbuh kembang ang normal paa bayi baru lahir selama 1 tahun.
6) Memberikan imunisasi pada bayi.
7) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti:caput, molding, mongolian spot, hemangioma.
8) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti: hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus.
9) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir sampai 1 bulan.
10) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi. 11) Pertumbuhan dan perkembangan bayi prematur.
12) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial, fraktur klafkula, kematian mendadak, hematoma.
d. Ketrampilan dasar
1) Melakukan penilaian masa gestasi.
2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan bayi yang normal dan asuhannya.
3) Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh sumber daya yang tersedia di masyarakat.
4) Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian bayi.
5) Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam perjalanan rujukan diakibatkan kefasilitas perawatan kegawatdaruratan.
6) Memberikan dukungan pada orang tua dengan kelahiran ganda.
e. Standar V : Tindakan
1) Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
2) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
3) Tindakan kebidanan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan sesuai hasil kolaborasi.
f. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesui dengan kewenangannya dalam mengambil keputusan termaksud mengadakan konsultasi atau rujukan.
3. Standar kebidanan
Standar penanganan kegawatan Obstetri Dan Neonatal (Ada 9 standar) Di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan dan nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal. Seperti telah dibahas sebelumnya bidan diharapkan mampu malakukan penanganan keadaan gawat darurat obstetrik-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi antara lain:
a. Penanganan perdarahan pada kehamilan. b. Penanganan kegawatan pada eklamsia.
c. Penanganan kegawatan pada partus lama/macet. d. Persalinan dengan penggunaan vakum ekstraktor. e. Penanganan retensio plasenta.
f. Penanganan perdarahan pasca partum primer. g. Penanganan perdarahan pasca partum sekunder.
h. Penanganan sepsis puerperalis. i. Penanganan asfiksianeonatorum.
KONSEP ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU LAHIR DENGAN ATRESIA ANI
A.Langkah-langkah manajemen kebidanan
1. Langkah I ( pertama ) : pengumpulan data dasar
Mengumpulkan data adalah menghimpun informasi tentang klien/ orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang rumit karena sifat manusia yang komplek (Mufdlilah, 2012; 110).
a. Data subyektif 1)Identitas pasien
a) Nama bayi
Dikaji untuk mengetahui nama lengkap pasien b) Umur/ tanggal lahir
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien dalam usia neonatal yaitu bayi baru lahir berusia 0-7 hari.
c) Jenis kelamin
2)Identitas penanggung jawab a) Nama
Dikaji untuk mengetahui nama lengkap mengkaji nama pasien untuk mengetahui identitas pasien dan nama suami sebagai orang yang bertanggung jawab atas pasien.
b) Umur
Dikaji untuk mengetahui usia dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun maka alat reproduksinya belum matang, mental dan psikisnya belum siap.
c) Jenis kelamin
Dikaji untuk mengetahui apakah jenis kelamin. d) Suku/ Bangsa
Dikaji untuk mengetahui adat-istiadat yang mungkin mempengaruhi status kesehatan bayi dan perawatan pada bayi baru lahir
d) Agama
Dikaji untuk megetahui keyakinan dan kepercayaan keluarga untuk memepermudah memberikan dukungan psikologi pada keluarga sesuai dengan keyakinan keluarga.
e) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui tingkat pendidikan ibu bayi sehingga bidan dapat memberikan konseling bayi baru lahir dengan atresia ani sesuai dengan tingkat pengetahuan ibu pasien.
f) Pekerjaan
Dikaji untuk mengetahui tingkat sosial ekonomi keluarga, karena hal ini berpengaruh dalam status gizi bayi.
g) Alamat
Dikaji untuk mengetahui jarak rumah pasien ke tempat pelayanan kesehatan terdekat dan untuk mempermudah kunjungan rumah, bila diperlukan.
3)Keluhan utama pada bayi
Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh pasien pada saat datang ke tempat pelayanan kesehatan. Pada bayi dengan atresia ani biasanya pada 24-48 jam pertama ditandai dengan bayi tidak mengeluarkan mekonium dan perut kembung.
4)Riwayat kehamilan, a) Riwayat Antenatal
(1) Riwayat obsetri (ibu) :G...P...A... (2) Keluhan yang dialami ibu
(a) TM I : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM 1 ibu ada keluhan apa tidak dan
mual.
(b) TM II : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM II ibu ada keluhan apa tidak.
(c) TM III : Dikaji untuk mengetahui pada kehamilan TM III ibu ada keluhan apa tidak.
(3) Kejadian waktu hamil : Dikaji untuk mengetahui apakah pada kehamilannya ibu mengalami kejadian
yang mengganggu
kehamilannya apa tidak. (4) Riwayat Penyakit : Dikaji untuk mengetahui
apakah ibu mempunyai riwayat penyakit menular atau penyakit keturunan apa tidak.
b) Kebiasaan waktu hamil
(1) Makan : Dikaji untuk mengetahui pola
makan ibu supaya kita mendapatkan gambaran bagaimana pasien dalam mencukupi asupan gizinya secara kualitas dan kuantitas.
selama kehamilan ibu mengkonsumsi obat-obatan selain yang dianjurkan atau tidak dan jika ibu mengkonsumsi obat-obatan maka akan berdampak pada bayinya
yaitu dapat menyebabkan
perkembangan janin dalam rahim terhambat dan terjadi kelainan kongenital.
(3) Merokok : Dikaji untuk mengetahui
apakah ibu selama kehamilnnya ibu mengkonsumsi rokok atau tidak dan jika ibu mengkonsumsi rokok maka akan berdampak pada bayinya yaitu dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi.
5)Riwayat persalinan a) Ketuban
Dikaji untuk mengetahui apakah selama proses persalinan ketuban sudah pecah sebelum pembukaan lengkap, dikaji ketuban pecah jam berapa, warna jernih atau dengan mekonium, jumlah berapa, bagaiman proses kelahiran normal atau dengan tindakan
medis dan ditolong oleh tenaga kesehatan atau ditolong oleh dukun.
6) Riwayat postnatal a) Nilai APGAR
Dikaji untuk mengetahui apakah pada bayi baru lahir,kondisi bayi pada waktu lahir denyut jantungnya normal atau tidak, pernafasannya normal atau tidak, menangis keras, bergerak aktif, dan warna kemerahan.
b) Kelainan bawaan
Dikaji untuk mengetahui apakah bayi baru lahir mengalami kelainan bawaan atau tidak.
c) Pola pemenuhan sehari-hari
(1)Pola Nutrisi : Dikaji untuk mengetahui pola nutrisi bayi apakah bayi minum ASI atau susu formula, dan biasanya bayi dengan atresia ani jika diberikan ASI bayi akan muntah.
(2)Pola Eliminasi : Dikaji untuk mengetahui pola elimainasi biasanya melipuri frekuensi, warna, dan jumlah, apakah bayi sudah BAB atau belum karena pada kasus bayi dengan atresia ani bayi tidak mengeluarkan mekonium pada 24 jam pertama.
b. Data obyektif
1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum
Dikaji untuk mengetahui keadaan umum bayi apakah keadaan umum bayi baik atau tidak, dan biasanya pada atresia ani bayi tampak lemas.
b) Vital Sign
S : Dikaji untuk mengetahui suhu bayi apakah normal atau tidak, biasanya pada kasus atresia ani suhu bayi akan naik karena kekurangan cairan akibat bayi muntah terus. HR : Dikaji untuk mengetahui denyut jantung bayi apakah
normal atau tidak
R : Dikaji untuk mengetahui pernafasan bayi normal atau tidak.
c) Antropometri
Dikaji untuk mengetahui berat badan bayi, panjang badan, LILA, lingkar dada, lingkar kepala.
2) Pemeriksaan fisik a) Kepala
Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala mesosepal, kulit kepala bersih dan ubun-ubun tidak tampak UUK dan UUB.
b) Muka
Dikaji untuk mengetahui apakah oedem apa tidak, pucat dan tampak kemerahan.
c) Mata
Dikaji untuk mengetahui apakah konjungtiva anemis atau tidak, dan sklera ikterik atau tidak.
d) Hidung
Dikaji untuk menetukan simetris atau tidak, bersih dan tidak ada skret.
e) Telinga
Dikaji untuk menentukan ada penumpukan serumen atau tidak. f) Mulut
Dikaji untuk mengetahui sianosis atau tidak, terdapat labio palatos kizis atau tidak.
g) Leher
Dikaji untuk mengetahui ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak.
h) Dada
Dikaji utuk mengetahui simetris atau tidak, ada pengeluaran atau tidak, dan bentuk normal atau tidak.
i) Ketiak
Dikaji untuk mengetahui ada pembesaran kelenjaran getah bening atau tidak.
j) Abdomen
Dikaji untuk mengetahui simetris atau tidak, pemeriksaan palpasi terdengar perut kembung, dan biasanya pada kasus atresia ani perut bayi kembung.
k) Genetalia
Dikaji untuk mengetahui labia mayora sudah menutupi labia minora, testis sudah turun atau belum.
l) Ekstremitas
Dikaji untuk mengetahui simetris atau tidak, akral dingin atau tidak.
m) Anus
Dikaji untuk mengetahui terbuka dan melihat pengeluaran feses biasanya pada bayi dengan atresia ani tidak ada lubang pada anus dan tidak mengeluarkan mekonium pada waktu 24-48 jam pertama. Dengan cara memasukkan termometer rektal kedalam anus, biasanya pada kasus atresia ani sewaktu dimasukan termometer rektal ada hambatan seperti ada sekat.
3) Reflek
Rooting : dikaji untuk mengetahui cara mencari puting dan biasanya pada kasus atresia ani reflek rooting baik. Sucking : dikaji untuk mengetahui cara menghisap putting
Morro :dikaji untuk mengetahui reflek memeluk dan biasanyapada atresia ani refleks morro baik.
Tonicnack : dikaji untuk mengetahui reflek menoleh kekanan dan kekiri dan biasanya pada atresia ani refleks tonicnack baik.
Walking : dikaji untuk mengetahui reflek berjalan atau menggerakan kaki dan biasanya pada atresia ani reflek walking baik.
Graping : dikaji untuk mengetahui reflek menggenggam dan bisanya pada atresia ani reflek graping baik.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan penunjang yang dapat dilakukan pada bayi baru lahir dengan atresia ani yaitu :
1) Pemeriksaan radiologik
Untuk mengetahui letak tinggi rendahnya atresia ani, untuk keperluan dilakukan tindakan kolostomi.
2) Pemeriksaan elektrolit
Untuk mengetahui cairan yang ada dalam tubuh bayi apakah bayi mengalami dehidrasi atau tidak, dengan melakukan pemeriksaan kalium, kalsium, natrium, dan klorida.
2. Langkah II (kedua) : Interpretasi data dasar a. Diagnosa Kebidanan
By Ny. … Umur … Jam...Jenis kelamin... dengan atresia ani. DS :
Keluhan utama :
1) Ibu mengatakan bayinya umur 2 hari.
2) Ibu mengatakan bayinya lemas karena setiap diberikan ASI bayi selalu muntah, dan bayi belum mengeluarkan mekonium pada 24-48 jam pertama.
3) Ibu mengatakan bayinya perutnya membuncit dan kembung. 4) Ibu mengatakan bayinya tidak terdapat lubang pada anus. DO :
1) Pemeriksaan fisik
Perut : buncit dan kembung. Anus : tidak ada lubang. 2) Pemeriksaan penunjang
a) Hasil pemeriksaan radiologik terlihat atresia ani letak tinggi sehingga memerlukan tindakan kolostomi.
b) Pemeriksaan elektrolit. b. Kebutuhan Segera
Tetap memenuhi nutrisi dengan cara lewat infus, tidak dianjurkan memberikan cairan apapun lewat mulut, dan lakukan pencegahan hipotermi.
3. Langkah III ( ketiga): mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial. a. Diagnosa potensial
Fistula.
4. Langkah IV ( keempat): mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
b. Kebutuhan Segera
Kolaborasi dengan Petugas radioligik untuk mengetahui seberapa tingkatan atresia ani dan kolaborasi dengan dokter anak untuk penanganan atresia ani.
5. Langkah V (kelima) : a. Planning
Tanggal :
Jam :
1) Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi.
2) Memberikan informasi pada ibu tentang hasil pemeriksaan bahwa bayinya saat ini mengalami kelainan yaitu tidak memiliki lubang pada anus.
3) Jelaskan pada ibu bahwa kelainan yang diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit sehingga bayi menangis dan menjadi rewel, disebabkan penumpukan feses.
4) Beri dukungan emosional dan keyakinan pada ibu. 5) Beritahu ibu agar tidak memberikan apapun lewat mulut.
6) Beritahu penanggung jawab untuk mengisi inform consent sebagai persetujuan untuk tindakan selanjutnya.
7) Beritahu ibu bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.
8) Beritahu ibu bahwa bayinya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk membuat lubang anus.
9) Baritahu ibu bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat. 6. Langkah VI (keenam) :
a. Pelaksanaan Tanggal :
Jam :
1) Mengobsevasi keadaan umum dan tanada-tanda vital bayi. KU :
RR :
S :
HR :
2) Memberitahu ibu dan keluarga tentang keadaan bayinya saat ini bahwa bayinya mengalami kelainan yaitu tidak mempunyai lubang pada anus.
3) Memberitahu ibu tahu bahwa kelainan yang diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit
sehingga bayi menangis dan rewel, disebabkan penumpukan feses.
4) Memberi dukungan emosional dan keyakinan pada ibu. 5) Memberitahu ibu agar tidak memberikan apapun lewat mulut. 6) Memeritahu penanggung jawab untuk mengisi inform consen
sebagai persetujuan untuk tindakan selanjutnya.
7) Memberitahu ibu bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.
8) Memberitahu ibu bahwa bayinya akan dilakukan tindakan pembedahan untuk membuat lubang anus.
9) Membaeritahu ibu bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, mengenai tempat tergantung jarak usus yang mampat.
7. Langkah VII ( ketujuh) : Evaluasi a. Evaluasi
Tanggal :
Jam :
1) Telah dilakukan observasi keadaan dan tanda-tanda vital pada bayi.
2) Ibu dan keluarga sudah mengetahui keadaan bayinya saat ini bahwa mengalami kelainan yaitu tidak memiliki lubang pada anus.
3) Ibu sudah tahu bahwa kelainan yang di diderita bayinya menyebabkan tidak dapat buang air besar, perut membuncit sehingga bayi menangis dan rewel, disebabkan penumpukan feses.
4) Ibu sudah diberi dukungan emosional dan keyakinan. 5) Ibu bersedia untuk tidak memberikan apapun lewat mulut.
6) Penanggung jawab bersedia untuk mengisi inform consen sebagai persetujuan tindakan selanjutnya.
7) Ibu sudah mengetahui bahwa bayinya akan dilakukan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan radiologik.
8) Ibu sudah mengetahui bahwa bayinya kan dilakukan tindakan pembedahan untuk pembuatan lubang anus.
9) Ibu sudah mengetahui bahwa dokter bedah akan membuat lubang dubur sementara, menganai tempat tergantung jarak usus yang tersumbat.