• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I KEBUTUHAN OKSIGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I KEBUTUHAN OKSIGEN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

KEBUTUHAN OKSIGEN

Introduksi

Organisme dalam hal ini manusia, diperkirakan terdiri dari sekitar 75 – 100 trilyun sel. Sel merupakan unit fungsional kehidupan terkecil suatu organisme, dan kumpulannya membentuk jaringan. Gabungan jaringan-jaringan membentuk organ, kumpulan organ membentuk suatu sistem tertentu, dan kesatuan dari berbagai sistem ini akan membentuk organisme. Dengan demikian keadaan sel sangat menentukan keadaan organisme tersebut. Oleh karena itu membicarakan tentang kehidupan organisme perlu memahami kehidupan sel-sel yang membangunnya.

Sel akan mampu melakukan aktivitasnya apabila sel dapat menghasilkan energi, dan energi ini akan digunakan sel untuk memperbesar ukurannya, memperbaiki bagian-bagian yang rusak, untuk reproduksi, dan memenuhi fungsi spesifiknya didalam tubuh, seperti kontraksi bagi sel otot, konduksi atau transmisi impuls bagi sel saraf, sekresi bagi sel kelenjar, dan lain sebagainya. Produksi energi yang sangat diperlukan ini dilakukan sel melalui reaksi kimia di intrasel yang disebut metabolisme sel dan agar pembentukan energy yang diperlukan bagi kehidupan sel itu berlangsung secara optimal diperlukan :

a. Suplai Oksigen (O2) yang adekuat. Oksigen akan digunakan dalam proses metabolisme di intra sel. Keberadaan oksigen menentukan banyaknya energi yang dihasilkan dan keberlangsungan proses yang optimal, karena kekurangan oksigen menyebabkan situasi lingkungan internal dan eksternal sel berubah yang pada umumnya menimbulkan penurunan aktivitas metabolisme sel.

b. Lingkungan sel yang relatif menetap (homeostasis)

Sel dilingkungi oleh cairan baik berada di dalam sel (intra sel) maupun di sekitar sel (ekstrasel) dengan jumlah, komposisi, dan keasaman cairan yang sesuai dengan kebutuhan sel normal. Keadaan ini harus selalu dipertahankan mengingat perubahan pada jumlah, komposisi dan keasaman cairan akan mempengaruhi aktivitas sel dalam menghasilkan energy dan akan berdampak pada penurunan kemampuan fungsi sel atau organ yang dibentuknya. (lebih lanjut dibahas pada bab cairan, elektrolit dan asam- basa).

(2)

c. Suplai nutrient yang adekuat. Suplai nutrient utama sebagai sumber bahan bakar dalam pembentukan energi berasal dari karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam makanan. Proses ini lebih lanjut akan dibahas pada bab nutrisi.

d. Pembuangan Bahan Sisa

Bahan sisa (sampah) yang diperoleh dalam pembentukan energy merupakan bahan yang tidak berfungsi dan cenderung membahayakan. Bahan sisa ini terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu sisa dalam proses pencernaan untuk menghasilkan nutrisen, dan bahan sisa metabolisme berupa CO2, H2O, asam urat, ureum, kreatinin dan sebagainya. Pembuangan CO2 merupakan keadaan yang vital, karena penumpukan CO2 dalam tubuh menyebabkan situasi lingkungan intra dan ekstra sel berubah dan menyebabkan menurunnya aktivitas metabolisme sel. Untuk eliminasi lainnya lebih lengkap akan dibahas pada eliminasi.

Kebutuhan Oksigen

Kebutuhan sel yang paling utama adalah kebutuhan oksigen, terutama bagi beberapa jaringan yang tidak dapat menyimpan oksigen dalam jaringannya misalnya jaringan otak, sehingga tidak ada oksigen dalam jangka waktu 4 – 10 menit saja menyebabkan jaringan otak mengalami kerusakan sel yang bersifat permanen, sementara otak adalah pengatur seluruh aktivitas organism. Keadaan ini terjadi karena saat oksigen tidak ada, energy hanya diperoleh melalui glikolisis anaerob yang bukan saja hanya menghasilkan sedikit energi tetapi juga menimbulkan perubahan lingkungan menjadi lebih asam yang akan menyebabkan penurunan aktivitas sel. Oksigen masuk kedalam sel (jaringan) melalui 3 (tiga) tahap yaitu ventilasi paru, difusi gas, dan transportasi gas.

1. Ventilasi Paru.

Ventilasi paru adalah masuknya oksigen (O2) atmosfer kedalam alveoli dan carbondioksida dari alveoli meniju ke atmosfer. Terdapat beberapa keadaan yang mempengaruhinya yaitu : a. Tekanan O2 atmosfer.

Tekanan udara di permukaan laut lebih tinggi dari tekanan udara di dataran tinggi. Tekanan O2 berbanding lurus dengan tekanan gas atmosfer, dengan demikian pada dataran tinggi tekanan lebih rendah dari dataran rendah, sehingga orang-orang yang berada di dataran tinggi memerlukan kompensasi untuk mendapatkan O2 yang mencukupi

(3)

kebutuhannya. Begitu pula para pendaki gunung, pada ketinggian tertentu memerlukan suplai O2 tambahan saat pendakian sehingga kebutuhannya terpenuhi.

b. Jalan Nafas Jalan nafas yang dimulai dari lubang hidung (nostril) sampai bronkhiolus menentukan jumlah oksigen yang dapat masuk kedalam alveoli. Ada beberapa keadaan yang menyebabkan jalan nafas menjadi tidak lancar, yaitu :

• Adanya benda asing, penumpukan secret yang berlebihan, atau muntahan pada saluran nafas.

• Penyempitan saluran nafas akibat aktivitas sistem saraf parasimpatis yang menyebabkan bronkhokonstriksi, atau spasme laring pada penderita asthma.

• Adanya tumor pada saluran nafas misalnya tumor laring atau tumor pada area sekitarnya yang mendesak saluran nafas misalnya tumor pada kelenjar thyroid.

c. Complience & Recoil

Compliance yang dimaksud disini adalah daya kembang paru dan rongga dada (thorax). Kemampuan paru untuk mengembang ditentukan oleh keadaan jaringan paru, tegangan permukaan paru, tekanan pada rongga pleura, dan kondisi rongga dada.

• Jaringan paru bersifat elastic, kerusakan jaringan paru akibat trauma, infeksi atau proses penuaan menyebabkan jaringan paru mengalami penurunan elastisitasnya. • Tegangan permukaan paru yang tinggi disebabkan oleh adanya molekul-molekul air

di sepanjang permukaan alveoli. Tegangan permukaan ini diturunkan oleh adanya surfactans yaitu suatu lipoprotein yang disekresikan saat nafas dalam. Surfactans ini dihasilkan dengan sempurna mulai kehamilan 35 minggu.

• Tekanan pada rongga pleura. Dalam keadaan normal tekanan pada area ini adalah – 4 dibanding tekanan atmosfer, dengan demikian akan membantu menarik alveoli untuk mengembang. Adanya udara atau cairan pada rongga pleura akibat trauma atau penyakit tertentu menyebabkan tekanan pada area ini menjadi positif dan akan menghambat pengembangan alveoli.

• Rongga dada dibentuk oleh tulang sternum, tilang iga, tulang belakang dan otot serta ligamennya. Kelainan bentuk rongga dada karena kongenital atau trauma, patah beberapa tulang iga, atau terlepasnya tulang iga dari sternum atau tulang belakang, hambatan hubungan otot dengan tulang karena gangguan neurotransmitter atau

(4)

masalah sistem saraf lainnya menyebabkan hambatan pengembangan rongga dada yang akan menghambat pengembangan paru.

d. Pusat Nafas berada pada medulla oblongata dan pons. Kerusakan area ini akan mengganggu proses ventilasi.

2. Difusi Gas

Difusi gas yang terjadi pada proses oksigenasi adalah berdifusinya gas O2 yang berada pada alveoli menuju kapiler paru dan gas CO2 dari kapiler paru menuju alveoli. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu,

 Luas permukaan paru.

Kerusakan jaringan paru karena trauma atau infeksi menyebabkan luas permukaan paru menjadi berkurang sehingga area untuk berdifusi pun berkurang.

 Tebal membrane respirasi

Membran respirasi terdiri dari epitel alveoli, cairan interstitial dengan jumlah yang sangat sedikit dan endotel kapiler. Bertambahnya cairan interstitial seperti pada edema paru menyebabkan membrane respirasi ini menjadi lebih tebal sehingga menghambat proses difusi gas.

 Jumlah eritrosit atau kadar hemoglobin (Hb). Pada proses difusi O2 yang berdifusi dari alveoli akan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit, dengan demikian penurunan jumlah eritrosit atau penurunan kadar Hb akan menghambat proses difusi.

 Jumlah kapiler paru yang aktif. Pada proses difusi gas, terjadi perpindahan gas dari alveoli menuju kapiler, sehingga banyaknya kapiler yang aktif akan menentukan jumlah gas yang berdifusi.

 Perbedaan tekanan dan konsentrai gas. Gas akan berpindah dari tekanan tinggi menuju tekanan yang lebih rendah. Dalam keadaan normal tekanan O2 pada alveoli adalah 104 mmHg sedangkan tekanan O2 pada kapiler paru adalah 40 mmHg. Penurunan tekanan O2 pada alveoli akan menghambat difusi gas O2.

 Afinitas gas. Afinitas adalah kemampuan gas dalam berdifusi. O2 mempunya kecepatan difusi 2 x kecepatan helium, sementara CO2 adalah 20 x kecepatan O2. dan COadalah

(5)

200 x kecepatan O2.. 3. Transportasi Gas.

Gas ( O2 dan CO2) dibawa dari paru dan menuju paru dengan melalui aliran darah. Sekitar 97% O2 ditransportasikan melalui ikatan antara O2 dengan hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam erythrocyte membentuk ikatan oksihemoglobin (HbO2) dan setiap Hb mempunyai 4 (empat) kedudukan bagi oksigen. Sisanya (3%) larut dalam plasma. Sedangkan CO2 ditransportasikan melalui cara berikatan dengan Hb membentuk ikatan carbaminohemoglobin sekitar 23 - 30 %, berikatan dengan air (H2O) membentuk HCO3 sekitar 65 - 70% , dan sisanya larut dalam plasma. Gas ini masuk dalam sirkulasi darah. Oleh karena itu transportasi gas sangat tergantung dari curah jantung (cardiac output), kondisi pembuluh darah, kadar erythrocyte dan Hb, serta exercise

Fase ventilasi dan difusi dilakukan oleh sistem respirasi dan fase transportasi menggunakan kerja sistem kardiovaskuler dan eritrosit. Sistem lardiovaskuler yang akan memompakan darah yang sudah berikatan dengan O2 dan membawa CO2 sisa metabolisme dari jaringan menuju paru-paru untuk dikeluarkan ke atmosfer.

Berdasarkan hal tersebut untuk memahami bagaimana proses oksigenasi didalam tubuh dan bagaimana oksigen digunakan didalam tubuh perlu dipelajari tentang anatomi dan fisiologi sistem respirasi, anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, Eritrosit sebagai bagian dari sistem hematologi, serta penggunaan oksigen didalam jaringan (sel) melalui proses biokimiawi yang disebut respirasi oksidatif.

(6)

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Sistem respirasi mempunyai peranan penting didalam mempertahankan homeostasis karena sistem ini berfungsi dalam menyediakan O2 , mengeluarkan CO2, mengatur konstrasi ion hydrogen (H) dalam darah atau mengatur pH, mempertahankan diri dari mikroorganisme yang masuk melalui saluran nafas. menangkap dan melarutkan bekuan darah, dan mempengaruhi konsentrasi messenger kimiawi dalam darah.

A. Struktur Sistem Respirasi

Sistem respirasi merupakan sarana untuk mendapatkan oksigen dari atmosfirr melalui proses pertukaran gas antara gas dari atmosfer dengan gas dalam darah yang disebut respirasi. Sistem respirasi ini merupakan serangkaian organ yang terdiri dari rongga hidung, tenggorokan, trachea, bronchus/bronchi, bronchiolus, dan paru-paru.

1.Hidung(Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.

2.Tenggorokan / faring (pharynx)

Udara dari rongga hidung yang sudah disaring dan dihangatkan masuk ke pharynx yang terdiri dari 2 (dua) percabangan saluran, yaitu pada bagian depan merupakan saluran pernapasan (nasofaring) dan pada bagian belakang merupakan saluran pencernaan (orofaring). Pada bagian belakang faring ( faring posterior) terdapat larynx (laring /tekak). Laring dibentuk oleh rangkaian cincin tulang rawan yang satu sama lain dihubungkan oleh otot polos dan merupakan tempatnya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar

(7)

sebagai suara. Diantara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga dan bermuara kedalam trachea dan dinamakan glottis. Fungsi laring berhubungan dengan fonasi dan mencegah masuknya makanan ke saluran nafas.Saat menelan, laring bergerak kearah atas, glotis menutup, dan adanya epiglottis yang berbentuk seperti daun menyebabkan makanan mengarah ke esophagus. Jika ada benda asing melewati glottis , laring akan terangsang untuk batuk sehingga benda asing tersebut terlempar keluar. Oleh karena itu makan sambil berbicara dapat menyebabkan terbatuk-batuk. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan.

3. Tenggorokan/trakea (Trachea)

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya sekitar 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (thorax). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada permukaan bagian dalamnya terdapat rambut getar (silia) . Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Permukaan posterior trachea agak pipih karena cincin tulang rawannya tidak sempurna, letaknya tepat di depan esophagus, sehingga jika dimasukkan alat seperti endotrakcheal tube dengan ballon yang digunakan pada pemasangan ventilator mekanik, akan menyebabkan terjadinya erosi area ini dan membentuk fistula trakheoesofagal.

4. Cabang-cabang Tenggorokan / bronkus (Bronchus)

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Tempat percabangannya dinamakan karina. Pada karina terdapat banyak saraf dan jika terangsang misalnya saat memasukan slang penyedot lender dapat menyebabkan batuk atau spasme bronchus. Bronkhus kiri dan kanan bentuknya tidak simetris, bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar, merupakan kelanjutan trachea yang arahnya hampir vertical dengan trachea, sebaliknya bronchus kiri lebih panjang dan lebih sempit, juga merupakan kelanjutan dari trachea dan membentuk sudut yang lebih tajam. Perbedaan struktur ini memungkinkan pada pemasangan endotracheal tube, lebih mudah masuk ke bronchus kanan sehingga paru-paru kiri tidak mendapatkan aliran udara. Oleh karena itu pada pemasangan endotrakheal tube perlu diyakinkan bahwa ujung endotracheal tube ada pada trachea dengan mendengarkan suara aliran nafas pada paru-paru kiri dan kanan.

Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur kecuali pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya

(8)

melingkari lumen secara teratur. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus, terdiri dari bronkhiolus terminalis dan bronkhiolus respiratorius yang merupakan tempat awal terjadinya proses respirasi. Bronkiolus hanya terbentuk dari otot polos dan tidak mempunyai tulang rawan, permukaan bagian dalamnya juga kecuali dibagian distal, tetapi bagian ini mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter sekitar 1 mm, dengan dinding yang lebih tipis jika dibanding dengan bronkus, dan bronkiolus ini berakhir pada kantung-kantung udara (alveolus).

5. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas. Di bagian anterior, lateral, dan

posterior dilindungi oleh otot dan tulang iga, sternum dan vertebrae, yang membentuk rongga dada (thorax), sedangkan di bagian bawah berbatasan dengan otot diafragma. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

(9)

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah, dan yang merupakan unit dasar pertukaran gas pada sistem respirasi adalah alveolus. Alveolus ini terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang disebut sacus alveolaris. Jumlah alveolus pada orang dewasa sehat adalah sekitar 300 juta dengan luas permukaannya sekitar 75 – 80 m² atau sama dengan luas lapangan tenis. Antara alveolus dengan alveolus lainnya dipisahkan oleh septum yang mempunyai lubang kecil (pori-pori Kohn) yang berfungsi sebagai sarana komunikasi antar sacus alveolaris. Alveolus berselaput tipis dan dikelilingi jalinan kapiler darah sehingga memungkinkan terjadinya difusi gas. Permukaan alveoli dilapisi oleh surfactant, suatu fosfolipid yang dihasilkan oleh sel septum alveoli (type II) yang berfungsi untuk mengurangi tegangan permukaan alveoli yang memungkinkan alveoli mudah mengembang dan mencegah terjadinya kolaps

Seluruh alveolus ini tergabung dalam paru-paru yang terdiri dari 5 lobus, 2 lobus pada paru kiri (pulmo sinistra) dan 3 lobus pada paru kanan(pulmo dextra) yang masing-masing lobus terbagi menjadi beberapa segmen.

Mulai rongga hidung sampai dengan bronchioles terminalis disebut saluran udara karena hanya berfungsi sebagai tempat lewatnya udara saja atau disebut juga ruang rugi (dead space/ conducting zone) yang volumenya ± 150 ml, sedangkan bronchiolus respiratorius dan paru-paru merupakan tempat terjadi pertukaran gas (respiratory zone). Dari rongga hidung sampai faring termasuk saluran nafas atas dan sisanya mulai laring termasuk dalam saluran nafas bawah.

Saluran nafas ini dilapisi oleh membran mukosa dan saat udara masuk ke dalam rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan oleh mukosa respirasi yang terdiri dari epithel thorax bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epithel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa yang berisi sel-sel pertahanan tubuh. 6. Otot Respirasi

Untuk melakukan proses respirasi, sistem respirasi ditunjang otot-otot respirasi. Otot

respirasi ini terdiri dari otot respirasi utama yang digunakan pada setiap respirasi dan otot respirasi tambahan yang digunakan saat mengalami kesulitas nafas akibat meningkatnya tahanan terhadap respirasi. Otot-otot respirasi utama untuk inspirasi adalah otot diafragma dan otot intercostal externa, sedangkan otot otot respirasi tambahannya adalah otot scalenus, otot seratus anterior dan otot sternocleidomastoideus. Proses ekspirasi merupakan proses pasif dari recoil

(10)

dada dan paru, tidak mempunyai otot utama tetapi bila ekspirasinya merupakan ekspirasi paksa akibat meningkatnya tahanan terhadap ekspirasi atau saat pemeriksaan pda penyakit tertentu digunakan otot intercolastis externa dan otot abdomen.

Dari uraian diatas tampak bahwa sistem pernafasan mempunyai hubungan langsung dengan dunia luar melalui saluran nafas, begitu juga permukaan paru-paru yang begitu luas memungkinkan masuknya benda asing termasuk mikroorganisme bersama-sama dengan udara inspirasi. Walaupun demikian, saluran nafas bagian bawah tetap steril. Untuk mempertahankan sterilitas ini, terdapat beberapa mekanisme pertahanan, yaitu reflex menelan, reflex muntah, kerja mukosiliaris yang menjebak debu dan bakteri dan memindahkannya kekerongkongan untuk kemudian dibalikan, reflex batuk, reflex bersin, lapisan mukus yang mengandung 1g A, PMN, interferon dan anti bodi spesifik, serta makrofag alveolar.

B. Proses Respirasi

Proses respirasi terdiri dari ventilasi paru dan difusi paru. 1. Ventilasi Paru

Ventilasi paru terdiri dari inspirasi yaitu masuknya oksigen (O2) dari atmosfir menuju alveoli, dan ekspirasi yaitu keluarnya carbondioksida (CO2) dari alveoli ke atmosfer. Inspirasi dan ekspirasi disebut respirasi. Proses ini sangat ditentukan oleh perubahan volume rongga thorax, karena dengan meningkatnya volume rongga thorax, tekanan rongga thorax menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfer, sebaliknya saat ekspirasi volume diperkecil sehingga tekanannya meningkat. Dengan demikian saat inspirasi udara dari atmosfer berpindah ke dalam paru yang berada di dalam rongga thorax karena udara akan bergerak dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Sebaliknya saat ekspirasi volume rongga thorax kembali mengecil sehingga tekanannya lebih besar dari tekanan atmosfer, dan udara bergerak dari paru menuju atmosfer.

Normalnya, tekanan udara atmosfer pada permukaan laut adalah 760 mmHg sama dengan tekanan pada alveoli ( intra alveolar pressure) sedangkan pada rongga thorax atau tekanan intra pleural 756 mmHg. Besarnya perubahan tekanan ini ditentukan oleh kemampuan pengembangan thorax dan paru – paru (Complience ), yaitu setiap penambahan volume paru untuk setiap unit penambahan tekanan udara di dalam alveoli (cm³ / mm Hg). Kemampuan ini sangat tergantung dari elastisitas jaringan paru, tegangan permukaan paru, kondisi dinding thorax, kondisi otot pernafasan, hubungan saraf dengan otot pernafasan dan tekanan negatif pada rongga pleura.

(11)

Dalam keadaan normal jaringan paru adalah elastis, tetapi adanya kerusakan paru yang menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan ikat menyebabkan elastisitasnya menurun sehingga kemampuan pengembangan paru menurun. Makin tua umur seseorang cenderung jaringan ikat yang terbentuk akibat proses degenerasi menyebabkan kemampuan pengembangannya menurun. Sedangkan tegangan permukaan paru disebabkan oleh molekul air yang melapisi permukaan alveoli dan saling tarik menarik satu sama lain, makin banyak atau tebal permukaan cairan makin besar tegangan permukaan sehingga makin besar kecenderungan alveoli untuk colaps. Tegangan permukaan paru ini diturunkan oleh surfactant. Surfactant ini konsentrasinya akan menurun saat nafas dangkal dan konstan.

Pengembangan rongga thorax terjadi saat impuls saraf merangsang otot-otot respirasi utama yang menimbulkan kontraksi, dan jika terjadi kesulitan dalam pengembangan dada akan digunakan otot pernafasan tambahan.

Kontraksi otot intercostal eksterna menyebabkan tulang iga terangkat dan kontraksi otot diafragma yang merupakan otot sirkuler menyebabkan diafragma turun dengan demikian baik diameter anterior – posterior ataupun superior –inferior meningkat dan volume rongga thorax membesar. Sebaliknya saat expirasi kedua otot ini relaksasi dan kembali kekeadaan semula dan rongga thorax mengecil. Saat inspirasi dibutuhkan energi untuk kontraksi yang besarnya sekitar 2 – 3 % dari energi total yang diperlukan tubuh, sedangkan untuk ekspirasi tidak memerlukan energi kecuali saat bila expirasi paksa yang terjadi saat mengalami kesulitan dalam mengempiskan paru seperti karena ada sumbatan jalan nafas oleh sekret yang kental dan banyak, benda asing, tumor, atau penyempitan jalan nafas akibat bronkhokonstriksi diperlukan kerja keras dari otot-otot ekspirasi yaitu otot intercolastis exterior, dan otot abdomen. Oleh karena itu keadaan tulang iga, hubungan tulang iga dengan otot-otot dinding torax sangat menentukan kemampuan pengembangan rongga thorax.

Seperti dijelaskan diatas tekanan pada rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, dan keadaan ini mencegah paru-paru menjadi kolaps. Bila tekanan dalam rongga pleura meningkat misalnya karena ada udara, atau cairan yang tidak biasanya akibat peradangan atau trauma, akan terjadi penekanan terhadap paru-paru dan paru-paru akan menjadi kolaps. Agar tekanan ini tetap negatif, tubuh mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut yaitu jaringan paru yang elastis yang cenderung menarik paru menjauhi dinding thorax, tekanan osmotik yang terdapat pada seluruh membran pleura, dan kekuatan pompa limfatik.

(12)

Inspirasi dan ekspirasi atau secara keseluruhan dikenal dengan respirasi ini terjadi secara teratur dengan ratio 1 : 1.5 atau 1 : 2 , dan dikendalikan oleh pusat kendali respirasi yaitu :

1) Medullary rythmicity berlokasi di medulla oblongata dan terdapat inspiratorry area dan expiratory area. Medullary rythmicity ini berfungsi mengatur irama dasar respirasi yang dalam keadaan normal inspirasi berlangsung 2” (dua detik) dan ekspirasi berlangsung 3” (tiga detik). Mekanismenya adalah sebagai berikut : impuls dari inspiratory area menstimulasi otot-otot inspirasi melalui n. phrenicus menuju diafragma dan n. intercostalis menuju otot intercostalis. Pada inspirasi yang normal dan tenang expiratory area inaktif, dan pada inspirasi yang kuat menyebabkan expiratory area terangsang sehingga ekspirasi menjadi lebih kuat.

2) Pons : terdapat pneumotaxis area dan apneustic area. Stimulasi pada pneumotaxic area menimbulkan impuls inhibisi ke expiratory area sehingga inspirasi berhenti sebelum paru penuh secara berlebihan dan memulai ekspirasi. Peningkatan aktivitas pneumotaxic area menyebabkan irama respirasi menjadi lebih cepat. Sedangkan stimulasi pada apneustic area menimbulkan impuls excitasi ke inspiratory area yang

mengaktifkan dan memperlama inspirasi.

Pusat respirasi ini juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi diantaranya : 1) Pengaruh cortex cerebri : mengatur pola respirasi

2) Pengaruh kimiawi : pusat reseptor kimia (central chemo-receptor) terletak pada medulla oblongata yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi hidrogen (H) pada cairan cerebrospinalis dan perubahan P CO2. Penurunan pH dan peningkatan PCO2 sampai batas tertentu akan meningkatkan kecepatan dan kedalaman respirasi, sebaliknya pada penurunan pH atau penurunan PCO2 menurunkan kecepatan dan kedalaman respirasi. Sedangkan reseptor kimia perifer (perifer chemo-receptor) terletak pada dinding arteri sistemik yaitu pada arcus Aorta, sinus aorticus (aortic body) yang bertautan dengan N.Vagus, dan sinus caroticus (carotic body) yang bertautan dengan N.IX, sensitif terhadap perubahan konsentrasi hidrogen (H), PCO2, PO2 dalam darah.

(13)

3) Pengaruh gerakan : impuls dari proprioseptor, juga akson kolateral upper motor neuron merangsang inspiratory area.

4) Inflitation reflex : baroreseptor di dnding bronchi dan bronchioles akan terstimulasi saat teregang oleh pengembangan paru dan mengirimkan impuls saraf ke inspiratory area melalui N.X menuju apneustic area sehingga expirasi dimulai, selanjutnyab saat udara keluar, paru mengempis dan baro-reseptor tidak terangsang untuk mengirimkan impuls ke inspiratory area, sehingga aphneustic area tidak dihambat, dengan demikian inspirasi baru dimulai lagi. Reflex ini dikenal juga dengan hering – breur reflex.

5) Pengaruh lain :perubahan tekanan darah, sistem limbic, suhu, nyeri, peregangan otot spincter ani dan iritasi saluran nafas

Melalui proses inspirasi udara mengalir kedalam paru, dan banyaknya aliran udara yang terisap saat inspirasi juga dipengaruhi oleh tahanan saluran nafas.

F = P atm – P alv R F = Aliran Udara

P Atm = Tekanan O2 atmosfer P Alv = Tekanan O2 alveoli R = Tahanan saluran nafas

Dari hidung sampai dengan bronkhiolus terminalis atau yang disebut ruang rugi seperti dijelaskan terdahulu area ini tidak mengalami pertukaran dengan gas, oleh karena itu makin panjang ruang rugi makin berkurang jumlah oksigen yang akan masuk kedalam tubuh. Dalam keadaan normal jumlah udara yang diisap dan dikeluarkan dalam satu kali respirasi yang disebut tydal volume, rata-rata pada orang dewasa adalah 500 ml. Volume udara yang mengalami pertukaran (yang masuk di alveoli) adalah volume tydal dikurangi dengan volume ruang rugi, sedangkan jumlah udara yang keluar-masuk dalam 1 menit disebut minute volume ventilation (MV).

 MV = ∑ udara yang keluar masuk sist. resp. dalam 1 menit = freq resp. x t.v

 √a = volume udara yang mengalami pertukaran gas √a = f (vt – vd)

(14)

makin panjang saluran makin besar tahanannya, dan makin kecil diameter saluran nafas makin besar tahanannya. R = 1_____ r (pangkat 4) R = tahanan r = Ø Saluran

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi besarnya tahanan, yaitu :

1) Faktor fisik : saluran nafas lebih terbuka bila tekanan transpulmonal meningkat dan adanya tarikan kearah lateral saat inspirasi, dan saluran ini makin kecil bila melakukan expirasi paksa atau terdapat akumulasi sekret.

2) Zat neuro-endokrin : acethylcholin menyebabkan saluran nafas menyempit (konstriksi ), sedangkan adrenalin dan saraf non kolinergic non adrenergic menyebabkan saluran nafas melebar (dilatasi)

3) Zat parakrin : histamine dan leukotrien menyebabkan saluran nafas menjadi konstriksi.

Volume dan Kapasitas Paru

Volume dan kapasitas paru – paru dapat diukur dengan menggunakan spirometri, dan hasil pengukurannya disebut spirogram.Volume paru yang diukur adalah tidal volume (TV) Inspiratory Reserve Volume (IRV), Expiratory Reserve Volume (ERV), Residual Volume (RV), sedangkan kapasitas paru yang biasa diukur adalah : Inspiratory Capacity, Functional Residual Capacity, Vital Capacity, dan Total Lung Capcity.

(15)

a. TV a) FRC

b. E RV b) IC

c. R . V c) V.C d. I RV d) TLC

• Tidal volume (TV) adalah volume udara yang dihirup dan dikeluarkan selama inspirasi dan ekspirasi normal dan tenang yaitu ± 500 ml

• Inspiratory Reserve Volume (IRV) adalah volume udara yg dihirup sekuat – kuatnya setelah inspirasi normal yaitu ± 3100 ml

• Expiratory Reserve Volume (ERV) adalah volume udara yg dikeluarkan sekuat – kuatnya setelah ekspirasi normal yaitu ± 1200 ml.

• Residual Volume (RV) adalah volume udara yang tersisa dalam saluran nafas dan paru –paru setelah ekspirasi kuat yaitu ± 1200 ml.

• Inspiratory Capacity ( TV + IRV) adalah jumlah udara yang dihirup seseorang dengan maksimal setelah suatu ekspirasi normal yaitu ±3600 ml. • Functional Residual Capacity (E R V + R V ) adalah jumlah udara di

paru – paru pada akhir suatu ekspirasi normal yaitu ±2400 ml.

• Vital Capacity (I S V + T.V + E R V) adalah jumlah udara yg dikeluarkan dari saluran nafas setelah inspirasi maksimal yaitu ±4800 ml

(16)

R V + E R V + T.V + R.V yaitu ± 6000 ml.

Besarnya volume dan kapasitas paru ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, ukuran tubuh, dan kondisi fisik seseorang. Pada keadaan tertentu dapat ditambahkan pemeriksaan

Forced Expiratory Vital Capacity atau ekspirasi paksa dalam 1 detik pertama (FEP1) yaitu jumlah udara yang dikeluarkan dalam 1 detik pertama ekspirasi yang biasanya didapatkan penurunan jika terjadi pada obstruksi jalan nafas dan penurunan kemampuan pengembangan rongga dada.

2. Difusi Gas

Difusi gas dalam proses oksigenasi adalah pertukaran gas antara alveoli dan darah yang berada di dalam kapiler paru – paru. Pada permukaan alveoli gas berdifusi dari konsentrasi/tekanan tinggi ke konsentrasi/tekanan yang lebih rendah, dan yang menjadi ukuran adalah konsentrasi gas partial. Oksigen dalam alveoli yang mempunyai tekanan 104 mmHg lebih tinggi dari tekanan oksigen dalam kapiler paru (40 mmHg) sehingga oksigen alveoli berpindah ke kapiler dan dari kapiler paru, sebaliknya konsentrasi CO2 kapiler sebagai sisa metabolisme (46 mmHg) lebih tinggi dari tekanan CO2 alveoli (40 mmHg), dengan demikian CO2 akan berpindah dari kapiler menuju alveoli. Jadi proses difusi ini melewati dinding alveoli, epitel kapiler , dan sedikit cairan insterstitial yang memisahkan keduanya yang keseluruhannya dikenal dengan membran respirasi.

Gradasi difusi Oksigen PO2 alveoli : 104 mm Hg PO2 kapiler paru : 40 mm Hg

Kemudian darah mengalir melewati kapiler paru dan meninggalkan paru PO2 menjadi 100 mm Hg oleh karena shunted dengan vena bronchioli sehingga PO2ke jaringan adalah 100 mm Hg PO2 interstitial : 20 – 40 mm Hg

gradasi difusi CO2

PCO2 Intrasel = 45 mm Hg PCO2 Kapiler = 40 mm Hg

PCO2 di ujung kapiler (distal kapiler) adalah 45 mm Hg, dengan demikian PCO2 paru = 45 mm Hg

(17)

PCO2 ujung kapiler paru = 40 mm Hg, maka PCO2 alveoli = 40 mm Hg

Difusi gas ini terjadi melalui cairan dan saat gas kontak dengan air, gas akan larut dalam caira. Konsentrasi gas dalam cairan ditentukan oleh tekanan partial dan kelarutannya.

Konsentrasi gas terlarut = tekanan partial gas x koefesien kelarutan koefesien kelarutan dalam air : • O2 = 0. 024

• CO2 = 0. 57

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa difusi gas dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu luas permukaan paru yang turut dalam proses difusi, tebal membrane respirasi, jumlah erythrocyte atau kadar hemoglobin, dan jumlah kapiler paru yang aktif, perbedaan tekanan dan konsentrai gas antara alveoli dengan gas pada kapiler, waktu difusi, dan afinitas gas terlarut. Kemampuan membran respirasi dalam melakukan pertukaran gas antara alveoli dengan kapiler paru dinamakan kapasitas difusi.

Volume gas yang berdifusi melalui membran / menit pada setiap perbedaan tekanan 1 mmHg

Kapasitas difusi O2

• saat istirahat : 21 ml / m / mm hg

• perbedaan tekanan o2 saat bernafas tenang : 11 mm /m / hg → difusi O2 = 11 x 21 ml = 230 ml

• saat kerja : kapasitas difusi meningkat : 65 ml/m /mmHg oleh karena jumlah kapiler yang aktifbertambah, dan mengalami dilatasi kapiler sehingga permukaannya lebih luas. • Kapasitas difusi CO2

• saat istirahat : 400 - 450 ml /m/mmHg • saat kerja : 12000 – 1300 ml /m /mm hg

Rasio ventilasi (VA) dengan perfusi (Q) mempunyai pegaruh terhadap konsentrasi gas alveoli, oleh karena PO2 dan PCO2 dalam alveoli ditentukan oleh kecepatan ventilasi alveoli dan kecepatan transfer O2 dan CO2 melewati membran respirasi. Ventilasi pada paru-paru bagian atas adalah yang terbaik dan perfusi yang paling buruk, sebaliknya pada basal paru

(18)

ventilasi paling buruk dan perfusi paling baik.

Kapiler yang mengelilingi alveoli berasal dari Arteri Pulmonalis dan Arteri Bronchialis. Arteri Pulmonalis berasal dari ventrikel kanan berisi darah yang belum teroksigenasi dan aliran darah yang berasal dari Arteri Pulmonalis ini mengambil bagian dalam pertukaran gas. Darah yang sudah teroksigenasi dialirkan ke Vena Pulmonalis untuk dikirim ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri dan selanjutnya didistribusikan melalui sirkulasi sistemik. Sedangkan Arteri Bronchialis yang berasal dari aorta thoracalis mensupply paru untuk pemenuhan nutrisi dan oksigen bagi jaringan paru yang kemudian dikembalikan ke jantung melalui Vena Bronchialis ke Vena Cava Superior untuk masuk atrium kanan kemudian ke ventrikel kanan dan selanjutnya dikirim untuk sirkulasi pulmonal.

Referensi

Dokumen terkait

TPI Pangandaran merupakan TPI yang memiliki jumlah anggota nelayan yang banyak dibandingkan dengan TPI yang lainnya yaitu sebanyak 1528 orang (UPTD - PPI

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) menganalisis keragaman konsumsi pangan rumah tangga berdasarkan HDDS; (2) menganalisis hubungan status gizi

Pengendalian normatif yang dilakukan ketua seperti dengan memberi contoh diantaranya dengan ketua menjadi nasabah bank sampah dan menyetorkan sampah juga.Lalu sebagian

Produksi bioetanol dari tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) dengan beberapa metode

Instumen pada penelitian ini berupa unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan cerita Kunang-kunang Pelita Hati dan Kisah... Sepasang Sandal Kulit sesuai dengan

(MPN), trapping spora, identifikasi jenis spora dan kultur tunggal. Hasil studi menunjukkan bahwa jumlah propagul infektif FMA dari kebun dan tanah alami

Természetüknél fogva a realisztikus és autentikus feladatok nagyobb mértékben nyújtanak olyan tanulási tapasztalatot, amely arra ösztönzi a tanulókat, hogy

Pada tepung mokal yang dibuat dengan cara fermentasi basah yaitu dengan perendaman air selama 3 hari dan diganti airnya setiap hari, menyisakan residu HCN yang paling