i
ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL
BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN
CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: SITI NURJANAH
NIM : 21411026
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
v
MOTTO
“
Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu
adalah dirinya sendiri” (Qs. Al
-ankabut : 6)
“Bersikaplah
kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya
dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku Bapak Nuruddin (Alm) dan Ibu Uwuh Fatonah tercinta,
yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku
selama ini.
2. Kedua kakakku Istiyani dan Iis Tarwiyati, yang telah mendoakan agar selalu
tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi
dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh
kesabaran.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit
Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) dalam ilmu syari‟ah, Fakultas
Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: “Analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo
Kabupaten Magelang”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah
penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih
kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
viii
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan
baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di IAIN Salatiga.
5. Bapak Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I selaku Dosen Pembimbing
yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan
skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Bapak Siswantoro selaku sekertaris desa Surojoyo yang telah berkenan
memberikan izin penelitian di Desa Surojoyo serta memberikan informasi
berkaitan penulisan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa
halangan apapun.
8. Sahabat-sahabatku tercinta Afiatun Nadifah, Intan Rahmani sandra, Indri
Kartika, Dina Amalia Hidayati, Munziroh, Suprihati, Nur Anisah, lilis
Setiawati yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan
x
ABSTRAK
Nurjanah, Siti. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulo Kabupaten Magelang. Jurusan Syariah. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pemimbing: Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat Desa Surojoyo melakukan jual beli tebasan, kemudian bagaimana pandangan para tokoh agama mengenai pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo dan bagaimana tinjauan Sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kualitatif, metode penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, serta menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi : internet, buku-buku pustaka, dan dari data yang mengenai letak geografi dan demografis di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Penilitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara langsung hasil wawancara dan mencari data mengenai jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan. Para pemuka agama di Desa Surojoyo memperbolehkan jual beli tebasan asalkan dalam jual beli tebasan tidak mengandung gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual tebasan di Desa Surojoyo terdapat unsur gharar. Jual beli gharar dalam Islam itu dilarang. Akad yang digunakan dalam jual beli ini yaitu menggunakan sistem akad Down Payment (DP), dalam jual beli tebasan disebut dengan sistem panjar. Dalam transaksi jual beli ini tedapat jual beli ijon. Apabila diakitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit. Mereka sudah mengetahui hukumnya jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka masih melakukannya.
xi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
HALAMAN MOTO...
A. Latar Belakang Penelitian... 1
xii
3. Lokasi penelitian... 10
4. Metodologi penelitian ... 10
a. Wawancara/interview……… 10 5. Larangan-larangan yang Merusak dalam Jual Beli…….. 6. Prinsip-prinsip Jual Beli……….. B. Jual Beli Ijon...
1. Pengertian Jual Beli………. 2. Dasar Hukum Jual Beli Ijon………. C.Sosiologi HukumIslam...
GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN DI
DESA SUROJOYO……….
A.Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo……...
xiii BAB IV
1. Letak Geografis………... 2. Demograf……… B. Praktek Jual Beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang………..
ANALISIS...
A.Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang………
B. Pandangan Tokoh-tokoh Agama dalam Pelaksanaan Jual Beli
Tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo……….. C.Pandangan Sosiologi hukum IslamTerhadap Jual Beli
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan adanya perkembangan pesat dalam sektor perdagangan,
para pengusaha berlomba-lomba untuk mencari ide dalam mengembangkan usaha.
Usaha tersebut ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan
keuntungan. Jual beli adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk
mencari keuntungan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Didalam fiqh
muamalah yang di maksud dengan jual beli yaitu akad mu‟awadhah yakni akad
yang dilakukan oleh dua pihak di mana pihak pertama menyerahkan barang dan
pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich,
2010:177).
Apabila bicara mengenai jual beli, maka harus mengetahui hukum-hukum
jual beli, apakah praktek jual beli yang dilakukan sudah sesuai dengan syari‟at
Islam atau belum, oleh karena itu seorang yang menggeluti dunia usaha harus
mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Islam
mengajarkan, bahwa hubungan sesama manusia dalam masyarakat harus
dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari
2
ۚ اَبِّرلا َمَّرَح َو َعْيَبْلا ُ َّاللَّ َّلَحَأ َو
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”Dalam masalah muamalat, Allah telah menetapkan undang-undang yang
berlaku umum dan dasar-dasar yang bersifat umum pula.Hal ini agar hukum Islam
tetap sesuai dengan situasi dan kondisi muamalat yang terus berkembang dan
mengalami berbagai perubahan.Prinsip dasar yang ditetapkan jual beli adalah
kejujuran,kepercayaan dan kerelaan, prinsip jual beli telah diatur demi
menciptakan dan memelihara i‟tikad baik dalam suatu transaksi jual beli seperti takaran yang harus diperhatikan dan kejelasan barangnya.
Sehubungan anggapan diatas, dalam kenyataannya, banyak orang yang
beragama Islam melakukan kegiatan jual beli dalam rangka pencaharian dan
usaha mereka, salah satunya yaitu kegiatan jual beli hasil bumi dengan sistem
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.Hasil
bumi yang diperjual belikan di Desa Surojoyo biasanya kacang tanah, buah
durian, dan petai.Tergantung musim yang ada pada saat itu.
Dalam jual beli tersebut taksiran yang dilakukan adalah dengan sistem
tebasan yang dilakukan oleh pedagang dengan cara memborong hasil bumi,
sebelum panen sebelum dipanen yang dilakukan dengan cara mengitari petakan
sawah kemudian dengan hanya mengambil beberapa sampel hasil bumi yang akan
ditebas untuk memperkirakan jumlah seluruh hasil panen tanaman. Cara ini
3
kualitas dan kuantitas tanaman yang diperjual belikan belum tentu jelas keadaan
dan kebenaran perhitungannya karena tanpa penakaran dan penimbangan yang
sempurna.Dan kemudian dengan cara ini transaksi sudah bisa dilakukan.
Sistem jual beli tebasan juga memungkinkan adanya jual beli yang
mengandung gharar yang dilarang hukum Islam.Kemudian dalam akad perjanjian
praktek jual beli dengan sistem tebasan ini hanya dilakukan dengan lisan, tanpa
perjanjian tertulis, sehingga memungkinkan terjadinya ingkar janji yang mungkin
dapat berakibat perselisihan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik
melakukan analisa yang akan disusun dalam skripsi dengan judul: “ANALISIS
SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA
SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG”
B.RUMUSAN MASALAH
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan jual beli tebasan
di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
2. Bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di
Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?
3. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli
4 C.TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mereka melakukan jual
beli sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten
Magelang.
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan
jual beli tebasan.
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
D.KEGUNAAN PENELITIAN
Manfaat atau kegunaan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi sivitas akademika, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya
wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum Islam dan sebagai
menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Bagi para ulama atau ahli agama, agar lebih memperkuat kondisi umat,
khususnya mengenai mualamalat keseharian mereka, sebagaimana yang ada di
Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
3. Untuk masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan candimulyo kabupaten
Magelang sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi jual beli dengan
5 E.PENEGASAN ISTILAH
Untuk mempermudah pemahaman serta menghindari kesalahpahaman
terhadap judul, maka terlebih dahulu dijelaskan maksud istilah dalam judul
tersebut.
1. Jual beli, adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan
imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich, 2010: 177).
2. ”Tebasan”
Dalam Kamus Lengkap Indonesia tebas menebas berarti memborong
barang atau sesuatu untuk di beli seluruhnya.
3. Sosiologi hukum
Menurut Soerjono Soekanto suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu
mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap
pembentukan hukum.
4. Hukum Islam
Hukum Islam berarti Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
6
peraturan yang dirumuskan secara terperici dan mempunyai kekuatan yang
mengikat (Syarifudin, 1997: 5).
F. TELAAH PUSTAKA
Penelitian yang berkaitan dengan masalah jual beli secara umum
sebelumnya sudah banyak diteliti. Dari sepengetahuan dan pengamatan penulis
belum ada karya ilmiah yang membahas tentang Analisis Sosiologi Hukum Islam
Terhadap Sistem Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan
Candimulyo Kabupaten Magelang.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi
penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas
tentang zakat diantaranya:
Pertama, skripsi dariMiftachul Jannah (Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pembatalan Jual Beli Tembakau (Studi Kasus Desa Morobonggo Kecamatan
Jumo Kabupaten Temanggung)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)
Bagaimana proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh
masyarakat? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan jual beli
tembakau yang dilakukan oleh masyarakat?. Hasil dari skripsi ini,pelaksanaan jual
beli tembakau yng dilakukan oleh masyarakat di Desa Morobonggo, Kec. Jumo,
Kab. Temanggung, seringkali terjadi pembatalan jual beli tembakau yang yang
7
diketahui kebanyakan memang karena kesalahan petani sendiri. Dalam hal ini para
petani berusaha mengelabui para tengkulak dengan berbagai cara, seperti
mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang
kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa
terjual semua dengan harga yang tinggi pula. Dilihat dari kacamata hukum Islam
pembatalan jual beli tembakau tersebut boleh dilakukan dengan alasan tembakau
tersebut cacat atau rusak.
Kedua,skripsi dari Nurudin (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek jual beli Ikan dengan Sistem Pancingan)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)
Bagaimana praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan? 2) Bagaimana tinjauan
hukum Islam terhadap praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan?.Hasil dari
skripsi ini,fenomena jual beli yang ada di masyarakat (khusunya penjual dan
pembeli) dusun Ringinsari Maguwoharjo Kec. Depok Sleman.yaitu jual beli ikan
dengan sistem pancingan. Dalam hukum Islam jual beli yang dilakukan
masyarakat setempat adalah jual beli yang masih samar atau ada unsur ketidak
jelasan dalam memperoleh barangnya.
Ketiga, skripsi dari Anna dwi cahyani (Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta ) dengan judul ”Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem
Tebasan di Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi
Hukum Islam)”.Skripsi ini memiliki fokus penelitian: 1) Bagaimana praktek jual
8
terhadap praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasan?.Hasil dari skripsi
ini,jual beli bawang merah dengan sistem tebasan di desa sidapurna Kec.Dukuh
Turi Kab. Tegal yang telah membudaya sampaisaat ini.Jual beli bawang dengan
sistem tebasan jika dipandang dari segi hukum Islam sebagai jual beli yang tidak
sesuai dengan syarat dan rukunnya karena memungkinkan terjadinya spekulasi
dari pedagang dan pembeli,dilihat dari kualitas dan kuantitas bawang merah belum
tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya,dan tanpa adanya penakaran
atau penimbangan yang sempurna.Namun cara seperti ini sudah lama diterapkan
dan menjadi tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara
pihak-pihak yang melakukan transaksi ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian pertama,
lebih fokus pada proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh
masyarakatDesa Morobonggo Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung
kemudian ditinjau menurut hukum Islam.Penelitian kedua, lebih fokus pada
praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan, laluditinjau menurut hukum
Islam.Penelitian ketiga, lebih fokus pada praktek jual beli bawang merah dengan
sistem tebasandi Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal, yang kemudianditinjau
menggunakan sosiologi hukum Islam.
Sedangkan penelitian ini fokus padaapa faktor-faktor yang menyebabkan
masyarakat melakukan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo
Kabupaten Magelang, bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan
9
serta bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli
tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.
G.METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah field Research, yaitu terjun
langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologi yang berusaha
memahami fenomena transaksi jual beli dengan sistim ”Tebasan”.
Fakta-fakta yang ditemukan dilapangan sewaktu melakukan penelitian
akan dikaji dan dianalisis. Kemudian fakta-fakta itu dicari titik kaitnya sehingga
bisa menjadi kesimpulan umum. Penelitian dengan model seperti ini menuntut
peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk mencermati fenomena praktek
jual beli dengan sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Candimulyo Kabupaten Magelang.
2. Kehadiran penelitian
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan
instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam pengumpulan data yang lain
selain peneliti adalah dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil
penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya
10
informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang di dapat menjadi lebih
jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak.
3. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan
dilakukan. Penelitian tentang jual beli tebasan ini berlokasi di desa surojoyo
dusun brojolepo kecamatan candimulyo kabupaten magelang. penelitian
masihmenemukan jual beli dengan sistim Tebasan di desa tersebut. Maka dari
itu peneliti memilih desa tesebut untuk lokasi penelitian.
4. Metodologi Pengumpulan Data
Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang fenomena
praktek jual beli dengan sistim ”Tebasan” dan bagaimana proses transaksi jual
beli sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
a. Wawancara/interview
Dalam metode ini penulis menggunkan teknik wawancara atau
interviewyaitu suatu percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada suatu
permaslahan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang
memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara). Data dikumpulkan dengan
mewawancarai para pelaku penjual dan pembeli dengan sistem tebasan.
11
mempengaruhi masyarakat desa surojoyo kecamatan candimulyo melakukan
jual beli dengan sistem tebasan.
b. Metode observasi
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan
pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk
mengetahui situasi dan kodisi lingkungan di Desa Surojoyo, Kecamatan
Candimulyo, Kabupten Magelang. Observasi ini dilakukan dengan
menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsung
terhadap objek yang diteliti.
c. Analisa data
Analisis data adalah suatu proses menata, menstrukturkan, dan
memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & Holloway,2008: 368). Data
yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganlisa
dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan jual beli dengan sistem
tebasan di Desa surojoyo sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif,
logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan yang dilakukan penulis dalam
penelitin ini.
H.SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan merupakan uraian singkat mengenai hal-hal yang
akan dilaporkan secara sistematis, dengan tujuan agar mempemudah dalam
12
Hukum Islam terhadap sistem jual beli “Tebasan”di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Adapun sistematika penulisan proposal
meliputi:
BAB I Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar
belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian, Penegasan Istilah, tinjauan Pustaka dan Metode Penelitian.
BAB II Bab ini merupakan yang berisi tentang Landasan Teori, membahas
telaah pustaka yang berisi tentang yang berisi tentang pengertian jual
beli, syarat dan rukun jual beli dan dasar hukum jual beli serta
prinsip-prinsip jual beli, pengertian jual beli ijon, dasar hukum jual beli ijon
dan
BAB III Bab ini merupakan yang berisi tentang pemaparan data dan Hasil
penelitian, dalam bab ini berisi mengenai Lokasi Desa Surojoyo
Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, gambaran umum
mengenai Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupatn
Magelang.
BAB IV Bab ini merupakan yang berisi mengenai Hasil penelitian dan
pembahasan yang meliputi poses transaksi jual beli ”tebasan” dan faktor-faktorapa yang menjadi keputusan masyarakat memilih untuk
13
BAB V Bab ini merupakan penutup, dalam bab ini berisi mengenai,
Kesimpulan dan Saran-saran yang mungkin berguna bagi masyarakat
14 BAB II
LANDASAN TEORI
A.Tinjauan Umum Jual Beli 1. Definisi Jual Beli
Jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: Ba‟a asy-syaia jika
dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia membelinya dan
memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan ini masuk dalam kategori
nama-nama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan
lawannya seperti perkataan ar-qur‟ yang berarti haid dan suci. Demikian juga
dengan perkataan syara yang berarti menjual (Azzam,2010:23).
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar
(pertukaran ). Dan kata Al Bai‟ (jual) dan Asy Syiraa (beli) dipergunakan
biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai
makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengetian syari‟at,
jual beli ialah: pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau: Memindahkan
milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Sabiq,1987:44-45).
Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk menjadikan miliknya. Nawawi menyatakan bahwa jual beli pemilikan
harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan yang sesuai
15
iamengemukakan pendapat Mazhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran
harta (mal) dengan harta melalui system yang menggunakan cara tertentu.
Sistem pertukaran harta dengan harta dalam konteks harta yang memiliki
manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Yang
dimaksud dengan cara tertentu adalah menggunakan ungkapan (Sighah ijab
qabul) (Nawawi, 2012: 75).
2. Rukun dan Syarat Jual Beli a. Rukun Jual Beli
Arkan adalah bentuk jamak dari rukn.Rukun sesuatu berarti sisinya
yang paling kuat, sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk
terwujudnya satu akad dari sisi luar. Rukun jual beli ada tiga: kedua belah
pihak yang berakad („aqidah), yang diakadkan (ma‟qud alaih), dan shighat
(lafal). Oleh sebab itu, ada di jual belikan yang didapati diluar, sebab akad
akan terjadi dari luar yang mengatakan penanaman pihak yang berakad
sebagai rukun bukan secara hakiki tetapi secara istilah saja, karena ia bukan
bagian dari barang yang jika terpenuhi dua hal: yang pertama shighat yaitu
ijab dan qabul.
Shighat atau lafal yang menunjukan kepada barang yang diakadkan,
maka huruf Kaf dalam ucapan seorang penjual “bi tuka” menunjukan kepada barang yang diakadkan sehingga dia menjadi rukun yang hakiki. Sebenarnya
16
ta‟ mutakallim (yang berbicara) dalam ungkapan bi‟tu menunjukan kepada
penjual seperti Kaf menunjukan kepada pembeli, oleh sebab itu tidak ada
perbedaan antara keduanya secara mutlak. Penulis mengungkapkan
rukun-rukun ini dengan ucapannya dan syarat jual beli adalah ijab seperti ucapan
bi‟tuka (saya jual kepadamu), dan mallaktuka (saya beri kamu hak milik)
dan qabul seperti isyttaraitu (saya beli), tamallaktu (saya jadikan ia hak
miliku), dan qabiltu (saya terima). Penulis menyebutnya disini sebagai syarat
berbeda dengan apa yang diungkapkan dalam Syarh Al- Muhadzdzab dengan
tiga hal ini dengan istilah rukun, mudah-mudahan maksud dari syarat yaitu
setiap yang tidak boleh tidak agar dia sama dengan apa yang ada dalam
Syarh Al-muhadzdzab dengan istilah rukun.
Penulis mendahulukan shigat karena ia adalah rukun yang paling
penting. Sementara Imam An-Nawawi dan Al- Mahalli mendahulukannya
karena pihak yang berakad dan barang yang diakadkan tidak akan pernah
terwujud dengan kriteria ini yaitu salah satunya yang berakad dan barang
yang diakadkan tidak akan pernah terwujud dengan kriteria ini yaitu salah
satunya yang berakad dan yang lain barang yang diakadkan kecuali jika ada
shighat. Adapun zat keduanya, maka tidak ada keraguan bahwa keduanya
lebih dahulu ada karena zat pihak yang berakad dan barang yang diakadkan
17 1) Shighat
Shighat adalah ijab dan qabul, dan ijab seperti yang diketahui
sebelumnya diambil dari kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak
Penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima
hak milik. Jika Penjual berkata: “bi‟tuka” (saya jual kepadamu) buku ini
dengan ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain berkata:
“qabiltu”( saya terima), maka inilah qabul. Dan jika Pembeli berkata:
“Juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini” lalu Penjual berkata: “Saya jual kepadamu”, maka yang pertama adalah qabul dan yang kedua
adalah ijab. Jadi dalam akad jual beli Penjual selalu menjadi uang
ber-ijab dan Pembeli menjadi penerima baik diawalkan atau diakhirkan
lafalnya.
2) Permaslahan Furu‟
Pertama, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan penjual,
seperti jika dia berkata: “Juallah kepadaku tanah ini dengan harga sekian,” tetapi jika dia berkata: “Saya terima”, maka ini tidak sah karena
harus ada sesuatu sebelumnya dan tidak sah karena harus ada sesuatu
sebelumnya dan tidak boleh dimulai dengan itu. Inilah yang ditegaskan
oleh Imam Ahmad, dan tiga lagi bentuk shighat yang sah dalam lafal
qabiltu seperti yang ditegaskan oleh dua syaikh dalam bab nikah, dan jual
beli juga sama, yang ini sepadan dengan makna sedangkan yang pertama
18
Kedua, jika dia berkata: “Jual Kepadaku”, lalu dijawab: “Saya
jual kepadamu,” jual beli terjadi menurut pendapat kedua tidak sah karena ada kemungkinan ucapan jual kepadaku sebagai pertanyaan untuk
mencari tahu apakah ada keinginan atau tidak, dan mazhab kami dalam
bab nikah tetap sah. Bedanya, dalam bab nikah biasanya didahului oleh
lamaran sehingga tidak perlu diluruskan lagi berbeda dengan pendapat
yang lebih kuat. Penulis mengisyaratkan dengan Kaf Al-khitab dalam
shighat ijab melihat kepada khitab itu sendiri, dan digabungkan dengan
pihak mukhatab (yang diajak bicara), maka tidak cukup hanya di
sandarkan kepada sebagiannya saja walaupun ia tidak bisa berdiri sendiri
bahkan sekalipun ia ingin menjelaskan dengan cara sebagian saja sebagai
satu bentuk kiasan, seperti ia berkata:”Saya jual tangan kamu,” dan ini
pendapat Al-Asnawi. Adapun jika dia berkata: “Saya jual diri kamu” dan yang dia maukan adalah benda, maka sah akadnya. Pendapat yang unggul
bahwa boleh menyandarkan sesuatu kepada sebagian jika yang dia
maksudkan semuanya walaupun ia bisa hidup tanpa benda itu. Andai dia
berkata: “Saya jual yang ada di tangan kamu”, dan yang dia mkasudkan adalah semuanya, maka jual beli sah, demikian juga dia berkata : “Saya jual semua yang ada padaku”, dan yang semisal itu.
Dari sini jelas bahwa jual beli harus disandarkan kepada orang
yang diajak bicara walaupun ia hanya wakil. Jika jual beli tidak
19
sah, contohnya jika pembeli berkata kepada penjual: “Saya jual barang ini dengan harga sepuluh junaih” umpamanya lalu berkata: “Saya jual”, atau dia berkata: “Saya jual wakil kamu” lalu dia menerima, maka akadnya
tidak sah, berbeda dengan nikah, dia tetap sah bahkan tidak sah nikah
kecuali dengan itu sebagaimana diterangkan dalam pembahasan tentang
perwakilan. Dikecualikan darin penganggapan khitabsebagai jual beli
yang mengandung kedua belah pihak, dan begitu juga dengan ucapannya
“ya” jika pembeli berkata kepada penjual:”Jual baju ini dengan sepuluh junaih” dan penjual berkata:”ya”.
3) Sharih (Shighat yang jelas) dan Kinayah (Kiasan)
Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual beli
yang menggunakan shighat jual beli secara sharih (jelas dan lugas),
seperti ucapan “saya jual kepadamu, saya jadikan hak milikmu, dan belilah dariku!”.
Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata
kiasan dalam jual beli.Menurut pendapat yang paling shahih, akad jual
beli tetap sah dengan menggunakan kata-kata kiasan selama memang
mengandung makna jual beli dan yang lainnya.Namun sebagian ulama
mengatakan bahwa akad jual beli tidak sah jika menggunakan shighat
kinayah (kiasan), karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah dia
20 b. Syarat Jual Beli
Agar jual beli menjadi sah, diperlukan terpenuhinya syarat-syarat
sebagai berikut: Di antaranya yang berkaitan dengan orang yang berakad.
Yang berkaitan dengan yang diakadkan atau tempat berakad. Artinya harta
yang akan dipindahkan dari kedua belah pihak yang melakukan akad,
sebagai harga atau yang dihargakan. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai
berikut:
1) Syarat orang yang berakad
Untuk orang yang melakukan akad disyaratkan: Berakal dan
dapat membedakan (memilih). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil
yang tidak dapat membedakan (memilih) tidak sah.
Jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika
(kadang-kadang sadar dan (kadang-kadang-(kadang-kadang gila), maka akad yang dilakukannya
pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan ketika gila, tidak
sah.
Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan baik ban
buruknya sesuatu. dinyatakan valid (sah), namun kevalidannya tergantung
kepada izin walinya.Apabila diizinkan oleh orang tuanya maka akad yang
dilakukan anak kecil sah.
2) Syarat Barang yang diakadkan
21
Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan,
tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan.Seperti bangkai, darah,
daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia.
b) Dapat dimanfaatkan.
Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah
bahwa barang itu tidak berfungsi sebaliknya.Barang itu tidak
memberikan madharat atau sesuatu yang membahayakan atau
merugikan manusia.
c) Milik orang yang melakukan akad.
Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu
benda, kecuali orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil.Yang
dimaksud menjadi wali (wilayah) adalah bila benda itu dimiliki oleh
seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk
melakukan transaksi atas benda milik anak itu.
d) Mampu menyerahkannya.
Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah,
karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau
tidak.Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di
alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara fisik maupun
secara hukum.Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut,
tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa
22 e) Mengetahui.
Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk
diperjual-belikan, kecuali setelah kedua belah pihak
mengetahuinya.Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi
kualitasnya.
Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang
dijual sudah dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara
lain agar terjamin barang itu tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara
ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Sehingga
untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi
dengan beberapa tehnik, misalnya:
(1) Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap.
Misalnya tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk
secara rinci. Seperti ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik
dan lainnya.
(2) Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan
demo atasnya, seperti umumnya sample barang.
(3) Garansi yang memastikan Pembeli terpuaskan bila mengalami
masalah.
f. Barang yang diakadkan ada di tangan.
Barang harus tersedia, atau ada dan dapat dilihat bentuknya
23 3. Macam-Macam Jual Beli
Dalam syari‟at Islam hukum jual beli pada dasarnya mubah, namun demikian dalam prakteknya dapat digolongkan menjadi 2 yakni jual beli yang
diperbolehkan dan jual beli yang dilarang.
a. Jual beli yang diperbolehkan
a. Salam (pesanan), jual beli Salam adalah jual beli melalui pesanan yakni
jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian
barang diantar belakangan.
b. Jual beli muqayyadah (barter), jual beli muqayyadah adalah jual beli
dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan
sepatu.
c. Jual beli muthlaq, jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan
sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.
d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar, jual beli alat tukar dengan alat
tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan
alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham (Sabiq, 1987: )
b. Jual beli yang dilarang
a. Jual beli barang yang diharamkan
Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan
dalam Islam.Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga
24
dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi,
patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syari‟at Islam. Begitu juga jual beli yang melanggar syar‟i yaitu dengan cara
menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk
dijual, tetapi sang Penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan
barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan
dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
b. Barang yang tidak ia miliki
Misalnya, seorang Pembeli datang kepadamu untuk mencari
barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu.Kemudian
kamu/ente dan Pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan
menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum
menjadi hak milik ente (kamu) atau si Penjual.Kemudian ente pergi
membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si Pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang
menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu
yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerenanya reseller.
Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin
Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
25
padaku.Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
اكادْنِع اسْيال اام ْعِبات الَ
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” [HR Tirmidzi].
3) Jual beli Hashah
Yang termasuk jual-beli Hashah ini adalah jika seseorang
membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar
mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat.
Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang
yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah.Karena mengandung
ketidakjelasan dan penipuan.
4) Jual beli Mulamasah
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang
berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi
milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak
ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon Pembeli.Dan
26 5) Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang
telah ditugaskan menawar barang mendatangi Penjual lalu menawar
barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa.Hal itu
dilakukannya dihadapan Pembeli dengan tujuan memperdaya si Pembeli.
Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya
semata-mata ingin memperdaya si Pembeli dengan tawarannya tersebut.
Ini termasuk bentuk penipuan.
Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti
yang terdapat di dalam hadist yang artinya:
“Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas Penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya,” (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).
4. DasarHukum Jual beli
Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal
yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid).Ini dimaksudkan
agar muamalat berjalan dengan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari
kerusakan yang tidak dibenarkan.
Tak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalat,
mereka melalaikan aspek ini, sekalipun semakin hari usahanya semakin
27
Sikap seperti ini merupakan kesalahan besar yang harus diupayakan
pencegahannya, agar semua irang agar semua orang yang terjun ke dunia ini
dapat membedakan; mana yang boleh dan baik dan manjauhkan diri dari segala
syuhbat sedapat mungkin.
Jual beli dibenarkan oleh Al-qur‟an, As sunnah dan ijma‟ umat.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S al-Baqarah (2): 275).
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal.Jadi tidak semua akad
jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang
berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat
tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena
sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟ yang dapat dijadikan
referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat
dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang
lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras,
28
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (Q.S an-Nisaa‟ (4): 29).
Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara
yang batil yaitu tanpa ganti dan hibah, ang demikian itu adalah batil
berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang
rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan
itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualikan
dalam ayat diatas adalah terputus karena harta perdgangan bukan termasuk
harta yang tidak boleh dijual belikan. Ada juga yang mengatakan
istisna‟(pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi, makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan
antara perjualan dan pembelian.
Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari
Rasulullah, beliau bersabda: “Sesungguhnya jul beli itu atas dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama, Nabi menjawab:
29
khianat, sedangkan dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual, dan
peyamaran itu adalah menyembunikan aib barang dari penglihatan pembeli.
Adapun makna khianat iaa lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan
bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan
dengan sifat yang tidak benar atau memberitahu harga yang dusta(Azzam,
2010: 27).
5. Larangan-Larangan yang Merusak dalam Jual Beli
Larangan tidak selamanya membatalkan,namun terkadang ia juga
dapat membatalkan. Larangan terakhir inilah yang dimaksud disini, dan ia
dapat terwujud jika pengharaman itu ditujukan pada akad itu sendiri, seperti
hilangnya satu rukun dari rukun yang ada mengarah kepada sesuatu yang
berada diluar namun menjadi bagian dari akad seperti syarat dari syarat-syarat
yang ada.
a. Asbu Al-Fahl (Jual Beli Sperma Hewan)
Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu Amru :
“Bahwasannya Nabi Saw melarang menjual sperma hewan jantan.”
Yakni mengawinkan antara kuda jantan degan kuda betina, atau
spermanya, atau upah mengawinkannya, jika mengikuti dua pendapat diatas
berarti ada kalimat yang sandaran agar bisa dilihat larangan yang ada,
30
bayaran pengawinannya atau spermanya.” Artinya memberi dan
mengambilnya sebab ia termasuk dosa besar yang tidak sedikit dosanya
karena memakan hartaorang lain dengan cara batil.
Larangan secara jelas juga terdapat dalam Riwayat Imam
Asy-Syafi‟i dalam Al-Mukhtasar, karena hukum-hukum syar‟i terkait dengan perbuatan orang mukallaf dan mengawini kuda bukan termasuk perbuatan
mukallaf dan air (sperma) satu jenis benda yang tidak berkaitan dengan satu
hukum.
Oleh sebab itu, haram mengambil bayaran pengawinan kuda dan
harga spermanya sesuai dengan dalil yang melarang hal ini.Artinya bahwa
sperma kuda jantan bukan termasuk harta yang bisa dinilai dan tidak
diketahuidan tidak mampu untuk diserahkan karena sangat tergantung
dengan pilihannya dan tidak bisadiserahkan kepada yang punya. Adapun
yang mengatakan sah menyewanya untuk mendapatkan anaknya bisa berarti
dia menyewakan untuk beberapa waktu sesuai dengan keinginannya., maka
pada saat itu ia boleh melakukan percampuran ini, dan cara ini menjadi satu
keharusan bagiyang punya karena keperluan mendesak orang pedalaman dan
dengan makna inilah ditafsirkan ucapan sebagian yang mengatakan bahwa
melarang proses perkawinan ini merupakan satu dosa besar. Saya katakana,
yang punya tidak harus memberikannya secara gratis sebab mereka juga
tidak bisa mengambilnya tanpa jual beli atau menyewa.
31
Termasuk jual beli yang dilarang adalah habl al-hablah dan
hadist ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari ibnu umar
dengan lafal: “Rasul Saw melarang menjual habl al-hablah.” Yaitu menjual anak hewan atau menjual sesuatu dengan bayaran ketika janin
dalam perut melahirkan artinya sampai hewan ini melahirkan anak dan
kemudian si anak ini melahirkan, maka akad jual beli batal karena
tergantung dengannya.Kalimat habl tidak dipakai kecuali untuk manusia
kecuali untuk majaz.Karena kata habl (hamil) khusus untuk manusia dan
disini disebutkan untuk umum baik manusia atau yang lainnya. Batalnya
akad jual beli ditetapkan berdasarkan penafsiran pertama terhadap
larangan yang ada karena ia adalah bentuk jual beli terhadap sesuatu yang
bukan hak milik, tidak diketahui, dan tidak mampu diserahkan. Dan
menurut penafsiran kedua, karena menunda sampai waktu yang tidak
diketahui. Jual beli dengan bayaran anaknya hewan yang masih ada
adalam perut ibunya dan ini yang dianamakan oleh penduduk kampong
dengan “muqawamah” yaitu menjual hewan tunggangan dengan harga
yang diakhirkan sehingga ia bisa mengambilnya dari anaknya hewan
tunggangan tadi, tidak ada masalah buat yang melakukannya karena
termasuk yang tidak terlihat sehingga dimaafkan. Contohnya dia
32
barang yang dijual yaitu jual beli habl al-hablah secara toleransi dan
inilah penafsiran Ibnu Umar dan pendapat inilah yang dipakai oleh Imam
Asy-Syafi‟i.
c. Larangan Jual Beli Malaqih dan Madhamin
Al-Malaqih bentuk jamak dari malaquhah secara bahasa artinya
janin unta secara khusus.Menurut istilah syara‟ lebih umum dari itu yaitu
janin yang ada dalam perut hewan baik yang jantan maupun betina,
pendapat ini kemudian dibantah karena yang menjadi tradisi ahli bahasa
maknanya lebih khusus dari definisi menurut syar‟i walaupun yang
masyhur adalah kebalikan dari itu, kecuali jika dikatakan yang masyhur
ini yang lebih dominan, kalau tidak keduanya sama dan terkadang makna
secara bahasa lebih khusus seperti dalam pembahasan ini.
Al-Madhamin bentuk jamak dari madhamun seperti manshur
atau midhman seperti miftah, artinya sperma yang ada dalam tulang
punggung kuda.Al-Azhari berkata “Dinamakan demikian karena Allah menciptakan tulang punggungnya seakan ia adalah pengaman baginya.”
Imam Malik meriwayatkan hadis tentang larangan ini secara
mursal dan Imam Al-Bazzar secara musnad dan tidak sah nya akad jual
beli dari segi makna dari hadisnya Abu Hurairah “Rasulullah Saw
33
Yaitu memegang baju yang dilipat atau dalam gelapnya malam
lalu ia membelinya tanpa khiyar jika dia melihatnya, karena memegang
sudah dianggap cukup dari melihat atau dia mengatakan “Jika kamu menyentuhnya, maka saya menjualnya kepadamu” cukup dengan
menyentuh tanpa shighat atau menjual sesuatu dengan syarat kapan dia
memegannya, maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar majlis
dan yang lain. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa‟id
hadis ini dengan lafal “Rasulullah Saw melarang munabadzah dan mulamasah dalam jual beli.”
Imam Asy-Syafi‟i menjelaskan alasan batalnya akad karena ada penggantungan dan tidak memakai shighat syar‟i.dan Al-Asnawi menjelaskan bahwa jika dia menjadikan memegang (lams) sebagai syarat,
maka batalnya akad karena ada penggantungan, dan jika dia menjadikan
memegang sebagai jual beli, maka karena tidak ada shighat. Adapun
ucapan: “Jika kamu memegangnya, maka saya telah menjualnya keapadamu ”kemudian diterima oleh pihak yang lain, walaupun ada ijab dan qabul namun ada syarat yang rusak yaitu memegang.
Adapun munabadzah, menjadikan ”menjatuhkan” sebagai jual beli sudah dianggap cukup menggantikan shighat kemudian yang lain
mengatakan:”Saya jatuhkan bajuku kepadamu dengan harga sepuluh”, lalu diambil oleh pihak kedua atau dia berkata: “Saya jual kepadamu baju
34
kepadamu,”maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar (memilih). Dan batal karena tanpa ru‟yah (melihat) atau karena tanpa shighat atau karena syarat yang rusak.
e. Larangan Jual Beli Hushah (dengan kerikil)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya
Nabi melarang jual beli dengan hushah (kerikil). Yaitu jika dia melempar
batu, maka jual beli menjadi wajib, dengan cara mengatakan “saya jual
kepadamu dari baju-baju ini mana yang terkena lemparan batu” atau melempar dari jauh tanpa adanya shighat, kemudian pihak yang lain
menjawab: “jika saya lempar batu kecil ini maka baju ini terjual darimu dengan harga sepuluh” atau dia berkata “Saya jual kepadamu dan bagimu
khiyar sampai ia melempar”. Batalnya akad dalam jual beli ini karena barang yang dijual atau waktu khiyar tidak diketahui, atau karena tidak
ada sighat.Pendapat ang terakhir dibantah bahwa ucapannya dalam
mulasamah “Maka saya telah menjualnya kepadamu” sebagai bentuk
pemberitahuan dan bukan pembuatan atau karena menganggap shighat
tidak ada sebab tidak ada syarat yaitu tanpa penggantungan.
f. Larangan Jual Beli Al-Urbun
Al-Urbun adalah seseorang membali satu barang dan memberi
Penjual sejumlah uang dengan syarat ia menjadi bagian dari harga barang
kalau dia ridha dengan jual beli dan kalau tidak, maka hanya hadiah
35
dari ayahnya dari kakeknya: “Bahwasanya Nabi melarang jual beli „urbun. Tidak sah nya jual beli ini karena mengandung syarat harus
mengembalikan atau hibah jika Pembeli tidak ridha dengan barang jualan,
dan jawaban Asy-Syubramalisi karena mengandung dua syarat yang
merusak, syarat hibah, dan syarat mengembalikan barang dengan
ketentuan jika dia tidak ridha.
Haram hukumnya memisahkan antara ibu dan anak kecil
sesuaidengan sabda Nabi “Siapa yan memisahkan anatara ibu dan
anakanya, maka Allah akan memisahkanny dengan orang-orang yang
disayanginya pada hari kiamat.” Dihasankan oleh oleh At-Tirmidzi dan disahihkan oleh al-hakim sama dengan syarat Muslim, baik memisahkan
dalamhal jual beli atau hibah,maka akad menjadi batal menurut pendapat
kedua, tidakoleh dipisahkan sebab bisa membahayakandan bukan karena
ada cacat pada jual beli.
Maksud dari pemisahan dalam hadist diatas adalah memisahkan
antara ibu dan anaknya, adapun memisahkan antara hewan dengan
anaknya, Asnawi berkata, ada perincian: tidak mengapa jika dengan cara
keduanya disembelih atau salah satunya seperti ibunya atau anaknya
dengn syarat si anak tidak tergantung lagi dengan ibunya, pada saat itu
hukumnya makruh, dan diharamkan berbuat selain yang diatas, dan tidak
boleh melakukan sesuatu ketika sudah diharamkan seperti menjual,
36
besar akan menyembelihnya, maka hukumnya tidak sah,belum tentu dia
menyembelihnya dan syarat harus menyembelihnya adalah tidak tepat.
Pendapat yang unggul tidak sah jual beli secara mutlak baik si
pembeliakan menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan
menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan menyembelih
sesuai dengan hadis Nabi:”Dilaknat orang yang memisahkan antara ibu dan anaknya,” dengan begitu ini termasuk dosa besar sebab ada ancaman
yang keras. Adapun yang kuat, bahwa perbuatan ini hanya dosa kecil
berbeda dengan Ibnu Hajar yang mengatakan ini termasuk dosa besar
seperti yang diakui oleh Syaikh Muhammad Abduh.
g. Larangan Dua Jualan dalam Satu Akad
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Abu
Hurairah dan mengatakan hadist ini hasan sahih. Dengan mengatakan :
“saya jual kepadamu rumah ini dengan seribu secara tunai atau dua ribu tahun depan dan ambil yang mana kamu suka” atau dia mengatakan : “saya jual kepadamu kuda ini dengan syarat kamu menjual rumahmu
dengan harga seribu atau kamu membeli rumahku dengan harga sekian”. Batalnya akad karena bayaran tidak diketahui dan karena syarat
yang rusak, sebenarnya satu akad dinamakan dua akad lebih karena ada
unsur tardid (ragu-ragu) dalam menentukan harga.
Ada beberapa bentuk jual beli dan syarat yang dikecualikan,
37
1) Jual beli dengan syarat khiyar, atau bebeas dari aib atau syarat harus
dipetik dari pohon.
2) Jual beli dengan syarat penundaan tempo bayaran, gadai, jaminan
terhadap barang yang ada dengan harga dalam tanggungan (Azzam,
2010: 66-76).
6. Prinsip-prinsip Jual Beli
Pertama, setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridhadi antara
dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi.Kedua,
menegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran, mata uang
(kurs), dan pembagian keuntungan.Ketiga, prinsip larangan riba (interest
free).Keempat, kasih saying, tolong menolong dan persaudaraan
universal.Diharamkan seperti usaha-usaha yan merusak mental misalkan
narkoba dan pornograpi.Demikian komoditas perdagangan haruslah produk
yang halal dan tayyib baik barang maupun jasa.Keenam, perdagangan harus
terhindar dari praktek spekulasi, gharar, tadlis dan maysir.Ketujuh,
perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan
mengingat Allah.Kedelapan, dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang
mupun bukan hendaklah dilakukan pencatatan yang baik (akutansi).
Sedangkan dalam hukum perdata Jual beli dapat dilakukan walaupun
38
diperjual belikan. Jual beli harus mengunakan alat ukur yang sah atau mata
uang yang berlaku dalam sebuah Negara (pambayunazzahra. 2013).
B.Jual Beli Ijon
1. Pengertian jual beli ijon
Maksud jual beli ijon disini adalah jual beli buah yang belum jelas
kemanfaatanya, karena jual beli buah yang belum berbentuk (masih berupa
bunga atau belum muncul sama sekali) adalah jual beli yang dilarang menurut
para ulama‟ karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual beli ghoror (penipuan karena pasti salah satu
pelaku akan tertimpa kerugian). Berdasarkan hadits-hadits di atas kita bisa
menyimpulkan bahwa jelas kemanfaatan dimana buah tersebut sudah bisa
dimanfaatkan dapat dilihat dari dua perkara :
a. Nampak tanda-tanda masak, sebagaimana riwayat pertama (memerah atau
menguning) dan pada riwayat kedua (sampai menghitamnya anggur dan
mengerasnya biji).
b. Hilangnya gangguan atau penyakit, hal ini di dasarkan kepada kekuatan
perkiraan bahwa buah tersebut tidak terserang penyakit, sebagaiman riwayat
Ibnu Umar ketika Rosul ditanya tentang kemanfaatanya, beliau menjawab,
sampai hilang penyakitnya.
39 1) Dengan perubahan warna
2) Dengan perubahan rasa
3) Dengan perubahan kematangan
4) Dengan keras atau kuat
5) Dengan panjang dan penuh
6) Dengan besar
7) Dengan memecah
8) Dengan mekar.
Sehingga masing-masing buah haruslah dideteksi kemanfaatan
sebagaimana jenis masing-masing, tentunya persyaratan ini tidak berlaku
apabila buah tersebut memeang dibutuhkan dalam keadaan muda.
2. Dasar Hukum jual Beli Ijon
Jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya ( ijon ) tidak akan
terlepas dari dua kemungkinan yaitu buah tersebut dijual tersendiri maupun
dijual beserta pangkalnya (pohonya), jika dijual buahnya saja maka akan masuk
kepada dua kemungkinan pula, yaitu adanya pensyaratan pemetikan langsung
dan adanya pensyaratan dibiarkan menetap di pohon, atau tidak adanya syarat
secara mutlak (bisa jadi dipetik sebagian dibiarkan sebagian yang lain).
Adapun jual beli buah beserta pohonya, maka tidak ada perbedaan di
kalangan para ulama‟ tentang kebolehanya, karena buah masuk dalam bagian dari pohon yang dijual belikan, sehingga dalam hal ini tidak terdapat unsur
40
Demikian pula menjual buah secara terpisah dari pohonya (jual
buahnya saja) dengan syarat segera dipetik, para ulama‟ juga membolehkan dengan syarat buah yang dibeli tersebut telah mendatangkan manfaat bagi
pembelinya.
Begitu pula jika pembeli merupakan pemilik asal ( pohon ), hukumnya
adalah boleh secara mutlak menurut para fuqoha‟, hal ini dikarenakan
terjadinya kepemilikan secara sempurna kepada pembeli, tidak ada alasan
dalam hal ini meskipun penjual mensyaratkan adanya pemetikan secara
langsung, maka pembeli tidak harus melaksanakan. Namun sebagian ulama‟ berpendapat tetap tidak diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil, serta
masih adanya unsur goror dengan kemungkinan rusak sebelum dipetik.
Jika penjualan buah secara tersendiri (tidak beserta pohonnya) dan
pembeli mensyaratkan adanya ketetapan di pohon (tidak langsung dipetik)
maka menurut jumhur fuqoha‟ jual beli seperti ini adalah haram.Apabila pembeli bukan merupakan pemilik asli (pohon) dan ia hanya membeli buahnya
saja, dia tidak mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung atau pembiaran
di pohon, jumhur ulama‟ mengatakan haram hukumnya disebabkan karena
keumuman dalil, sedang menurut madzhab Hanafi, akad seperti ini boleh tetapi
si pembeli harus segera memetiknya.
41
1) Jumhur ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah bersepakat bahwa jual beli ijon dengan system yang telah disebutkan di atas adalah batil dan
hukumnya haram.
2) Menurut Hanafiyah : aqd seperti ini rusak tetapi tidak batal, yaitu apa bila
pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) kemudian ia
mensyaratkan ketetapan di pohon.
b. Buah Yang Sudah Nampak Kemanfaatanya
Demikan tersebut di atas hukum yang berkaitan dengan jual beli
buah yang belum nampak kemanfaatanya, sedangkan untuk buah yang telah
Nampak kemanfaatanya para ulama‟ memberikan rambu-rambu diantaranya: 1) Apabila jual beli tersebut dengan syarat langsung dipetik maka
diperbolehkan.
2) Apabila jual beli tersebut lepas dari berbagai persyaratan maka jual beli
tersebut juga sah.
3) Apabila jual beli tersebut mensyaratkan pembiaran (dibiarkan tetap
dipohon dalam jangka waktu tertentu) apabila pembiaran tersebut tidak
menghalangi bertambah besar (buah yang diperjual belikan) maka jual
beli tersebut rusak menurut jumhur, sedangkan apabila terjamin bahwa
pembiaran tersebut menghalangi bertambah besar maka jual beli seperti
itu dihukumi rusak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf dengan alasan
42
Sedangkan jika pihak pembeli dengan sengaja membiarkan buah
tersebut di atas pohonya maka dijelaskan sebagai berikut:
a. Apabila pembiaran dipohon tidak menyebabkan bertambahanya buah baik
dari segi ukuran dan yang lainya kecuali hanya bertambah kematangan,
maka sipembeli tidak perlu bersedekah baik pembiaran dipohon tersebut atas
dasar izin sipemilik pohon maupun tanpa izin darinya.
b. Apabila pembiaran tersebut tidak mengahalangi bertambahanya ukuran
buah, maka sipembeli harus bersedekah lantaran perubahan tersebut karena
hal itu merupakan perkara yang jelek dan pemebersihanya adalah dengan
bersedekah (ppialittihad, 2012).
C.Sosiologi Hukum Islam
Sosiologi hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum
itu mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap
pembentukan hukum (Tebba, 2003: 1).
Studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentu saja adalah bagian dari
sosiologi agama.Ada perbedaan tentang tema pusat sosiologi agama klasik dan
modern.Dalam sosiologi agama klasik tema pusatnya adalah hubungan timbal
balik antara agama dan masyarakat, bagaimana agama mempengaruhi masyarakat
dan sebaliknya bagaimana perkembangan masyarakat mempengaruhi pemikiran
43
pusatnya hanya pada satu arah yaitu bagaimana agama mempengaruhi
masyarakat.Tetapi studi Islam dengan pendekatan sosiologi, nampaknya lebih luas
dari konsep sosiologi agama modern dan lebih dekat kepada konsep sosiologi
agama klasik, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan
masyarakat (Mudzhar, 1999: 6-7).
Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil beberapa
tema:
1. Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya
pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat (sosial
change) biasanya didefinisikan sebagai “Perubahan sosial adalah perubahan pola-pola budaya, struktur social, dan perilaku sosial dalam jangka waktu
tertentu.
2. Studi tentang pengaruh sruktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman
ajaran agama dan konsep keagamaan.
3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat. Studi Islam dengan
pendekatan sosiologi juga dapat mengevaluasi pola penyebaran agama dan
seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat.
4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim. Studi Islam dengan pendekatan
sosiologi juga dapat mempelajari pola-pola perilaku masyarakat muslim desa
dan kota, pola hubungan antar agama dalam suatu masyarakat, dan lain-lain.
5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat