i SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh
Debrina Puspitasari Winarko
Oleh :
Debrina Puspitasari Winarko NIM : 058114119
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh
Debrina Puspitasari Winarko
Oleh :
Debrina Puspitasari Winarko NIM : 058114119
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iii
OPTIMASI PROSES LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN DALAMCOLD CREAMANTI LUKA
EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia(Ten.) Steenis) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
Yang diajukan oleh: Debrina Puspitasari Winarko
NIM : 058114119
telah disetujui oleh
Dosen Pembimbing
vii
penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Proses Lama
Pencampuran dan Suhu Pencampuran dalamCold Cream Antiluka Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia) dengan Metode Desain Faktorial”. Penyusunan
skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan skripsi ini, khususnya:
1. Yesus Yang Maha Rahim atas kasih karunia dan kekuatanNya yang selalu
menyertai hingga akhir.
2. Papi, Mami, dan adikku tercinta atas kasih sayang, doa dan dukungannya
selama ini.
3. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., M. Pharm., Apt., selaku Dosen Pembimbing
yang telah memberikan dukungan, perhatian, semangat, bimbingan, dan
luangan waktu kepada penulis.
4. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji atas kesediaannya memberi saran dan kritik yang membangun bagi penulis
viii
9. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Wagiran, Mas Ottok, Mas Iswandi, Mas Sigit,
serta laboran-laboran lain, atas bantuan selama penulis menempuh
perkuliahan, penelitian, dan proses penyusunan skripsi di Fakultas Farmasi
Univeristas Sanata Dharma.
10. Temanku Dimas yang secara khusus memberi perhatian dan spirit bagiku
dalam penyusunan naskah skripsi.
11. Teman-temanku Fakultas Farmasi angkatan 2005, atas dukungan dan
kebersamaan selama ini.
12. Teman-temanku di GKM International Busineess School atas dukungan dan
semangat dalam menuntaskan skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan pengetahun dan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan yang berpijak pada nilai-nilai humanitas.
x
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Keaslian Karya ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Tujuan Penelitian ... 4
xi
B. Asam Oleanolat ... 6
C. Ekstraksi ... 7
D. Luka ... 7
E. Krim ... 8
1. Karakteristik krim ... 8
2. Cold cream ... 9
3. Parameter sifat fisis dan stabilitas krim ... 9
4. Formulasicold cream ... 11
4.1. Beeswax (Cera alba/malam putih) ... 11
4.2. Lanolin (Adeps lanae/lemak bulu domba) ... 12
4.3. Borax (Natrii tetraboras) ... 12
4.4. Tokoferol (Vitamin E) ... 13
4.5. Sorbitan monooleat (Span 80) ... 14
4.6. Tween 80 ... 14
4.7. Virgin Coconnut Oil ... 15
F. Pencampuran ... 16
G. Metode Desain Faktorial ... 17
H. Landasan Teori ... 19
I. Hipotesis ... 20
xii
2. Definisi Operasional ... 21
C. Alat dan Bahan Penelitian ... 23
D. Tata Cara Penelitian ... 24
1. Ekstraksi daun binahong ... 24
2. Pembuatan krim ekstrak daun binahong ... 24
3. Uji sifat fisik dan stabilitas krim ekstrak daun binahong ... 25
a. Uji daya sebar ... 25
b. Uji viskositas ... 26
c. Uji tipe krim ... 26
d. Uji ukuran droplet ... 27
e. Uji persen pemisahan fase ... 27
E. Optimasi dan Analisis Data ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Determinasi Tanaman ... 29
B. Ekstraksi Daun Binahong ... 29
C. Pembuatan Krim Ekstrak Daun Binahong ... 30
D. Pengujian Tipe Krim ... 31
1. Metode pewarnaan ... 31
2. Metode pengenceran ... 32
xiii
1. Daya sebar ... 39
2. Viskositas ... 40
3. Contour plot super imposed ... 41
G..Stabilitas Krim Ekstrak Daun Binahong ... 42
1. Distribusi ukuran droplet ... 42
2. Pergeseran ukuran droplet ... 43
H..Pergeseran Viskositas dan Pemisahan Fase ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
A. Kesimpulan ... 47
B. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
LAMPIRAN ... 51
xiv
dan dua level ... 18
Tabel II. Percobaan desain faktorial ... 25
Tabel III. Hasil pengukuran sifat fisis krim ekstrak krim ekstrak
daun binahong ... 33
Tabel IV. Efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran, dan
interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat
fisis krim ekstrak daun binahong ... 33
Tabel V. Hasil perhitunganyate’s treatmentpada respon daya sebar .. 35
Tabel VI. Hasil perhitunganyate’s treatmentpada respon viskositas ... 38
Tabel VII. Hasil pengukuran persen pergeseran viskositas dan
xv
Gambar 2. Asam oleanolat ... 7
Gambar 3. Krim binahong secara mikroskopis dengan penambahan
sudan III ... 32
Gambar 4. Hasil pengenceran krim ekstrak daun binahong dengan
air (4a) dan minyak (4b) ... 32
Gambar 5. Grafik hubungan antara lama pencampuran dan
daya sebar (5a) serta hubungan antara suhu pencampuran
dan daya sebar krim ekstrak daun binahong (5b) ... 35
Gambar 6. Grafik hubungan antara lama pencampuran dan
viskositas (6a) serta hubungan antara suhu pencampuran
dan viskositas krim ekstrak daun binahong (6b) ... 37
Gambar 7. Contour plotdaya sebar krim ekstrak daun binahong... 39
Gambar 8. Contour plotviskositas krim ekstrak daun binahong ... 40
Gambar 9. Contour plot super imposed krim ekstrak daun binahong 41
Gambar 10. Grafik distribusi ukuran droplet vs frekuensi ... 42
Gambar 11. Kurva nilai tengah diameter droplet vs frekuensi
untuk formula (1) ... 43
Gambar 12. Kurva nilai tengah diameter droplet vs
xvi
xvii
Lampiran 2.Data sifat fisis dan stabilitas ... 53
Lampiran 3.Data mikromeritik ... 56
Lampiran 4.Perhitungan efek sifat fisis dan stabilitas ... 59
Lampiran 5.Persamaan regresi ... 62
Lampiran 6.Yate’s treatment ... 65
xviii
Penelitian ini memakai rancangan eksperimental dengan metode desain faktorial dua faktor : lama pencampuran-suhu pencampuran, dan dua level. Yang dioptimasi dalam proses pencampuran adalah sifat fisis yang meliputi daya sebar dan viskositas. Data hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakanyate’s treatmentdengan tingkat kepercayaan 95%.
Dari hasil percobaan optimasi dilakukan berdasarkan respon daya sebar dan viskositas. Faktor suhu pencampuran merupakan faktor yang dominan dan signifikan dalam menentukan respon daya sebar, serta berpengaruh signifikan dalam menentukan respon viskositas. Interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas, dan distribusi ukuran droplet.Contour plot superimposedmenunjukkan area optimum dari daya sebar, dan viskositas pada level yang diteliti yaitu 5-7 cm dan 50-80 d.Pa.s.
xix
This study was experimental research with two factors, mixing duration and mixing temperature, into two levels factorial design. The mixing process effects were investigated on the physical properties of the cream such as spreadability, and viscosity. The data were analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence.
The results showed that the optimation was conducted based on the response of viscosity and spreadability. Mixing temperature was significant and dominant on determining spreadability and was significantly influenced on determining viscosity, whereas the temperature-mixing duration interaction was significant influency in the viscosity and droplet size. The superimposed contour plot showed the optimum area of spreadability and viscosity. On the level studied, with the criteria which are 5-7 cm, and 50-80 d.Pa.s respectively.
BAB I
PENGANTAR
A. Latar belakang
Luka merupakan kerusakan pada kulit. Luka dapat diakibatkan cidera
secara mekanik, terbakar, dan kondisi medis berupa bisul (Morison, 2004).
Penyembuhan luka yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
dapat cenderung terjadi.
Tumbuhan binahong (Anredera cordifolia) yang berasal dari daerah
Amerika Selatan mengandung asam oleanolat pada bagian daunnya dan diketahui
memiliki aktifitas sebagai penyembuh luka (Moura-Letts, Villegas, Marcalo,
Vaisberg, and Hammond, 2006).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan optimasi formula span 80 dan
tween 80 dalam cold cream obat luka ekstrak daun binahong (Anredera
cordifolia(Ten.)Steenis.) dengan metode simplex lattice design (Paramita, 2008).
Dalam penelitian tersebut belum diketahui pengaruh proses pencampuran
terhadap krim dengan formula yang optimum.
Menurut Voigt (1994), pencampuran merupakan proses penting dalam
pembuatan sediaan obat dengan tujuan mencapai homogenitas partikel, penulis
beranggapan bahwa proses pencampuran merupakan bagian penting dalam
pembuatan suatu sediaan sehingga perlu dilakukan optimasi.
Proses pada pencampuran dapat mempengaruhi sifat fisis suatu sediaan,
pada penelitian ini sediaan dalam bentuk krim. Maka dapat dikatakan bahwa
pengaruh proses pencampuran sangatlah penting. Banyak faktor yang
mempengaruhi proses pencampuran. Namun faktor yang berpengaruh paling
besar dan dapat dikendalikan diantaranya adalah lama pencampuran dan suhu
pencampuran. Suhu pencampuran dapat mempengaruhi tegangan permukaan
sehingga hal ini dapat mempengaruhi sifat fisis krim, sedangkan dari lama
pencampuran yang digunakan memungkinkan paparan gaya geser yang diberikan
pada krim yang memungkinkan terjadinya perubahan sifat fisis krim.
Dari uraian diatas, maka masih diperlukan penelitian lebih lanjut tentang
optimasi proses sediaan krim ekstrak daun binahong. Optimasi proses sediaan
krim dalam penelitian ini lebih mengarah pada optimasi lama pencampuran dan
suhu pencampuran dalam proses pembuatannya. Optimasi proses ini perlu
dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama pencampuran dan suhu pencampuran
terhadap sifat fisis dan stabilitas sehingga diperoleh sediaan krim yang sesuai
dengan persyaratan mutu.
Metode yang dipakai yaitu desain faktorial merupakan metode rasional
yang menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang
berpengaruh terhadap kualitas produk. Desain faktorial dipakai dalam penelitian
dimana efek dari kondisi yang berbeda dalam penelitian yang akan diketahui.
Dengan demikian, metode ini merupakan metode yang sesuai untuk menentukan
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Diantara lama pencampuran dan suhu pencampuran, manakah yang paling
mempengaruhi sifat fisis krim ekstrak daun binahong?
2. Adakah area optimum dalam proses pencampuran krim ekstrak daun binahong
dengan perbandingan lama pencampuran dan suhu pencampuran?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang optimasi proses
pencampuran dalam cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia)
sebagai anti luka dengan pembanding lama pencampuran dan suhu dengan metode
desain faktorial, belum pernah dilakukan. Penelitian terkait tanaman binahong
yang pernah dilakukan adalah “Optimasi Formula Span 80 dan Tween 80 dalam
Cold Cream Obat Luka Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.)Steenis.) dengan MetodeSimplex Lattice Design” (Paramita, 2008).
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai optimasi proses
pencampuran sediaan krim ekstrak binahong guna menunjang perkembangan
b. Manfaat Metodologis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang farmasi terutama
dalam aplikasi metode desain faktorial.
c. Manfaat Praktis
Memperkaya masukan informasi bagi industri farmasi dan atau industri
obat tradisional yang memproduksi sediaan krim dengan zat aktif ekstrak daun
binahong.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui diantara lama pencampuran dan suhu pencampuran, manakah yang
paling mempengaruhi sifat fisis ekstrak krim daun binahong.
2. Mengetahui adakah area optimum dalam proses pencampuran krim ekstrak
daun binahong dengan perbandingan lama pencampuran dan suhu
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Binahong (Anredera cordifolia(Ten.)Steenis.)
1. Keterangan botani
Menurut Boussingaultia cordifolia Kunth 1825, binahong (Anredera
cordifolia) memiliki sinonim Boussingaultia gracilis Miers, Boussingaultia
cordifolia, Boussingaultia baselloides(Wagner, 1999).
Berdasarkan Bihrmann’s Caudiciform (2003), tanaman binahong
termasuk golongan famili Basellaceae yang digambarkan oleh Bail pada tahun
1888. tanaman ini ditemukan di Amerika Selatan sekitar Ekuador. Tanaman ini
membutuhkan drainasi tanah yang baik, beberapa air dan cahaya matahari.
Rhizoma akan tumbuh sampai 4 cm dan tingginya mencapai 6 m. Bunganya
putih dan tanaman ini dapat dikembangbiakan baik dengan dipotong,dengan
benih dan umbinya (Wagner, 1999).
2. Morfologi tanaman
Berdasarkan Swaziland’s Alien Plant Database, batangya merambat,
tipis dan sering kemerah-merahan. Daun subsessile atau dengan panjang
tangkai daun 1-2 cm, umumnya terdapat akar umbi kecil pada ketiak daun.
Helaian daun berukuran 2-11-(13) x 1.75-10-(11) cm, berbentuk oval dan
lebar, agak berair sampai berair banyak mengikuti derajad pencahayaan,
pangkal daunsubcordate ataucordate; puncaknya tumpul. Racemessederhana
atau 2-4 cabang batang,panjangnya sampai 18 cm dan umumnya mengeluarkan
ibu tangkai bunga, dengan sejumlah bunga-bunga putih kecilyang wangi.
Tangkai bunga panjangnya 2-3 mm; daun pelindung panjangnya 1.5-1.8 mm,
lanceolate-subulate. Daun tangkai terendah panjangnya 0.5-1 mm, cupulate;
Daun tangkai atas sampai 2-2.5 mm,suborbicular. Bunga panjangnya 2-3 mm,
membujur elips sampai elips melebar. Tangkai sari berbentuk segitiga sempit,
dan menyebar. Tangkai kepala putiknya satu, lebih pendek dari benang sari;
bercabang 1/2-3/4 panjangnya; kepala putikclavate (Wagner, 1999).
Gambar 1.Anredera cordifolia(Ten.) Steenis
B. Asam Oleanolat
Asam oleanolat merupakan komponen triterpenoid yang banyak terdapat
di alam. Senyawa ini diketahui memiliki aktivitas hepatoprotektif, antiinflamasi,
dan antihiperlipidemik. Asam oleanolat dapat menyembuhkan luka 43% lebih
cepat dibanding luka tanpa pemberian obat apapun. Senyawa ini tidak toksik, dan
sudah digunakan dalam kosmetik dan produk kesehatan (Moura-Letts et al, 2006).
Gambar 2. Asam Oleanolat
Asam oleanolat dapat mempercepat penyembuhan luka baik luka berupa
luka potong, abrasi sampai bisul (Anonim, 2008).
C. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
senyawa ekstrak yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain
(Anonim, 1995).
Maserasi merupakan cara ekstraksi zat aktif menggunakan cairan
pengekstraksi dengan penggojogan atau pengadukan pada suhu ruangan dan
mengalami pengadukan secara konstan. Maserasi merupakan metode yang paling
banyak digunakan dalam proses ekstraksi. Metode ini mempunyai keuntungan
yaitu reprodusibel (List dan Schimdt, 1989).
D. Luka
Luka dapat diidentifikasikan sebagai kerusakan pada kulit secara fisika,
(Anonim, 1995)). Luka dapat diakibatkan cidera secara mekanik, terbakar, dan
kondisi medis berupa bisul (Morison, 2004).
E. Krim
1. Karakteristik krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah
ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang
mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi dalam
minyak dan minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air dan dispersi
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan
estetika (Anonim, 1995).
Praktek yang umum dalam memformulasi emulsi adalah melarutkan
atau mendispersi komponen lipofilik pada fase yang sesuai sebelum
emulsifikasi dilakukan. Maka dari itu, komposisi yang larut minyak atau yang
dapat didispersikan dalam minyak dicampurkan pada fase minyak dan
komposisi yang larut air atau yang dapat didispersikn dalam air dicampurkan
2.Cold cream
Cold cream merupakan emulsi untuk kosmetik. Emulsi ini pada
prinsipnya merupakan kombinasi antara lilin alami dan minyak sayur (beeswax
tradisional dan minyak zaitun). Sesuai dengan perubahan zaman, minyak
mineral menggantikan minyak sayur yang kurang stabil dan memunculkan
basis yang lebih modern. Dengan penambahan borax ke dalam formula
meningkatkan kestabilan emulsi akibat reaksinya dengan asam lemak dalam
lilin alam yang menghasilkan sabun sodium yang merupakan emulgator in situ
(Wilkinson, 1982).
3. Parameter sifat fisik dan stabilitas krim
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; makin tinggi viskositas maka makin tinggi tahanannya (Martin et
al.,1993). Peningkatan viskositas akan menaikkan waktu retensi pada tempat
aksi tetapi akan menurunkan daya sebar (Garget al.,2002).
Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dari formulasi
sediaan topikal dan bertanggungjawab untuk ketepatan transfer dosis atau
melepaskan bahan obatnya, dan kemudahan penggunaannya. Daya sebar
berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau preparasi semisolid
yang berhubungan langsung dengan koefisien friksi. Faktor yang
mempengaruhi daya sebar adalah formulanya, kecepatan dan lama tekanan
penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi pelarut
dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi. (Garget al., 2002)
Emulsi yang stabil adalah dimana droplet fase terdispersinya tetap
memiliki sifat asalnya dan terdistribusi secara merata dalam fase kontinyu.
Bermacam-macam tipe deviasi dari emulsi yang ideal dapat terjadi.
1. Koalesen
Koalesen dari gelembung minyak tipe O/W tertahan dengan adanya
lapisan emulsifier yang teradsorbsi kuat secara mekanis disekitar setiap
gelembung. Dua gelembung yang saling berdekatan satu sama lain akan
menyebabkan permukaan yang berdekatan tersebut menjadi rata. Perubahan
dari bentuk bulat menjadi bentuk lain menghasilkan peningkatan luas
permukaan dan karenanya meningkatkan energi bebas permukaan total
(Aulton, 2002).
2. Creaming
Creaming adalah pemisahan emulsi menjadi 2 bagian, dimana
bagian yang satu memiliki fase dispersi lebih banyak dari bagian yang lain.
Emulsi yang mengalami creaming terlihat tidak elegan dan jika emulsi tidak
digojog secara cukup, ada kemungkinan pasien tidak mendapat dosis yang
benar.
Mempertimbangkan pemakaian dari hukum Stokes bahwa laju
terbentuknya creaming berbanding terbalik dengan viskositas. Dengan
bergerak” sehingga kemungkinan untuk terjadinya creaming (fase dispersi
mengendap) menjadi kecil (Aulton, 2002).
3. Cracking
Kerusakan yang lebih besar daripada creaming pada suatu emulsi
adalah penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase
tersebut menjadi suatu lapisan. Pemisahan emulsi ini disebut cracking.
Usaha untuk menstabilkan kembali emulsi tersebut dengan penambahan zat
pengemulsi tambahan dan pemrosesan kembali dengan mesin yang sesuai
untuk dapat memproduksi emulsi kembali (Ansel, 2005).
4. Formulasicold cream
4.1. Beeswax (Cera alba /malam putih )
Beeswax merupakan lilin natural yang diproduksi dari sarung lebah
oleh lebah madu dari genus Apis. Komponen utama dari beeswax adalah
myricyl palmitate, yang merupakan ester dari alkohol tingkat tinggi.Beeswax
bukan merupakan emulgator yang baik namun senyawa ini berguna sebagai
stabilitor dari krim A/M di manabeeswaxmemfasilitasi pencampuran dengan
air (Anonim, 2008).
Beeswax mengandung (a) sedikit esters dari kolesterol (sterol
meghasilkan emulsi A/M) dan (b) asam serotik bebas (C23H51COOH). Asam
ini bereaksi dengan borax, menghasilkan sabun yang digunakan sebagai
Bila dipanaskan pada suhu diatas 85°C, beeswax akan mengalami
diskolorasi (Anonim, 1995).
4.2. Lanolin (Adeps lanae/ lemak bulu domba)
Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan,
diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linne (Familia Bovidae) yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih
dari 25%.. Antioksidan yang sesuai dapat diberikan pada lanolin sejumlah
tidak lebih dari 0,02%. Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning;
bau khas. Kelarutan tidak larut dalam air; dapat bercmpur dengan air lebih
kurang 2 kali beratnya; agak sukar larut dalam etanol dingin; lebih larut
dalam etanol panas; mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform. Jarak
leburnya antara 38˚dan 44˚C (Anonim, 1995).
Lanolin merupakan campuran dari kolesterol dan ester dari beberapa
asam lemak. Lanolin tidak larut dalam air, namun membentuk emulsi.
Lanolin dapat digunakan untuk merawat bibir pecah, ruam, kulit kering, gatal,
luka potong ringan, luka bakar ringan, kulit lecet. Sebagai basis mudah
diabsorbsi ke dalam kulit, memfasilitasi absorbsi dari senyawa bahan aktif
(Anonim, 2005).
4.3.Borax(Natrii tetraboras)
Borax disebut juga Natrii tetraboras atau Natrium tetraborat,
dan tidak lebih dari 105,0% Na2B4O7.10H2O. Umumnya berupa serbuk putih
dari kristal tak berwarna atau putih dan tidak berwarna. Mudah larut dalam
air mendidih dan dalam gliserin, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Borax dikombinasikan dengan beeswax, membentuk emulsi
beeswax-borax. Borax digunakan dalam cold cream untuk meningkatkan
stabilitas krim dan membentuk tekstur krim yang baik. Ketika larutan borax
dicampurkan ke dalam lelehanbeeswax, garam sodium dari asam lemak akan
terbentuk pada lapisan antara fase minyak dan air yang berfungsi sebagai
emulgator internal. Jumlah borax yang digunakan untuk menetralkan
beeswax dalam cold cream berkisar antara 5-16% (Wilkinson, J.B., dan
Moore, R.J., 1982).
4.4. Tokoferol (Vitamin E)
Tokoferol adalah bentuk α tokoferol, C29H50O2, termasuk d-atau dl-α
tokoferol. Sediaan d-atau dl-α tokoferol mengandung tidak kurang dari 3,0%
tokoferol jumlah, dan kadar diatur dengan penambahan pembawa yang
cocok. Kadar tokoferol jumlah tidak kurang dari 50,0% terdiri dari d-atau
dl-α tokoferol. Pemerian α tokoferol cairan seperti minyak, kuning jernih.
Melebur pada suhu 75°C. Kelarutan praktis tidak larut dalam air; sukar larut
dalam larutan alkali, larut dalam etanol dan eter. Tokoferol berkhasiat sebagai
Vitamin E memiliki efek sebagai antioksidan. Antioksidan
merupakan substansi yang menunda atau mencegah proses auto-oksidasi
lemak dan hasil dari proses auto-oksidasi tersebut (Anonim, 1995).
4.5. Sorbitan monooleat(Span 80)
Sorbitan ester merupakan cairan berminyak berwarna kuning
kecoklatan dengan gugus hidrofobik yang membantu kelarutan minyak dan
merupakan emulgator untuk emulsi A/M. Senyawa ini tidak larut dalam
air tetapi dapat terdispersi dalam air dingin atau air hangat. Umumnya
digunakan dalam pembuatan emulsi, krim dan salep sebagai emulgator.
Bila digunakan tanpa campuran apapun, membentuk emulsi A/M. Namun
dikombinasikan dengan polysorbate dengan komposisi tertentu dapat
membentuk emulsi A/M maupun M/A. Krim dengan sorbitan memiliki
tekstur yang halus dan stabil (Aulton, 1991).
Sorbitan monooleat memiliki pemerian sebagai berikut : warna
kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam, rasa lunak. Span
80 tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan alkohol, tidak
larut dalam propilen glikol, larut dalam hampir semua minyak mineral dan
nabati, sedikit larut dalam eter (Anonim, 1988).
4.6. Tween 80
Polysorbate merupakan polyethylene glycol turunan dari sorbitan
oranye atau dalam bentuk padatan lilin. Zat ini bersifat netral, tidak
mudah menguap dan stabil terhadap suhu. Sebagian besar larut atau
terdispersi dalam air.Polysorbatemenghasilkan emulsi M/A dengan tekstur
yang halus, stabil pada konsentrasi elektrolit yang tinggi dan perubahan
pH. Zat ini berguna untuk pembuatan krim dan salep yang larut dalam
air dan mudah dicuci air. Umumnya polysorbate dimodifikasi dengan
sorbitan ester dalam penggunaannya untuk pembuatan emulsi A/M atau
M/A (Aulton, 1991).
Tween 80 merupakan cairan minyak yang berwarna kuning terang
atau kuning kecoklatan dengan bau khas dan rasa agak pahit. Senyawa ini
larut dalam air, alcohol, kloroform, eter, etil asetat,methanol dan dalam 125
bagian minyak biji kapas. Senyawa ini praktis tidak larut dalam eter minyak
bumi, paraffin cair, danfixed oil(Anonim, 1988).
4.7. Virgin Coconut Oil
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak yang diproses dari
buah kelapa tanpa mengalami pemanasan. VCO mempunyai kenampakan
bening serta mengandung banyak asam laurat. VCO mengandung asam lemak
rantai menengah (Medium Chain Fatty Acid/MCFA) (Timoti, 2005).
Manfaat VCO untuk kesehatan manusia antara lain mengurangi atau
dan membantu mengendalikan kadar gula darah. Dalam bidang kosmetik,
VCO biasa digunakan dalam krim perawatan wajah (Surtiningsih, 2006).
F. Pencampuran
Pencampuran merupakan proses perubahan tata letak partikel yang satu
terhadap partikel lainnya. Fungsi pencampuran adalah untuk memungkinkan
tercapainya homogenitas campuran dari dua atau lebih bahan (Aulton, 2002).
Tingkat pencampuran tergantung pada lama pencampuran, meskipun
demikian pencampuran yang berlangsung lama tidak menjamin tercapainya
homogenitas ideal yang dikehendaki, sebab proses pencampuran maupun proses
pemisahan pada saat yang sama berlangsung secara kompetitif dan tetap (Voigt,
1994).
Suhu harus dijaga selama proses pencampuran, hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya pemadatan atau kristalisasi yang terlalu cepat atau tidak
sesuai dari senyawa yang memiliki titik leleh tinggi selama proses pencampuran
(Lieberman, Martin, dan Rieger, 1996).
Sifat fisis emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh
banyak faktor lain seperti kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser, dan
waktu pencampuran (lama pencampuran) (Nielloud dan mestres, 2000).
Permasalahan yang sering muncul pada pencampuran semisolid pada
kenyataannya berbeda dengan pencampuran sediaan padat atau cair, sediaan
Oleh karena itu harus digunakan mixer yang sesuai dengan pencampuran pada
sediaan semisolid (Aulton, 2002).
Tipemixeruntuk sediaan semisolid ada dua macam yaitu planetarymixer
dan sigma blademixer. Dalam penelitian ini digunakan tipemixer yaitu planetary
mixer(Aulton, 2002).
J. Metode Desain Faktorial
Metode factorial design adalah sistem desain eksperimental dimana
faktor-faktor yang terlibat dalam suatu reaksi atau proses dapat dievaluasi secara
simultan dan mengukur efek dari faktor-faktor tersebut. Teknik ini bisa diterapkan
dalam masalah farmasi, dan menjadi dasar bagi berbagai macam percobaan atau
penelitian untuk mencari pemecahan yang optimum (Amstrong,1996).
Factorial design sederhana salah satunya adalah dengan dua faktor pada
dua level (rendah dan tinggi), 22 . Hal ini berarti ada dua faktor yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu pada level rendah dan
tinggi (Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus:
Y = bo+ b1X1+ b2X2+ b12X1X2……….(1)
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan
bo = rata-rata hasil semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
percobaan (2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).
Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk
percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan
formulaabuntuk percobaan IV (Bolton, 1997).
Rancangan percobaan desain faktorial sebagai berikut:
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
a + -
-b - +
-ab + + +
Keterangan:
(-) = level rendah
(+) = level tinggi
Percobaan (1) = faktor A level rendah, faktor B rendah
Percobaana = faktor A level tinggi, faktor B rendah
Percobaanb = faktor A level rendah, faktor B tinggi
Percobaanab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi
(Bolton, 1997)
Efek masing-masing faktor dan interaksinya dapat dihitung sebagai
rata-rata selisih antara respon pada level rendah dengan respon pada level tinggi. Efek
dan interaksi faktor yang diteliti dapat dirumuskan menjadi persamaan berikut:
Efek faktor A = ((a-(1)) + (ab-b)) / 2
Interaksi = ((ab-b)) + ((1)-a) / 2 (Bolton, 1990).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).
K. Landasan Teori
Preparasi dan pencampuran merupakan salah satu kriteria yang penting
yang perlu diperhatikan agar diperoleh sediaan krim yang memiliki sifat fisis,
stabilitas, dan daya iritasi kulit sesuai dengan syarat sediaan yang ditentukan
(Lieberman, 1996).
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pencampuran. Dua faktor yang
berpengaruh besar dan dapat dikendalikan adalah lama pencampuran dan suhu
pencampuran.
Sangatlah penting untuk mengontrol temperatur untuk meyakinkan bahwa
kontrol temperatur tidak merugikan stabilitas produk. Peningkatan temperatur
dapat menyebabkan degradasi fisika atau kimia pada produk obat, pembawa, zat
aktif, atau komponen penyusun atau pengawet. Lebih jauh, peningkatan
temperatur dapat menyebabkan zat-zat yang tidak larut menjadi larut, mengendap
kembali, atau mengubah bentuk partikel atau bentuk kristalin (Lieberman, 1996).
Peningkatan suhu pencampuran akan menurunkan tegangan permukaan antara dua
satu fase ke dalam fase yang lain dan memungkinkan droplet dapat segera
terbentuk.
Lama pencampuran memiliki pengaruh pada proses emulsifikasi. Pada
awal pencampuran droplet-droplet akan terbentuk, tetapi pada tahap berikutnya
kemungkinan koalisi antar droplet menjadi lebih sering, sehingga dapat terjadi
penggabungan. Lama pencampuran memiliki waktu optimum dan apabila
melebihi waktu optimum ini justru menyebabkan terjadinya pemisahan.
L. Hipotesis
Respon daya sebar dan viskositas dari lama pencampuran level rendah
berbeda dengan lama pencampuran level tinggi. Respon daya sebar dan viskositas
dari suhu pencampuran level rendah berbeda dengan suhu pencampuran level
tinggi. Respon daya sebar dan viskositas dari lama pencampuran level rendah
dengan suhu pencampuran level rendah dan tinggi berbeda dengan lama
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental yang bersifat
eksploratif, dengan desain penelitian secara desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian
a) Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah lama pencampuran dan suhu
pencampuran dengan 2 level (level rendah dan level tinggi).
b) Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah daya sebar, dan
viskositas.
c) Variabel Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah lama
penyimpanan, wadah penyimpanan, peralatan pencampuran (mixer,
wadah pencampur).
d) Variabel Pengacau Tak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu
penyimpanan.
2. Definisi Operasional
a) Krim ekstrak daun binahong adalah sediaan setengah padat yang
berbentuk cold cream dengan bahan aktif ekstrak daun binahong dengan
formula yang telah ditentukan dan dibuat sesuai prosedur pembuatan krim
penelitian Paramita (2008).
b) Faktor adalah setiap besaran yang berefek terhadap respon baik kualitatif
maupun kuantitatif, dalam hal ini adalah lama pencampuran (menit)
sebagai faktor a dan suhu pencampuran (°C) sebagai faktor b.
c) Level adalah tingkatan jumlah atau banyaknya suatu faktor yang dinilai
dinyatakan secara numerik, dalam penelitian ini ada dua level, yaitu level
tinggi dan level rendah. Level rendah lama pencampuran adalah 25 menit
sedangkan level tingginya 40 menit. Level rendah suhu pencampuran
adalah 42°C sedangkan level tingginya 52°C.
d) Respon adalah hasil percobaan yang perubahannya secara kuantitatif dapat
diukur. Dalam penelitian ini adalah viskositas, dan daya sebar.
e) Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor.
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.
f) Daya sebar optimal adalah daya sebar yang mendukung kemudahan krim
saat diaplikasikan ke kulit. Daya sebar optimal penelitian ini
adalah 5-7 cm.
g) Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim
diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan saat diaplikasikan ke kulit.
Viskositas optimal dalam penelitian ini adalah 50-80 d.Pa.s.
h) Modus ukuran droplet adalah ukuran droplet yang paling sering muncul
dalam kelompok range tertentu.
mengetahui efek lama pencampuran dan suhu pencampuran dalam
menentukan sifat fisik krim ekstrak daun binahong.
j) Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area
optimum formula berdasar satu parameter kualitas krim ekstrak daun
binahong.
k)Contour plot super imposed adalah penggabungan garis-garis pada daerah
optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar dan viskositas.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Bahan penelitian
Daun Binahong (Anredera cordifolia(Ten.) Steenis),beeswax, lanolin,
borax, VCO (Virgin Coconut Oil), parfum, sorbitan monooleat (span 80),
tween 80, Aquadest, antioksidan (vitamin E), etanol 96%.
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat gelas
(pyrex), seperangkat alat ekstrak, neraca (Mettler-Toledo), mixer (Phillip)
dengan modifikasi pengatur rpm, waterbath, viscometer seri VT-04
D. Tata Cara Penelitian
1. Ekstraksi daun binahong
Daun segar binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dihaluskan
dan dimaserasi dengan etanol 96% pada suhu kamar. Setelah itu diuapkan
untuk mendapatkan ekstrak cair.
2. Pembuatan krim ekstrak daun binahong
Formula dari Cold Cream dari Wilkinson (1982) dimodifikasi
mengacu pada formula terbaik hasil penelitian sebelumnya (Paramita, 2008)
menjadi :
R/ Beeswax 18,62
Virgin Coconnut Oil(VCO) 27,93
Lanolin 4,66
Borax 1,21
Antioksidan 0,93
Sorbitan monooleat 6,05
Polysorbate 80 2,42
Water 23,28
Parfum 0,93
Tabel II. Percobaan desain faktorial
Lama Pencampuran Suhu Pencampuran
(1) 25 42
a 40 42
b 25 52
ab 40 52
Waterbath diset hingga suhu 80oC. Beeswax dilelehkan di wadah
aluminium di atas waterbath, kemudian ditambahkan lanolin, VCO, Span 80,
Tween 80, dan anti oksidan (campuran A). Borax, air, ekstrak daun binahong
dicampurkan di atas waterbath (campuran B). Campuran B ditambahkan ke
dalam campuran A secara perlahan sambil terus diaduk selama 25-40 menit
pada suhu tertentu 42oC – 52oC hingga homogen dengan menggunakan mixer
dengan kecepatan 350 rpm. Pengadukan berhenti setelah terbentuk krim dan
sudah cukup dingin, lalu dimasukkan ke dalam wadah.
3. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Krim Ekstrak Daun Binahong
a. Uji Daya Sebar
Krim ditimbang seberat 1 gram, diletakkan di tengah kaca bulat
berskala. Di atas krim diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat
kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama satu menit, kemudian
dicatat penyebarannya. Uji ini dilakukan satu kali setelah krim selesai dibuat
(Garg, et.al., 2002). Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat
b. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT
04. Krim ditimbang 100 gram dalam wadah dan dipasang pada portable
viscotester. Viskositas krim diketahui dengan mengamati jarum penunjuk
viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan dua
kali, yaitu 48 jam setelah krim selesai dibuat, dan setelah disimpan selama
satu bulan. Untuk menghitung pergeseran viskositas digunakan rumus :
% pergeseran viskositas =│viskositas 48 jam – viskositas 30 hari│x 100% viskositas 48 jam
Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat formula
sebanyak 6 kali.
c. Uji Tipe Krim
1) Metode pewarnaan
Metode ini dilakukan dengan meletakkan sedikit krim pada kaca objek,
kemudian ditetesi dengan Sudan III (pewarna larut minyak). Langkah
berikutnya krim pada kaca objek diamati secara mikroskopik. Adanya warna
merah di latar belakang menunjukkan krim pada penelitian ini bertipe A/M.
2) Metode pengenceran
Krim diuji dengan diencerkan dalam air dan atau minyak (VCO). Jika
krim larut dalam minyak, dan pecah dalam air maka tipe krim adalah A/M.
d. Uji distribusi ukuran droplet
Sediaan ditempatkan pada kaca objek, dilakukan pengukuran garis
tengah droplet yang terlihat pada kaca objek menggunakan mikroskop.
Kemudian dilakukan pengelompokan, penentuan ukuran droplet yang terkecil
dan terbesar. Pengukuran dilakukan terhadap minimal 500 droplet (Martin,
1993). Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat formula sebanyak 6
kali setelah pembuatan dan setelah 1 bulan penyimpanan.
e. Uji persen pemisahan fase
Uji persen pemisahan emulsi dilakukan dengan menghitung rasio
volume emulsi yang memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002).
Pengujian dan pengukuran dilakukan pada keempat formula sebanyak 1 kali.
E. Optimasi dan Analisis Hasil
Dengan metode desain faktorial dapat dihitung besarnya efek lama
pencampuran, suhu pencampuran, dan interaksi antara keduanya sehingga dapat
diketahui faktor yang dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas krim.
Area komposisi optimum lama pencampuran dan suhu pencampuran
diperoleh dari penggabungan countour plot masing-masing respon yang dikenal
dengan countour plot superimposed. Area yang diperoleh selanjutnya
diprediksikan sebagai area komposisi yang optimum terbatas pada level yang
diteliti.
Analisis statistik teknik yate’s treatment dilakukan untuk mengetahui
signifikansi dari setiap faktor interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat
hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa efek lama pencampuran level rendah
berbeda dengan level tinggi, efek suhu pencampuran level rendah berbeda dengan
level tinggi, dan ada interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran,
sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan efek lama
pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level tinggi, efek suhu
pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level tinggi, dan tidak ada
interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran. H1 diterima dan H0
ditolak bila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel yang berarti bahwa
faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα
(numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Derajat bebas dan
interaksi (experiment) sebagai numerator yaitu 1. Angka 1 ini didapat karena tiap
faktor memiliki 1 interaksi. Derajat bebas (experimental error) sebagai
denominator yaitu 20. Angka 20 ini didapat berdasarkan perkalian dua faktor
dengan dua level yang diteliti dikali (n-1), sehingga diperoleh harga F tabel untuk
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Tanaman binahong telah dideterminasi oleh Laboratorium Kebun
Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi
dilakukan sesuai dengan Bihrmann.com/caudiciforms/subs/anr-bas-sub.asp dan
Bihrmann.com/caudiforms/div/tax.asp (2003).
Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) termasuk dalam
familiBasellaceae.
Berdasarkan hasil determinasi tanaman yang digunakan dalam penelitian
ini adalah benar tanaman binahong.
B. Ekstraksi Daun Binahong
Daun binahong yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kebun
peneliti yang terletak di karangtanjung, pandawaharja, Kabupaten Sleman,
Yogyakarta. Ekstraksi dilakukan sendiri mengingat ekstrak daun binahong tidak
tersedia di pasaran. Langkah awal dilakukan dengan menghaluskan daun
binahong, lalu dimaserasi dengan etanol 96% selama 3 hari. Pelarut etanol dipilih
karena sifatnya yang non polar sehingga diharapkan asam oleanolat yang juga
bersifat non polar akan terlarut di dalam etanol. Maserat disaring dan cairan yang
melewati saringan dievaporasi sampai sepertiga bagian dari volume cairan awal
agar diperoleh ekstrak dengan kandungan zat aktif yang pekat. Ekstrak daun
binahong dalam etanol berwarna hijau pekat kehitaman (tidak ada partikel yang
terdispersi).
C. Pembuatan Krim Ekstrak Daun Binahong
Pada pembuatan formula ini terdapat 2 fase, yaitu fase minyak (campuran
A) yang terdiri daribeeswax, lanolin, mineral oil (VCO), dan antioksidan (vitamin
E). Fase air (campuran B) yang terdiri dari borax, air, dan ekstrak daun binahong.
Untuk emulgator digunakan Span 80 dan Tween 80. Campuran Span 80 dan Teen
80 memiliki sifat sebagai emulgator yang baik. Emulsi yang terbentuk stabil, tidak
toksik, dan tidak terpengaruh pada adanya perubahan elektrolit dan pH (Aulton,
2002).
Pembuatan krim diawali dengan beeswax pada campuran A dilelehkan
terlebih dahulu karena beeswax masih berbentuk padat, baru ditambahkan sisa
campuran A (lanolin, mineral oil, antioksidan) yang sudah berbentukliquid. Suhu
yang digunakan untuk pelelehan adalah 80°C karena pada suhu ini proses mixing
dapat berjalan dan saponifikasi dapat terbentuk (pembentukan garam sodium dari
asam lemak beeswax dengan basa kuat borax terjadi pada lapisan antara fase
minyak dan air yang berfungsi sebagai emulgator internal). Sementara itu juga
dipersiapkan campuran B pada suatu wadah kaca lain. Apabila campuran A dan
campuran B sudah jadi maka dilakukan pencampuran kedua fase di wadah yang
telah diatur dengan suhu pencampuran 42°C (level rendah) dan 52°C (level
tinggi), lalu segera dilakukan pencampuran dengan menggunakan mixer dengan
kecepatan putar 350 rpm selama 25 menit (level rendah) dan 40 menit (level
Pemilihan suhu pada level rendah 42°C didasarkan pada orientasi awal
penelitian dimana pada suhu dibawah 42°C campuran cepat membeku sebelum
terbentuk massa krim (secara visual menunjukkan ciri-ciri krim), sedangkan pada
suhu diatas level tinggi pencampuran 52°C massa krim pecah dan sulit terbentuk
kembali. Lama pencampuran yang digunakan pada level rendah dan level tinggi
adalah 25 dan 40 menit. Pemilihan level ini dikarenakan saat orintasi pada menit
ke-25 massa krim sudah terbentuk, dan setelah menit ke-40 masih bisa terbentuk
massa krim yang baik secara visual.
D. Pengujian Tipe Krim
Krim binahong yang dibuat berasal dari formula standar cold cream
dalam Harry’s Cosmeticology 7th Edition (Wilkinson, 1982) yang telah dimodifikasi oleh Paramita (2008). Formula yang diperoleh merupakan formula
krim tipe A/M.
Sebagai langkah awal, tipe krim formula pada penelitian ini diuji untuk
memastikan kesesuaian dengan tipe krim formula Paramita (2008). Uji yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Metode Pewarnaan
Metode ini dilakukan dengan meletakkan sedikit krim pada kaca
objek, kemudian ditetesi dengan Sudan III. Sudan III merupakan pewarna yang
larut dalam minyak. Saat diamati secara mikroskopik, adanya warna merah di
latar belakang menunjukkan bahwa minyak menjadi medium dispersi dengan
Gambar 3. Krim binahong secara mikroskopis dengan penambahan sudan III
Karena tidak dilakukan pemastian hasil uji menggunakan pelarut
metilen blue (pewarna yang larut air) maka dilakukan metode lain yaitu
pengenceran untuk memastikan hasil tipe krim yang diuji.
2. Metode Pengenceran
Metode ini dilakukan dengan mengencerkan krim binahong dalam
minyak dan atau air. Emulsi akan tercampur dengan liquidyang memiliki fase
kontinyu yang sama. Dalam penelitian ini krim binahong tercampur dalam
minyak (gambar 4b). Hal ini membuktikan bahwa krim binahong mempunyai
tipe emulsi A/M.
Gambar 4. Hasil pengenceran krim ekstrak daun binahong dengan air (4a) dan minyak (4b)
A
B
Fase minyak
E. Sifat Fisis Krim Ekstrak Daun Binahong
Sifat fisis merupakan bagian penting yang menentukan kualitas sediaan
dan penerimaan sediaan oleh konsumen. Uji sifat fisis meliputi daya sebar dan
viskositas. Hasil pengujian sifat fisis krim ekstrak daun binahong:
Tabel III. Hasil pengukuran sifat fisis krim ekstrak daun binahong Formula Daya sebar
(cm)
Viskositas (d.Pa.s) 1 6,963 ±0,274 74,167 ± 10,206 a 6,643 ±0,562 31,667 ± 2,582 b 5,817 ±0,547 140,833 ± 6,646 ab 5,983 ±0,576 166,667±51,640
Dari penelitian ini faktor yang dominan antara lama pencampuran, suhu
pencampuran, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas
krim ekstrak daun binahong diketahui dengan perhitungan :
1. Desain faktorial, yaitu efek rata-rata dari setiap faktor maupun interaksinya
untuk melihat pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadapbesarnya respon.
Perhitungan inimemuat arah respon.
2. Yate’s treatment, yaitu suatu teknik analisis secara statistik untuk menilai
secara obyektifsignifikansi pengaruh relatif dari berbagai faktor dan interaksi
terhadaprespon. Perhitungan initidak memuat arah respon.
Tabel IV. Efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran, dan interaksi antara keduanya dalam menentukan sifat fisis
krim ekstrak daun binahong.
Faktor Daya sebar Viskositas
Lama pencampuran │-0,077│ │-8,3333│ Suhu pencampuran │-0,903│ 100,8333
Dari tabel hasil perhitungan efek lama pencampuran, suhu pencampuran,
dan interaksi keduanya dapat diketahui efek yang paling berpengaruh terhadap
daya sebar, dan viskositas (tabel IV). Dalam menentukan efek yang paling
berpengaruh tanda positif dan negatif tidak diperhatikan, melainkan nilainya saja
yang diperhatikan. Tanda positif berarti meningkatkan sedangkan tanda negatif
berarti menurunkan. Semakin besar nilai efek yang diperoleh maka faktor tersebut
paling mempengaruhi sifat fisik krim.
1. Daya sebar
Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui seberapa luas area
penyebaran krim di kulit untuk kemudian dapat memberikan efek terapetik dan
mempengaruhi kenyamanan dalam pemakaian krim. Menurut literatur daya
sebar yang baik untuk sediaan krim adalah 5-7 cm (Garget al., 2002).
Berdasarkan perhitungan efek diketahui bahwa suhu pencampuran
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menurunkan respon daya
sebar (Tabel IV). Hal ini ditunjukkan dengan nilai efek suhu pencampuran
yang paling besar jika dibandingkan dengan yang lain. Nilai efek suhu
pencampuran ditunjukkan dengan tanda negatif, yang berarti semakin tinggi
suhu pencampuran maka daya sebar semakin menurun.
Grafik berikut menunjukkan pengaruh peningkatan level lama
pencampuran dan suhu pencampuran terhadap daya sebar krim ekstrak daun
Gambar 5. Grafik hubungan antara lama pencampuran dan daya sebar (5a) serta hubungan antara suhu pencampuran
dan daya sebar krim ekstrak daun binahong (5b)
Pada saat proses pembuatan krim, semakin lama pencampuran krim
pada level rendah suhu pencampuran, daya sebar semakin menurun, sedangkan
semakin lama pencampuran pada level tinggi suhu pencampuan, daya sebar
semakin meningkat (gambar 5a). Semakin tinggi suhu pencampuran krim pada
level rendah maupun level tinggi lama pencampuran, menyebabkan penurunan
pada daya sebar krim. (gambar 5b).
Namun untuk memastikan apakah benar bahwa suhu pencampuran
berpengaruh signifikan terhadap daya sebar krim haruslah dibuktikan dengan
perhitunganyate’s treatment(tabel V).
Tabel V. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar Source of variation Degrees of freedom Sum of Squares Mean Squares F
Replicates 5 1,25 0,25
Treatment 3 5,28 1,76
a 1 0,034 0,04 0,14
b 1 4,89 4,89 19,02
ab 1 0,36 0,36 1,39
Experimental Error
20 3,86 0,26
Total 23
Dari hasil ujiyate’s treatmentmenunjukkan bahwa suhu pencampuran
memberikan pengaruh yang signifikan dalam menentukan respon daya sebar
krim ekstrak daun binahong. Hal ini dikarenakan F hitung suhu pencampuran
lebih besar dari F tabel.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suhu pencampuran merupakan faktor
dominan dan pengaruhnya signifikan dalam menentukan respon daya sebar
krim ekstrak daun binahong.
Peningkatan suhu pencampuran akan menurunkan tegangan
permukaan antara dua fase emulsi, menurunnya tegangan permukaan antara
dua fase emulsi akan meningkatkan efektifitas pencampuran (pendispersian
satu fase ke fase yang lain pada emulsi lebih optimal), sehingga pada akhirnya
akan diperoleh sediaan krim dengan viskositas yang tinggi. Viskositas yang
tinggi dari suatu krim akan menyebabkan turunnya daya sebar dari sediaan
tersebut (Garget al., 2000).
2. Uji viskositas
Viskositas merupakan salah satu faktor yang penting bagi sediaan
krim. Viskositas dari suatu sediaan harus disesuaikan dengan tujuan
pengaplikasiannya.
Berdasarkan perhitungan efek diketahui bahwa suhu pencampuran
merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam meningkatkan respon
viskositas (Tabel IV). Hal ini ditunjukkan dengan nilai efek suhu
efek suhu pencampuran ditunjukkan dengan tanda positif, yang berarti
semakin tinggi suhu pencampuran maka viskositas semakin meningkat.
Grafik berikut menunjukkan pengaruh peningkatan level lama
pencampuran dan suhu pencampuran terhadap daya sebar krim ekstrak daun
binahong.
Gambar 6. Grafik hubungan antara lama pencampuran dan viskositas (6a) serta hubungan antara suhu pencampuran dan
viskositas krim ekstrak daun binahong (6b)
Semakin lama pencampuran krim pada level rendah suhu
pencampuran menyebabkan penurunan viskositas, sedangkan semakin lama
pencampuran pada level tinggi suhu pencampuan, viskositas semakin
meningkat (gambar 6a). Semakin tinggi suhu pencampuran krim pada level
rendah maupun level tinggi lama pencampuran menyebabkan peningkatan
viskositas krim ekstrak daun binahong (gambar 6b).
Namun untuk memastikan apakah benar bahwa suhu pencampuran
berpengaruh signifikan terhadap visositas krim haruslah dibuktikan dengan
Tabel VI. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas Source of variation Degrees of freedom Sum of Squares Mean Squares F
Replicates 5 3020,83 604,17
Treatment 3 68425,00 22808,33
a 1 416,67 416,67 0,56
b 1 61004,17 61004,17 82,53
ab 1 7004,17 7004,17 9,48
Experimental Error
20 11087,50 739,17
Total 23
Keterangan : a=lama pencampuran; b=suhu pencampuran; ab=interaksi
Hasil perhitungan yate’s treatment menunjukkan bahwa suhu
pencampuran berpengaruh signifikan terhadap respon peningkatan viskositas.
Interaksi antara suhu pencampuran dan lama pencampuran juga berpengaruh
signifikan dalam menentukan respon viskositas. Namun dalam hal ini
pengaruh interaksi kemungkinan besar lebih dipengaruhi oleh faktor suhu
pencampuran jika dibandingkan dengan lama pencampurannya.
F. Optimasi
Optimasi proses pencampuran dilakukan untuk memperoleh kondisi
proses pencampuran yang optimum. Parameter yang digunakan dalam
optimasi proses tersebut adalah daya sebar dan viskositas. Daya sebar yang
baik menjamin pemerataan krim saat diaplikasikan pada kulit. Viskositas
yang baik menjamin kemudahan dalam pengaplikasian maupun pengeluaran
dari wadahnya.
Masing-masing respon hasil pengukuran sifat fisis dibuat contour
plot berdasarkan perhitungan desain faktorial. Dari masing-masing contour
dikehendaki. Area dari masing-masing contour plot tersebut digabung
menjadi satu yaitu contour plot super imposed untuk memperoleh area
kondisi optimum.
1. Daya sebar
Persamaan desain faktorial daya sebar krim ekstrak daun binahong
adalah Y = 15,7251 + (-0,1578) X1 + (-0,1959) X2 + (-0,0032) X1X2. Dari
persamaan ini diperolehcontour plotsebagai berikut :
Gambar 7.Contour plotdaya sebar krim ekstrak daun binahong
Melalui contour plot daya sebar (gambar 7) dapat ditentukan area
proses pencampuran yang optimum untuk memperoleh respon daya sebar
yang dikehendaki terbatas pada level lama pencampuran dan suhu
pencampuran yang diteliti. Respon yang dikehendaki untuk daya sebar
semifluid adalah 5 cm sampai 7 cm (Garg et al.,2002). Daya sebar 5 cm
sampai 7 cm diharapkan dapat menjamin pemerataan ketika diaplikasikan
pada kulit. Dari respon daya sebar yang diperoleh dari tiap formula, diperoleh
area yang memenuhi syarat daya sebar optimum.
52,0
49,5
47,0
44,5
Dengan demikian, area daya sebar yang diperoleh dalam penelitian
merupakan area daya sebar yang digunakan untuk memperoleh proses
pencampuran optimum.
2. Viskositas
Persamaan desain faktorial viskositas krim ekstrak daun binahong
adalahY = 343,3333 + (-21,9667) X1+ (-4,7222) X2 + (0,4556) X1X2. Dari
persamaan ini diperolehcontour plotsebagai berikut :
Gambar 8.Contour plotviskositas krim ekstrak daun binahong
Dengan contour plot viskositas dapat ditentukan area kondisi
optimum krim untuk memperoleh respon viskositas krim seperti yang
dikehendaki, terbatas pada lama pencampuran dan suhu pencampuran yang
diteliti (Gambar 8). Respon yang dipilih adalah 50 d.Pa.s sampai 80 d.Pa.s.
Kisaran ukuran viskositas ini didasarkan pada optimasi formula krim ekstrak
daun binahong (Paramitha,2008). Maka area formula di antara 50 d.Pa.s
sampai 80 d.Pa.s merupakan area formula yang optimum untuk menghasilkan
viskositas yang dikehendaki.
52,0
49,5
47,0
44,5
3. Contour plot super imposed
Area kondisi optimum dapat diperoleh dengan menggabungkan
seluruh grafik contour plot pada area kondisi optimum dari masing-masing
uji yang telah dipilih dalam satu grafik contour plot super imposed sebagai
berikut :
Gambar 9.Contour plot super imposedkrim ekstrak daun binahong
Melalui countour plot super imposed dapat diketahui area proses
pencampuran yang optimum (daerah arsiran merah), yang dapat
menghasilkan formula dengan sifat fisis yang memenuhi persyaratan, terbatas
pada level lama pencampuran dan suhu pencampuran yang diteliti (gambar9).
Optimasi ini sudah dilakukan uji validitas metode persamaan untuk
memastikan area optimum krim ekstrak daun binahong.
52,0
49,5
47,0
44,5
G. Stabilitas Krim Ekstrak Daun Binahong
1. Distribusi ukuran droplet
Pengujian ini dilakukan dengan mengukur diameter ukuran droplet
pada masing-masing formula sebanyak 500 partikel sehingga dapat diperoleh
modus nilai tengah tiap range dari masing-masing formula.
Untuk melihat dengan lebih jelas distribusi ukuran droplet pada krim,
dapat dilihat dari grafik berikut :
Gambar 10. Grafik distribusi ukuran droplet vs frekuensi
Dari grafik distribusi ukuran droplet bisa langsung terlihat ukuran
droplet yang paling sering terbentuk (gambar 10). Besarnya ukuran droplet
ini berhubungan dengan stabilitas krim, karena diharapkan dengan semakin
ekstrak daun binahong dapat dikatakan stabil karena ukuran droplet yang
terbentuk cenderung kecil (gambar 10).
2. Pergeseran ukuran droplet
Pergeseran ukuran droplet digunakan sebagai indikator stabilitas krim
ekstrak daun binahong karena dapat dilihat secara kualitatif terjadinya
peristiwa koalen. Pergeseran ukuran droplet tidak dijadikan respon dalam
optimasi proses krim karena tidak bisa dihitung secara kuantitatif. Peristiwa
koalesen diindikasikan dengan adanya pergeseran ukuran droplet ke arah
ukuran droplet yang lebih besar selama penyimpanan satu bulan. Hal ini
disebabkan oleh penggabungan antara droplet yang berukuran kecil menjadi
droplet yang berukuran lebih besar.
Berikut ini adalah grafik yang menampilkan distribusi ukuran droplet
setelah pembuatan dan setelah 1 bulan pembuatan krim ekstrak daun
binahong:
Gambar 12. Kurva nilai tengah diameter droplet vs frekuensi Untuk formula a
Gambar 14. Kurva nilai tengah diameter droplet vs frekuensi untuk formula ab
Dari grafik secara umum dapat dilihat adanya pergeseran ukuran
droplet setelah pembuatan dengan setelah penyimpanan satu bulan.
Perubahan ukuran droplet terjadi dilihat dari peningkatan frekuensi pada
droplet dengan ukuran besar. Pada proses koalesen umumnya terjadi
peningkatan ukuran droplet. Dengan melihat data tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi proses koalesen pada formula (1), a, b, dan ab.
H. Pergeseran Viskositas dan Pemisahan Fase
Tabel VII. Hasil pengukuran persen pergeseran viskositas dan pemisahan fase krim ekstrak daun binahong
Formula % pergeseran
viskositas(%)
Pemisahan fase (%)
(1) 10,390 ± 7,512 0
a 117,063±20,338 0
b 36,246 ± 17,363 0
Suatu sediaan krim pada umumnya bisa dikatakan stabil jika setelah
penyimpanan selama satu bulan tidak terjadi pergeseran viskositas yang
berarti (viskositas setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama satu
bulan tidak terlalu berbeda) dan tidak terjadi pemisahan fase emulsi.
Dari hasil uji persen pergeseran viskositas keempat formula krim
ekstrak daun binahong didapat hasil pergeseran yang besar, dan tidak terjadi
pemisahan fase emulsi pada keempat formula krim tersebut (Tabel IX).
Fenomena yang tidak lazim ini terjadi disebabkan adanya mekanisme
pengentalan akibat penetrasi oleh emulgator yang terjadi setelah pembuatan
krim belum berjalan sempurna. Emulgator yang digunakan bersifat non-ionik
yang memiliki kecenderung berikatan dengan sejenisnya sebelum membentuk
gel network, sehingga konsistensi krim akan meningkat selama penyimpanan.
Krim akan mengalami perubahan fase dari mobile semi liquid menjadi
semisolid (Barry, 1983).
Maka dari hasil persen pergeseran viskositas yang besar tidak bisa
dikatakan bahwa krim ekstrak daun binahong tidak stabil. Hal ini dibuktikan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Faktor suhu pencampuran merupakan faktor yang dominan dalam menentukan
respon daya sebar, dan berpengaruh signifikan terhadap respon viskositas.
Interaksi antara lama pencampuan dan suhu pencampuran berpengaruh
signifikan terhadap respon viskositas.
2. Diperoleh area optimum dalam proses pencampuran krim ekstrak daun
binahong dengan perbandingan lama pencampuran dan suhu pencampuran.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah perlu dilakukan uji efektivitas terhadap krim ekstrak daun
binahong sebagai anti luka secara kuantitatif, dan perlu dilakukan kualifikasi alat
dalam proses pencampuran krim ekstrak daun binahong, terutama dalam hal ini
mixeryang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, N A., and James, K. C., 1996,Pharmaceutical Experimental Design and Interpretation : Factorial Design of Experiments, 131-165, Taylor and Francis, USA
Anonim, 1986,Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1988, Emulgator dalam Bidang Farmasi, 70-84, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Anonim, 1995, Kamus Saku Kedokteran Dorland, 1203, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 2008, Engineering Properties of Biological Materials,
http://www.nbtc.cornell.edu/mainstreetscience, diakses tanggal 20 Desember 2008
Anonim, 2008, Pharmachology of Oleanolic Acid and Ursolic Acid, Department of Pharmachology Toxicology and Therapeutics, Tesis, 44, University of Kansas Medical Center, USA
Ansel, H., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, 388, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Aulton, 2002, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, 2nd ed., 181-186, Harcourt Publishers, New York
Aulton, Michael E., dan Diana M. Collet, 1991, Pharmaceutical Practice, 109-123, Longman Singapore Publishers Ptc. Ltd., Singapore
Barel, et.al., O.A., Paye, M., and Maibach H.I., 2001, Handbook of Cosmetic Science and Technology, Marcel Dekker Inc., USA
Barry, W., Brain, 1983, Dermatology Formulation, Marcel Dekker Inc, United State of America
Bolton, 1997, Pharmaceutical Statistics Practical and Clinical Application, 3rd Ed.,610-619, Marcel Dekker Inc., New York, USA
Gennaro, Alfonso, R., 2000, Remington’s : The Science and Practice of Pharmacy, 737-738, Lippincott William & Wilkinson, USA
Gunn’s and Cooper, 1975,Dispensing for Pharmaceutical Students, 12th Edition, 125-126, Pitman Medical Publishing Co., Ltd. UK
Kim, Cheng Ju, 2000, Advanced Pharmaceutics Physicochemical Principles, CRC-Press, USA
Liebermann, Herbert, A., and Martin, M., Rieger, 1996, Pharmaceutical Dosage Forms: Dispers Systems, Volume I, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc., USA
List, P.H., and Schmidt, P.C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, 107-109, Heyden and Sons Limited, London
Martin, Alfred, et.al., 1993, Phisic Pharmaceutic, 2nd ed., diterjemahkan oleh Yoshita, UI Press, Jakarta
Mitsui, T., 1998,New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam
Morison, Moya, J., 2004, Manajemen Luka, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Moura-Letts, Leo’n F., Villegas, Ana-Marcualo, Abraham, J., Vaisberg and Gerald, B., Hammond, 2006, Journal of Natural Products : In Vivo Wound-Healing Activity of Oleanolic Acid Derived from the Acid Hydrolysis of Anredera diffusa, 69, No. 6, American Chemical Society and American Society of Pharmacagnosy
Nielloud, F., dan Mestres, G.M., 2000, Pharmaceutical Emulsions and Suspensions, 2, 8, 11, 561, 590, Marcel Dekker Inc., New York
Paramitha, 2008, Optimasi Formula San 80 dan Tween 80 dalam Cold Cream Obat Luka Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis.)dengan Metode Simplex Lattice Design, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Surtiningsih, T., 2006,Virgin Coconnut Oil (VCO),http://kimia.fmipa.unair.ac.id/
kuliah/kwu/hand_out/vco.pdf, diakses tanggal 27 Oktober 2008.
Timoti, H., 2005,Aplikasi Teknologi Membran pada Pembuatan Virgin Coconnut Oil (VCO), 1-3, PT. Nawapanca Adhi Cipta
Voigt, R., 1994,Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Noerono Soendani, Edisi ke-5, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Wilkinson, J.B., and Moore, R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology, 7th edition, Longman Group Ltd, London.
1. Formula dari Cold Cream dari Wilkinson (1982) dimodifikasi mengacu pada formula optimum hasil penelitian sebelumnya (Paramita, 2008), menjadi :
R/ Beeswax 18,62
Virgin Coconnut Oil (VCO) 27,93
Lanolin 4,66
Borax 1,21
Antioksidan 0,93
Sorbitan monooleat 6,05
Polysorbate 80 2,42
Water 23,28
Parfum 0,93
Ekstrak daun binahong 13,97
2. Formula optimum krim untuk formula (1), a, b, ab
Formula
Beeswax 58,330
VCO 87,495
Lanolin 14,598
Borax 3,791
Antioksidan 2,913
Sorbitan monooleat 9,476 Polysorbate 80 3,791
Water 7