• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I (STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM (DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979) DI KUA DAN PA BANGKALAN - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I (STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM (DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979) DI KUA DAN PA BANGKALAN - Test Repository"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

“MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I

(STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR

PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM

(DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979)

DI KUA DAN PA BANGKALAN”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

Oleh :

MUHLASIN

211 11 001

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

i

“MASA IDDAH SUAMI DALAM TALAK RAJ’I

(STUDI PENERAPAN SURAT EDARAN DIREKTUR

PEMBINAAN BADAN PERADILAN AGAMA ISLAM

(DITBINBAPERA) NO. DIV/E.D/17/1979)

DI KUA DAN PA BANGKALAN”

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum

Oleh :

MUHLASIN

211 11 001

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)
(5)
(6)
(7)

v

MOTTO

“Yang Kita Lakukan Baik Belum Tentu Benar Untuk Orang

Lain, dan Sebaliknya Yang Kita Lakukan Benar Belum Tentu

(8)

vi

PERSEMBAHAN

1. Kedua orang tua yang saya sayangi dan banggakan Bapak Alm. H. Umar Muhtadi dan Ibu Hj. Shofiyah yang senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, dukungan serta doanya sehingga skripsi ini akhirnya selesai. 2. Kakakku Muh Thoib, Siti Rohmatun, Siti Mahmudah, M. Fathoni, Alm.

Siti Muawanah, Siti Halimah Sakdiyah, dan Siti Muzaroah sekeluarga yang selalu mendukung dan membimbing setiap langkahku.

3. Irinna Ika Wulandari, S. Sy. yang selalu mendukung dan memberikan motivasi.

4. Sahabat-sahabati Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga.

5. Sahabat-sahabati GANAS PMII Kota Salatiga.

6. Sahabat-sahabati Teater Lintang Songo, SALAMS, eLKaJe, dan Sapu Angin FC PMII Kota Salatiga.

7. Keluarga besar LPM DinamikA, DEMA (2013 dan 2015), LDK, dan SSC IAIN Salatiga

(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan Solawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Selaku Dekan Syari‟ah IAIN Salatiga.

3. Bapak Sukron Makmun, S.HI. M.Si. Selaku Kepala Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah IAIN Salatiga.

4. Bapak H. M. Yusuf Khummaini, S.HI., M.H, Selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memotivasi serta sabar dalam membimbing penulis. 5. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, S.Hi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik

selama kuliah di IAIN Salatiga.

6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah menjadi perantara ilmu.

(10)
(11)

ix

ABSTRAK

Muhlasin. 211 11 001. “Masa Iddah Suami Dalam Talak Raj‟i (Studi Penerapan

Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam

(DITBINBAPERA) No. DIV/E.D/17/1979) di KUA dan PA Bangkalan”.

Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing H. M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H. Kata kunci : Masa Iddah Suami, No. DIV/E.D/17/1979

Penelitian ini terkait masa „iddahsuami yang bercerai dalam talak raj‟ibertujuan untuk; (1) Bagaimana landasan dan ketentuan Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 terhadap KUA dan PA Bangkalan. (2) Bagaimana sikap dan penerapan Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan.(3) Bagaimana status perkawinan yang melanggar Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan datanya penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan baik dari orang yang bersangkutan, Kantor Urusan Agama (KUA) dan juga Pengadilan Agama (PA) Bangkalan Madura Jawa Timur.

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………....…… i

HALAMAN BERLOGO ………...…….. ii

NOTA PEMBIMBING………....………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ………...………...……….. iv

HALAMAN PERNYATAAN ……….…………....………… v

MOTTO………. vi

PERSEMBAHAN………... vii

KATA PENGANTAR……….. viii

ABSTRAK……… x

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 6

C. Tujuan Penelitian……… 6

D. Penegasan Istilah...……… 7

E. Metode Penelitian………. 8

(13)

xi I. Asas Perundang-Undangan ... 26

BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum KUA Bangkalan Madura Jawa Timur ... 36

1. Visi dan Misi ...……… 36

2. Standar Waktu ...…... 37

3. Kode Etik... 38

4. Panca Prasetya KORPRI... 38

5. Budaya Kerja... 39

6. Maklumat Pelayanan... 39

B. Hasil Wawancara KUA Bangkalan ... C. Gambaran umum Pengadilan Agama Bangkalan ... 43 45 a) Visi dan Misi ... 49

b) Rencana Strategik... 49

(14)

xii

BAB IV ANALISA

A. Analisa Landasan Surat Edaran Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 ... 57 B. Analisa Penerapan Surat Edaran Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan ... C. Analisa Status Perkawinan yang Melanggar Surat Edaran Direktorat

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No.DIV/E.D/17/1979 ...

Tabel 3.1 Struktur Organisasi KUA Bangkalan ... ………... 31

(15)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran II : Daftar SKK

Lampiran III : Surat Izin Penelitian

Lampiran IV : Pedoman Wawancara

Lampiran V : Data Wawancara Surat

Lampiran VI : Lampiran Akta Cerai

Lampiran VII : Dokumentasi Penelitian

Lampiran VIII : Keterangan Telah Meneliti

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Perkawinan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia, baik perseorangan maupun kelompok. Melalui perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan (Undang-Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya: Arkola, Hal. 5).

(17)

2

Dalam syariat Islam yang berlandaskan kepada Al-Qur‟an dan Hadist, dalam penerapanya sangat fokus kepada lima perkara yaitu penjagaan terhadap jiwa, agama, harta, akal, dan keturunan (nasab). Perkawinan yang berkah merupakan tujuan yang sangat diinginkan oleh Islam. Akad nikah diadakan untuk selamanya dan seterusnya hinga meninggal dunia agar suami istri dapat mewujudkan rumah tangga sebagai tempat berlindung dapat memelihara anak- anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik. Apabila suami istri tidak dapat hidup bersama dengan bahagia dan perkawinan mereka tidak lagi membawa kasih sayang maka Allah SWT tidak memaksakan suami dan istri tersebut untuk tetap bertahan dalam suatu rumah tangga yang kacau.

Perlu diketahui bahwa Islam tidak menyukai suatu perceraian. Islam memandang sebagai sesuatu yang musykil, suatu yang tidak diinginkan terjadinya. Perceraian merupakan alternatif terakhir kehidupan rumah tangga bila tidak dapat lagi dipertahankan keutuhannya. Ikatan pernikahan antara suami-istri dinyatakan habis baik di waktu hidupnya (yakni bercerai) maupun

meninggal salah satu diantara keduanya. Setiap keadaan ini terdapat

kewajiban masa ‘Iddah yaitu waktu terbatas (menunggu untuk menikah lagi)

secara syar’i. „Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang dihitung. Secara bahasa mengandung pengertian hari-hari haidh atau hari-hari suci pada wanita.

sedangkan secara istilah, „Iddah mengandung arti masa menunggu arti masa

(18)

3

Firman Allah SWT Al-Qur‟an Surat Al-Ahzab Ayat 49 :





































Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas

mereka „Iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.

Maka berilah mereka mut‟ah dan lepaskanlah mereka itu dengan

cara yang sebaik-baiknya.

Sedangkan Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 229 :

dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.

(19)

4

menentukan nasab dari kandungan janda itu bila ia hamil, dan juga sebagai masa berkabung bila suami yang bersangkutan meningal dunia, begitu pula untuk menentukan masa ruju‟ bagi suami, bila talak itu berupa talak raj‟i.

Seorang janda karena kematian suaminya, sedang ia tidak hamil maka

Iddahnya ialah 4 (empat) bulan 10 hari atau 130 hari. Iddah ini lebih panjang dari

pada Iddah karena talak atau cerai; dalam Iddah kematian selain untuk menentukan apakah janda itu hamil atau tidak guna penentuan nasab sianak juga ia perlu berkabung kepada almarhum suaminya.

Jika perkawinan putus karena talak, sedang talak itu adalah talak raj‟i yaitu talak kesatu atau kedua, maka Iddahnya ialah 3 kali suci atau 90 hari (pasal 39 ayat (1) huruf b PP.). Dalam hukum Islam, talak raj‟i itu mempunyai akibat-akibat hukum sebagai berikut :

1. Suami masih berkewajiban memberi nafkah, sandang dan pangan kepada istrinya yang ditalak.

2. Suami berhak meruju‟ (kembali kepada) istri selama masih dalam

Iddah.

3. Bila salah seorang dari suami istri meninggal dunia dalam masa Iddah, maka pihak yang masih hidup berhak mewarisi dari yang meninggal. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya perkawinan itu belum bubar, melainkan hanya berhenti sementara. Nasib perkawinan tersebut ditentukan dalam masa Iddah, apakah terjadi ruju‟ atau tidak. Bila sampai akhir masa Iddah tiada terjadi ruju‟, maka perkawinan itu menjadi bubar. Adapun Iddah dari talak ketiga

(20)

5

begitu pula tidak ada hak saling mewaris antara keduanya. Sebab pada hakikatnya perkawinan itu sudah bubar. Dan Iddah di sini gunaya ialah untuk menentukan nasab sianak bila janda itu hamil (Depag, 1975: 70-71).

Dalam Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/Ed/17/1979 ayat 1 dan 2 Juga disebutkan :

1. Bagi seorang suami yang telah menceraikan istrinya dengan talak raj‟i danmau menikah lagi dengan wanita lain sebelum habis masa „Iddah bekasistrinya, maka dia harus mengajukan izin poligami ke PA.

2. Sebagai pertimbangan hukumnya adalah penafsiran bahwa padahakikatnya suami istri yang bercerai dengan talak raj‟i adalah masih dalamikatan perkawinan selama belum habis masa „Iddahnya.

Karenanya jika suami tersebut akan menikah lagi dengan wanita lain, pada hakikatnya, dari segi kewajiban hukum dan inti hukum adalah beristri lebih dari seorang.

Dalam hal ini berarti pemohon harus menjamin keperluan hidup bekas istrinya selama dalam masa „Iddah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 152 KHI

yaitu : “Bekas istri berhak mendapat nafkah „Iddah dari bekas suaminya kecuali

nusyuz”. Oleh karena itu, perkawinan itu belum putus sepenuhnya, maka apabila

bekas suami hendak menikah lagi dalam masa „Iddah bekas istrinya, pada hakikatnya bekas suami tersebut menikah dengan lebih dari seorang/poligami.

(21)

6

tersebut. Hal yang perlu diketahu juga adalah bagaimana penerapan suratedaran tersebut di lingkungan Peradilan Agama. Berangkat dari pemikiran tersebut di atas maka saya menyusun skripsi ini.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana landasan dan ketentuanSurat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 terhadap KUA dan PA Bangkalan?

2. Bagaimana sikap danpenerapanSurat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan?

3. Bagaimana status perkawinan yang melanggar Surat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui landasan dan ketentuanSurat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979 terhadapPegawai KUA dan PA Bangkalan.

2. Untuk mengetahuisikap danpenerapanSurat Edaran Direktur Pembinaan BadanPeradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)No. DIV/Ed/17/1979 di KUA dan PA Bangkalan.

(22)

7

D. PENEGASAN ISTILAH

1. Iddah : mengandung arti masa menunggu arti masa menunggu bagi wanita

untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berfikir bagi suami (Syarifuddin, 2006: 303).

2. Suami : Suami pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (Http://kbbi.web.id/suami, Akses 23 April 2016).

3. Talak Raj‟i : Talak raj‟i adalah talak yang boleh dirujuk kembali oleh mantan suaminya selama masa Iddah atau sebelum masa Iddahnya berakhir (http://alifudin.mywapblog.com, Akses 23 April 2016).

4. Surat : Surat kertas dan sebagainya yang bertulis berbagai isi sebagai tanda/ keterangan (Http://kbbi.web.id.surat, Akses 23 April 2016).

(23)

8

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, peneliti akan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan menggunakannya sebagai acuan dalam penulisan proposal skripsi. Pendekatan Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi pengukuran (Ghani,1997:11). Sedang menurut Taylor, penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2002:3). Dari pengertian tersebut, sudah tentu sesuai dengan judul yang telah ada ini, peneliti akan berada pada latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen.

(24)

9 2. Kehadiran Peneliti

Seperti yang telah diterangkan di atas bahwasannya peneliti akan melaksankan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian sehingga sudah tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara sumber yang ada. Penelitian akan dilaksanakan di Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama Bangkalan Madura Jawa Timur.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama Bangkalan Madura Jawa Timur.

4. Sumber Data

Data dalam penelitian ini adalah semua data yang diperoleh dari informan yang dianggap penting dan juga dihasilkan dari dokumentasi yang menunjang. Data yang peneliti gali berasal dari unsur-unsur yang terkait dengan judul yang diteliti.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari peneliti adalah untuk mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data:

a. Observasi Langsung

(25)

10

sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Nawawi,1990:100).

b. Wawancara

Wawancara dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan wawancara (interviewe)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186 ). c. Dokumen

Dokumen terdiri dari kata-kata dan gambar yang telah direkam tanpa campur tangan pihak peneliti. Dokumen tersebut tersedia dalam bentuk tulisan, catatan, suara dan gambar (Daymon, 2008:3). Metode ini digunakan untuk memperluas pengamatan dan pengumpulan data. Data yang diambil berasal dari catatan hasil wawancara, foto-foto dokumentasi.

6. Analisis Data

(26)

11 7. Keabsahan Data

Untuk keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksud untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data:

a. Triangulasi Sumber

Trianggulasi Sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode ini penulis mengecek informan satu dengan yang lain yang diwawancara dan dari sini dapat diukur benar tidaknya kenyataan yang ada.

b. Triangulasi Metode

Triangulasi Metode Yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data dengan metode yang sama (Moleong,2002:178). Dalam metode ini penulis melakukan kroscek antara wawancara dengan hasil observasi yang dilakukan.

8. Tahap-tahap Penelitian

Menurut Moloeng, bahwa tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Tahap Pra Lapangan

(27)

12

3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing. b. Tahap Pekerjaan Lapangan

1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan.

2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian.

3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan. c. Tahap Analisis Data

1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian. 2) pengecekan keabsahan data (Moloeng, 2002:84-105).

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini, peneliti menyusun sebuah sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini ada lima macam bab, yang masing-masing membahas masalah yang berbeda. hal itu merupakan satu kesatuan yang menyambung. Adapun rincian dari kelima bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab Satu, bab ini berisi pendahuluan yang bertujuan untuk memberikan gambaran objek kajian secara umum. Pada bab ini akan memuat pembahasan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode dan sistematika penulisan serta berisi hal-hal yang aneh dan menarik untuk diteliti.

(28)

13

Bab tiga, bab ini mendeskripsikan, pertama: tentang data penelitian yang mencakup seting penelitian yang telah dinarasikan oleh penulis agar mudah dipahami oleh pembaca. Seting penelitian tersebut berisi tentang letak geografis, demografis Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pengadilan Agama (PA) Bangkalan sumber data yang diperoleh serta landasan hukum, birokrasi, TUPOKSI, tata cara cerai, tata cara nikah, tata cara rujuk yang telah terjadi di masyarakat berdasarkan catatan KUA Bangkalan, dan sikap PA atas Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979.

Bab empat, analisis berisi tentang landasan hukum, filosofi mengenai Surat Edaran DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979 yang terjadi dan sikap Kantor Urusan Agama (KUA) dan Pengadilan Agama (PA) Bangkalan atas Surat Edaran tersebut.

(29)

14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pernikahan

Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan intim atau bersetubuh (Depdikbud,1994:456). Pengertian perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah. Dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan

ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan

ibadah (Zainudin, 2006:7).

Pengertian perkawinan menurut ketentuan pasal 1 undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri (Anshary, 1993:74). Sebagai salah satu syarat sahnya nikah adalah adanya seorang wali, sebab wali menempati kedudukan yang sangat penting dalam pernikahan. Seperti dalam prakteknya yang mengucapkan

“ijab” adalah pihak perempuan dan yang mengucapkan ikrar “qobul” adalah pihak laki-laki.

Kedudukan wali nikah dalam hukum Islam adalah sebagai salah satu rukun

nikah. Menurut Imam Syafi‟i bahwa nikah dianggap tidak sah atau batal, apabila

(30)

15

B. Rukun Nikah

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas 5 hal yang harus dipenuhi. Adapun kelima hal tersebut adalah

1. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan. 2. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

3. Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkannya.

1. Adanya persetujuan kedua calon mempelai. 2. Pria sudah berumur 19 tahun, wanita 16 tahun.

3. Izin orang tua/ pengadilan jika belum berumur 21 tahun. 4. Tidak masih terikat dalam suatu perkawinan.

5. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami atau istri yang sama yang akan dinikahi.

6. Bagi janda sudah lewat masa tunggu.

7. Sudah memberitahu kepada pegawai pencatat perkawinan 10 hari sebelum dilangsungkan perkawinan.

8. Tidak ada yang mengajukan pencegahan.

9. Tidak ada larangan perkawinan (Anshary, 1993:76-80).

D. Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan seperti yang disebutkan oleh paraulama ada 5. Adapun pembagian ke 5 hukum perkawinan tersebut adaah sebagai berikut:

1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan

(31)

16

tersebut adalah wajib. Dengan maksud untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat.

2. Sunah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan

untuk melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak kawin tidak dikhawatirkan akan berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut menjadi sunah.

3. Haram, yaitu bagi orang yang tidak mempunyai kemauan dan kemampuan

serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarkan dirinya dan istrinya.

4. Makruh, yaitu bagi orang yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk

meaksanakan perkawinan dan cukup untuk bisa menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya terjerumus berbuat zina sekiranya tidak kawin.

5. Mubah, yaitu bagi Orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk

melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak dikhawatirkan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri (Tihami, 2009: 12).

E. Asas-Asas Hukum Perkawinan

Dalam Asas hukum perkawinan ikatan perkawinan sebagai salah satu bentuk perjanjian (suci) antara seorang pria dengan seorang wanita yang mempunyai segi-segi perdata, berlaku beberapa asas, diantaranya adalah (1)

(32)

17

kemitraan suami-istri, (5) untuk selama-lamanya, dan (6) monogami terbuka

(karena darurat) (Zainuddin, 2006: 124).

F. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agma dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggotan keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan bathinyanya sehingga timbullah kebahagiannya, yakni kasih sayang antar anggota keluarga (Darajat, 1995:48).

Sedangkan menurut Imam Ghazali, yang menjadi tujuan pernikahan adaah sebagai berikut:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan 4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan

kewajiban juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang(Gazali,2003:50).

G. Pengertian Iddah

„Iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang di hitung. Secara bahasa mengandung pengertian hari-hari haidh atau hari-hari suci pada wanita.

Sedangkan secara istilah, „Iddah mengandung arti masa menunggu arti masa

(33)

18

Para ulama mendefinisikan „Iddah sebagai nama waktu untuk menanti kesuciaan seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk di nikahkan.Dengan redaksi yang agak panjang Ahmad Al-Ghundur memberikan definisi „Iddah dengan, jenjang waktu yang di tentukan untuk menanti kesucian (kebersihan rahim) dari pengaruh hubungan suami istri setelah sang istri di ceraikan atau ditinggal mati suami, yaitu waktu yang biasa dipikul oleh istri setelah putus ikatan pernikahan karena dikhawatirkan terjadi kesyubhatan dalam pengaruh hubungan kelamin atau yang sesamanya seperti bermesra-mesraan (dengan pria lain jika ia segera menikah) (Syarifuddin, 2006: 303).

Perceraian perkawinan dalam Islam belumlah putus sama sekali dikala suami mengikrarkan lafal talak kepada istrinya itu. Yang terjadi ialah bahwa sejak talak itu diikrarkan suami, terjadinya masa „Iddah yang harus dilalui istrinya itu. Masa

„Iddah adalah masa berpikir panjang, dimana salah satu fungsi „Iddah adalah memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan agar bisa rujuk kembali dan rujuk itu sendiri merupakan hak suami.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 228:







































(34)

19

Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah berfirman dalam surat Ath-Talaq ayat 6 :

tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka dan jika mereka istri-istri yang sudah ditalak itu sedang hamil maka berikanlah kepada mereka nafkah hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan anak-anakmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarakanlah diantara segala sesuatu, dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu untuknya.

Ayat ini merupakan dasar bagi suami untuk memberikan tempat tinggal bagi istri-istri yang ditalaknya, bahkan ayat ini memberikan pengertian yang tegas tentang kewajiban lainnya yang harus dipenuhi oleh suami seperti memberikan biaya untuk menyusukan anak-anaknya.

(35)

20

menderita karena tidak mampu memenuhi kebutuhan kehidupannya. Dengan demikian apabila terjadi perceraian, suami mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhi kepada bekas istrinya. Kewajiban-kewajiban tersebut ialah:

1. Memberikan mut‟ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla al dhukhul;

2. Memberikan nafkah kepada bekas istri selama masa „Iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba‟in atau nasyuz dan dalam keadaan tidak hamil. 3. Melunasi mahar yang masih terutang dan apababila perkawinan itu qabla al

dhukul mahar dibayar setengahnya;

4. Memberikan biaya hadanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun(Nuruddin, 1974:39).

Sedangkan untuk hak dan kewajiban seorang istri yang berada dalam masa

„Iddah, khususnya talak raj‟i diantarannya ialah:

1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain, baik secara terang-terangan maupun dengan cara sindiran. Namun bagi wanita yang ditinggal mati suaminya dikecualikan bahwa ia boleh dipinang dengan sindiran.

2. Dilarang keluar rumah menurut jumhur ulama fikih selain mazhab Syafi‟i

apabila tidak ada keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Larangan ini merupakan penegasan terhadap surat At-Thalaq ayat 1 yang telah disebutkan sebelumnya. Larangan ini juga dikuatkan dengan beberapa hadis Rasululullah SAW Berhak untuk tetap tinggal

dirumah suaminya selama menjalani masa „Iddah.

3. Wanita yang berada dalam „Iddahtalak raj‟i terlebih lagi yang sedang hamil, berhak mendapatkan nafkah lahir dari suaminya.

4. Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya tentu tidak lagi mendapatkan apa-apa kecuali harta waris, namun berhak untuk tetap tinggal di rumah suaminya sampai berakhirnya masa „Iddah.

5. Wanita yang berada dalam „Iddahtalak raj‟i ia berhak mendapatkan harta waris dari suaminya yang wafat, sedangkan wanita yang telah ditalak tiga tidak berhak mendapatkanya.

6. „Iddah wanita yang ditinggal mati suaminya yaitu tidak mempergunakan alat-alat kosmetik untuk mempercantik diri selama empat bulan sepuluh hari. 7. Wanita yang berada dalam „Iddahtalak raj‟i ia berhak mendapatkan harta

(36)

21

H.Landasan Filosofis Iddah Bagi Suami Dalam Surat Edaran

DITBINBAPERA No. DIV/E.D/17/1979

Di dalam hukum Islam tidak dijelaskan tentang izin menikah bagi suami dalam masa „Iddah talak raj‟i maupun syarat-syaratnya. Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA) No. DIV/Ed/17/1979, mempunyai dampak positif yaitu setidak-tidaknya mencegah terjadinya suatu penyimpangan dari tujuan perkawinan yang dalam pasal 1 UU No. 1/1974 yaitu “untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, karena terjadinya poligami otomatis

yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, selain itu juga untuk memperhatikan kesejahteraan wanita baik wanita yang masih dalam masa

„Iddah maupun wanita yang akan dinikah. Dengan demikian, adanya izin menikah dalam masa „Iddah talak raj‟i yang diatur dalam Surat Edaran DITBINBAPERA No. D1V/Ed/17/1979 adalah sejalan dengan prinsip hukum Islam yang lebih mengutamakan kemaslahatan umum dari pada perorangan.

(37)

22

Masalahnya, tanpa menaruh rasa curiga terhadap pemohon sering terjadi seorang suami yang mentalak istrinya dengan talak raj‟i lalu si suami menikah lagi dalam masa „Iddah bekas istrinya itu dengan memperlihatkan akta cerainya kepada pegawai pencatat nikah untuk menikah lagi dengan istri yang baru. Hal ini lah yang kemudian karena masa „Iddah bekas istrinya itu belum habis maka memungkinkan si suami merujuknya kembali. Terjadilah apa yang disebut poligami. Dalam masalah seperti ini sangat besar kemungkinan terjadinya fasakh, karena salah satu pihak tidak terima atau merasa dibohongi. Disinilah arti pentingnya izin menikah bagi suami dalam masa Iddah talak raj‟i walaupun dengan adanya izin ini tidak menutup kemungkinan terjadinya poligami otomatis. Sebab bisa jadi alasan yang diajukan di PA hanya alasan untuk mendapatkan izin saja dan setelah suami menikah segera rujuk dengan bekas istrinya. Oleh karena itu, sangat diperlukan sekali keterangan dari pemohon untuk benar-benar tidak akan merujuk bekas istrinya kembali.

Dalam hal ini berarti pemohon harus menjamin keperluan hidup bekas istrinya selama dalam masa „Iddah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 152 KHI

yaitu : “Bekas istri berhak mendapat nafkah „Iddah dari bekas suaminya kecuali

nusyuz”. Oleh karena itu, perkawinan itu belum putus sepenuhnya. Maka apabila

bekas suami hendak menikah lagi dalam masa „Iddah bekas istrinya, pada hakikatnya bekas suami tersebut menikah dengan lebih dari seorang/poligami.

(38)

23

DIV/Ed/17/1979, mempunyai dampak positif. Dampak positf tersebut yaitu setidak-tidaknya mencegah terjadinya suatu penyimpangan dari tujuan perkawinan yang dalam pasal 1 UU No. 1/1974 yaitu untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu terjadinya poligami otomatis tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

MengenaiSurat Edaran No: DIV/E.D/17/1979 Dirjen Bimbingan Islam masalah poligami dalam Iddah istri di terbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta pada tanggal 10 februari 1979 diberikan kepada:

a. Saudara ketua Pengadilan Agama tingkat pertama.

b. Saudara ketua Pengadilan Agama tingkat Banding di seluruh Indonesia. Sedangkan isi Surat Edaran tersebut adalah menunjuk Keputusan Rapat Dinas Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Negara tanggal 24 sampai 28 Mei 1976 di Tugu Bogor lampiran IV point c. 3 perihal seperti tersebut pada pokok surat, maka dengan ini kami berikan penjelasan sebagai berikut:

a. Bagi seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan thalak

raj‟i dan mau menikah lagi dengan wanita lain sebelum habis masa

Iddah bekas isterinya. Maka ia harus mengajukan ijin poligami ke

Pengadilan Agama.

(39)

24

Sebagai produk pengadilan, penolakan atau ijin permohonan tersebut harus dituangkan dalam bentuk penetapan pengadilan agama.

Dalam hukum positif adalah kumpulan asas kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku mengikat secara umum atau khusus ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Pengertian hukum positif diperluas, bukan saja yang sedang berlaku sekarang melainkan termasuk juga hukum yang pernah berlaku dimasa lalu.

Hukum positif dibagi menjadi hukum positif tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan hukum positif tertulis dibedakan antara hukum positif tertulis yang berlaku umum dan hukum positif tertulis yang berlaku khusus. Hukum positif yang berlaku umum terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan termasuk didalamnya yakni surat edaran, juklak, juknis.

Suatu peraturan tertulis atau kaidah hukum benar-benar berfungsi senantiasa dikembalikan pada empat faktor yakni kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, petugas yang menegakkan atau penerap hukum, sarana yang dapat membantu, warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan. Kaidah hukum berfungsi apabila kaidah berlaku secara yuridis atau atas dasar yang telah ditetapkan, sosiologis atau dapat dipaksakan dan filosofis sesuai dengan cita hukum (http://dokumen.tips/documents/makalah-Iddah.html, Akses : 18 Agustus 2016).

(40)

25

masa„Iddah telah sesuai dengan prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum Islam. Prinsip dan ketentuan tersebut yaitu sebagai ijtihad pemerintah untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat Islam di Indonesia pada khususnya.

Di dalam Al-Qur'an maupun Hadits yang merupakan sumber hukum Islam utama, tidak ditemukan adanya keterangan yang mengatur tentang izin menikah bagi suami dalam masa „Iddah talak raj‟i. Beberapa referensi yang berhasil penulis temukan, hal tersebut diterangkan sebagai akibat hukum dari „Iddah talak

raj‟i. Salah satunya dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat al-Baqorah ayat 231 :















“Apabila kamu mentalak istri-istrimu lalu mereka mendekati akhir Iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang

ma‟ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma‟ruf

(pula)”.

(41)

26

I. ASAS PERUNDANG-UNDANGAN

1. Asas Tingkatan Hirarki

Suatu Perundang-undangan isinya tidak boleh bertentangan dengan isi perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatan atau derajatnya. Berdasarkan asas ini dapatlah diperinci hal-hal sebagai berikut :

a. Perundang-undangan yang rendah derajatnya tidak dapat mengubah atau mengenyampingkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi. Tetapi yang sebaliknya dapat.

b. Perundang-undangan hanya dicabut, diubah atau ditambah oleh atau dengan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi tingkatannya.

c. Ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum serta mengikat, walaupun diubah, ditambah, diganti atau dicabut oleh perundang-undangan yang lebih rendah.

(42)

27

demikian itu maka menjadi kaburlah pembagian wewenang mengatur didalam suatu negara. Di samping itu, badan pembentuk perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut akan teramat sibuk dengan persoalan-persoalan yang selayaknya diatur oleh badan pembentuk perundang-undangan yang lebih rendah.

Asas tersebut diatas penting untuk ditaati. Tidak ditaatinya asas tersebut akan dapat menimbulkan ketidak tertiban dan ketidak pastian dari sistem perundang-undangan. Bahkan dapat menimbulkan kekacauan atau kesimpang-siuran perundang-undangan.

2. Undang-Undang Tak Dapat Diganggu Gugat

Asas ini berkaitan dengan hak menguji perundang-undangan (toe tsings

rect). Sebagaimana diketahui hak menguji perundang-undangan ada dua

macam yakni:

(43)

28

hanyalah badan pembentuk undang-undang itu sendiri (Pemerintah dengan persetujuan DPR) atau badan yang berwenang yang lebih tinggi. Sebagai contoh mengenai badan yang berwenang yang lebih tinggi, dalam sejarah perundang-undangan RI ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang pernah mengeluarkan ketetapan (TAP) yaitu TAP nomor XIX/MPRS tahun 1966 yang menugaskan kepada Pemerintah dan DPR-GR untuk meninjau kembali semua produk legislatif yang dikeluarkan sejak 5 Juli 1959 sampai 5 Juli 1966 terkecuali produk-produk MPRS (seperti yang telah diuraikan terlebih dahulu).

Mahkamah Agung Republik Indonesia mempunyai hak menguji perundang-undangan secara materiel yang terbatas yakni, terhadap perundang-undangan di bawah derajat undang-undang (yang lebih rendah dari undang). Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 26 undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (LN 1970, 74), dan dalam TAP MPR nomor VI/MPR tahun 1973 pasal 11 ayat (4).

(44)

29

derajatnya maka Mahkamah Agung menyatakan bahwa ketentuan tersebut adalah tidak sah dan tidak berlaku untuk umum, dan karena itu pencabutan ketentuan perundang-undangan tersebut harus segera dilakukan oleh instansi yang bersangkutan (yang membuatnya).

Tentang hak menguji perundang-undangan secara materiel tidaklah sama di berbagai negara. Di Amerika Serikat misalnya, Supreme Court

(Mahkamah Agung) mempunyai hak menguji secara materiel terhadap undang-undang. Dan pengadilan biasa (court) dapat menolak untuk menerapkan ketentuan-ketentuan dari suatu perundang-undangan kedalam suatu kasus, apabila ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan sumbernya (perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya).

3. Undang-Undang Yang Bersifat Khusus Menyampingkan Undang-Undang Yang Bersifat Umum (Lex Specia-Lis Derogat Generalis)

Undang-undang yang umum adalah yang mengatur persoalan-persoalan pokok secara umum dan berlaku umum pula. Di samping itu ada undang-undang yang menyangkut persoalan pokok tersebut tetapi mengaturnya secara khusus menyimpang dari ketentuan-ketentuan undang yang umum tersebut. Yang terakhir ini disebut undang-undang yang khusus.

(45)

30

dalam KUHP yang berlaku umum (berlaku bagi setiap penduduk). Sungguhpun demikian, bagi suatu golongan tertentu, dalam hal ini misalnya untuk militer, disebabkan sifat hakikat tugasnya yang khusus yaitu: untuk bertempur dengan menggunakan kekerasan (senjata), maka perlu bagi militer tersebut dalam beberapa hal mengenai hukum pidana diatur secara khusus. Menyimpang dari hukum pidana umum. Masalah yang khusus itu, antara lain misalnya apa yang dikenal tindak pidana desersi yaitu, perbuatan meninggalkan kesatuan untuk selama-lamanya tanpa izin atau tindak pidana melarikan diri dari pertempuran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu untuk kalangan militer (KUHPM) yang khusus disamping KUHP yang bersifat umum.

(46)

31

Kekhususan termaksud dapat terlihat dari rumusan undang-undang itu sendiri. Misalnya, pasal 1 KUHPM merumuskan berlakunya KUHP (undang-undang yang umum) dalam penerapan KUHPM, kecuali jika ditetapkan secara menyimpang. Demikian dengan hubungan hukum yang umum dibidang perdata yaitu, antara hukum dagang dan hukum perdata terlibat pada rumusan pasal 1 KUHD yang pada intinya menyatakan bahwa KUH perdata berlaku terhadap persoalan-persoalan yang diatur oleh KUHD kecuali yang ditentukan menyimpang.

4. Undang-Undang Tidak Berlaku Surut

Asas tersebut berkaitan dengan lingkungan kuasa hukum (geldingsgebied

van het recht). Lingkungan kuasa hukum meliputi:

a. Lingkungan kuasa tempat (ruim tegebied) yang menunjukkan tempat berlakunya hukum atau perundang-undangan. Apakah suatu ketentuan hukum atau perundang-undangan berlaku untuk wilayah Negara atau hanya untuk sebagian wilayah Negara (daerah Tingkat I tertentu atau daerah tingkat II tertentu saja);

b. Lingkungan kuasa persoalan (zakengebied) yaitu menyangkut masalah atau persoalan yang diatur; misalnya, apakah mengatur persoalan perdata atau mengatur persoalan publik; lebih sempit lagi, apakah mengatur persoalan pajak ataukah mengatur persoalan kewarganegaraan dan lain-lain sebagainya;

(47)

32

untuk pegawai negeri saja misalnya, ataukah hanya untuk kalangan anggota ABRI saja dan lain sebagainya;

d. Lingkungan kuasa waktu (tijdsgebied) yang menunjukkan sejak kapan dan sampai kapan berlakunya sesuatu ketentuan hukum atau perundang-undangan.

Dalam bahasa Inggris masing-masing disebut sebagai berikut:

1) Territorial Sphere (lingkungan kuasa tempat);

2) Material Sphere (lingkungan kuasa persoalan);

3) Personal Sphere (lingkungan kuasa orang);

4) Temporal Sphere (lingkungan kuasa waktu).

Asas “undang-undang tidak berlaku surut” berkaitan dengan

lingkungan kuasa waktu atau tijdsgebiedatau Temporal Sphereyang disebutkan diatas.

Undang-undang dibuat dengan maksud untuk keperluan masa depan semenjak undang-undang itu diundangkan. Tidaklah layak apabila sesuatu yang ditentukan dalam undang-undang diberlakukan untuk masa silam sebelum undang-undang itu dibuat dan diundangkan. Apabila diberlakukan surut akan dapat menimbulkan bermacam-macam akibat yang tidak baik.

(48)

33

Dasar Negara yang pernah berlaku di Indonesia) terdapat dalam pasal 2. A.B. (S. 1847 : 23) yang berbunyi:

“De wet verbint allen voor het toekomende en heeft geen trugwerkendekracht” (undang-undang hanyalah mengikat untuk masa depan dan tidak mempunyai kekuatan berlaku surut).

Akan tetapi di dalam penggunaan undang-undang ada pengecualian berlakunya asas tersebut di atas. Yaitu dikecualikan untuk hal-hal yang khusus dengan berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan undang-undang pula. Contoh: Pasal I ayat (2) KUHP menyatakan bahwa apabila ada perubahan perundang-undangan sesudah tindak pidana dilakukan, maka digunakan ketentuan paling menguntungkan bagi si tersangka atai si terdakwa. Jadi kalau ketentuan undang-undang yang baru (menyangkut pidana) yang paling menguntungkan si tersangka atau si terdakwa maka digunakan ketentuan undang-undang yang baru terhadap kasus yang sudah terjadi sebelumnya apabila perkara itu belum diputus pada waktu berlakunya perubahan undang-undang termaksud. Sehingga dalam hal ini undang-undang yang baru diberlakukan surut terhadap kasus yang telah terjadi sebelumnya. Dalam ilmu hukum pidana ketentuan pasal 1 ayat (2)

KUHP itu disebut dengan istilah “gunstige bepaling” atau ketentuan yang

menguntungkan.

(49)

34

Apabila ada sesuatu masalah yang diatur dalam suatu undang-undang (lama), diatur pula dalam undang-undang-undang-undang yang baru, maka ketentuan undang-undang yang baru yang berlaku, dalam hal ini tentunya apabila ada perbedaan, baik mengenai maksud atau tujuan maupun maknanya.

Berlakunya asas ini ada juga pengecualian dalam penggunaan undang-undang. Contoh: Kembali pada ketentuan pasal 1 ayat (2) KUHP seperti tersebut di atas. Ketentuan tersebut memungkinkan pula masih tetapnya dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan undang-undang yang lama apabila memang ketentuan itu yang paling menguntungkan si tersangka atau si terdakwa.

Jadi dengan demikian asas tersebut diatas tidak mutlak karena ada pengecualian; tetapi juga harus didasarkan kepada ketentuan undang-undang. Memang tidak ada hukum yang mutlak, tetapi senantiasa ada

pengecualian. Adagiumnya “geen recht zonder uitzondering” (Syarif,

(50)

35

J. Undang Undang Republik IndonesiaNomor 10 Tahun 2004 Pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pembentukan Peraturan Perundang undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. 2. Peraturan Perundang undangan adalah peraturan tertulis yang

(51)

36

BAB III

A.GAMBARAN UMUM KUA BANGKALAN MADURA JAWA TIMUR

Daerah penelitian yang dijadikan penulis sebagai obyek untuk penulisan skripsi ini adalah kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Yaitu desa Bangkalan kabupaten Bangkalan propinsi Jawa Timur.

1. Visi Dan Misi Kantor Urusan Agamakecamatan Bangkalan Kab.

Bangkalan madura jawa timur

a) Visi

”prima dalam pelayanan nikah, rujuk dan bimbingan umat

islam berdasarkan profesionalisme dan akhlak mulia, dalam

memberikanpelayanan kepada pelanggan senantiasa

mengedepankan pelayanan yang cepat, tepat dan benar sehingga

kepuasan pelanggan benar benar dapat terpenuhi “.

(52)

37

2. Standart waktu dan pelaksana tugas pelayanan kantor urusan agama

kecamatan bangkalan kab. Bangkalan

1) Proses akad nikah

a. Pendaftaran administrasi calon pengantin : 5 menit

Kepala / Penghulu

b. Pemeriksaan calon pengantin dan wali : 5 menit

Kepala / Penghulu

c. Penasehatan pra nikah : 7 menit

Kepala / Penghulu

d. Pelaksanaan akad nikah : 15 menit

Kepala / Penghulu

e. Penulisan kutipan akta nikah : 10 menit

Abd. Latif,S.Pd.I/Nurhayati,S.Ag

2) Legalisir :5 menit

5) Pembuatan duplikat kutipan akta nikah : 10 menit

(53)

38

6) Sidang BP-4 dan keluarga sakinah : 10 menit

Kepala / Penghulu

7) Pembuatan akta ikrar wakaf : 10 menit

Kepala / Nurhayati,S.Ag

8) Ikrar masuk islam dan penasehatan muallaf : 10 menit

Kepala / Abd. Latif,S.Pd.I

9) Surat mahrom haji : 5 menit

Abd. Latif,S.Pd.I

10)konsultasi perkawinan : 10 menit

Kepala / Penghulu

Pelayanan tersebut dapat terlaksana sesuai waktunyaapabila semua

persyaratan administrasinya lengkap.

3. KODE ETIK PEGAWAI KEMENTERIAN AGAMA

“ kami pegawai kementerian agama yang beriman dan bertaqwa

(54)

39

1) SetiadantaatkepadaNegarakesatuandanpemerintah Republik Indonesia

yang berdasarkanpancasiladanundangundangdasar 1945

6. Maklumat pelayanan“ kami siap memberikan pelayanan sesuai dengan

standar pelayanan dan apabila kami tidak memberikan pelayanan sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan, kami siap menerima sanksi sesuai

(55)

40 Tabel 3.1

Struktur Organisasi KUA Kecamatan Bangkalan

Tahun 2016

Prosedur Pendaftaran Pernikahan

1. Calonpengantindatingke KUA untukmengisiformulirpendaftarannikah

yang disediakanoleh KUA kecamatansetempat.

2. Waktupendaftaran minimal 10 harisebelummenikahjikakurangdari 10

hariharusadadispensasidaricamatsetempat.

3. Membawasuratketeranganuntuknikah model n.1 s/d n.7

darikantordesa/kelurahansetempat.

4. Membawabuktiimunisasi TT 1

(56)

41

5. Membawa :

a. Surat izin pengadilan apabila tidak ada izin dari orang tua/wali

(bagi yang belum berusia 21 tahun).

b. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum berumur

19 tahun dan bagi calon istri yang belum berumur 16 tahun.

c. Surat izin dari atasan/kesatuan jika calon pengantin adalah anggota

Tni/Polri.

d. Surat izin pengadilan bagi suami yang hendak beristri lebih dari

seorang.

e. Akta cerai atau kutipan buku pendaftaran talak/cerai bagi mereka

yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya undang-undang

nomor 7 tahun 1989.

f. Akta kematian atau surat keterangan kematian suami/istri yang

ditanda tangani oleh kepala desa/lurah atau pejabat berwenang

yang menjadi dasar pengisian model N6 bagi janda/duda yang akan

menikah, serta surat ganti nama bagi warga negara indonesia

keturunan.

g. Calon pengantin wajib mengikuti kursus calon pengantin(suscatin).

h. Pelaksanaan akad nikah diawasi langsung oleh pegawai pencatat

nikah/penghulu.

i. PPN/Penghulu menyerahkan buku kutipan akta nikah kepada calon

(57)

42

J. Membayar biaya nikah diluar kantor sebesar Rp. 600,000,- sesuai

dengan PMA no.46 th 2014 jo pp. No.48 th. 2014.

k. Bagi warga negara asing ( wna ) yang akan melakukan pernikahan

campuran di indonesia, maka yang bersangkutan harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

l. Photo copy paspor yang bersangkutan

m. Surat izin menikah/status dari negara atau perwakilan negara yang

bersangkutan dan telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia

oleh penerjemah resmi

n. Pas photo ukuran 2x3 sebanyak 3 lembar

o. Kepastian kehadiran wali , atau menyerahkan wakalah wali bagi

WNA wanita

(58)

43

B.Hasil Wawancara dengan Kepala KUA Kecamatan Bangkalan

Penerapan terkait “Surat Edaran Direktur Pembinaan Badan Peradilan Agama

Islam (DITBINBAPERA) No. D.IV/E.D/17/1979” dan kasus penolakan

pernikahan Agung Widyanto bin Masdjudi dan Maftuhatin Nikmah binti Ahmad Habibillah oleh Kantor Urusan Agama Sidorejo Salatiga, Itu adalah kewenangan dan hak KUA setempat. Setelah Agung Widyanto bin Masdjudi yang statusnya masih dalam duda talak raj‟i melakukan konsultasi kepada pihak KUA Bangkalan terkait penolakan menikah di KUA sidorejo salatiga yang mengacu surat edaran tersebut karena masih terhalang masa Iddah mantan istrinya yaitu Rusmilah binti Abd. Salam, dalam akta cerai putusan talak raj‟i 20 April 2016 tentuya masa

Iddahnya habis 20 Juli 2016 sedangkan Agung Widyanto bin Masdjudi dan

(59)

44

landasan untuk berhati-hati dalam menikahkan seseorang tentunya dari syarat dan rukunnya menikah dan rujuk.

1. Prosedur Rujuk di KUA Proses pencatatan rujuk adalah sebagai berikut :

Orang yang akan rujuk, harus datang bersama istrinya ke Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri, dengan membawa dan menyerahkan surat-surat sebagai berikut :

a. Foto Copy KTP dan Kartu Keluarga (KK) masing-masing 1 (satu) lembar.

b. Surat Keterangan untuk rujuk dari Kepala Desa/Lurah tempat berdomisili (blanko model R1).

c. Akta Cerai asli beserta lampiran putusan dari Pengadilan Agama.

2. Sebelum rujuk dicatat akan diperiksa terlebih dahulu :

a. Apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat rujuk. b. Apakah rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam masa iddah talak

raj‟i.

(60)

45

C. GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA BANGKALAN

MADURA JAWA TIMUR

Sekilas Tentang Pengadilan Agama Bangkalan Madura Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaaan Kehakiman menyebutkan bahwa tugas pokok Pengadilan (termasuk Pengadilan Agama Bangkalan) adalah menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Untuk dapat terselenggaranya tugas-tugas tersebut Pengadilan Agama Bangkalan menerapkanbeberapaKebijakanUmumPeradilan, antaralain:

1. Meningkatkanpelayananpenerimaanperkarakepadapencarikeadilansehin ggadapatmewujudkanpelayananprima.

(61)

46

1. Staatsblad 1941 Nomor 44 tetang Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB=HIR) jo. Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura.

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

5. Undang-Undang.Nomor.3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang.No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo Undang Undang No.50 Tahun 2009

7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, jo. Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977.

(62)

47

45 Tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Surat Edaran Ketua Mahkamah agung R.I. Nomor 10 Tahun 1983.

11. Keputusan Ketua MARI No.KMA/032/SK/IV/06 tentang pemberlakuan buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.

12. Keputusan Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor : KMA/004/SK/II/1992 tanggal 24 Pebruari 1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama

13. Keputusan Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor : KMA/006/SK/III/1994 tentang Pengawasan dan Evaluasi atas Hasil Pengawasan oleh Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama.

14. Peraturan MARI No.02 tahun 2009 tentang biaya proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya pada MA dan Badan Peradilan yang berada di daerahnya.

15. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian jo. Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian;

16. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;

(63)

48

18. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 19. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan

dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;

24. Keputusan Presiden R.I. Nomor 89 Tahun 2001 tentang Tunjangan Hakim; 25. Keputusan Presiden R.I. Nomor 130 Tahun 2001 tentang Tunjangan

Jabatan Fungsional Jurusita dan Jurusita Pengganti;

26. Keputusan Ketua Mahkamah Agung R.I. Nomor KMA/006/SK/III/1994 tentang Pengawasan dan Evaluasi atas Hasil Pengawasan oleh Pengadilan Tingkat Banding dan Pengadilan Tingkat Pertama;

27. Peraturan Presiden R.I. Nomor 19 Tahun 2008 tentang Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya;

(64)

49

29. Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 53 Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya.

Kebijakaninidilakukandalamrangkamelaksanakantugas di Jl. Soekarno Hatta No. 19 Telp/Fax.(031) 3095582 Bangkalan Madura Jawa Timur 69116, wilayahhukumPengadilan Agama Bangkalan yang meliputi 18 Kecamatan yang terdiri dari 279 Desa/ Kelurahan.

a. VISI DAN MISI

Visi Pengadilan Agama Bangkalan mengacu pada visi Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaiu puncak kekuasaan kehakiman di negara Indonesia yaitu "Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang

Agung‟‟.Untuk mencapai visi tersebut diatas ditetapkan misi-misi sebagai

berikut:

1) Meningkatkan profesionalisme aparatur peradilan agama; 2) Mewujudkan manajemen Peradilan Agama yang modern;

3) Meningkatkan kualitas sistem pemberkasan perkara kasasi dan PK; 4) Meningkatkan Kajian syariah sebagai sumber hukum materi

peradilan Agama. b. RENCANA STRATEGIK

Dalam upaya mendukung dan merealisasikan Visi dan Misi tersebut diatas Pengadilan Agama Bangkalan mempunyai beberapa Rencana Strategik dalam menghadapi tahun 2012, antara lain:

(65)

50

a. Penyelesaian perkara tahun 2012 dan sisa perkara tahun 2011 b. Meningkatkan terciptanya pelayanan administrasi perkara sesuai

dengan pola Bindalmin 2. Bidang Kepaniteraan

a. Meningkatkan tertib administrasi perkara sesuai dengan pola Bindalmin

b. Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM PaniteraPengganti yang produktif

c. Meningkatkan penyampaian pemanggilan kepada para pihak yang mencari keadilan

d. Meningkatkan arsiparis secara dinamis.

(66)

51

D. Pendapat Pengadilan Agama Bangkalan Atas Surat Edaran Direktur

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam (DITBINBAPERA)

No. DIV/E.D/17/1979

1. Pengadilan Agama Bangkalan oleh Umi Sangadah, S.H yang bertugas

sebagai Panitera Muda Gugatan memberikan penjelasan terkait “Surat

(67)

52

Dalam iddah wanita, laki-laki harus menafkahi atau memberikan uang tunggu seiklasnya (ngantarodhin) sama-sama ridho tidak menuntut nafkah lebih selama iddah wanita atau kurang lebih 100 Hari, dimulai saat putusan talak di tetapkan.

2. Dalam Prosedur Cerai Talak

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya :

a. 1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg. Jo. Pasal 66 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);

2. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg. Jo. Pasal 58 Undang Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2006);

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Hal inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kasus perkawinan laki-laki dalam masa Idah talak raj‟i lebih dalam dan dasar hukum kasus ini jika terjadi di

Dentro de ese marco posible de ideas o procesos políticos este trabajo abordará la temática de la memoria colectiva: no sólo sus definiciones y características, sino también la

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku pencarian informasi pemustaka pertuni dalam

1) Sarana dan Prasarana merupakan fasilitas yang menunjang pekerjaan agar semakin efisien dan efektif. 2) Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam sebuah

manual seperti melakukan pemesanan, pembayaran yang mengharuskan pelanggan datang lansung ke hotel di terapkan ke dalam sebuah sistem aplikasi berbasis web agar

1 Pembangunan jalan 1 Peningkatan Jl Ampel - Nambo 2 Rehab Jl Kaligandu - Terondol 3 Rehab Jl Heo Tarnaya 4 Rehab Jl Kasemen - Margasana 5 Rehab Jl Penancangan - Warung Jaud 6 Rehab

Pemilihan penggunaan kompos kotoran sapi dan paitan dalam usaha mencari alternatif penyedia unsur hara makro yang dibutuhkan dalam budidaya tanaman cabai keriting

iap$tiap %enis ikatan dalam molekul mempunai konstanta kekuatan ikat sendiri$sendiri, maka  %ika suatu sinar IR dengan frekuensi ang. erurutan ' kontinu) dikenakan