• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI KERBAU DAN SAPI POTONG KELAPA SAWIT DI SUMATERA BARAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INTEGRASI

KERBAU DAN SAPI POTONG – KELAPA SAWIT

DI SUMATERA BARAT

FERDINAL RAHIM

Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang Sumatera Barat

ABSTRAK

Populasi kerbau dan sapi potong di Sumatera Barat berturut-turut adalah 201.421 ekor dan 419.352 ekor. Dalam dua tahun terakhir (2005 vs. 2004) terjadi penurunan 37,58 dan 29,43%. Luas total kebun sawit adalah 281.162 ha, yang produktif 231.756 ha dan produksinya 715.873 ton TBS/ tahun. Kebun kelapa sawit tersebut berpotensi menampung pengintegrasian dengan kerbau dan sapi sebanyak 409.623 sampai dengan 486.371 ST (satuan ternak) untuk mengatasi penurunan populasinya. Pengintegrasian kerbau dan sapi dengan kelapa sawit saling menguntungkan masing-masing pihak.

Kata kunci: Integrasi, sapi, kerbau, sawit PENDAHULUAN

Pada tahun 2006 direncanakan untuk mengimpor sebanyak satu juta ekor sapi potong dalam rangka memenuhi 50% dari kebutuhan daging nasional yang jumlahnya sekitar 300.000 ton. Padahal dalam tahun l970 Indonesia masih mengekspor sapi. Populasi sapi Indonesia kini telah menurun dari 14 juta ekor pada tahun 1990-an menjadi 10,5 juta ekor pada tahun 2005. Tahun 1995 dan 2005 pemenuhan kebutuhan daging melalui impor sapi potong berturut-turut 10 dan 28,5%. Kalau program swasembada sapi tahun 2010 yang kita canangkan tidak berhasil, diprediksi bahwa dalam tahun 2013 kebutuhan impor daging sapi meningkat menjadi 60% dan pada tahun 2020. Merupakan hal yang sangat ironis dalam dunia peternakan apabila Indonesia mulai tergantung 100% pada sapi impor untuk memenuhi kebutuhan daging.

Di Sumatera Barat (Sumbar) pemenuhan kebutuhan konsumen akan daging asal ternak besar dilakukan melalui dua sumber, yaitu dari ternak kerbau dan ternak sapi. Dalam dua tahun terakhir (2005 vs 2004) terjadi penurunan populasi kerbau sebesar 37,58% dan populasi sapi 29,43% (DINAS PETERNAKAN, 2005). Agar penurunan populasi ternak tidak terjadi dan peningkatan dapat terwujud perlu dicarikan terobosan. Salah satunya adalah melalui pemanfaatan kebun sawit. Porsi luas

PERKEBUNAN, 2005). Terobosan dalam rangka pengembangan ternak besar, antara lain sudah dilakukan integrasi antara sapi dengan perkebunan kelapa sawit oleh daerah lain di Indonesia seperti Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan sedangkan Sumbar masih dalam tahap perencanaan ke arah itu.

Kata integrasi berasal dari integrate yang berarti menggabungkan bagian-bagian yang seharusnya terlibat menjadi satu kesatuan. Karena melibatkan bagian-bagian, maka perlu bagian-bagian itu punya keinginan (willness) untuk berintegrasi atau ada keinginan dari yang berwenang untuk mengintegrasikan bagian-bagian itu. Bagian-bagian-bagian yang dimaksud terlibat (berwenang) pada integrasi kerbau dan sapi dengan perkebunan kelapa sawit adalah peternak kerbau dan sapi di satu pihak dan pemilik kebun sawit di lain pihak. Kedua bagian ini bisa terpisah satu sama lain dan bisa juga merupakan personal yang sama.

SEKELUMIT DAERAH SUMATERA BARAT

Secara geografis Sumbar terletak pada Oo54’ LU dan 3o30’LS dan 98o36’- 101o53’ BT dan berbatasan sebelah Utara dengan Propinsi Sumatera Utara, sebelah Selatan dengan Propinsi Jambi dan Propinsi Bengkulu,

(2)

dimana mungkin dipelihara ternak, berkisar antara 2 m (pantai) sampai sekitar 900 m (pegunungan). Luas wilayah Sumbar mencapai 42.229 km2 dengan jumlah penduduk 4.243.510 jiwa (DINAS PETERNAKAN, 2005). Semenjak pemekaran tahun 2003, Propinsi Sumbar terdiri dari 9 Kabupaten dan 7 Kota. Iklimnya tropis karena dilewati oleh khatulistiwa. Kelembaban berkisar antara 80 dan 90%. Daerah Sumbar adalah daerah banyak hujan, curah hujan maksimum terjadi pada bulah Mei dan Juni.

TERNAK KERBAU DAN SAPI DI SUMATERA BARAT

Data ternak kerbau dan sapi di Sumbar dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi ternak kerbau, sapi potong dan sapi perah mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2004. Pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2004 terjadi penurunan mencolok populasi ternak kerbau dan sapi potong berturut-turut 37,53 dan 29,79%. Walaupun populasi sapi perah meningkat 17,83%, tidaklah menggiurkan karena populasinya sangat kecil yakni hanya sebanyak 714 ekor.

Menurut SASROAMIDJOYO (1980) kerbau adalah hewan yang berbadan besar dan tidak panjang serta lehernya juga relatif pendek. Makanannya sederhana, cenderung hidup di daerah berair atau rawa, dewasa pada umur 5 – 6 tahun. TOELIHERE (1981) menguraikan bahwa bangsa kerbau perah India dan Mesir suka mandi dalam air bersih atau sungai karena itu bernama Kerbau Sungai (Riverine buffalo) sedangkan kerbau Indonesia sama dengan

kerbau di negara-negara Asia Tenggara lainnya suka berkubang dalam lumpur sehingga bernama Kerbau Lumpur (Swamp buffalo).

Aset asli Sumbar, Sapi Pesisir yang termasuk Bos indicus mempunyai daerah asal dan tempat pengembangan di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan hasil persilangan antara sapi Ongole (Bos indicus) asal India dengan sapi asli Sumbar yang persilangannya sudah terjadi sejak akhir abad 19. Kabupaten 50 Kota, Agam dan Tanah Datar adalah wilayah sentral sapi PO. Pada beberapa dekade akhir abad 20 masuk pula jenis sapi potong Eropah (Bos

taurus) ke Sumbar, seperti Simmental,

Charolais, Angus dan lain-lain dan terjadi pula persilangannya dengan sapi-sapi Sumbar baik dengan sapi PO maupun dengan sapi Pesisir yang badannya relatif kecil. Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Agam merupakan basis perkembangan turunan sapi-sapi potong Bos taurus untuk menyebar ke kabupaten dan kota lain di Sumbar.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa berdasarkan besar populasi, wilayah ternak kerbau adalah Kabupaten Padang Pariaman, Sijunjung, Pesisir Selatan, 50 Kota, Agam dan Tanah Datar. Ternak sapi selain terkonsentrasi juga pada enam kabupaten ini, juga banyak ditemukan di Kabupaten Solok dan Kota Padang. Semua daerah konsentrasi ternak kerbau dan sapi tentu diharapkan sebagai pemasok bibit ternak dalam rangka integrasi kerbau dan sapi dengan sawit. Disamping tidak tertutup kemungkinan mendatangkan dari propinsi lain ataupun dari luar negeri.

Tabel 1. Perkembangan populasi ternak kerbau dan sapi (ekor) Tahun Ternak 2001 2002 2003 2004 2005 Kerbau Sapi potong Sapi perah 258.226 501.356 502 288.958 546.862 488 317.789 583.850 505 322.692 597.294 606 201.583 419.352 714

(3)

Tabel 2. Sebaran populasi kerbau dan sapi di Sumatera Barat tahun 2005 (ekor)

Kabupaten/Kota Kerbau Sapi potong Sapi perah Kabupaten Agam

Kabupaten Pasaman Kabupaten 50 Kota Kabupaten Tanah Datar Kabupaten Padang Pariaman Kabupaten Pesisir Selatan Kab. Sawahlunto Sijunjung Kabupaten Solok Selatan Kabupaten Pasaman Barat Kabupaten Dharmasraya Kabupaten Kep. Mentawai Kota Padang

Kota Padang Panjang Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh Kota Pariaman Kota Solok Kota Swh. Lunto Kabupaten Solok 17.472 2.952 24.049 17.096 36.053 31.031 33.898 8.735 3.574 7.382 293 5.010 121 328 855 516 277 2.420 9.521 27.843 8.885 52.382 43.009 56.058 79.422 36.377 5.618 10.415 13.685 1.992 23.064 528 486 7.185 1.071 4.562 6.324 40.446 29 0 58 183 0 0 0 0 0 0 0 200 234 10 0 0 0 0 0 Sumatera Barat 201.583 419.352 714

Sumber: DINAS PETERNAKAN (2005)

Mengoptimalkan pemanfatan sumberdaya lokal tentu akan lebih tinggi tingkat efisiensinya.

KEBUN SAWIT

Potensi sumberdaya alam lokal Sumbar hendaklah dimanfaatkan secara efektif dalam rangka integrasi kerbau dan sapi dengan perkebunan sawit. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa enam kabupaten di Sumbar berpotensi besar dalam produksi kelapa sawit, yakni Kabupaten-Kabupaten Pasaman Barat, Dharmasraya, Solok Selatan, Agam dan Pesisir Selatan dengan areal kebun sawit yang luasnya antara 20 ribu sampai 126 ribu ha. Kabupaten Sawahlunto Sijunjung walaupun mempunyai luas kebun sawit 9 ribu ha tetapi unggul dalam produksi, 52 ribu ton TBS (tandan buah segar)

dan mengimbangi produksi Kabupaten Agam dan Kabupaten Solok Selatan yang areal kebunnya jauh lebih luas. Berdasarkan kenyataan itu maka ke- 6 kabupaten itu patut menjadi pusat perhatian dalam merancang program integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit.

PENGADAAN KERBAU DAN SAPI BIBIT Di Pesisir Selatan sangat tepat dilakukan integrasi ternak dan sawit. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa luas kebun sawit, produksi tandan buah segar (TBS), jumlah sumberdaya manusia, didukung populasi kerbau ataupun sapi potong (Tabel 2) dapat dilakukan integrasi sawit dengan kerbau dan atau sapi disesuaikan berdasarkan teknis peternakan dan sosial budaya masyarakat.

(4)

Tabel 3: Luas, produksi dan keluarga aktif pada kebun sawit

Kabupaten Luas (ha) Produksi(ton) Jumlah keluarga (KK) Agam Pasaman 50 kota Tanah Datar Padang Pariaman Pesisir Selatan Sswahlunto Sijunjung Solok Selatan Pasaman Barat Dharmasraya Solok 27.978 1.631 2.894 6 283 19.711 9.045 38.643 126.327 54.644 -- 64.805 2.602 7.040 -- 269 50.658 51.972 80.792 345.225 112.510 -- 873 997 507 20 317 12.649 393 1.200 25.559 9.456 -- Sumatera Barat 281.162 715.873 51.971

Sumber: DINAS PERKEBUNAN (2005)

Kabupaten Agam dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dapat melakukan pilihan antara integrasi sawit dengan kerbau atau sapi berdasarkan kecocokan teknis peternakan dan sosial budaya masyarakat. Akan tetapi karena relatif sedikit masyarakat yang beraktifitas di kebun, maka perlu dijadikan pertimbangan untuk melibatkan masyarakat external kebun dalam kegiatan integrasi sawit dengan kerbau dan sapi. Mengingat luasnya perkebunan sawit dan relatif rendahnya populasi kerbau dan sapi di Solok Selatan, Dharmasraya dan Pasaman Barat maka ke-3 kabupaten ini perlu mendatangkan bibit ternak dari luar. Disamping Pasaman Barat cukup mengandalkan tenaga keluarga pekebunnya sendiri, Solok Selatan dan Dharmasraya mungkin perlu melibatkan masyarakat external kebun dalam kegiatan integrasi sawit dengan kerbau maupun sapi. Dalam hal ini, Kabupaten Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar dan Solok dapat diharapkan sebagai sumber pemasok sebagian bibit ternak untuk integarasi kerbau/sapi di kabupaten lain.

Setelah pemanfaatan ternak bibit lokal dilakukan, kekurangan yang terjadi tentu harus dipenuhi dengan sumber dari daerah lain. Tidak tertutup kemungkinan melakukan impor bibit ternak dari luar negeri, tetapi faktor peduli plasma nutfah harus tetap menjadi prioritas.

POTENSI PAKAN KERBAU DAN SAPI Pakan hijauan (roughage) yang berasal dari limbah perkebunan sawit dapat berupa pelepah, daun, hijauan antara tanaman (HAT) dan serat buah, sedangkan bahan pakan konsentrat adalah lumpur sawit, limbah padat dan bungkil inti sawit (BIS). Khusus untuk menampung ternak sapi dan kerbau, kapasitas perkebunan kelapa sawit dapat dianalisis dari ketersediaan hijauan.

Kebutuhan pakan hijauan untuk kerbau dan sapi per ekor yang beratnya 250 – 400 kg, berkisar antara 25 dan 40 kg/hari atau dibulatkan 9 sampai dengan 14,5 ton/tahun.

Oleh karena itu potensi perkebunan kelapa sawit untuk penampungan ternak kerbau dan sapi potong di Sumbar dapat dianalisis sebagaimana uraian di bawah ini:

1. Pelepah

Lahan seluas 1 ha ditanami rata-rata 130 batang pohon sawit yang setiap pohonnya menghasilkan rata-rata 22 pelepah/ tahun (ULFI, 2005). Setelah dikupas berat rata-rata satu pelepah adalah 2,2 kg. Seluas 231.756 ha kebun sawit produktif akan menghasilkan hijauan sebanyak 231.756 x 130 x 22 x 2,2 kg = 1.458.209 ton yang akan mampu memasok

(5)

untuk sumber pakan sebanyak 162.023 sampai dengan 100.566 ST kerbau atau sapi.

2. Serat buah

Serat buah diperoleh 12–13% dari TBS (MASKAMIAN, 2005). Berarti dari total produksi TBS 715.873 ton (DINAS

PERKEBUNAN, 2005) tersedia pakan hijauan sebanyak 13/100 x 715.873 ton = 93.063 ton yang akan mampu memasok 10.340 sampai dengan 6.418 ST kerbau atau sapi.

3. Daun

Rataan berat daun per pelepah setelah dibuang lidinya adalah 0,5 kg (ULFI, 2005), dengan begitu kebun sawit produktif seluas 231.756 ha menghasilkan pakan sebanyak 331.411,08 ton yang, akan mampu memasok untuk 36.800-22.900 ST.

4. Hijauan antara tanaman (HAT)

Belum tersedia data kapasitas kebun sawit, tetapi menurut pengamatan lapangan, kapasitas kebun sawit terhadap penampungan ternak kerbau atau sapi adalah 1 ST/ha (ULFI, 2005). Sesuai dengan luas kebun sawitnya berarti melalui HAT di Sumbar dapat dipelihara sebanyak 281.162 ST kerbau/sapi.

Oleh karena itu total ternak kerbau atau sapi yang dapat dipelihara pada sistem integrasi dengan kebun sawit dari hasil penjumlahan kapasitas pelepah, serat buah, daun dan HAT adalah sebanyak 493.325-411.046 ST

MASALAH DAN SOLUSI Modal kurang

Pihak yang berwenang pada pembangunan peternakan di nusantara ini tentu pemerintah melalui sambungan tangannya yaitu Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Pemerintah Daerah. Di Sumbar yang berwenang adalah Dinas Peternakan Propinsi, Kabupaten dan Kota. Personal pada lembaga itu sangat mengerti dan menghayati kondisi

Pada sisi lain, investor masih enggan berinvestasi pada usaha pembibitan ternak karena kecilnya margin keuntungan. Berdasarkan data DINAS PERKEBUNAN (2005) status kebun sawit di Sumbar 52,3% perkebunan rakyat (PR), 45,1% perkebunan besar swasta negara (PBSN) dan 2,6% perkebunan pemerintah (PTP), maka diharapkan pemilik PR maupun pemilik PBSN bersedia berinvestasi dalam program pemeliharaan kerbau dan sapi. Paling tidak kedua perkebunan tersebut memberikan peluang pada pekerjanya atau rakyat sekitar untuk memelihara ternak.di perkebunannya. Pemilik PBSN dan pekerjanya serta pemilik PR dan petani sekitar akan memperoleh manfaat ganda dengan sistem integrasi kerbau dan sapi dengan sawit. Tenaga ternak dapat dimanfaatkan dalam transportasi TBS dari kebun ke lokasi pengumpulan sebelum dikirim ke pabrik pengolahan. Menghemat tenaga penanganan limbah kebun/industri karena ternak kerbau dan sapi dapat mendaurnya menjadi produk ternak yang bermanfaat seperti daging. Biaya penyiangan kebun akan menjadi hemat melalui grazing atau penyabitan hijauan antar tanaman. Pemanfaatan pupuk kandang sebagai hasil sampingan ternak kerbau/sapi mengurangi biaya pemupukan kelapa sawit dan menjamin pengembalian bahan organik ke tanah perkebunan. Ekonomi masyarakat (pemilik PR, pekerja pada PBSN dan masyarakat sekitar) terangkat karena menjadikan ternak sebagai sumber panghasilan sekundernya. Kesempatan memelihara kerbau dan sapi yang diperoleh masyarakat juga ber-impact positif karena mereka lebih tergantung pada kebun sawit.

Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan berusaha mewujudkan dan memfasilitasi program integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit secara profesinal sehingga peluang ke arah itu tidak sia-sia. Penempatan ternak pada masyarakat tidak boleh berakhir dengan hasil nihil yang mungkin disebabkan kematian ternak secara massal ataupun karena petani lebih cenderung menjual ternak untuk mendapatkan uang tunai melalui jalan pintas.

Andai kata manfaat ganda integrasi kerbau dan sapi dengan sawit sudah dihayati

(6)

masing-peningkatan populasi ternak kerbau dan sapi di daerah akan tercapai. Pada gilirannya tentu juga bermuara pada peningkatan populasi ternak kerbau dan sapi secara nasional.

Gizi pakan rendah

Keberhasilan dalam usaha peternakan harus memperhatikan tiga faktor yaitu manajemen, makanan dan pemuliaan (breeding). Sesuai dengan topik makalah ini perlu dibahas bahwa pemberian makanan ternak hendaklah memperhatikan kecukupan kebutuhan ternak dalam hal kuantitas dan kualitas. Kuantitas tidak diragukan lagi karena ketersediaan limbah sawit yang berlimpah. Nilai gizi pelepah, daun, hijauan antar tanaman dan serat buah sawit relatif rendah. Lembaga penelitian dan perguruan tinggi terkait sudah dan sedang melakukan penelitian dalam memanfaatkan teknologi peningkatan mutu bahan pakan tersebut. Pada implementasi integrasi kerbau dan sapi dengan sawit hendaklah menggunakan pakan yang sudah memperoleh sentuhan teknologi, disamping pemberian ransum seimbang dengan mengkombinasikan pakan konsentrat, vitamin dan mineral.

Penelitian

Banyak kendala yang harus dicarikan solusinya untuk lancarnya sistem integrasi kerbau dan sapi dengan kebun sawit, baik bidang teknis peternakan dan perkebunan

maupun bidang sosial dan budaya. Karena itu perlu penelitian disiplin-disiplin ilmu terkait terhadap kemungkinan implementasi integrasi kerbau dan sapi dengan kelapa sawit.

KESIMPULAN

Perkebunan kelapa sawit Sumbar berpotensi untuk berkontribusi dan menampung sebanyak 409.623-486.371 ST ruminansia besar.

DAFTAR PUSTAKA

DINAS PETERNAKAN. 2005. Laporan Tahunan. Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Padang. DINAS PERKEBUNAN. 2005. Laporan Tahunan.

Pemerintah Propinsi Sumatera Barat. Padang. MASKAMIAN. 2005. Prosiding Lokakarya

Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. BPTP Kal. Selatan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogo.r ULFI, N. 2005. Prosiding Lokakarya Pengembangan

Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. BPTP Kalimantan Selatan dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

SASROAMIDJOYO, M.S. 1980. Ternak Potong dan Kerja. Penerbit CV Jasa Guna. Jakarta. TOELIHERE, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada

Gambar

Tabel 1. Perkembangan populasi ternak kerbau dan sapi (ekor)
Tabel 2. Sebaran  populasi kerbau dan sapi di Sumatera Barat tahun 2005 (ekor)
Tabel 3: Luas, produksi dan keluarga aktif pada kebun sawit

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan kesehatan tentang metode kontrasepsi pria terhadap pengetahuan dan sikap keikutsertaan suami menjadi

Uji minyak atsiri menunjukkan bahwa jumlah lesio yang terbentuk di permukaan daun pada perlakuan minyak serai wangi konsentrasi 1.2%, minyak cengkih konsentrasi 1.2%, Tween 80,

 pusat yangl sudah putus, bayi#bayi ini tidak dapat menerima trans9usi plasenta dan koreksi dari kondisi ini.beda dengan tali pusat yang masih dipertahankan utuh, ketika seluruh

Ini dapat dilihat dari kasus yang terjadi di TNDS, karena tingkat kepercayaan yang tinggi diantara masyarakat nelayan dan masyarakat peladang di TNDS, maka

Bentuk dasar dari logo ini dibuat berdasarkan inisial nama perusahaan yang dikaitkan dengan konsep positioning yang baru yaitu loyal partner yang berarti bersifat sebagai

Penulis menyatakan dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian

Peneliti :He’em. Narasumber :Tapi nanti kita naik level atas, bukan komunikasi massa lagi, tapi massa komunikasi. Massa komunikasi adalah proses penyampaian pesan

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari jurnal karangan Natasya Putri Andini dengan judul “Pengaruh Viral Marketing Terhadap Kepercayaan Pelanggan dan