• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila - EFEKTIVITAS EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) TERHADAP PENGENDALIAN PENYAKIT MAS (Motile Aeromonas Septicemia) PADA IKAN NILA (Oreochromis nilotic

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila - EFEKTIVITAS EKSTRAK BUNGA KECOMBRANG (Nicolaia speciosa Horan) TERHADAP PENGENDALIAN PENYAKIT MAS (Motile Aeromonas Septicemia) PADA IKAN NILA (Oreochromis nilotic"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila

Klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984, 1995) yaitu sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Classis : Osteichties

Sub Classis : Acanthoptherigii

Ordo : Percormorphii

Sub ordo : Percoidae

Familia : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

(2)

2.1.2 Ciri-ciri Morfologis Ikan Nila

Ukuran tubuh ikan nila (O. niloticus) relatif lebih panjang dibanding

kerabat dekatnya yaitu ikan mujair (Oreochromis mossambicus), dengan

perbandingan panjang total dan lebar pada ikan nila yaitu 3:1 dan 2:1. Pada

ikan nila terdapat enam buah garis vertikal yang berwarna gelap pada sirip

ekornya. Garis vertikal tersebut terdapat juga pada sirip punggung dan sirip

dubur. Berbeda dengan ikan mujair yang tidak memiliki garis-garis vertikal

tersebut (Suyanto, 2010).

Ikan nila jantan dan betina dapat dibedakan. Ikan nila jantan

memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan ikan nila betina.

Alat kelamin ikan nila jantan terletak di depan anus. Bentuknya berupa

tonjolan agak runcing, berfungsi sebagai saluran urine dan saluran sperma.

Sementara itu, alat kelamin ikan nila betina juga terletak di depan anus,

tetapi memiliki lubang genital yang terpisah dengan lubang saluran urine

(Khairuman & Amri, 2012).

2.1.3 Sifat Biologis Ikan Nila

Ikan nila merupakan hewan omnivora yang memakan tumbuhan

dan hewan lainnya. Ikan nila yang masih berbentuk benih biasanya

memakan zooplankton (plankton hewani) seperti Rotifera sp. dan Daphnia

sp. Selain itu, benih ikan nila juga memakan alga atau lumut yang menempel

di bebatuan yang ada di habitatnya. Saat dibudidayakan, ikan nila juga

(3)

dewasa, ikan ini bisa diberi berbagai pakan tambahan seperti pelet

(Khairuman & Amri, 2012).

Ikan nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan air asin

dengan kadar garam antara 0-35 per mil. Ikan nila juga dapat dibudidayakan

di kolam-kolam pekarangan rumah yang relatif sempit dari dataran rendah

sampai dataran tinggi (Suyanto, 2010). Untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan, ikan nila memerlukan suhu yang optimum yaitu sekitar

25-30oC. Salinitas atau kadar garam sangat mempengaruhi kehidupan ikan

nila. Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang biak di perairan dengan

salinitas 0-29% (promil), dan masih dapat tumbuh pada salinitas 29-35%

tetapi tidak dapat bereproduksi. Ikan nila yang masih kecil atau benih

biasanya lebih cepat menyesuaikan diri terhadap kenaikan salinitas

dibandingkan dengan ikan nila yang berukuran besar (Khairuman & Amri,

2012).

2.1.4 Penyakit Ikan Nila

Dalam pembudidayaan ikan nila terdapat beberapa kendala yang

dihadapi, salah satunya yaitu penyakit yang menyerang ikan nila. Penyakit

tersebut dapat disebabkan oleh cacing, jamur, protozoa, maupun bakteri.

Gyrodactylus sp. dan Dactylogyrus sp. merupakan cacing yang

menyebabkan penyakit pada ikan nila yang biasanya menyerang pada kulit,

sirip, dan insang. Jamur yang menyebabkan penyakit pada ikan nila yaitu

(4)

menyerang ikan nila yaitu, Tricodina sp., Tricodinella sp. dan Epistylis sp.

(Afrianto & Liviawaty, 2009).

Dibanding dengan jamur, protozoa dan cacing, bakteri merupakan

penyebab penyakit yang sering menyerang pada ikan nila. Bakteri dapat

dikelompokkan menjadi dua berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap

pewarnaan Gram. Bakteri tersebut yaitu bakteri Gram positif dan bakteri

Gram negatif. Hampir semua bakteri patogen pada ikan tergolong dalam

bakteri Gram negatif, misalnya seperti Aeromonas sp., Pseudomonas sp.,

Flexibacter sp., dan Vibrio sp. Bakteri-bakteri tersebut hampir selalu

ditemukan dan hidup di air kolam, di permukaan tubuh ikan dan pada

organ-organ tubuh bagian dalam ikan. Untuk mencegah infeksi dari bakteri ini

dapat dilakukan dengan pengolahan kualitas air dengan baik agar ikan

terhindar dari stres. Bakteri yang sering menyerang ikan nila antara lain

bakteri Aeromonas hydrophila, A. salmonicida dan Pseudomonas

flourescens. MAS (Motile Aeromonas Septicemia) merupakan penyakit yang

disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Ikan nila yang terserang penyakit ini

akan muncul gejala-gejala seperti warna tubuh menjadi agak gelap, kulit

kasar dan timbul pendarahan yang akan menjadi borok, kemampuan

berenang menurun karena insangnya rusah sehingga sulit bernafas, mata

(5)

2.2Bakteri Aeromonas hydrophila

2.2.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila

Menurut Holt et al. (1998), klasifikasi Aeromonas hydrophila adalah

sebagai berikut :

Phylum : Protophyta

Classis : Schizomycetes

Ordo : Pseudanonadeles

Familia : Vibrionaceae

Genus : Aeromonas

Species : Aeromonas hydrophila

2.2.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila adalah bakteri Gram negatif yang mempunyai

dinding sel dengan kandungan lipid tinggi (11-12%). Lapisan lipid tersebut

bersama polisakarida (liposakarida) menyusun dinding luar sel bakteri Gram

negatif (Pelczer & Chan, 1988). Bakteri A. hydrophila bersifat heterotropik

unicellular dan prokariot. Bakteri ini berbentuk batang dengan ukuran

0,7-1,8 x 1,0-1,5 µm dan bergerak menggunakan sebuah polar flagel (Robert,

1987). A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif yang tidak

membentuk spora dan bersifat fakultatif anaerob serta hidup pada

lingkungan yang bersuhu 20-30oC (Afrianto & Liviawaty, 2009).

2.2.3 Serangan A. hydrophila Pada Ikan

A. hydrophila merupakan penyebab penyakit Motile Aeromonas

(6)

Pengendalian bakteri ini cukup sulit karena memiliki banyak strain dan

selalu ada di air serta dapat resisten terhadap obat-obatan (Kamiso

&Triyanto, 1996). Pada saat ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres

maka serangan bakteri tersebut akan terlihat (Afrianto & Liviawaty, 2009).

Gejala eksternal yang muncul akibat penyakit MAS adalah adanya

inflamasi, redmouth disease (erosi di dalam rongga dan sekitar mulut), mata

membengkak dan menonjol. Gejala internalnya yaitu membengkaknya

ginjal tetapi tidak lembek, adanya bintik merah pada otot daging dan

peritoneum, dan usus tidak berisi makanan melainkan berisi cairan kuning

(Sarono et al., 1993).

Bakteri A. hydrophila yang menempel pada sel inang akan mengurai

senyawa-senyawa dalam sel inang dan memproduksi enzim-enzim

ekstraseluler (amilase, lipase, protease) yang kemudian hasil penguraian sel

inang digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Pemecahan sel-sel

tubuh ikan di daerah yang meradang akan merusak pembuluh darah, yang

menyebabkan bakteri masuk dan ikut dalam peredarah darah yang menyebar

keseluruh tubuh (Roberts, 1978; Taufik, 2000 dalam Nuraeti, 2006).

Bakteri A. hydrophila dapat ditularkan melalui air, kontak badan,

kontak dengan peralatan yang sudah tercemar atau terkena pemindahan ikan

yang terserang bakteri A. hydrophila dari satu tempat ke tempat lain. Gejala

pada ikan yang terserang A. hydrophila yaitu warna tubuhnya berubah

menjadi gelap, kulitnya menjadi kasat dan timbul pendarahan yang

(7)

sering terengah-engah di permukaan air karena insangnya rusak sehingga

sulit bernafas, sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam (hati,

limpa maupun ginjal), sering terlihat pula perutnya membesar (dropsi),

seluruh siripnya rusak dan insangnya menjadi berwarna keputih-putihan,

mata rusak dan agak membengkak (exopthalmia) (Afrianto & Liviawaty,

2009).

Perubahan kondisi lingkungan, stres, populasi yang padat, suhu

tinggi, perubahan suhu secara mendadak, penanganan yang kasar, transfer

ikan, rendahnya oksigen terlarut, rendahnya persediaan makanan dan infeksi

fungi atau parasit merupakan hal yang berhubungan dengan serangan

penyakit. Serangan penyakit tersebut akan berpengaruh pada perubahan

fisiologis dan menambah kerentanan terhadap infeksi (Hayes, 2000 dalam

Hermawan, 2011).

2.3Kecombrang (Nicolaia speciosa Horan)

2.3.1Deskripsi Tanaman Kecombrang

(8)

Tanaman kecombrang memiliki batang yang berbentuk silinder

dengan bagian pangkal yang membesar dan tumbuh tegak. Batangnya tidak

bercabang dan saling berdekatan dengan rimpang yang menjalar di bawah

tanah. Rimpangnya pendek dan berbentuk serabut. Daun dari tanaman

kecombrang berbentuk lanset dengan ujung dan pangkal runcing. Memiliki

tangkai daun yang pendek dan dalam satu pohon biasanya terdiri dari 15-30

daun. Bunga kecombrang merupakan bunga majemuk yang berbentuk

bongkol yang terdiri atas bunga-bunga kecil di dalam karangan bunga.

Bunga berwarna merah dengan putik kecil berwarna putih serta benang sari

berwarna kuning (Backer & Brink, 1965).

2.3.2Klasifikasi Tanaman Kecombrang

Klasifikasi kecombrang yaitu sebagai berikut (Cronquist, 1981):

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Nicolaia

Species : Nicolaia speciosa Horan

2.3.3Kandungan Kimia Tanaman Kecombrang

Pada tumbuhan, senyawa organik dibedakan menjadi dua yaitu

metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan

senyawa yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

(9)

sekunder merupakan senyawa organik yang tidak mempunyai fungsi

langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Metabolit

sekunder dibagi menjadi tiga kelompok yaitu terpen, fenolat, dan senyawa

yang mengandung nitogen (Sallisburry & Ross, 1995). Pada tanaman

kecombrang terdapat beberapa senyawa kimia, antara lain minyak astiri,

flavonoid, tanin, senyawa fenolik, terpenoid, dan alkaloid.

a. Minyak astiri

Minyak atsiri penting sebagai dasar wewangian alam serta

sebagai rempah-rempah dan senyawa cita-rasa dalam industri makanan.

Minyak atsiri secara kimia dibagi menjadi dua yaitu monoterpena dan

seskuiterpena. Monoterpena banyak tersebar luas dan kebanyakan

merupakan bagian dari minyak atsiri, sedangkan seskuiterpena

mempunyai rasa yang cenderung pahit atau pedas (Harborne, 1987).

Senyawa antibakteri yang terdapat di dalam tanaman umumnya

ditemukan dalam fraksi minyak astiri. Cara memperoleh minyak astiri

dari bahan tanaman dapat melalui destilasi uap atau dengan perlakuan

dingin dan destilasi vakum (Farrel 1990 dalam Naufalin, 2005).

b. Flavonoid

Hampir semua tumbuhan mengandung senyawa flavonoid yang

mempunyai peran penting dalam tumbuhan. Pada bunga, senyawa

flavonoid berperan sebagai pigmen untuk menarik serangga dan burung

pada proses penyerbukan. Senyawa flavoniod juga berperan dalam

(10)

1995). Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang

tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon

dalam inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6

(Markham, 1988).

c. Tanin

Tanin merupakan senyawa fenol yang sering ditemukan pada

tumbuhan yang berpembuluh seperti daun, buah, kulit kayu atau batang.

Kadar tanin yang tinggi akan sangat membantu sistem pertahanan

tumbuhan dan mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin tumbuhan

dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin

terhidrolisis. Tanin terkondensasi dapat ditemukan pada paku-pakuan,

gimnospermae dan angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisis

tumbuhannya terbatas pada tumbuhan yang memiliki biji berkeping dua.

Salah satu kemampuan tanin dalam bidang industri yaitu mampu

mengawetkan kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai

(Harborne, 1987).

d. Alkaloid

Kebanyakan alkaloid beracun bagi manusia dan banyak

digunakan dalam bidang pengobatan. Kebanyakan alkaloid berbentuk

kristal dan hanya sedikit yang berbentuk cair pada suhu kamar. Alkaloid

jarang ditemukan pada tumbuhan gymnospermae, paku-pakuan, lumut,

dan tumbuhan rendah. Alkaloid lebih sering mempunyai aktivitas anti

(11)

2.4Pengobatan Penyakit Ikan

Pencegahan penyakit merupakan tindakan yang paling baik, tetapi jika

ikan telah terserang penyakit maka harus dilakukan pengobatan. Ada beberapa

jenis penyakit yang menyebabkan ikan sakit. Jenis penyakit ini akan

menentukan jenis obat yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit

tersebut (Hermawan, 2011). Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh para

pembudidaya ikan yang akan melakukan pengobatan terhadap beberapa jenis

penyakit infeksi yaitu (Kordi 2010 dalam Hermawan, 2011) :

a. jika penyakit ikan disebabkan oleh virus makan tidak ada obat yang dapat

memberantas virus tersebut. Yang bisa dilakukan adalah mengurangi

hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit;

b. jika penyakit disebabkan oleh bakteri maka obat yang digunakan adalah

bahan kimia sintetik atau alami atau antimikroba;

c. jika penyakit disebabkan oleh jamur dan parasit maka obat yang

digunakan adalah bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan harus larut

dalam air, tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap produksi

kolam, harus selektif, dan mudah terurai.

Pengobatan penyakit pada ikan dapat dilakukan dengan beberapa

metode. Metode yang digunakan harus mempertimbangkan ukuran ikan,

ukuran wadah, bahan kimia atau obat yang diberikan, dan sifat ikan. Menurut

Kordi (2010) dalam Hermawan (2011), metode dalam pengobatan penyakit

(12)

a. Metode Suntik

Metode suntik dilakukan apabila yang diberikan adalah sejenis

obat seperti antibiotika atau vitamin. Penyuntikan dilakukan pada daerah

punggung ikan yang mempunyai jaringan otot lebih tebal. Penyuntikan

dilakukan pada ikan yang berukuran besar terutama ukuran induk, karena

ikan yang berukuran kecil kurang efektif.

b. Melalui Makanan

Prinsip dari pengobatan melalui makanan adalah meningkatkan

daya tahan tubuh ikan dan membunuh organisme penyebab penyakit

menggunakan obat yang sengaja dicampurkan pada makanan. Lamanya

pengobatan biasanya berlangsung 5-10 hari secara terus-menerus. Metode

ini efektif diberikan pada ikan yang tidak kehilangan nafsu makannya. Hal

ini dikarenakan jika makanan yang diberikan tidak segera dimakan ikan

maka konsentrasi obat atau vitamin pada makanan akan menurun karena

sebagian akan larut dalam air.

c. Metode Perendaman

Metode perendaman dilakukan apabila yang diberikan adalah

bahan kimia untuk membunuh parasit maupun mokroorganisme dalam air

atau untuk memutuskan siklus hidup parasit. Jenis bahan kimia dan

lamanya waktu perendaman harus diperhatikan. Jika bahan kimia yang

digunakan dapat meracuni ikan, sebaiknya perendaman cukup 15-30

menit. Jika bahan kimia yang digunakan kurang sifat racunnya atau

(13)

dilakukan dalam waktu yang lebih lama (lebih dari 1 jam sampai beberapa

hari).

2.5Kualitas Air

Kualitas air berhubungan dengan mutu air tersebut. Air yang

berkualitas baik harus bebas dari bahan pencemar atau polutan. Selain itu, air

harus memenuhi kriteria sejumlah parameter kualitas air yang dibutuhkan

untuk budidaya, yakni derajat keasaman (pH), kandungan oksigen terlarut,

suhu, dan kecerahan (Khairuman & Amri, 2012).

2.5.1Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi

ion hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman (pH) air

berkisar 6-8,5. Tingkat kesuburan perairan dipenaruhi oleh derajat keasaman

(pH) yang mempengaruhi kehidupan jasad renik. Ikan yang hidup di air akan

tumbuh optimal pada kisaran pH 7-8, tetapi akan terhambat pertumbuhannya

jika pH-nya kurang atau lebih dari kisaran tersebut (Suyanto, 2010).

2.5.2Kandungan Oksigen Terlarut

Oksigen sangat penting bagi kehidupan organisme baik di darat

maupun di air. Oksigen yang dibutuhkan oleh organisme di air harus dalam

keadaan terlarut dalam air agar tidak mengganggu pertumbuhan organisme

tersebut. Bagi ikan, oksigen dibutuhkan untuk pembakaran bahan makanan

(14)

reproduksi, dan sebagainya. Untuk budidaya ikan, konsentrasi oksigen

terlarut yang ideal yaitu sekitar 4-7 ppm (Suyanto, 2010).

2.5.3Suhu

Suhu mempengaruhi aktivitas fisika dan kimia dalam perairan,

karena suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat berpengaruh

terhadap kehidupan ikan. Suhu juga mempengaruhi distribusi mineral dalam

air, mempengaruhi kekentalan air, tingkat konsumsi oksigen, dan kandungan

oksigen terlarut. Untuk pertumbuhan ikan suhu optimalnya yaitu 25-33oC.

Jika suhunya kurang dari suhu optimalnya, maka akan terhambat

pertumbuhannya (Suyanto, 2010).

Laju pertumbuhan biota di dalam air juga dipengaruhi oleh suhu,

karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme dan daya

angkut darah. Semakin tinggi suhu air, semakin tinggi tingkat metabolisme

organisme, sehingga semakin tinggi juga konsumsi oksigennya. Perubahan

daya angkut darah disebabkan oleh perubahan suhu secara tiba-tiba yang

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Nila
Gambar 2.2 Bunga Kecombrang

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Balitbang Kemendikbud (2013) dalam Mulyasa (2014:81- 2), pengembangan Kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan kompetensi perlu memerhatikan dan

Satu hal yang menjadikan Gudeg Bu Tjitro berbeda yakni saos sambal yang digunakan adalah saos kering atau arek bening yang tidak digoreng... Dengan lokasi strategis untuk

pandangan tokoh gereja abad permulaan. Kita harus lebih mempercayai kesaksian para tokoh gereja abad permulaan karena mereka hidup berdekatan dengan waktu Kristus dan Para

Sumberdaya terukur (measured resource) adalah jumlah bahan galian di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang

Stasiun boiler merupakan suatu alat untuk menghasilkan uap steam untuk pembangkit tenaga listrik dan juga untuk proses pengolahan yang memerlukan steam dengan

Berdasarkan nilai-nilai koefisien jalur dan koefisien korelasi yang telah diperoleh pada model jalur 1 dan 2, maka besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogen

Dari beberapa penelitian yang relevan diatas, penelitian ini ingin mendalami faktor-faktor yang menyebabkan kontraktor mengajukan klaim biaya ke pemilik proyek pada proyek

Atom karbon misalnya memiliki 6 elektron dan juga 6 proton.Selain proton inti atom juga mengandung bagian yang secara listrik bersifat netral, yang biasa disebut