KADARSERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 TIDAK TERKONTROL
(Studi di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang)
Nawang Wulan Nurhikmah* Evi Puspita Sari** Inayatur Rosidah***
ABSTRAK
Pendahuluan Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan sistem tubuh yang menimbulkan komplikasi salah satunya pada hati. Hiperglikemia mempercepat pembentukan ROS yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas dapat merusak berbagai jaringan tubuh salah satunya sel hati.Serum Glutamic Pyruvic Transaminase(SGPT) merupakan tes fungsi hati yang spesifik terhadap inflamasi pada hati.Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol. Metode desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan yang berjumlah 57 orang. Pengambilan sampel menggunakan purposive samplingdidapatkan 20 orang.Variabel penelitian ini kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan. Alar ukur penelitian menggunakan lembar observasi dan fotometer. Metode pemeriksaan SGPT menggunakan metode kinetik enzimatik sesuai International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFFC). Hasil penelitian didapatkan sebanyak 20 responden (100 %) memiliki kadar SGPT masih dalam nilai normal. Kesimpulan penelitian ini seluruh penderita DM tipe 2 tidak terkontrol di Puskesmas Peterongan memiliki kadar SGPT normal.
Kata kunci:DM Tipe 2 Tidak Terkontrol, SGPT
SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE LEVELS (SGPT) IN UNCONTROLLED DIABETES MELLITUS TYPE 2 PATIENTS
(Studi at Peterongan Health Center, Jombang Regency)
ABSTRACT
the International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFFC). The results showed that 20 respondents (100%) had SGPT levels still in normal values. The conclusion of this study all uncontrolled type 2 diabetes mellitus patients at Peterongan Health Center had normal SGPT levels.
Keywords: Uncontrolled DM Type 2, SGPT
PENDAHULUAN
Penyakit diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis dengan angka kejadian yang tinggi di Indonesia dan menjadi masalah serius bagi masyarakat di Indonesia (Magfirah dan Rahmadi, 2016). Kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan sistem tubuh yang akan menimbulkan komplikasi ( Reza dan Rachmawati, 2017). Kerusakan jangka panjang yang disebabkan oleh DM pada organ terutama pada mata, ginjal, syaraf, pembuluh darah, dan hati (Inayatillah, 2016).
International Diabetes Federation (IDF)
menyatakan bahwa tahun 2015
menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa memiliki diabetes, apabila tidak ada tindakan pencegahan akan maka jumlah ini akan meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 akan meningkat menjadi 642 juta penderita (Lathifah, 2017). Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Amerika Serikat dan World Health Organization (WHO) memprediksi penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Suni, Harianto, dan Dewi, 2017). Data Dinas kesehatan Kabupaten Jombang tahun 2012 untuk penyakit DM menduduki peringkat ke delapan dengan jumlah kasus (4,58%) dari jumlah penduduk total, sedangkan tahun 2013 penyakit DM menduduki peringkat ke enam dengan jumlah kasus sebesar 9.763 orang (4,8%). Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penderita DM (Irfan dan Wibowo, 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit multifaktoral yang ditandai dengan sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas endogen insulin atau keduanya (Suryani, Pramono dan Septiana, 2015). Hiperglikemia pada DM dapat menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif (ROS) atau pembentukan stres oksidatif. Adanya ROS ini menyebabkan radikal bebas dalam tubuh meningkat. Radikal bebas ini dapat merusak berbagai jaringan tubuh, salah satunya adalah sel hati ( Inayatillah, 2016). Salah satu tes fungsi hati yang diperlukan meliputi pemeriksaan yang spesifik terhadap inflamasi parenkim hepar yaitu serum glutamic pyruvic Transaminase (SGPT). Peningkatan SGPT di dalam darah mengindikasikan adanya kerusakan sel-sel hati dibandingkan enzim lainnya ketika terjadi kerusakan hepar (Inayatillah, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimana gambaran kadar SGPT pada penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol (Studi di Puskesmas Peterongan) ?”.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2018 di laboratorium Puskesmas Peterongan. Alat yang digunakan : Fotometer Kenzamax Biochemestry, mikropipet,blue tip, yellow tip, cenrifuge, tabung serologi. Bahan yang digunakan : Serum, reagen SGPT (Diasys). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode pengambilan sampel penelitian dengan purposive sampling. Subyek penelitian ini adalah penderita diabetes melitus tipe 2 tidak terkontrol yang memenuhi kriteria.
Prosedur Penelitian
Memastikan fotometer Kenzamax Biochemistry dalam konsisi ready. Memilih program pemeriksaan SGPT. Menyiapkan tabung serologi dengan perlakuan sebagai berikut :
Tabung Reagen
1 Reagen2 Serum
Test 500 µL 125 µL 50µL
Kemudian menghomogenkan dan
pembacaan pada fotometer dengan dasar pengukuran kinetik.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2018 di laboratorium puskesmas Peterongan didapatkan seluruh responden sejumlah 20 orang (100 %) memiliki kadar SGPT normal, dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1 : Karakteristik Responden berdasarkan kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol
No Kadar
SGPT U/L
Frekuensi Persenta se %
1. Normal 20 100
2. Tinggi 0 0
Jumlah 20 100
Sumber : Data Primer 2018
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol yang dilakukan di Puskesmas Peterongan didapatkan seluruh responden memiliki kadar SGPT normal. Kadar SGPT yang normal pada seluruh responden yang berjumlah 20 orang dipengaruhi oleh lamanya responden menderita DM, berdasarkan observasi lapangan seluruh responden memiliki lama menderita DM < 5 tahun, karena terjadinya komplikasi pada DM juga dipengaruhi oleh lama menderita DM. Secara teoritis, lama waktu terdiagnosa DM juga berkaitan dengan penurunan fungsi sel beta pankreas sehingga menimbulkan dan beresiko mengalami komplikasi diabetes yang secara umum terjadi pada pasien dengan lama sakit 5-10 tahun (Suryanto dan Susanto, 2016).
Menurut peneliti berdasarkan observasi dilapangan 20 responden rutin mengikuti kegiatan PROLANIS yang diadakan di Puskesmas Peterongan. PROLANIS memiliki beberapa kegiatan seperti pemeriksaan gula darah, pemberian obat, penyuluhan oleh dokter setempat, dan senam bersama. Senam yang dilakukan pada kegiatan tersebut dapat menurunkan kadar gula darah karena gula darah dalam tubuh digunakan sebagai energi. Secara teoritis olahraga yang dilakukan pada penderita DM bermanfaat dalam meningkatkan sensitifitas reseptor insulin dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga latihan jasmani dapat menyebabkan penurunan glukosa darah (Suryani, Pramono, dan Septiana, 2016). Penurunan gula darah dapat mengurangi pembentukan ROS dalam tubuh, karena secara teoritis yang dapat mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif (ROS) atau pembentukan stres oksidatif adalah hiperglikemia (Inayatillah, 2016).
banyak telah diterapkan oleh para responden dirumah. Penyuluhan pada responden dapat meningkatkan pengetahuan yang dapat mengubah pola hidup dan menurunkan resiko terjadinya komplikasi pada DM. Pengetahuan penderita tentang diabetes melitus merupakan sarana yang membantu penderita menjalankan penanganan DM sehingga semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang penyakitnya semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya. Dikutip dari Notoatmodjo (2004) Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (Rahmadiliyani dan Muhlisin, 2008).
Fungsi organ hati didalam tubuh salah satunya adalah menetralisir zat toksik, dalam penelitian ini tidak terjadi peningkatan kadar SGPT yang artinya organ hati masih bekerja sesuai dengan fungsinya, apabila organ hati mengalami kerusakan maka enzim yang ada di hati akan keluar salah satunya enzim SGPT. Secara teoritis adanya enzim transaminase dalam plasma darah yang diatas normal memberi dugaan suatu peningkatan kerusakan jaringan (Inayatillah, 2016). Peningkatan SGPT atau SGOT disebabkan perubahan permeabilitas atau kerusakan dinding sel hati sehingga digunakan sebagai penanda gangguan sel hati (hepatoseluler) (Rosida, 2016). Selain itu dengan adanya antioksidan yang sudah ada didalam tubuh juga dapat membantu menangkal radikal bebas yang ada, sehingga tidak dapat merusak sel hati. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambatreactive oxygen species (ROS) dan juga radikal bebas sehingga antioksidan dapat mencegah penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas (Suhaling, 2010). Selain itu antioksidan bekerja dengan cara menyediakan elektron bagi radikal bebas dan bersifat sangat mudah dioksidasi sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi tersebut (Werdhasari, 2014).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Peterongan terhadap penderita DM tipe 2 tidak terkontrol dapat disimpulkan bahwa seluruh responden (100 %) memiliki kadar serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dalam batas normal.
Saran
1. Bagi pasien diabetes melitus
Diharapkan pada penderita DM agar tetap mengontrol gula darah sehingga kadar SGPT tetap terjaga dalam batas normal.
2. Bagi tenaga kesehatan (perawat) Diharapkan pada petugas puskesmas untuk tetap memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien diabetes melitus agar tetap mengontrol gula darah sehingga kadar SGPT tetap dalam batas normal.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan peneliti selanjutnya melakukan penelitian kadar SGPT pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol dengan lama menderita > 5 tahun.
KEPUSTAKAAN
Inayatillah B., 2016. Pengaruh Ekstrak Daun Ketapang Terhadap Perbaikan Kerusakan Hepatosit Serta Kadar SGOT dan SGPT
Mencit Diabetik
{Skripsi},Universitas Airlangga. Irfan M., Heri W.,Hubungan Tingkat Stres
Dengan Kadar Gula darah pada Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang, STIKES Pemkab Jombang.
Dengan Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus,Jurnal Berkala Epidemiologi, vol. 5, no. 2, hh. 231-239
Maghfirah S., Rohmadi, 2016. Regulasi Diri Otonomi Dan Terkontrol Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, The Indonesian Journal of Health science, vol. 7, no. 1, hh. 77-85.
Rahmadiliyani N., Abi M., 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Dan Komplikasi pada Penderita DM Dengan Tindakan Mengontrol Kadar Gula darah Di Wilayah kerja Puskesmas I Gatak Sukoharjo, Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, vol.1, no. 2, hh. 63-68.
Reza A., Rachmawati B., 2017.Perbedaan Kadar SGOT dan SGPT Antara Subyek Dengan Dan Tanpa Diabetes Melitus, Jurnal Kedokteran Diponegoro, vol.6, no.2, hh. 158-166.
Rosida A., 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati, vol. 12, no. 1, hh. 123-131.
Suhaling S., 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Kacang Merah Dengan Metode DPPH {Skripsi}, Universitas IslM Negeri Alauddin Makassar.
Suni Y., Tanto H., Novita D.,2017. Pengaruh Pemberian Tepung Porang Terhadap Kadar SGPT pada Tikus Strain Wistar DM Tipe 2,vol. 2, no.2, hh. 295-606.
Suryani N., Pramono, Henny S., 2016.Diet dan Olahraga Sebagai Upaya Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015, vol. 6, no. 2, hh. 1-10.
Suyanto, Andreawan S., 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Neuropati Perifer Diabetik, juenal keperawatan dan pemikiran ilmiah, vol. 2, no. 6, hh. 1-7.