• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida - USD Repository"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS ASETIL EUGENOL

DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Albertus Eka Yudistira Sarwono NIM : 078114118

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

SINTESIS ASETIL EUGENOL

DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Albertus Eka Yudistira Sarwono NIM : 078114118

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)

iii

Persetujuan Pembimbing

SINTESIS ASETIL EUGENOL

DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA

Skripsi yang diajukan oleh: Albertus Eka Yudistira Sarwono

NIM : 078114118

telah disetujui oleh:

Pembimbing

(4)
(5)

v

There must be no barriers to freedom of inquiry ... There is

no place for dogma in science. The scientist is free, and

must be free to ask any question, to doubt any assertion, to

seek for any evidence, to correct any errors. ... We know

that the only way to avoid error is to detect it and that the

only way to detect it is to be free to inquire. And we know

that as long as men are free to ask what they must, free to

say what they think, free to think what they will, freedom

can never be lost, and science can never regress."

J. Robert Oppenheimer

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Albertus Eka Yudistira Sarwono Nomor Mahasiswa : 078114118

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: SINTESIS ASETIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 18 Januari 2011

Yang menyatakan,

(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul SINTESIS ASETIL EUGENOL DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, bimbingan, saran, dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing atas bantuan, kesabaran, perhatian, dan semangat selama penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini

3. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. dan Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si. selaku dosen penguji atas segala masukkan dan bimbingannya

(8)

viii

5. Helen yang selalu mendukung Penulis menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini

6. Florentinus Dika Octa Riswanto selaku partner skripsiku atas segala bantuan, dukungan, motivasi, dan semangat dari awal penelitian sampai penyusunan skripsi ini

7. Sahabat-sahabatku: Yoga, Manda, Wicak, Dika, Wawan “Jinguk”, Daniel, Dani, Heru, Toro, Benny, Lala, Lia, Yunita, Dita, Maya, Olive, Devi, Felix, Anton atas kebersamaan, bantuan, serta dukungan selama ini

8. Teman-teman FST 2007 yang telah memberikan saran, dukungan, dan semangat bagi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

9. Mas Parlan, Mas Bimo, Mas Kunto dan segenap laboran lain atas segala bantuannya selama ini

10.Tim UKF basket Farmasi dan Tim UKF basket FST (esp. Roy dan Teo) atas waktu-waktu yang berkesan di lapangan

11.Keluarga besar konggregasi Serikat Yesus dan Oblat Maria Immakulata atas segala pendidikan dan pengalaman yang diberikan

Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan Penulis. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

(9)

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 18 Januari 2011 Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

(11)
(12)

xii

E. Tata Cara Penelitian ... 16

(13)

xiii

6. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR) ... 32

D. Perhitungan Rendemen ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

A. Kesimpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 41

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan karakteristik organoleptis eugenol, asetil eugenol, dan senyawa hasil sintesis ... 25 Tabel II. Nilai Rf kromatogram KLT ... 26

Tabel III. Perbandingan gugus eugenol, asetil eugenol, dan senyawa hasil

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Eugenol ... 5

Gambar 2. Asetil eugenol ... 6

Gambar 3. Anhidrida asam asetat ... 7

Gambar 4. Reaksi esterifikasi ... 8

Gambar 5. Reaksi pembentukan asetil eugenol ... 13

Gambar 6. Reaksi pembentukan garam eugenolat ... 21

Gambar 8. Mekanisme reaksi sintesis asetil eugenol ... 23

Gambar 7. Hidrolisis asetil eugenol ... 24

Gambar 9. Kromatogram dari KLT ... 26

Gambar 10. Kromatogram dari KG senyawa hasil sintesis ... 28

Gambar 11. Spektra MS puncak 1 dengan waktu retensi 10,158 menit ... 29

Gambar 12. Spektra MS puncak 2 dengan waktu retensi 13,239 menit ... 29

Gambar 13. Usulan pola fragmentasi spektra MS asetil eugenol ... 30

Gambar 14. Spektra IR senyawa hasil sintesis ... 31

Gambar 15. Penomoran tipe proton asetil eugenol ... 32

Gambar 16. Penomoran tipe proton eugenol... 33

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan rendemen asetil eugenol ... 42

Lampiran 2. Foto penelitian ... 43

A. Rangkaian alat sintesis ... 43

B. Senyawa hasil sintesis ... 43

Lampiran 3. Kromatogram Kromatografi Gas Senyawa Hasil Sintesis…... 44

Lampiran 4. Spektra Massa Senyawa Hasil Sintesis ... 45

A. Puncak 1 ... 45

B. Puncak 2 ... 46

Lampiran 5. Spektra Infra Merah Senyawa Hasil Sintesis ... 47

Lampiran 6. Spektra Infra Merah Senyawa Tunggal ... 48

A.Eugenol ... 48

B.Asetil Eugenol ... 48

Lampiran 7. Spektra 1H-NMR Senyawa Hasil Sintesis ... 49

(17)

xvii

SINTESIS ASETIL EUGENOL

DARI EUGENOL DAN ANHIDRIDA ASAM ASETAT DENGAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA

INTISARI

Eugenol merupakan senyawa yang diketahui berkhasiat sebagai senyawa antiinflamasi. Meskipun demikian, selektifitas mekanisme antiinflamasi eugenol terhadap jalur siklooksigenase 2 (COX-2) rendah, sehingga perlu dilakukan modifikasi terhadap strukturnya. Salah satu modifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan asetilasi pada eugenol. Substitusi asetil pada OH fenolik eugenol dapat membentuk senyawa asetil eugenol (4-alil-2-metoksifenil asetat). Adanya gugus asetil ini diharapkan dapat memberikan selektifitas lebih baik, didasari asumsi bahwa molekul Non-Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) selektif

COX-2 cenderung lebih besar daripada molekul yang tidak selektif.

Sintesis asetil eugenol dilakukan dengan mereaksikan eugenol 0,0323 mol dengan kalium hidroksida 0,0321 mol dan dipanaskan pada 70-80° C selama 30 menit. Kemudian ditambahkan anhidrida asam asetat 0,0969 mol dalam suhu 70-80° C dan direaksikan selama 3 jam. Senyawa hasil sintesis diisolasi, dimurnikan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut kloroform dan dicuci dengan natrium hidroksida 5%. Hasil sintesis dianalisis dengan uji pendahuluan organoleptis, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas, serta elusidasi struktur yang meliputi spektroskopi massa, spektroskopi 1H-Nuclear Magnetic Resonance, dan spektrofotometri inframerah.

Senyawa hasil sintesis berupa cairan coklat kehitaman. Berdasarkan elusidasi struktur disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis berupa campuran molekul target asetil eugenol (rumus molekul C12H14O3, berat molekul 206 g/mol)

dan starting material eugenol. Rendemen kasar asetil eugenol yang diperoleh sebesar 78,54%.

(18)

xviii

SYNTHESIS OF ACETYL EUGENOL

FROM EUGENOL AND ACETIC ACID ANHYDRIDE WITH POTASSIUM HYDROXIDE AS CATALYST

ABSTRACT

Eugenol is a compound that has been known as an anti-inflammatory agent. However, the selectivity of anti-inflammatory mechanisms of eugenol on cyclooxygenase 2 path (COX-2) is low, so that modification to the structure is necessary. One modification that can be done is acetylation. Acetyl substitution on

eugenol’s OH phenolic forms acetyl eugenol (4-allyl-2-methoxyphenyl

acetate). Substitution of this acetyl group is expected to give better selectivity, based on assumption that the molecules of Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs) COX-2 selective tend to be larger than the molecules that are not selective.

Synthesis of acetyl eugenol performed by reacting 0.0323 mol eugenol with 0.0321 mol potassium hydroxide and heated at 70-80° C for 30 minutes. Then 0.0969 mol of acetic acid anhydride added in same temperature and reacted for 3 hours. Synthesized compound then isolated and purified by chloroform extraction, washed with 5% sodium hydroxide, then analyzed with preliminary organoleptic test, thin layer chromatography and gas chromatography, as well as structure elucidation, including mass spectroscopy, spectroscopy 1 H-Nuclear Magnetic Resonance, and infrared spectrophotometry.

The synthesized compound was blackish brown liquid. Based on the structure elucidation, synthesized compound was a mixture of target molecule acetyl eugenol (molecular formula C12H14O3, molecular weight 206 g / mol) and

starting material eugenol. Crude rendement of acetyl eugenol obtained was 78,54%.

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Angka morbiditas peristiwa inflamasi cukup tinggi di masyarakat. Gejala ini umumnya ditangani dengan pemberian obat antiinflamasi pada penderita. Untuk menghindari efek samping obat golongan steroid, biasanya diberikan obat-obat antiinflamasi golongan Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs (NSAID).

Namun, kebanyakan obat golongan NSAID bersifat non selektif jalur COX (siklooksigenase), sehingga dapat berinteraksi dengan COX-1 maupun COX-2. Penghambatan pada COX-1 akan mengakibatkan efek merugikan terutama pada saluran gastrointestinal pasien. Oleh karena itu, penelitian untuk penemuan senyawa antiinflamasi baru yang selektif COX-2 menjadi penting.

(20)

2

Pada penelitian ini dilakukan asetilasi pada gugus –OH fenolik eugenol. Penambahan gugus meruah ini dilakukan dengan mereaksikan eugenol dengan anhidrida asam asetat berdasarkan reaksi esterifikasi pada gugus –OH fenoliknya. Dalam reaksi ini, eugenol berperan sebagai nukleofil dan anhidrida asam asetat berperan sebagai elektrofil. Hasil dari reaksi ini adalah senyawa asetil eugenol yang memiliki struktur lebih besar daripada eugenol. Senyawa asetil eugenol telah diketahui memiliki pengaruh terhadap biosintesis prostaglandin (Srivastara and Maholtra, 1991).

Sintesis dilakukan dengan menggunakan katalis basa kalium hidroksida. Proses esterifikasi dengan katalis basa dinilai dapat menurunkan kemungkinan terjadinya reaksi reversibel seperti pada penggunaan katalis asam. Katalis basa ini dapat menambah nukleofilisitas gugus fenolik eugenol dengan mengubah eugenol menjadi ion eugenolat. Bertambahnya nukleofilisitas menyebabkan ion eugenolat dapat bereaksi lebih cepat dengan atom C karbonil anhidrida asam asetat sehingga rendemen optimum dapat diperoleh.

1. Permasalahan

a. Apakah asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida?

(21)

3

2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang sintesis asetil eugenol pernah dilakukan oleh Manoppo (2010) pada Isolasi Eugenol dari Bunga Cengkeh dan Sintesis Eugenil

Asetat dengan natrium asetat sebagai katalis, oleh Carrasco et al. (2008) pada Eugenol and Its Synthetic Analogues Inhibit Cell Growth of Human Cancer Cells

(Part I) dengan katalis piridin, dan oleh Bulan (2004) pada Reaksi Asetilasi Eugenol dan Oksidasi Metil Iso Eugenol dengan katalis asam sulfat. Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida sejauh pengamatan peneliti belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan pada jalur-jalur modifikasi senyawa eugenol.

(22)

4

B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida.

(23)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Eugenol

Eugenol diperoleh dari minyak cengkeh, berbentuk cairan tidak berwarna atau kuning pucat, memiliki bau cengkeh kuat, menusuk, rasa pedas, dan tidak memutar bidang polarisasi. Bila terpapar udara warna eugenol menjadi gelap dan mengental. Kelarutan eugenol adalah 1 bagian volume terlarut dalam 2 bagian volume etanol 70% (Budavari, 2001).

OH O H2C

CH3

Gambar 1. Eugenol

(24)

6

B. Asetil Eugenol

Asetil eugenol merupakan senyawa derivat eugenol, senyawa atsiri dalam minyak tumbuhan cengkeh (Syzygium aromatikum L.). Asetil eugenol

berwarna kuning sampai kuning kecoklatan, berbau pedas aromatik cengkeh (Sigma-Aldrich, 2010). Asetil eugenol atau eugenil asetat memiliki nama kimia 4-alil-2-metoksifenil asetat serta rumus kimia C12H14O3 dengan berat molekul

206,241 gram/mol (R&DChemicals, 2006). Hasil penelitian Srivastava and Maholtra (1991) terhadap asetil eugenol menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi pada asetil eugenol. Karena itu, asetil eugenol memiliki potensi penggunaan sebagai agen antiinflamasi baru.

Pada penelitian sintesis asetil eugenol Bulan (2004) digunakan katalis asam sulfat dan dihasilkan area 69:31 untuk asetil eugenol:eugenol pada kromatografi gas. Manoppo (2010) melakukan sintesis dengan metode refluks menggunakan katalis natrium asetat anhidrida dan menghasilkan rendemen 63,54%. Pada penelitian Carrasco et al. (2008) digunakan katalis piridin.

O

(25)

7

dan sebuah hidroksil dan antaraksi kedua gugus ini menyebabkan kereaktifan kimia asam karboksilat (Tarigan, 2009).

Anhidrida asam karboksilat, RCO-O-COR biasanya hanya disebut anhidrida. Senyawa ini dapat disintesis dari dua molekul asam karboksilat dengan penghilangan air (Suggs, 2002). Karena kereaktifitasannya tinggi, turunan asam karboksilat ini sangat berguna dalam sintesis senyawa organik yang lain (Fessenden and Fessenden, 1986).

Anhidrida asam asetat digunakan dalam proses asetilasi karena lebih reaktif dibandingkan asam karboksilat. Hal ini disebabkan karena ion karboksilat pada anhidrida asam asetat merupakan leaving group yang lebih baik

dibandingkan gugus –OH pada asam karboksilatnya. Elektrofilisitas C karbonil pada anhidrida asam asetat juga lebih besar daripada elektrofilisitas C karbonil asam asetat, sehingga molekul anhidrida asam asetat menjadi lebih reaktif (Supardjan, 2004).

H3C O CH3

O O

(26)

8

D. Reaksi Esterifikasi Eugenol

Suatu ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2-R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat

terbentuk dengan reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dan suatu alkohol, suatu reaksi yang disebut esterifikasi (Fessenden and Fessenden, 1986).

Reaksi esterifikasi secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut: R-COOH + R’-OH R-COOR’ + H2O

(suatu asam karboksilat) (suatu alkohol) (suatu ester)

Gambar 4. Reaksi esterifikasi

Esterifikasi suatu fenol, termasuk eugenol, dapat terjadi dengan suatu asam karboksilat atau dengan derivat asam karboksilat yang lebih reaktif seperti anhidrida asam asetat. Esterifikasi dengan asam karboksilat umumnya memiliki rendemen yang kecil sehingga seringkali digunakan derivat yang lebih reaktif (Fessenden and Fessenden, 1986).

Kalium hidroksida (KOH) merupakan suatu basa kuat dan sangat reaktif terhadap senyawa asam (ChemicalLand21, 2010). Katalis basa pada substitusi nukleofilik asil akan merubah nukleofil OH menjadi O- yang lebih kuat atau basanya (-OH) dapat bertindak sebagai reagen nukleofilik kuat (Sykes, 1985).

E. Analisis Senyawa Hasil Sintesis 1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

(27)

9

yang dilapisi dengan fase diam. Senyawa yang akan dianalisis ditotolkan pada dasar lempengan yang dilapisi fase diam dan dielusi dengan fase gerak yang akan bergerak naik oleh karena gaya kapilaritas (Bresnick, 1996).

Jika fase diam bersifat polar maka senyawa yang bersifat polar akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa non polar akibat interaksi tarik-menarik dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam polar sehingga terelusi lebih cepat (Bresnick, 1996).

Identifikasi adalah suatu proses mendapatkan identitas dari senyawa yang dianalisis. Identifikasi dari komponen yang dianalisis memiliki prinsip bahwa setiap komponen memiliki kondisi dan karakteristik pada kromatogram yang disebut sebagai harga Rf. Karakteristik tersebut dapat berupa variasi dari

harga Rf, ketajaman fluoresensi warna, dan lain-lain. Variasi harga Rf dapat

dibandingkan antara senyawa yang dicari dengan senyawa standarnya dalam kromatogram yang sama (Gasparic and Churacek, 1978).

KLT dapat digunakan untuk menguji kemurnian secara kualitatif dari campuran suatu senyawa (Gasparic and Churacek, 1978). Senyawa dikatakan murni apabila memberikan peak tunggal pada KLT dengan berbagai fase gerak (Setyowati, 2007).

2. Kromatografi Gas (KG)

(28)

10

analisa kualitatif (penentuan sifat-sifat dari suatu komponen atau campuran suatu komponen) serta analisa kuantitatif (penentuan jumlah dari suatu komponen atau komponen-komponen dalam suatu campuran) (Sastrohamidjojo, 2001).

Data kromatografi gas biasanya terdiri dari waktu retensi atau waktu tambat berbagai komponen campuran. Waktu retensi diukur mulai dari titik penyuntikan sampai titik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu (Gritter, Bobbit, and Scharting, 1991).

Detektor pada kromatografi gas adalah suatu sensor elektronik yang mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

3. Spektrofotometri Infra Merah (Infra Red)

(29)

11

maka spektrofotometri infra merah merupakan peralatan pokok dalam identifikasi kimia organik (Fessenden and Fessenden, 1986).

Banyaknya energi yang diabsorbsi oleh suatu ikatan bergantung pada perubahan dalam momen ikatan seperti vibrasi atom-atom yang saling berikatan. Lebih besar perubahan dalam momen ikatan mengakibatkan absorbsi sejumlah energi menjadi lebih besar pula. Jenis perubahan momen tersebut antara lain uluran (stretch) dan tekukan (bend) (Fessenden and Fessenden, 1986).

Spektrum inframerah pada dasarnya merupakan gambaran dari pita absorbsi yang spesifik dari gugus fungsional yang mengalami vibrasi karena pemberian energi dari luar. Interaksi antara gugus dengan atom yang mengelilinginya dapat menandai spektrum itu dalam setiap senyawa. Untuk analisa kualitatif, ada atau tidaknya absorbsi pada frekuensi tertentu merupakan penanda ada tidaknya gugus fungsional tertentu dalam molekul (Fessenden and Fessenden, 1986).

4. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Resonansi magnetik inti diakibatkan oleh penyerapan radisai elektromagnetik di daerah frekuensi radio oleh proton dalam suatu medan magnet (Silverstein and Webster, 1998). Bila sejumlah proton ditempatkan dalam medan magnet, beberapa proton akan terletak searah sedangkan beberapa yang lain terletak berlawanan arah terhadap medan magnet yang digunakan. Proton yang terletak searah dengan medan magnet dianggap lebih stabil. Dibutuhkan energi

(30)

12

berlawanan arah dengan medan magnet. Apabila inti yang berputar ini dikenai radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang tepat (frekuensi radio), proton yang berenergi spin lebih rendah dapat menyerap energi dan akan “meloncat” ke keadaan spin berenergi lebih tinggi (Bresnick, 1996).

Medan magnet yang diderita oleh sebuah proton dipengaruhi oleh keadan spin dari proton-proton tetangganya. Proton-proton yang saling

mempengaruhi ini berada dalam lingkungan magnet dan molekul yang berlainan. Penyerapan energi yang berbeda – beda oleh proton akan menghasilkan spektrum dari berbagai proton (Sastrohamidjojo, 2001).

Nilai geseran kimia suatu proton dipengaruhi adanya ikatan phi yang

memperkuat medan magnetik yang dialami proton, sehingga proton menjadi tidak terperisai dan geseran kimianya jatuh pada daerah downfield (Fessenden and

Fessenden, 1986).

5. Spektroskopi Massa (Mass Spectroscopy)

Kromatografi gas dan spektrofotometri massa merupakan teknik dengan kompatibilitas tinggi. Pada kedua teknik tersebut, sampel berada pada fase uap dan kedua berhubungan dengan kesamaan jumlah sampel (biasanya kurang dari 1 ng) (Hites, 1997).

Metode yang paling sering digunakan dalam spektroskopi massa untuk menghasilkan ion dari sampel yang akan dianalisis yaitu electron impact–mass

spectroscopy (EI-MS). Pada metode EI-MS, molekul-molekul dalam fase gas

(31)

13

1 elektron dari molekul dan menghasilkan ion molekul yang merupakan suatu radikal kation (M.+). Ion molekul dapat mengalami fragmentasi lebih lanjut menjadi fragmen ion-ion yang lebih kecil (Silverstein and Webster, 1998).

Setelah ion-ion terbentuk, akan terjadi fragmentasi kembali dan penataan ulang yang sangat cepat. Partikel yang berumur panjang akan dapat terdeteksi oleh pengumpul ion, sedangkan partikel berumur pendek mungkin tidak mencapai pengumpul ion (Fessenden and Fessenden, 1986).

F. Landasan Teori

Esterifikasi merupakan reaksi yang terjadi antara alkohol dan asam karboksilat yang akan membentuk senyawa ester. Eugenol akan beperan sebagai alkohol yang bersifat nukleofil dan menyerang C karbonil anhidrida asam asetat sebagai turunan asam karboksilat yang bersifat elektrofil. Reaksi ini akan menghasilkan suatu senyawa ester yaitu asetil eugenol. Dengan menggunakan katalis basa, nukleofil lemah eugenol akan diubah menjadi nukleofil yang lebih kuat sehingga reaksi esterifikasi akan semakin cepat dan memberikan rendemen yang banyak.

(32)

14

G. Hipotesis

1. Asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida.

(33)

15 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental deskriptif. Tidak dilakukan perlakuan terhadap obyek uji dan variasi pada varibel penelitian, hanya dilakukan pemaparan terhadap fenomena yang terjadi.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas berupa jumlah mol dari eugenol dan anhidrida asam asetat. 2. Variabel terikat berupa rendemen senyawa hasil sintesis.

C. Definisi Operasional

1. Starting material adalah senyawa yang digunakan sebagai bahan awal yang akan bereaksi membentuk produk hasil reaksi. Starting material yang

digunakan pada penelitian ini adalah eugenol dan anhidrida asam asetat. 2. Molekul target adalah senyawa yang menjadi target proses sintesis dan

diharapkan terbentuk dari reaksi antar starting material. Molekul target pada

penelitian ini adalah asetil eugenol.

(34)

16

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Eugenol (p.a., Sigma), anhidrida asam asetat (p.a., Merck), aquadest,

kloroform (teknis, Brataco), etil asetat (p.a., Merck), toluena (p.a., Merck), kalium

hidroksida (p.a., Merck), natrium hidroksida (p.a., Merck), es batu, dan lempeng

silika gel GF254 (Merck).

2. Alat

Erlenmeyer bertutup, statif dan klem, hot plate magnetic stirer

(Heidolph MR 2002), termometer, corong kaca, corong pisah, gelas arloji, gelas

pengaduk, penangas air (Memmert Water Bath, WB 7-45), timbangan elektrik

(Mextler PM 100), seperangkat alat kromatografi lapis tipis, stopwatch,

spektrofotometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), spektrometer 1H-NMR (1H-NMR JEOL-MY60), kromatografi gas-spektrometer massa (Shimadzu QP 2010S), lampu UV (Desaga, Germany), mikropipet (Socorex), beaker glass, baskom, dan

alat gelas lainnya.

E. Tata Cara Penelitian

1. Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrat asam asetat dengan katalis kalium hidroksida

(35)

17

selama 30 menit. Anhidrida asam asetat 9,2 ml (0,0969 mol) ditambahkan dalam campuran dan diaduk dengan kecepatan 450 rpm dan dipanaskan pada suhu 70-80° C selama 3 jam. Senyawa hasil sintesis diestraksi dengan kloroform dua kali masing-masing 20 ml. Fase kloroform diambil. Simpan dalam lemari pendingin

sampai suhu fase kloroform kurang dari 10˚C.

2. Pemurnian asetil eugenol hasil sintesis

Fase kloroform dicuci dengan larutan natrium hidroksida 5% bersuhu kurang dari 10o C dalam corong pisah, dengan perbandingan volume fase kloroform : larutan natrium hidroksida 5% 1:2. Fase kloroform diambil dan didiamkan dalam wadah tertutup sampai mencapai temperatur ruangan. Fase kloroform kemudian diletakkan pada cawan petri dan dipanaskan pada penangas air suhu 120o C sampai semua kloroform menguap.

3. Analisis senyawa hasil sintesis a. Uji Organoleptis

Senyawa hasil sintesis diamati warna, bau, dan bentuknya, serta diperbandingkan dengan warna, bau, dan bentuk eugenol sebagai starting material

dan asetil eugenol sebagai molekul target.

b. Kromatografi Lapis Tipis

Larutan pembanding (starting material) dan senyawa hasil sintesis

ditotolkan sebanyak 3µL pada lempeng KLT dengan fase diam silika gel GF254

(36)

18

cm. Bercak diamati di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan dihitung harga Rf-nya.

c. Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa

Senyawa hasil sintesis dilarutkan dalam kloroform kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat kromatografi gas-spektroskopi massa dengan kondisi: alat pengionan Electron Impact (EI) 70 eV, suhu injector 310° C, jenis kolom

Restek RXi-5MS (30m) suhu kolom 100° C, gas pembawa helium, tekanan 22,0 kPa, kecepatan alir fase gerak 80,1 ml/menit.

d. Spektrofotometri Infra Merah

Senyawa hasil sintesis diteteskan pada plat NaCl dengan pipet Pastuer. Sebuah plat NaCl lain diletakkan untuk menutupi tetesan tersebut, kedua plat ditekan. Absorbsi background dihilangkan pada instrument, lalu plat diletakkan

pada holder instrumen. Digunakan sumber cahaya Air Cooled Ceramic, detektor

DLATGS, resolusi 0,5, 1, 2, 4, 8, 16 cm-1, rasio S/N 40.000:1. Dilakukan

scanning pada senyawa hasil sintesis sehingga diperoleh spektra Infra Merah.

e. Spektroskopi Proton Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

Sejumlah senyawa hasil sintesis dilarutkan dengan CDCl3 pada tabung

NMR dan ditambahkan beberapa tetes tetrametilsilan (TMS). Tabung NMR dimasukkan dalam instrumen. Digunakan amplitude 1-8, sweep width 600 Hz, gelombang magnetik 60 MHz. Dilakukan scanning senyawa hasil sintesis

(37)

19

F. Analisis Hasil 1. Uji pendahuluan

Dilakukan uji pendahuluan pada senyawa hasil sintesis yang meliputi uji organoleptis, kromatografi lapis tipis, dan kromatografi gas.

2. Elusidasi struktur senyawa hasil sintesis

Dilakukan elusidasi struktur senyawa hasil sintesis yang meliputi uji Spektroskopi Massa, Spektrofotometri Infra Merah, dan Spektoskopi Proton

Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR).

3. Perhitungan rendemen

Perhitungan rendemen didasarkan pada rumus berikut:

(38)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Asetil Eugenol

Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat didasarkan pada reaksi substitusi nukleofilik asil. Pada sintesis ini, gugus –OH fenolik pada eugenol akan berperan sebagai nukleofil dan menyerang elektrofil pada atom C karbonil molekul anhidrida asam asetat. Adanya penyerangan oleh nukleofil ini menyebabkan terjadinya substitusi atom H pada gugus -OH fenolik eugenol dengan gugus asetil dari anhidrida asam asetat dan membentuk asetil eugenol.

Gugus -OH fenolik pada eugenol memiliki kemampuan sebagai nukleofil dengan adanya pasangan elektron bebas pada atom O. Pasangan elektron bebas ini memunculkan kecenderungan gugus tersebut untuk bereaksi dengan atom yang bermuatan positif atau elektrofil. Sifat nukleofil gugus -OH fenolik eugenol ini dapat diperkuat dengan adanya reaksi dengan basa, yang mampu mengambil proton dari gugus tersebut. Hilangnya proton menyebabkan gugus tersebut semakin reaktif menjadi nukleofil lebih kuat. Fungsi basa ini dilakukan oleh basa kuat kalium hidroksida (KOH), yang diasumsikan dapat bereksi sempurna dengan

–OH fenolik eugenol sebagai asam lemah, membentuk garam kalium eugenolat.

(39)

21

Gambar 6. Reaksi pembentukan garam kalium eugenolat

Anhidrida asam asetat merupakan agen pengasilasi kuat yang memiliki dua atom C karbonil yang bersifat sebagai elektrofil. Elektrofilisitas ini bersumber dari model resonansinya yang dapat menyebabkan atom C karbonil bermuatan positif. Atom C karbonil pada molekul anhidrida asam asetat merupakan gugus yang lebih reaktif daripada C karbonil asam asetat sebab ion karboksil pada anhidrida asam asetat merupakan gugus pergi yang lebih baik daripada –OH pada asam karboksilatnya. Hal ini menyebabkan kecenderungan gugus asetat untuk lepas pada reaksi dengan nukleofil akan lebih besar.

Perancangan dan pemilihan kedua starting material, yaitu eugenol dan

anhidrida asam asetat masing-masing sebagai nukleofil kuat dan elektrofil kuat dilakukan agar reaksi berjalan dengan cepat dan rendemen hasil reaksi tinggi.

Perancangan molekul pada reaksi memerlukan urutan pencampuran

starting material yang tepat. Oleh karena itu, pertama-tama dilakukan

(40)

22

Pencampuran tidak dilakukan sekaligus pada eugenol, anhidrida asam asetat, dan katalis kalium hidroksida untuk mencegah terbentuknya garam kalium asetat, bukan garam kalium eugenolat yang diinginkan. Reaksi antara anhidrida asam asetat dan kalium hidroksida lebih kuat dari reaksi antara kalium hidroksida dan eugenol sebab parsial positif pada C karbonil anhidrida asam asetat lebih kuat daripada parsial positif proton pada –OH fenolik eugenol. Hal ini mengakibatkan katalis akan bereaksi dengan anhidrida asam asetat dan memutus ikatan ester pada molekul ahidrida tersebut, menghasilkan kalium asetat dan asam asetat.

Garam kalium eugenolat selanjutnya direaksikan dengan anhidrida asam asetat pada reaksi substitusi asil. Jumlah mol anhidrida asam asetat yang digunakan adalah tiga kali mol eugenol agar dapat terbentuk rendemen optimum asetil eugenol, sebab eugenol menjadi pereaksi pembatas dalam sintesis.

(41)

23

Gambar 7. Mekanisme reaksi sintesis asetil eugenol

Setelah reaksi, dilakukan proses isolasi terhadap senyawa hasil sintesis dengan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform. Ektraksi ini diperlukan untuk memisahkan senyawa hasil sintesis dari senyawa hasil reaksi samping. Penggunaan kloroform untuk proses ini dikarenakan senyawa hasil sintesis bersifat nonpolar.

(42)

24

target asetil eugenol dengan starting material eugenol yang belum bereaksi

namun ikut terektraksi karena kedua molekul tersebut larut dalam kloroform. Ektraksi ini dilakukan dengan mencuci fase kloroform menggunakan larutan natrium hidroksida 5% dengan kondisi fase kloroform dan larutan natrium hidroksida bersuhu kurang dari 10° C (Ntamila and Hassanali, 1976). Pengaturan suhu dan penggunaan konsentrasi rendah natrium hidroksida ini diperlukan untuk menjamin tidak terjadinya reaksi hidrolisis molekul asetil eugenol hasil sintesis kembali menjadi eugenol, yang dalam suasana basa berupa garam eugenolat.

O

Gambar 8. Hidrolisis asetil eugenol

(43)

25

B. Uji Pendahuluan 1. Uji Organoleptis

Uji ini dilakukan dengan membandingkan warna, bau, dan bentuk senyawa hasil sintesis dengan eugenol sebagai starting material dan asetil eugenol

dari. Data hasil uji organoleptis dapat dilihat di tabel I.

Tabel I. Perbandingan karakteristik organoleptis eugenol, asetil eugenol, dan senyawa hasil sintesis

Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa reaksi telah terjadi ditandai adanya perbedaan karakter warna senyawa hasil sintesis dari

starting material eugenol. Namun, karakteristik organoleptis senyawa tersebut tidak sama dengan karakteristik asetil eugenol pada Sigma-Aldrich(2010), maka belum bisa ditunjukkan bahwa molekul target asetil eugenol terbentuk pada proses sintesis.

2. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji ini dilakukan sebagai uji kemurnian awal senyawa hasil sintesis. Uji ini dilakukan dengan mengelusi totolan senyawa hasil sintesis dan pembanding

starting material eugenol pada plat KLT silica gel GF254 dengan fase gerak

(44)

26

cm, dan kemudian diamati bercak pengembangannya pada sinar UV 254 nm. Eugenol dan asetil eugenol memiliki kromofor yang akan menimbulkan pemadaman (quenching) pada floresensi plat sehingga dapat diamati bercaknya.

Kromatogram senyawa hasil sintesis ditunjukkan pada gambar 9.

Gambar 9. Kromatogram dari KLT

Dari hasil elusi dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan Rf antara

senyawa hasil sintesis dengan eugenol sebagai starting material, ditandai adanya

perbedaan jarak titik terjauh kedua bercak. Nilai Rf kedua bercak adalah sebagai

berikut:

Tabel II. Nilai Rf kromatogram KLT

Senyawa Rf

Eugenol 0,375

(45)

27

Pada plat hasil elusi dan nilai Rf kedua bercak, dapat dilihat bahwa

senyawa hasil sintesis cenderung lebih non polar daripada eugenol sehingga bercaknya memiliki Rf yang lebih besar daripada bercak eugenol. Hal ini

menunjukkan terbentuknya senyawa baru pada reaksi. Nilai Rf senyawa hasil

sintesis yang lebih besar daripada eugenol menunjukkan kesesuaian dengan polaritas teoritis asetil eugenol, yang lebih non polar daripada eugenol, sebab adanya gugus asetil pada asetil eugenol. Namun, kemurnian senyawa hasil sintesis belum dapat ditentukan sebab perbedaan Rf yang muncul sangat kecil dan masih

terdapat bagian kedua bercak yang berjarak sama dari titik penotolan.

3. Kromatografi Gas (KG)

Uji kromatografi gas dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa hasil sintesis sekaligus sebagai indikator kemurnian hasil sintesis.

Dari kromatogram pada gambar 10, dapat dilihat bahwa terdapat dua puncak, yang menandakan adanya dua jenis senyawa yang berbeda interaksinya dengan fase diam, ditandai perbedaan waktu retensi. Dua puncak tersebut masing- masing berada pada waktu retensi 10,158 menit (puncak 1) dan 13,239 menit (puncak 2), dengan area masing-masing 2,06% dan 97,94%. Dengan hasil demikian, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis belum murni.

(46)

28

Gambar 10. Kromatogram dari KG senyawa hasil sintesis

C. Elusidasi Struktur 1. Spektroskopi Massa (Mass Spectroscopy– MS)

Spektroskopi massa berfungsi untuk menunjukkan massa molekular dan pola fragmentasi ion dari senyawa yang diuji. Dalam uji ini akan diidentifikasi dua puncak yang muncul dalam proses kromatografi gas.

(47)

29

Gambar 11. Spektra MS puncak 1 dengan waktu retensi 10,158 menit

Puncak 2 menunjukkan massa ion molekul dengan nilai m/z 206. Nilai ini sesuai dengan bobot molekul asetil eugenol yaitu 206 gram/mol. Fragmen ion paling stabil memiliki nilai m/z 164 yaitu eugenol, yang merupakan pemecahan dari ikatan ester pada asetil eugenol. Selain itu, terdapat fragmen ion lain yang bernilai m/z 43 yang merupakan fragmen dari gugus asetil pada asetil eugenol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan berdasarkan spektroskopi massa bahwa puncak 2 merupakan asetil eugenol.

(48)

30

Berikut adalah usulan pola fragmentasi asetil eugenol:

O

Gambar 13. Usulan pola fragmentasi spektra MS asetil eugenol

2. Spektrofotometri Infra Merah (Infra Red– IR)

(49)

31

Gambar 14. Spektra IR senyawa hasil sintesis

Pada profil spektra IR senyawa hasil sintesis, didapatkan pita-pita representatif yang menunjukkan beberapa gugus fungsi, yaitu pita A pada 3471 cm-1(gugus –OH fenolik), pita B pada 1766 cm-1(gugus C=O ester), pita C pada 1605 cm-1(gugus C=C alil), pita D pada 1512 cm-1(gugus C-C aromatis), dan pita E pada 1196 cm-1(gugus C-O).

Adanya kelima gugus fungsi ini mengindikasikan ketidakmurnian senyawa hasil sintesis. Sebab, secara teoritis gugus OH fenolik hanya dimiliki molekul starting material eugenol dan gugus C=O ester hanya dimiliki molekul

asetil eugenol.

(50)

32

Tabel III. Gugus fungsi senyawa hasil sintesis pada spektra IR

Bilangan gelombang

Gugus fungsi Senyawa hasil sintesis

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis tersebut belum murni, sebab pita serapan –OH fenolik dan C=O ester yang masing-masing merupakan ciri serapan eugenol dan asetil eugenol muncul keduanya. Sehingga dari spektra IR yang diperoleh, diperkirakan senyawa hasil sintesis merupakan campuran antara eugenol dan asetil eugenol, sehingga gugus-gugus yang terdapat di kedua senyawa tersebut tetap muncul secara tumpang tindih pada spektra senyawa hasil sintesis.

3. Spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (1H-NMR)

Analisis 1H-NMR dilakukan untuk mengidentifikasi tipe proton dan jumlah proton pada senyawa hasil sintesis. Tipe proton pada asetil eugenol (Gambar 15) yang diuraikan dibawah ini, diurutkan berdasarkan posisi puncak yang ditimbulkan pada spektra 1H-NMR.

H3C

(51)

33

Karena campuran tersebut diduga mengandung eugenol, maka tipe proton ditambahkan dengan proton pada –OH fenolik yang dimiliki oleh eugenol.

O

Gambar 16. Penomoran tipe proton eugenol

Dari kedua gambar tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dapat teridentifikasi 9 tipe proton berbeda dari asetil eugenol dan eugenol.

Hasil spektra 1H-NMR senyawa hasil sintesis adalah sebagai berikut:

Gambar 17. Spektra 1H-NMR senyawa hasil sintesis

Analisis puncak pada 1H-NMR dilakukan dari puncak dengan geseran

kimia (δ) terkecil sampai terbesar. Puncak singlet G berintegral 3 di δ 2,2 ppm

(52)

34

sp3, sehingga cenderung lebih memiliki nilai δ relatif kecil dibandingkan proton

yang terikat pada C sp2 dan sp. Resonansi pada karbonil hanya memiliki efek induksi kecil pada tipe proton ini karena adanya O yang dapat mendonorkan elektron ke C karbonil parsial positif. Oleh karena itu, proton ini cenderung terperisai dan menimbulkan puncak paling atas (upfield) dibandingkan semua tipe

proton yang lain akan tetapi nilai δ pada proton tipe 1 tidak lebih kecil daripada 2 sebab adanya efek induksi karbonil tersebut.

Puncak doublet F berintegral 2 di δ 3,5 ppm dihasilkan oleh dua buah proton tipe 2. Proton ini terikat pada C sp3 yang mengikat gugus etena dan cincin benzen. Adanya ikatan ini menyebabkan adanya pengaruh induktif gugus etena dan cincin benzen yang bersifat menarik elektron, sehingga proton tipe 2 memiliki nilai δ yang relatif lebih besar daripada proton alkana tak terinduksi. Efek

kenaikan δ pada proton tipe 2 lebih besar daripada tipe 1 sehingga puncaknya

terletak lebih ke bawah (downfield) daripada proton tipe 1.

Puncak singlet E berintegral 3 di δ 3,8 ppm dihasilkan oleh tiga buah proton tipe 3. Proton ini terikat pada C sp3 yang mengikat substituen O rantai

benzena. Ikatan dengan O yang merupakan substituen benzena mengakibatkan efek anisotropik besar dan nilai δ menjadi lebih besar, sebab proton menjadi kurang terperisai dengan adanya elektronegatifitas atom O.

Puncak doublet D berintegral 2 di δ 5,1 ppm dihasilkan oleh proton tipe 4 dan 9. Proton tipe 4 ini terikat secara langsung dengan C yang memiliki ikatan

phi sehingga terkena efek anisotropik yang kuat. Tipe proton 9 merupakan proton

(53)

35

menyebabkan efek anisotropik yang dialaminya juga cukup kuat. Puncak D diduga merupakan campuran dua buah puncak dari tipe proton yang berlainan (puncak tipe 4 dan puncak tipe 9) di tandai dengan pola splitting puncak yang

lebar dan kurang wajar.

Puncak C multiplet berintegral 1 di δ 5,9 ppm dihasilkan oleh proton tipe 5. Proton tipe 5 merupakan proton yang terikat pada C sp2, namun efek

anisotropik pada tipe ini hanya diemban 1 proton saja, sehingga efeknya lebih besar daripada proton tipe 4. Maka, nilai δ proton ini jatuh ke bawah secara relatif terhadap tipe 4.

Puncak B multiplet berintegral 2 dihasilkan di nilai δ 6,9 dihasilkan oleh proton tipe 6 dan 7. Proton tipe 6 dan 7 adalah proton yang terikat pada cincin benzen, sehingga mengalami efek anisotropik yang sangat besar dan hampir sama. Oleh karena itu, puncak yang dimunculkan dua tipe proton dapat terlihat sebagai puncak tunggal yang berintegral bukan satu.

Puncak A doublet berintegral 1 pada δ 7,2 ppm dihasilkan oleh proton tipe 8. Proton ini merupakan proton yang terikat pada C sp2 pada cincin benzen,

(54)

36

Dari spektra 1H-NMR yang diperoleh dan hasil analisisnya, dapat diperkirakan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan campuran antara eugenol dan asetil eugenol. Hal ini ditandai dengan munculnya puncak-puncak yang mencerminkan tipe proton kedua senyawa tersebut di spektra senyawa hasil sintesis, yaitu puncak G yang menunjukkan tipe proton 1 pada gugus asetil senyawa asetil eugenol, dan puncak D yang menunjukkan tipe proton 9 pada gugus –OH fenolik senyawa eugenol. Namun, secara keseluruhan, spektra 1 H-NMR mirip dengan deskripsi 1H-NMR asetil eugenol pada Carrasco et al. (2008)

dan Manoppo (2010). Selain itu, terdapat perbedaan yang jelas antara spektra 1 H-NMR senyawa hasil sintesis dengan spektra 1H-NMR eugenol (lampiran 8) di nilai δ 2,2 ppm yang merupakan nilai geseran kimia untuk puncak proton tipe 1. Eugenol yang tidak memiliki proton tipe ini terlihat kosong pada nilai geseran kimia tersebut.

D. Perhitungan Rendemen

(55)

37 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Asetil eugenol dapat disintesis dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida.

2. Rendemen kasar asetil eugenol hasil sintesis eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida adalah 78,54 %.

3. Senyawa hasil sintesis merupakan campuran antara molekul target asetil eugenol dengan area puncak 97,94% dan starting material eugenol dengan

area puncak sebesar 2,06% pada kromatografi gas.

B. Saran

1. Perlu dioptimasi nilai pada variabel waktu dan suhu reaksi proses sintesis asetil eugenol sehingga dapat ditentukan nilai variabel optimum yang menghasilkan rendemen lebih tinggi.

(56)

38

DAFTAR PUSTAKA

Bresnick, 1996, High-Yield Organic Chemistry, diterjemahkan oleh Hadian

Kotong, Penerbit Hipokrates, Jakarta, 101-107.

Budavari, S., 2001, Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biological 13th ed., Merck & Co., Inc., USA, 239.

Bulan, R., 2004, Reaksi Asetilasi Eugenol dan Oksidasi Metil Iso Eugenol,

Laporan Penelitian, Program Studi Teknik Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Carrasco, H., Espinoza, L., Cardile, V., Gallardo, C., Carrasco, W., Lombardo, L.,

et al., 2008, Eugenol and its synthetic analogues inhibit cell growth of human cancer cells (Part I), http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0103-50532008000300024&script=sci_arttext, diakses pada tanggal 13 Januari 2011.

ChemicalLand21, 2010, Potassium Hydroxide (Caustic Soda),

http://www.chemicalland21.com/industrialchem/inorganic/KOH.htm, diakses tanggal 25 November 2010.

Fessenden, R., and Fessenden, J., 1986, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh

Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Edisi ketiga, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta, 456.

Fessenden, R., and Fessenden, J., 1986, Organic Chemistry, diterjemahkan oleh

Aloysius Hadyana Pudjaatmaka, Edisi ketiga, Jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta, 82-84, 109-111.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2010, Eugenol Infra Red Spectrum, http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-flav/img/img/1529.gif, diakses tanggal 31 Januari 2011.

Food and Agriculture Organization of the United Nations, 2010, Eugenyl Acetate Infra Red Spectrum,

http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-flav/img/img/1531.gif, diakses tanggal 5 Januari 2011.

(57)

39

Gritter, J.R., Bobbit, J. M., and Scharting, A. E., 1991, Introduction of Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II,

Penerbit ITB, Bandung, 109-112.

Hites, R.A., 1997, Gas Chromatography Mass Spectrometry, Handbook of Instrumental Techniques for Analitycal Chemistry, Prentice Hall, New

Jersey, 609-626.

Lahlou, S., Interaminense, L.F., Magalhães, P.J., Leal-Cardoso, J.H., and Duarte, J.P., 2004, Cardiovascular effects of eugenol, a phenolic compound present in many plant essential oils, in normotensive rats, J Cardiovasc Pharmacol., 43(2), 250-257.

Manoppo, Y., 2010, Isolasi Eugenol dari Bunga Cengkeh dan Sintesis Eugenil Asetat, http://molucasablog.blogspot.com/2010/06/isolasi-eugenol-dari-bunga-cengkeh-dan.html, diakses pada tanggal 13 Januari 2011.

Ntamila, M., dan Hassanali, A., 1976, Isolation of Oil of Clove Oil and Separation of Eugenol and Acetyl Eugenol, An instructive experiment for beginning chemitryunder graduates, 53(4), 263.

Öztürk, A., and Özbek, H., 2005, Caryophyllata Essential Oil: An Animal Model of Anti-inflammatory Activity, Department of Pharmacology, Van

Turkey, 159-162.

Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta,

181.

R&DChemicals, 2006, Sygmyum aromatikum, http://www.rdchemicals.com

/chemicals.php?mode=details&mol_id=7485, diakses tanggal 24 April 2010.

Sastrohamidjojo, H., 2001, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta, 163-164.

Satrohamidjojo, H., 2008, The Prospect of Indonesian Essential Oil Industry,

http://chemistry.uii.ac.id/Prof%20Jon/Prospek_Atsiri_di_Indonesia.pdf, diakses tanggal 26 April 2009.

Setyowati, E.P., Jenie, U.A., dkk, 2007, Isolasi Senyawa Sitotoksik Spon Kaliapsis, Majalah Farmasi Indonesia, 185.

Sigma-Aldrich, 2010, Eugenol Natural ≥98%,

(58)

40

Sigma-Aldrich, 2010, Eugenyl Acetate,

http://www.sigmaaldrich.com/catalog/ProductDetail.do?lang=en&N4= W246905|ALDRICH&N5=SEARCH_CONCAT_PNO|BRAND_KEY& F=SPEC, diakses tanggal 5 Januari 2011.

Silverstein, R.M., and Webster, F.X., 1998, Spectrometric Identification of Organic Compound, John Wiley & Sons Inc., New York, 2.

Srivastava, K.C., andMalhotra N., 1991, Acetyl Eugenol, a Component of Oil of Cloves (Syzygium aromatikum L.) Inhibits Aggregation and Alters Arachidonic Acid Metabolism in Human Blood Platelets, NCBI, 42(1),

73-81.

Suggs, J., 2002, Organic Chemistry, Barron’s Education Series, New York, 205.

Supardjan, A.M, 2004, Sintesis Diasetil Heksagamavunon-1 dengan Katalis Basa,

Pharmacon, 5(2), 48-55.

Sykes, P., 1985, A Guide Book to Mechanism in Organic Chemistry,

diterjemahkan oleh Hartono, A.J., Sugiharjo, C.J., Broto, S.K.L., dan Sukartini, Edisi 6, Penerbit Gramedia, Jakarta, 268-269.

Tarigan, H.Y.S., 2009, Sintesis 4-Alil-2-Metoksi Fenil Laurat melalui Reaksi Transesterifikasi antara 4-Alil-2-Metoksi Fenil Asetat dengan Metil Laurat, Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan, 9-13.

University of Birmingham, 2010, Eugenol Proton NMR Spectrum,

(59)

41

(60)

42

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Asetil Eugenol

O

Perhitungan massa teoritis asetil eugenol Kerapatan eugenol = 1,06 g/ml

Massa eugenol = 5,0 ml x 1,06 g/ml

Massa teoritis asetil eugenol = mol asetil eugenol x BM asetil eugenol = 0,0323 mol x 206 g/mol

= 6,654 gram Perhitungan massa asetil eugenol hasil sintesis Massa senyawa hasil sintesis = 5,336 gram Presentase asetil eugenol (KG) = 97,94 %

(61)

43

Lampiran 2. Foto Penelitian A. Rangkaian alat sintesis

(62)

44

(63)

45

(64)

46

(65)

47

(66)

48

Lampiran 6. Spektra Infra Merah Senyawa Tunggal A. Eugenol

(Food and Agriculture Organization of The United Nations, 2010a)

B. Asetil Eugenol

(67)

49

(68)

50

Lampiran 8. Spektra 1H-NMR Eugenol

(69)

51

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Sintesis Asetil Eugenol dari Eugenol dan Anhdrida Asam Asetat dengan Katalis Kalium Hidroksida” ini memiliki nama lengkap Albertus Eka Yudistira Sarwono dengan

nama panggilan “Yudi”. Penulis lahir tanggal 9

Maret 1989 di Murray, Kentucky sebagai putra pertama dari tiga bersaudara, pasangan Slamet S. Sarwono dan Yasinta Tamalo.

(70)

i

Gambar

Gambar 1. Eugenol
Gambar 3. Anhidrida asam asetat
Gambar 5. Reaksi pembentukan asetil eugenol
Gambar 6. Reaksi pembentukan garam kalium eugenolat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 6. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari multikolonieritas antar variabel independen. Analisis Regresi Linier Berganda. Regresi digunakan

Analisis regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa risiko anak-anak tidak menerima kapsul vitamin A dosis tinggi dalam enam bulan terakhir secara signi fi kan (CI ±

Seperti yang terjadi pada pemulung bahwa mereka harus melewati segala rintangan sebagai pemulung mulai dari menghilangkan pandangan terhadap pemulung yang

Hipertensi sendiri dapat menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal dan kematian jika tidak diterapi dengan benar dibutuhkan pedoman untuk penatalaksanaan hipertensi... 28

Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

Ketika di negaranya sendiri over produksi, dan masyarakat negaranya tidak ada yang, mau beli barang hasil produksi para kapitalis itu, maka barang-barang itu mereka jual ke

Berdasarkan pada kesimpulan diatas, saran bagi guru adalah sebagai berikut: (1) Penggunaan model pembelajaran course review horay dalam pembelajaran matematika di