SKRIPSI
KEMASAN ANTIMIKROBIA DARI KARAGINAN DAN EKSTRAK BAWANG PUTIH UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN UDANG
KUPAS REBUS
PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN
Oleh :
KIBLATIN NIHAYAH SIDOARJO – JAWA TIMUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Kiblatin Nihayah N I M : 141311133115
Tempat, tanggal lahir : Sidoarjo, 10 April 1995
Alamat : Jl. Kenongo Sari 56 Pepelegi Telp./HP : 085856797646 Judul Skripsi : Kemasan Antimikrobia dari Karaginan dan Ekstrak Bawang
Putih untuk Memperpanjang Umur Simpan Udang Kupas Rebus
Pembimbing : 1. Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. 2. Heru Pramono, S.Pi., M.Biotech.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa hasil tulisan laporan Skripsi yang saya buat adalah murni hasil karya saya sendiri (bukan plagiat) yang berasal dari Dana Penelitian : Mandiri / Proyek Dosen / Hibah / PKM (coret yang tidak perlu).
Di dalam skripsi / karya tulis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya, serta kami bersedia :
1. Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga;
2. Memberikan ijin untuk mengganti susunan penulis pada hasil tulisan skripsi / karya tulis saya ini sesuai dengan peranan pembimbing skripsi; 3. Diberikan sanksi akademik yang berlaku di Universitas Airlangga,
termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh (sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pendidikan Unair 2010/2011 Bab. XI pasal 38 – 42), apabila dikemudian hari terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain yang seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri
Demikian surat pernyataan yang saya buat ini tanpa ada unsur paksaan dari siapapun dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
SKRIPSI
KEMASAN ANTIMIKROBIA DARI KARAGINAN DAN EKSTRAK BAWANG PUTIH UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN UDANG
KUPAS REBUS
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Oleh:
KIBLATIN NIHAYAH NIM. 141311133115
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. NIP. 19690912 199702 2 001
SKRIPSI
KEMASAN ANTIMIKROBIA DARI KARAGINAN DAN EKSTRAK BAWANG PUTIH UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN UDANG
KUPAS REBUS
Oleh :
KIBLATIN NIHAYAH NIM. 141311133115
Telah diujikan pada
Tanggal : 25 April 2017
KOMISI PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP. Sekretaris : Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si. Anggota : Sudarno, Ir., M.Kes.MP.
Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP.., MP. Heru Pramono, S.Pi., M.Biotech.
RINGKASAN
KIBLATIN NIHAYAH. Kemasan Antimikrobia dari Karaginan dan Ekstrak Bawang Putih untuk Memperpanjang Umur Simpan Udang Kupas Rebus. Dosen Pembimbing Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. dan Heru Pramono, S.Pi., M.Biotech.
Udang kupas rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu produk dapat langsung dikonsumsi (ready to eat), memiliki kandungan protein yang tinggi, citarasa yang khas, dan warna yang menarik (Herliany dkk., 2013). Disisi lain, udang kupas rebus merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable foods) atau mudah dicemari bakteri pembusuk karena mengandung kadar air dan protein yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengawetan yang aman dan mampu memperpanjang masa simpan produk udang kupas rebus. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki pengemasan produk yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kemasan antimikrobia berbahan dasar karaginan dan ekstrak bawang putih serta mengetahui konsentrasi ekstrak bawang putih yang paling efektif untuk memperpanjang umur simpan udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan dalam penelitian adalah penambahan ekstrak bawang putih (0%, 0,5%, 1%, dan 1,5%) ke dalam edible coating karaginan sebagai kemasan antimikrobia pada udang kupas rebus.
SUMMARY
KIBLATIN NIHAYAH. Antimicrobial Packaging from Carrageenan and Garlic Extract to Prolong The Shelf Life of Boiled Shrimp. Academic advisors Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. and Heru Pramono, S.Pi., M.Biotech.
Boiled shrimp is a value added product because it has several advantages, the product can be directly consumed (ready to eat), has a high protein content, specific taste, and interested colour (Herliany et al., 2013). On the other hand, boiled shrimp is an easily perishable food product or is easily polluted by spoilage bacteria because it contains high water content and protein levels. Therefore, safe preservation is required and is able to prolong the shelf life of boiled shrimp products. One attempt to overcome this is to improve the packaging of products that can inhibit the growth of bacteria in boiled shrimp during storage room temperature.
This study aims to determine the effect of addition of antimicrobial packaging based on carrageenan and garlic extract and to know the concentration of garlic extract is most effective to prolong the shelf life of boiled shrimp during storage room temperature. This study used a Completely Randomized Design which consists of four treatments and five replications. The treatment in the study was the addition of garlic extract (0%, 0.5%, 1%, and 1.5%) to the carrageenan’s edible coating as antimicrobial packaging on boiled shrimp.
The results showed that the addition of garlic extract on carrageenan’s
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi tentang Kemasan Antimikrobia dari Karaginan dan Ekstrak Bawang Putih untuk Memperpanjang Umur Simpan Udang Kupas Rebus ini dapat terselesaikan. Laporan akhir ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan April 2017 dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada program studi Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga Surabaya.
Penulis berharap laporan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan Minat Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya, guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan. Akhir kata, penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan karya ilmiah ini.
Surabaya, 01 Agustus 2017
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Ibu Prof. Dr. Mirni Lamid, drh., MP., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini dengan lancar.
3. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini dengan tepat waktu.
4. Bapak Heru Pramono, S.Pi., M.Biotech. sebagai Dosen Pembimbing Serta yang juga telah memberikan arahan dan bimbingannya kepada penulis serta dukungan agar terselesaikannya penyusunan skripsi dengan tepat waktu. 5. Ibu Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., MP., Ibu Dr. Rr. Juni Triastuti, S.Pi., M.Si.,
dan Bapak Sudarno, Ir., M.Kes. sebagai Dosen Penguji pada sidang skripsi dan memberikan masukan yang membangun kepada penulis.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada penulis selama menjalani studi S1.
8. Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan dukungan finansial melalui Beasiswa Bidik Misi.
9. Saudaraku, Mbak Lailatul Maghfiroh yang selalu memberi dukungan moral,
semangat, serta do’a selama menjalani perkuliahan hingga melalui tahapan
skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana.
10.Erven, Luthfi, Mulyasari, Iswari, Virly, Belle, Desti, Ika Fitria, Mira, Pramaziyah, dan Latifah yang selalu membantu dan memberikan semangat selama menjalani penelitian hingga laporan skripsi ini terselesaikan.
11.Teman-teman minat studi Teknologi Industri Hasil Perikanan 2013 yang selalu membantu selama menjalani perkuliahan, menjalani penelitian hingga tahapan skripsi ini selesai.
III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS ... 20
5.1.1 Uji Fitokimia Ekstrak Bawang Putih ... 35
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Kandungan gizi 100 g udang rebus ... 7
2.2 Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lamda karaginan ... 13
2.3 Kandungan gizi 100 g bawang putih ... 17
5.1 Uji fitokimia ekstrak bawang putih ... 35
5.2 Hasil rata-rata jumlah total bakteri (sel/gram) udang kupas rebus 35 5.3 Hasil rata-rata jumlah pengukuran pH udang kupas rebus ... 37
5.4 Hasil rata-rata jumlah pengukuran kadar air (%) udang kupas rebus ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi udang L.vannamei ... 5
2.2 Fungsi utama edible coating ... 10
2.3 Struktur molekul berbagai jenis karaginan ... 12
2.4 Bawang putih ... 16
2.5 Perubahan kimia pada bawang putih ... 16
2.6 Ikatan kimia senyawa allicin ... 19
3.1 Kerangka konseptual penelitian ... 23
4.1 Proses pembuatan ekstrak bawang putih ... 28
4.2 Diagram alir prosedur aplikasi kemasan antimikrobia pada udang kupas rebus ... 30
4.3 Diagram alir penelitian ... 34
5.1 Nilai ALT udang kupas rebus yang dilapisi edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada suhu ruang. ... 36
5.2 Nilai pH udang kupas rebus yang dilapisi edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada suhu ruang. ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lembar penilaian sensori udang kupas rebus ... 52
2. Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan ALT ... 53
3. Analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan pH ... 58
4. Dokumentasi hasil uji fitokimia ekstrak bawang putih ... 62
5. Dokumentasi proses pembuatan ekstrak bawang putih ... 63
6. Dokumentasi proses pembuatan udang kupas rebus ... 64
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi. Data statistik menunjukkan bahwa komoditas udang memberikan kontribusi sebesar 60% dari total nilai ekspor hasil perikanan (Dahuri, 2003). Menurut Herliany dkk. (2013), udang telah diolah menjadi berbagai produk, antara lain dikeringkan, dibekukan dalam bentuk whole fresh (utuh), head-off tail on (tanpa kepala tetapi terdapat ekor), peeled (udang kupas), dan udang kupas rebus (udang masak). Udang kupas rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu produk dapat langsung dikonsumsi (ready to eat), memiliki kandungan protein yang tinggi, citarasa yang khas, dan warna yang menarik. Disisi lain, udang kupas rebus merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable foods) atau mudah dicemari bakteri pembusuk karena mengandung kadar air dan protein yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengawetan yang aman dan mampu memperpanjang masa simpan produk udang kupas rebus.
Upaya yang umumnya digunakan untuk melindungi udang dari kerusakan selama penyimpanan adalah glazing atau pemberian lapisan tipis air es. Glazing
pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi pada permukaan makanan. Senyawa antimikrobia yang digunakan berasal dari bahan pengawet alami berupa ekstrak tumbuh-tumbuhan yang dicampurkan ke dalam bahan kemasan (Maizura et al., 2008).
Bahan alami yang digunakan untuk pembuatan penyalut atau lapisan yang dapat dimakan (edible coating) adalah karaginan. Karaginan merupakan polisakarida bersulfat yang diekstrak dari rumput laut merah (Rhodophyceae). Penelitian mengenai penggunaan karaginan sebagai bahan lapisan edibel telah dilakukan oleh Mursida (2013) yang mengkaji penggunaan lapisan edibel karaginan pada ikan segar dan disimpulkan bahwa ikan segar yang diberi perlakuan lapisan edibel dari karaginan dapat mencegah terjadinya penurunan mutu.
Beberapa penelitian mengenai pengujian aplikasi antimikrobia dari bahan alami telah dilakukan, seperti tanaman rempah atau bumbu, yaitu cengkeh (Matan
Berdasarkan analisis di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kemasan antimikrobia dari karaginan dan bawang putih untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Apakah kemasan antimikrobia dari karaginan dan bawang putih berpengaruh terhadap umur simpan udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang? 2. Berapa konsentrasi ekstrak bawang putih pada kemasan antimikrobia darikaraginan yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan dapat memperpanjang umur simpan udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang?
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh penambahan kemasan antimikrobia berbahan dasar karaginan dan ekstrak bawang putih untuk memperpanjang umur simpan udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang,
1.4 Manfaat
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Udang digolongkan kedalam filum arthropoda dan merupakan filum terbesar dalam kingdom animalia (Rustiyawatie dkk., 2009). Klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menurut Wyban and Sweeney (2000) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Filum : Anthropoda Kelas : Crustacea Subkelas : Eumalacostraca Ordo : Decapoda Famili : Penaidae Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
Gambar 2.1 Morfologi udang L. vannamei (Haliman dan Adijaya, 2005)
Keterangan :
1. Kelopak Mata 7. Pleopod 13. Hepatic (Hati) 2. Antennulae 8. Rostrum 14. Cardia Cregion
3. Antenna 9. Antennal spine 15. Telson 4. Rahang Atas II 10. Supraorbital Spine 16. Uropod
5. Rahang Atas III 11. Orbital Spine
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu
exopodite dan endopodite. Seluruh tubuhnya tertutup oleh eksoskeleton yang terbuat dari bahan kitin. Tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang vannamei sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk makan, bergerak dan membenamkan diri ke dalam lumpur, menopang insang, karena struktur insang udang mirip bulu unggas serta organ sensor seperti antenna dan
antennulae (Haliman dan Adijaya, 2005).
Bagian dada udang terdapat sepasang anggota badan pada setiap ruas yang disebut pereopoda. Tiga pasang pereopoda yang berada di depan, bagian ujungnya berjepit seperti pinset yang berfungsi untuk mengambil makanan. Dua pasang pereopoda yang berada di belakang berfungsi sebagai kaki jalan dengan tampilan ujung berbentuk runcing. Bagian perut (abdomen) terdapat lima pasang kaki renang (pleopoda) yang tumbuh dari setiap ruas badan. Bagian belakang badan terdapat satu ruas terdiri dari dua pasang ekor kipas (uropoda) yang berfungsi sebagai alat gerak saat berenang. Bagian belakang ruas ekor terdapat satu ruas yang runcing ke arah belakang yang membentuk ujung ekor (telson). Bagian bawah telson terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan Takarina, 2009).
2.1.2 Komposisi Kimia Daging Udang
yang istimewa, memiliki aroma spesifik, dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Kandungan gizi udang rebus dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan gizi 100 g udang rebus
Nutrient Units Value per 100 grams
Proximates
Water g 74.33
Energy kcal 99
Protein g 23.98
Total lipid (fat) g 0.28
Carbohydrate, by difference g 0.20
Minerals
Fatty acids, total saturated g 0.056
Fatty acids, total monounsaturated g 0.048
Fatty acids, total polyunsaturated g 0.079
Fatty acids, total trans g 0.002
Cholesterol mg 189
Sumber : USDA Nation Nutrient Database for Standard Reference Release 28 (2016)
2.1.3 Kemunduran Mutu Udang
Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Menurut Karnila dkk. (2006), proses pembusukan terjadi melalui empat tahap, yaitu hyperaemia rigor mortis
autolysis bacterial decompositon. (1) Hyperaemia
hyperaemia menandakan bahwa udang memasuki fase pre-rigor setelah udang tersebut mati.
(2) Rigor mortis
Fase rigor mortis ditandai dengan mengejangnya tubuh udang setelah mati. Udang dikatakan masih sangat segar dalam fase ini. Tahapan ini ditandai oleh tubuh udang yang mengejang setelah mati akibat proses-proses biokimia yang kompleks di dalam jaringan tubuh, yang menghasilkan kontraksi dan ketegangan. (3) Bacterial decomposition
Bacterial decomposition adalah aktivitas penguraian oleh bakteri pada tahap penyimpanan yang lebih lanjut. Tahapan ini ditandai oleh tubuh udang yang mulai mengeluarkan bau busuk, daging lunak, dan warna merah sangat jelas.
2.1.4 Persyaratan Mutu dan Daya Simpan Udang
Faktor yang mempengaruhi daya awet produk yang telah dikemas adalah sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme kerusakan bahan pangan tersebut. Kadar air merupakan salah satu faktor yang menentukan daya awet dari bahan pangan karena dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia produk (Winarno, 2004). Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan produk lebih mudah mengalami kerusakan karena adanya mikroorganisme perusak yang memanfaatkan banyaknya air yang terkandung dalam produk untuk pertumbuhannya (Sakti, 2016).
2.2 Kemasan Antimikrobia
Kemasan antimikrobia merupakan salah satu jenis kemasan aktif karena bahan kemasan memiliki interaksi aktif dengan bahan yang dikemas untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan sehingga dapat mempertahankan kualitas produk. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai estetika yang dapat diterima, dan sesuai untuk sistem distribusi. Tujuan dari kemasan aktif atau interaktif adalah untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpannya. Pengemasan aktif merupakan kemasan yang mempunyai bahan penyerap oxygen scavangers
Contoh kemasan aktif adalah kemasan aktif antimikrobia film dan antimikrobia coating (edible coating) (Appendini and Hotchkiss, 2002; Warsiki dkk., 2011). Antimikrobia (AM) dapat ditambahkan dengan cara mencampurkan zat AM ke dalam bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil AM tersebut akan bermigrasi ke dalam bahan pangan (Suppakul et al., 2003; Zainab, 2009).
Edible coating didefinisikan sebagai lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan yang berfungsi sebagai barrier terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, cahaya, lipida, dan zat terlarut) atau sebagai bahan makanan aditif, serta meningkatkan penanganan suatu bahan makanan. Dengan demikian, produk makanan yang dilapis dengan pelapis edibel yang sesuai dapat terlindungi dari kerusakan sehingga masa simpannya dapat diperpanjang (Mursida, 2013). Fungsi utama
edible coating terdapat pada Gambar 2.2.
Peningkatan gaya ikat antar polimer akan menurunkan perpindahan air pada lapisan edibel terhadap gas, uap, dan porositasnya sehingga fungsi lapisan edibel sebagai penghalang masuknya uap air akan meningkat (Pramadita, 2011). Ikatan hidrogen yang terbentuk mengakibatkan meningkatnya jumlah matriks pada lapisan yang terbentuk sehingga menurunkan nilai perpindahan air terhadap lapisan edibel. Peningkatan jumlah granula padatan dalam suatu polimer akan memperkecil rongga antar sel dari gel yang terbentuk (Fennema, 1996 dalam
Saragih dkk., 2016).
Komponen edible coating dikelompokkan menjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida, dan komposit. Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible coating berupa protein atau polisakarida. Polisakarida adalah selulosa dan turunannya, pati dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karaginan, agar), gum (gum arab dan gum karaya), xanthan, kitosan, dan lain-lain (Karnila, 2013). Beberapa metode untuk aplikasi coating, antara lain metode pencelupan (dipping), pembusaan (foaming), penyemprotan (spraying), penuangan (casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah, daging, dan ikan dengan cara dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating (Miskiyah dkk., 2011).
2.3 Karaginan
unit d-galaktosa dan 3,6-anhidro-galaktosa (3,6-AG) dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4 secara bergantian (Necas and Bartosikova, 2013).
Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid dari polisakarida rantai panjang yang dihasilkan dari rumput laut jenis karaginofit, seperti Kappaphycus
sp., Chondrus sp., Hypnea sp., dan Gigartina sp. Karaginan dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan tipe strukturnya yakni iota-karaginan, kappa-karaginan dan lambda-karaginan (Parenrengi dkk., 2012). Struktur molekul karaginan dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kelarutan karaginan di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya temperatur, kehadiran senyawa organik, garam terlarut dalam air, dan tipe karaginannya. Sifat-sifat berbagai jenis karaginan dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat-sifat dari kappa, iota, dan lambda karaginan
Parameter Kappa Iota Lambda
Ester sulfat 25-30 % 28-35 % 32-39 %
Kental Kental Lebih kental
Larutan gula Larut (panas) Susah larut Larut (panas) Larutan garam Tidak larut Tidak larut Larut (panas) Pelarut organik Tidak larut Tidak larut Tidak larut
G
Tipe gel Rapuh Elastis Tidak membentuk
gel
Asam (pH 3,5) Terhidrolisis Terhambat
dengan panas Terhidrolisis
Sinergitas dengan locust
bean gum Tinggi Tinggi Tinggi
Stabilitas thawing Tidak stabil Stabil Tidak stabil
Sumber : Glicksman (1983)
Ketiga tipe karaginan hanya kappa dan iota-karaginan yang dapat membentuk gel. Oleh karena itu, yang memungkinkan untuk pembuatan lapisan
lemak serta oksidasi komponen makanan lainnya. Lapisan tipis polisakarida kurang permeabel terhadap oksigen karena permeabilitas oksigen yang ada dapat menjaga makanan agar tahan lebih lama (Lacroix and Tien, 2005). Karaginan tersedia secara luas, harganya relatif murah dan tidak toksik (Nisperos-Carriedo, 1994 dalam Handito, 2011).
Sifat karaginan yang hidrofilik menyebabkan lapisan edibel yang dihasilkan dapat dengan mudah menyerap uap air (Amin, 2008). Lapisan tipis yang terbuat dari bahan protein dan polisakarida pada umumnya mempunyai nilai perpindahan air yang besar. Hal ini disebabkan bahan tersebut merupakan polimer polar dan mempunyai jumlah ikatan hidrogen yang besar sehingga menghasilkan penyerapan air pada kelembaban tinggi. Penyerapan air akan mengganggu interaksi rantai molekuler kemudian diikuti dengan peningkatan difusi dan mampu menyerap uap air dari udara (McHugh and Krochta, 1994 dalam Saragih dkk., 2016).
2.4 Bawang Putih (Allium sativum L.)
2.4.1 Klasifikasi dan Morfologi Bawang Putih (Allium sativum L.)
Klasifikasi bawang putih menurut Butt et al. (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta Super division : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk umbi lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30-75 cm. Batang yang nampak di atas permukaan tanah adalah batang semu yang terdiri dari pelepah–pelepah daun. Sedangkan batang yang sebenarnya berada di dalam tanah. Pangkal batang tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter berfungsi sebagai alat penghisap makanan (Santoso, 2000).
Gambar 2.4 Bawang Putih (Butt et al., 2009)
2.4.2 Komposisi Kimia Bawang Putih
Bawang putih memiliki kandungan 65% air, 28% karbohidrat (terutama fruktosa), 2,3% bahan organosulfur, 2% protein (terutama allinase), 1,2% asam amino bebas (terutama arginin) dan 1,5% serat. Efek biologis dari bawang putih paling banyak berasal dari bahan organosulfur. Efek obat pada bawang putih berasal dari allicin dan turunannya (Butt et al., 2009). Perubahan kimia pada bawang putih terdapat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Perubahan kimia pada bawang putih (Amagase et al., 2001)
Allicin biasanya berdekomposisi menjadi diallyl disulfide (DADS), diallyl sulfide (DAS), diallyl trisulfide (DTS), dan sulfur dioxide. Ekstrak air dan alkohol bawang putih mengandung terutama S-ally-L-cysteines (SAC) turunan dari –
trans-S-I-propenyl-L-cystein bergabung dengan S-methyl-L-cysteines ditemukan pada ekstrak bawang putih dalam Aged Garlic Extract (AGE) (Kodera et al., 2002). Aged Garlic Extract (AGE) juga mengandung bahan lain seperti flavonoid, asam fenol, dan beberapa zat bermanfaat lainnya (Butt et al., 2009). Kandungan gizi bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kandungan gizi 100 g bawang putih
Nutrient Units Value per 100 grams
Proximates
Carbohydrate, by difference G 33.06
Fiber, total dietary G 2.1
Vitamin C, total ascorbic acid mg 31.2
Thiamin mg 0.200
Vitamin E (alpha-tocopherol) mg 0.08
Vitamin K (phylloquinone) g 1.7
Lipids
Fatty acids, total saturated G 0.089
Fatty acids, total monounsaturated G 0.011
Fatty acids, total polyunsaturated G 0.249
2.4.3 Bawang Putih sebagai Antimikrobia
Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan salah satu rempah-rempah yang biasa digunakan untuk menambah rasa dalam makanan. Selain itu, Allium sativum L. dapat berguna sebagai antibakteri, antijamur, antioksidan dan bermanfaat pada sistem kardiovaskular dan kekebalan tubuh manusia (Sallam et al., 2004). Metabolit sekunder yang terkandung di dalam umbi bawang putih membentuk suatu sistem kimiawi yang kompleks serta merupakan mekanisme pertahanan diri dari kerusakan akibat mikroorganisme dan faktor eksternal lainnya. Sistem tersebut juga ikut berperan dalam proses perkembangbiakan tanaman melalui pembentukan tunas (Amagase et al., 2001).
Komponen antimikroba aktif mayor bawang putih adalah thiosulfinate
terutama allicin. Komponen allicin dibentuk ketika sebutir bawang mentah dipotong atau dihancurkan. Enzim allinase dilepaskan dan mengkatalise pembentukan asam sulfenik dari cysteine sulfoxide. Asam sulfenik ini secara spontan saling bereaksi dan membentuk senyawa yang tidak stabil yaitu
rusak dalam waktu 16 jam pada suhu 23 oC (Cutler and Witson, 2004). Ikatan kimia senyawa allicin terdapat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Ikatan kimia senyawa allicin (Hernawan dan Setyawan, 2003)
III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Udang kupas rebus merupakan produk pangan yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable foods) atau mudah dicemari bakteri pembusuk karena mengandung kadar air dan protein yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pengawetan yang aman dan mampu memperpanjang masa simpan produk udang kupas rebus.
Kemasan antimikrobia dapat mengendalikan, menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen, dan mengurangi kontaminasi pada permukaan makanan. Senyawa antimikrobia yang digunakan berasal dari bahan pengawet alami berupa ekstrak tumbuh-tumbuhan yang dicampurkan ke dalam bahan kemasan (Maizura et al., 2008). Salah satu bahan pengawet alami sebagai bahan aktif antimikrobia adalah bawang putih (Pranoto et al., 2005). Kemasan antimikrobia merupakan salah satu jenis kemasan aktif karena bahan kemasan memiliki interaksi aktif dengan bahan yang dikemas (Julianti dan Nurminah, 2006). Contoh kemasan aktif adalah kemasan aktif antimikrobia film dan antimikrobia coating (edible coating) (Appendini and Hotchkiss 2002; Warsiki dkk.,2011). Penggunaan edible coating dalam teknologi pengemasan bahan pangan antara lain dapat mencegah proses oksidasi, perubahan organoleptik, perubahan mikroba, dan penyerapan uap air (Karnila, 2013).
larut dalam air dari rantai linear dari sebagian sulfat galaktan yang mengandung potensi tinggi sebagai pembentuk lapisan tipis yang dapat mengakibatkan berkurangnya penyusutan, kebocoran, serta kerusakan rasa (Skurtys et al., 2010). Sifat karaginan yang hidrofilik menyebabkan lapisan edibel yang dihasilkan dapat dengan mudah menyerap uap air (Amin, 2008). Selain itu, peningkatan gaya ikat antar polimer akan menurunkan perpindahan air pada lapisan edibel terhadap gas, uap, dan porositasnya sehingga fungsi lapisan edibel sebagai penghalang masuknya uap air akan meningkat (Pramadita, 2011). Ikatan hidrogen yang terbentuk mengakibatkan meningkatnya jumlah matriks pada lapisan yang terbentuk sehingga menurunkan nilai perpindahan air terhadap lapisan edibel. Peningkatan jumlah granula padatan dalam suatu polimer akan memperkecil rongga antar sel dari gel yang terbentuk (Fennema, 1996 dalam Saragih dkk., 2016). Lapisan tipis polisakarida (karaginan) kurang permeabel terhadap oksigen karena permeabilitas oksigen yang ada dapat menjaga makanan agar tahan lebih lama (Lacroix and Tien, 2005).
Antimikrobia (AM) dapat ditambahkan dengan cara mencampurkan zat AM ke dalam bahan kemasan yang kemudian dalam jumlah kecil AM tersebut akan bermigrasi ke dalam bahan pangan (Suppakul et al., 2003; Zainab, 2009). Senyawa kimia yang terkandung dalam bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah allicin yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri (Puspitasari, 2008).
menghambat pertumbuhan bakteri (Boboye dan Alli, 2008). Ekstrak murni bawang putih yang dilarutkan dalam air dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada udang segar karena bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif, yaitu bakteri Streptococcus sp., Pleisomonas sp., dan Clostridium
sp. (Lingga dan Rustama, 2005). Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Keterangan :
Bawang putih Kayu manis Lada Ekstrak jeruk
3.2 Hipotesis Penelitian
H 1 : Kemasan antimikrobia dari karaginan dan bawang putih berpengaruh terhadap umur simpan udang kupas rebus selama penyimpanan suhu ruang.
IV METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2017 di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya.
4.2 Materi Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain timbangan analitik,
magnetic stirrer, beaker glass, centrifuge, pH meter, blender, panci, pisau, pengaduk, kompor, termometer, tabung reaksi, rak tabung reaksi, petridish, inkubator, bunsen, gelas ukur, pipet volume, labu erlenmeyer, autoclave, cawan porselin, vortex, pipet tetes, bunsen, oven, mortar, kain sifon, masker, sarung tangan, dan kapas.
4.2.2 Bahan Penelitian
4.3 Metode Penelitian 4.3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan lima ulangan pada konsentrasi ekstrak bawang putih dalam kemasan antimikrobia (edible coating), yaitu :
Perlakuan P0 : edible coating karaginan tanpa penambahan ekstrak bawang putih (kontrol).
Perlakuan P1 : edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih 0,5%.
Perlakuan P2 : edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih 1%.
Perlakuan P3 : edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih 1,5%.
Konsentrasi ekstrak bawang putih yang digunakan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Warsiki dkk. (2013) pada aplikasi ekstrak bawang putih sebagai kemasan antimikrob pada ikan bakso ikan.
4.3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan terdiri dari tiga variabel yaitu :
1. Variabel bebas penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak bawang putih yang digunakan.
3. Variabel kontrol penelitian ini adalah konsentrasi karaginan 1,5%, lama waktu pencelupan larutan coating selama 5 detik, dan suhu penyimpanan udang kupas rebus menggunakan suhu ruang.
4.3.3 Prosedur Kerja
(1) Pembuatan Ekstrak Bawang Putih
Bawang putih dikupas kemudian dihancurkan dengan cara diblender. Bawang putih yang telah hancur kemudian diperas menggunakan kain sifon. Hasil perasan kemudian disentrifugasi dua kali dengan kecepatan 5000 rpm masing-masing selama sepuluh menit untuk mendapatkan supernatan ekstrak. Supernatan dikumpulkan dan didapatkan hasil ekstraksi dengan kadar 100%. Proses pembuatan ekstrak bawang putih dapat dilihat pada Gambar 4.1. Kadar konsentrasi bawang putih 0,5%; 1%; dan 1,5% dilakukan pengenceran dengan akuades menggunakan persamaan berikut :
N1 x V1 = N2 x V2 Keterangan :
Gambar 4.1 Proses pembuatan ekstrak bawang putih (Salim, 2016)
(2) Pembuatan Edible Coating
Karaginan komersil sebagai bahan baku pembuatan edible coating
dilakukan penimbangan yaitu 1,5%. Penggunaan karaginan konsentrasi 1,5% berdasarkan peneletian yang telah dilakukan oleh Herliany dkk. (2013) pada aplikasi kappa karaginan dari rumput laut Kappaphycus alvarezii sebagai edible
Bawang putih
Penghancuran (menggunakan blender)
Bawang putih yang telah diblender
Pemerasan dan penyaringan Ampas bawang putih
Cairan ekstrak konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%
coating pada udang kupas rebus. Karaginan dilarutkan hingga homogen ke dalam air yang sebelumnya sudah dipanaskan hingga suhu +80 oC selama +15 menit.
(3) Aplikasi Kemasan Antimikrobia
Gambar 4.2 Diagram alir prosedur aplikasi kemasan antimikrobia pada udang kupas rebus (Herliany, 2011 yang telah dimodifikasi).
(4) Metode Penghitungan Jumlah Bakteri
Metode penghitungan jumlah bakteri menggunakan Angka Lempeng Total (ALT) yaitu dilakukan dengan membuat pengenceran bertingkat. Pengenceran bertingkat dilakukan dengan cara menggerus udang kupas rebus sebanyak satu gram dalam sembilan ml larutan NaCl fisiologis steril dengan perbandingan 1:9 sampai homogen sehingga diperoleh larutan dengan pengenceran 10-1. Sebanyak satu ml suspensi pengenceran 10-1 diambil dengan menggunakan pipet volume
Pencelupan dalam larutan coating karaginan (telah ditambahkan ekstrak bawang putih)
suhu 50 oC selama 5 detik
Penirisan hingga kering
Penyimpanan pada suhu ruang Pengamatan tiap 12 jam meliputi ALT, kadar air, pH, dan organoleptik
Pencucian dan pengupasan kulit
Keterangan :
: Proses/ kegiatan : Bahan
sembilan ml larutan NaCl fisiologis steril dan dihomogenkan untuk mendapatkan pengenceran 10-2, dilanjutkan dengan pengenceran yang lebih tinggi. Jumlah pengenceran disesuaikan dengan keperluan penelitian, penelitian ini menggunakan lima kali pengenceran (10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5) (Florensia dkk., 2012).
Kegiatan penghitungan ALT atau pemupukan dilakukan dengan metode tuang (pour plate). Metode tuang dilakukan dengan cara mengambil satu ml sampel hasil pengenceran dengan menggunakan pipet volume sepuluh ml steril dari tabung pengenceran dan dipindahkan ke dalam dua petridish steril secara duplo.
Media PCA (Plate Count Agar) steril yang telah didinginkan sampai suhu 50 oC dimasukkan ke dalam petridish sebanyak 15 ml. Petridish yang telah dituang media PCA digerakkan di atas meja dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti angka delapan, kemudian didiamkan hingga media agar yang terdapat dalam petridish memadat (Ferdiaz, 1993). Petridish diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC selama 24 jam dengan posisi petridish dibalik (Florensia dkk., 2012).
(5) Pengukuran pH
(6) Pengukuran Kadar Air (AOAC 2005)
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselin dalam oven pada suhu 102-105 oC hingga diperoleh berat konstan selama 15 menit. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (+ 30 menit) dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Sampel udang kupas rebus ditimbang seberat 5 gram, selanjutnya cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air sebagai berikut.
kadar air (%) x 100% Keterangan : A = berat cawan kosong (gram)
B = berat cawan dengan sampel (gram)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) (7) Pengujian Organoleptik (BSN 01-2346-2006)
4.4 Parameter Penelitian
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter utama dan parameter pendukung. Parameter utama yang diamati adalah jumlah total bakteri pada udang kupas rebus dari masing-masing perlakuan. Parameter pendukung yang diamati adalah kadar air, pH, dan uji organoleptik udang kupas rebus. Pengujian jumlah total bakteri, pH, kadar air, dan organoleptik udang kupas rebus dilakukan sesudah perlakuan untuk mengetahui perbedaan akibat masing-masing perlakuan.
4.5 Analisis Data
Gambar 4.3 Diagram alir penelitian
Perebusan pada suhu 100oC selama 5 menit
Angka Lempeng Total (ALT) Kadar air Organoleptik
V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Uji Fitokimia Ekstrak Bawang Putih
Hasil uji fitokimia secara kualitatif yang meliputi alkaloid, steroid, dan falvonoid dari ekstrak bawang putih dicantumkan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil uji fitokimia ekstrak bawang putih
Parameter Hasil uji (+/-) Perubahan warna yang terjadi
Alkaloid + Terbentuk warna coklat
Steroid + Terbentuk warna hijau
Flavonoid + Terbentuk warna kuning
5.1.2 Jumlah Total Bakteri
Hasil penghitungan jumlah total bakteri udang kupas rebus dengan menggunakan metode Angka Lempeng Total (ALT) ditunjukkan pada Tabel 5.2 dan disajikan dalam grafik Gambar 5.1.
Tabel 5.2 Hasil rata-rata jumlah total bakteri (sel/gram) udang kupas rebus
Waktu Pengamatan Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Gambar 5.1 Nilai ALT udang kupas rebus yang dilapisi edible coating karaginan dengan penambahan ekstrak bawang putih pada suhu ruang. kontrol; penambahan ekstrak bawang putih 0,5%; penambahan ekstrak bawang putih 1%; penambahan ekstrak bawang putih 1,5%.
Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa selama proses penyimpanan berlangsung terjadi kenaikan jumlah total bakteri pada tiap perlakuan dan mencapai jumlah tertinggi pada saat penyimpanan terakhir. Jumlah total bakteri udang kupas rebus terendah didapatkan pada perlakuan P1, P2, dan P3 yaitu penambahan konsentrasi ekstrak bawang putih sebesar 0,5%; 1%; dan 1,5%. Perlakuan 1, 2, dan 3 mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam udang kupas rebus yang sesuai dengan BSN yaitu 5x105 sel/gram hingga penyimpanan selama 36 jam pada suhu ruang. Perlakuan 0 (kontrol) dan perlakuan 1 (konsentrasi ekstrak bawang putih 0,5%) hanya mampu menghambat mikroorganisme selama 24 jam.
putih 1,5%) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan semua perlakuan. Sedangkan pada penyimpanan 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam menunjukkan bahwa perlakuan 3 (konsentrasi ekstrak bawang putih 1,5%) berbeda nyata (p<0,05) dengan semua perlakuan. Hasil statistik terhadap jumlah total bakteri udang kupas rebus ditunjukkan pada Lampiran 2.
5.1.3 Nilai pH
Hasil pengukuran pH udang kupas rebus ditunjukkan pada Tabel 5.3 dan disajikan dalam grafik Gambar 5.2.
Tabel 5.3 Hasil rata-rata pengukuran pH udang kupas rebus Waktu
Pengamatan
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Jam ke-0 7,022a 7,082a 7,116a 7,05a
Jam ke-12 7,482a 7,88b 7,46a 7,778b
Jam ke-24 7,812a 7,796a 7,654a 7,744a
Jam ke-36 8,266a 8,236a 8,186a 8,21a
Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa pH yang terdapat pada udang kupas rebus masing-masing perlakuan mengalami kenaikan selama penyimpanan suhu ruang hingga akhir penelitian. Hasil statistik terhadap jumlah total bakteri udang kupas rebus ditunjukkan pada Lampiran 3.
5.1.4 Kadar Air
Hasil penghitungan kadar air udang kupas rebus ditunjukkan pada Tabel 5.4 dan disajikan dalam grafik Gambar 5.3.
Tabel 5.4 Hasil rata-rata penghitungan kadar air (%) udang kupas rebus Waktu
Pengamatan
Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Jam ke-0 65,71 66,12 69,82 70,23
Jam ke-12 68,66 69,23 70,49 71,42
Jam ke-24 74,61 73,71 73,72 73,34
Jam ke-36 77,08 74,61 74 74,32
Data pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa kadar air yang terdapat pada udang kupas rebus masing-masing perlakuan mengalami kenaikan selama penyimpanan suhu ruang hingga akhir penelitian. Hasil statistik terhadap pH udang kupas rebus ditunjukkan pada Lampiran 3.
5.1.5 Uji Organoleptik
Hasil penghitungan rata-rata nilai organoleptik udang kupas rebus oleh 30 orang panelis yang tidak terlatih ditunjukkan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil rata-rata pengujian organoleptik udang kupas rebus Waktu
Pengamatan Spesifikasi
0 Jam Kenampakan Bau Rasa Daging/tekstur Rata-rata
P0 8,71 8,63 8,56 8,36 8,56
5.2 Pembahasan
Uji fitokimia ekstrak bawang putih yang ditambahkan dalam kemasan edible
coating karaginan didapatkan bahwa ekstrak bawang putih secara kualitatif memiliki
kandungan senyawa alkaloid, steroid, dan flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak bawang putih memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan jumlah bakteri didukung oleh penelitian Lingga dan Rustama (2005) yang menyatakan bahwa ekstrak bawang putih yang dilarutkan dalam air bersifat antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Aplikasi ekstrak bawang putih yang ditambahkan ke dalam edible coating karaginan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi
coating berfungsi sebagai pembawa zat bioaktif bahan antimikrobia yang mempunyai dua fungsi khas, yaitu sebagai penghalang yang baik terhadap O2 dan CO2 untuk melindungi produk secara konvensional (kemasan primer) dan sebagai perlindungan terhadap pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk (pembawa zat antimikrob dan antioksidan) (Floros et al., 1997 dalam Warsiki dkk., 2013).
Lama penyimpanan juga mempengaruhi jumlah koloni bakteri pada udang kupas rebus. Jumlah koloni yang terendah terdapat pada lama penyimpanan terendah, sedangkan semakin lama penyimpanan maka semakin banyak jumlah koloni bakteri yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Oktavianti (2016) bahwa jumlah koloni bakteri pada fillet ikan bandeng dengan penambahan filtrat bawang putih semakin meningkat seiring dengan lama penyimpanan. Hasil pengujian jam ke-36 pada suhu ruang menunjukkan jumlah total bakteri terendah pada udang kupas rebus perlakuan 3 (konsentrasi ekstrak bawang putih 1,5%) yaitu 2,5x105 sel/gram dan masih sesuai dengan BSN yaitu 5x105 sel/gram.
Penentuan nilai derajat keasaman (pH) pada produk udang kupas rebus selama penyimpanan dilakukan untuk mengetahui perubahan nilai pH tersebut akibat perlakuan yang diberikan. Ambang batas penerimaan nilai pH untuk produk udang-udangan adalah 7,8 – 7,95 (Chung dan Lain, 1979). Derajat keasaman (pH) udang kupas rebus semua perlakuan pada jam 0 sampai jam ke-24 berada pada kisaran 7 dan masih berada pada ambang batas penerimaan.
rebus kontrol disebabkan oleh proses degradasi protein, kandungan asam-asam amino yang terkandung dipecah menjadi NH3, H2S, dan karbohidrat diubah menjadi CO2 dan asam organik. NH3 yang dihasilkan dari metabolisme bakteri tersebut dapat bereaksi dengan air sehingga menghasilkan NH4+ yang bersifat alkali dan cenderung basa (Warsiki dkk., 2013). Perlakuan penambahan ekstrak bawang putih diduga bersifat asam sehingga dapat menurunkan nilai pH. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak bawang putih pada edible coating
karaginan mampu menghambat pertumbuhan bakteri sehingga metabolisme yang menghasilkan asam lebih rendah. Jika pemecahan karbohidrat menjadi asam sangat sedikit maka perubahan nilai pH udang kupas rebus tidak terlalu tinggi
Air dalam bahan pangan merupakan komponen terpenting karena kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan cita rasa, tekstur, serta kenampakan makanan, selain itu air menentukan pula kesegaran dan daya tahan bahan makanan (Triyono, 2010). Jumlah air dalam bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh mikroba maupun serangga (Richana dan Sunarti, 2004). Kadar air produk berhubungan erat dengan kelembaban ruang penyimpanan. Transfer kelembaban menjadi suatu faktor yang sangat penting yang secara serius mempengaruhi terhadap kualitas, stabilitas, dan keamanan selama penyimpanan pada udang (Kanatt et al., 2006).
dapat mempengaruhi kadar air bahan pangan sebab mikroorganisme akan menguraikan nutrient pada bahan pangan. Penguraian semakin cepat pada suhu yang optimum dan dapat menghasilkan zat metabolit atau zat hasil metabolisme. Mikroorganisme khususnya mikroorganisme aerobik dapat menghasilkan karbondioksida dan air (Andayani dkk., 2014).
Hasil uji organoleptik udang kupas rebus yang meliputi kenampakan, bau, rasa, dan daging/tekstur menunjukkan bahwa pada 0 jam masih dapat diterima oleh semua panelis dan sesuai dengan BSN dimana nilai organoleptik minimal 7. Kenampakan pada udang kupas rebus pada 0 jam yaitu udang kupas rebus dalam kondisi utuh, daging berwarna merah muda cerah, dan bersih. Tekstur dari udang kupas rebus masih elastis, kompak, dan padat. Bau udang kupas rebus sangat segar dengan rasa yang manis dan segar. Pada awal penyimpanan, udang kupas rebus memiliki rasa manis dan segar. Rasa manis pada udang berkaitan erat dengan komposisi asam amino bebas. Kandungan arginin bebas yang tinggi pada udang-udangan menimbulkan rasa manis dan rasa khas produk perikanan (seafood like-flavor). Sriket et al.,(2007) mengemukakan bahwa asam amino glisin, alanin, serin dan treonin juga berkontribusi dalam menimbulkan rasa manis pada udang.
rebus menjadi busuk disertai dengan sedikit bau H2S dan tekstur daging menjadi lunak serta sedikit hancur. Ridwansyah (2002) menyatakan bahwa bau udang pada fase kebusukan (deterioration) disebabkan karena kandungan asam lemak yang terdapat pada daging udang yang mengalami proses oksidasi. Fase kebusukan (deterioration) terjadi proses autolisis karena adanya enzim yang memecah protein dan lemak, sehingga menyebabkan daging menjadi lunak. Setelah udang mati seluruh sistem enzimatik berjalan tidak teratur sehingga berakibat pada jaringan dan organ udang berubah menjadi busuk (Suwetja, 2011).
VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Kemasan antimikrobia dari karaginan dan ekstrak bawang putih berpengaruh untuk memperpanjang umur simpan udang kupas rebus selama 36 jam pada penyimpanan suhu ruang.
2. Ekstrak bawang putih dengan konsentrasi 1,5% pada edible coating
karaginan mampu mempertahankan jumlah total bakteri dibawah BSN hingga 36 jam penyimpanan suhu ruang yaitu sebesar 2,5x105.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amagase, H., B. L. Petesch, H. Matsuura, S. Kasuga, dan Y. Itakura. 2001. Intake of Garlic and Its Bioactive Components. The Journal of Nutrition, 131 : 955S-962S.
Amin, H. 2008. Kajian Pembuatan Edible Film Komposit dari Karagenan sebagai Pengemas Bumbu Mie Instant Rebus. Agriplus, 18 (1) : 77-84.
Andayani, T., Y. Hendrawan, dan R. Yulianingsih. 2014. Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper crocatum) sebagai Pengawet Alami pada Ikan Teri (Stolephorus indicus). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2 (2) : 123-140. Appendini, P. and J. H. Hotchkiss. 2002. Review of Antimicrobial Food Packaging. Innovative Food Science and Emerging Technologies, 3 (2) : 113-126.
Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Arlington.
Badan Standardisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. No. 01-2346-2006. hal. 41-42.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. No. 7388:2009.
Boboye, B. E. and A. J. Alli. 2008. Cellular Effects of Garlic (Allium sativum) Extract on Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Research Journal of Medicinal Plant, 2 (2) : 79-85.
Butt M. S., M. T. Sultan, and J. Iqbal. 2009. Garlic : Nature’s Protection Against Physiological Threats. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 49 (6) : 538-51.
Careaga, M., E. Fernandez, L. Dorantes, L. Mota, M. E. Jaramillo, and H. Hernandez-Sanchez. 2003. Antibacterial Activity of Capsicum Extract Against Salmonella typhimurium and Pseudomonas aeruginosa Inoculated in Raw Beef Meat. Intl J Food Microbiol,83 : 331–335.
Chaplin, M. 2007. Water Structure and Science. London South Bank University. Chung, C. Y. and Lain, J. L. 1979. Studies on The Decomposition of Frozen
Cutler, R. R. and P. Witson. 2004. Antibacterial Activity of a New, Stable, Aqueous Extract of Allicin Against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Brititish Journal of Biomedical Science, 61 (2) : 1-4.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ferdiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. hal 35-41.
Fernandez-Lopez, J., N. Zhi, L. Aleson-Carbonell, J. A. Perez-Alvarez, and V. Kuri. 2005. Antioxidant and Antibacterial Activities of Natural Extracts: Application in Beef Meatballs. Meat Sci, 69 : 371–380.
Florensia, S., P. Dewi, dan N. R. Utami. 2012. Pengaruh Ekstrak Lengkuas pada Perendaman Ikan Bandeng terhadap Jumlah Bakteri Pengaruh Ekstrak Lengkuas pada Perendaman Ikan Bandeng terhadap Jumlah Bakteri. Life Science, 1 (2) : 113-118.
Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids. Volume 2. CRC Press, Boca Raton, Florida.
Guynot, M. E., A. J. Ramos, L. Seto, P. Purroy, V. Sanchis, and S. Martin. 2003. Antifungal Activity of Volatile Compounds Generated by Essential Oils Against Fungi Commonly Causing Deterioration of Bakery Products. Journal Applied of Microbiology, 94 (4) : 665−674.
Haliman, R. W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta
Handito, D. 2011. Pengaruh Konsentrasi Karagenan terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Edible Film. Jurnal Agroteksos, 21 (2-3) : 151-157.
Herliany, N. E. 2011. Aplikasi Kappa Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii sebagai Edible Coating pada Udang Kupas Rebus [tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Herliany, N. E., J. Santoso, dan E. Salamah. 2013. Penggunaan Coating
Karaginan terhadap Mutu Organoleptik Udang Kupas Rebus selama Penyimpanan Dingin. Jurnal Agroindustri, 3 (2) : 61-70.
Hernawan, U. E., dan A. D. Setyawan. 2003. Review: Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Aktivitas Biologinya. Biofarmasi, 1 (2) : 65-76.
Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Teknologi Pengemasan. Bahan Pengajaran. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. hal. 122-123.
Kanatt, S. R., S. P. Chawla, R. Chander, and A. Sharma. 2006. Development of Shelf-Stable, Ready-To-Eat (RTE) Shrimps (Penaeus indicus) Using γ -Radiation as One of the Hurdles. LWT-Food Science and Technology, 39 (6) : 621-626.
Karnila, R., Suparmi, dan M. Romaida. 2006. Kajian Sifat Mutu Udang Galah (Macrobrachium Rosenbergii) Segar pada Penyimpanan Suhu Kamar. Berkala Perikanan Terubuk, 33 (2) : 121-125.
Karnila, R. 2013. Kemasan Edible [Bahan Ajar Pengemasan]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.
Kodera, Y., A. Suzuki, I. Imada, S. Kasuga, I. Sumioka, A. Kanezawa, M. Fujikawa, S. Nagae, K. Masamoto, K. Maeshige, and K. Ono. 2002. Physical, Chemical, and Biological Properties of S-Ailylcysteine, and Amino Acid Derived from Garlic. J Agric Food Chem, 50 : 622–632. Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press.
Surabaya. hal. 77-86.
Lacroix, M. and C. L. Tien. 2005. Edible Films and Coatings from Non-Starch Polysaccharides. Innovations in Food Packaging. Elsevier Ltd.
Lingga, M. E. dan M. M. Rustama. 2005. Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Air dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L.) terhadap Bakteri Gram Negatif dan Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol (Metapenaeus monoceros), Udang Lobster (Panulirus sp), dan Udang Rebon (Mysis dan
Acetes). Jurnal Biotika,5 (2).
Maizura, M., A. Fazillah, M. H. Norziah, and A. A. Karim. 2008. Antibacterial Ativity of Modified Sago Starch Alginate Based Edible Film Incorporated with Lemongrass (Cymbopogon citrates) boil. International Food Reseach Journal, 15 (2) : 233-236.
Matan, N., H. Rimkeeree, A. J. Mawson, P. Chompreeda, V. Haruthaithanasan, and M. Parker. 2006. Antimicrobial Activity of Cinnamon and Clove Oils Under Modified Atmosphere Conditions. International Journal of Food Microbiology,107 (2) : 180-185.
Mursida. 2013. Penggunaan Lapisan Edibel dari Karagenan Sebagai Bahan Pengawet Ikan Segar. Jurnal Galung Tropika, 2(2) : 77-84.
Necas J. and L. Bartosikova. 2013. Carrageenan : a review. Veterinarni Medicina, 58 (4) : 187-205.
Oktavianti, D. 2016. Pengaruh Filtrat Bawang Putih (Allium Sativum Linn.) Terhadap Jumlah Koloni Bakteri pada Fillet Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk). Prosiding Seminar Nasional II, Universitas Muhammadiyah Malang.
Parenrengi, A., R. Syah, dan E. Suryati. 2012. Budidaya Rumput Laut Penghasil Karaginan (Karaginofit). BRPB Air Payau. Edisi Ketiga. Balitbang Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Pramadita, R. C. 2011. Karakterisasi Edible Film dari Tepung Porang (Amorphophallus oncophyllus) dengan Penambahan Minyak Atsiri Kayu Manis (Cinnamon burmani) sebagai Antibakteri. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.
Pranoto, Y., V. M. Salokhe, and S. K. Rakshit. 2005. Physical and Antibacterial Properties of Alginate-Based Edible Film Incorporated with Garlic Oil. Journal of Food Res Int, 38: 267-272.
Puspitasari, I. 2008. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum
Linn ) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus In Vitro. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Richana, N., dan T. C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili. Jurnal Pascapanen, 1 (1) : 29-37.
Ridwansyah. 2002. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Ikan Kembung yang di Pindang. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Rustiyawatie, A., Dharmono, dan Hardiansyah. 2009. Identifikasi dan Kerapatan Udang di Bawah Tumbuhan Nipah Kawasan Mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Jurnal Wahana Bio, 1 (1) : 50-60.
Sakti, H., S. Lestari, dan A. Supriadi. 2016. Perubahan Mutu Ikan Gabus (Channa
striata) Asap Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, 5
Salgado, P. R., C. M. Ortiz, Y. S. Musso, L. Di Giorgio, and A. N. Mauri. 2015. Edible Films and Coatings Containing Bioactives. Current Opinion in Food Science, 5 : 86-92.
Salim, H. H. U. 2016. Pengaruh Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bawang Putih
(Allium Sativum) Terhadap Bakteri Gram Positif (Staphylococcus Aureus)
dan Gram Negatif (Escherichia Coli) Secara In Vitro [skripsi]. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Sallam, K. I., M. Ishioroshi, and K. Samejima. 2004. Antioxidant and Antimicrobial Effect of Garlic on Chicken Sausage. Lebenson Wiss Technol, 37 (8) : 849-855.
Santoso, H. B. 2000. Bawang Putih edisi 12. Kanisius. Yogyakarta.
Saputra, E. 2012. Penggunaan Edible Film Dari Kitosan dengan Plasticizer
Karboksimetilselulosa (CMC) sebagai Pengemas Burger Lele Dumbo [tesis]. Institut Pertanian Bogor.
Saragih, I. A., F. Restuhadi, dan E. Rossi. 2016. Kappa Karaginan sebagai Bahan Dasar Pembuatan Edible Film dengan Penambahan Pati Jagung (Maizena). Jom Faperta, 3 (1).
Skurtys, O., C. Acevedo, F. Pedreschi, J. Enrione, F. Osorio, and J. M. Aguilera. 2010. Food Hydrocolloid Edible Films and Coatings. Food Hydrocolloids : Characteristics, Properties. Nova Science Publishers, Inc.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta.
Sriket, P., Benjakul, S., Visessanguan, W., and Kongkarn, K. 2007. Comparative Studies on Chemical Composition and Thermal Properties of Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon) and White Shrimp (Penaeus vannamei) Meats. Food Chemistry, 103 (4) : 1199-1207.
Suppakul, P., J. Miltz, K. Sonneveld, and S. W. Bigger. 2003. Active Packaging Technologies with an Emphasis on Antimicrobial Packaging and its Applications. Journal of Food Science, 68 (2) : 408-420.
Suppakul, P., J. Miltz, K. Sonneveld, and S.W. Bigger. 2006. Characterization of Antimicrobial Films Containing Basil Extracts. Packaging Technol Sci, 19 : 259-268.
Suwetja, I. K. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Media Prima Aksara. Jakarta. Suyanto, R. dan E. P. Takarina. 2009. Panduan Budidaya Udang Windu. Penebar
Swadaya. Jakarta. hal. 6-8.
Hijau (Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN : 1411-4216
United Stated Department of Agriculture (USDA). 2016. Basic Report: 11215, Garlic, raw. National Nutrient Database for Standard Reference Release 28. Agricultural Research Service.
United Stated Department of Agriculture (USDA). 2016. Basic Report: 15271, Crustaceans, shrimp, cooked (not previo usly frozen) National Nutrient Database for Standard Reference Release 28. Agricultural Research Service.
Warsiki, E., T. C. Sunarti, dan L. Nurmala. 2013. Kemasan Antimikrob untuk Memperpanjang Umur Simpan Bakso Ikan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 18 (2) : 125-131.
Wiryawan, K. G., S. Suharti, dan M. Bintang. 2005. Kajian Antibakteri Temulawak, Jahe dan Bawang Putih terhadap Salmonella typhimurium
serta Pengaruh Bawang Putih terhadap Performans dan Respons Imun Ayam Pedaging. Media Peternakan,28 (2) : 52-62.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta . hal 3-11.
Wyban, J. A. and J. N. Sweeney. 2000. Intensive Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute. Honolulu, Hawai, USA. hal 13-14.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penilaian sensori udang kupas rebus Lembar Penilaian Sensori Udang Kupas Rebus (Organoleptik)
Nama panelis : ... Tanggal: ...
Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan pengujian.
Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.
Spesifikasi Nilai Kode
1 2 3 4 5 1. Kenampakan
Utuh, daging berwarna merah muda cerah, dan bersih. 9 Utuh, daging berwarna merah muda agak cerah, dan
bersih.
7 Utuh, sedikit cacat, daging berwarna merah muda
pucat, kusam, dan sedikit kotor.
5 Tidak utuh, cacat, daging berwarna merah
keputih-putihan, kusam, dan kotor.
3 Tidak utuh, daging berwarna merah keputih-putihan,
kusam, dan sangat kotor
1 2. Bau
Bau sangat segar. 9
Bau segar. 7
Sedikit bau busuk dan mulai timbul bau amoniak. 5 Bau busuk disertai dengan sedikit bau H2S. 3
Elastis, kompak, dan kurang padat. 7
Elastis dan agak hancur. 5
Lunak dan sedikit hancur. 3
Descriptives
Means for groups in homogeneous subsets are
Descriptives
Descriptives
Descriptives
Descriptives
Means for groups in homogeneous subsets are
Descriptives
Means for groups in homogeneous subsets
Descriptives
Means for groups in homogeneous subsets
Lampiran 4. Dokumentasi hasil uji fitokimia ekstrak bawang putih
Uji alkaloid (+) : terbentuk warna coklat
Uji steroid (+) : terbentuk warna hijau
Lampiran 6. Dokumentasi proses pembuatan udang kupas rebus
Udang yang belum
dikupas
Udang yang telah dikupas
Pembelahan punggung dan pengambilan usus
udang Udang kupas rebus
Pengupasan kulit udang
Perebusan pada suhu 100oC selama
Lampiran 7. Kenampakan udang kupas rebus yang telah dilapisi edible coating karaginan dan ekstrak bawang putih pada suhu ruang selama penyimpanan 0, 12, 24, 36, dan 48 jam
Penyimpanan 0 jam
Penyimpanan 12 jam
Penyimpanan 36 jam