• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL

BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN

CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh: SITI NURJANAH

NIM : 21411026

JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya itu

adalah dirinya sendiri” (Qs. Al

-ankabut : 6)

“Bersikaplah

kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya

dipukul ombak. Ia tidak saja tetap berdiri kukuh, bahkan ia

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini

kepada :

1. Kedua Orang tuaku Bapak Nuruddin (Alm) dan Ibu Uwuh Fatonah tercinta,

yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku

selama ini.

2. Kedua kakakku Istiyani dan Iis Tarwiyati, yang telah mendoakan agar selalu

tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.

3. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan

motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani

kehidupan.

4. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi

dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh

kesabaran.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang

diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan

yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi ini.

Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit

Perubahan, Rasulullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para

sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti.

Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan

guna memperoleh gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) dalam ilmu syari‟ah, Fakultas

Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: Analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo

Kabupaten Magelang”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah

penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih

kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga

(8)

viii

3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan

baik.

4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah di IAIN Salatiga.

5. Bapak Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I selaku Dosen Pembimbing

yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan

skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.

6. Bapak Siswantoro selaku sekertaris desa Surojoyo yang telah berkenan

memberikan izin penelitian di Desa Surojoyo serta memberikan informasi

berkaitan penulisan skripsi.

7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi

Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa

halangan apapun.

8. Sahabat-sahabatku tercinta Afiatun Nadifah, Intan Rahmani sandra, Indri

Kartika, Dina Amalia Hidayati, Munziroh, Suprihati, Nur Anisah, lilis

Setiawati yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.

9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan

(9)
(10)

x

ABSTRAK

Nurjanah, Siti. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulo Kabupaten Magelang. Jurusan Syariah. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pemimbing: Ahmad Mifdlol Muthohar, M.,Lc.,M.S.I

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat Desa Surojoyo melakukan jual beli tebasan, kemudian bagaimana pandangan para tokoh agama mengenai pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo dan bagaimana tinjauan Sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli tebasan di Desa Surojoyo tersebut. Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian kualitatif, metode penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, serta menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi : internet, buku-buku pustaka, dan dari data yang mengenai letak geografi dan demografis di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Penilitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara langsung hasil wawancara dan mencari data mengenai jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.

Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan. Para pemuka agama di Desa Surojoyo memperbolehkan jual beli tebasan asalkan dalam jual beli tebasan tidak mengandung gharar, akan tetapi dalam prakteknya jual tebasan di Desa Surojoyo terdapat unsur gharar. Jual beli gharar dalam Islam itu dilarang. Akad yang digunakan dalam jual beli ini yaitu menggunakan sistem akad Down Payment (DP), dalam jual beli tebasan disebut dengan sistem panjar. Dalam transaksi jual beli ini tedapat jual beli ijon. Apabila diakitkan dengan studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat, maka praktek jual beli di Desa Surojoyo pengaruh agama terhadap masyarakat lebih sedikit. Mereka sudah mengetahui hukumnya jual beli tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka masih melakukannya.

(11)

xi

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

HALAMAN MOTO...

A. Latar Belakang Penelitian... 1

(12)

xii

3. Lokasi penelitian... 10

4. Metodologi penelitian ... 10

a. Wawancara/interview……… 10 5. Larangan-larangan yang Merusak dalam Jual Beli…….. 6. Prinsip-prinsip Jual Beli……….. B. Jual Beli Ijon...

1. Pengertian Jual Beli………. 2. Dasar Hukum Jual Beli Ijon………. C.Sosiologi HukumIslam...

GAMBARAN UMUM PRAKTEK JUAL BELI TEBASAN DI

DESA SUROJOYO……….

A.Kondisi Masyarakat di Desa Surojoyo……...

(13)

xiii BAB IV

1. Letak Geografis………... 2. Demograf……… B. Praktek Jual Beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan

Candimulyo Kabupaten Magelang………..

ANALISIS...

A.Analisis Praktek Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo

Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang………

B. Pandangan Tokoh-tokoh Agama dalam Pelaksanaan Jual Beli

Tebasan yang dilakukan di Desa Surojoyo……….. C.Pandangan Sosiologi hukum IslamTerhadap Jual Beli

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Seiring dengan adanya perkembangan pesat dalam sektor perdagangan,

para pengusaha berlomba-lomba untuk mencari ide dalam mengembangkan usaha.

Usaha tersebut ditempuh dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan

keuntungan. Jual beli adalah salah satu cara yang dilakukan manusia untuk

mencari keuntungan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Didalam fiqh

muamalah yang di maksud dengan jual beli yaitu akad mu‟awadhah yakni akad

yang dilakukan oleh dua pihak di mana pihak pertama menyerahkan barang dan

pihak kedua menyerahkan imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich,

2010:177).

Apabila bicara mengenai jual beli, maka harus mengetahui hukum-hukum

jual beli, apakah praktek jual beli yang dilakukan sudah sesuai dengan syari‟at

Islam atau belum, oleh karena itu seorang yang menggeluti dunia usaha harus

mengetahui hal-hal yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Islam

mengajarkan, bahwa hubungan sesama manusia dalam masyarakat harus

dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari

(15)

2

ۚ اَبِّرلا َمَّرَح َو َعْيَبْلا ُ َّاللَّ َّلَحَأ َو

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

Dalam masalah muamalat, Allah telah menetapkan undang-undang yang

berlaku umum dan dasar-dasar yang bersifat umum pula.Hal ini agar hukum Islam

tetap sesuai dengan situasi dan kondisi muamalat yang terus berkembang dan

mengalami berbagai perubahan.Prinsip dasar yang ditetapkan jual beli adalah

kejujuran,kepercayaan dan kerelaan, prinsip jual beli telah diatur demi

menciptakan dan memelihara i‟tikad baik dalam suatu transaksi jual beli seperti takaran yang harus diperhatikan dan kejelasan barangnya.

Sehubungan anggapan diatas, dalam kenyataannya, banyak orang yang

beragama Islam melakukan kegiatan jual beli dalam rangka pencaharian dan

usaha mereka, salah satunya yaitu kegiatan jual beli hasil bumi dengan sistem

tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.Hasil

bumi yang diperjual belikan di Desa Surojoyo biasanya kacang tanah, buah

durian, dan petai.Tergantung musim yang ada pada saat itu.

Dalam jual beli tersebut taksiran yang dilakukan adalah dengan sistem

tebasan yang dilakukan oleh pedagang dengan cara memborong hasil bumi,

sebelum panen sebelum dipanen yang dilakukan dengan cara mengitari petakan

sawah kemudian dengan hanya mengambil beberapa sampel hasil bumi yang akan

ditebas untuk memperkirakan jumlah seluruh hasil panen tanaman. Cara ini

(16)

3

kualitas dan kuantitas tanaman yang diperjual belikan belum tentu jelas keadaan

dan kebenaran perhitungannya karena tanpa penakaran dan penimbangan yang

sempurna.Dan kemudian dengan cara ini transaksi sudah bisa dilakukan.

Sistem jual beli tebasan juga memungkinkan adanya jual beli yang

mengandung gharar yang dilarang hukum Islam.Kemudian dalam akad perjanjian

praktek jual beli dengan sistem tebasan ini hanya dilakukan dengan lisan, tanpa

perjanjian tertulis, sehingga memungkinkan terjadinya ingkar janji yang mungkin

dapat berakibat perselisihan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik

melakukan analisa yang akan disusun dalam skripsi dengan judul: “ANALISIS

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA

SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG”

B.RUMUSAN MASALAH

1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan jual beli tebasan

di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?

2. Bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan jual beli tebasan di

Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang?

3. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli

(17)

4 C.TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mereka melakukan jual

beli sistem tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten

Magelang.

2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan

jual beli tebasan.

3. Untuk mengetahui bagaimana analisis sosiologi hukum Islam terhadap jual beli

tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.

D.KEGUNAAN PENELITIAN

Manfaat atau kegunaan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagi sivitas akademika, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya

wacana keilmuan khususnya dalam bidang hukum Islam dan sebagai

menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Bagi para ulama atau ahli agama, agar lebih memperkuat kondisi umat,

khususnya mengenai mualamalat keseharian mereka, sebagaimana yang ada di

Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.

3. Untuk masyarakat di Desa Surojoyo Kecamatan candimulyo kabupaten

Magelang sebagai pertimbangan dalam melakukan transaksi jual beli dengan

(18)

5 E.PENEGASAN ISTILAH

Untuk mempermudah pemahaman serta menghindari kesalahpahaman

terhadap judul, maka terlebih dahulu dijelaskan maksud istilah dalam judul

tersebut.

1. Jual beli, adalah akad mu‟awadhah, yakni akad yang dilakukan oleh dua pihak, dimana pihak pertama menyerahkan barang dan pihak kedua menyerahkan

imbalan, baik berupa uang maupun barang (Muslich, 2010: 177).

2. ”Tebasan”

Dalam Kamus Lengkap Indonesia tebas menebas berarti memborong

barang atau sesuatu untuk di beli seluruhnya.

3. Sosiologi hukum

Menurut Soerjono Soekanto suatu cabang ilmu pengetahuan yang

secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum

dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum itu

mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap

pembentukan hukum.

4. Hukum Islam

Hukum Islam berarti Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah

dan Sunnah Rasul tentng tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

(19)

6

peraturan yang dirumuskan secara terperici dan mempunyai kekuatan yang

mengikat (Syarifudin, 1997: 5).

F. TELAAH PUSTAKA

Penelitian yang berkaitan dengan masalah jual beli secara umum

sebelumnya sudah banyak diteliti. Dari sepengetahuan dan pengamatan penulis

belum ada karya ilmiah yang membahas tentang Analisis Sosiologi Hukum Islam

Terhadap Sistem Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan

Candimulyo Kabupaten Magelang.

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi

penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas

tentang zakat diantaranya:

Pertama, skripsi dariMiftachul Jannah (Institut Agama Islam Negeri

Walisongo Semarang) dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pembatalan Jual Beli Tembakau (Studi Kasus Desa Morobonggo Kecamatan

Jumo Kabupaten Temanggung)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)

Bagaimana proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh

masyarakat? 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembatalan jual beli

tembakau yang dilakukan oleh masyarakat?. Hasil dari skripsi ini,pelaksanaan jual

beli tembakau yng dilakukan oleh masyarakat di Desa Morobonggo, Kec. Jumo,

Kab. Temanggung, seringkali terjadi pembatalan jual beli tembakau yang yang

(20)

7

diketahui kebanyakan memang karena kesalahan petani sendiri. Dalam hal ini para

petani berusaha mengelabui para tengkulak dengan berbagai cara, seperti

mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang

kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa

terjual semua dengan harga yang tinggi pula. Dilihat dari kacamata hukum Islam

pembatalan jual beli tembakau tersebut boleh dilakukan dengan alasan tembakau

tersebut cacat atau rusak.

Kedua,skripsi dari Nurudin (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta) dengan judul ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek jual beli Ikan dengan Sistem Pancingan)”. Skripsi ini memiliki fokus penelitian:1)

Bagaimana praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan? 2) Bagaimana tinjauan

hukum Islam terhadap praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan?.Hasil dari

skripsi ini,fenomena jual beli yang ada di masyarakat (khusunya penjual dan

pembeli) dusun Ringinsari Maguwoharjo Kec. Depok Sleman.yaitu jual beli ikan

dengan sistem pancingan. Dalam hukum Islam jual beli yang dilakukan

masyarakat setempat adalah jual beli yang masih samar atau ada unsur ketidak

jelasan dalam memperoleh barangnya.

Ketiga, skripsi dari Anna dwi cahyani (Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta ) dengan judul ”Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem

Tebasan di Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi

Hukum Islam)”.Skripsi ini memiliki fokus penelitian: 1) Bagaimana praktek jual

(21)

8

terhadap praktek jual beli bawang merah dengan sistem tebasan?.Hasil dari skripsi

ini,jual beli bawang merah dengan sistem tebasan di desa sidapurna Kec.Dukuh

Turi Kab. Tegal yang telah membudaya sampaisaat ini.Jual beli bawang dengan

sistem tebasan jika dipandang dari segi hukum Islam sebagai jual beli yang tidak

sesuai dengan syarat dan rukunnya karena memungkinkan terjadinya spekulasi

dari pedagang dan pembeli,dilihat dari kualitas dan kuantitas bawang merah belum

tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya,dan tanpa adanya penakaran

atau penimbangan yang sempurna.Namun cara seperti ini sudah lama diterapkan

dan menjadi tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara

pihak-pihak yang melakukan transaksi ini.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain: Penelitian pertama,

lebih fokus pada proses pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan oleh

masyarakatDesa Morobonggo Kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung

kemudian ditinjau menurut hukum Islam.Penelitian kedua, lebih fokus pada

praktek jual beli ikan dengan sistem pancingan, laluditinjau menurut hukum

Islam.Penelitian ketiga, lebih fokus pada praktek jual beli bawang merah dengan

sistem tebasandi Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal, yang kemudianditinjau

menggunakan sosiologi hukum Islam.

Sedangkan penelitian ini fokus padaapa faktor-faktor yang menyebabkan

masyarakat melakukan jual beli tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo

Kabupaten Magelang, bagaimana pandangan tokoh agama tentang pelaksanaan

(22)

9

serta bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan jual beli

tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang.

G.METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah field Research, yaitu terjun

langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang dibahas.

Penelitian ini juga menggunakan pendekatan fenomenologi yang berusaha

memahami fenomena transaksi jual beli dengan sistim ”Tebasan”.

Fakta-fakta yang ditemukan dilapangan sewaktu melakukan penelitian

akan dikaji dan dianalisis. Kemudian fakta-fakta itu dicari titik kaitnya sehingga

bisa menjadi kesimpulan umum. Penelitian dengan model seperti ini menuntut

peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk mencermati fenomena praktek

jual beli dengan sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Candimulyo Kabupaten Magelang.

2. Kehadiran penelitian

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan

instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam pengumpulan data yang lain

selain peneliti adalah dokumen-dokumen yang menunjang keabsahan hasil

penelitian serta alat-alat bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya

(23)

10

informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang di dapat menjadi lebih

jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data yang mutlak.

3. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian itu akan

dilakukan. Penelitian tentang jual beli tebasan ini berlokasi di desa surojoyo

dusun brojolepo kecamatan candimulyo kabupaten magelang. penelitian

masihmenemukan jual beli dengan sistim Tebasan di desa tersebut. Maka dari

itu peneliti memilih desa tesebut untuk lokasi penelitian.

4. Metodologi Pengumpulan Data

Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang fenomena

praktek jual beli dengan sistim ”Tebasan” dan bagaimana proses transaksi jual

beli sistim ”Tebasan” di Desa Surojoyo Dusun Brojolepo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, penulis menggunakan metode sebagai

berikut:

a. Wawancara/interview

Dalam metode ini penulis menggunkan teknik wawancara atau

interviewyaitu suatu percakapan atau tanya jawab yang diarahkan pada suatu

permaslahan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(orang yang mengajukan pertanyaan) dan yang diwawancarai (yang

memberi jawaban dari pertanyaan pewawancara). Data dikumpulkan dengan

mewawancarai para pelaku penjual dan pembeli dengan sistem tebasan.

(24)

11

mempengaruhi masyarakat desa surojoyo kecamatan candimulyo melakukan

jual beli dengan sistem tebasan.

b. Metode observasi

Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan

pengamatan langsung kepada objek penelitian. Metode ini digunakan untuk

mengetahui situasi dan kodisi lingkungan di Desa Surojoyo, Kecamatan

Candimulyo, Kabupten Magelang. Observasi ini dilakukan dengan

menggunakan alat indera penglihatan dan pendengaran secara langsung

terhadap objek yang diteliti.

c. Analisa data

Analisis data adalah suatu proses menata, menstrukturkan, dan

memaknai data yang tidak beraturan (Daymon & Holloway,2008: 368). Data

yang berhasil dihimpun akan dianalisis secara kualitatif, yaitu menganlisa

dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan jual beli dengan sistem

tebasan di Desa surojoyo sehingga didapat suatu kesimpulan yang objektif,

logis, konsisten, dan sistematis sesuai dengan yang dilakukan penulis dalam

penelitin ini.

H.SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan merupakan uraian singkat mengenai hal-hal yang

akan dilaporkan secara sistematis, dengan tujuan agar mempemudah dalam

(25)

12

Hukum Islam terhadap sistem jual beli “Tebasan”di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Adapun sistematika penulisan proposal

meliputi:

BAB I Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar

belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan

Penelitian, Penegasan Istilah, tinjauan Pustaka dan Metode Penelitian.

BAB II Bab ini merupakan yang berisi tentang Landasan Teori, membahas

telaah pustaka yang berisi tentang yang berisi tentang pengertian jual

beli, syarat dan rukun jual beli dan dasar hukum jual beli serta

prinsip-prinsip jual beli, pengertian jual beli ijon, dasar hukum jual beli ijon

dan

BAB III Bab ini merupakan yang berisi tentang pemaparan data dan Hasil

penelitian, dalam bab ini berisi mengenai Lokasi Desa Surojoyo

Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang, gambaran umum

mengenai Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupatn

Magelang.

BAB IV Bab ini merupakan yang berisi mengenai Hasil penelitian dan

pembahasan yang meliputi poses transaksi jual beli ”tebasan” dan faktor-faktorapa yang menjadi keputusan masyarakat memilih untuk

(26)

13

BAB V Bab ini merupakan penutup, dalam bab ini berisi mengenai,

Kesimpulan dan Saran-saran yang mungkin berguna bagi masyarakat

(27)

14 BAB II

LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Umum Jual Beli 1. Definisi Jual Beli

Jual beli (al-bay‟) secara bahasa artinya memindahkan hak milik

terhadap benda dengan akad saling mengganti, dikatakan: Ba‟a asy-syaia jika

dia mengeluarkannya dari hak miliknya, dan ba‟ahu jika dia membelinya dan

memasukkannya ke dalam hak miliknya, dan ini masuk dalam kategori

nama-nama yang memiliki lawan kata jika disebut ia mengandung makna dan

lawannya seperti perkataan ar-qur‟ yang berarti haid dan suci. Demikian juga

dengan perkataan syara yang berarti menjual (Azzam,2010:23).

Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar

(pertukaran ). Dan kata Al Bai‟ (jual) dan Asy Syiraa (beli) dipergunakan

biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai

makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Menurut pengetian syari‟at,

jual beli ialah: pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau: Memindahkan

milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (Sabiq,1987:44-45).

Menurut Ibnu Qadamah, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta

untuk menjadikan miliknya. Nawawi menyatakan bahwa jual beli pemilikan

harta benda dengan secara tukar menukar yang sesuai dengan yang sesuai

(28)

15

iamengemukakan pendapat Mazhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran

harta (mal) dengan harta melalui system yang menggunakan cara tertentu.

Sistem pertukaran harta dengan harta dalam konteks harta yang memiliki

manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya. Yang

dimaksud dengan cara tertentu adalah menggunakan ungkapan (Sighah ijab

qabul) (Nawawi, 2012: 75).

2. Rukun dan Syarat Jual Beli a. Rukun Jual Beli

Arkan adalah bentuk jamak dari rukn.Rukun sesuatu berarti sisinya

yang paling kuat, sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk

terwujudnya satu akad dari sisi luar. Rukun jual beli ada tiga: kedua belah

pihak yang berakad („aqidah), yang diakadkan (ma‟qud alaih), dan shighat

(lafal). Oleh sebab itu, ada di jual belikan yang didapati diluar, sebab akad

akan terjadi dari luar yang mengatakan penanaman pihak yang berakad

sebagai rukun bukan secara hakiki tetapi secara istilah saja, karena ia bukan

bagian dari barang yang jika terpenuhi dua hal: yang pertama shighat yaitu

ijab dan qabul.

Shighat atau lafal yang menunjukan kepada barang yang diakadkan,

maka huruf Kaf dalam ucapan seorang penjual “bi tuka” menunjukan kepada barang yang diakadkan sehingga dia menjadi rukun yang hakiki. Sebenarnya

(29)

16

ta‟ mutakallim (yang berbicara) dalam ungkapan bi‟tu menunjukan kepada

penjual seperti Kaf menunjukan kepada pembeli, oleh sebab itu tidak ada

perbedaan antara keduanya secara mutlak. Penulis mengungkapkan

rukun-rukun ini dengan ucapannya dan syarat jual beli adalah ijab seperti ucapan

bi‟tuka (saya jual kepadamu), dan mallaktuka (saya beri kamu hak milik)

dan qabul seperti isyttaraitu (saya beli), tamallaktu (saya jadikan ia hak

miliku), dan qabiltu (saya terima). Penulis menyebutnya disini sebagai syarat

berbeda dengan apa yang diungkapkan dalam Syarh Al- Muhadzdzab dengan

tiga hal ini dengan istilah rukun, mudah-mudahan maksud dari syarat yaitu

setiap yang tidak boleh tidak agar dia sama dengan apa yang ada dalam

Syarh Al-muhadzdzab dengan istilah rukun.

Penulis mendahulukan shigat karena ia adalah rukun yang paling

penting. Sementara Imam An-Nawawi dan Al- Mahalli mendahulukannya

karena pihak yang berakad dan barang yang diakadkan tidak akan pernah

terwujud dengan kriteria ini yaitu salah satunya yang berakad dan barang

yang diakadkan tidak akan pernah terwujud dengan kriteria ini yaitu salah

satunya yang berakad dan yang lain barang yang diakadkan kecuali jika ada

shighat. Adapun zat keduanya, maka tidak ada keraguan bahwa keduanya

lebih dahulu ada karena zat pihak yang berakad dan barang yang diakadkan

(30)

17 1) Shighat

Shighat adalah ijab dan qabul, dan ijab seperti yang diketahui

sebelumnya diambil dari kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak

Penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima

hak milik. Jika Penjual berkata: “bi‟tuka” (saya jual kepadamu) buku ini

dengan ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain berkata:

“qabiltu”( saya terima), maka inilah qabul. Dan jika Pembeli berkata:

“Juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini” lalu Penjual berkata: “Saya jual kepadamu”, maka yang pertama adalah qabul dan yang kedua

adalah ijab. Jadi dalam akad jual beli Penjual selalu menjadi uang

ber-ijab dan Pembeli menjadi penerima baik diawalkan atau diakhirkan

lafalnya.

2) Permaslahan Furu‟

Pertama, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan penjual,

seperti jika dia berkata: “Juallah kepadaku tanah ini dengan harga sekian,” tetapi jika dia berkata: “Saya terima”, maka ini tidak sah karena

harus ada sesuatu sebelumnya dan tidak sah karena harus ada sesuatu

sebelumnya dan tidak boleh dimulai dengan itu. Inilah yang ditegaskan

oleh Imam Ahmad, dan tiga lagi bentuk shighat yang sah dalam lafal

qabiltu seperti yang ditegaskan oleh dua syaikh dalam bab nikah, dan jual

beli juga sama, yang ini sepadan dengan makna sedangkan yang pertama

(31)

18

Kedua, jika dia berkata: “Jual Kepadaku”, lalu dijawab: “Saya

jual kepadamu,” jual beli terjadi menurut pendapat kedua tidak sah karena ada kemungkinan ucapan jual kepadaku sebagai pertanyaan untuk

mencari tahu apakah ada keinginan atau tidak, dan mazhab kami dalam

bab nikah tetap sah. Bedanya, dalam bab nikah biasanya didahului oleh

lamaran sehingga tidak perlu diluruskan lagi berbeda dengan pendapat

yang lebih kuat. Penulis mengisyaratkan dengan Kaf Al-khitab dalam

shighat ijab melihat kepada khitab itu sendiri, dan digabungkan dengan

pihak mukhatab (yang diajak bicara), maka tidak cukup hanya di

sandarkan kepada sebagiannya saja walaupun ia tidak bisa berdiri sendiri

bahkan sekalipun ia ingin menjelaskan dengan cara sebagian saja sebagai

satu bentuk kiasan, seperti ia berkata:”Saya jual tangan kamu,” dan ini

pendapat Al-Asnawi. Adapun jika dia berkata: “Saya jual diri kamu” dan yang dia maukan adalah benda, maka sah akadnya. Pendapat yang unggul

bahwa boleh menyandarkan sesuatu kepada sebagian jika yang dia

maksudkan semuanya walaupun ia bisa hidup tanpa benda itu. Andai dia

berkata: “Saya jual yang ada di tangan kamu”, dan yang dia mkasudkan adalah semuanya, maka jual beli sah, demikian juga dia berkata : “Saya jual semua yang ada padaku”, dan yang semisal itu.

Dari sini jelas bahwa jual beli harus disandarkan kepada orang

yang diajak bicara walaupun ia hanya wakil. Jika jual beli tidak

(32)

19

sah, contohnya jika pembeli berkata kepada penjual: “Saya jual barang ini dengan harga sepuluh junaih” umpamanya lalu berkata: “Saya jual”, atau dia berkata: “Saya jual wakil kamu” lalu dia menerima, maka akadnya

tidak sah, berbeda dengan nikah, dia tetap sah bahkan tidak sah nikah

kecuali dengan itu sebagaimana diterangkan dalam pembahasan tentang

perwakilan. Dikecualikan darin penganggapan khitabsebagai jual beli

yang mengandung kedua belah pihak, dan begitu juga dengan ucapannya

“ya” jika pembeli berkata kepada penjual:”Jual baju ini dengan sepuluh junaih” dan penjual berkata:”ya”.

3) Sharih (Shighat yang jelas) dan Kinayah (Kiasan)

Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual beli

yang menggunakan shighat jual beli secara sharih (jelas dan lugas),

seperti ucapan “saya jual kepadamu, saya jadikan hak milikmu, dan belilah dariku!”.

Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata

kiasan dalam jual beli.Menurut pendapat yang paling shahih, akad jual

beli tetap sah dengan menggunakan kata-kata kiasan selama memang

mengandung makna jual beli dan yang lainnya.Namun sebagian ulama

mengatakan bahwa akad jual beli tidak sah jika menggunakan shighat

kinayah (kiasan), karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah dia

(33)

20 b. Syarat Jual Beli

Agar jual beli menjadi sah, diperlukan terpenuhinya syarat-syarat

sebagai berikut: Di antaranya yang berkaitan dengan orang yang berakad.

Yang berkaitan dengan yang diakadkan atau tempat berakad. Artinya harta

yang akan dipindahkan dari kedua belah pihak yang melakukan akad,

sebagai harga atau yang dihargakan. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai

berikut:

1) Syarat orang yang berakad

Untuk orang yang melakukan akad disyaratkan: Berakal dan

dapat membedakan (memilih). Akad orang gila, orang mabuk, anak kecil

yang tidak dapat membedakan (memilih) tidak sah.

Jika orang gila dapat sadar seketika dan gila seketika

(kadang-kadang sadar dan (kadang-kadang-(kadang-kadang gila), maka akad yang dilakukannya

pada waktu sadar dinyatakan sah, dan yang dilakukan ketika gila, tidak

sah.

Akad anak kecil yang sudah dapat membedakan baik ban

buruknya sesuatu. dinyatakan valid (sah), namun kevalidannya tergantung

kepada izin walinya.Apabila diizinkan oleh orang tuanya maka akad yang

dilakukan anak kecil sah.

2) Syarat Barang yang diakadkan

(34)

21

Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan,

tetapi juga tidak sah untuk diperjual-belikan.Seperti bangkai, darah,

daging babi, khamar, nanah, kotoran manusia.

b) Dapat dimanfaatkan.

Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah

bahwa barang itu tidak berfungsi sebaliknya.Barang itu tidak

memberikan madharat atau sesuatu yang membahayakan atau

merugikan manusia.

c) Milik orang yang melakukan akad.

Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu

benda, kecuali orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil.Yang

dimaksud menjadi wali (wilayah) adalah bila benda itu dimiliki oleh

seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk

melakukan transaksi atas benda milik anak itu.

d) Mampu menyerahkannya.

Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah,

karena tidak jelas apakah unta masih bisa ditemukan atau

tidak.Demikian juga tidak sah menjual burung-burung yang terbang di

alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik secara fisik maupun

secara hukum.Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas di laut,

tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa

(35)

22 e) Mengetahui.

Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk

diperjual-belikan, kecuali setelah kedua belah pihak

mengetahuinya.Baik dari segi kuantitasnya maupun dari segi

kualitasnya.

Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang

dijual sudah dikemas dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara

lain agar terjamin barang itu tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara

ini tidak menghalangi terpenuhinya syarat-syarat jual beli. Sehingga

untuk mengetahui keadaan suatu produk yang seperti ini bisa dipenuhi

dengan beberapa tehnik, misalnya:

(1) Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap.

Misalnya tertera di brosur atau kemasan tentang data-data produk

secara rinci. Seperti ukuran, berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik

dan lainnya.

(2) Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan

demo atasnya, seperti umumnya sample barang.

(3) Garansi yang memastikan Pembeli terpuaskan bila mengalami

masalah.

f. Barang yang diakadkan ada di tangan.

Barang harus tersedia, atau ada dan dapat dilihat bentuknya

(36)

23 3. Macam-Macam Jual Beli

Dalam syari‟at Islam hukum jual beli pada dasarnya mubah, namun demikian dalam prakteknya dapat digolongkan menjadi 2 yakni jual beli yang

diperbolehkan dan jual beli yang dilarang.

a. Jual beli yang diperbolehkan

a. Salam (pesanan), jual beli Salam adalah jual beli melalui pesanan yakni

jual beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian

barang diantar belakangan.

b. Jual beli muqayyadah (barter), jual beli muqayyadah adalah jual beli

dengan cara menukar barang dengan barang seperti menukar baju dengan

sepatu.

c. Jual beli muthlaq, jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan

sesuatu yang telah disepakati sebagai alat tukar.

d. Jual beli alat tukar dengan alat tukar, jual beli alat tukar dengan alat

tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan

alat tukar lainnya seperti dinar dengan dirham (Sabiq, 1987: )

b. Jual beli yang dilarang

a. Jual beli barang yang diharamkan

Tentunya ini sudah jelas sekali, menjual barang yang diharamkan

dalam Islam.Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia juga

(37)

24

dalam agama. Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi,

patung dan lain sebagainya yang bertentangan dengan syari‟at Islam. Begitu juga jual beli yang melanggar syar‟i yaitu dengan cara

menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk

dijual, tetapi sang Penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan

barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini adalah haram dan

dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.

b. Barang yang tidak ia miliki

Misalnya, seorang Pembeli datang kepadamu untuk mencari

barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada padamu.Kemudian

kamu/ente dan Pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan

menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum

menjadi hak milik ente (kamu) atau si Penjual.Kemudian ente pergi

membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si Pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang

menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu

yang belum menjadi miliknya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

telah melarang cara berjual beli seperti ini. Istilah kerenanya reseller.

Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat bernama Hakim bin

Hazam Radhiyallahu 'anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi

(38)

25

padaku.Kemudian aku pergi ke pasar dan membelikan barang itu”.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

اكادْنِع اسْيال اام ْعِبات الَ

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” [HR Tirmidzi].

3) Jual beli Hashah

Yang termasuk jual-beli Hashah ini adalah jika seseorang

membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar

mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat.

Sebagai contoh: Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang

yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah.Karena mengandung

ketidakjelasan dan penipuan.

4) Jual beli Mulamasah

Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika seseorang

berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi

milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah menjadi milikmu dengan harga sekian”.

Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah, karena tidak

ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon Pembeli.Dan

(39)

26 5) Jual Beli Najasy

Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang

telah ditugaskan menawar barang mendatangi Penjual lalu menawar

barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa.Hal itu

dilakukannya dihadapan Pembeli dengan tujuan memperdaya si Pembeli.

Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya

semata-mata ingin memperdaya si Pembeli dengan tawarannya tersebut.

Ini termasuk bentuk penipuan.

Rasullulah S.A.W. telah melarang perbuatan najasy ini seperti

yang terdapat di dalam hadist yang artinya:

“Janganlah kamu melakukan praktek najasy, janganlah seseorang menjual di atas Penjualan saudaranya, janganlah ia meminang di atas pinangan saudaranya dan janganlah seorang wanita meminta (suaminya) agar menceraikan madunya supaya apa yang ada dalam bejana (madunya) beralih kepadanya,” (HR Bukhari [2140] dan Muslim [1413]).

4. DasarHukum Jual beli

Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal

yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid).Ini dimaksudkan

agar muamalat berjalan dengan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari

kerusakan yang tidak dibenarkan.

Tak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalat,

mereka melalaikan aspek ini, sekalipun semakin hari usahanya semakin

(40)

27

Sikap seperti ini merupakan kesalahan besar yang harus diupayakan

pencegahannya, agar semua irang agar semua orang yang terjun ke dunia ini

dapat membedakan; mana yang boleh dan baik dan manjauhkan diri dari segala

syuhbat sedapat mungkin.

Jual beli dibenarkan oleh Al-qur‟an, As sunnah dan ijma‟ umat.



Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S al-Baqarah (2): 275).

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal.Jadi tidak semua akad

jual beli adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang

berdasarkan ayat ini. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam ayat

tersebut untuk menerangkan jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena

sebelumnya tidak disebutkan ada kalimat al-bai‟ yang dapat dijadikan

referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah umum, maka ia dapat

dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan yang

lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras,

(41)

28

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu (Q.S an-Nisaa‟ (4): 29).

Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara

yang batil yaitu tanpa ganti dan hibah, ang demikian itu adalah batil

berdasarkan ijma umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis akad yang

rusak seperti minuman keras, babi, dan yang lainnya dan jika yang diakadkan

itu adalah harta perdagangan, maka boleh hukumnya, sebab pengecualikan

dalam ayat diatas adalah terputus karena harta perdgangan bukan termasuk

harta yang tidak boleh dijual belikan. Ada juga yang mengatakan

istisna‟(pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya, akan tetapi, makanlah dari harta perdagangan, dan perdagangan merupakan gabungan

antara perjualan dan pembelian.

Adapun dalil sunnah diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan dari

Rasulullah, beliau bersabda: “Sesungguhnya jul beli itu atas dasar saling ridha”. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama, Nabi menjawab:

(42)

29

khianat, sedangkan dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual, dan

peyamaran itu adalah menyembunikan aib barang dari penglihatan pembeli.

Adapun makna khianat iaa lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan

bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal luar seperti dia menyifatkan

dengan sifat yang tidak benar atau memberitahu harga yang dusta(Azzam,

2010: 27).

5. Larangan-Larangan yang Merusak dalam Jual Beli

Larangan tidak selamanya membatalkan,namun terkadang ia juga

dapat membatalkan. Larangan terakhir inilah yang dimaksud disini, dan ia

dapat terwujud jika pengharaman itu ditujukan pada akad itu sendiri, seperti

hilangnya satu rukun dari rukun yang ada mengarah kepada sesuatu yang

berada diluar namun menjadi bagian dari akad seperti syarat dari syarat-syarat

yang ada.

a. Asbu Al-Fahl (Jual Beli Sperma Hewan)

Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dari Ibnu Amru :

“Bahwasannya Nabi Saw melarang menjual sperma hewan jantan.”

Yakni mengawinkan antara kuda jantan degan kuda betina, atau

spermanya, atau upah mengawinkannya, jika mengikuti dua pendapat diatas

berarti ada kalimat yang sandaran agar bisa dilihat larangan yang ada,

(43)

30

bayaran pengawinannya atau spermanya.” Artinya memberi dan

mengambilnya sebab ia termasuk dosa besar yang tidak sedikit dosanya

karena memakan hartaorang lain dengan cara batil.

Larangan secara jelas juga terdapat dalam Riwayat Imam

Asy-Syafi‟i dalam Al-Mukhtasar, karena hukum-hukum syar‟i terkait dengan perbuatan orang mukallaf dan mengawini kuda bukan termasuk perbuatan

mukallaf dan air (sperma) satu jenis benda yang tidak berkaitan dengan satu

hukum.

Oleh sebab itu, haram mengambil bayaran pengawinan kuda dan

harga spermanya sesuai dengan dalil yang melarang hal ini.Artinya bahwa

sperma kuda jantan bukan termasuk harta yang bisa dinilai dan tidak

diketahuidan tidak mampu untuk diserahkan karena sangat tergantung

dengan pilihannya dan tidak bisadiserahkan kepada yang punya. Adapun

yang mengatakan sah menyewanya untuk mendapatkan anaknya bisa berarti

dia menyewakan untuk beberapa waktu sesuai dengan keinginannya., maka

pada saat itu ia boleh melakukan percampuran ini, dan cara ini menjadi satu

keharusan bagiyang punya karena keperluan mendesak orang pedalaman dan

dengan makna inilah ditafsirkan ucapan sebagian yang mengatakan bahwa

melarang proses perkawinan ini merupakan satu dosa besar. Saya katakana,

yang punya tidak harus memberikannya secara gratis sebab mereka juga

tidak bisa mengambilnya tanpa jual beli atau menyewa.

(44)

31

Termasuk jual beli yang dilarang adalah habl al-hablah dan

hadist ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari ibnu umar

dengan lafal: “Rasul Saw melarang menjual habl al-hablah.” Yaitu menjual anak hewan atau menjual sesuatu dengan bayaran ketika janin

dalam perut melahirkan artinya sampai hewan ini melahirkan anak dan

kemudian si anak ini melahirkan, maka akad jual beli batal karena

tergantung dengannya.Kalimat habl tidak dipakai kecuali untuk manusia

kecuali untuk majaz.Karena kata habl (hamil) khusus untuk manusia dan

disini disebutkan untuk umum baik manusia atau yang lainnya. Batalnya

akad jual beli ditetapkan berdasarkan penafsiran pertama terhadap

larangan yang ada karena ia adalah bentuk jual beli terhadap sesuatu yang

bukan hak milik, tidak diketahui, dan tidak mampu diserahkan. Dan

menurut penafsiran kedua, karena menunda sampai waktu yang tidak

diketahui. Jual beli dengan bayaran anaknya hewan yang masih ada

adalam perut ibunya dan ini yang dianamakan oleh penduduk kampong

dengan “muqawamah” yaitu menjual hewan tunggangan dengan harga

yang diakhirkan sehingga ia bisa mengambilnya dari anaknya hewan

tunggangan tadi, tidak ada masalah buat yang melakukannya karena

termasuk yang tidak terlihat sehingga dimaafkan. Contohnya dia

(45)

32

barang yang dijual yaitu jual beli habl al-hablah secara toleransi dan

inilah penafsiran Ibnu Umar dan pendapat inilah yang dipakai oleh Imam

Asy-Syafi‟i.

c. Larangan Jual Beli Malaqih dan Madhamin

Al-Malaqih bentuk jamak dari malaquhah secara bahasa artinya

janin unta secara khusus.Menurut istilah syara‟ lebih umum dari itu yaitu

janin yang ada dalam perut hewan baik yang jantan maupun betina,

pendapat ini kemudian dibantah karena yang menjadi tradisi ahli bahasa

maknanya lebih khusus dari definisi menurut syar‟i walaupun yang

masyhur adalah kebalikan dari itu, kecuali jika dikatakan yang masyhur

ini yang lebih dominan, kalau tidak keduanya sama dan terkadang makna

secara bahasa lebih khusus seperti dalam pembahasan ini.

Al-Madhamin bentuk jamak dari madhamun seperti manshur

atau midhman seperti miftah, artinya sperma yang ada dalam tulang

punggung kuda.Al-Azhari berkata “Dinamakan demikian karena Allah menciptakan tulang punggungnya seakan ia adalah pengaman baginya.”

Imam Malik meriwayatkan hadis tentang larangan ini secara

mursal dan Imam Al-Bazzar secara musnad dan tidak sah nya akad jual

beli dari segi makna dari hadisnya Abu Hurairah “Rasulullah Saw

(46)

33

Yaitu memegang baju yang dilipat atau dalam gelapnya malam

lalu ia membelinya tanpa khiyar jika dia melihatnya, karena memegang

sudah dianggap cukup dari melihat atau dia mengatakan “Jika kamu menyentuhnya, maka saya menjualnya kepadamu” cukup dengan

menyentuh tanpa shighat atau menjual sesuatu dengan syarat kapan dia

memegannya, maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar majlis

dan yang lain. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa‟id

hadis ini dengan lafal “Rasulullah Saw melarang munabadzah dan mulamasah dalam jual beli.”

Imam Asy-Syafi‟i menjelaskan alasan batalnya akad karena ada penggantungan dan tidak memakai shighat syar‟i.dan Al-Asnawi menjelaskan bahwa jika dia menjadikan memegang (lams) sebagai syarat,

maka batalnya akad karena ada penggantungan, dan jika dia menjadikan

memegang sebagai jual beli, maka karena tidak ada shighat. Adapun

ucapan: “Jika kamu memegangnya, maka saya telah menjualnya keapadamu ”kemudian diterima oleh pihak yang lain, walaupun ada ijab dan qabul namun ada syarat yang rusak yaitu memegang.

Adapun munabadzah, menjadikan ”menjatuhkan” sebagai jual beli sudah dianggap cukup menggantikan shighat kemudian yang lain

mengatakan:”Saya jatuhkan bajuku kepadamu dengan harga sepuluh”, lalu diambil oleh pihak kedua atau dia berkata: “Saya jual kepadamu baju

(47)

34

kepadamu,”maka jual beli menjadi wajib dan tidak ada khiyar (memilih). Dan batal karena tanpa ru‟yah (melihat) atau karena tanpa shighat atau karena syarat yang rusak.

e. Larangan Jual Beli Hushah (dengan kerikil)

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya

Nabi melarang jual beli dengan hushah (kerikil). Yaitu jika dia melempar

batu, maka jual beli menjadi wajib, dengan cara mengatakan “saya jual

kepadamu dari baju-baju ini mana yang terkena lemparan batu” atau melempar dari jauh tanpa adanya shighat, kemudian pihak yang lain

menjawab: “jika saya lempar batu kecil ini maka baju ini terjual darimu dengan harga sepuluh” atau dia berkata “Saya jual kepadamu dan bagimu

khiyar sampai ia melempar”. Batalnya akad dalam jual beli ini karena barang yang dijual atau waktu khiyar tidak diketahui, atau karena tidak

ada sighat.Pendapat ang terakhir dibantah bahwa ucapannya dalam

mulasamah “Maka saya telah menjualnya kepadamu” sebagai bentuk

pemberitahuan dan bukan pembuatan atau karena menganggap shighat

tidak ada sebab tidak ada syarat yaitu tanpa penggantungan.

f. Larangan Jual Beli Al-Urbun

Al-Urbun adalah seseorang membali satu barang dan memberi

Penjual sejumlah uang dengan syarat ia menjadi bagian dari harga barang

kalau dia ridha dengan jual beli dan kalau tidak, maka hanya hadiah

(48)

35

dari ayahnya dari kakeknya: “Bahwasanya Nabi melarang jual beli „urbun. Tidak sah nya jual beli ini karena mengandung syarat harus

mengembalikan atau hibah jika Pembeli tidak ridha dengan barang jualan,

dan jawaban Asy-Syubramalisi karena mengandung dua syarat yang

merusak, syarat hibah, dan syarat mengembalikan barang dengan

ketentuan jika dia tidak ridha.

Haram hukumnya memisahkan antara ibu dan anak kecil

sesuaidengan sabda Nabi “Siapa yan memisahkan anatara ibu dan

anakanya, maka Allah akan memisahkanny dengan orang-orang yang

disayanginya pada hari kiamat.” Dihasankan oleh oleh At-Tirmidzi dan disahihkan oleh al-hakim sama dengan syarat Muslim, baik memisahkan

dalamhal jual beli atau hibah,maka akad menjadi batal menurut pendapat

kedua, tidakoleh dipisahkan sebab bisa membahayakandan bukan karena

ada cacat pada jual beli.

Maksud dari pemisahan dalam hadist diatas adalah memisahkan

antara ibu dan anaknya, adapun memisahkan antara hewan dengan

anaknya, Asnawi berkata, ada perincian: tidak mengapa jika dengan cara

keduanya disembelih atau salah satunya seperti ibunya atau anaknya

dengn syarat si anak tidak tergantung lagi dengan ibunya, pada saat itu

hukumnya makruh, dan diharamkan berbuat selain yang diatas, dan tidak

boleh melakukan sesuatu ketika sudah diharamkan seperti menjual,

(49)

36

besar akan menyembelihnya, maka hukumnya tidak sah,belum tentu dia

menyembelihnya dan syarat harus menyembelihnya adalah tidak tepat.

Pendapat yang unggul tidak sah jual beli secara mutlak baik si

pembeliakan menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan

menyembelihnya atau tidak walaupun dia tahu dia akan menyembelih

sesuai dengan hadis Nabi:”Dilaknat orang yang memisahkan antara ibu dan anaknya,” dengan begitu ini termasuk dosa besar sebab ada ancaman

yang keras. Adapun yang kuat, bahwa perbuatan ini hanya dosa kecil

berbeda dengan Ibnu Hajar yang mengatakan ini termasuk dosa besar

seperti yang diakui oleh Syaikh Muhammad Abduh.

g. Larangan Dua Jualan dalam Satu Akad

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya dari Abu

Hurairah dan mengatakan hadist ini hasan sahih. Dengan mengatakan :

“saya jual kepadamu rumah ini dengan seribu secara tunai atau dua ribu tahun depan dan ambil yang mana kamu suka” atau dia mengatakan : “saya jual kepadamu kuda ini dengan syarat kamu menjual rumahmu

dengan harga seribu atau kamu membeli rumahku dengan harga sekian”. Batalnya akad karena bayaran tidak diketahui dan karena syarat

yang rusak, sebenarnya satu akad dinamakan dua akad lebih karena ada

unsur tardid (ragu-ragu) dalam menentukan harga.

Ada beberapa bentuk jual beli dan syarat yang dikecualikan,

(50)

37

1) Jual beli dengan syarat khiyar, atau bebeas dari aib atau syarat harus

dipetik dari pohon.

2) Jual beli dengan syarat penundaan tempo bayaran, gadai, jaminan

terhadap barang yang ada dengan harga dalam tanggungan (Azzam,

2010: 66-76).

6. Prinsip-prinsip Jual Beli

Pertama, setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridhadi antara

dua pihak, sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau dizalimi.Kedua,

menegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran, mata uang

(kurs), dan pembagian keuntungan.Ketiga, prinsip larangan riba (interest

free).Keempat, kasih saying, tolong menolong dan persaudaraan

universal.Diharamkan seperti usaha-usaha yan merusak mental misalkan

narkoba dan pornograpi.Demikian komoditas perdagangan haruslah produk

yang halal dan tayyib baik barang maupun jasa.Keenam, perdagangan harus

terhindar dari praktek spekulasi, gharar, tadlis dan maysir.Ketujuh,

perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat) dan

mengingat Allah.Kedelapan, dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang

mupun bukan hendaklah dilakukan pencatatan yang baik (akutansi).

Sedangkan dalam hukum perdata Jual beli dapat dilakukan walaupun

(51)

38

diperjual belikan. Jual beli harus mengunakan alat ukur yang sah atau mata

uang yang berlaku dalam sebuah Negara (pambayunazzahra. 2013).

B.Jual Beli Ijon

1. Pengertian jual beli ijon

Maksud jual beli ijon disini adalah jual beli buah yang belum jelas

kemanfaatanya, karena jual beli buah yang belum berbentuk (masih berupa

bunga atau belum muncul sama sekali) adalah jual beli yang dilarang menurut

para ulama‟ karena jual beli semacam itu termasuk dalam kategori jual beli yang belum dimiliki atau jual beli ghoror (penipuan karena pasti salah satu

pelaku akan tertimpa kerugian). Berdasarkan hadits-hadits di atas kita bisa

menyimpulkan bahwa jelas kemanfaatan dimana buah tersebut sudah bisa

dimanfaatkan dapat dilihat dari dua perkara :

a. Nampak tanda-tanda masak, sebagaimana riwayat pertama (memerah atau

menguning) dan pada riwayat kedua (sampai menghitamnya anggur dan

mengerasnya biji).

b. Hilangnya gangguan atau penyakit, hal ini di dasarkan kepada kekuatan

perkiraan bahwa buah tersebut tidak terserang penyakit, sebagaiman riwayat

Ibnu Umar ketika Rosul ditanya tentang kemanfaatanya, beliau menjawab,

sampai hilang penyakitnya.

(52)

39 1) Dengan perubahan warna

2) Dengan perubahan rasa

3) Dengan perubahan kematangan

4) Dengan keras atau kuat

5) Dengan panjang dan penuh

6) Dengan besar

7) Dengan memecah

8) Dengan mekar.

Sehingga masing-masing buah haruslah dideteksi kemanfaatan

sebagaimana jenis masing-masing, tentunya persyaratan ini tidak berlaku

apabila buah tersebut memeang dibutuhkan dalam keadaan muda.

2. Dasar Hukum jual Beli Ijon

Jual beli buah yang belum Nampak kemanfaatanya ( ijon ) tidak akan

terlepas dari dua kemungkinan yaitu buah tersebut dijual tersendiri maupun

dijual beserta pangkalnya (pohonya), jika dijual buahnya saja maka akan masuk

kepada dua kemungkinan pula, yaitu adanya pensyaratan pemetikan langsung

dan adanya pensyaratan dibiarkan menetap di pohon, atau tidak adanya syarat

secara mutlak (bisa jadi dipetik sebagian dibiarkan sebagian yang lain).

Adapun jual beli buah beserta pohonya, maka tidak ada perbedaan di

kalangan para ulama‟ tentang kebolehanya, karena buah masuk dalam bagian dari pohon yang dijual belikan, sehingga dalam hal ini tidak terdapat unsur

(53)

40

Demikian pula menjual buah secara terpisah dari pohonya (jual

buahnya saja) dengan syarat segera dipetik, para ulama‟ juga membolehkan dengan syarat buah yang dibeli tersebut telah mendatangkan manfaat bagi

pembelinya.

Begitu pula jika pembeli merupakan pemilik asal ( pohon ), hukumnya

adalah boleh secara mutlak menurut para fuqoha‟, hal ini dikarenakan

terjadinya kepemilikan secara sempurna kepada pembeli, tidak ada alasan

dalam hal ini meskipun penjual mensyaratkan adanya pemetikan secara

langsung, maka pembeli tidak harus melaksanakan. Namun sebagian ulama‟ berpendapat tetap tidak diperbolehkan berdasarkan keumuman dalil, serta

masih adanya unsur goror dengan kemungkinan rusak sebelum dipetik.

Jika penjualan buah secara tersendiri (tidak beserta pohonnya) dan

pembeli mensyaratkan adanya ketetapan di pohon (tidak langsung dipetik)

maka menurut jumhur fuqoha‟ jual beli seperti ini adalah haram.Apabila pembeli bukan merupakan pemilik asli (pohon) dan ia hanya membeli buahnya

saja, dia tidak mensyaratkan adanya pemetikan secara langsung atau pembiaran

di pohon, jumhur ulama‟ mengatakan haram hukumnya disebabkan karena

keumuman dalil, sedang menurut madzhab Hanafi, akad seperti ini boleh tetapi

si pembeli harus segera memetiknya.

(54)

41

1) Jumhur ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah bersepakat bahwa jual beli ijon dengan system yang telah disebutkan di atas adalah batil dan

hukumnya haram.

2) Menurut Hanafiyah : aqd seperti ini rusak tetapi tidak batal, yaitu apa bila

pembeli bukan merupakan pemilik asli ( pohon ) kemudian ia

mensyaratkan ketetapan di pohon.

b. Buah Yang Sudah Nampak Kemanfaatanya

Demikan tersebut di atas hukum yang berkaitan dengan jual beli

buah yang belum nampak kemanfaatanya, sedangkan untuk buah yang telah

Nampak kemanfaatanya para ulama‟ memberikan rambu-rambu diantaranya: 1) Apabila jual beli tersebut dengan syarat langsung dipetik maka

diperbolehkan.

2) Apabila jual beli tersebut lepas dari berbagai persyaratan maka jual beli

tersebut juga sah.

3) Apabila jual beli tersebut mensyaratkan pembiaran (dibiarkan tetap

dipohon dalam jangka waktu tertentu) apabila pembiaran tersebut tidak

menghalangi bertambah besar (buah yang diperjual belikan) maka jual

beli tersebut rusak menurut jumhur, sedangkan apabila terjamin bahwa

pembiaran tersebut menghalangi bertambah besar maka jual beli seperti

itu dihukumi rusak menurut Abu Hanifah dan Abu Yusuf dengan alasan

(55)

42

Sedangkan jika pihak pembeli dengan sengaja membiarkan buah

tersebut di atas pohonya maka dijelaskan sebagai berikut:

a. Apabila pembiaran dipohon tidak menyebabkan bertambahanya buah baik

dari segi ukuran dan yang lainya kecuali hanya bertambah kematangan,

maka sipembeli tidak perlu bersedekah baik pembiaran dipohon tersebut atas

dasar izin sipemilik pohon maupun tanpa izin darinya.

b. Apabila pembiaran tersebut tidak mengahalangi bertambahanya ukuran

buah, maka sipembeli harus bersedekah lantaran perubahan tersebut karena

hal itu merupakan perkara yang jelek dan pemebersihanya adalah dengan

bersedekah (ppialittihad, 2012).

C.Sosiologi Hukum Islam

Sosiologi hukum menurut Soerjono Soekanto adalah suatu cabang ilmu

pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik

antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Maksudnya sejauh mana hukum

itu mempegaruhi tingkah laku sosial dan pengaruh tingkah laku sosial terhadap

pembentukan hukum (Tebba, 2003: 1).

Studi Islam dengan pendekatan sosiologi tentu saja adalah bagian dari

sosiologi agama.Ada perbedaan tentang tema pusat sosiologi agama klasik dan

modern.Dalam sosiologi agama klasik tema pusatnya adalah hubungan timbal

balik antara agama dan masyarakat, bagaimana agama mempengaruhi masyarakat

dan sebaliknya bagaimana perkembangan masyarakat mempengaruhi pemikiran

(56)

43

pusatnya hanya pada satu arah yaitu bagaimana agama mempengaruhi

masyarakat.Tetapi studi Islam dengan pendekatan sosiologi, nampaknya lebih luas

dari konsep sosiologi agama modern dan lebih dekat kepada konsep sosiologi

agama klasik, yaitu mempelajari hubungan timbal balik antara agama dan

masyarakat (Mudzhar, 1999: 6-7).

Studi Islam dengan pendekatan sosiologi dapat mengambil beberapa

tema:

1. Studi tentang pengaruh agama terhadap masyarakat atau lebih tepatnya

pengaruh agama terhadap perubahan masyarakat. Perubahan masyarakat (sosial

change) biasanya didefinisikan sebagai “Perubahan sosial adalah perubahan pola-pola budaya, struktur social, dan perilaku sosial dalam jangka waktu

tertentu.

2. Studi tentang pengaruh sruktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman

ajaran agama dan konsep keagamaan.

3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat. Studi Islam dengan

pendekatan sosiologi juga dapat mengevaluasi pola penyebaran agama dan

seberapa jauh agama itu diamalkan oleh masyarakat.

4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim. Studi Islam dengan pendekatan

sosiologi juga dapat mempelajari pola-pola perilaku masyarakat muslim desa

dan kota, pola hubungan antar agama dalam suatu masyarakat, dan lain-lain.

5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat

Gambar

Tabel: 3.1Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur(Sumber data: data primer

Referensi

Dokumen terkait

Bapak/Ibu memberikan dorongan kepada masyarakat atau kelompok yang lain agar mengikuti program yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah konservasi Ujung Kulon. Adanya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PENEGAKAN HUKUM PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM PERSAINGAN USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan bahwa terdapat peningkatan kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan peningkatan keterampilan proses

suasana kegiatan yang kondusif, membangun interaksi yang aktif dan positif anta peserta didik dengan guru, sesama peserta didik, dalam kegiatan bersama di

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Pada sekolah SMA N 14 Semarang, siswa yang memiliki sikap negatif (cenderung kurang merespon atau tertarik dengan hal-hal berkaitan dengan kesehatan reproduksi)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tekanan anggaran waktu, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment kepada auditor yang ada di Kantor

This is not only useful for measuring the decision to purchase private label products as a mediating variable bridge brand trust and brand image in the creation