KARYA AKHIR
ANALISIS EKSPRESI Cdk6 DAN Ki-67 PADA NEOPLASMA
KELENJAR LIUR
Oleh:
Meyta Riniastuti, dr.
Pembimbing:
Dyah Fauziah, dr., Sp.PA (K) Alphania Rahniayu, dr., Sp.PA
Departemen / SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
ANALISIS EKSPRESI Cdk6 DAN Ki-67 PADA
NEOPLASMA KELENJAR LIUR
KARYA AKHIR
Untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis
Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Oleh:
Meyta Riniastuti, dr.
Departemen / SMF Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya akhir ini telah direvisi dan disetujui
Pembimbing 1: Pembimbing 2:
Dyah Fauziah, dr., Sp.PA(K) Alphania Rahniayu, dr., Sp.PA NIP. 19731205 200312 2 001 NIP. 19810123 200604 2 001
Mengetahui:
Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Meyta Riniastuti
NIM : 011181409
Judul Penelitian : Analisis Ekspresi Cdk6 dan Ki-67 pada Neoplasma Kelenjar Liur
Dengan ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini merupakan hasil karya sendiri dan benar keasliannya serta berasal dari data asli dan bukan hasil rekayasa. Apabila di kemudian hari penelitian ini mengandung plagiasi atau autoplagiasi atau penjiplakan atas karya orang lain, maka saya bersedia bertanggung jawab sekaligus menerima sanksi.
Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan.
Dibuat di : Surabaya
Pada tanggal : 27 Juni 2016 Yang Membuat Pernyataan
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
ANALISIS EKSPRESI Cdk6 DAN Ki-67 PADA NEOPLASMA KELENJAR LIUR
Karya akhir ini telah diujikan Pada tanggal : 9 Juni 2016
Oleh panitia penguji:
Sjahjenny Mustokoweni, dr., Sp.PA(K), MIAC Dyah Fauziah, dr., Sp.PA(K)
Anny Setijo Rahaju, dr., Sp.PA (K) DR. Willy Sandhika, dr., M.Si., Sp.PA(K)
DR. Hari Basuki N, dr., M.Kes Prof. DR. I Ketut Sudiana, M.Si
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan tuntunanNya, karya akhir dengan judul “Analisis Ekspresi Cdk6 dan Ki-67 pada Neoplasma Kelenjar Liur” ini dapat diselesaikan. Karya ini merupakan salah satu persyaratan pendidikan spesialisasi bidang Patologi Anatomi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada guru-guru dan keluarga serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga karya akhir ini dapat diselesaikan. Penuh rasa hormat, ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
- Dyah Fauziah, dr., Sp.PA(K) sebagai pembimbing dan Ketua Program
Studi Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga atas segala bimbingan, dukungan, semangat, solusi dan petunjuknya dalam pembuatan karya akhir ini serta mencontohkan semangat dan motivasi dalam menempuh pendidikan spesialisasi.
- Alphania Rahniayu, dr., Sp.PA sebagai pembimbing kedua yang sangat
membantu dalam penelitian dan membimbing proses pembuatan karya akhir ini.
- Dr. Hari Basuki N, dr., M.Kes. sebagai pembimbing statistik yang banyak
- Sjahjenny Mustokoweni, dr., Sp.PA(K), MIAC sebagai Ketua Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan belajar ilmu patologi anatomi dan memanfaatkan fasilitas selama masa pendidikan serta selalu memberikan teladan kedisiplinan, memberikan kepercayaan, arahan, dorongan dan motivasi untuk terus belajar.
- Prof. Dr. I Ketut Sudiana, M.Si yang turut memberi arahan, saran dan
bimbingan selama penelitian dan penyusunan karya akhir ini.
- Anny Setijo Rahaju, dr., Sp.PA(K) sebagai Sekretaris Program Studi
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang membantu penulis selama masa pendidikan.
- Dr. Willy Sandhika, dr., M.Si, Sp.PA(K) sebagai koordinator ilmiah dan
penelitian dan sekretaris Program Studi Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga saat penulis memulai masa pendidikan, yang selalu mencontohkan semangat dan motivasi serta selalu memberi bimbingan dan petunjuk dalam menempuh pendidikan spesialisasi.
- Prof. Dr. Juliati Hood Alsagaff, dr., Sp.PA(K), FIAC guru besar Patologi
Anatomi yang sering membagi pengalaman dan bimbingan selama masa pendidikan.
- Prof. Dr. Endang Joewarini,dr., Sp.PA(K) sebagai guru besar Patologi
- Prof. Dr. Suhartono Taat Putra,dr., MS sebagai guru besar yang senantiasa
memberikan dorongan dan semangat untuk berpikir maju dalam ilmu pengetahuan dan mengembangkan penelitian dengan tetap memperhatikan fenomena terkini sebagai dasar acuan.
- Prof. Dr. Moh. Nasih, SE., MT., Ak., CMA sebagai Rektor Universitas
Airlangga dan Prof. Dr. H. Fasich, Apt yang merupakan rektor pada masa awal pendidikan penulis, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan spesialisasi Patologi Anatomi di Universitas Airlangga.
- Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga dan Prof. Dr. Agung Pranoto, dr., MSc, SpPD, K-EMD, FINASIM yang merupakan Dekan pada masa awal pendidikan penulis, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan spesialisasi Patologi Anatomi di Universitas Airlangga.
- Harsono, dr., sebagai Plt. direktur RSUD dr. Soetomo dan Dodo Anondo,
dr., MPH yang merupakan direktur pada masa awal pendidikan penulis, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bekerja dan belajar di dalam lingkup RSUD dr. Soetomo Surabaya.
- Etty Hary Kusumastuti, dr., Sp.PA(K) sebagai Kepala Instalasi
penulis, yang banyak membagi pengalaman dan ilmu khususnya di bidang sitologi.
- Seluruh staf pengajar Departemen Patologi Anatomi yang selalu
memberikan masukan, bimbingan dan petunjuk dalam tugas keseharian selama masa pendidikan.
- Roebijanti, dr., Sp.PA, selaku Kepala Bagian Laboratorium Patologi
Anatomi RSUD Haji Surabaya, beserta staf, atas bimbingan, petunjuk dan kerja sama yang baik khususnya selama kami menjalani putaran haji.
- Dewi Astuti Kurniawati, dr., Fibriani Dyah Sofiana, dr., Sp.PA, Erlina, dr.
Sp.PA, Aniek Meidy Utami, dr. Sp.PA dan Ayu Tyasmara Pratiwi, dr. yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk terus maju dan tidak menyerah dalam menjalani masa-masa sulit selama pendidikan serta semua rekan PPDS I Patologi Anatomi FK. UNAIR untuk dukungan, rasa persaudaraan dan kerja sama selama menjalani pendidikan.
- Seluruh karyawan Laboratorium – SMF Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas kerja sama yang baik selama ini.
- Suami tercinta Andreas Didit Mifanto dan anak terkasih Adhyatma
- Sahabat sepanjang masa: Catharine Mayung Sambo, dr., Sp.A, Nurul
Setyorini, dr., Tonny Sundjaja, dr., M.Sc dan Yuna Joy Uli Dame Hutagaol, SH serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut menyumbangkan tenaga dan saran dalam penyelesaian karya akhir ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, masukan dan saran yang berguna untuk perbaikan sangat diharapkan. Semoga karya ini bermanfaat.
Surabaya, Juni 2016
ANALYSIS OF Cdk6 AND Ki-67 EXPRESSION ON SALIVARY GLAND NEOPLASMS
Meyta Riniastuti, Dyah Fauziah, Alphania Rahniayu Department of Pathology
Universitas Airlangga / Hospital Dr.Soetomo Surabaya
ABSTRACT
Background: Tumors with broad spectrum can arise in salivary glands and giving diagnostic difficulties in some subtypes due to morphologic similarities. Immunohistocemistry studies done to differentiate between benign and malignant neoplasms of salivary glands are very few, including Cdk6 and Ki-67. Cdk6 role in tumorigenesis, halting cellular proliferation and differentiation. Ki-67 is actively expressed in cells that are proliferating, particularly neoplasms.
Objective: To analyze differences of Cdk6 and Ki-67 expression in benign and malignant salivary gland neoplasms, as well as analyzing the correlation between the Cdk6 and Ki-67expression in the salivary gland neoplasms.
Methods: This is an analytic observational study with cross sectional design. Samples were taken in proportion, each 15 samples of benign and malignant salivary gland neoplasms, derived from pathological archives during period of 1 January 2011-30 June 2013. Immunohistochemical staining with Cdk6 and ki-67 monoclonal antibody were performed. Differences in Cdk6 and Ki-67 expression of both group were analyzed using Mann Whitney. The correlation between the Ki-67 and Cdk6 expression were analyzed using Spearman.
Results: There were significant differences in the Cdk6 and Ki-67 expression between benign and malignant salivary gland neoplasms.The expressions of Ki-67 have a cut-off point of 6.50%. There was a significant correlation between Cdk6 and Ki-67 expression in the salivary gland neoplasms.
Conclusion: Cdk6 and Ki-67 can be used to distinguish between benign and malignant neoplasms of the salivary glands. There were correlation between Cdk6 and Ki-67 expression in the salivary gland neoplasms.
ANALISIS EKSPRESI Cdk6 DAN Ki-67 PADA NEOPLASMA KELENJAR LIUR
Meyta Riniastuti, Dyah Fauziah, Alphania Rahniayu Departemen Patologi Anatomi
Universitas Airlangga/RSUD Dr.Soetomo Surabaya
ABSTRAK
Latar Belakang: Neoplasma dengan berbagai spektrum dapat muncul dari kelenjar liur dan memberikan gambaran morfologi yang hampir sama pada masing-masing subtipe sehingga menimbulkan kesulitan dalam penegakkan diagnosis. Penelitian dengan imunohistokimia yang pernah dilakukan untuk membedakan neoplasma jinak dan ganas pada kelenjar liur tidak banyak, termasuk Cdk6 dan Ki-67. Peran Cdk6 dalam tumorigenesis, memutus proliferasi seluler dan diferensiasi. Ki-67 terekspresi secara aktif dalam sel yang sedang berproliferasi, terutama neoplasma.
Tujuan: Menganalisis perbedaan ekpresi Cdk6 dan Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas, serta menganalisis korelasi antara ekspresi Cdk6 dan Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur.
Metode: Jenis penelitian ini adalah obervasional analitik menggunakan rancangan
cross sectional. Sampel penelitian diambil secara proporsional masing-masing kelompok, jinak dan ganas, sejumlah 15 sampel selama periode 1 Januari 2011-30 Juni 2013. Sampel diberikan pulasan imunohistokimia dengan antibodi monoklonal Cdk6 dan Ki-67. Perbedaan ekspresi Cdk6 dan Ki-67 pada neoplasma jinak dan ganas dianalisis menggunakan uji Mann Whitney. Hubungan antara ekspresi Cdk6 dan Ki-67 dianalisis menggunakan uji Spearman.
Hasil: Ekspresi Cdk6 memiliki perbedaan bermakna antara neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas. Ekspresi Ki-67 memiliki bermakna pada neoplasma kelenjar liur yg jinak dan ganas serta memiliki nilai cut off 6,50%. Ekspresi Cdk6 dan Ki-67 memiliki hubungan yang bermakna pada neoplasma kelenjar liur.
Kesimpulan: Ekspresi Cdk6 dan Ki-67 dapat digunakan untuk membedakan neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas. Cdk6 dan Ki-67 memiliki korelasi pada neoplasma kelenjar liur.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI... v
UCAPAN TERIMA KASIH... vi
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR GAMBAR... xviii
DAFTAR SINGKATAN... xx
DAFTAR LAMPIRAN... xxi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 3
1.3.1 Tujuan umum... 3
1.3.2 Tujuan khusus... 3
1.4 Manfaat... 3
1.4.1 Manfaat akademik... 3
1.4.2 Manfaat operasional... 4
2.1 Neoplasma Kelenjar Liur.... ... 5
2.1.1 Epidemiologi... 5
2.1.2 Etiologi... 6
2.1.3 Genetik... 7
2.1.4 Histogenesis dan morfogenesis... 7
2.2 Pleomorphic Adenoma... 8
2.2.1 Epidemiologi...... 8
2.2.2 Makroskopik...... 8
2.2.3 Histopatologi... 9
2.2.4 Diagnosis banding...... 12
2.3 Mucoepidermoid Carcinoma... 12
2.3.1 Epidemiologi...... 12
2.3.2 Makroskopik...... 13
2.3.3 Histopatologi... 13
2.3.4 Diagnosis banding...... 15
2.4 Adenoid Cystic Carcinoma... 15
2.4.1 Epidemiologi...... 16
2.4.2 Makroskopik...... 16
2.4.3 Histopatologi... 16
2.4.4 Diagnosis banding...... 18
2.5 Acinic Cell Carcinoma... 18
2.5.1 Epidemiologi...... 18
2.5.3 Histopatologi... 19
2.5.4 Diagnosis banding...... 21
2.6 Peran Cdk6 dalam Neoplasma Kelenjar Liur... 21
2.7 Peran Ki-67 dalam Neoplasma Kelenjar Liur... 25
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS... 28
3.1 Kerangka Konseptual... 28
3.2 Hipotesis... 30
Bab 4 METODE PENELITIAN... 31
4.1 Rancangan Penelitian... 31
4.2 Populasi dan Besar Sampel... 31
4.3 Variabel Penelitian... 32
4.4 Batasan Operasional... 33
4.5 Cara Kerja... 34
4.6 Alur Penelitian... 35
4.7 Pengelolaan dan Analisis Data... 35
BAB 5 HASIL PENELITIAN... 37
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian... 37
5.1.1 Distribusi jenis kelamin... 37
5.1.2 Distribusi usia... 39
5.1.3 Distribusi lokasi tumor... 40
5.2 Ekspresi Cdk6 pada Tumor Kelenjar Liur Jinak dan Ganas.... 41
Kelenjar Liur... 47
BAB 6 PEMBAHASAN... 49
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian... 49
6.2 Ekspresi Cdk6 pada Tumor Kelenjar Liur Jinak dan Ganas.... 50
6.3 Ekspresi Ki-67 pada Tumor Kelenjar Liur Jinak dan Ganas.... 53
6.4 Hubungan Antara Ekspresi Ki-67 dan Cdk6 pada Tumor Kelenjar Liur... 57
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 59
7.1 Kesimpulan... 59
7.2 Saran... 59
DAFTAR PUSTAKA... 60
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Scoring yang digunakan untuk menentukkan derajat MEC... 14
Tabel 5.1 Distribusi Penderita Tumor Kelenjar Liur Berdasarkan Jenis Kelamin... 38
Tabel 5.2 Distribusi Penderita Tumor Kelenjar Liur Berdasarkan Usia... 39
Tabel 5.3 Deskripsi Usia Penderita Berdasarkan Jenis Tumor Kelenjar Liur... 39
Tabel 5.4 Distribusi Penderita Tumor Kelenjar Liur Berdasarkan Lokasi... 40
Tabel 5.5 Distribusi Skor Pulasan Cdk6 Berdasarkan Jenis Neoplasma... 41
Tabel 5.6. Analisis Ekspresi Cdk6 pada Neoplasma Kelenjar Liur Jinak dan Ganas... 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran makroskopik pleomorphic adenoma... 9
Gambar 2.2 Gambaran mikroskopik pleomorphic adenoma... 11
Gambar 2.3 Mucoepidermoid carcinoma... 15
Gambar 2.4 Adenoid cyctic carcinoma... 17
Gambar 2.5 Acinic cell carcinoma... 20
Gambar 2.6 Skema siklus sel... 22
Gambar 2.7 Perbandingan ekspresi cdk6 pada inti dan sitoplasma sel... 24
Gambar 2.8 Ekspresi cdk6 pada tumor dan kelenjar liur... 25
Gambar 3.1 Kerangka konsep... 29
Gambar 2.9 Ekspresi Ki-67 pada kelenjar liur... 27
Gambar 5.1 Distribusi penderita tumor kelenjar liur berdasarkan jenis kelamin 38 Gambar 5.2 Distribusi penderita tumor kelenjar liur berdasarkan usia... 40
Gambar 5.3 Distribusi neoplasma kelenjar liur berdasarkan lokasinya... 41
Gambar 5.4 Mean / rerata ekspresi CDk6 pada tumor kelenjar liur... 42
Gambar 5.5 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 skor 1... 43
Gambar 5.6 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 skor 2... 43
Gambar 5.7 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 skor 3... 44
Gambar 5.8 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 skor 4... 44
Gambar 5.9 Mean / rerata ekspresi Ki-67 pada tumor kelenjar liur... 45
Gambar 5.11 Ekspresi Ki-67 pada neoplasma ganas... 47
Gambar 5.12 Hubungan ekspresi Ki-67 dengan Cdk6 menggunakan uji
DAFTAR SINGKATAN
ACC : Acinic Cell Carcinoma AdCC : Adenoid Cyctic Carcinoma BMP-2 : Bone Morphogenic Protein 2 Cdk : Cyclin dependent kinase
Cip/Kip : CDK interacting protein/ Kinase inhibitory protein) CKI : Cdk Inhibitor
DNA : Deoxyribose-Nucleic Acid ECM : Extra Cellular Matrix HE : Hematoxylin Eosin
HER-2 : Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 HIV : Human Immunodeficiancy Virus
IHC : Immunohistochemistry INK : Inhibitor of Kinase LI : Labeling Index
MEC : Mucoepidermoid Carcinoma NOS : No Other Specified
PRB : Retinoblastoma Protein rRNA : ribosomal Ribonucleic Acid SD : Standard Deviasi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran Hasil Analisis... 65
Lampiran 2. Teknik Pengecatan Hematoksilin Eosin Cara Meyer... 70
Lampiran 3. Teknik Pulasan Imunohistokimia dengan antibodi Cdk6... 71
Lampiran 4. Teknik Pulasan Imunohistokimia dengan antibodi Ki-67... 72
Lampiran 5. Data Sheet Cdk6... 73
Lampiran 6. Data Sheet Ki-67... 74
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Neoplasma pada kelenjar liur termasuk neoplasma yang jarang terjadi. Insiden per tahun dari neoplasma kelenjar liur antara 0,5 - 2 tiap 100.000 penduduk pada daerah yang berbeda di seluruh dunia (Cheuk dan Chan, 2007). Angka kejadian neoplasma kelenjar liur mayor periode tahun 2005 - 2007 di RSUD Dr. Sutomo Surabaya sebanyak 166 kasus (Rahniayu dan Fauziah, 2008).
Neoplasma kelenjar liur memiliki berbagai macam spektrum dan gambaran morfologi yang hampir sama pada masing-masing subtipe (Mills, 2010).
Penegakkan diagnosis menggunakan preparat dengan pengecatan hematoxylin-eosin (HE) masih merupakan standar baku, namun seringkali sulit untuk menegakkan diagnosis pastinya. Imunohistokimia (IHK), sangat berguna saat
diagnosis pasti sulit ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi rutin,
misalnya sifat sel dan status diferensiasi, proliferasi sel dan ekspresi protein tumor
(Nagao et al., 2012).
Penanda siklus sel yang paling sering digunakan dalam imunohistokimia adalah antibodi Ki-67 monoklonal yang aktif pada semua fase siklus sel. Ki-67 meningkat pada putaran kedua fase S, mencapai puncaknya pada fase G2 dan M dan segera menghilang setelah mitosis. Ki-67 terekspresi secara aktif dalam sel yang sedang berproliferasi, utamanya neoplasma. Imunoreaktivitasnya ditemukan memiliki hubungan yang erat dengan variabel lain dalam proliferasi sel (Slootweg, 1995; Macluskey et al., 1999).
Sangat sedikit penelitian yang menggambarkan neoplasma kelenjar liur
pada tingkat molekuler dan proliferasi sel (Pardis et al., 2004).Penelitian ekspresi
Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur belum memberikan nilai cut-off yang disepakati. Demikian juga studi mengenai ekspresi Cdk6 pada neoplasma masih
jarang dikerjakan, terlebih pada jaringan kelenjar liur. Selain itu studi tentang
ekspresi Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur belum pernah dilakukan di RSUD Dr. Soetomo. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa perlu meneliti tentang ekspresi 2 protein yang berperan dalam proliferasi sel tersebut pada neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat perbedaan ekspresi Ki-67 antara neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas?
3. Apakah terdapat hubungan antara ekspresi Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas ?
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengungkapkan peran protein Ki-67 dan Cdk6 pada jalur proliferasi neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas terutama pada kasus yang sulit agar didapatkan diagnosis yang lebih tepat.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui perbedaan ekspresi Ki-67 antara neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas
2. Mengetahui perbedaan ekspresi Cdk6 antara neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas
3. Mengetahui hubungan antara ekpresi Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas
1.4Manfaat
1.4.1 Manfaat akademik
1.4.2 Manfaat operasional
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neoplasma Kelenjar Liur 2.1.1 Epidemiologi
Neoplasma kelenjar liur adalah kasus yang jarang. Kebanyakan kasus merupakan neoplasma jinak dengan kejadian paling banyak adalah pleomorphic adenoma (sekitar 65% dari seluruh tumor) dan hanya 20% kasus keganasan. Insiden per tahun dari neoplasma kelenjar liur antara 0,5 - 2 tiap 100.000 pada daerah yang berbeda di seluruh dunia, dengan angka kejadian tertinggi di Kroasia. Di Amerika Serikat, terdapat kenaikan insiden kanker kelenjar liur. Tercatat 6,3% seluruh kanker kelenjar liur pada tahun 1974-1976 dan pada tahun 1998-1999 ada 8,1% kasus (Cheuk dan Chan, 2010, Howe et al., 2012).
Ada variasi geografi yang mempengaruhi frekuensi dari jenis tumor. Pada penelitian kasus di Denmark dan bagian Pennsylvania, sekitar 30% kasus neoplasma kelenjar liur adalah tumor Warthin, meningkat tujuh kali lipat dari frekuensi pada umumnya. Dilaporkan bahwa frekuensi mucoepidermoid carcinoma di Inggris sekitar 2,1% sementara angka kejadian di seluruh dunia sekitar 5-15%. Survey yang dilakukan pada beberapa etnis di Malaysia menunjukkan frekuensi tertinggi kasus neoplasma kelenjar liur terdapat pada etnis Melayu dibandingkan pada etnis India dan Cina (Cheuk dan Chan, 2010).
sering menderita neoplasma kelenjar liur dibanding pada laki-laki, kecuali untuk kasus tumor Warthin dan keganasan tipe high grade (Cheuk dan Chan, 2010, Bernes et al., 2005). Tumor kelenjar liur dapat terjadi baik pada kelenjar mayor maupun minor. Neoplasma kelenjar liur mayor 80% terdapat pada kelenjar parotis, sedangkan neoplasma kelenjar minor terdapat pada kelenjar palatum. Sebagai pegangan klinis praktis, kelenjar liur yang lebih kecil lebih mungkin merupakan kasus keganasan. Pada kelenjar parotis, 20-25% merupakan kasus keganasan. Sementara 40% keganasaan terjadi pada kelenjar submandibula dan lebih dari 90% keganasan pada kelenjar submandibula (Howe et al., 2012). Terdapat sekitar 80-90% keganasan dapat terjadi pada lidah, dasar mulut dan area retromolar (Bernes et al., 2005).
2.1.2 Etiologi
Faktor risiko utama yang dikenali adalah paparan radiasi seperti yang menimpa orang-orang yang selamat dari serangan bom maupun pasien yang menerima terapi radiasi. Namun tidak terdapat peningkatan risiko terhadap paparan radiasi UVB (Zarbo, 2002).
materi dari perusahaan karet dan kayu, industri metal, plumbing dan nikel juga penata rambut dan toko kosmetik. Penelitian di Swedia menyebutkan bahwa menderita Non Hodgkin’s Lymphoma meningkatkan resiko terjadinya kanker kelenjar liur empat kali lipat. Infeksi HIV juga dapat meningkatkan resiko kanker kelenjar liur (Barnes et al., 2005, Howe et al., 2012, Zarbo, 2002).
2.1.3 Genetik
Penelitian genetik telah mengidentifikasi kejadian berulang pada
pleomorphic adenoma (penyusunan kembali kromosom 8q12 dan 12q13-15),
mucoepidermoid carcinoma (translokasi kromosom 11q21 dan 19p13), adenoid cystic carcinoma (perubahan struktural atau molekular pada 6q, 8q, dan 12q) dan
salivary duct carcinoma (amplifikasi HER-2). Penelitian mengenai profil ekspresi gen menggunakan microarrays juga telah mengidentifikasi gen yang dapat memisahkan jaringan kelenjar liur jinak dengan neoplasma dan menunjukkan gambaran yang berbeda pada pleomorphic adenoma, adenoid cystic carcinoma, mucoepidermoid carcinoma, clear cell carcinoma, acinic cell carcinoma dan
salivary duct carcinoma. Namun saat ini studi molekuler belum memiliki peran yang telah ditetapkan dalam penegakkan diagnosis yang rutin (Cheuk dan Chan, 2007).
2.1.4 Histogenesis dan morfogenesis
reserve cell bagian distal dianggap sebagai sel asal suatu tumor yang memiliki ductus yang besar, dengan diferensiasi sel squamous atau mucous. Namun, konsep dan klasifikasi baru yang disusun oleh Dardick adalah tentang morfogenetik yang menghubungkan morfologi dengan diferensiasi sel yang berasal dari ekspresi gen yang berbeda pada stem sel dengan produksi matrik tumor (Zarbo, 2002).
2.2 Pleomorphic Adenoma
Pleomorphic adenoma adalah neoplasma jinak yang terdiri dari diferensiasi sel epithelial dan myoepithelial biasanya disertai adanya jaringan
mucoid, myxoid atau chondroid (Cheuk dan Chan, 2007, Barnes et al., 2005).
2.2.1 Epidemiologi
Pleomorphic adenoma adalah tumor kelenjar liur yang paling sering terjadi dan merupakan 60% dari seluruh tumor kelenjar liur. Dilaporkan, angka kejadian per tahun 2,4-3,05 per 100.000 penduduk. Usia rata-rata penderita 46 tahun, namun pada rentang usia dekade pertama sampai dekade 10 dan didominasi kaum wanita. Sekitar 80% pleomorphic adenoma tumbuh dari parotis, 10% pada kelenjar submandibular dan 10% pada kelenjar liur minor pada cavum oris, cavum nasi, dan sinus paranasal (Cheuk dan Chan, 2007; Barnes et al., 2005).
2.2.2 Makroskopik
Tumor berukuran beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berkapsul tipis dan soliter. Namun tumor intraoral yang muncul dari palatum biasanya tidak berkapsul lengkap. Permukaan irisan tampak elastis, fleshy, mucoid
tidak sempurna, tepi tumor berbatas langsung dengan jaringan kelenjar di sekitarnya (Cheuk dan Chan, 2007).
Gambar 2.1 Gambaran makroskopik pleomorphic adenoma pada kelenjar parotis, berkapsul dan permukaan pada irisan mengkilat (A); tumor berbatas tegas pada kelenjar submandibula (B) (Mills, 2010)
2.2.3 Histopatologi
Pleomorphic adenoma menunjukkan keanekaragaman morfologi yang luar biasa. Komponen pentingnya adalah kapsul, sel epitel dan mioepitel, serta elemen stroma atau mesenkimal. Kapsulnya memiliki ketebalan dan keberadaannya yang bervariasi dengan rentang ketebalan kapsul 15-1750 mm. Bila dilakukan irisan berseri akan tampak area yang kapsulnya tampak tidak utuh dan menunjukkan gambaran seperti satelit yang merupakan pertumbuhan yang berlanjut dari tumor utama dan tidak boleh dianggap sebagai suatu invasi (Cheuk dan Chan, 2007; Barnes et al., 2005).
Komponen epitelial menunjukkan bermacam-macam variasi sel, seperti
cuboidal, basaloid, squamous, spindle cell, plasmacytoid dan clear cells. Sel
mucous, sebaceous dan serous acinar dapat muncul namun jarang dijumpai. Sel-sel ini secara sitologik tampak bland dan memiliki inti bervakuol tanpa anak ini yang prominent dan sedikit mitosis. Epitel biasanya tersusun dalam lembaran atau
membentuk struktur duct-like. Duktus menunjukkan sel luminal kuboid dan mungkin terdapat lapisan abluminal sel mioepitel yang secara morfologi kadang tampak mirip dengan sel luminal atau memiliki sitoplasma jernih dan hiperkromatik serta kadang tampak inti sel yang berlekuk. Pada tumor yang kecil, gambaran ini akan menyulitkan karena mirip dengan adenoid cystic carcinoma
dan epithelial-myoepithelial carcinoma. Squamous metaplasia, kadang dengan
keratin pearl dapat ditemukan. Kadang juga didapatkan mucous metaplasia atau perubahan clear cell yang menyulitkan karena dianggap sebagai mucoepidermoid carcinoma.
Sel mioepitel dapat tersusun membentuk pola retikuler atau lembaran sel berbentuk spindle yang mungkin berbentuk palisading seperti gambaran
Gambar 2.2 Gambaran mikroskopik pleomorphic adenoma. Diferensiasi
squamous (A); Diferensiasi chondroid (B); Diferensiasi osseus (C) (Sumber: Barnes et al., 2005).
Komponen mesenchymal-like adalah mucoid/myxoid, cartilaginous atau
hyalinised dan kadang jaringan ini merupakan bagian utama tumor. Sel dengan material mucoid berasal dari mioepitel dan bagian sel-sel yang berada di tepi bercampur di sekeliling stroma. Material cartilage-like nampak seperti cartilage
2.2.4 Diagnosis banding
Diagnosis banding dari pleomorphic adenoma antara lain: Monomorphic adenoma
(misalnya basal cell adenoma, myoepithelioma), Adenoid cystic carcinoma, Polimorphic Low Grade Adenocarcinoma, Epithel-myoepithelial carcinoma,
Mucoepidermoid carcinoma, dan macam-macam mesenchymal tumor, seperti
nerve sheath tumor, smooth muscle tumor (Cheuk dan Chan, 2007).
2.3 Mucoepidermoid Carcinoma
Mucoepidermoid carcinoma adalah neoplasma ganas epitel kelenjar yang terdiri dari sel mucous, intermediate dan epidermoid dengan gambaran kolumner,
clear cell dan oncocytoid (Barnes et al., 2005).
2.3.1 Epidemiologi
2.3.2 Makroskopik
Massa bervariasi dengan permukaan halus sampai ireguler, rata-rata berukuran 3-5 cm, batas kurang tegas, berkapsul sebagian dengan konsistensi kenyal sampai keras, mungkin kistik berisi bahan mukus atau material perdarahan (Mills, 2010).
2.3.3 Histopatologi
Sesuai dengan definisinya, gambaran MEC terdiri dari berbagai tipe sel, yang paling sering adalah sel squamous, sel mucous, sel intermediate berbentuk kuboid, dan sel basaloid. Sel squamous membentuk sarang yang solid, kadang dengan keratinisasi dan intercellular bridging. Komponen ini mendominasi pada tumor derajat tinggi (high grade). Sel mucous mungkin tersebar diffuse atau melapisi ruangan kistik. Sel mucous sering mendominasi tumor derajat rendah. Jika bahan mucous keluar sampai pada jaringan kelenjar liur yang berbatasan dengan tumor, akan muncul reaksi foreign body giant cell dan mempersulit tegaknya diagnosis. Kadang MEC terdiri dari clear cell yang menyolok atau
oncocytic cell yang menyolok.
Tabel 2.1 Scoring yang digunakan untuk menentukan derajat MEC (Sumber: struktur mikrokistik, dilapisi selapis sel kolumner yang mensekresi bahan mucous. Pada beberapa area tampak ruang-ruang kistik dibatasi lekukan papiler yang dibentuk oleh sel intermediate, basaloid atau squamous. Kista-kista kecil yang bergabung menjadi besar sangat mudah ditemukan.
Lesi MEC derajat sedang biasanya ditandai dengan pertumbuhan solid dari sel squamous, intermediate, basaloid atau clear cell atau lekukan kista papiler. Variasi ukuran dan bentuk sel ganas, anak inti yang menyolok, dan banyaknya mitosis dengan mudah dikenali. Invasi yang jelas, termasuk invasi perineural yang luas, nekrosis yang fokal, peningkatan jumlah mitosis, dan gambaran pleomorfik berat menunjukkan suatu tumor derajat tinggi (Barnes et al., 2005, Mills, 2010).
Gambar 2.3 Mucoepidermoid carcinoma derajat rendah (A), derajat sedang (B), derajat tinggi (C) (Sumber: Mills, 2010).
2.3.4 Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari MEC antara lain sebaceous neoplasms, clear cell tumors dan squamous cell carcinoma. Salah satu bentuk MEC yang jarang yaitu bentuk sclerosing bisa jadi didiagnosis sebagai sialadenitis kronis. Sebelum menegakkan diagnosis primer squamous cell carcinoma pada kelenjar liur, sebaiknya harus yakin bahwa itu bukan suatu MEC atau metastatis squamous cell carcinoma (Mills, 2010).
2.4 Adenoid Cystic Carcinoma
Adenoid cystic carcinoma adalah tumor basaloid yang terdiri dari sel epitel dan myoepitel dalam susunan morfologi yang bervariasi, antara lain pola tubular,
cribiform dan solid. Tumor ini biasanya berakibat fatal (Barnes et al., 2005). B
A
2.4.1 Epidemiologi
Adenoid cystic carcinoma (AdCC) diperkirakan sekitar 10% dari seluruh tumor kelenjar liur dan paling banyak terjadi pada parotis, kelenjar liur submandibula dan minor. Tumor terjadi pada semua kelompok usia, paling banyak usia pertengahan dan lebih tua serta tidak ada predileksi jenis kelamin. (Barnes et al., 2005).
2.4.2 Makroskopik
Tumor padat, berbatas tegas tapi tidak berkapsul. Tampak kecoklatan, kenyal dengan ukuran bervariasi dan infiltratif (Barnes et al., 2005).
2.4.3 Histopatologi
Pola tubular ditandai dengan tubulus yang memanjang dilapisi selapis sel epitel ductal dikelilingi satu sampai beberapa lapis sel epitel basaloid. Stroma di sekitarnya fibrous atau hyalin. Susunan seperti ini sangat mudah didapatkan. Ruangan seperti lumen ini berisi bahan mucin atau bahan hyalin atau bahkan kosong. Pola ini sebanyak 20-30% dari seluruh kasus AdCC (Cheuk dan Chan, 2007, Mills, 2010).
Gambar 2.4 Adenoid cystic carcinoma memberi gambaran pola yang sangat bervariasi. A dan B menunjukkan pola cribiform, C menunjukkan pola tubular dan D menunjukkan pola solid (Sumber: Cheuk and Chan, 2007).
Pola solid adalah pola yang paling sedikit dan sering merupakan campuran dengan varian lain yang terdiri dari sarang-sarang sel basaloid yang solid, sering dalam storma hyalin. Secara sitologi, sel mirip bahkan identik dengan sel pada pola cribiform dan tubular. Inti sel relatif uniform, berukuran besar dengan kromatin gelap dan kasar, pleomorfik, anak inti prominent, jumlah mitosis sedikit
B A
meningkat dan biasanya didapatkan area nekrotik. Biasanya terdapat lumen true glandular (Cheuk dan Chan, 2007, Mills, 2010).
2.4.4 Diagnosis Banding
Adenoid cysytic carcinoma sulit dibedakan dari tumor kelenjar liur lain yang memiliki komponen myoepitel dan sel basal yang prominent, seperti basal cell adenoma/adenocarcinoma dan pleomorphic adenoma yang memiliki gambaran morfologi yang serupa. AdCC dibedakan dari basal cell adenoma dan
pleomorphic adenoma dengan melihat invasi tumor di sekitar parenkim atau syaraf dan biasanya menunjukkan struktur cribiform yang jelas. Namun AdCC tipe solid memberikan kesulitan yang cukup besar untuk membedakannya dari
basal cell adenoma dan pleomorphic adenoma (Cheuk dan Chan, 2007).
2.5 Acinic Cell Carcinoma
Acinic cell carcinoma adalah neoplasma epitelial yang ganas pada kelenjar liur yang merupakan salah satu dari sedikit neoplasma dengan diferensiasi sel
serous acinar yang ditandai dengan sekresi granula cytoplasmic zymogen (Barnes
et al., 2005).
2.5.1 Epidemiologi
diikuti mukosa bukal, bibir atas dan palatum (Cheuk dan Chan, 2007; Barnes et al., 2005).
2.5.2 Makroskopik
Kebanyakan ukuran terbesar tumor 1-3 cm, biasanya memiliki batas, nodul soliter, namun beberapa dengan batas tidak jelas dengan tepi tidak teratur dan atau multinoduler. Pada irisan tampak berlobus-lobus, berwarna coklat sampai merah, konsistensi bervariasi dari lunak sampai kenyal dan solid sampai kistik (Barnes et al., 2005).
2.5.3 Histopatologi
Sel tumor acinar yang klasik menyerupai elemen seluler serous pada kelenjar parotis normal bergranula halus dan sitoplasma basofilik. Jaringan tumor mungkin juga tersusun dari clear cells, sel onkositik, sel basaloid, dan sel ductal
non spesifik. Macam-macam sel ini tersusun dalam pola pertumbuhan yang bervariasi, antara lain solid, acinar, mikrokistik, kistik papiler dan folikular. Hasil akhirnya adalah suatu tumor dengan spektrum yang luas sehingga harus sangat berhati-hati agar tidak terjadi diagnosis yang berlebihan.
n
Gambar 2.5 Acinic cell carcinoma dengan clear cell (A), Acinic cell carcinoma, follicular variant ditandai dengan folikel yg berisi bahan colloid-like eosinofilik, sangat menyerupai folikel thyroid (B), Acinic cell carcinoma, papillary-cystic variant, ditandai dengan papil dan pseudopapil yang masuk ke dalam cavitas
kistik (C), Dedifferentiated acinic cell carcinoma, tampak carcinoma poorly differentiated yang diketahui bukan suatu acinic cell carcinoma namun di area lain tampak suatu acinic cell carcinoma yang khas (D) (Sumber: Cheuk and Chan, 2007)
Acinic cell carcinoma merupakan tumor yang berdiferensiasi baik dengan gambaran keganasan yang tidak terlalu jelas. Bila ditemukan inti sel yang jelas tampak pleomorfik, mitosis mudah ditemukan, atau didapatkan nekrosis maka sebaiknya dipikirkan entitas tumor yang lain. Jika hal-hal tersebut ditemukan secara fokal pada acinic cell carcinoma yang jelas, disebut area “dedifferentiation”. Dedifferentiated acinic cell carcinoma adalah tumor yang sangat agresif yang membutuhkan terapi adjuvant. Beberapa acinic cell
B A
carcinoma mengandung stroma limfoid yang menyolok dan pada sediaan yang ekstrim akan sulit dibedakan dengan suatu metastasis limfoid (Mills, 2010).
2.5.4 Diagnosis Banding
Acinic cell carcinoma memiliki diagnosis banding antara lain oncocytoma,
adenoid cystic carcinoma, adenocarcinoma NOS atau cystadenocarcinoma, jaringan kelenjar liur normal terutama dari bahan biopsi, metastasis kanker thyroid dan granula cell tumor (Cheuk dan Chan, 2007).
2.6 Peran Cdk6 dalam Neoplasma Kelenjar Liur
Proliferasi sel merupakan proses pengaturan yang sangat ketat yg melibatkan sejumlah molekul dan pathway yang saling berhubungan. Untuk memahami bagaimana sel berproliferasi selama proses regenerasi dan perbaikan, penting untuk merangkum suatu tanda penting dari siklus sel yang normal dan pengaturannya. Replikasi sel dirangsang oleh faktor pertumbuhan atau pemberi isyarat dari komponen ECM melalui integrin. Untuk mencapai replikasi dan pembelahan, sel harus melalui suatu rangkaian yang diawasi ketat yang disebut siklus sel. Siklus sel terdiri fase G1 (prasintesis), S (sintesis DNA), G2 (pramitosis)
dan M (mitosis). Gerak maju pada siklus sel, terutama pada G1/S dikendalikan
Gambar 2.6 Skema siklus sel yang menunjukkan fase-fasenya (G1, S, G2 dan M) dengan protein-protein yang mengatur progresi positif (cyclin dan cdk) dan negatifnya (p15, 16, 19, 21, 27, 53 dan 57) (Sumber: Dhulipala et al., 2006)
Pada awal fase G1, Cdk4 dan atau Cdk6 diaktifkan oleh Cyclin D. Kompleks Cdk4/6 dengan Cyclin D akan menginisiasi fosforilasi dari keluarga protein retinoblastoma (pRb). Fosforilasi Rb menyebabkan pelepasan faktor transkripsi E2F yang kemudian menghasilkan aktivasi dan transkripsi gen-gen, antara lain Cyclin tipe E dan A, yang berperan dalam siklus sel. Pada akhir fase G1, Cdk2 diaktivasi dengan cara berikatan dengan Cyclin E. Hal ini mengarahkan untuk melewati restriction point pada batas fase G1/S dan menginisiasi fase S (Satyanarayana dan Kaldis, 2009).
Kelompok protein INK4 meliputi p15, p16, p18 dan p19 dan diketahui secara aktif melawan kompleks Cyclin D/Cdk4 atau 6 dengan cara mengikat kompleks tersebut. Kelompok cip/kip terdiri dari p21, p27 dan p57 menghambat kompleks
Cyclin E/Cdk2 dan Cyclin A/Cdk2 (Sherr dan Robert, 1999; Dhulipala et al., 2006).
Penelitian yang dilakukan beberapa tahun yang lalu mengindikasikan peran Cdk6 dalam diferensiasi. Sel astrosit pada tikus berhubungan dengan dediferensiasi astrosit sampai glial progenitor-like cell. Ekspresi Cdk6 dalam sel astrosit tikus menunjukkan perubahan morfologi yang drastis dan perubahan pola ekspresi dari marker diferensiasi glia (Ericson, 2003). Penelitian lainnya mengindikasikan BMP-2 yang menstimulasi diferensiasi osteoblas dihambat oleh overekspresi Cdk6. Dalam diferensiasi osteoblas, penghambatan diferensiasi oleh ekspresi Cdk6 telah dinyatakan tidak bergantung pada perannya dalam pengaturan siklus sel karena perubahan siklus sel tidak diobservasi (Ogasawara et al., 2004).
Sedikit referensi yang bisa didapatkan mengenai peran Cdk6 dalam neoplasma kelenjar liur. Penelitian yang dilakukan oleh Pardis dan kawan-kawan tentang peran Cdk6 dalam neoplasma kelenjar liur hanya mengenai ekspresi Cdk6 bukan mekanisme kenaikan ekspresi Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur. Studi ini meneliti ekspresi marker Cdk6 baik pada inti maupun sitoplasma sel. Hasilnya,
marker ini hanya terekspresi pada sitoplasma dalam kelenjar liur normal, sedangkan pada neoplasma kelenjar liur marker Cdk6 terekspresi baik pada inti maupun sitoplasma sel. Neoplasma yang diteliti antara lain Pleomorphic adenoma, mucoepidermoid carcinoma,acinic cell carcinoma dan adenoid cystic carcinoma (Pardis et al., 2012).
Gambar 2.7 Perbandingan ekspresi Cdk6 pada inti dan sitoplasma sel (Sumber: Pardis et al., 2012).
Gambar 2.8 Ekspresi Cdk6 pada tumor dan kelenjar liur A. Ekspresi Cdk6 pada sitoplasma dalam kelenjar liur normal (400x), B. Ekspresi Cdk6 pada sitoplasma sel PA (400x), C. Ekspresi Cdk6 pada inti sel dalam PA (400x), D. Ekspresi Cdk6 pada inti dan sitoplasma sel AdCC (400x) E. Ekspresi Cdk6 pada sitoplasma dalam MEC (200x), F. Ekspresi Cdk6 pada inti sel dalam MEC (200x) (Sumber: Pardis et al., 2012).
2.7 Peran Ki-67 dalam Neoplasma Kelenjar Liur
Salah satu hal terpenting dalam mekanisme biologik onkogenesis adalah proliferasi. Ki-67 merupakan protein inti yang dikode dengan gen MKI67. Protein
B
D
E A
ini berhubungan dengan proliferasi sel dan diperlukan untuk mensintesis ribosom dalam siklus sel (Bullwinkel et al., 2006, Liu et al., 2012). Inaktivasi Ki-67 menyebabkan terhambatnya sintesis rRNA (Rahmanzadeh et al., 2007). Selama inter-phase, Ki-67 berada dalam inti sel dimana mitosis protein dibawa ke permukaan kromosom. Protein ini aktif pada semua fase dalam siklus sel (G1, S,
G2 dan mitosis) namun tidak ditemukan dalam fase istirahat (Scholzen et al.,
2000)
Proporsi kuantitatif sel dengan ekspresi Ki-67 pada inti sel merupakan suatu ukuran fraksi pertumbuhan dan karena itu menunjukkan sifat biologi yang agresif dari suatu keganasan. (Li et al., 2004) Ki-67 sangat penting untuk menetapkan prognosis tumor dan tingkat kekambuhan setelah radioterapi pada penderita adenocarcinoma (Scalzo et al., 1998).
Ki-67 telah digunakan dalam penelitian beberapa keganasan pada manusia seperti sarkoma jaringan lunak, meningioma, kanker payudara dan non-Hodgkin’s lymphoma (Ashkavandi et al., 2013). Ki-67 telah digunakan juga dalam penelitian neoplasma kelenjar liur untuk membedakan adenoma dari carcinoma, di mana indeks Ki-67 biasanya <5% pada adenoma, sedangkan pada carcinoma >10% (Cheuk dan Chan, 2007).
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Tadbir, dkk, meneliti tiga kelompok yang terdiri dari kelenjar liur normal, pleomorphic adenoma dan tumor ganas (acinic cell carcinoma dan mucoepidermoid carcinoma). Frekuensi dan presentasi ekspresi Ki-67 pada kelenjar liur normal dibandingkan dengan
ganas secara signifikan adalah rendah. Hal ini menunjukkan proliferasi yang lebih tinggi pada lesi tumor dibandingkan dengan jaringan normal, juga proliferasi yang lebih tinggi pada keganasan dibanding dengan tumor jinak (Tadbir et al., 2012).
Gambar 2.9 Ekspresi Ki-67 pada kelenjar liur. Ekspresi pada inti sel pleomorphic adenoma (A), mucoepidermoid carcinoma (B), adenoid cystic carcinoma (C) (Sumber: Ashkavandi et al., 2013).
B A
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Penjelasan kerangka konseptual :
Siklus sel dimulai dari masuknya sel dari fase G0 ke fase G1 karena adanya stimulus oleh growth faktor. Pada awal fase G1, Cdk6 diaktifkan oleh
Cyclin D. Kompleks Cdk6 dengan Cyclin D akan menginisiasi fosforilasi dari keluarga protein retinoblastoma (pRb). Fosforilasi Rb menyebabkan pelepasan faktor transkripsi E2F yang kemudian menghasilkan aktivasi dan transkripsi gen-gen, antara lain Cyclin tipe E dan A, yang berperan dalam siklus sel. Pada akhir fase G1, Cdk2 diaktivasi dengan cara berikatan dengan Cyclin E. Hal ini mengarahkan untuk melewati restriction point pada batas fase G1/S dan menginisiasi fase S (Satyanarayana dan Kaldis, 2009). Aktivitas kompleks Cyclin -Cdk pada kondisi tertentu diatur oleh beberapa macam regulator negatif yang berperan sebagai check points pada berbagai tahapan siklus sel, yaitu INK4 dan Cip/Kip untuk menghindari peningkatan proliferasi sel yang tidak diperlukan yang mungkin akan menimbulkan tumor (Dhulipala VC et al., 2006). Hal ini berarti peningkatan aktivitas cdk, dalam hal ini adalah cdk6, menimbulkan pengurangan tingkat Rb hipofosforilasi aktif yang meningkatkan proliferasi, pemendekan fase G1 dan pengurangan serum yang dibutuhkan untuk aktivitas fase S (Khleif et al., 1996).
Ki-67 berada dalam inti sel pada siklus sel fase G1, S dan G2, yaitu saat
pembelahan sel maupun pada mitosis. Marker ini segera menghilang setelah mitosis (Ashkavandi et al., 2013). Ikatan Cyclin E - Cdk2 dengan tingkatan
tertinggi berada pada saat transisi fase G1 – S dan menurun pada saat memasuki
berikatan dengan Cdk2 menggantikan Cyclin E (Dhulipala et al., 2006). Ki-67
mungkin berada di inti sel pada fase G1- S bersama dengan Cyclin E. Ekspresi Ki-67 yang positif pada inti sel menunjukkan perkiraan potensi pertumbuhan
neoplasma (Gerdes, 1990). Ekspresi yang rendah menunjukkan neoplasma jinak
dan ekspresi yang tinggi menunjukkan neoplasma yang ganas (Hollstein et al.,
1991).
3.2 Hipotesis
3.2.1 Ekspresi Cdk6 rendah pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan tinggi pada neoplasma kelenjar liur yang ganas.
3.2.2 Ekspresi Ki-67 rendah pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan tinggi pada neoplasma kelenjar liur yang ganas.
3.2.3 Terdapat hubungan positif antara ekspresi cdk6 dan Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini melakukan observasi dengan pengamatan sesaat pada variabel-variabel yang sudah terjadi. Oleh karena itu, rancangan penelitian yang digunakan merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional
dengan dua populasi.
4.2 Populasi dan Besar Sampel
1. Populasi penelitian adalah penderita neoplasma kelenjar liur yang telah didiagnosis secara histopatologi sebagai kasus pleomorphic adenoma
(neoplasma jinak) dan mucoepidermoid carcinoma, adenoid cystic carcinoma
dan acinic cell carcinoma (neoplasma ganas) di Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 1 Januari 2011 sampai 30 Juni 2015.
2. Sampel penelitian ini diambil secara proporsional yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Telah didiagnosis sebagai pleomorphic adenoma, mucoepidermoid carcinoma, adenoid cystic carcinoma dan acinic cell carcinoma secara histopatologi periode 1 Januari 2011 sampai 30 Juni 2015.
Penghitungan besar sampel menggunakan rumus sebagai berikut:
2σ2 (Z1-α + Z1-β)2
(µ1 – µ2)2
n1= besar sampel kelompok neoplasma jinak minimal
n2 = besar sampel kelompok neoplasma ganas minimal
σ = SD Ki-67 = 19,49 (Ashkavandi et al., 2013)
µ1 = mean Ki-67 pada neoplasma ganas = 21,82 (Ashkavandi et al., 2013)
µ2 = mean Ki-67 pada neoplasma jinak = 1,73 (Ashkavandi et al., 2013)
α = 0,05 Z1-α = 1,645
β = 0,2 Z1-β = 0,842(Dahlan, 2009)
Besar sampel minimal = 11,6 dibulat menjadi 12.
Untuk mengantisipasi preparat yang tidak representatif, dilakukan koreksi sebesar 20%, sehingga diperlukan sampel sebesar 15 untuk masing-masing kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara proposional. Kelompok neoplasma jinak seluruhnya adalah pleomorphic adenoma (PA) sebanyak 15 kasus dan kelompok neoplasma ganas sebanyak 15 yang terdiri dari:
1. Mucoepidermoid carcinoma (MEC) sebanyak 5 kasus 2. Adenoid cystic carcinoma (AdCC) sebanyak 7 kasus 3. Acinic cell carcinoma (ACC) sebanyak 3 kasus
4.3Variabel Penelitian
a. Variable bebas : ekspresi Cdk6, ekspresi Ki-67 b. Variabel tergantung : neoplasma jinak, neoplasma ganas
4.4Batasan Operasional 4.4.1 Jenis Neoplasma
a. Neoplasma jinak pada penelitian ini adalah jaringan pada blok parafin yang memiliki kriteria morfologi suatu pleomorphic adenoma.
b. Neoplasma ganas pada penelitian ini adalah jaringan pada blok parafin yang memiliki kriteria morfologi suatu Mucoepidermoid carcinoma, Adenoid cyst carcinoma dan Acinic cell carcinoma
4.4.2 Ekspresi Cdk6
Ekspresi Cdk6 adalah jumlah sel neoplasma yang memberi reaksi positif terhadap antibodi anti-Cdk6 (Santa Cruz Biotechnology, SD-7961, pengenceran 1:100). Ekpresi dinilai positif bila terpulas warna coklat pada sitoplasma dan inti sel neoplasma, dihitung persentase sel yang terpulas positif dari 1000 sel neoplasma dilihat dengan mikroskop binokuler dengan pembesaran 400x. Hasil pengukuran dinyatakan dalam persen (%) dan diberikan skor dengan kategori sebagai berikut (Wang et al., 2012) : 0 : bila tidak ada sel neoplasma yang terpulas coklat
1 : bila Cdk6 terpulas pada sitoplasma dan inti sebanyak 1 – 25% 2 : bila Cdk6 terpulas pada sitoplasma dan inti sebanyak 26 – 50% 3 : bila Cdk6 terpulas pada sitoplasma dan inti sebanyak 51 - 75% 4 : bila Cdk6 terpulas coklat sitoplasma dan inti sebanyak 76 - 100%
4.4.3 Ekspresi Ki-67
rabbit monoclonal antibody, clone SPG, Biocare, The Netherland, pengenceran 1:50). Ekpresi dinilai positif bila terpulas warna coklat pada inti sel tumor, dihitung persentase sel yang terpulas positif dari 1000 inti sel tumor pada area yang paling banyak terpulas coklat, dilihat dengan mikroskop yang menggunakan graticulae dengan pembesaran 400x. Persentase sel tumor yang positif per 1000 sel tumor disebut sebagai
labeling index (LI) (Tadbir et al., 2012, Ashkavandi et al., 2013), dihitung dengan rumus:
Ki-67 (LI) = Jumlah inti yang terpulas positif x 100% 1000
4.5Cara Kerja
1. Menghubungi bagian yang terkait, yaitu Laboratorium Patologi divisi histopatologi serta imunohistokimia RSUD Dr. Soetomo.
2. Mengumpulkan arsip formulir pemeriksaan Patologi Anatomi sesuai nomor pemeriksaan histopatologi kasus neoplasma kelenjar liur di Laboratorium Patologi RSUD Dr. Soetomo, dilakukan sampling pada kasus yang memenuhi kriteria inklusi.
3. Mengumpulkan slide pulasan HE dari kasus neoplasma kelenjar liur lalu dilakukan review preparat oleh 2 orang ahli patologi untuk memilih slide
yang memenuhi kriteria inklusi.
5. Melakukan pulasan imunohistokimia dengan antibodi Cdk6 dan Ki-67. 6. Menilai ekspresi Cdk6 dan Ki-67 sesuai dengan kriteria yang tertera pada
batasan operasional. 7. Melakukan analisis data.
4.6Alur Penelitian
4.7Pengelolaan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan SPSS for window 21.0. Perbedaan ekspresi Cdk6 dan Ki-67 antara neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas dianalisis dengan uji statistik MannWhitney. Ekspresi Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur dicari nilai cut-off dengan menggunakan analisis
Pengumpulan nomor sediaan pleomorphic adenoma, mucoepidermoid carcinoma, adenoid cystic carcinoma, acinic cell carcinoma periode
1 Januari 2011 – 30 Juni 2015
Pengumpulan sediaan pulasan HE, dilakukan review dan pengumpulkan blok parafin Pemotongan blok
parafin < 4 mikron
Pulasan imunohistokimia dengan antibodi anti-Cdk6 dan antibodi anti Ki-67
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menilai perbedaan ekspresi protein Ki-67 dan Cdk6 antara neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas. Hubungan antara ekspresi protein Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas juga dinilai pada penelitian ini. Data demografi yang tercatat pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin penderita dan lokasi neoplasma. Variabel penelitian yang dinilai adalah ekspresi protein Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas.
Sampel diambil dari blok parafin yang tersimpan di Instalasi Patologi Anatomi FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya selama rentang 1 Januari 2011 sampai Juni 2015 sebanyak 147. Berdasarkan kepentingan statistik dilakukan penghitungan melalui rumus mencari besar sampel dan diperoleh 23,2 sampel, lalu dibulatkan sehingga keseluruhan sampel berjumlah 30, terdiri dari 15 sampel neoplasma jinak yaitu pleomorphic adenoma (PA) dan 15 sampel neoplasma ganas yang terdiri dari 5 sampel mucoepidermoid carcinoma (MEC), 7 sampel
adenoid cystic carcinoma (AdCC) dan 3 sampel acinic carcinoma (ACC).
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian 5.1.1 Distribusi jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Penderita Tumor Kelenjar Liur Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis Tumor Kelenjar Liur Total
Jinak Ganas
Laki-laki 5 (33,3%) 6 (40,0%) 11 (36,7%)
Perempuan 10 (66,7%) 9 (60,0%) 19 (63,3%)
Total 15 (100,0%) 15 (100,0%) 30 (100,0%)
Chi Square p = 1,000
Tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin antara penderita neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas (p>0,05).
Bila dibuat dalam bentuk grafik, gambaran distribusi jenis kelamin penderita akan tampak sebagai berikut :
5.1.2 Distribusi usia
Data usia yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan penderita termuda berusia 15 tahun dan tertua 73 tahun. Rata-rata usia penderita neoplasma kelenjar liur dalam penelitian ini adalah 47,23 tahun ± 14,41 tahun. Tidak didapatkan perbedaan usia antara penderita neoplasma kelenjar liur jinak dengan penderita neoplasma kelenjar liur ganas (p>0,05).
Tabel 5.2 Deskripsi Usia Penderita Berdasarkan Jenis Neoplasma Kelenjar Liur Jenis tumor
Untuk memudahkan pengamatan, dilakukan pengelompokan umur menjadi 7 kelompok dengan rentang 10 tahunan. Kelompok usia penderita neoplasma kelenjar liur yang paling banyak didiagnosis sebagai jinak berada pada rentang 41 – 50 tahun dan 51 – 60 tahun masing-masing sebesar 26,67%, sementara yang didiagnosis ganas paling banyak berada pada rentang 41 – 50 tahun (40%). Distribusi kelompok usia penderita neoplasma kelenjar liur dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Bila digambarkan dalam bentuk grafik, gambaran distribusi usia penderita akan tampak sebagai berikut :
Gambar 5.2 Distribusi penderita neoplasma kelenjar liur berdasarkan usia.
5.1.3 Distribusi lokasi neoplasma
Sampel penelitian ini menunjukkan lokasi neoplasma yang paling sering pada neoplasma jinak adalah kelenjar liur mayor parotis dan submandibula sebanyak 86,67% sedangkan pada neoplasma ganas sebanyak 60%. Neoplasma pada kelenjar liur minor terdapat pada palatum durum, pangkal lidah, cavum nasi dan sinonasal dengan ditribusi seperti pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Distribusi Penderita Tumor Kelenjar Liur Berdasarkan Lokasi Lokasi Tumor Jenis Tumor Kelenjar Liur Total
Bila digambarkan dalam bentuk grafik, seperti tampak pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Distribusi neoplasma kelenjar liur berdasarkan lokasi.
5.2 Ekspresi Cdk6 pada Neoplasma Kelenjar Liur Jinak dan Ganas
Pada penelitian ini dinilai ekspresi Cdk6 pada sitoplasma dan inti sel neoplasma kelenjar liur baik yang jinak maupun ganas, namun setelah dilakukan pulasan ternyata Cdk6 hanya terekspresi pada sitoplasma sel neoplasma. Penilaian yang digunakan adalah penilaian semikualitatif dalam rentang skor 1 – 4. Tumor jinak kelenjar liur memiliki skor terendah 1 dan skor tertinggi 4 sedangkan neoplasma ganas memiliki skor terendah 2 dan skor tertinggi 4.
Tabel 5.5. Distribusi Skor Pulasan Cdk6 Berdasarkan Jenis Neoplasma
Tabel 5.6. Analisis Ekspresi Cdk6 pada Neoplasma Kelenjar Liur Jinak dan Ganas Median Simpangan Interkuartil Minimum Maksimum
Jinak 15 2,0 0,5 1 4 0,002*
Gambar 5.4 Distribusi ekspresi Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur berdasarkan skor.
Setelah dilakukan analisis statistik menggunakan Mann Whitney, didapatkan hasil p=0,002 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan signifikan antara ekspresi cdk6 pada neoplasma kelenjar liur yang jinak dan ganas (data pada
lampiran). Neoplasma kelenjar liur ganas memiliki ekspresi Cdk6 yang lebih tinggi dibandingkan neoplasma jinak. Ekspresi Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 5.5 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 terpulas pada sitoplasma (tanda panah) skor 1 (1% - 25%); 400X
Gambar 5.7 Neoplasma kelenjar liur dengan ekpresi Cdk6 terpulas pada sitoplasma (tanda panah) skor 3 (51% - 75%); 400X
5.3 Ekspresi Ki-67 pada Neoplasma Kelenjar Liur Jinak dan Ganas
Pada penelitian ini dinilai ekspresi Ki-67 pada inti sel neoplasma kelenjar liur baik yang jinak maupun ganas. Penilaian yang digunakan adalah penilaian kuantitatif. Nilai Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur jinak terendah adalah 0% dan yang tertinggi adalah 20% dengan nilai rerata 3,13%±4,98%. Neoplasma kelenjar liur yang ganas memiliki nilai Ki-67 terendah sebesar 8% dan tertinggi sebesar 50% dengan nilai rerata 33,73%±14,61%. Hasil tersebut dilakukan analisis ROC dan memberikan nilai cut-off sebesar 6,50%. Grafik ekspresi Ki-67 pada tumor kelenjar liur tampak pada gambar 5.9.
Gambar 5.9 Mean / rerata ekspresi Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur.
pada lampiran). Distribusi ekspresi Ki-67 berdasarkan nilai cut-off 6,50% tampak pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Distribusi Ekspresi Ki-67 Berdasarkan Nilai Cut-Off 6,50% Ekspresi Ki67
(%)
Jenis Tumor Kelenjar Liur Total
Jinak Ganas
<6,50 14 (93,3%) 0 (0,0%) 14 (46,7%)
≥6,50 1 (6,7%) 15 (100,0%) 16 (53,3%)
Total 15 (100,0%) 15 (100,0%) 30 (100,0%)
Sensitivitas = 100% Spesifisitas = 93,3% Akurasi = 96,7%
Ekspresi Ki-67 pada neoplasma kelenjar liur dapat dilihat pada gambar berikut ini
Gambar 5.10 Ekspresi Ki-67 pada neoplasma jinak (pleomorphic adenoma); dengan pengecatan HE, 40X (A); dengan pulasan Ki-67 menunjukkan ekpresi yang rendah (tanda panah), 400x (B).
Gambar 5.11 Ekspresi Ki-67 pada neoplasma ganas (adenoid cystic carcinoma); dengan pengecatan HE, 100X (A); dengan pulasan Ki-67 menunjukkan ekpresi yang tinggi (tanda panah), 400x (B).
5.4 Hubungan Antara Ekspresi Ki-67 dan Cdk6 pada Neoplasma Kelenjar Liur
Hubungan antara ekspresi Ki-67 dan Cdk6 pada neoplasma kelenjar liur baik yang jinak maupun yang ganas menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil uji ini menunjukkan adanya hubungan positif antara ekspresi Cdk6 dengan ekspresi Ki67 pada neoplasma kelenjar liur (rs=0,519, p=0,003). Semakin tinggi
ekspresi Cdk6, semakin tinggi pula ekspresi Ki67 dan sebaliknya. Hubungan ekspresi Ki-67 dengan Cdk6 tampak pada gambar 5.12.
Gambar 5.12 Hubungan ekspresi Ki-67 dengan Cdk6 menggunakan uji korelasi
Spearman.
0 10 20 30 40 50 60
0 1 2 3 4 5
Ki
-67
(%)
Cdk6 (skor)
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 30 pasien yang terbagi menjadi 15 sampel untuk kasus neoplasma kelenjar liur jinak dan 15 sampel untuk kasus neoplasma kelenjar liur ganas. Usia sampel termuda penelitian ini adalah 15 tahun sedangkan usia tertua 73 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada usia penderita neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas. Usia rata-rata penderita neoplasma kelenjar liur adalah 47,23 tahun dengan standar deviasi 14,41 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa usia rata-rata sampel penelitian neoplasma kelenjar liur jinak dan ganas adalah sebesar 49,1 tahun (Askhavandi et al., 2013; Tadbir et al., 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Evenson juga menyebutkan usia rata-rata penderita neoplasma kelenjar liur jinak maupun ganas adalah 46 dan 47 tahun (Evenson et al., 2005).
rekan-rekannya (2014) yang menyebutkan bahwa baik neoplasma jinak maupun ganas lebih banyak terjadi pada kelenjar liur mayor daripada kelenjar liur minor. Evenson dan rekan-rekannya (2005) juga menyebutkan hal yang sama dalam literatur yang mereka susun.
6.2 Ekspresi Cdk6 pada Neoplasma Kelenjar Liur Jinak dan Ganas
Proliferasi sel eukariotik, terutama mamalia, dikontrol oleh Cyclin, Cyclin dependent kinases (Cdk) dan Cdk inhibitor pada poin spesifik dalam siklus sel terutama pada fase G1 ke S dan G2 ke transisi M (Wang et al., 2004). Fase G1 ke S dikendalikan suatu mekanisme yang kompleks yang melibatkan setidaknya tiga tipe Cdk, di antaranya Cdk2, Cdk4 dan Cdk6 yang memegang peranan penting (Malumbres, 2005; Sherr, 1999).
Cyclin dependent kinase (Cdk) adalah bagian dari kelompok protein kinase yang awalnya diketahui fungsinya sebagai pengatur siklus sel. Cdk merupakan protein yang kecil dengan berat molekul 34 – 40 kDa (Morgan, 2007). Protein ini berikatan dengan Cyclin yang merupakan pengatur protein dan memiliki protein kinasik yang ringan. Kompleks Cyclin-Cdk yang memiliki peran kinasik yang aktif (Satyanarayana, 2009).
atau Cdk6 pada kanker jarang terjadi, sering didapati disregulasi Cdk4 dan Cdk6 baik berupa peningkatan fungsi atau hilangnya inhibisi (Huang et al., 2014).
Baik Cyclin D1 maupun Cdk4 memiliki peran dalam tumorigenesis sehingga banyak penelitian dilakukan dengan fokus pada regulasi dari kompleks
Cyclin tipe D/Cdk4. Sebaliknya, kompleks Cyclin tipe D/Cdk6 sedikit diketahui regulasinya. Cdk6 pertama diidentifikasi sebagai Cdc2 kinase homolog dan kemudian diketahui berhubungan dengan Cyclin tipe D. Sebagai tambahan, penemuan terakhir menunjukkan deregulasi Cdk6 memiliki peran dalam permulaan timbulnya suatu neoplasma (Mahony D, 1998). Penelitian mengenai
Cyclin tipe D menunjukan bahwa adanya kehilangan satu tipe D (D1 atau D2 atau D3) dapat digantikan oleh Cyclin tipe D lainnya yang merupakan tipe mayoritas dalam suatu sel untuk mencegah konsekuensi yang berat pada proliferasi dan kelangsungan hidup sel tersebut. Selain itu, terdapat juga penelitian yang menyebutkan peran Cyclin D dapat digantikan oleh Cyclin E bila Cyclin D tidak ada dalam suatu siklus sel (Satyanarayana dan Kaldis, 2009). Penelitian mengenai proliferasi dengan menggunakan protein Cyclin D dikhawatirkan dapat memberikan hasil yang bias.
ganas kelenjar liur ( p < 0,05), artinya pada neoplasma kelenjar liur ganas, Cdk6 tereskpresi lebih tinggi dibanding pada neoplasma jinak.
Pardis yang meneliti ekspresi Cdk6 pada kelenjar liur menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara ekspresi Cdk6 pada sitoplasma dan inti sel tumor kelenjar liur yang jinak dan ganas (Pardis et al.,2012). Namun hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian ekspresi Cdk6 pada karsinoma buli yang dilakukan oleh Wang dan rekan-rekannya. Penelitian tersebut menyebutkan terdapat perbedaan ekspresi Cdk6 yang signifikan pada sitoplasma dan inti sel karsinoma buli invasif dibanding dengan ekspresi pada jaringan penyangganya namun tidak terdapat perbedaan ekspresi Cdk6 pada sitoplasma dan inti sel yang signifikan antara jaringan karsinoma buli superfisial dengan jaringan penyangganya (Wang et al., 2012). Penelitian yang dilakukan Kohrt (2009) menunjukkan aktivitas Cdk6 berupa pemecahan Cdk6 dalam sitoplasma. Teori pertama yang menyebutkan pemecahan Cdk6 pada sitoplasma penting untuk mengaktifkan Cdk6 pada inti sel yang kemudian akan mengatur proliferasi sel dalam hubungannya dengan proses diferensiasi. Hal ini menjelaskan semakin banyak sel-sel neoplasma yang mengekspresikan Cdk6, semakin tinggi proliferasi sel neoplasma tersebut.