ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN RAWAT JALAN
PEDIATRI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA
KLEPU, GODEAN, YOGYAKARTA
PERIODE JULI 2007 - JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Nama : Maria Sri Hartati
NIM
: 048114150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PASIEN RAWAT JALAN
PEDIATRI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT SWASTA
KLEPU, GODEAN, YOGYAKARTA
PERIODE JULI 2007 - JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Nama : Maria Sri Hartati
NIM
: 048114150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN PERSEMBAHAN
AKU DIPANGGIL BUKAN UNTUK KESUSKSESAN
NAMUN UNTUK SETIA
(MUDER THERESA)
”Dalam kegembiraan, kesederhanaan dan
terutama dalam cinta kasih menolong orang lain
seraya berdoa dan mengurbankan diri,
menampakan kegembiraan hidup diantara orang
sakit dan yang berkekurangan ”
(Teresia Saelmaekers)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
: Maria Sri Hartati
Nomer Mahasiswa
: 048114150
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberi kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
”Analisis Penggunaan Antibiotik Pasien Rawat Jalan Pediatri Pada Salah Satu
Rumah Sakit Swasta Klepu, Godean, Yogyakarta
Periode Juli 2007 - Juni
2008”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan
Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untak kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantukan nama saya
sebagai penulis
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Di buat di Yogyakarta
Pada tanggal: 24 Juli 2009
Yang menyatakan
PRAKATA
Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kehadapaan Allah Tritunggal Yang
Mahakudus yang telah memampukan penulis menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul ‘Analisis Penggunaan Antibiotik Pasien Rawat Jalan Pediatri pada Salah
Satu Rumah Sakit Swasta Klepu, Godean, Yogyakarta Periode Juli 2007 - Juni 2008’
Penulisan skripsi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana farmasi pada program studi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi tidak dapat terselesaikan tanpa
bantuan dan dukungan dari banyak pihak untuk itu penulis menucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak
Drs. Riswaka Sudjaswadi, S. U., Apt., selaku dosen pembimbing
utama yang telah memberi arahan, dukungan, saran serta masukan dalam
proses penyusunan skripsi
2. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta, dan telah bersedia meluangkan waktu sebagai
dosen penguji
3. Ibu dr.Fenty, M.Kes., Sp.PK, yang telah membantu, memberi saran/masukan
dan bersedia meluangkan waktu sebagai sekretaris panitia penguji dan dosen
penguji
viii
5. Kepala Bagian Urusan
Medical Record
, Kepala Bagian Rawat Jalan RSU.
Panti Baktiningsih, seluruh staf dan karyawan yang telah membantu dan
memperlancar penulis dalam pengambilan data
6. Pemimpin Umum Kongregasi Suster St. Fransiskus Charitas, Para suster
komunitas ‘Serafim’ dan para suster komunitas ‘Degli Angeli’yang telah
memberikan dukungan doa, kepercayaaan, perhatian dan menyemangati
penulis dalam penyusunan skripsi.
7. Orang tua, sanak saudara, yang telah mendukung dengan doa dan
perhatiannya pada penulis dalam penyusunan skripsi
8. Sahabat dan kenalan yang telah memberikan bantuan pikiran dan tenaga,
dukungan doa dan perhatiannya dalam penyusunan skripsi, khususnya P. CB.
Kusmaryanto SCJ
9. Teman-teman angkatan 2004, adik-adik angkatan dan semua pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi bantuan dan saran
Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan waktu, pikiran, dan tenaga. Akhir kata, semoga skripsi bermanfaaat bagi
siapa saja yang membaca skripsi ini.
x
INTISARI
Peningkatan jumlah penggunaan antibiotik secara tidak rasional bagi
anak-anak yang menderita penyakit ringan seperti batuk, pilek, demam ataupun diare
menjadi masalah serius di bidang kesehatan
.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan
dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten sehingga untuk mengatasinya diperlukan
dosis antibiotik yang lebih tinggi, dapat memicu terjadinya efek samping obat dan
terjadi peningkatan biaya yang sebenarnya tidak diperlukan.
Tujuan penelitian ialah untuk memperoleh gambaran penggunaann
antibiotik pada terapi rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit swasta di
Klepu, Yogyakarta, selama periode Juli 2007 – Juni 2008. Penelitian ini termasuk
penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Data diperoleh
secara retrospektif berupa lembar rekam medik pasien rawat jalan pediatri pengguna
antibiotik dengan usia 1 – 12 tahun yang masuk ke instalasi pelayanan kesehatan
rumah sakit tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan golongan antibiotik yang digunakan ada
berbagai macam yakni antimikobakteri: 51,28%;
β
-Laktam: 33,06%; antibiotik
kombinasi: 12,86%; makrolida: 2,03%; aminoglikosida: 0,40%; quinolon: 0,40%.
Diagnosis dalam terapi antibiotik yaitu TBC: 51,28%; ISPA: 31,66%; gangguan
pencernaan: 5,14%; obs. febris: 4,19% dan dengan diagnosis berbeda-beda: 8,27%.
Dosis antibiotik tidak tepat dosis 13,13%. Frekuensi pemberian antibiotik tidak tepat
1,89%. Lama pemberian antibiotik dalam terapi yang berkisar antara 2 – 8 hari ada
42,50%; yang lebih dari 8 hari ada 51,28% dan yang tidak ada keterangannya sebesar
6,22%. Lembar resep yang mengandung antibiotik lebih dari satu ada 121 (19,64%)
lembar. Data-data tersebut dibandingkan dengan parameter standar (MIMS 2007 –
2008, IONI 2000 dan DIH).
ABSTRACT
The using irrational antibiotics for infants who suffer from mild diseases
such as cough, influenza, fever and diarrhea, this things have been became a major
problem to the medical area. The irrational usage of antibiotics can cause bacteria
becoming more resistant so that it needs higher doses to cure it. Certainly, it triggers
more side effects and increases unnecessary cost.
The goal of this research is to get an overview of the uses of antibiotics for
the ambulatory pediatric patients in a private hospital in Klepu, Yogyakarta for the
period of July 2007 – June 2008. This research is a non experimental research with a
descriptive plan. The data were collected in a retrospective way by examining the
medical records of the ambulatory pediatric patients age of 1 – 12 year who went to
that hospital.
The research shows interesting results. Antibiotics which are used are
varied: antimicrobaktery: 51.28%;
β-Laktam: 33.06%; combined antibiotic: 12.86%;
makrolida: 2.03%; aminoglikosida: 0.40%; quinolon: 0.40%. Therapeutic diagnosis
using antibiotics are TBC: 51.28%; infection of trachea: 31.66%; disturbance of
metabolical digestion: 5.14%; obs. febris: 4.19% and with various diagnose: 8.27%.
Irrational antibiotic dosage is 13,13%. Irrational frequency of antibiotics dosage is
1,89%. Duration of antibiotics therapy between 2 – 8 days: 42.50%; more than 8 days
is 51.28% and no description is 6.22%. The prescriptions which contain more than
one antibiotic are 121 (19,64%). The data are compared with standard parameters
(MIMS 2007 – 2008, IONI 2000 and DIH).
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
………..
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
………. ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN
……….. .
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
………....
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
...
vi
PRAKATA
………... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
………...
ix
INTISARI
………...
x
ABSTRACT
…
……….
xi
DAFTAR ISI
...
xii
DAFTAR TABEL
………...
xv
DAFTAR GAMBAR
... xvi
DAFTAR LAMPIRAN
………... xvii
BAB I. PENGANTAR
A. Latar Belakang……….
1
1. Rumusan Permasalahan………
3
2. Keaslian Penelitian………...
4
3. Manfaat Penelitian………...
4
B. Tujuan Penelitian………...
5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pediatri
1. Pengertian ………...
6
2. Farmakokinetik pada anak ………...
6
2.1. Absorpsi………
7
2.3. Metabolisme………..
9
2.4. Ekskresi………...
9
3. Penghitungan dosis...
10
B. Antibotik
1. Definisi antibiotik...
11
2. Penggunaan antimikroba di klinik………...
12
3. Pengelompokan antibiotik………...
16
4. Resistensi dan efek samping………..
19
C. RSU. Panti Bhaktiningsih, Godean, Klepu, Yogyakarta...
26
D. Keterangan Empiris ...
27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………
28
B. Bahan Penelitian………...
28
C. Definisi Opersional...………...
28
D. Lokasi Penelitian………..
29
E. Tata Cara Penelitian………..
29
F. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian……….
30
G. Analisis Data ………
31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Golongan dan Jenis Antibiotik yang diresepkan………....…
33
B. Diagnosis Penyakit untuk Antibiotik yang diresepkan……….…...
36
C. Dosis dan Regimen Dosis dalam Penggunaan Antibiotik ………...
41
1. Ketepatan dosis penggunaan antibiotik...
42
2. Regimen dosis penggunaan antibiotik dilihat dari frekuensi
pemberian...
46
xiv
D. Resep yang Mengandung Lebih dari satu Antibiotik...
52
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...
55
B. Saran...
56
DAFTAR PUSTAKA
...
57
LAMPIRAN
...
61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I
Indikasi dan dosis antibiotik yang diresepkan...
24
Tabel II
Golongan dan nama antibiotik yang diresepkan...
35
Tabel III
Diagnosis dan terapi Antibiotik yang diresepkan...
36
Tabel IV
Ketepatan Dosis Penggunaan Antibiotik...
45
Tabel V
Persentase Ketidaktepatan Dosis Antibiotik...
45
Tabel VI
Ketepatan Frekuensi Pemberian Antibiotik...
47
Tabel VII
Persentase ketepatan frekuensi pemberian...
47
Tabel VIII
Persentase Penggunaan Antibiotik yang
diresepkan di lihat dari Lama Pemberian...
51
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Persentase Golongan Antibiotik yang diresepkan...
33
Gambar 2. Persentase Diagnosis Antibiotik yang diresepkan...
38
Gambar 3. Persentase Ketepatan Dosis Antibiotik yang diresepkan...
43
Gambar 4. Persentase Ketidaktepatan Dosis Antibiotik yang diresepkan...
43
Gambar 5. Persentase Ketepatan Frekuensi Pemberian Antibiotik yang
diresepkan...
46
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabel Lembar resep pediatri yang mengandung antibiotik...
61
Lampiran 2. Tabel Diagnosis penyakit dalam meresepkan antibiotik...
89
Lampiran 3. Contoh Perhitungan dosis ...………
90
Lampiran 4. Tabel Penggunaan antibiotik yang diresepkan di lihat dari lama
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Peresepan obat untuk anak-anak sering mengalami berbagai
permasalahan, yang memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus, tidak saja
berdasarkan ketentuan dosis orang dewasa namun perlu penyesuaian dosis,
pemilihan obat yang benar-benar tepat, dan memperhatikan kemungkinan efek
samping obat (Widodo, 2006).
Kecenderungannya di Indonesia sekarang ini dokter dengan mudah
memberikan antibiotik untuk penyakit batuk, pilek, maupun diare. Penyakit infeksi
ringan tersebut memiliki sifat bisa sembuh dengan sendirinya seiring meningkatnya
daya tahan tubuh, meskipun ada juga batuk, pilek, maupun diare yang tidak
disebabkan virus (Siswono, 2004).
Persentase peresepan antibiotika yang sebenarnya tidak diperlukan 52% -
62%, hal tersebut terjadi di beberapa negara sedang berkembang, data dari Indonesia
mencatat sedikitnya 43% antibiotika yang diberikan sebenarnya tidak diperlukan.
Holloway di
Technical Briefing
Seminar 2004 WHO Geneva, menyatakan bahwa 30
– 60% pasien memperoleh antibiotika, dan Indonesia menempati urutan tertinggi
Penelitian di beberapa tempat di Sumatera bagian barat menunjukkan
bahwa tingkat pemakaian antibiotika sebesar 90%. Puskesmas-puskesmas yang
memberikan antibiotika kurang dari 70% jumlahnya sedikit, dan tingkat penggunaan
antibiotika untuk balita mencapai 83%, yang 60% pada usia di atas 5 tahun. Setiap
hari telah diresepkan jutaan antibiotika bagi pasien dengan penyakit infeksi virus
(Purnamawati, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Orang Tua Peduli (YOP) dengan
responden 160 anggota
mailing list
diperoleh data penggunaan antibiotik yaitu
dengan tingkat pemberiannya paling tinggi pada anak demam sebesar 87% kemudian
diare 75%, ISPA 54,5%, dan batuk tanpa demam sebesar 47% (Purnamawati, 2008).
Kasus penyakit infeksi pada anak sebagian besar penyebabnya adalah
virus, dengan kata lain kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar adalah tidak
besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak. Penyakit virus adalah
penyakit yang termasuk “
self limiting disease
” atau penyakit yang sembuh dengan
sendirinya dalam waktu 5 – 7 hari (Siswono, 2004).
Penggunaan antibiotik untuk penyakit flu atau batuk-pilek biasa (
common
cold
) pada bayi dan anak-anak kurang tepat karena penyakit tersebut 95 %
disebabkan oleh virus, sehingga pemberian antibiotik tak ada gunanya/plasebo saja.
common colds
sebanyak 8 hingga 12 kali dan itu merupakan hal yang normal, kecuali
untuk bayi dibawah 3 bulan (Agnes, 2005).
Fakta lain menyebutkan terdapat perbedaan dalam angka kematian akibat
infeksi yang diobati dengan antibiotik secara tepat dan tidak tepat di rumah sakit.
Angka kematian akibat infeksi karena penggunaan antibiotik tidak tepat mencapai
dua sampai tiga kali lipat dibanding penggunaan antibiotik secara tepat
(Siswono,
2004).
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan efek
samping yang merugikan dan dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri.
Meningkatnya jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik menjadi masalah
kesehatan yang sangat besar. Penggunaan antibiotik secara berlebihan disebut-sebut
sebagai penyebab munculnya bakteri super yang resisten bahkan terhadap antibiotik
yang paling kuat sekalipun (INS, 2007).
Rumah sakit adalah salah satu organisasi yang bergerak dibidang
kesahatan yang berhubungan dengan obat-obatan, termasuk didalamnya penggunaan
antibiotik bagi penderita infeksi, yang memungkinkan terjadinya penggunaan
antibiotik yang kurang tepat. Rumah sakit Panti Bhaktiningsih merupakan rumah
sakit kelas pratama, dengan tenaga kesehatan dan fasilitas yang terbatas, yang
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di sekitarnya (Emirentiana,1996).
1. Rumusan permasalahan
Seperti apakah gambaran penggunaan antibiotik pada pasien rawat jalan
Juli 2007-Juni 2008, yang meliputi: golongan dan jenis antibiotik yang digunakan,
diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang
diresepkan.
2. Keaslian penelitian
Penelitian tentang pengunaan antibiotik pernah dilakukan, yaitu Ketepatan
Dosis dan Interaksi Antibiotika pada Sepuluh Kasus Penyakit Anak Terbesar di
Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih Peride Januari-Juni 2000 (Verdei,
2001), Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Diare pada Pasien Rawat Inap di Rumah
Sakit Betesda Yogyakarta Peride Januari-Juni Tahun 1999 (Indah, 2001), Evaluasi
Penggunaan Antibiotik pada Kasus Kanker Leher Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta Tahun 2004 (Maxitalia, 2008), Evaluasi Penggunaan Antibiotik Paska
Kemoterapi pada Kasus Kanker Payudara di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
Tahun 2004 (Ketut, 2005), dan Analisis Pengunaan Antibiotik Obat Pasien Diabetes
Miletus Tipe-2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Flora,
2003).
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada pasien (pediatri
rawat jalan) dan pada rumah sakit yaitu pada salah satu rumah sakit umum swasta di
Klepu, Godean, Yogyakarta.
3. Manfaat penelitian
Manfaat teoritis yang diharapkan dapat memberikan gambaran
diresepkan, untuk pasien rawat jalan pediatri di salah satu rumah sakit umum swasta,
Klepu, Godean, Yogyakarta
Manfaat praktis yang diharapkan dapat memberikan masukan terhadap
rumah sakit yang bersangkutan dalam meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
khususnya dalam penggunaan antibiotik pada pasien pediatri.
B.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran penggunaan
antibiotik pada pasien rawat jalan pediatri pada salah satu rumah sakit umum swasta,
Klepu, Godean, Yogyakarta periode Juni 2007-Juli 2008, yang meliputi: golongan
dan jenis antibiotik yang digunakan, diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pediatri
1. Pengertian
Istilah pediatri (ejaan Inggris: paedeatrics atau poediatrics) berasal dari 2
kata dalam bahasa Yunani yakni paidi yang berarti anak dan iatros yang berarti
penyakit. Pada umumnya pediatri diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang
berhubungan dengan kesehatan anak (Pramudiarja, 2006).
Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia mendefinisikan bahwa anak
adalah usia 1 hingga 15 ½ tahun, sedangkan kurang dari 12 bulan digolongkan
sebagai bayi (Anonim, 2005). Guthrie (2005) menggolongkan beberapa kelompok
usia dalam terminologi sebagai berikut:
neonatus
(28 hari sejak dilahirkan),
infant
(1-12 bulan),
child
(1-12 tahun) dan
adolescent
(13-18 tahun).
Veerman dan Marcadis (1990) mengelompokkan usia menjadi
pre term
neonatus
(kurang dari 37 minggu kelahiran),
full term neonatus
(37-41 minggu),
neonatus
(lahir sampai satu bulan), bayi (1-12 bulan), anak-anak/
toddler
(1-12 tahun),
remaja/
adoslescent
(12-18 tahun) dan dewasa
/adult
(di atas 18 tahun)
2. Farmakokinetik pada anak
Pemberian terapi obat yang efektif dan aman untuk penderita pediatri
memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang perbedaan-perbedaan yang
penderita pediatri (dalam mg/kg) harus disesuaikan dengan karakteristik kinetik
masing-masing obat, usia (determinan utama), keadaan penyakit, jenis kelamin (pada
anak pasca pubertas), dan kebutuhan individual. Bila hal-hal tersebut tidak dipahami
dengan benar, dapat mengakibatkan perawatan yang kurang efektif atau bahkan
toksik (Anonim, 2006a).
2.1. Absorpsi
Faktor yang mempengaruhi absorpsi obat meliputi aliran darah pada
tempat pemberian seperti yang ditentukan oleh keadaan fisiologis bayi atau
anak-anak (untuk obat yang diberikan secara oral), fungsi gastrointestinal yang cepat
berubah selama beberapa hari pertama setelah lahir (Katzung, 1992).
Sehubungan dengan absorpsi obat yang perlu dipertimbangkan pada anak
adalah terjadinya perubahan-perubahan biokimiawi dan fisiologis pada traktus
gastrointestinal. Pada 24 jam pertama kelahiran/kehidupan, terjadi peningkatan
keasaman lambung secara menyolok. Oleh karena itu obat-obat yang terutama
dirusak oleh asam lambung (pH rendah) sejauh mungkin dihindari. Pengosongan
lambung pada hari I dan II kehidupan relatif lambat (6-8 jam). Keadaan tersebut
berlangsung selama ± 6 bulan untuk akhirnya mencapai nilai normal seperti pada
dewasa. Pada tahap tersebut obat yang absorpsi utamanya di lambung akan
diabsorpsi secara lengkap dan sempurna, sebaliknya untuk obat-obat yang diabsorpsi
di intestinum efeknya menjadi sangat lambat/tertunda (Izenberg, 2003).
Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif belum teratur, tetapi
diperkirakan. Jika peristaltik lemah maka jumlah obat yang diabsorpsi menjadi lebih
besar, yang berarti dapat memberi konsekuensi berupa efek toksik obat. Sebaliknya
jika terjadi peningkatan peristaltik, misalnya pada diare, absorpsi obat cenderung
menurun oleh karena lama kontak obat pada tempat-tempat yang mempunyai
permukaan absorpsi luas menjadi sangat singkat (Izenberg, 2003).
2.2. Distribusi
Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa
jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran, dan ikatan protein.
Obat didistribusikan secara berbeda berdasarkan sifat-sifat fisiko-kimiawinya.
Komposisi tubuh pada anak selalu berubah sampai usia 12 tahun, anak-anak
mempunyai volume tubuh yang besar dibanding total berat badannya, sehingga
volume distribusinya lebih besar. Volume cairan ekstrasel pada anak juga lebih tinggi
sehingga distribusi untuk obat larut air juga meningkat (Guthrie, 2005).
Barier darah otak pada bayi baru lahir relatif lebih permeabel. Hal itu
memungkinkan beberapa obat melintasi aliran darah otak secara mudah. Keadaan
tersebut menguntungkan, misalnya pada pengobatan meningitis dengan antibiotika.
Ikatan protein plasma obat sangat kecil pada bayi (neonatus) dan baru mencapai nilai
normal pada umur 1 tahun. Hal itu karena rendahnya konsentrasi albumin dalam
plasma dan rendahnya kapasitas albumin untuk mengikat molekul obat. Keadaan
tersebut menjadi penting pada bayi malnutrisi dan hipoalbuminemia. Interaksi antara
menyebabkan kern-ikterus. Obat-obat sulfonamida, novobiosin, diazoksida, dan
analog vitamin K dapat menggeser bilirubin dari ikatannya pada albumin plasma
(Guthrie, 2005).
2.3. Metabolisme
Hepar merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan
relatif volume hepar terhadap berat badan menurun dengan bertambahnya umur.
Berdasarkan perbandingan relatif tersebut, volume hepar pada bayi baru lahir + 2 kali
dibandingkan anak usia 10 tahun. Hal itu menyebabkan kecepatan metabolisme obat
paling besar pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak, dan kemudian menurun
mulai anak sampai dewasa (Guthrie, 2005).
Metabolisme kebanyakan obat terjadi dalam hati. Aktivitas metabolisme
obat yang tergantung sitokrom P-450, oksidase fungsi campuran, dan enzim
konjugasi sangat rendah pada awal masa neonatus dari pada setelah itu. Titik
perkembangan yang aktivitas enzimnya maksimum tergantung atas sistem enzim
spesifik yang dibicarakan, karena penurunan kesanggupan neonatus untuk
memetabolisme obat mempunyai bersihan yang lambat dan pemanjangan waktu
paruh dalam badan. Jika dosis obat dan jadwal pemberian tidak berubah demikian
maka ketakaturan tersebut mempredisposisi neonatus kearah respon obat yang
diharapkan dari obat yang dimetabolisme oleh hati (Katzung, 1992).
2.4. Ekskresi
Metabolisme pada anak hingga usia kurang lebih satu bulan terhambat
glomeruler dan fungsi tubulus masih imatur. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk
mencapai nilai normal. Umumnya GFR pada anak adalah sekitar 30-40% dan sekresi
tubulus 20-30% nilai orang dewasa, tingkat sekresi tubuler dan laju penyerapan
kembali terus meningkat hingga mencapai nilai orang dewasa pada usia 6-12 bulan.
Oleh karena itu, obat dan metabolit aktif yang diekskresi lewat urin cenderung
terakumulasi. Sebagai konsekuensinya, obat-obat yang diekskresi dengan filtrasi
glomerulus, seperti digoksin dan gentamisin, serta obat-obat yang sangat terpengaruh
sekresi tubuler, misalnya penisilin, paling lambat diekskresi pada bayi baru lahir
(Katzung, 1992 ).
3. Penghitungan dosis
Penentuan dosis obat pada anak hendaknya dilakukan secara individual.
Untuk penentuan dosis yang lebih adekuat pada anak sebaiknya mengacu pada
buku-buku standar pediatri dan buku-buku-buku-buku pedoman terapi pada anak lainnya.
Penghitungan dosis juga dapat dilakukan berdasarkan umur, berat badan, atau luas
permukaan tubuh (Pramudiarja, 2006).
Untuk terapi, dosis anak tidak terdapat dalam literatur, maka dosis
maksimum untuk anak dapat dihitung dengan membandingkan kebutuhan anak
terhadap dosis maksimum dewasa. Yang paling tepat adalah dibandingkan terhadap
luas permukaan, kemudian berat badan, atau umur anak. Berikut ini beberapa cara
Berdasarkan umur:
Formula Young:
tahun
umur
tahun
umur
dewasa
dosis
anak
Dosis
12
)
(
+
×
=
Formula Dilling :
dosis
dewasa
n
n
anak
Dosis
×
+
=
12
Formula Cowling:
Dosis
anak
=
n
+
×
dosis
dewasa
24
1
Formula Fried:
Dosis
anak
=
m
×
dosis
dewasa
150
Berdasarkan berat badan (formula Clark):
kg
kg
badan
berat
dewasa
dosis
anak
Dosis
70
)
(
×
=
Berdasarkan luas permukaan tubuh:
)
(
173
)
(
2 2m
m
tubuh
permukaan
luas
dewasa
dosis
anak
Dosis
=
×
Cat:
n
: umur dalam tahun;
m
: umur dalam bulan.
B. Antibotik
1. Definisi antibiotik
Antibiotik adalah golongan senyawa baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik
khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, dan biasanya antibiotik
bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri
memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotik. Hal itu
menyebabkan bakteri segera mati, dan dalam jangka waktu yang cukup panjang agar
mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotik yang 'tanggung' hanya membuka peluang
munculnya tipe bakteri yang 'kebal' (Setiabudy dan Gan,1995).
Turpin dan Velu (1957), mendefinisikan antibiotik yaitu semua senyawa
kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh melalui sintesis
yang memiliki indeks khemoterapi tinggi yang manifestasi aktivitasnya terjadi pada
dosis yang sangat rendah secara spesifik melalui inhibisi proses tertentu pada virus,
mikroorganisme ataupun juga berbagai organisme bersel majemuk (Wattimena,
1991).
2. Penggunaan antimikroba di klinik
Penggunaan antibiotika di klinik berdasarkan indikasi dengan
mempertimbangkan faktor-faktor berikut (Setiabudy dan Gan,1995) :
a
Gambaran klinik penyakit infeksi, yaitu efek yang ditimbulkan oleh adanya
mikroba dalam tubuh hospes, dan bukan berdasarkan kehadiran mikroba tersebut
semata-mata
b
Efek terapi antibiotik pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai akibat kerja
antibiotik terhadap biomekanisme mikroba, dan terhadap biomekanisme tubuh
hospes.
c
Antibiotika dapat dikatakan bukan merupakan ‘obat penyembuh’ penyakit infeksi
dalam arti kata sebenarnya. Antibiotik hanyalah mempersingkat waktu yang
Antibiotika hanya berkasiat dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak
dapat membunuh virus. Karena itu, penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika
adalah penyakit-penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Wattimena,1991).
Pengunaan salah antibiotik secara luas mengandung berbagai risiko
sebagai berikut (Wattimena, 1991):
a.
Kebanyakan antibiotik menimbulkan efek samping dan risiko toksik
b.
Hipersensitivitas dapat diinduksi sehingga memungkinkan terjadi berbagai reaksi
ringan atau gawat pada pemakaian berulang pemakaian berulang antibiotik
tersebut.
c.
Flora normal usus sering termodofikasi sehingga meningkatkan kemungkinan
untuk terjadi superinfeksi.
d.
Mutan mikroba yang resisten sering terseleksi dari populasi bakteri dan
merupakan ancaman bahaya individual atau epidemiologik.
e.
Status fisiopatologi pasien seringkali menuntut perhatian khusus pada disain
terapi dengan antibiotik.
f.
Faktor lingkungan seperti diet, terapi lain yang dilaksanakan sejajar atau
bersama-sama dengan terapi antibiotik merupakan hal-hal yang perlu diperhitungkan
pengaruhnya terhadap terapi antibiotik.
Kesalahan yang lazim dilakukan pada terapi antibiotik yang dapat
mengakibatkan kegagalan dalam terapi berkisar pada: pertama yaitu kesalahan dalam
pepilihan obat seperti, antibiotik yang salah, antibiotik diberikan untuk demam tanpa
tidak dapat mencapai lokasi infeksi, menggunakan antibiotik yang toksik walaupun
ada yang kurang toksik, dan menggunakan antibiotik yang mahal walaupun tersedia
yang murah dan efektif, kedua yaitu kesalahan dalam pemberian/penggunaan seperti:
dosis keliru, rute pemberian tidak memadai, jangka waktu penggunaan kurang cukup,
gagal mengenal kejadian toksik, tidak memodifikasi dosis pada insufisiensi eliminasi,
mengganti antibiotik padahal faktor tertentu yang memerlukan koreksi dan kepatuhan
pasien pada posologi tidak tercapai (Wattimena, 1991).
Penggunaan antibiotik yang rasional ialah seleksi antibiotik yang selektif
terhadap mikroorganisme penginfeksi dan efektif untuk memusnahkannya yang
mempunyai potensi kecil untuk menimbulkan toksisitas, atau reaksi alergi bagi
pasien. Dengan demikian strategi terapi dengan antibiotik ditentukan oleh karateristik
fenomena infeksi, lokasi infeksi, pengenalan penyebab infeksi, dan kondisi fisiologi
penderita (Wattimena, 1991).
Prinsip-prinsip peresepan antibiotik yang tepat (Sjabana, 2006) adalah
sebagai berikut:
a.
Diagnosis infeksi bakteri ditegakkan (demam saja tidak selalu menunjukkan
infeksi bakteri), lokasi infeksi, dan dipertimbangkan kemungkinan bakteri
b.
Jika memungkinkan, khususnya pada semua infeksi serius, diambil spesimen
yang sesuai (darah, sputum, pus, urine) untuk kultur dan uji sensitivitas antibiotik,
dan pemeriksaan mikroskopis dan pewarnaan gram perlu dilakukan.
c.
Secara keseluruhan, dipertimbangkan kebutuhan terapi antibiotik.
d.
Jika dilakukan kultur, ditetapkan perlu segera diterapi sebelum hasilnya diketahui
atau tidak.
e.
Di pilih obat yang paling tepat, dosis, dan cara pemberiannya paling sesuai.
Dipertimbangkan faktor berikut: organisme, pasien (usia, alergi, fungsi ginjal
dan hati), rapuhnya ketahanan terhadap infeksi (malnutrisi,
keganasan,
imunosupresi, termasuk akibat kortikosteroid), kehamilan, atau faktor genetis
selayaknya, keparahan infeksi, lokasi infeksi dan adanya benda asing, seperti
katup jantung prostetis atau sepotong gelas pada luka kulit.
f.
Monitor keberhasilan terapi secara klinis atau mikrobiologis dengan kultur ulang
sesuai kebutuhan, terkadang dibutuhkan konsentrasi plasma.
g.
Kombinasi antibiotik
terkadang dibutuhkan dalam kasus:
1). infeksi campuran
2). kombinasi yang menghasilkan efek sinergis
3). jika organisme penyebab belum diketahui, maka diperlukan pemberian
4). untuk menghindari timbulnya resistensi terhadap antibiotik tunggal.
h.
Antibiotik terkadang dapat juga digunakan untuk profilaksis, berdasarkan:
1). durasi singkat (biasanya
≤
24 jam)
2). pilihan obat berdasar pengalaman sebelumnya akan kemungkinan kuman
penyebab.
Berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya
sasaran penggunaan antibiotik yaitu: aktivitas antimikroba, efektivitas dan efisiensi
proses farmakokinetik, toksisitas antibiotik, reaksi antara modifikasi flora alamiah
tuan rumah, penggunaan kombinasi antibiotik, pola penggunaan antibiotik
(Wattimena, 1991).
3. Pengelompokan antibiotik
Berbagai pendekatan dapat digunakan untuk mengklasifikasikan antibiotik
antara lain (Wattimena, 1991):
a.
Pendekatan secara kimia
1.
Beta laktam
a).Kelompok penisilin: penisilin G, dan derivatnya, seperti: fenoksipenisilin
(penisilin V, fenetisilin, propisilin), metisilin dan isoksazolil penisilin
(oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin), aminopenisilin (ampisilin,
b). Kelompok sefalosporin: sefalotin, sefalorodin, sefaleksin.
2.
Aminoglikosida: streptomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, neomisin,
framisetin.
3.
Kloramfenikol: kloramfenikol, tiamfenikol
4.
Tetrasiklin: tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin, demetiklor,
rolitetrasiklin, metasiklin, dosisiklin, minosiklin.
5.
Makrolida dan kelompok yang berdekatan: eritromisin, spiramisin,
oleandomisin, linkomisin, klindamisin, sinergistin, pristinamisin, virginiamisin
6.
Refampisin: rifamisin
7.
Polipeptida siklik: polimiksin B, basitraksin, polimiksin E (polistin)
8.
Antibiotik polien: nistatin, amfoterisin B
9.
Antibiotik Lain: vankomisin, ristosetin, novobiosin, griseofulfin
b. Pendekatan berdasarkan mekanisme kerja antibiotik (Wattimena, 1991):
1). Antibiotik yang menginhibisi sintesis atau mengaktifasi enzim dan merusak
dinding bakteri sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang
biak dan sering kali lisis. Termasuk dalam kelompok ini adalah: penisilin,
sefalosforin, sikloserin, vankomisin, ristisetin, basitrasin.
2). Antibiotik yang bekerja langsung terhadap membran sel, mempengaruhi
permeabilitas sehingga menimbulkan kebocoran dan kehilangan senyawa
intraseluler. Termasuk dalam golongan ini adalah: polimiksin, kolistimetat,
3). Antibiotik yang menggangu fingsi ribosom bakteri menyebabkan
penghambatan sintesis protein secara reversibel. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah: kloramfenikol, tetrasiklin, antibiotik makrolida,
eritromisin, linkomisin, dan klindamisin.
4). Antibiotik yang menghambat/menggangu sintesis asam nukleat sel mikroba.
Yang termasuk kelompok ini adalah rifampisin
5). Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba. Yang termasuk
kelompok ini adalah makrolida
c. Pendekatan berdasarkan manfaat dan sasaran kerja (Wattimena, 1991):
1). Antibiotik berspektrum sempit
Jenis antibiotik tersebut ada dua macam yaitu:
a.
Antibiotik yang terutama bermanfaat terhadap bakteri gram positif dan
basil seperti penisilin G, linkomisin, vankomisin, basitrasin
b.
Antibiotik yang terutama efektif terhadap bakteri gram negatif seperti:
aminoglikosida, polimiksin.
2). Antibiotik berspektrum luas
Antibiotik ini mempunyai spektrum kerja luas yaitu efektif terhadap bakteri
gram positif maupun gram negatif seperti: ampisilin, sefalosporin, tetrasiklin,
klorampenikol.
d.
Pendekatan berdasarkan daya kerja antibiotik (Wattimena, 1991):
1). Antibiotik bakteriostatik, antibiotik ini menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bakteri, seperti tetrasiklin yang bekerja dengan menghambat
sintesis protein bakteri.
2). Antibiotik bakterisid, antibiotik ini berefek mematikan bakteri, seperti
rifampisin, polimiksin yang bekerja dengan menghambat biosintesis dinding
sel bakteri.
4. Resistensi dan efek samping
Resistensi bakteri dapat terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak
rasional, contoh penggunaan obat yang tidak rasional antara lain: penulisan obat yang
tidak perlu, obat yang salah, obat yang tidak efektif dan obat dengan kemanjuran
yang meragukan, obat efektif yang tersedia kurang digunakan, dan penggunaan obat
yang tidak benar. Dalam konferensi tenaga ahli tentang pengunaan obat rasional
yang diadakan oleh WHO (1985), di Nairobi mendefinisikan penggunaan obat yang
rasional sebagai berikut: penggunaan obat yang rasional mensyaratkan bahwa pasien
menerima obat-obat yang sesuai dengan kebutuhan klinik mereka, dalam dosis yang
memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri, untuk periode waktu yang memadai,
dan pada harga terendah untuk mereka dan masyarakat (Siregar, 2006).
Istilah penggunaan obat yang rasional dalam kontek biomedis mencakup
kriteria berikut (Siregar, 2005) :
a.
obat yang benar
b.
indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan
c.
obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan pada
pasien, dan harga
d.
dosis, pemberian, dan durasi pengobatan yang tepat
e.
pasien yang tepat, tidak ada kontraindikasi dan kemungkian reaksi merugikan
adalah minimal
f.
kepatuhan pasien terhadap obat
Menurut Sjabana (2006), penggunaan antibiotik secara rasional harus:
a.
tepat indikasi baik profilaksis, maupun terapeutik secara empiris: data
epidemiologis bakteri maupun secara terarah (efektif, aman, spektrum sempit)
b.
tepat penderita
c.
tepat obat
d.
tepat dosis
e.
waspada terhadap
adverse effect (AE)
atau kejadian yang tidak diinginkan, efek
samping obat.
Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
(irrational use of drugs
/IRUD)
dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri. Dari berbagai studi, bentuk utama
irrational use of drugs
/IRUD (Purnamawati 2008), adalah:
a.
pemberian beberapa obat sekaligus pada saat yang bersamaan pada kondisi yang
tidak memerlukan beberapa obat tersebut. Salah satu contohnya yaitu: polifarmasi
anak-anak dengan gangguan kesehatan ringan harian seperti demam, batuk-pilek, atau
diare).
b.
pemberian antibiotika yang berlebihan
c.
pemberian steroid yang berlebihan
d.
tingginya tingkat pemakaian obat non generik
e.
tingginya tingkat pemakaian obat injeksi
f.
tingginya tingkat pemakaian obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan/
off label
use
, yang termasuk dalam kategori
off label use
adalah pemberian antibiotik
untuk infeksi virus seperti diare akut dan ISPA, pemberian steroid untuk batuk,
pilek, pemberian suplemen, vitamin, antihistamin untuk
common colds
/flu,
bronkodilator untuk batuk pada ISPA.
Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik tertentu berupa
resistensi alamiah, resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal)
dan resisensi karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosal) atau
resistensi karena pemindahan gen yang resisten atau plasmid/resistensi silang
(Wattimena, 1991). Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya
kehidupan sel mikroba oleh suatu antibiotik. Resisten dibagi dalam tiga kelompok
(Katzung, 1992), yaitu:
a
Reistensi genetik, dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga mikroba
yang sensitif terhadap suatu antibiotika menjadi resisten.
b
Resistensi non genetik, bakteri dalam keadaan istirahat bila bakteri aktif lagi
c
Resistensi silang, keadaan resisten terhadap antibiotik tertentu yang juga
memperlihatkan resistensi terhadap antibiotik lain.
Resistensi bakteri terhadap antibiotik membawakan masalah tersediri yang
dapat menggagalkan terapi dengan antibiotik. Resistensi dapat merupakan masalah
individu dan epidemiologik (Wattimena, 1991).
Penyebab timbulnya resistensi antibiotika yang terutama adalah karena
penggunaan antibiotika yang tidak tepat, tidak tepat sasaran, dan tidak tepat dosis.
Tidak tepat sasaran, salah satunya yaitu pemberian antibiotika pada pasien yang
bukan menderita penyakit infeksi bakteri. Walaupun menderita infeksi bakteri,
antibiotika yang diberikan pun harus dipilih secara seksama, tidak semua antibiotika
ampuh terhadap bakteri tertentu. Setiap antibiotika mempunyai daya bunuh terhadap
bakteri yang berbeda-beda, karena itu, antibiotika harus dipilih dengan seksama.
Ketepatan dosis sangat penting diperhatikan, tidak tepat dosis dapat menyebabkan
bakteri tidak terbunuh, bahkan justru dapat merangsangnya untuk membentuk
turunan yang lebih kuat daya tahannya sehingga resisten terhadap antibiotika
(Anonim , 2006b)
Terdapat banyak Mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme bisa
menunjukan resistensi terhadap obat-obatan antara lain: mikroorganisme
menghasilkan enzim yang merusak obat aktif, mikroorganisme merubah
permeabilitasnya terhadap obat, mikroorganisme mengembangkan suatu perubahan
mikroorganisme mengembangkan suatu enzim yang telah berubah namun masih tetap
dapat melakukan fungsi metabolismenya walaupun jauh berkurang dipergunakan oleh
obat dari pada enzim di dalam kuman yang rentan (Katzung, 1992)
.
Setiabudy dan Gan (1995) membagi efek samping antibiotika menjadi tiga
kelompok yaitu:
a
Reaksi alergi, ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun
tubuh, terjadinya tidak tergantung pada besarnya dosis obat, manifestasi gejala
dan derajad beratnya reaksi dapat bervariasi.
b
Reaksi idiosinkrasi, merupakan reaksi yang normal yang diturunkan secara
genetik terhadap pemberian antibiotik tertentu.
c
Perubahan biologik dan metabolik, pada tubuh hospes baik yang sehat atau yang
menderita infeksi, terdapat populasi mikroflora normal dengan keseimbangan
ekologi populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukan sifat pathogen.
Penggunaan antibiotika terutama untuk yang berspektrum luas dapat
menggangu keseimbangan ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba meningkat
jumlah populasinya dan bisa menjadi pathogen (Wattimena, 1991)
Dampak negatif pemberian antibiotik yang berlebihan dan tidak bijaksana
adalah terbunuhnya “kuman baik” yang ada di dalam tubuh. Tempat yang semula
ditempati kuman baik menjadi vakum dan kekosongan tersebut diisi oleh kuman
C. RSU. Panti Bhaktiningsih, Godean, Klepu, Yogyakarta
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik
modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Yunisa, 2008)
Menurut keputusan menteri kesehatan republik Indonesia nomor:
983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
Rumah sakit umum mempunyai empat fungsi dasar, antara lain pelayanan penderita,
pendidikan dan pelatihan, penelitian serta kesehatan masyarakat (Yunisa, 2008)
RSU. Panti Bhaktiningsih terletak di sebelah selatan Yogyakarta, sebelah
selatan berbatasan dengan dengan kecamatan Sedayu (Kabupaten Bantul), sebelah
utara berbatasan dengan sungai progo (Kabupaten Kulon progo), sebelah timur
berbatasan dengan kecamatan Gamping dan kecamatan Mlati/kabupaten Sleman
(Emirentiana,1996). Pada tanggal 16 Juli 1969 didirikan suatu Yayasan Kesejahteraan
Kesahatan Rakyat (YKKR) Santo Fransiskus, Klepu, yang mengelola poliklinik dan
ruamah bersalin sebagai wujud dan tanggapan atas kebutuhan masyarakat disekitar
Pada tanggal 1 Oktober 1988, YKKR Santo Fransiskus mendapat izin
menjadi rumah sakit umum (RSU) kelas pratama (tipe D) yang bergerak dibidang
pelayanan kesehatan dan merawat orang sakit. Fasilitas yang dimiliki dari RSU ini
meliputi: kamar operasi, kamar rontgen, ruang perawatan, rumah duka, ruang P
3K,
laboratorium, kantor yayasan, ruang direksi, asrama, dan ruang kebidanan
(Emirentiana,1996).
Rumah sakit Panti Baktiningsih memberikan pelayanan kesehatan untuk
semua kalangan masyarakat. Visi rumah sakit adalah atas dasar cinta kasih
memberikan pelayanan yang manusiawi, menyeluruh, professional, berkinerja tinggi,
bermutu sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dan dengan misi 1).
melaksanakan pelayanan kesehatan secara menyeluruh demi memuliakan nama
Tuhan dalam kegembiraan, kedederhanaan, dan terutama dalam cinta kasih, 2).
mendayagunakan seluruh sarana dan prasarana sumber daya manusia yang tersedia,
dan 3). memberikan dan meningkatkan pelayanan yang optimal (Emirentiana,1996).
D. Keterangan Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai
penggunaan antibiotik pada pasien pediatri pada salah satu rumah sakit swasta Klepu,
Godean, Yogyakarta, yang meliputi: golongan dan nama antibiotik yang digunakan,
diagnosis dalam peresepan antibiotik, dosis dan regimen dosis antibiotik yang
Dosis
No Golongan
antibiotik
Indikasi
DIH
IONI 2000
MIMS 2007-2008
1 Antimikobakteri:
Rifampisin
Isoniazid
Pirazinamida
TB pulmoner dan
ekstra pulmoner,
liprosis
TBC dalam kombinasi
dengan obat anti TB
lain
Rifampisin
Inflant dan anak <12 th: TB dosis
tiap hari: 10 mg/kg/hari, max 600
mg/hari, laten dan infeksi TB: 10-20
mg/kg/hari, mx 600 mg selama 6
bulan.
INH
Inflant dan anak:
Infeksi TB laten: 10-20 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis terbagi (max 300
mg) atau 20-40 mg/kg (max 900 mg)
2 kali seminggu selama 9 bulan
Infesi TB aktif: 10-15 mg/kg/hari
dalam 1-2 dosis terbagi (maks 30
mg/hari) atau 20-30 mg/kg (maks
900 mg 2 kali seminggu
PZA
Dosis anak: tiap hari: 15-30
mg/kg/hari (max 2 g/hari) atau 50
mg/kg/dosis (max 4 g/dosis)
Rifampisin
TB: 10 mg/kg (8-12 mg/kg) perhari
max 600 mg/hari, dua atau tiga kali
seminggu, sebaiknya diberikan 30
menit sebelum makan
INH
Anak: 5 mg/kg (4-6 mg/kg)/hari, max
300 mg/hari; 10 mg/kg tiga kali
seminggu atau 15 mg/kg dua kali
seminggu
Profilaksis: 5 mg/kg/hari (maks 300
mg/hari) selama 6 bulan atau lebih.
PZA
Dosis untuk dua atau tiga bulan
pertama: 25 mg/kg/hari (20-30
mg/kg/hari); 35 mg/kg (30-40 mg/kg)
tiga kali seminggu;50 mg/kg (40-60
mg/kg) dua kali seminggu
Rifampisin
Dosis anak 10-20 mg/kg
BB/hari, max 600 mg/hari,
paling baik diberikan pada
perut dalam keadaan kosong
1 jam sebelum makan atau 2
jam sesudah makan
INH
Dosis anak = 10-20 mg/kg
BB/hari dalam dosis tunggal
atau dosis terbagi tegantung
keparahannya, pemberian
bersamaan dengan
Rifamisin dengan fekuensi
1 tab 1 kali sehari
PZA
Dosis dewasa: 20-35
mg/kg/hari dalam 2-4 dosis
terbagi, maks 3 g/hari
2.
β
-laktam
1.a. Pinisilin
Amoxicillin
Ampisilin
1.b.
Sefalosporin
Infeksi saluran nafas,
infeksi saluran
genito-urinaria, infeksi kulit
dan jaringan lunak yang
disebabkan organisme
gram positif/negatif
yang peka terhadap
obat ini
Infeksi saluran kemih,
otitis media, bronkitis
akut, salmonelasis
Amoxcicilin
Dosis anak
≤
3 bulan : 20-30
mg/kg/hari tiap 12 jam
≥
3 bulan sampai < 40 kg: 20-50
mg/kg/hari tiap 8-12 jam
Ampisilin: Dosis inflan & anak:
50-100 mg/kg/hari dalam dosis terbagi
tiap 6 jam, max 2-4 g/hari
Cefadroxil
Dosis oral anak: 30 mg/kg/hari dalam
2 dosis terbagi, max 2 g/hari
Amoxicilin
Dosis anak < 10 th: 125-250 mg tiap 8
jam
Ampisilin
Dosis untuk anak-anak <10 tahun = ½
dari dosis dewasa. Dosis dewasa: oral:
0,25-1 g tiap 6 jam diberikan 30 menit
sebelum sebelum makan.
Cefadroxil
Dosis anak < 1 tahun = 25 mg/kg
BB/hari dalam dosis terbagi, anak 1-6
Amoxcicilin
Dosis anak: 20 mg/kg
BB/hari tebagi tiap 8 jam,
sebaiknya diberikan
bersama makanan
Cefadroxil
Kombinasi
Bactricid
Cotrimoxazole
(kombinasi
sulfametasole
dan trimethopen
5:1)
infeksi saluran nafas,
infeksi saluran cerna,
dan bronchitis kronis
dan akut
8-12 mg TMP/kg/hari dalam 2 dosis
terbagi tiap 12 jam, infeksi berat: 20
mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi
tiap 6 jam, otitis media akut: 8 mg
TMP/kg/hari dalam dosis terbagi tiap
12 jam selama 10 hari, dan ISK: 6-12
mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi
tiap 12 jam
dan 6-12 tahun = 480 mg tiap 12 jam
mL, 2-5 th = 2,5-5 mL, 6
minggu-2 th = 2,5 mL,
semuanya 2 kali perhari.
Dewasa dan anak >12 th = 2
tab 2 x/hari
4. Makrolida
Eritromisin
alternatif bagi pasien
yang alergi pinisilin
dengan pengobatan
enteritis kompilobakter,
pneumonia, penyakit
legionnaire, sifilis,
uretritis non
gonokokus, prostatitis
kronis, akne vulgaris,
dan profilaksis difetri
Dosis inflant dan anak:
Base (dosis awal), estolate dan
stearat:30-50 mg/kg hari dalam 2-4
dosis terbagi (tidak lebih dari 2
g/hari), ethyisuccinate: 30-50 mg/kg
hari dalam 2-4 dosis terbagi (tidak
lebih dari 3,2 g/hari), pharingitis 240
mg dalan 2 dosis terbagi max 1600
mg/hari selama 5 hari
Dosis dewasa dan anak > 8 th =
250-500 mg tiap 6 jam atau 0,5-1 g tiap 12
jam, sampai 2 th 125 mg tiap 6 jam,
dan 2 -8 tahun = 250 mg tiap 6
jam.untuk infeksi berat dosis dapat
digandakan
Dosis anak: 30-50
mg/kg/hari dalam dosis
terbagi tiap 6 jam.
Bayi < 2 th = 125 mg 4 x /
hari
5.
Aminoglikosida
Gentamisin
sulfat
Infeksi kulit bakterial,
septicemia, ISK, infeksi
saluran nafas,
maingitis, infeksi kulit
dan jaringan lunak
Topical: cara penggunaannya yaitu
dengan mengoleskan 3-4 kali perhari
Sediaan ini dalam bentuk salep maka
cara penggunaannya yaitu dengan
mengoleskan 3-4 kali perhari
Dosis anak: 3-5 mg/kg/hari
terbagi dalam tiga dosis
Topical: oleskan 3-4
kali/hari
6.
Quinolon
Ciprofloxasin
Infeksi kuman gram
positif/negatif,
profilaksis pada bedah
saluran cerna bagian
atas, infeksi saluran
atas, ISK, gonore
Dosis anak:ISK: 1-17 th: 20-30
mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi tiap
12 jam selama 10-21 hari (max 1,5
g/hari) dan cystic fibrosis: 5-17 th: 40
mg/kg/hari dalam dosis terbagi tiap
12 jam selama 10-21 hari
Dosis anak tidak dianjurkan tetapi bila
resikonya lebih baik maka dosis yang
dapat diberikan untuk dosis oral =
7,5-15 mg/kg BB/ hari dibagi dalam 2 dosis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian termasuk jenis penelitian non ekperimental dengan rancangan
deskriptif, data dikumpulkan secara retrospektif periode Juli 2007-Juni 2008 di salah
satu rumah sakit umum swasta, Klepu, Yogyakarta.
B.
Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah berupa lembar catatan medik
(
medical record
s) dengan kriteria:
1.
Pasien pediatri usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di instalasi rawat
jalan di salah satu rumah sakit swasta, klepu periode Juli 2007-Juni 2008
2.
Memuat tanggal, umur pasien, berat badan pasien, diagnosis dan anamnesis,
serta terapi farmakologi khususnya menerima terapi antibiotik.
C.
Definisi Operasional
1.
Pasien pediatri adalah pasien dengan usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di
instalasi rawat jalan pada salah satu rumah sakit swata di Klepu, Godean,
2.
Antibiotik adalah semua obat golongan antibiotik yang digunakan untuk semua
pasien pediatri usia 1-12 tahun yang menjalani perawatan di instalasi rawat jalan
salah satu rumah sakit swasta Klep, Yogyakarta periode Juli 2007-Juni 2008.
3.
Penghitungan dosis anak berdasarkan berat badan dan usia anak, dengan standar
dosis:
Drug information Handbook
(DIH), Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI), MIMS Indonesia 2007/2008.
D.
Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai analisis penggunaan antibiotik pada pasien pediatri di
lakukan di instalasi rawat jalan pada salah satu rumah sakit umum swasta di Klepu,
Godean, Yogyakarta.
E.
Tata Cara Penelitian
Jalannya penelitian meliputi tiga tahap, tahap pertama adalah tahap
perencanaan, tahap kedua adalah tahap pengambilan data, dan tahap ketiga adalah
pengolahan hasil dan pembahasan.
1.
Perencanaan, meliputi penentuan dan analisis masalah yang akan dijadikan
bahan penelitian, dimulai dengan mencari informasi penggunaan antibiotik
pada pasien pediatri sebagai pertimbangan penentuan masalah.
2.
Pengambilan data, di lakukan dengan cara melihat catatan medik di ruang
tahun, kemudian dari catatan medik tersebut semua resep yang mengandung
antibiotik dicatat ulang, lengkap dengan tanggal, umur pasien, berat badan
pasien, diagnosis dan anamnesis penyakit, dan terapi yang diberikan dalam
buku laporan.
a. Proses pengambilan data dilakukan dengan penelusuran data pasien
pediatri, kemudian dipilih lembar rekam medik yang meresepkan
antibiotik sebagai data dan mencatatnya ke dalam lembar kerja laporan.
b. Proses pencarian data dilakukan dengan melihat laporan di instalasi rawat
jalan yang berisi tanggal, berat badan pasien, diagnosis dan anamnesis
penyakit, dan terapi obat yang diresepkan. Selanjutnya dilakukan
pengambilan data berupa lembar rekam medik yang menggunakan terapi
antibiotik.
c. Proses pencatatan data dilakukan dengan mencatat data yang ada dalam
lembar rekam medik pasien pediatri rawat jalan. Data yang diambil
meliputi tanggal, berat badan pasien, diagnosis penyakit, dan terapi obat
yang diresepkan. Data yang diperoleh diolah dengan cara
mengelompokkan dalam bentuk table dan diagram pie.
Hasil pengumpulan data kemudian diolah, dan disajikan secara deskriptif,
data yang diambil berupa:
1.
Golongan dan nama antibiotik yang digunakan
2.
Diagnosis dalam peresepan antibiotik
3.
Dosis dan regimen dosis antibiotik yang diresepkan
G.
Analisis Data
1.
Golongan dan jenis antibiotik yang digunakan
Masukkan data dalam tabel yang terdiri dari kolom nomer, golongan
antibiotik, nama antibiotik (nama generik daan nama dagang) yang digunakan,
jumlah item obat (R/), dan persentasenya, sehingga diperoleh persentase golongan
dan jenis antibiotik yaitu:
% Golongan antibiotik =
100
%
/
×
∑
∑
antibiotik
R
antibiotik
golongan
X
% Jenis antibiotik =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
antibiotik
jenis
X
2.
Persentase dari diagnosis penyakit dalam peresepan antibiotik
Persentase diagnosis penyakit =
×
100
%
∑
∑
seluruh
hasil
diagnosis
diagnosis
hasil
3.
Dosis dan regimen dosis dalam penggunaan antibiotik
Dosis antibiotik dan regimen dosis antibiotik di bandingkan dengan buku
standar yaitu DIH, IONI 2000, dan MIMS 2007/2008, sebagai berikut:
% ketepatan dosis =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
tepat
dosis
item
% ketidaktepatan dosis =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
tepat
tidak
dosis
x
% ketepatan frekuensi pemberian =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
tepat
pemberian
frekuensi
% F.P. tidak tepat =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
tepat
tidak
pemberian
frekuensi
% lama pemberian =
×
100
%
∑
∑
antibiotik
item
pemberian
lama
x
51,28% 33,06%
12,86% 2,03%
0,40%
0,40% Antimikobakt eri
β- Lakt am
Antibiot ik kombinasi Makrolida
Aminoglikosida
Quinolon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di salah satu rumah sakit umum swasta, Klepu,
Godean, Yogyakarta, pada pasien rawat jalan pediatri dengan usia 1-12 tahun pada
periode Juli 2007-Juni 2008, data diperoleh dengan melihat catatan medik pasien
rawat jalan pediatri baik pasien dokter anak, dokter penyakit dalam, dokter bedah,
kebidanan, dokter gigi, dokter THT, dokter umum dan dokter penyakit jiwa. Data
yang diambil adalah lembar catatan medik yang memberikan terapi antibiotik
berjumlah 616 lembar dengan jumlah item keseluruhan 1659 item maka diperoleh
rata-rata item per lembar resep 2,69
≈
2,7 item/lembar.
A.
Golongan dan Jenis Antibiotik yang diresepkan.
Antibiotik yang diresepkan 739 item obat dari 616 lembar resep, terbagi
dalam 6 golongan antibiotik yaitu golongan antimikobakteri, golongan
β
-laktam,
antibiotik kombinasi, golongan makrolida, golongan aminoglikosida dan golongan
quinolon, seperti yang tertera dalam gambar I dibawah ini:
Sumber: data yang diolah
Antibiotik yang diresepkan 739 item terbagi dalam 6 golongan dan 10
jenis antibiotik. Golongan antibiotik yang digunakan dalam terapi terbagi dalam 6
golongan antibiotik dan yang paling banyak digunakan adalah golongan
antimikobakteri sebanyak 379 (51,28 %) terdiri dari 271 rifampisin, 100
pirazinamida (PZA), dan 8 isoniasid (INH), antibiotik tersebut diindikasikan untuk
TBC dan semuan obat memakai nama generik; yang kedua adalah golongan
β
-Laktam yang terbagi menjadi dua, yaitu penisilin berjumlah 243 (32,92 %) terdiri
dari 155 Amoxsan, 47 amoksisilin, 35 Opimox, 5 Kalmoxicilin, 1 ampisilin, dan
sefalosporin yaitu 1 (0.14 %) sefadroksil. Golongan
β
-Laktam 244 item, yang
memakai nama generik 53 item (amoksisilin) dan 209 memakai nama dagang
(Amoxsan, Klmoxicilin, Opimox), golongan yang ketiga adalah antibiotik kombinasi
berjumlah 95 (12,86 %) terdiri dari 86 Bactricid dan 9 kotrimoksasol, dari 95 yang
memakai nama generik 9 item (kotrimoksasol) dan 86 item menggunakan nama
dagang (Bactricid), untuk golongan
β
-Laktam dan antibiotik kombinasi ada 339 item
antibiotik, yang memakai nama generik 44 item antibiotik (amoksisilin dan
kotrimoksasol) dan 295 item antibiotik memakai nama dagang yaitu golongan
β
-Laktam (Amoxsan, Kalmoxicilin, Opimox) dan antibiotik kombinasi (Bactricid), hal
tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut lebih banyak menggunakan
antibiotik dengan nama dagang dibandingkan nama generik; golongan keempat
berjumlah 14 (2,03 %) yaitu golongan makrolida (eritromisin); golongan kelima
golongan tersebut semuanya memakai nama generik. Golongan dan jenis antibiotik
yang diresepkan dapat dilihat dalam tabel II di bawah ini:
Tabel II. Golongan dan Nama Antibiotik Pasien Pediatri yang diresepkan
No Golongan
antibiotik
Nama generik
Nama dagang
Jumlah
Persentase
(%)
∑
%
golongan
1 Antimikobakteri:
Rifampisin
Isoniazid
Pirazinamida
271
8
100
36,64
1,08
13,56
51,28
2
β
-laktam
1.a. Pinisilin
1.b. Sefalosporin
Amoksisilin
Ampisilin
Sefadroksil
Amoxsan
Opimox
Kalmoxicilin
47
155
35
5
1
1
6,36
20,95
4,79
0,68
0,14
0,14
33,06
3 Antibiotik
Kombinasi
Kotrimoksasol
Bactricid
9
86
1,22
11,64
12,86
4
Makrolida
Eritromisin
15
2,03
2,03
5
Aminoglikosida
Gentamisin
3
0,40
0,40
6 Quinolon
Siprofloksasin
3
0,40
0,40
Jumlah
739
100,00
100,00
Hasil penelitian menujukkan bahwa pasien pediatri rawat jalan di rumah
sakit tersebut 51,28 % menerima terapi untuk penyakit TB dengan antibiotik
antimikobakteri. Antibiotik tersebut berdaya kerja sebagai bakterisid yang berefek
menghambat pembelahan bakteri dengan mekanisme kerja menghambat/menggangu
sintesis asam nukleat sel mikroba (Wattimena, 1991).
Penggunaan antibiotik penisilin sebesar 32,92 %. Antibiotik tersebut
berdasarkan manfaat dan sasaran kerjanya termasuk antibiotik berspektrum luas yang
bekerja dengan cara menginhibisi sintesis atau mengaktifkan enzim yang merusak
dinding bakteri, sehingga menghilangkan kemampuan untuk berkembang biak dan
kombinasi sulfametosasol (SMZ) dan trimetoprim (TM) dengan perbandingan 5:1
sebesar 12,86%.
B.
Diagnosis Penyakit dari Antibiotik yang diresepkan
Tepat indikasi dapat dilihat dari diagnosis penyakit dari terapi antibiotik
yang diberikan. Kesesuaian antara penyakit yang diderita dengan terapi yang di
berikan kususnya peresepan antibiotik bagi anak-anak perlu dikaji, karena kesalahan
atau ketidaktepatan diagnosis dengan terapi yang diberikan dapat berakibat fatal.
Antibiotik hanya bermanfaat dengan baik bila penyakit tersebut karena infeksi oleh
bakteri, bukan karena virus atau penyebab lain, data diagnosis penggunaan antibiotik
yang diresepkan dapat dilihat pada tabel III berikut:
Tabel III. Diagnosis dan Terapi Antibiotik yang diresepkan
No Indikasi Antibiotik
Item
∑
keseluruhan
Persentase
(%)
1 TBC
RIF
INH
PZA
271
8
100
379
51,28
2
Menurut Handrawan (2007), ISPA
dibagi menjadi: 1.Batuk, pilek panas
2.Pharingitis (infeksi di tenggorokan)
3.Rinopharingitis (infeksi di hidung
dan tenggorokan), 4.Tonsilopharingitis
(infeksi di kelenjar amandel selain
tenggorokan)
Amoksisilin
Kotrimoksasol
Eritromisin
Cefadroksil
173
38
11
1
234
31,66
3 Gangguan
pencenaan:
•
Diare, muntah
•
Muntah, pusing, Pilek panas, sakit
perut (abdo