• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANYAKAN TANAMAN Guichenotia macrantha Turcz. SECARA KULTUR JARINGAN. II. PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PENGGANDAAN PUCUK DAN PENGAKARAN - Repository Unja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBANYAKAN TANAMAN Guichenotia macrantha Turcz. SECARA KULTUR JARINGAN. II. PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PENGGANDAAN PUCUK DAN PENGAKARAN - Repository Unja"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENASIHAT ADVISOR

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Jambi

DEWAN REDAKSI EDITORIAL BOARD

Editor

Ir. Zulkarnain, M.Hort.Sc. Anggota Redaksi Associate Editors Ir. Wilma Yunita, M.P.

Ir. Yusmairidal, M.P. Ir. Gusniwati, M.P.

Ir. Hanibal, M.P. Ir. Efneldy, M.P. Ir. Rainiyati, M.Si.

Ir. Rinaldi, M.Si. STAF TEKNISI TECHNICIANS Drs. Nazri N.Z., M.S.

Ir. Yatrofa Ir. Buhaira Dra. Arzita, M.Si. Ir. Zul Fahri Gani Elly Indra Swari, S.P.

Lizawati, S.P. DITERBITKAN OLEH

PUBLISHED BY Fakultas Pertanian

Universitas Jambi ALAMAT REDAKSI DAN PENERBIT EDITORIAL AND PUBLISHER'S ADDRESS

Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jl. Prof. DR. Sri Sudewi Masjchun Sjofwan, SH.

Telp. (0741) 63118 Fax (0741) 62774 Telanaipura - Jambi 36122

Indonesia

Dari Redaksi

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas rahmat yang telah dilimpahkan, sehingga Buletin Agronomi Universitas Jambi Volume 2 Nomor 2 periode Juli - Desember 1998 dapat direalisasikan penerbitannya.

Pada nomor yang ke-dua ini sebanyak tujuh artikel dari sebelas yang diterbitkan merupakan hasil-hasil penelitian, sedangkan sisanya adalah berupa ulas balik ilmiah. Dilihat dari komposisi bidang kajian, tujuh artikel mengkaji budidaya tanaman, lima artikel mengkaji ilmu tanah, dan satu artikel mengkaji teknologi hasil pertanian (pasca panen).

Kepada para penulis yang telah menyumbangkan artikel-artikelnya, redaksi mengucapkan terima kasih, dan kepada para calon penulis lainnya, naskah-naskah Anda senantiasa kami nantikan.

Akhirnya, redaksi mengucapkan selamat berkarya kepada para penulis yang tengah mempersiapkan bahan tulisannya, dan semoga media publikasi ilmiah ini dapat menjalankan misi ilmiahnya dengan baik.

(2)

PERBANYAKAN TANAMAN

Guichenotia macrantha

Turcz. SECARA KULTUR

JARINGAN. II. PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PENGGANDAAN

PUCUK DAN PENGAKARAN

[THE PROPAGATION OF Guichenotia macrantha Turcz. BY TISSUE CULTURE. II. THE EFFECT OF IAA AND BAP ON SHOOT MULTIPLICATION AND ROOT PROLIFERATION]

Zulkarnain.1

Abstract

An investigation to study the effect of exogenous growth regulators on Guichenotia macrantha tissue culture had been conducted at the Plant Science Laboratory, Victorian College of Agriculture and Horticulture, Melbourne, from January to October 1994. Two factors were investigated, ie. IAA (0.00, 0.57, 2.85, 5.71µm) and BAP (0.00, 2.22, 4.44, 8.88µm). The results indicated that BAP significantly increased the percentage of transferable explants and the average production of microcuttings. Meanwhile, neither IAA nor its interaction with BAP show a significant effect on these two parameters. Root proliferation occurred only on 10% of explants treated with 2.85µm IAA on the second subculture. At the rooting stage, the percentage of explants forming roots varied from 15.79 to 46.16% on either IAA and/or BAP treatments. The percentage of explants which survived acclimatisation ranged between 80 and 100%.

Key words: propagation, tissue culture, Guichenotia macrantha.

1 Staf Pengajar pada Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi Pendahuluan

'Teknik kultur jaringan' adalah teknik budidaya berbagai bagian tanaman, seperti organ, jaringan, sel, kelompok sel dan protoplas, yang dilakukan secara in vitro. Bagian-bagian tanaman tersebut, yang diistilahkan sebagai 'eksplan', dipisahkan dari lingkungan alamiahnya dan dibudidayakan pada medium buatan yang steril agar dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Street, 1973). Istilah yang lebih spesifik, 'perbanyakan mikro', ditujukan terhadap penggunaan teknik kultur jaringan dalam usaha perbanyakan tanaman secara massal di dalam wadah tembus cahaya yang aseptik (Hartmann, Kester dan Davis, 1990). Akan tetapi, di dalam prakteknya sering dijumpai bahwa kedua istilah ini digunakan secara timbal balik terhadap prosedur perbanyakan tanaman yang melibatkan kultur aseptik.

Penerapan teknik kultur jaringan pada tanaman hias berkayu telah sejak lama menjadi kajian para ahli perbanyakan tanaman maupun bagian dari

(3)

Jurnal Agronomi Universitas Jambi (1998) 2(2): 1-9

IAA and BAP terhadap perkembangan kultur, laju perbanyakandan mempelajari proses aklimatisasi plantlet di rumah kaca.

Bahan dan Metoda

Stok tanaman G. macrantha disiapkan di rumah kaca dan diberi perlakuan 0.5mg/l Benlate setiap minggu selama dua bulan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat pertumbuhan jamur dan meringankan perlakuan sterilisasi permukaan yang akan dilakukan.

Bahan eksplan yang digunakan adalah nodus tunggal yang diambil dari pucuk-pucuk muda. Potongan pucuk dengan satu nodus dicuci dengan air steril yang dilengkapi dengan 2 tetes/100ml Triton-R. Kemudian dibilas tiga kali dengan air steril masing-masing 5 menit. Selanjutnya pucuk-pucuk tersebut direndam di dalam 0.1% Na-hipoklorit selama 10 menit, lalu dibilas lagi dengan air steril seperti sebelumnya.

Di dalam Laminar Air Flow Cabinet, jaringan di kedua permukaan luka yang rusak akibat proses sterilisasi dibuang, sehingga diperoleh eksplan yang terdiri atas satu nodus dengan ukuran lebih-kurang 1cm. Segera setelah dipotong eksplan tersebut dikulturkan pada medium dasar MS padat yang sudah dilengkapi dengan perlakuan IAA (0.00, 0.57, 2.85, 5.71µm) dan BAP (0.00, 2.22, 4.44, 8.88µm), guna menginduksi pembentukan organ (organogenesis).

Subkultur-1 dilakukan 4 minggu setelah inisiasi. Pucuk-pucuk aksilar (tanpa akar) dikeluarkan dari wadahnya, lalu dipotong guna mendapatkan setek mikro (microcutting). Setek mikro tersebut selanjutnya dikulturkan pada medium segar dengan komposisi yang sama seperti sebelumnya.

Oleh karena pertumbuhan pucuk aksilar pada subkultur-1 ternyata lebih lambat, maka waktu yang dibutuhkan guna mendapatkan eksplan yang memenuhi syarat untuk dipindahkan pada subkultur-2 menjadi lebih lama. Untuk itu subkultur-subkultur-2 dilakukan 8 minggu setelah subkultur-1.

Induksi perakaran dilakukan pada subkultur-3. Selang waktu antara subkultur-2 dan -3 adalah 8 minggu. Media yang digunakan pada induksi perakaran adalah MS-½ tanpa zat pengatur tumbuh, namun dilengkapi dengan 1.0g/l arang aktif.

Proses pengakaran ini juga berlangsung selama 8 minggu. Plantlet yang diperoleh selanjutnya diaklimatisasikan di rumah kaca pada medium perlite+moss+kulit pinus dengan komposisi 1:1.5:4.5.

Hasil Pengamatan

Persentase eksplan layak subkultur

Eksplan layak subkultur dicirikan oleh panjang ruas 0.5cm atau lebih. Sidik ragam menunjukkan, bahwa BAP berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan layak subkultur. Namun demikian, baik IAA maupun kombinasi IAA + BAP ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Uji perbandingan berganda menggunakan Tukey's Studentisized Range Method terhadap nilai tengah rata-rata dari pengaruh IAA dan BAP pada persentase eksplan layak subkultur berturut-turut disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3.

Produksi rata-rata setek mikro

Sidik ragam terhadap data produksi rata-rata setek mikro mengungkapkan, bahwa kehadiran BAP di dalam medium kultur memberikan pengaruh yang nyata. Sebaliknya, baik IAA maupun kombinasi IAA + BAP tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata.

Uji perbandingan berganda terhadap rata-rata nilai tengah yang diperoleh disajikan pada Tabel 4, 5 dan 6.

Pembentukan akar dan aklimatisasi

Pada subkultur-2, pembentukan akar terjadi pada beberapa eksplan. Hal ini berbeda dengan fase inisiasi kultur dan subkultur-1. Namun demikian, proliferasi akar hanya terjadi pada eksplan yang diperlakukan dengan 2.85µm IAA tanpa BAP. Akar terbentuk pada 10% dari total eksplan yang dikulturkan pada perlakuan ini. Pada subkultur-3, persentase proliferasi perakaran mencapai 96.25% (Tabel 7).

(4)

Tabel 1. Pengaruh kombinasi tingkat konsentrasi IAA + BAP terhadap persentase eksplan layak subkultur (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

tanpa zat pengatur tumbuh 0.61

8.88µm BAP 0.61 2 3.05

0.57µm IAA + 8.88µm BAP 0.61 2 3.05

2.85µm IAA + 8.88µm BAP 0.61 2 3.05

5.71µm IAA 0.61 2 3.05

5.71µm IAA + 8.88µm BAP 0.61 2 3.05

0.57µm IAA 2.96 2 3.05

0.57µm IAA + 4.44µm BAP 3.95 3 3.70

2.85µm IAA + 4.44µm BAP 5.20 4 4.11

5.71µm IAA + 4.44µm BAP 5.24 5 4.39

5.71µm IAA + 2.22µm BAP 5.97 6 4.63

4.44µm BAP 5.97 7 4.81

2.85µm IAA 6.08 7 4.81

0.57µm IAA + 2.22µm BAP 6.19 8 4.97

2.85µm IAA + 2.22µm BAP 6.33 9 5.11

2.22µm BAP 6.66 10 5.23

*) 5% taraf uji

Tabel 2. Pengaruh tingkat konsentrasi IAA terhadap persentase eksplan layak subkultur (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

5.71µm IAA 2.66

0.57µm IAA 3.43 2 3.05

tanpa zat pengatur tumbuh 3.46 3 3.70

2.85µm IAA 4.55 4 4.11

*) 5% taraf uji

Tabel 3. Pengaruh tingkat konsentrasi BAP terhadap persentase eksplan layak subkultur (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

8.88µm BAP 0.61

tanpa zat pengatur tumbuh 2.52 2 3.05

4.44µm BAP 5.09 3 3.70

2.22µm BAP 6.28 4 4.11

(5)

Jurnal Agronomi Universitas Jambi (1998) 2(2): 1-9

Tabel 4. Pengaruh kombinasi tingkat konsentrasi IAA dan BAP terhadap produksi rata-rata setek mikro (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

5.71µm IAA + 8.88µm BAP 0.80

2.85µm IAA + 8.88µm BAP 0.87 2 0.68

8.88µm BAP 0.91 3 0.82

0.57µm IAA + 8.88µm BAP 0.91 3 0.82

tanpa zat pengatur tumbuh 1.02 4 0.91

5.71µm IAA 1.03 4 0.91

5.71µm IAA + 4.44µm BAP 2.04 5 0.96

0.57µm IAA + 4.44µm BAP 2.08 6 1.01

4.44µm BAP 2.12 7 1.05

2.85µm IAA 2.14 8 1.08

2.85µm IAA + 4.44µm BAP 2.16 9 1.11

5.71µm IAA + 2.22µm BAP 2.21 10 1.13

2.85µm IAA + 2.22µm BAP 2.21 11 1.16

0.57µm IAA + 2.22µm BAP 2.23 12 1.18

2.22µm BAP 2.25 12 1.18

0.57µm IAA 2.25 13 1.19

*) 5% taraf uji

Tabel 5. Pengaruh tingkat konsentrasi IAA terhadap produksi rata-rata setek mikro (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

5.71µm IAA 1.52

tanpa zat pengatur tumbuh 1.58 2 0.68

2.85µm IAA 1.84 3 0.82

0.57µm IAA 1.87 4 0.91

*) 5% taraf uji

Tabel 6. Pengaruh tingkat konsentrasi BAP terhadap produksi rata-rata setek mikro (data ditransformasi )

Perlakuan Nilai tengah Jumlah nilai tengah perlakuan Perbedaan*)

8.88µm BAP 0.87

tanpa zat pengatur tumbuh 1.61 2 0.68

4.44µm BAP 2.10 3 0.82

2.22µm BAP 2.22 4 0.91

(6)

Tabel 7. Persentase eksplan yang membetuk akar pada fase induksi perakaran akibat pengaruh 0.1% arang aktif dan penurunan konsentrasi garam makro dan mikro.

Kons. BAP Kons. IAA (µm) Total

(µm) 0.00 0.57 2.85 5.71

0.00 dikulturkan 01) 5 67 01) 72

membentuk akar 0 0 0 0 0

2.22 dikulturkan 129 88 89 69 375

membentuk akar 26 0 14 32 72

4.44 dikulturkan 50 9 27 17 103

membentuk akar 18 0 5 0 23

8.88 dikulturkan 01) 01) 01) 01) 0

membentuk akar 0 0 0 0 0

Total dikulturkan 179 102 183 86 550

membentuk akar 44 0 19 32 95

persentase 17.27

1) data tidak tersedia karena seluruh kultur pada perlakuan ini tidak layak untuk ditransplantasikan pada subkultur-2 atau -3 (fase pengakaran).

Tabel 8. Persentase plantlet hidup pada fase aklimatisasi (22 hari setelah transplantasi).

Kons. BAP Kons. IAA (µm) Total

(µm) 0.00 0.57 2.85 5.71

0.00 transplantasi 01) 02) 104) 01) 10

hidup 0 0 8 0 8

2.22 transplantasi 103) 104) 103) 103) 40

hidup 9 10 10 10 39

4.44 transplantasi 103) 02) 103) 104) 30

hidup 10 0 10 10 30

8.88 transplantasi 01) 01) 01) 01) 0

hidup 0 0 0 0 0

Total transplantasi 20 10 30 20 80

hidup 19 10 28 20 77

persentase 96.25

1) data tidak tersedia karena seluruh kultur pada perlakuan ini tidak layak untuk ditransplantasikan pada subkultur-2 atau ke-3 (fase pengakaran).

2) data tidak tersedia karena pertumbuhan plantlet tidak memuaskan selama subkultur-3 (fase pengakaran) 3) beberapa plantlet diaklimatisasikan tanpa akar

(7)

Jurnal Agronomi Universitas Jambi (1998) 2(2): 1-9

Pembahasan

Persentase eksplan layak subkultur

Hasil penelitian ini mengungkapkan, bahwa zat pengatur tumbuh merupakan suatu faktor penentu pada laju produksi eksplan layak subkultur. Beberapa peneliti terdahulu telah membuktikan peranan IAA dan BAP dalam meningkatkan dan/atau menghambat pertumbuhan eksplan pada kultur jaringan spesies tanaman lain (San-Jose dan Vietez, 1992; Lopez-Aranda et al., 1994; Pawlicki dan Welander, 1994).

Walaupun interaksi IAA + BAP tidak berpengaruh nyata, kehadiran hanya BAP di dalam medium sangat mendorong pertumbuhan kultur, dan karenanya meningkatkan jumlah eksplan layak subkultur. Namun demikian, takaran BAP tersebut harus benar-benar diperhatikan karena pada konsentrasi 8.88µm zat pengatur tumbuh ini cenderung menghambat produksi eksplan layak subkultur (Tabel 3). Data yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa perlakuan 2.22 dan 4.44µm BAP memberikan 6.28% dan 5.09% rata-rata eksplan layak subkultur. Kombinasi 2.85µm IAA + 2.22µm BAP menghasilkan persentase eksplan layak subkultur tertinggi (6.33%), diikuti oleh 0.57µm IAA + 2.22µm BAP (6.19%) (Tabel 4). Hasil ini konsisten dengan penelitian Berardi, Infante dan Neri (1993) pada kultur jaringan Pyrus calleryana, di mana laju proliferasi pucuk tertinggi dicapai pada perlakuan 4.44µm BAP; dan pucuk terpanjang diperoleh pada perlakuan 2.22µm BAP pada medium MS. Penggunaan 4.44µm BAP juga menghasilkan pucuk-pucuk yang panjang dan proliferasi yang memuaskan pada kultur jaringan Malus (Sriskandarajah et al., 1990). Proliferasi pucuk yang serupa dengan yang diperoleh pada penelitian ini juga diamati pada Cydonia oblonga (Vinterhalter dan Neskovic, 1992), di mana BAP dengan konsentrasi tinggi menghasilkan laju proliferasi yang baik, tetapi tunas-tunas yang dihasilkan mengalami vitrifikasi.

Meskipun BAP pada konsentrasi melebihi 4.44µm didapati menghambat proliferasi pucuk pada kultur jaringan G. macrantha, beberapa peneliti terdahulu melaporkan bahwa BAP pada konsentrasi di atas 4.44µm meningkatkan pertumbuhan pucuk pada Cucumis sativus, Brassica oleracea, Helianthus annuus dan Aegle marmelos (Msikita et

al., 1990; Delpiere dan Boccon-Gibod, 1992; Islam et al., 1993; Pugliesi et al., 1993).

Peningkatan proliferasi pucuk sebagai akibat hadirnya BAP di dalam medium kultur dinyatakan oleh Dodds dan Roberts (1985) sebagai konsekuensi dari meningkatnya pembelahan sel pada jaringan yang dikulturkan. Meningkatnya pembelahan sel mengakibatkan jumlah sel meningkat pula yang pada akhirnya menambah ukuran jaringan atau organ.

Produksi setek mikro

Walaupun sidik ragam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, baik pada perlakuan IAA maupun interaksi IAA + BAP, kehadiran BAP tanpa IAA di dalam medium kultur memperlihatkan pengaruh yang nyata pada produksi rata-rata setek mikro.

Tabel 6 menunjukkan produksi rata-rata setek mikro yang tinggi diperoleh pada perlakuan 2.22 dan 4.44µm BAP (berturut-turut 2.22 dan 2.10 setek per eksplan). Hasil ini berbeda nyata dengan jumlah setek mikro pada pemberian 8.88µm BAP dan perlakuan medium tanpa zat pengatur tumbuh (kontrol) , yang menghasilkan berturut-turut 0.87 dan 1.61 setek per eksplan. Kombinasi 2.22µm BAP plus semua takaran IAA menghasilkan produksi rata-rata setek mikro 2.21 - 2.23 setek per eksplan (Tabel 4).

(8)

Pembentukan akar dan aklimatisasi

Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pengakaran in vitro pada G. macrantha hanya terlihat pada 10% dari eksplan yang diperlakukan dengan 2.85µm IAA pada subkultur-2. Proliferasi akar juga diamati pada beberapa eksplan yang dikulturkan pada medium yang dilengkapi dengan 1.0g/l arang aktif tanpa zat pengatur tumbuh pada fase pengakaran. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perkembangan tunas yang aktif tumbuh sehingga menekan proliferasi akar. Penemuan ini mengungkapkan, bahwa pembentukan akar padakultur jaringan G. macrantha nampaknya tergantung pada pertumbuhan pucuk terminal. Penelitian ini konsisten dengan kultur in vitro Acer saccharinum (Marks dan Simpson, 1994), di mana kultur pucuk aksilar yang telah membentuk tunas terminal terbukti sulit berakar.

Anderson (1980) menemukan, bahwa penambahan adsorbent seperti arang aktif ke dalam medium terbukti bermanfaat pada induksi perakaran pada Rubus occidentalis dan Vaccinium corymbosum. Namun arang aktif tidak secara nyata mempengaruhi pembentukan akar pada kultur jaringan G. macrantha. Tabel 7 memperlihatkan, bahwa sebagian besar eksplan yang berasal dari masing-masing perlakuan zat pengatur tumbuh tidak membentuk akar ketika disubkulturkan pada medium MS½ yang dilengkapi dengan 1.0g/l arang aktif. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Berardi, Infante dan Neri (1993) pada kultur jaringan Pyrus calleryana, di mana kehadiran arang aktif di dalam medium kultur tidak secara nyata mempengaruhi pembentukan akar pada tanaman ini. Akan tetapi, selama fase aklimatisasi jumlah setek mikro yang berakar mengalami peningkatan. Hasil ini juga serupa dengan yang diperoleh pada kultur jaringan G. macrantha, di mana 80 - 100 persen plantlet yang ditransplantasikan tanpa sistem perakaran mampu bertahan hidup pada fase aklimatisasi.

Pada fase aklimatisasi, Samartin (1991) menemukan, bahwa campuran pasir halus dan gambut sebagai substrat memberikan hasil yang memuaskan pada transplantasi plantlet Camelia sansaqua. Selanjutnya Ma et al. (1992) menganjurkan penggunaan vermikulit pada aklimatisasi plantlet Ribes nigrum. Hasil pada penelitian ini mengungkapkan, bahwa campuran perlite + moss + kulit pinus dengan komposisi

1:1.5:4.5 dapat meningkatkan keberhasilan aklimatisasi, yakni 96.25 persen (Tabel 8). Hal ini dikarenakan campuran ini memiliki kelebihan dapat menjaga kestabilan kelembaban, suhu dan aerasi.

Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perbanyakan massal tanaman G. macrantha

melalui kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan eksplan nodus tunggal.

2. Kehadiran zat pengatur tumbuh di dalam medium kultur, terutama BAP pada konsentrasi 2.22µm, sangat meningkatkan laju perbanyakan, sedangkan IAA tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kombinasi terbaik dari kedua zat pengatur tumbuh ini yang menghasilkan pertumbuhan yang memuaskan pada kultur jaringan G. macrantha adalah 0.57µm IAA + 2.22µm BAP.

3. Pemberian 1.0g/l arang aktif pada medium MS½ tidak efektif untuk mendorong pembentukan akar pada setek mikro G. macrantha yang diperoleh secara in vitro.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Australian International Development Assistance Bureau (AIDAB) atas beasiswa yang diberikan dan kepada Dr. James Will dari Victorian College of Agriculture and Horticulture (VCAH), Burnley Campus, Melbourne atas dukungan laboratorium dan sarana penelitian yang disediakan.

Daftar Pustaka

Anderson, C.W. 1980. Mass propagation by tissue culture: principles and techniques, pp. 1 - 10. In: Proceedings of the Conference on Nursery Production of Fruit Plants through Tissue Culture - Application and Feasibility. April 21-22, 1980, Beltsville, Maryland.

(9)

Jurnal Agronomi Universitas Jambi (1998) 2(2): 1-9

for rapid propagation of some budded rose varieties. Indian Journal of Horticulture, 41, 1-7.

Berardi, G., Infante, R. and Neri, D. 1993. Micropropagation of Pyrus calleryana Dcn. from seedlings. Scientia Horticulturae, 56, 157-165.

Berrios, J.G. and Economou, A.S. 1991. Study of the efficiency of Gardenia shoot formation in vitro. Acta Horticulturae, 300, 51-57.

Blazich, F.A. and Acedo, J.R. 1988. Micropropagation of flame azalea. Journal of Environmental Horticulture, 6, 45-47.

Burger, D.W., Liu, L., Zary, K.W. and Lee, C.I. Organogenesis and plant regeneration from immature embryos of Rosa hybrida L. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 21, 147-152. Dash, S.N. and Singhsamant, P.K. 1990 Induction

of plantlets and callus from shoot-tips of Petunia hybrida cultured in vitro. Orissa Journal of Horticulture, 18, 65-69.

Delpiere, N. and Boccon-Gibod. 1992. An extensive hairy root production precede shoot regeneration in protoplast derived calli of cauliflower (Brassica oleracea var. botrytis). Plant Cell Reports, 11, 351-354.

Dimasi-Theriou, K., Economou, A.S. and Sfakiotakis, E.M. 1992. Promotion of Petunia (Petunia hybrida L.) regeneration in vitro by ethylene. Plant Cell, Tissue and Organ Culture, 32, 219-225.

Dodds, J.H. and Roberts, L.W. 1985. Experiments in plant tissue culture (2nd edition). Cambridge

University Press, New York.

Hartmann, H.T., Kester, D.E. and Davis Jr., F.T. 1990. Plant propagation: principles and practices. Prentice-Hall International, Inc., Englewood Clifts, New Jersey. excised leaf explants of in vitro grown seedlings of Aegle marmelos Corr. Journal of Horticultural Science, 68, 495-498.

Aranda, J.M., Pliego-Alfaro, F., Lopez-Navidad, I. and Barcelo-Munoz, M. 1994.

Micropropagation of strawberry (Fragaria x ananasa Duch.). Effect of mineral salts, benzyladenine levels and number of subcultures on the in vitro and field behaviour of the obtained microplants and the fruiting capacity of their progeny. Journal of Horticultural Science, 69, 625-637. affecting shoot development in apically dormant Acer cultivars in vitro. Journal of Horticultural Science, 69, 543-551.

Msikita, W., Skirvin, R.M., Juvik, J.A., Splittstoesser, W.E. and Ali, N. 1990. Regeneration and flowering in vitro of 'Burpless Hybrid' cucumber cultured from excised seed. HortScience, 25, 474-477.

Panda, N., Debata, B.K. and Das, P. 1989. In vitro regeneration of Mussaenda erythrophylla cvs. 'Queen Sirikit' and 'Rosea' from callus cultures. Orissa Journal of Horticulture 17, 18-22.

Pawlicki, N. and Welander, M. 1994. Adventitious shoot regeneration from leaf segments of in vitro cultured shoots of the apple rootstock Jork 9. Journal of Horticultural Science, 69, 687-696. Pugliesi, C., Megale, P., Cecconi, F. and Baroncelli,

S. 1993. Organogenesis and embryogenesis in Helianthus tuberosus and in the interspecific hybrid Helianthus annuus x Helianthus tuberosus. Plant Cell Tissue Organ Culture, 33, 187-193.

Samartin, A. 1991. Potential for large scale in vitro propagation of Camellia sansaqua Thunb. Journal of Horticultural Science, 67, 211-217. San-Jose, M.C. and Vieitez, A.M. 1992.

(10)

Sriskandarajah, S., Skirvin, R.M., Abu-Qaoud, H. and Korban, S.S. 1990. Factors involved in shoot elongation and growth of adventitious and axil-lary shoots of three apple scion cultivars in vitro. Journal of Horticultural Science, 65, 113-121. Steffen, J.D., Sachs, R.M. and Hackett, W.P. 1988.

Bougainvillea inflorescence meristem development: comparative action of GA3 in

vivo and in vitro. American Journal of Botany, 75, 1225-1227.

Street, H.E. 1973. Plant tissue and cell culture. Blackwell Science, Oxford, London.

Gambar

Tabel 3. Pengaruh tingkat konsentrasi BAP terhadap persentase eksplan layak subkultur (data ditransformasi )
Tabel 6. Pengaruh tingkat konsentrasi BAP terhadap produksi rata-rata setek mikro (data ditransformasi )
Tabel 7. Persentase eksplan yang membetuk akar pada fase induksi perakaran akibat pengaruh 0.1% arang aktif dan penurunan konsentrasi garam makro dan mikro

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti lebih mendalam tentang bagaimana pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, lingkungan kerja dan

Hasil studi ini adalah penggantian nazhir perseorangan kepada badan hukum mengacu kepada kemaslahatan umum yaitu penertiban aset wakaf yang dimiliki oleh badan hukum itu sendiri

1 Saya tidak keberatan untuk beralih ke e-commerce lain jika memiliki fungsionalitas yang lebih baik 2 Saya berniat untuk meningkatkan penggunaan e-.. commerce di

waktu 3 hari dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. di Sumolepen kelurahan Balongsari

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan, kebijakan dividen, umur suatu perusahaan, dewan komisaris independen, dan

Tabel 3.14 Perincian jawaban pertanyaan nomor delapan kuesioner untuk responden nonpengurus

Pelaksanaan praktik sidang keliling kaitannya dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan perkara perceraian di Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes ... Faktor pengahambat

Pembahasannya berupa cara kerja dan isi dari program yang ada pada aplikasi tersebut, dengan judul “Detektor Posisi Kendaraan bermotor dengan sensor GPS dan Aplikasi