• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 11 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN IZIN GANGGUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan pembangunan di Kota Denpasar, maka akan semakin bertambah pula kemungkinan dampak yang ditimbulkan terhadap pencemaran lingkungan;

b. bahwa untuk adanya ketertiban serta dalam rangka pengendalian dan pengawasan guna mendukung bagi terpenuhinya Kota Denpasar yang Bersih, Aman, Lestari, dan Indah, maka dipandang perlu untuk

(2)

mewajibkan setiap kegiatan usaha memiliki Izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan ;

c. bahwa Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2001 tentang Ijin Tempat Usaha Dan Ijin Undang – undang Gangguan (HO) dipandang tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini sehingga perlu ditinjau kembali; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Tempat Usaha dan Izin Gangguan ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Gangguan (HO) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 yang diubah dan disempurnakan terakhir dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 450 ;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

(3)

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3465) ;

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);

5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) ;

(4)

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4389 ) ; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 126, Tambahan

(5)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KOTA DENPASAR dan

WALIKOTA DENPASAR MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN IZIN GANGGUAN

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

(6)

1. Kota adalah Kota Denpasar.

2. Pemerintah Kota Denpasar adalah Pemerintah Kota Denpasar.

3. Walikota adalah Walikota Denpasar.

4. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Daerah Kota Denpasar.

5. Tempat Usaha adalah tempat-tempat untuk melakukan kegiatan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud untuk mencari keuntungan.

6. Izin Tempat Usaha adalah izin yang diberikan bagi tempat-tempat untuk melakukan kegiatan usaha yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud untuk mencari keuntungan yang kegiatan usahanya diperkirakan tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.

7. Izin Gangguan adalah Izin yang diberikan bagi tempat-tempat usaha berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-undang Gangguan / Hinder Ordonantie (HO) Staatsblad Tahun 1926 nomor 226 yang diubah dan disempurnakan dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 14 dan Nomor 450 dan usaha-usaha tertentu lainnya yang dapat mangakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan.

8. Tim Izin Gangguan adalah tim yang dibentuk oleh Walikota untuk memberikan pertimbangan dalam rangka memberikan atau menolak atas permohonan Ijin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan.

(7)

9. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang dijalankan secara tetap dan terus menerus untuk memperoleh keuntungan.

10. Retribusi Perijinan Tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

11. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 12. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya

dapat disingkat SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang. 13. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

14. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.

15. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundang – undangan retribusi Daerah.

(8)

16. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

17. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang diberi tugas khusus sebagai penyidik pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II PERIZINAN

Pasal 2

(1) Setiap orang atau badan hukum yang mendirikan tempat usahanya wajib mendapat Izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan dari Walikota.

(2) Izin Tempat Usaha dan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 5 (lima) tahun.

(3) Jenis-jenis kegiatan usaha yang memerlukan Izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

(9)

BAB III

TATA CARA DAN SYARAT-SYARAT PEMBERIAN IZIN Pasal 3

(1) Untuk memperoleh Izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mengajukan permohonan kepada Walikota melalui Dinas Lingkungan Hidup dengan mengisi formulir yang tersedia.

(2) Permohonan Izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus melampirkan persyaratan sebagai berikut :

a. KTP atau surat keterangan Domisili atau Dokumen Kependudukan lainnya;

b. akta pendirian perusahaan bagi perusahaan yang berbadan hukum ;

c. surat Keterangan Kewarganegaraan bagi Warga Negara Asing (WNA) ;

d. status tanah dan atau bangunan yang dipakai tempat usaha (dilegalisasi);

e. izin Mendirikan Bangunan ;

f. persetujuan prinsip mendirikan usaha bagi usaha dibidang kepariwisataan ;

g. persetujuan Prinsip Penanaman Modal dari BKPM/ BKPMD bagi Perusahaan PMA;

h. surat pernyataan tidak keberatan dari penyanding; i. denah lokasi tempat usaha;

j. bukti pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir;

k. daftar Aktiva dan Jumlah Modal; dan

L pas Photo ukuran 3 x 4 sebanyak 4 (empat) lembar (berwarna).

(10)

Pasal 4

(1) Walikota memberikan atau menolak permohonan Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) setelah memperhatikan pertimbangan Tim izin Gangguan yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

(2) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan – alasan penolakan secara tertulis.

(3) Tim Izin Gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.

Pasal 5

(1) Apabila dalam pengajuan permohonan Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ternyata penyanding keberatan, maka penyanding harus menyampaikan atau menyatakan keberatannya secara tertulis disertai alasan-alasan atas keberatannya.

(2) Atas keberatan penyanding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim Ijin Gangguan mengadakan penelitian dan atau pengkajian sebagai bahan pertimbangan untuk mengabulkan atau menolak keberatan penyanding.

Pasal 6

(1) Dalam hal persyaratan adminstrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) telah lengkap dan benar maka Tim Izin Gangguan melakukan verifikasi untuk membuktikan kebenaran persyaratan dengan kenyataan di lapangan atau lokasi kegiatan usaha.

(11)

(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan secara lengkap dan benar.

(3) Apabila hasil verifikasi telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Walikota dapat menerbitkan Izin Tempat Usaha dan atau Surat Keterangan Izin Gangguan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal selesainya verifikasi.

Pasal 7

(1) Pengusaha yang memindahkan tempat usaha ke lokasi yang lain wajib mengajukan permohonan kepada Walikota.

(2) Pengusaha yang menerima pengalihan izin wajib mengajukan permohonan kepada Walikota.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).

(4) Perusahaan yang karena sesuatu hal menutup usahanya, terus menerus selama 1 (satu) tahun harus melaporkan secara tertulis kepada Walikota. (5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud padav ayat

(1) sampai dengan ayat (3) Pasal ini tidak dipenuhi, maka Walikota dapat mencabut izin yang telah diterbitkan.

Pasal 8

(1) Izin Tempat Usaha dan Izin Gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diperpanjang.

(12)

(2) Izin Tempat Usaha dan Izin Gangguan sebagaimana dimaksuds pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). (3) Permohonan Perpanjangan Ijin sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dengan melampirkan :

a. izin Tempat Usaha dan atau Izin Gangguan yang dimiliki;dan

b. bukti lunas atas pajak dan atau retribusi terkait tahun terakhir.

BAB IV

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 9

Dengan nama Retribusi Izin Tempat Usaha atau Izin Gangguan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin.

Pasal 10

Obyek Retribusi adalah pemberian Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan.

Pasal 11

Subjek Retribusi adalah orang atau badan hukum yang mendapat Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan.

(13)

BAB V

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 12

Retribusi Izin Tempat Usaha golongan retribusi lainnya atau Izin Gangguan digolongkan sebagai Retribusi Perijinan Tertentu.

BAB VI

DASAR PENGENAAN TARIF RETRIBUSI Pasal 13

Dasar pengenaan tarif retribusi adalah setiap pemberian Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan.

BAB VII

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN TARIF Pasal 14

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan.

(2) Biaya sebagaimana dmaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya survei, lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan.

(14)

BAB VIII

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 15

(1) Struktur dan besarnya tarif digolongkan berdasarkan besar kecilnya kegiatan usaha.

(2) Struktur dan besarnya tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Izin tempat Usaha ditetapkan sebagai berikut

1. perusahaan besar Rp. 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah);

2. perusahaan menengah Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);

3. perusahaan kecil Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).

b. Izin Gangguan ditetapkan 0,5 % (setengah persen) dari total nilai aktiva usaha yang bersangkutan dan setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

BAB IX

WILAYAH DAN TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 16

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah tempat pelayan Ijin Tempat Usaha dan atau Ijin Gangguan diberikan.

(15)

(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB X

SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 18

Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

BAB XI

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 19

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2) Retribusi yang terutang dilunasi paling lama 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XII

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 20

(1) Pengeluaran Surat Teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagi awal tindakan pelaksanaan

(16)

penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah

tanggal surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan wajib retribusi belum membayar retribusi terutang maka ijin tidak dapat diberikan.

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 21

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(17)

dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 22

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan menyebutkan :

a. nama dan alamat wajib retribusi ; b. masa retribusi ;

c. besarnya kelebihan pembayaran; d. alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti Penerimaan oleh Pejabat daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Walikota.

Pasal 23

(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.

(18)

(2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) ,pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindahan bukuan sebagai bukti pembayaran.

BAB XIV

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 24

(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain, untuk mengangsur.

(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Walikota.

BAB XV

KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 25

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kedaluwarsa setelah melampui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi , kecuali apabila wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(19)

a. diterbitkan Surat Teguran, atau ;

b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib pajak Retribusi baik langsung maupun tidak langsung;

BAB XVI

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 26

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi admnistrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

Pasal 27

(1) Apabila perusahaan yang telah mendapat ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ternyata sesuai hasil pemeriksaan Tim Izin Gangguan ternyata telah menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan maka perusahaan tersebut diwajibkan menetralisir pencemaran tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya hasil pemeriksaan Tim Izin Gangguan.

(2) Jika pencemaran tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mencapai ambang batas yang membahayakan, Walikota dapat memerintahkan untuk menutup sementara kegiatan usaha tersebut sampai dapat mengatasi pencemaran tersebut. (3) Usaha yang beroperasi tanpa memiliki Ijin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Walikota atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu dapat menutup perusahaan tersebut sampai memperoleh ijin.

(20)

BAB XVII PENYIDIKAN

Pasal 28

(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar diberi wewenang Khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;

b. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan Retribusi;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan dan Retribusi ;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan

(21)

dokumen-f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi;

g. Menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan pemeriksaan identitas orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Perpajakan Daerah dan Retribusi ;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan ;

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah dan Retribusi menurut hukum yang bertanggungjawab.

BAB XVIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 29

(1) Setiap orang atau Badan Hukum yang melanggar ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 8 dan Pasal 9 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah ).

(2) Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(22)

BAB XIX

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30

(1) Bagi perusahaan yang telah memiliki Izin tempat usaha dan atau Izin Gangguan yang telah dikeluarkan sebelum berlaku Peratuaran Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin tersebut dinyatakan habis masa berlaku.

(2) Perusahaan -perusahaan yang telah berjalan / beroperasi tetapi belum memiliki Ijin wajib memperoleh izin paling lama 6 (enam) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Daerah ini.

BAB XX PENUTUP

Pasal 31

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini mulai berlaku Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2001 tentang Ijin Tempat Usaha dan Ijin Undang-undang Gangguan (HO) ( Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2001 Nomor 9) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(23)

Agar setiap orang mengetahui memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Denpasar.

Ditetapkan di D e n p a s a r

pada tanggal 22 September 2005 WALIKOTA DENPASAR,

PUSPAYOGA

Diundangkan di Denpasar pada tanggal 27 Juni 2006

SEKRETARIS DAERAH KOTA DENPASAR,

MADE WESTRA

(24)

P E N J E L A S A N A T A S

PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 7 TAHUN 2005

TENTANG

RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN IZIN GANGGUAN I. UMUM

Menginggat Kota Denpasar adalah merupakan Kota pusat kegiatan Pemerintahan, Pariwisata, Perdagangan serta perekonomian sehingga menyebabkan tumbuhnya bermacam-macam usaha yang perlu dikendalikan keberadaannya sehingga tidak menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah yang ada serta tidak menganggu kelestarian lingkungan. Dengan demikian akan terjamin adanya ketertiban dalam berusaha.

Berhubung dengan hal tersebut diatas maka dipandang perlu mengatur ketentuan Izin Tempat Usaha dan Izin Gangguan dengan Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

(25)

Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h

bahwa surat pernyataan tidak keberatan dari penyanding diberikan oleh penyanding yang bersebelahan dan atau berbatasan langsung dengan tempat dan atau kegiatan usaha yang dimohonkan ijin.

Keberatan oleh penyanding atas kegiatan usaha dan atau tampat usaha harus dinyatakan secara tertulis dengan alasan-alasannya.

(26)

Keberatan oleh penyanding tidak serta merta dpat dijadikan alasan untuk menolak kegiatan usaha / tempat usaha kecuali alasan-alasan tersebut secara adminstrasi, teknis, maupun kondisi dilapangan.

Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup Jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup Jelas.

(27)

Pasal 10 Cukup Jelas. Pasal 11 Cukup Jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1)

Perusahaan Besar, Perusahaan menengah dan Perusahaan kecil adalah Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 591 / MPP / KEP / 10 / 1999 yaitu: a. Perusahaan besar adalah perusahaan yang memiliki modal di atas Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) b. Perusahaan Menengah adalah Perusahaan yang memiliki modal Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah)

c. Perusahaan Kecil adalah Perusahaan yang memiliki modal dibawah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) Ayat ( 2 )

(28)

Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup Jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup Jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas.

(29)

Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup Jelas. Pasal 31 Cukup Jelas. Pasal 32 Cukup Jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, algoritma C4.5 akan digunakan pada penelitian ini karena memiliki tingkat akurasi yang lebih baik

Berdasarkan hasil perhitungan statistik didapatkan hasil signifikansi variabel secara simultan adalah 0,018 dimana hasil tersebut menunjukkan nilai yang lebih kecil

- Berdasarkan pemeriksaan terhadap dokumen LMHHOK periode bulan Mei-Jui 2015 dan dokumen legalitas perizinan, Auditee bukan merupakan ekspotir, produk yang dihasilkan

Berdasarkan hasil analisis dengan bantuan Microsoft Exel 2010 sebagaimana pada lampiran 5 diperoleh bahwa hasil perhitungan regresi sederhana pengaruh LDR

Menimba Isnpirasi dan Gagasan dari Ajaran Iman Kita untuk Mengatasi Ketidakadilan yang Menyebabkan Masyarakat Kita Tidak Dapat Menikmati Situasi yang Damai

Dalam tingkatan ini, tipe sistem yang digunakan dinamakan sistem pendukung bagi eksekutif (ESS) atau seringkali disebut dengan Sistem Informasi Eksekutif (EIS), yaitu sistem

Penularan kontak serumah yang ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan dahak pada keluarga penderita sangat dipengaruhi oleh faktor kepadatan anggota keluarga atau banyaknya

Dari definisi-definisi di atas dapat dikemukakan bahwa pemasaran adalah proses yang melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang mencakup barang dan jasa,