II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Definisi 2.1.1 Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat bertemunya pihak yang membutuhkan dana (borrower) dengan pihak yang kelebihan dana (lender). Dalam hal ini lender akan
memberikan dananya kepada borrowers, sedangkan lender mendapatkan surat
bukti (sekuritas) yang memiliki klaim atas aset-aset perusahaan. Pada umumnya
produk-produk (sekuritas) yang ditawarkan di pasar modal adalah saham biasa,
saham preferen, dan berbagai jenis obligasi, serta produk-produk derivatif
(Widoatmodjo, 2009).
Pasar modal menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1995 adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, yaitu perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga atau profesi yang berkaitan dengan efek. Adapun efek yang dimaksudkan di sini adalah surat berharga atau saham. Beberapa manfaat adanya pasar modal yaitu:
a. Pasar modal merupakan wahana berinvestasi dana jangka panjang yang
relatif efisien.
Investor atau calon investor dapat menanamkan dananya dalam berbagai instrumen yang diperdagangkan atau akan dijual oleh perusahaan yang membutuhkan dana jangka panjang di pasar modal secara terbuka atau transparan, sehingga investor dapat dengan mudah memprediksi untung ruginya dalam menginvestasikan dananya pada perusahaan tersebut.
b. Pasar modal merupakan alternatif investasi.
Pasar modal dapat menjadi alternatif untuk menanamkan modal bagi investor dengan segala kelebihan dan resiko yang ditanggung pemilik modal.
c. Investor dapat memiliki lebih dari satu saham perusahaan-perusahaan yang
telah go public dengan segala resikonya. Atau dengan kata lain investor
dapat menyebar investasinya (diversifikasi modal) ke berbagai perusahaan
yang telah go public dan menjual sahamnya di pasar modal
d. Perusahaan dalam pengelolaan manajemen dituntut transparan dan
profesional.
e. Meningkatkan perkembangan perekonomian secara nasional.
Pasar modal yang berkembang akan membantu mendorong roda perekonomian secara menyeluruh. Hal ini disebabkan pertumbuhan investasi yang meningkat sehingga perusahaan-perusahaan yang sedang membutuhkan dana untuk mengembangkan, memajukan dan meningkatkan produktifitasnya. Dampak positifnya, pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Pasar modal dibedakan menjadi pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah pasar bagi sekuritas atau efek yang pertama kali diterbitkan atau diumumkan dalam pasar modal. Sedangkan pasar sekunder adalah pasar bagi efek yang sudah ada dan sudah diperdagangkan dalam pasar modal. Pada pasar
sekunder ini harga efek ditentukan oleh mekanisme pasar. (Widoatmodjo, 2009).
Kehadiran pasar modal harus dapat dimanfaatkan oleh pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat. Bagi pemerintah, dampak positif adanya pasar
modal adalah adanya pemupukan modal di dalam negeri. Selain memperkecil pelarian modal ke luar negeri, pasar modal juga bermanfaat dalam hubungan perbankan dengan ekspansi kredit yang selalu meningkat. Dengan adanya pasar modal, minimal ekspansi kredit dapat diperkecil sehingga perusahaan yang memerlukan dana dapat mencarinya melalui penjualan saham dan pengeluaran obligasi.
2.1.2 Saham
Menurut Widoatmodjo (2009), saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu ataupun institusi dalam suatu perusahaan. Nilai saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu
a. Par Value (Nilai nominal)
Nilai nominal suatu saham adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi.
b. Base Price (Nilai/harga dasar)
Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Sehingga nilai dasar merupakan hasil perkalian antara harga dasar dengan jumlah saham yang diterbitkan.
c. Market price ( Nilai/harga pasar)
Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham. Jika harga pasar ini dikalikan dengan jumlah saham yang diterbitkan maka akan
Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar. Pemegang saham mempunyai hak dan tanggung jawab seperti halnya seorang pemilik perusahaan. Mereka mempunyai hak untuk menentukan arah dan kebijaksanaan umum perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tentunya hak mereka dibatasi oleh persentase
jumlah saham yang mereka miliki karena berlakunya prinsip “one share one
vote”.
Dalam bursa efek Indonesia, terdapat berbagai jenis saham, yaitu saham
biasa (common stock) dan preferen (preferred stock). Saham biasa merupakan
salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek perdagangan saham semakin marak dan menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham. Saham biasa merupakan saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh dividen
sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Saham preference merupakan
saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan/atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, disamping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi/komisaris (Aufa, 2010).
2.1.3 Bursa Efek
Bursa Efek adalah suatu sistem convenant yang terorganisir dengan
pembeli efek (pihak yang surplus dana) secara langsung atau melalui wakil-wakilnya. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak yang lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka.
Saat ini, bursa efek yang tersedia di Indonesia adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Pemegang saham bursa efek itu sendiri adalah perusahaan efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek. Sebagai fasilitator bursa efek mempunyai tugas yang harus dilakukan kepada calon investor agar dapat menjadikan bursa efek lebih dikenal oleh publik, yaitu (Widoatmodjo, 2009)
1. Menyediakan sarana perdagangan efek;
2. Mengupayakan likuiditas instrumen yaitu mengalirnya dana secara cepat
pada efek-efek yang dijual;
3. Menyebarluaskan informasi bursa ke seluruh lapisan masyarakat;
4. Memasyarakatkan pasar modal untuk menarik investor dan perusahaan yang
go public.
2.1.4 Indeks Harga Saham
Secara sederhana, indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan satu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Demikian juga, indeks harga saham merupakan angka yang membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, misalnya ketika harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu.
Menurut Widoatmodjo (2009), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek.
Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG dapat digunakan untuk menilai suatu situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. IHSG melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa.
Jenis indeks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Mustikaati, 2007):
1. Indeks Harga Saham Individual
Indeks Harga Saham Individual menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga masing-masing saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan harga saham tersebut disajikan tiap hari, berdasarkan harga penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Dalam hal ini, indeks tersebut mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham di bursa efek.
Ketika pertama kali saham dicatatkan di Bursa Efek, yaitu pada pagi hari sebelum perdagangan dimulai, saham tersebut sudah mempunyai harga, yaitu harga yang dibayar oleh investor di pasar perdana, atau harga perdana. Pada umumnya, harga perdana yang tercantum dalam prospektus merupakan harga tetap yang harus dibayar oleh investor tanpa ditambah biaya transaksi. Investor yang membeli saham di pasar perdana dan kemudian menjual sahamnya di bursa efek pasti ingin mengetahui presentase kenaikannya. Oleh karena itu, harga
perdana digunakan sebagai nilai dasar (unit base value) dalam menghitung indeks
harga saham. Perhitungan indeks harga saham individu dilakukan dengan rumus berikut:
IHSI = J
Atau
IHSI = X 100% (2.2)
2. Indeks Harga Saham Gabungan
Indeks Harga Saham Gabungan merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) dahulu Bursa Efek Jakarta (BEJ). IHSG diperkenalkan pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan harga saham di BEJ. Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal dan juga digunakan untuk menilai situasi pasar secara umum atau mengukur apakah harga saham mengalami kenaikan atau penuruan.
Untuk perhitungan Indeks Harga Saham secara umum, ada rumusan dasar
yang dikenal dengan nama Weighted Average. Rumus dasar penghitunganya
adalah :
IHSG = P Q
N x 100 (2.3)
Dimana,
P = harga penutupan saham di pasar reguler,
Q = bobot saham (jumlah saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia),
Nd = nilai dasar, yaitu nilai yang dibentuk berdasarkan jumlah saham yang
tercatat di BEI yang masuk dalam daftar penghitungan indeks.
Nilai dasar bisa berubah bila terdapat aksi korporasi yang menyebabkan jumlah saham berkurang atau bertambah. Sederhananya, setiap saham dihitung terlebih dahulu kapitalisasi pasar, kemudian dijumlahkan seluruh kapitalisasi
pasar per saham atas saham-saham yang diperhitungkan dalam indeks, lalu dibagi dengan nilai dasar, kemudian dikalikan dengan 100. Jika kapitalisasi pasar per saham yang di total ini berbeda dengan nilai kapitalisasi pasar seluruh saham di BEI, itu dikarenakan ada saham-saham yang tidak perhitungkan dalam penghitungan indeks. Saham-saham yang tidak diperhitungkan ini menjadi rahasia BEI. Pihak BEI memiliki kriteria sendiri atas saham-saham yang bisa dimasukkan dalam penghitungan IHSG. Jadi bisa dikatakan, IHSG merupakan nilai representatif atas rata-rata harga seluruh saham di BEI bedasarkan jumlah saham tercatat.
IHSG menentukan kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau stabil. Jika angka IHSG menunjukkan angka diatas 100 berarti kondisi pasar sedang ramai, sedangkan jika IHSG menunjukkan angka di bawah 100, maka kondisi pasar sedang lesu, dan apabila IHSG menujukkan angka 100, maka pasar dikatakan dalam keadaan stabil.
Tabel 2.1. Indikator Angka IHSG
Indikator Angka IHSG Keterangan
Angka IHSG > 100 Angka IHSG < 100 Angka IHSG = 100 Ramai Lesu Stabil Sumber: Widoatmodjo (2009)
IHSG merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek.
a. Seluruh Saham
Indeks harga saham gabungan (IHSG) seluruh saham menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu. Biasanya pergerakan saham tersebut disajikan tiap hari, berdasarkan harga
penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu. Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukuran kinerja suatu saham gabungan di bursa efek.
b. Indeks Harga Saham Kelompok
Indeks harga saham kelompok menggambarkan suatu rangkaian informasi historis mengenai pergerakan harga saham kelompok suatu saham, sampai pada tanggal tertentu.
c. Indeks LQ45
Indeks ini terdiri dari 45 saham dengan likuidasi tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Selain penilaian atas dasar likuiditas, seleksi atas saham-saham tersebut mempertimbangkan kapitalisasi pasar. d. Jakarta Islamic Index
Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan prinsip syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam JII melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT. Danareksa Investment Management.
2.1.5 Indeks Produksi Industri (IPI)
Industrial Production Index (IPI) atau Indeks Produksi Industri merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara
dengan pendekatan output riil (Kaminsky, 1998). Indeks ini merepresentasikan
pertumbuhan produksi nasional.
Adapun rumus untuk menghitung IPI yaitu :
dimana Wi adalah bobot pembagi dan Ri adalah produksi relatif.
IPI merupakan data bulanan yang mengukur total produksi dari seluruh pabrik, pertambangan, dan perusahaan pelayanan publik (listrik, air, gas, transportasi, dan lain-lain). Komponen terbesar dari indeks ini adalah industri manufaktur yang diestimasi dari total jam kerja dari laporan ketenagakerjaan.
Komponen pelengkapnya adalah Capacity Utilization yang bertujuan untuk
menghitung tingkat penggunaan modal negara yang digunakan selama proses produksi (Muthohharoh, 2010).
2.1.6 Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank. Namun setelah dikeluarkan kebijaksanaan yang memperkenankan bank-bank menerbitkan sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan dapat menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun. Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen dalam melakukan kebijaksananan operasi pasar terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter.
Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan instrumen SBI, yaitu:
1. SBI lelang yaitu SBI yang dijual secara lelang kepada bank dan atau pialang,
yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengendalian moneter.
2. SBI repo (repurchase agreement) adalah SBI yang dibeli kembali oleh Bank
Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas bank dengan perjanjian bank akan membeli kembali sesuai jangka waktu repo yang diperjanjikan.
2.1.7 Harga Minyak Riil
Data harga minyak untuk Indonesia diambil dari data Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk industri minyak dari Badan Pusat Statistik (BPS). IHPB ini merupakan angka indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada tingkat harga perdagangan besar atau harga grosir dari komoditas minyak yang diperdagangkan di Indonesia. Harga perdagangan besar untuk komoditas minyak adalah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.
Perhitungan IHPB secara umum menggunakan formula Laspayres yang
dikembangkan, yaitu:
In = ∑PP
∑ P Q (2.5)
Dimana: In = Indeks bulan ke n (bulan penelitian)
Pn = Harga bulan ke n (bulan penelitian)
Pn-1 Q0= Nilai timbangan bulan n-1 (bulan sebelumnya)
P0 Q0 = Nilai timbangan tahun dasar
Harga minyak riil merupakan harga minyak yang dilihat dari suatu waktu yang konstan dengan mengeluarkan unsur inflasi dari data tersebut. Perubahan harga minyak riil ini mengindikasikan adanya perubahan harga minyak yang sebenarnya. Misalnya, harga nominal minyak pada tahun lalu sebesar $100 per barrel, dan harga minyak tahun ini $110 per barrel dengan tingkat inflasi 10%. Secara perhitungan nominal, harga minyak mengalami peningkatan sebesar $10 per barrel. Jika memperhitungkan inflasi, maka harga minyak tidak mengalami kenaikan. Dalam penelitian ini, harga minyak riil diperoleh dengan membagi IHPB untuk minyak dengan tingkat inflasi yang diproksi dengan indeks harga konsumen (IHK).
2.1.8 Volatilitas
Studi mengenai volatilitas pertama kali dilakukan oleh Engle (1982) dengan
menggunakan Auto-Regressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH).
Kemudian dikembangkan oleh Bollerlev (1986) dengan General Auto-Regressive
Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Pada prinsipnya kedua model ini sama-sama melihat volatilitas harga.
Keterbatasan dari model ARCH adalah tidak dapat menganalisis hubungan antar variabel, maka beberapa studi volatilitas yang melihat hubungan antar
variabel menggunakan model yang lain, seperti Ordinary Least Square (OLS),
General Method of Moment (GMM), atau Vector Autoregression (VAR). Semua studi volatilitas tersebut tetap menggunakan data varian atau standar deviasi dari datanya meskipun tidak menggunakan model ARCH.
Konsep volatilitas dalam penelitian ini diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varian. Atau dengan kata lain, definisi volatilitas berhubungan dengan bagaimana nilai-nilai data tersebut tersebar. Sebuah standar deviasi yang rendah menunjukkan bahwa nilai data-data cenderung sangat dekat dengan nilai rata-rata, sedangkan standar deviasi yang tinggi menunjukkan bahwa nilai data tersebar di berbagai macam nilai.
2.2 Tinjauan Teori
2.2.1 Teori Pengharapan Rasional
Pada dekade 1950-an dan 1960-an, para ekonom memandang harapan hanya sebagai bentuk dari pengalaman masa lalu saja (pengharapan adaptif).
Pengharapan adaptif (adaptive expectations) menyatakan bahwa perubahan
harapan akan terjadi secara perlahan sepanjang waktu seiring dengan perubahan data masa lalu (Miskhin, 2008).
Seiring berjalannya waktu, pengharapan adaptif dianggap tidak sesuai lagi karena hanya menggunakan informasi dari data masa lalu pada suatu variabel tertentu untuk membentuk harapan atas variabel tersebut. Oleh karena itu, John
Muth mengembangkan teori pengharapan rasional (rational expectations). Teori
pengharapan rasional menyatakan bahwa pengharapan akan sama dengan proyeksi yang optimal (tebakan terbaik mengenai masa depan) dengan menggunakan semua informasi yang tersedia (Miskhin, 2008).
Terdapat dua alasan mengapa pengharapan dapat menjadi tidak rasional. Pertama, untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukan membutuhkan banyak usaha atau biaya. Kedua, adanya kemungkinan informasi yang didapatkan tidak relevan dan akurat.
2.2.2 Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis pasar efisien (efficient market hypothesis) didasarkan pada asumsi
bahwa harga-harga dari sekuritas di pasar keuangan sepenuhnya mencerminkan semua informasi yang tersedia. Hipotesis pasar efisien menganggap pengharapan atas harga depan sama dengan proyeksi optimal dengan menggunakan semua informasi yang tersedia.
Berdasarkan hipotesis ini, harga saham mencerminkan semua informasi yang tersedia secara publik dalam pasar yang efisien. Harga saham akan bereaksi terhadap pengumuman atau berita jika informasi yang diumumkan tersebut baru dan tidak diperkirakan sebelumnya (Mishkin, 2008).
2.2.3 Teori Umum Pasar
Harga dalam suatu pasar merupakan titik pertemuan antara permintaan dan penawaran dari produk yang ditawarkan oleh pasar. Perubahan harga ataupun perubahan volume produk berubah-ubah sesuai perubahan permintaan dan atau penawaran. Apabila volume produk mengalami peningkatan yang menunjukkan bahwa terjadi perluasan pasar, maka tingkat harga akan mengalami peningkatan.
2.2.4 Hubungan Harga Minyak dan Harga Saham
Mekanisme yang menjelaskan pengaruh harga minyak terhadap harga saham telah banyak diungkapkan, khususnya dalam mekanisme transmisi penawaran dan permintaan. Salah satunya dalam penelitian Adebiyi et. al. (2009) yang mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak adalah salah satu input penting bagi produksi sehingga jika ada kenaikan harga bahan bakar minyak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi produktifitas.
Kenaikan harga minyak akan menimbulkan guncangan yang negatif pada
sisi penawaran (negative supply-side shock). Artinya, kenaikan harga minyak
akan menyebabkan naiknya ongkos energi bagi perusahaan-perusahaan (dunia usaha), yang pada gilirannya akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menambah atau mengurangi jumlah produksi. Hal tersebut akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan serta harga jual output perusahaan. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya biaya produksi akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung mengurangi jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan cenderung menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan dipandang tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor tidak tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan.
Basher dan Sadorsky (2006) mengungkapkan bahwa bahan bakar minyak, begitu pula dengan modal, tenaga kerja dan bahan baku merupakan komponen penting dalam produksi barang dan jasa, sehingga perubahan harga input-input ini akan mempengaruhi kas perusahaan/industri. Pada kasus negara importir minyak, peningkatan harga minyak akan meningkatkan biaya pruduksi karena tidak adanya input substitusi antara faktor-faktor produksi tersebut. Biaya produksi yang tinggi mengurangi arus kas dan pada akhirnya menurunkan harga saham.
Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto. Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi, dan Bank Sentral dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku bunga. Bagi tipe
investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk overter), kenaikan suku
Selain untuk mengantisipasi resiko fluktuasi harga saham, hal tersebut menyebabkan penurunan harga saham karena para investor memindahkan danannya ke instrumen obligasi.
2.2.5 Hubungan Kebijakan Moneter dengan Harga Saham
Suku bunga merupakan salah satu resiko yang harus dipertimbangkan oleh investor sebelum berinvestasi di sebuah negara. Mishkin (2008) mengungkapkan bahwa kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perekonomian melalui instrumen utang namun bisa melalui harga aset. Salah satu harga aset yang dipengaruhi oleh suku bunga melalui mekanisme transmisi adalah harga saham.
Fluktuasi harga di pasar saham, yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter, memiliki pengaruh penting terhadap ekonomi. Mekanisme transmisi yang melibatkan pasar saham terdiri dari tiga jenis yakni pengaruh pasar saham terhadap investasi, pengaruh neraca perusahaan, pengaruh kesejahteraan rumah tangga, dan pengaruh likuiditas rumah tangga. Khusus untuk pengaruh pasar
saham terhadap investasi. Teori Tobin’s q menjelaskan mekanisme penting
tentang bagaimana pergerakan harga saham dapat mempengaruhi perekonomian. Tobin’s q dapat diartikan sebagai nilai pasar perusahaan dibagi dengan biaya penggantian modal. Jika q tinggi, harga pasar perusahaan relatif tinggi terhadap biaya penggantian modal, dan pabrik baru serta peralatan relatif murah terhadap nilai pasar perusahaan. Perusahaan dapat menerbitkan saham dan menperoleh harga saham yang tinggi terhadap biaya fasilitas dan peralatan mereka beli. Pengeluaran untuk investasi akan meningkat karena perusahaan dapat membeli banyak instrumen investasi hanya dengan menerbitkan sedikit saham.
Hal yang terpenting dari model Tobin’s q adalah adanya hubungan antara harga saham dan pengeluaran investasi. Kemudian bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi harga saham. Kebijakan moneter ekspansif dimana suku bunga diturunkan akan membuat obligasi tidak menarik dibandingkan saham dan meningkatkan permintaan terhadap saham yang harganya akan meningkat.
Dengan mengkombinasikan hal tersebut dengan pengeluaran investasi, maka harga saham yang tinggi akan meningkatkan pengeluaran investasi. Mekanisme transmisinya dapat dilihat dalam skema berikut ini peningkatan jumlah uang beredar menunjukan kebijakan moneter ekspansif. Jika penetapan harga saham menggunakan model dividend discount, maka kebijakan moneter akan mempengaruhi harga saham melalui suku bunga karena investasi di saham lebih menguntungkan dibandingkan di obligasi (Hildebrand, 2006). Kemudian jumlah saham yang dimiliki meningkat dan mengindikasikan pengeluaran investasi meningkat. Dengan demikian akan terjadi peningkatan pada permintaan aggregat yang akan meningkatkan output.
Investasi perusahaan tidak hanya melalui obligasi tetapi dapat pula melalui penerbitan saham baru. Biaya modal perusahaan akan relatif turun ketika harga saham tinggi karena perusahaan memperoleh dana yang lebih besar dari penerbitan saham baru tersebut. Ketika harga saham tinggi maka pengeluaran investasi akan meningkat karena biaya modal yang rendah. Kebijakan moneter ekspansif meningkatkan harga saham, menurunkan biaya modal dan menyebabkan investasi dan output meningkat.
2.3 Penelitian Terdahulu
Adebiyi et. al. (2009) mengestimasi pengaruh harga minyak dunia, nilai tukar, suku bunga, dan indeks produksi industri terhadap indeks harga saham di Nigeria. Dengan menggunakan metode VAR, hasil penelitian menunjukan bahwa harga minyak dunia berpengaruh negatif terhadap indeks harga saham, yang artinya bahwa naiknya harga minyak dunia akan menurunkan indeks harga saham
di Nigeria. Adebiyi membandingkan shocks harga minyak dunia dan shocks suku
bunga terhadap pasar saham untuk menentukan variabel mana yang lebih berperan
menggerakkan indeks harga saham di Nigeria. Hasilnya adalah shocks suku bunga
memiliki pengaruh yang lebih besar dari pada shocks harga minyak dunia. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan moneter di Nigeria secara sistematis mengantisipasi inflasi yang ditimbulkan oleh kenaikan harga minyak dunia dengan peningkatan suku bunga, yang pada akhirnya akan menurunkan indeks harga saham.
Narayan dan Seema (2010) melakukan penelitian mengenai dampak guncangan harga minyak dunia terhadap harga saham di negara Vietnam. Penelitian ini menggunakan metode analisis ECM dengan memasukkan variabel harga minyak dunia jenis WTI, nilai tukar, dan indeks harga saham Vietnam. Hasil penelitian menggunakan model ECM menunjukkan bahwa harga minyak dunia, harga saham, dan nilai tukar terkointegrasi dan harga minyak dunia berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap harga saham di Vietnam.
Maghyereh (2004) menganalisis dinamika hubungan antara harga crude oil
VAR. Maghreyeh (2004) mengungkapkan bahwa harga minyak dunia tidak terlalu dominan mempengaruhi indeks harga saham di negara-negara berkembang. Selain
itu, hasil impulse response menunjukan bahwa gejolak pasar minyak dunia yang
ditunjukan oleh harga minyak dunia tidak terlalu direspon oleh indeks harga saham. Hasil ini menunjukan bahwa pergerakan harga minyak dunia tidak selalu berarti pergerakan indeks harga saham. Selain itu, hasil penelitian Maghreyeh (2004) ini juga membuktikan bahwa arus modal di pasar saham negara-negara berkembang tidak berjalan efektif karena pengaruh spekulasi dari beberapa investor.
Masih, Peters, dan Mello (2010) meneliti pengaruh fluktusi harga minyak
riil terhadap return saham riil di negara Korea menggunakan model VECM
dengan memasukkan variabel tingkat suku bunga, aktivitas ekonomi, return
saham riil, harga minyak riil, dan volatilitas harga minyak riil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas harga minyak riil lebih dominan dalam
menjelaskan pergerakan return saham. Volatilitas harga minyak akan berdampak
buruk terhadap investor dan perusahaan pada jangka waktu yang lama serta memerlukan waktu untuk perusahaan dan investor dalam menyesuaikan diri akibat guncangan harga minyak. Selain itu, harga minyak dan volatilitasnya juga berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dimana ketika terjadi guncangan harga minyak maka akan menghambat aktivitas ekonomi di negara Korea dalam jangka panjang. Perekonomian membutuhkan waktu untuk kembali pada tingkat keseimbangan akibat adanya guncangan harga minyak.
Sari dan Soytas (2006) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara
negara Turki. Data yang digunakan adalah data time series bulanan mulai periode 1987:01 sampai 2004:03 dengan menggunakan pendekatan model VAR. Hasil penelitian Ramazan dan Ugur adalah tidak adanya hubungan yang signifikan
antara Return saham, harga minyak mentah (crude oil price), suku bunga, dan
output di negara Turki. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemerintah Turki menetapkan pajak yang besar terhadap minyak sehingga guncangan harga minyak diserap oleh perubahan pajak.
Perry Sadorsky (1999) melakukan analisis peranan guncangan harga minyak terhadap aktivitas pasar saham di negara kawasan OECD menggunakan metode analisis VAR dan memasukkan unsur volatilitas harga minyak dalam model
penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data index of
industrial production, three-mounth T-bill rate, real oil price, dan real stock return selama perode 1950-1995. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan harga minyak dan volatilitasnya berperan penting dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi di negara-negara kawasab OECD dan perubahan variabel ekonomi lainya juga berpengaruh, tetapi pengaruhnya kecil terhadap harga minyak. Berdasarkan hasil impuls respon yang dilakukan, pergerakan harga minyak berpengaruh penting dalam menjelaskan pergerakan return harga saham di negara-negara OECD.
Penelitian Perry Sadorsky (1999) adalah penelitian yang paling mendekati penelitian yang dilakukan penulis, namun terdapat perbedaan dalam beberapa aspek, yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data di negara Indonesia dan periode yang penelitian ini dimulai sejak tahun 2000 hingga 2011.
2.4 Kerangka Pemikiran
Skema alur pemikiran pada Gambar 2.1 menunjukan analisis pengaruh pergerakan harga minyak terhadap pergerakan indeks harga saham. Berdasarkan beberapa literatur teori dan penelitian terdahulu maka diduga terdapat pengaruh pergerakan harga minyak terhadap indeks harga saham di Indonesia.
Inti permasalahan pada penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pergerakan harga minyak terhadap perekonomian dan aktivitas pasar saham di Indonesia. Alasan pasar saham dijadikan indikator aktivitas perekonomian di suatu negara pada penelitian ini ialah karena pasar keuangan merupakan tempat atau sarana bagi aliran modal dari luar negeri maupun dari dalam negeri yang dipandang penting dalam pendanaan proses produksi. Dana berlimpah yang dimiliki masyarakat atau perusahaan, khususnya kalangan investor, akan membuat arus modal semakin aktif mengalir di pasar saham dan indeks harga saham akan menunjukan tren positif sehingga aktivitas perekonomian negara tersebut bisa dikatakan baik. Penelitian ini ingin melihat apakah ada pengaruh pergerakan harga minyak dan volatilitasnya terhadap perekonomian dan pasar saham di Indonesia.
Jika terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi produktivitas. Peningkatan biaya produksi dan menurunnya produktivitas akan mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan serta harga jual output. Hal tersebut akan mempengaruhi output nasional karena output yang dihasilkan oleh perusahaan menurun. Selain itu, kenaikan harga minyak juga akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen, dimana naiknya biaya produksi akan membuat naiknya harga jual serta konsumen akan cenderung mengurangi jumlah barang yang dikonsumsi sehingga penerimaan produsen akan
cenderung menurun dan mempengaruhi arus kas. Arus kas yang menurun akan dipandang tidak baik oleh investor sehingga hal tersebut akan membuat investor tidak tertarik untuk menginvestasikan dananya pada saham perusahaan.
Kenaikan harga minyak juga mempengaruhi tingkat bunga diskonto. Kenaikan harga minyak sering menunjukkan tekanan inflasi (Bangun, 2012). Bank Sentral dapat mengontrol kenaikan inflasi ini dengan meningkatkan suku
bunga. Bagi tipe investor yang memiliki kecenderungan berhati-hati (risk
overter), kenaikan suku bunga membuat investasi pada instrumen obligasi lebih menarik daripada saham. Menurut mekanisme transmisi suku bunga yang diungkapkan oleh Miskhin (2008), kebijakan moneter kontraktif, yakni menaikkan suku bunga nominal akan mempengaruhi tingkat bunga di instrumen obligasi. Hal ini akan mempengaruhi harga saham (turun) karena instrumen
obligasi jauh lebih menarik dan beresiko rendah karena tingkat return-nya
Keterangan:
= Alur penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Harga Minyak Dunia
Harga Minyak di Indonesia
Output perusahaan
Arus kas Perusahaan
Biaya produksi perusahaan Inflasi
Investasi Obligasi Return Saham Harga Saham Perusahaan Kontrol Kebijakan Moneter Output
Nasional Suku Bunga
Vector Autoregression
Impuls Respons Variance
Decompositio
Pengaruh harga minyak terhadap Return saham di
2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan literatur-literatur yang melandasi penelitian serta hasil dari penelitian sebelumnya, maka penulis memiliki hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga pergerakan harga minyak dan volatilitasnya menjadi salah satu
faktor penting dalam menjelaskan pergerakan return saham di Indonesia;
2. Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif
terhadap return saham sebab Indonesia sebagai negara pengimpor minyak;
3. Diduga harga minyak dan volatilitasnya berpengaruh secara negatif