• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014

TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh:

ADI SUSANTO

NIM: 21109003

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

. . .

ª! $#u

r



= Ïtä†

tûïÎŽÉ

9»¢Á 9$#

ÇÊÍÏÈ

“Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Q.S. Ali ‘Imran: 146)

“L EBI H BAI K

K EH I L AN GAN SE SU ATU

K AREN A

ALL AH

,

D ARI PADA

KE H I L AN GAN AL L AH

K ARENA

SE SU ATU

.”

“sesungguhnya kamu tidak meninggalkan sesuatu karena takwamu kepada Allah, melainkan Allah pasti akan memberimu ganti yang lebih baik darinya.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim.

Dengan rahmat Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan limpahan berkah dan nikmat yang luar biasa kepadaku (Alhamdulillah). Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW. Dengan ini saya persembahkan skripsi ini kepada:

v Kedua orang tuaku tercinta, Ibunda (Salbiyah) dan Ayahanda (Basuno) yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang serta senantiasa menanti keberhasilanku.

v Kakakku (Mas Widhi dan Mbak Qom) yang selalu menasihatiku dan menyemangatiku untuk menyelesaikan skripsi ini.

v Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H. yang telah banyak memberikan

bimbingan kepadaku dalam menyelesaikan skripsi ini.

v Keponakanku tercinta (Naufal Attaya Thoriq) yang menambah semangatku. v Tak lupa dan takkan pernah kulupa kekasihku tercinta (almh) Dinda Nadia

Maharani gudang inspirasiku, yang selalu memberikan perhatian, dukungan, motivasi dan semangat di saat sisa-sisa hidupmu untuk menyelesaikan skripsi ini.

v Dan semua orang yang membantu terselesaikannya skripsi ini, semoga Allah membalas jasa budi kalian di kemudian hari dan memberikan kemudahan dalam segala hal. (Amin).

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan juga seluruh umatnya di penjuru dunia hingga akhir zaman. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah yang telah memberi ijin untuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ketua Program Studi Ahwal al-Syakhshiyyah yang telah menyetujui pemilihan judul skripsi ini.

3. Dosen Pembimbing Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H. yang telah meluangkan waktu, membimbing dengan penuh kesabaran dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

5. Bapak Ibu Dosen yang telah sabar mendidikku, membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan.

6. Pimpinan perpustakaan IAIN Salatiga, serta karyawan karyawati yang telah memberikan izin dan layanan kepustakaan yang telah membantu kelancaran proses penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu tercinta serta keluarga besar dimana pun kalian berada yang telah membantu baik moril maupun materiil demi tercapainya cita-cita dan harapan penulis.

8. Serta pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Jazakumullah khair katsiran, atas semua yang telah diberikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, sehingga sehingga kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Salatiga, 28 September 2015

(9)

ix

ABSTRAK

Susanto, Adi. 2015. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Skripsi Jurusan Syariah. Program Studi Ahwal al-Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H.

Kata kunci: aborsi dan hukum Islam.

Aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan, baik dilakukan sendiri ataupun dengan bantuan orang lain. Tindakan aborsi tersebut tidak sejalan dengan tujuan pernikahan dan menghargai hak hidup setelah terjadinya pembuahan dalam hukum Islam. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, aborsi boleh dilakukan apabila terjadi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Untuk mengkaji lebih mendalam tentang aborsi menurut hukum Islam dan menurut peraturan pemerintah, maka penulis akan melakukan penelitian lebih jauh. Pada umumnya timbulnya kejahatan aborsi di kalangan umat yaitu disebabkan karena kehamilan yang tidak diinginkan, seperti sudah mempunyai banyak anak, takut tidak mampu membesarkan anak dengan alasan kondisi perekonomian, korban perkosaan atau janin yang dikandung terkena penyakit yang mustahil untuk sembuh atau cacat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan terjun langsung keperpustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan pustaka atau literatur yang ada kaitanya dengan permasalahan yang diangkat, dengan teknik analisis deskriptif dan komparatif.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

NOTA PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Penegasan Istilah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Kegunaan Penelitian ... 6

F. Telaah Pustaka ... 7

G. Metode Penelitian ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Aborsi ... 13

(11)

xi

1. Jenis Aborsi menurut Perspektif Fiqh ... 15

2. Aborsi dalam Dunia Kedokteran ... 17

C. Sebab-sebab Aborsi ... 17

D. Resiko dan Dampak Aborsi... 18

BAB III ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Tahap Penciptaan Janin Manusia ... 21

B. Dasar Hukum Aborsi ... 27

C. Sejarah Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi... 37

D. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang Membolehkan Aborsi ... 40

E. Aborsi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 45

BAB IV PEMBAHASAN A. Perbandingan dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi ... 48

1. Perspektif Hukum Islam ... 48

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi ... 56

(12)

xii

BAB V PENUTUP

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak hidup seseorang dalam Islam sangatlah penting dan yang paling utama dari hak-hak yang lainnya, mengingat semua hak tergantung pada hidupnya seseorang. Al-Qur’an sangat menghargai hak asasi yang diberikan oleh Allah SWT kepada hambanya, termasuk hak hidup. Mengambil hak hidup seseorang tanpa kesalahan, maka hukumnya telah membunuh seluruh manusia. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa menghilangkan nyawa seseorang tidak diperbolehkan, seperti yang ada dalam Q.S. Al-Maidah: 32:

(14)

2

yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (Q.S. Al-Maidah:32).

Dalam pandangan Islam, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT manusia memiliki tugas tertentu dalam menjalankan kehidupannya di dunia ini, untuk menjalankan tugasnya manusia dikaruniakan akal dan pikiran oleh Allah SWT. Akal pikiran tersebut yang akan menuntun manusia dalam menjalankan perannya yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan pemeliharaan alam. Manusia diciptakan oleh Allah melalui suatu proses di dalam kandungan seorang wanita, proses terciptanya manusia yang dijelaskan dalam firman Allah Q.S. Al-Mukminun: 12-14 :

ô

“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang paling baik.” (Q.S. Al-Mukminun: 12-14).

(15)

3

diinginkannya atas izin Yang Maha Kuasa. Berdasarkan dengan peristiwa kehamilan, muncul berbagai masalah antara lain proses bayi tabung, donor sperma dan aborsi. Banyak remaja yang terlibat pergaulan bebas maupun para orang dewasa yang tidak mau dibebani tanggung jawab dan begitu pula orang tua yang tidak menginginkan kelahiran buah hatinya karena sudah banyak anak atau takut tidak mampu membesarkan anak dengan alasan kondisi perekonomian keluarga, aborsi dijadikan sebagai salah satu pilihan. Aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan, baik dilakukan sendiri ataupun dengan bantuan orang lain.

Pada dewasa ini, maraknya kasus aborsi yang melibatkan para wanita yang mengalami kehamilan dengan berbagai alasan tertentu. Banyak penelitian tentang faktor penyebab dilakukannya aborsi dengan berbagai alasan, karena faktor kehamilan yang tidak dikehendaki yang terjadi pada perempuan yang hamil dalam perkawinan yang sah, hamil di luar nikah atau kehamilan yang dialami oleh remaja (Anshor, 2006:45). Sebagian besar yang melakukan aborsi adalah para perempuan yang sudah menikah dan mereka yang mengalami kegagalan dalam menggunakan alat kontrasepsi. Tetapi, masyarakat berasumsi bahwa alasan aborsi dilekatkan pada mereka yang melakukan perbuatan asusila, salah satunya kasus perkosaan (Anshor, 2006:46).

(16)

4

pemerintah telah mengharamkan melakukan aborsi sebelum atau sesudah ditiupkan ruh, kecuali jika ada alasan-alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syari’ah Islam, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2004 tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 31 ayat (1) bahwa disebutkan pembolehan melakukan tindakan aborsi hanya dapat dilaksanakan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan. Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Pada Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa pelegalan aborsi mengundang banyak kontroversi, kasus hukum ini dapat dikaji lebih lanjut agar menemukan titik temu antara hukum Islam dengan Peraturan Pemerintah, atau dapat merekonstruksi Peraturan Pemerintah agar sesuai dengan kaidah keislaman.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti kasus Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi dengan perbandingan kaidah hukum Islam, maka judul dalam skripsi ini “ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG

(17)

5 B. Penegasan Istilah

Untuk menjelaskan tentang pengertian judul skripsi ini, maka peneliti memberikan penjelasan beberapa istilah dalam penulisan skripsi ini. Istilah-istilah yang dimaksud sebagai berikut:

1. Aborsi

Perkataan abortus atau yang lebih populer dengan aborsi, dalam bahasa inggris disebut abortion. Berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam istilah fiqh aborsi berasal dari kata ﺎﻀﮭﺟ– ﺾﮭﺟ artinya menhilangkan. Maka ﻞﻣﺎﺤﻟا ﺖﻀﮭﺟأ artinya membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan menggugurkan janin. Al-Ijhadh berarti “mengakhiri kehamilan sebelum masanya, baik terjadi dengan sendirinya (keguguran)ataupun dilakukan dengan sengaja”.

2. Hukum Islam

Dalam skripsi ini yang dimaksud hukum Islam yaitu hukum Islam fiqh dan positif. Hukum Islam fiqh diambil dari dalil-dalil atau pemikiran-pemikiran para ulama klasik yang membahas tentang aborsi. Sedangkan hukum Islam positif diambil dari Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang di dalamnya membahas tentang larangan aborsi.

3. Peraturan Pemerintah

(18)

6

disebutkan bahwa terdapat beberapa pasal yang menjelaskan tentang tindakan aborsi dilegalkan atau diperbolehkan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dengan demikian pembahasan skripsi ini terarah dan lebih spesifik pada masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aplikasi aborsi dalam hukum Islam?

2. Bagaimana aplikasi aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi?

3. Bagaimana perbandingan hukum Islam dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian ini dapat mengetahui aborsi dalam pandangan hukum Islam. 2. Penelitian ini dapat mengetahui aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor

61 Tahun 2014 tentang Aborsi.

3. Penelitian ini dapat diketahui perbandingan antrara pandangan hukum Islam dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Aborsi.

E. Kegunaan Penelitian

(19)

7

1. Kegunaan teoritis, penelitian ini dapat memberikan dan menambah wawasan hasanah keilmuan dalam hal aborsi, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu penyelesaian masalah bagi para ulama dan pemerintah dalam menghadapi kasus-kasus aborsi.

3. Kegunaan sosial, agar masyarakat mengerti tentang kaidah-kaidah hukum tentang aborsi.

F. TelaahPustaka

Dalam penulisan skripsi ini agar tidak terkesan pengulangan, maka penulis perlu menjelaskan adanya topik skripsi yang akan diajukan, dimana adanya beberapa penulisan yang berkaitan dengan aborsi.

Nurul Hikmah Lidiany, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam skripsinya yang berjudul “Aspek Sosiologis Aborsi Provokatus Criminalis Dalam Perspektif Hukum Islam”. Dalam skripsi ini membahas tentang paktek abosi

provokatus criminalis, serta faktor yang mempengaruhi aborsi dan praktek aborsi provokatus criminalis dalam pandangan hukum Islam.

(20)

8

baik sebelum bernyawa. Ada beberapa pengecualian, demi menyelamatkan jiwa sang Ibu atau karena alasan medis, maka aborsi diperbolehkan.

Siswantara T, mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (UI), dalam skripsinya yang berjudul “Masalah Abortus Provokatus Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Pidana”. Dalam skripsi ini membahas tentang aborsi secara umum serta menurut perundang-undangan pidana di Indonesia baik latar belakang, uraian sampai jenis delik pasal-pasal KUHP yang mengatur tentang abortus provokatus serta bagaimana aspek hukum pidananya dalam abortus provokatus.

Sri Murliena, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), dalam skripsinya yang berjudul “Abortus Provokatus Criminalis”. Dalam skripsi ini membahas tentang abortus provokatus criminalis saja, serta menjelaskan yurisprudensi dan ilmu hukumnya yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

G. Metode Penelitian

(21)

9 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan terjun langsung ke perpustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan pustaka atau literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Sehingga bisa mendapatkan sumber data yang diperlukan, misalnya berupa buku-buku, majalah, jurnal, dan media informasi yang berkaitan dengan pembahasan yang dimaksud.

Adapun pendekatan dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan

deskriptif komparatif. Pendekatan deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Pendekatan komparatif

yaitu dengan membandingkan literatur dan peraturan pemerintah sehingga akan lebih jelas dan tajam dalam menentukan kesimpulan.

2. Sumber Data

Sumber penulisan skripsi ini dipusatkan pada kajian buku-buku yang berkaitan dengan tema. Sumber data tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Sumber data primer

(22)

Al-10

Qur’an, Hadits, Buku Fiqh danPeraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

b. Sumber data sekunder

Data pendukung atau pelengkap data primer yang berupa buku-buku atau tulisan-tulisan dari berbagai disiplin ilmu yang membahas pokok permasalahan dalam pembahasan ini secara tidak langsung, misalnya artikel, jurnal, majalah dan surat kabar.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:

a. menelusuri dan mengkaji buku-buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan masalah aborsi, baik dalam hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia.

b. Melakukan observasi di perpustakaan untuk mengumpulkan sejumlah buku-buku dan kitab yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

4. Analisis Data

Setelah data-data terkumpul dan diolah kemudian dianalisa : a. Membahas dari hal-hal umum terlebih dahulu kemudian diambil

(23)

11

b. Komparatif yaitu dengan membandingkan literatur yang ada dengan peraturan yang telah ditetapkan sehingga akan lebih jelas dan tajam dalam menentukan kesimpulan.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini, penulis membaginya dalam lima bab, yaitu :

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Terdiri dari definisi aborsi, macam-macam aborsi, sebab-sebab aborsi, resiko dan dampak aborsi.

BAB III : ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

(24)

12

Reproduksi dan kebolehan aborsi, aborsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

BAB IV : PEMBAHASAN

Terdiri dari perbandingan aborsi dalam perspektif hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

BAB V : PENUTUP

(25)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Definisi Aborsi

Aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan atau keguguran. Namun, aborsi dalam literatur fikih secara bahasa adalah pengguguran kandungan

(janin). Ia berasal dari kata

ﺎﻀﮭﺟ

ﺾﮭﺟ

yang artinya menghilangkan.

Maka

ﻞﻣﺎﺤﻟا ﺖﻀﮭﺟأ

artinya membuang anak sebelum sempurna dan

disebut dengan menggugurkan janin. Ibnu Faris berkata : “ia adalah menghilangkan sesuatu dari tempatnya dalam waktu yang relatif singkat.”

Sehingga dikatakan

ءﻲﺷ ﻦﻋ ﺎﻧﻼﻓ

ﺎﻨﻀﮭﺠ

أ

, yaitu kami menjauhkan

seseorang darinya dan kami membinasakannya

.

ﺔﻗ

ﺎﻨﻟا ﻦﻀﮭﺟأ

adalah

mengeluarkan anak unta dan ia tergugurkan”.

Lembaga penelitian bahasa mengkhususkan bahwa ijhadh dengan cara mengeluarkan janin dari rahim sebelum bulan yang keempat (dari kehamilan) dan sesudahnya, yaitu antara bulan keempat dan ketujuh yang disebut isqat

(menggugurkan). Maka sebenarnya antara ijhadh dan isqat adalah satu makna, hanya saja lafadz ijhadh banyak dipakai untuk unta dan isqat kebanyakan digunakan untuk manusia. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ijhadh

(26)

14

penciptaannya atau sebelum sempurna masa kehamilan. Baik sebelum ditiupkan roh atau sesudah ditiupkan roh, baik janin tersebut laki-laki maupun perempuan.

Menurut istilah aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan, baik dilakukan sendiri ataupun dengan bantuan orang lain.

Dalam kamus Webster Ninth New Collegiate menyebutkan bahwa aborsi adalah keluarnya janin secara spontan atau paksa yang biasanya dilakukan dalam 12 minggu pertama dari kehamilan. Definisi lengkap mengenai hal tersebut tercakup dalam Glorier Family Encylopedia yang menyebutkan pengertian aborsi adalah penghentian kehamilan dengan cara menghilangkan atau merusak janin sebelum masa kelahiran yang bisa jadi dilakukan dengan cara spontan atau dikeluarkannya janin secara paksa (Anshor, 2006:33).

Sementara dalam bahasa Indonesia sendiri makna aborsi menunjukkan suatu pengertian pengakhiran suatu kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat dari 1.000 gram. Dalam pengertian lain yang dapat dilihat dalam kamus besar Bahasa Indonesia aborsi adalah terpancarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didefinisikan pengguguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan (Anshor, 2006:33).

(27)

15

janin bisa hidup di luar kandungan ini ada yang memberi batas 20 minggu, tetapi ada pula yang memberi batas 24 minggu. Kalau pengeluaran janin berumur 7 bulan disebut immature, sedangkan berumur 7-9 bulan disebut

premature, berumur 9 bulan atau lebih disebut mature. Jadi, pengeluaran janin yang berakibat kematian terjadi sampai umur 20-24 minggu disebut pengguguran/aborsi, akan tetapi kalau pengeluarannya dilakukan sesudah umur itu dan mengakibatkan kematian janin disebut pembunuhan bayi (Kusmaryanto, 2002:12).

B. Macam-macam Aborsi

Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua, yaitu aborsi kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku, sedangkan aborsi legal, yaitu aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang berwenang.

1. Jenis Aborsi menurut Perspektif Fiqih

Menurut Maria Ulfa dalam bukunya Fiqih Aborsi, maka aborsi dapat digolongkan menjadi lima macam diantaranya:

a. Aborsi spontan(al-isqâth al-dzâty).

(28)

16

kelainan kromosom, hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim serta kelainan hormon.

b. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al- isqath al- dharury/al- ‘ilajy).

Aborsi karena darurat atau pengobatan, misalnya dilakukan karena indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan.

c. Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja (khata’).

Aborsi dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang petugas kepolisian tengah memburu pelaku tindak criminal disuatu tempat yang ramai pengunjung,. Karena takut kehilangan jejak, polisi berusaha menembak penjahat tersebut, tetapi pelurunya nyasar ketubuh ibu hamil.

d. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh’ amal).

Aborsi dilakukan dengan cara menyerupai sengaja, misalnya seorang suami menyerang istrinya yang sedang hamil muda hingga mengakibatkan ia kegugguran.

e. Aborsi sengaja dan terencana (al- ‘amd ).

(29)

17

pelakunya dihukum pidana (jinayah) karena melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.

2. Aborsi dalam dunia kedokteran

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:

a. Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.

b. Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

c. Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.

C. Sebab-sebab Aborsi

(30)

18

berumur 120 hari maka ia boleh diaborsi ketika lajnah (lembaga) kedokteran yang bisa dipercaya memutuskan bahwa mempertahankan janin tersebut akan membahayakan nyawa ibunya. Adapun Pemicu aborsi yang lain adalah : 1. Kehamilan yang tidak diinginkan, dalam sebuah perkawinan, misalnya

karena jumlah anak sudah cukup, karena anak terakhir masih kecil atau belum siap punya anak.

2. Kehamilan yang dilakukan suka sama suka yaitu oleh para remaja diluar nikah tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi.

3. Kehamilan menggunakan alat kontrasepsi yang gagal. 4. Kehamilan yang disebabkan karena pemerkosaan.

5. Kehamilan atas dasar indikasi medis, karena jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon Ibu, karena terkena penyakit- penyakit berat, misalnya sakit TBC Yang berat dan penyakit ginjal yang berat.

D. Resiko dan Dampak Aborsi

Aborsi memiliki resiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun keselamatan hidup seorang wanita. Resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi beresiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Resiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah:

1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat.

2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.

(31)

19

4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation).

5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).

7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer).

8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer).

9. Kanker hati (Liver Cancer).

10. Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.

11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).

12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).

13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:

1. Kehilangan harga diri (82%). 2. Berteriak-teriak histeris (51%).

(32)

20

5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%). 6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%).

Diluar hal-hal tersebut diatas para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun selama hidupnya.

Sedangkan melakukan aborsi mempunyai dampak seperti berikut: 1. timbul luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan

merusak organ-organ di dekatnya seperti kandung kencing atau usus. 2. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar). Hal ini dapat terjadi

karena mulut rahim sebelah dalam bukan saja sempit dan perasa sifatnya, tetapi juga kalau tersentuh, maka ia menguncup kuat-kuat. Kalau dicoba untuk memasukinya dengan kekerasan maka otot tersebut akan menjadi robek.

3. Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan ke dalam rahim.

(33)

21

BAB III

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014

TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

A. Tahap Penciptaan Janin Manusia

Al-Qur’an mengisahkan bahwa manusia merupakan representasi Tuhan di bumi karena manusia mengemban misi yang amat mulia sebagai makhluk yaitu menjaga dan melestarikan bumi beserta isinya (Anshor, 2006:15), yang tertuang dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 30:

ø

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Dia berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah: 30).

(34)

22 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (Q.S. At-Tin: 4).

Selain ayat di atas ada beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses terjadinya manusia, antara lain:

a. Surah As-Sajadah ayat 7-8

ü“ Ï%©

!$#

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.” (Q.S. As-Sajadah: 7-8)

b. Surah Ath-Thariq ayat 5-7

Ì

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” (Q.S. Ath-Thariq: 5-7).

c. Surah Al-Qiyamah ayat 37

óOs9r&

(35)

23

d. Surah Al-Insan ayat 2

$¯RÎ)

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.” (Q.S. Al-Insan: 2)

Maksud bercampur di dalam arti ayat al-qur’an di atas adalah bercampurnya antara benih lelaki dengan perempuan.

e. Surah Al-Mukminun ayat 12-14

ô‰s)s9ur

(36)

24 kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Q.S. Al-Hajj: 5).

Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami, bahwa proses kejadian manusia adalah sebagai berikut:

a. Dari saripati tanah

(37)

25

akan menghancurkan organ-organ tubuh manusia, yang kemudian dengan tanah itu pula menumbuhkan tanaman-tanaman yang akan dimakan oleh manusia yang masih hidup, dan manfaat lainnya yang dapat digunakan oleh makhluk hidup lainnya (Anshor, 2006:17).

b. Dari air hina yaitu air mani atau sperma

Air mani (nutfah) dianggap sebagai al-ma’ al-shafi atau air suci. Dan jika terjadi pembuahan, maka proses nutfah yang kemudian diberi bentuk itu didiamkan dalam rahim (uterus) dalam waktu tertentu yang berada dalam tiga kegelapan, yakni kegelapan dalam perut, dalam rahim dan dalam selaput yang menutupi janin dalam rahim. Dan dari ayat di atas yang artinya “dia diciptakan dari air yang terpancar”, dalam konteks kekinian air yang terpancar yang dikenal dengan sebutan orgasme.

c. Dari setetes air mani yang ditumpahkan ke dalam rahim perempuan Dalam embriologi dikenal bahwa pancaran sperma ke dalam rahim melalui vagina masuk ke tubapallopi guna bertemu dengan ovum. Apabila sudah bertemu dengan ovum dan menembusnya sehingga bersatu atau dengan kata lain penyatuan gemit laki-laki dan perempuan.

d. Saripati air mani yang disimpan di tempat/wadah yang kokoh/rahim

(38)

26

e. Segumpal darah

Menurut Sayid Qutub, hal ini terjadi ketika benih laki-laki dan telur perempuan bersatu dan melekat pada dinding rahim berupa sel yang kecil yang memperoleh penghidupan dari darah sang ibu.

f. Segumpal daging

Hal ini menurut embriologi merupakan awal deferensiasi zygote

setelah terbenam dalam lendir rahim. Sebagaimana diuraikan oleh Sayid Qutub bahwa perpindahan dari tahap Alaqah ke mudgah terjadi di saat sesuatu yang melekat berubah menjadi darah beku yang bercampur (Anshor, 2006:19).

g. Tulang belulang

Segumpal daging tersebut, lalu membentuk tulang dan tulang tersebut dibungkus dengan daging.

h. Kala roh ditiupkan

Dalam Al-Quran tidak terlihat secara eksplisit menyatakan kapan janin atau embrio disebut sebagai manusia atau tepatnya roh masuk kedalam janin. Pada ranah inilah yang menjadi perdebatan di kalangan

(39)

27

Adapun hadits yang menjelaskan tentang kejadian manusia, yaitu:

َﻋ ِﻦَﻤْﺣَّﺮ ﻟا ِﺪ ْﺒَﻋ ﻲ ِﺑَأ ْﻦ َﻋ

“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan: Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara: menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagianya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga.”(Riwayat Bukhari dan Muslim).

B. Dasar Hukum Aborsi

(40)

28

maka hukum tersebut yang dilaksanakan. Tetapi jika di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan hukumnya, maka mencarinya di dalam Hadits. Apabila ditemukan hukumnya di dalam Hadits maka hukum itu yang harus dilaksanakan. Bila di dalam Hadits ternyata tidak ditemukan hukumnya maka harus melihat pada hasil kesepakatan para penggali hukum (mujtahid), apabila ketentuan hukum tersebut ditemukan maka hukum tersebut harus dilaksanakan. Tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan penggalian hukum (ijtihad) sendiri dengan cara menganalogikan terhadap persoalan yang sudah ada hukumnya (qiyas).

Pada umumnya hukum aborsi dalam Islam adalah tidak diperbolehkan (haram). Islam menginginkan agar keturunan pengikutnya terus berkembang. Karena ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk

embrio, maka ini merupakan awal kehidupan, dan aborsi terhadapnya hukumnya haram dalam Islam. Sebagaimana yang ada dalam firman Allah Q.S. Al-Imran: 156, yang berbunyi:

$pkš‰

r'¯»tƒ

(41)

29

"Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh." akibat (dari Perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Imran:156).

Apabila seseorang mengambil jalan aborsi dengan alasan takut tidak bisa membesarkan anaknya karena perekonomian yang kurang atau miskin, aborsi ini dilarang berdasarkan potongan ayat Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 31 yang berbunyi:

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Q.S. Al-Israa’: 31).

Dalam potongan ayat Al-Quran surah Al-Israa’: 33 yang berbunyi:

Ÿ

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar . . . .”

(42)

30

mengancam kehidupan nyawa ibunya (Anshor, 2006:92). Sesuatu yang sifatnya darurat itu dapat membolehkan sesuatu yang diharamkan.

Adapun jika aborsi dilakukan sebelum bulan keempat atau sebelum ditiupkan roh, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama sebagai berikut:

a. Madzhab Hanafi

Sebagian besar dari fuqaha Hanafiyah berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum janin terbentuk.Tepatnya membolehkan aborsi sebelum peniupan roh, tetapi harus disertai dengan syarat-syarat yang rasional, meskipun kapan janin terbentuk masih menjadi hal yang ikhtilaf. Sementara, Ali Al-Qami, salah seorang imam madzhab Hanafiyah kenamaan dan sangat terkenal pada zamannya beliu memakruhkan aborsi. Menurut Al-Qami, yang dikutip oleh Al-Asrusyani, pengertian makruh dalam aborsi lebih condong kepada makna dilarang (haram) dikerjakan, bila dilanggar pelaku dianggap berdosa dan patut diberi hukuman yang setimpal (Anshor, 2006:93).

(43)

31

Namun, menurut Al-Buti yang tergolong ulama kontemporer dari kalangan Hanafi mengatakan bahwa membolehkan aborsi sebelum kehamilan memasuki bulan keempat, hanya dalam tiga kasus yaitu:

1) Apabila dokter khawatir bahwa kehidupan ibu terancam akibat kehamilan.

2) Jika kehamilan dikhawatirkan akan menimbulkan penyakit ditubuh ibunya.

3) Apabila kehamilan yang baru menyebabkan terhentinya proses menyusui bayi yang sudah ada dan kehidupannya sangat tergantung pada susu ibunya.

(44)

32

dikemukakan oleh Abdullah Mahmud al-Mushili berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum janin melewati usia 42 hari (Anshor, 2006:95).

b. Madzhab Hambali

Dalam pandangan jumhur Ulama Hanabilah, janin boleh digugurkan selama masih dalam fase segumpal daging (mudghah), karena belum berbentuk anak manusia. Sebelum ditiupkan ruh aborsi diperbolehkan secara mutlak, diantaranya disebutkan Yusuf bin Abdul Hadi: “boleh meminum obat untuk menggugurkan janin yang sudah berupa segumpal daging”. Namun, seorang pakar kependudukan dari Al-Azhar, Gamal Serour membatasi sebelum kehamilan berusia 40 hari diperbolehkan selebihnya dilarang. Senada dengan pendapat tersebut Al-Zaraksyi dalam Al-Inshaf yang dikutip oleh Imam Alauddin, mengatakan: “Setiap pengguguran kandungan yang janinnya sudah berbentuk sempurna, maka ada ghurrah-nya, tetapi jika belum berbentuk janin yang sempurna maka ghurrah-nya dibebaskan (Anshor, 2006:96).

(45)

33

bahwa diperbolehkannya meminum obat-obatan peluntur untuk menggugurkan janin. Namun pendapat yang paling ketat dari madzhab ini sepeti dikemukakan oleh Ibnu Jauzi yang menyatakan bahwa aborsi hukumnya haram mutlak baik sebelum atau sesudah persenyawaan pada usia 40 hari (Anshor, 2006:97).

Dari paparan pendapat para fuqaha Hanabilah cenderung sebagian besar berpendapat bahwa aborsi diperbolehkan sebelum terjadinya penciptaan yaitu sekitar janin sebelum berusia 40 hari.

c. Madzhab Syafi’i

Ulama-ulama Syafi’iyah berselisih pendapat mengenai aborsi sebelum 120 hari. Ada yang mengharamkan seperti Al-‘Imad, ada pula yang membolehkan selama masih berupa sperma atau sel telur (nutfah) dan segumpal darah (alaqah) atau berusia 80 hari sebagaimana dikatakan Muhammad Abi Sad, namun ulama lain membolehkan sebelum janin berusia 120 hari, atau sebelum janin diberi roh. Namun sebagian besar dari

fuqaha Syafi’iyah menyepakati bahwa aborsi haram sebelum usia kehamilan 40-42 hari. Imam Al-Ghazali, salah seorang ulama dari madzhab Syafi’iyah yang terkenal beraliran sufi, beliau sangat tidak menyetujui pelenyapan janin, walaupun baru konsepsi, karena menurutnya hal tersebut tergolong pidana (jinayah) meski kadarnya kecil (Anshor, 2006:98).

(46)

34

bukan pula penguburan anak hidup-hidup. Karena pengguguran hakikatnya merupakan kejahatan terhadap makhluk yang telah benar-benar hidup. Keberadaan makhluk hidup memiliki beberapa tingkatan. Tingkatan pertama adalah ketika sperma masuk ke dalam rahim dan tercampur dengan ovum dan siap untuk hidup, merusaknya adalah kejahatan. Kalau sperma sudah menjadi segumpal darah, tingkat kriminalnya lebih keji. Apabila jika telah ditiupkan padanya roh dan menjadi makhluk yang sempurna, nilai kriminalnya jauh lebih keji lagi (Qardhawi, 2007:285).

Al-Ramli mengharamkan aborsi setelah peniupan roh secara mutlak dan membolehkan sebelumnya. Namun, karena sulit mengetahui kepastian waktu peniupan roh tersebut, maka diharamkan pengguguran sebelum mendekati waktu peniupan roh berjaga-jaga. Sebagaimana beliau mangatakan: “Sejak peniupan roh, sesudah dan hingga dilahirkan tidak diragukan lagi haram hukumnya. Adapun sebelum peniupan roh tidak diharamkan, sedangkan waktu yang mendekati waktu peniupan roh, diperselisihkan antara boleh dan haram, namun yang kuat adalah diharamkan, karena itu adalah waktu yang mendekati waktu keharamnya” (Anshor, 2006:100).

d. Madzhab Maliki

(47)

35

ditemukan dalam Hasyiah Al-Dasuki bahwa “tidak diperbolehkan melakukan aborsi bila air mani telah tersimpan dalam rahim, meskipun berumur 40 hari”. Begitu juga menurut Al-Laisy, jika rahim telah menangkap air mani, maka tidak boleh suami-istri ataupun salah satu dari mereka menggugurkan janinnya, baik sebelum penciptaan maupun sesudah penciptaan (Anshor, 2006:102).

Para ulama yang melarang dilakukannya tindakan aborsi biasanya argumen yang dikemukakan karena kehidupan berkembang dan dimulai sejak konsepsi. Ulama yang melarang aborsi sebagian besar dari madzhab Maliki, sedangkan dari madzhab lainnya yang berpendapat serupa di antaranya Imam Al-Ghazali dari madzhab Syafi’i, Ibnu Jauzi dari madzhab Hanbali, dan Ibnu Hazm dari madzhab Zhahiri (Anshor, 2006:104).

Sedangkan bagi ulama yang mengizinkan aborsi sebagian besar dari madzhab Hanafi dan Syafi’i yang mempunyai argumen sebagai berikut:

1) Belum terjadi penyawaan, karena dianggap belum ada kehidupan. 2) Selama janin masih dalam bentuk segumpal daging, atau segumpal

darah dan belum berbentuk anggota badannya.

3) Janin boleh digugurkan selama masih dalam fase segumpal daging, karena belum berbentuk anak manusia.

(48)

36

6) Ketidakmampuan seseorang perempuan menanggung beban kehamilan karena tubuh yang kurus dan rapuh.

Mengenai aborsi sebelum ditiupkan ruh ke dalam janin ada empat pendapat, yaitu:

1) Pendapat yang membolehkan secara mutlak tanpa harus ada udzur. Ini adalah pendapat madzhab Zaidiyah, sebagian Hanafiyah dan sebagian Syafi’iyah serta Malikiyah dan Hanabilah.

2) Pendapat yang membolehkan sewaktu ada udzur dan dimakruhkan apabila tidak ada udzur. Ini adalah pendapat dari sebagian Hanafiyah dan sebagian Syafi’iyah.

3) Pendapat yang memakruhkan secara mutlak yaitu pendapat sebagian Malikiyah.

4) Pendapat yang mengharamkan dengan tanpa ada udzur. Yaitu pendapat yang dipegang oleh Malikiyah dan yang disepakati oleh Zhahiriyah serta Ja’fariyah.

Masalah aborsi ini juga dibahas dalam Musyawarah Nasional (munas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000 yang langsung ditetapkan dalam Fatwa Munas MUI No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi. Bahwa menurut keputusan MUI melakukan aborsi sebelum atau sesudah nafkhal-ruh

(49)

37

Bahwa Fatwa Munas MUI No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi sudah tidak relevan untuk dijadikan pedoman dalam kasus aborsi saat ini, maka perlu dilakukan pembaharuan fatwa MUI tentang Aborsi tersebut. Pada tanggal 3 Februari 2005, 19 Mei 2005 dan 21 Mei 2005, MUI mengadakan rapat untuk melakukan pembaharuan fatwa tentang aborsi tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 2005 (12 Rabi’ul Akhir 1426 H) MUI memutuskan untuk menetapkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi.

Pertama : Ketentuan Umum

1) Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

2) Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua : Ketentuan Hukum

1) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).

2) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

C. Sejarah Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

tentang Kesehatan Reproduksi.

(50)

38

pasal 75 ayat (4), pasal 126 ayat (6) dan pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia yang dinyatakan dalam pasal 346-349. Ditegaskan juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pada pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) berikut:

1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:

a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.

b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarga.

d. Pada sarana kesehatan tertentu.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam undang di atas dijelaskan bahwa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka pemerintah mengamandemen dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyangkut tentang kebolehan melakukan aborsi, terdapat pada pasal 74 ayat (3), pasal 75 ayat (4), pasal 126 ayat (4) dan pasal 127 ayat (2) berikut:

Pasal 74

(51)

39

bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.

(2)Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 75

(1)Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2)Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut Pasal 76 UU Kesehatan menyatakan syarat-syarat boleh dilakukannya aborsi.

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari

pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

(52)

40

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 126

(1)Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

(2)Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

(3)Pemerintah menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau.

(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 127

(1)Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan

c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

(2)Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang terdapat pada pasal 74 ayat (3), pasal 75 ayat (4), pasal 126 ayat (4) dan pasal 127 ayat (2), maka pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

D. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Reproduksi yang Membolehkan Aborsi

(53)

41

2009 tentang Kesehatan, pemerintah perlu menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Peraturan Pemerintah tersebut menjelaskan tentang kesehatan reproduksi yang di dalamnya terdapat penjelasan mengenai kebolehan aborsi, disebutkan pada pasal 2, yaitu:

Pasal 2

Ruang lingkup pengaturan Kesehatan Reproduksi dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:

a. Pelayanan kesehatan ibu;

b. Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi; dan

c. Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah. Pelaksanaan dari pasal 2 huruf b dijelaskan pada bab indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi, sebagaimana disebutkan pasal 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38 dan 39 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, berikut:

Pasal 31

(1)Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis; atau

b. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau c. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk

yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

d. Kehamilan akibat perkosaan.

(2)Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Pasal 32

(1)Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:

(2)Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

Pasal 33

(54)

42

(2)Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

(3)Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.

(4)Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.

Pasal 34

(1)Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:

a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan

b. Keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.

Pasal 35

(1)Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.

(2)Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;

b. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;

c. Atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e. Tidak diskriminatif; dan

f. Tidak mengutamakan imbalan materi.

(3)Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.

(4)Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan. Pasal 36

(55)

43

35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.

(2)Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.

(3)Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.

(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37

(1)Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.

(2)Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.

(3)Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:

a. Menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi; b. Menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;

c. Menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;

d. Membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan

e. Menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.

(4)Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:

a. Mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;

b. Membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;

c. Menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan d. Menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk

mencegah terjadinya kehamilan. Pasal 38

(56)

44

aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan. (2)Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.

(3)Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

(1)Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.

(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Dari pasal-pasal di atas yang digunakan sebagai acuan dasar pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang terdapat pada pasal 74 ayat (3), pasal 75 ayat (4), pasal 126 ayat (4) dan pasal 127 ayat (2). Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, maka praktek aborsi di Negara Indonesia dilegalkan dengan syarat tertentu.

(57)

45

Kehamilan yang disebabkan oleh perkosaan yaitu kehamilan yang tidak disetujui dari pihak perempuan yang terjadi karena adanya kekerasan/perkosaan. Sebelum melakukan aborsi, dalam kasus ini harus ada penyelidikan tentang kebenaran adanya perkosaan dari tim penyidik. Tindakan aborsi ini hanya dapat dilakukan apabila usia janin belum ada 40 (empat puluh) hari dari haid terakhir.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang mengatur tentang dibolehkannya melakukan tindakan aborsi atas kehamilan seseorang karena adanya alasan tertentu. Peraturan ini yang dijadikan pedoman boleh atau tidaknya melakukan aborsi. Apabila seseorang melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan peraturan ini, maka seseorang tersebut sudah melakukan pelanggaran hukum.

E. Aborsi Dalam Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Sejauh ini persoalan aborsi dalam anggapan sebagian besar dari masyarakat sebagai tindak pidana. Namun dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu bisa dibenarkan apabila merupakan indikasi medis (abortus provokatus medicalis) sebagai pengecualiannya. Sedangkan aborsi yang digeneralisasikan sebagai tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provokatus criminalis atau disebut pengguran janin termasuk kejahatan (abortus criminalis).

(58)

46

orang yang terlibat dalam kejahatan tersebut dapat dituntut. KUHP menegaskan bahwa segala macam aborsi dilarang dengan tidak ada kekecualiannya. Berikut kita simak pasal-pasal yang berhubungan langsung dengan aborsi, sebagai berikut:

Pasal 299 KUHP

(1)Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh seseorang wanita supaya diobati dengan memberitahu atau menerbitkan pengharapan bahwa oleh karena pengobatan itu dapat gugur kandungannya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat puluh lima ribu rupiah.

(2)Kalau yang bersalah berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau kalau ia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidana dapat ditambah sepertiganya.

(3)Kalau yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

Pasal 346 KUHP

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling lama empat tahun”.

Pasal 347 KUHP

(1)Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematiikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP

(1)Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP

(59)

47

sepertiga dan ia dapat dipecat dari jabatan yang digunakan untuk melakukan kejahatan”.

Secara singkat, menurut KUHP, yang dihukum dalam kasus aborsi ini ada berbagai pihak, yaitu:

1. Pelaksana aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal 4 tahun atau 4 tahun ditambah sepertiganya dan bisa juga dicabut hak praktiknya.

2. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

(60)

48

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perbandingan dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

1. Perspektif Hukum Islam

Ketika hak asasi manusia untuk hidup dan menikmati kehidupan, maka pada saat itulah terjadi sebuah kekejaman yang amat keji. Terlebih lagi ketika yang dibunuh adalah sesosok bayi mungil dalam kandungan ibunya yang beberapa waktu ke depan akan tumbuh menjadi bayi yang normal. Aborsi merupakan tindakan yang nyata dan menjadi problematika karena frekuensi aborsi di Indonesia agak sulit dihitung secara akurat karena memang sangat jarang yang pada akhirnya dilaporkan.

(61)

49

benar. Tanpa memikirkan resiko dan dampak setelah melakukan aborsi karena berisiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Zallum, 1998).

Hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umum. Sebab bagi seorang muslim, hukum-hukum syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya. Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam.

(62)

50

Pada umumnya hukum aborsi dalam Islam adalah tidak diperbolehkan (haram). Islam menginginkan agar keturunan pengikutnya terus berkembang, karena ketika sperma dan sel telur telah bercampur sehingga membentuk embrio, maka ini merupakan awal kehidupan, dan aborsi terhadapnya hukumnya haram dalam Islam. Menurut pandangan Islam hak hidup seseorang dimulai dari dalam kandungan, bahkan dari awal proses pembuahan ataupun konsepsi.

Aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ditiupkan ruh. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh atau setelah 4 bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqh sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqh berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Ada sebagian yang memperbolehkan dan ada sebagian yang mengharamkannya (Al-Baghdadi, 1998: 127).

Adapun madzhab yang membolehkan aborsi sebelum 40 hari atau sebelum ditiupkan ruh pada janin, karena masih berbentuk segumpal darah. Sebagian ulama memandang segumpal darah merupakan suatu benda bukan makhluk, jadi mengeluarkan benda dari dalam rahim hukumnya mubah (diperbolehkan). Sedangkan, apabila sesudah ditiupkan ruh semua ulama sepakat untuk mengharamkan aborsi.

Referensi

Dokumen terkait

UKE A (PT. Bayer Indonesia Tbk.) merupakan UKE dengan tingkat efisiensi terendah kelima dalam penelitian dan memiliki kesamaan baik terhadap UKE E (PT. Merck Indonesia

SUNARDI Ketua  Pengelola Kampung  Inggris Transmigrasi  Desa Karang Indah  Kecamatan  Mandastana 

ATAS KEGIATAN PERKEBUNAN KELAPA SAWITLUAS 2.635 HA  PT. ANUGERAH SAWIT ANDALAN(ASA) DI DESA BANITAN,KECAMATAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk NPK (16:16:16) berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi bibit dan diameter pangkal batang umur 60 dan 90 HST, luas

Evaluasi postur kerja dilakukan dengan perekaman aktivitas atau pencatatan posisi kerja, setelah itu dilakukan analisis postur kerja sebelum dilakukan perbaikan

(1) Pimpinan dan Anggota DPRD yang telah menerima Tunjangan Komunikasi Intensif dan Pimpinan DPRD yang telah menerima Dana Operasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

diversifikasi produk untuk olahan ikan bandeng antara lain bandeng goreng cabut duri, bandeng kentucky, otak-otak bandeng, abon ikan bandeng, abon duri ikan

Hal yang melatar belakangi perancangan interior restoran Ikan Bakar Makassar adalah pesatnya perputaran roda ekonomi di Yogyakarta khususnya bidang kuliner.. Restoran