• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

RAKHMATIKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Proses desain struktur perkerasan haruslah memperhatikan aspek-aspek secara keseluruhan mulai dari kondisi tanah dasar, lalu lintas, lingkungan, sumber daya alam yang berkaitan dengan material, sampai dengan proses pemeliharaan. Suatu ruas jalan diperlukan peningkatan ketika terjadi penurunan kinerja perkerasan. Adapun sasaran dari perancangan peningkatan jalan lama dapat berupa Struktur perkerasan jalan lama sudah melampaui masa pelayanan (umur rencana) yang memerlukan rekonstruksi baru, jalan lama dengan perubahan karakteristik lalu lintas sehingga struktur perkerasan yang ada tidak mampu memikul beban lalu lintas, terjadinya kerusakan pada struktur perkerasan akibat kondisi alam atau penyebab lainnya, kapasitas jalan sudah tidak dapat menampung arus lalu lintas.

2.1. Lalu Lintas

Lalu lintas di jalan raya merupakan campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kendaraan ringan, dan kendaraan tidak bermotor. Dalam hubungannya dengan analisis kapasitas jalan untuk menentukan lebar jalur, besaran volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp), sedangkan untuk perencanaan tebal perkerasan dikenal dengan Equivalent Single

Axle ( ESA ).

2.1.1. Arus Lalulintas

Arus Lalulintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui suatu titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam ( Qkend ) atau smp/jam

(Qsmp).

2.1.2. Kapasitas

Kapasitas adalah arus maksimum yang dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu titik di jalan dalam kondisi yang ada. Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas didefinisikan untuk arus dua-arah (kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur.

                 

(2)

2.1.3. Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio arus terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu-lintas pada suatu simpang dan juga segmen jalan. Nilai Derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk analisa perilaku lalu-lintas berupa kecepatan dan untuk perhitungan derajat iringan.

2.1.4. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan (yaitu saat arus = 0).

2.2 KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN

Perkerasan adalah lapisan kulit (permukaan) keras yang diletakkan pada formasi tanah setelah selesainya pekerjaan tanah atau struktur yang memisahkan antara ban kendaraan dengan tanah pondasi yang berada dibawahnya. Fungsi perkerasan adalah

1. Untuk memberikan permukaan rata/halus bagi pengendara

2. Untuk mendistribusikan beban kendaraan di atas formasi tanah secara memadai sehingga melindungi tanah dari tekanan yang berlebihan 3. Untuk melindungi formasi tanah dari pengaruh buruk perubahan cuaca

2.2.1 Realibilitas

Realibilitas adalah tingkat kepastian atau probabilitas bahwa struktur perkerasan mampu melayani arus lalu lintas selama umur rencana sesuai dengan proses penurunan kinerja struktur perkerasan yang dinyatakan dengan

serviceability yang direncanakan.

Kinerja struktur perkerasan jalan sangat tergantung oleh 4 faktor utama yaitu :

1. Struktur perkerasan seperti tebal dan mutu setiap lapis perkerasan.

                 

(3)

RAKHMATIKA

2. Kondisi lingkungan seperti temperatur, curah hujan, kondisi tanah dasar. 3. Perkiraan repertisi lalu lintas dan proyeksi selama umur rencana.

4. Perkiraan daya dukung tanah dasar.

2.2.2 Konstruksi Perkerasan Lentur

Menurut pedoman konstruksi bangunan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Pt T-01-2002-B tentang pedoman perencanaan perkerasan lentur, struktur perkerasan lentur umumnya terdiri atas lapis pondasi bawah (sub

base course), lapis pondasi (base course) dan lapis permukaan (surface course),

seperti tampak pada Gambar 2.1. berikut :

Sumber : Pt T-01-2002-b

Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Lentur

2.2.2.1 Tanah Dasar (Subgrade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan

Modulus Resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam

perencanaan MR tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

                 

(4)

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai akibat beban lalu-lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas untuk jenis tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

2.2.2.2 Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi.

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam jenis tanah setempat (CBR > 20%, PI < 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur

                 

(5)

RAKHMATIKA

atau semen portland, dalam beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

2.2.2.3Lapis Pondasi (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda. b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/setempat (CBR > 50%, PI < 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.

Macam-macam lapis pondasi yang umum :

1. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete Base, AC-Base), adalah laston digunakan sebagai lapis pondasi, tebal nominal minimum 60,00 mm dengan tebal toleransi ± 5,00 mm.

2. Lasbutag Lapis Pondasi adalah campuran agregat asbuton dan peremaja yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal nominal minimum 50,00 mm.

3. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen) dapat digunakan sebagai lapis pondasi, hanya tidak menggunakan agregat penutup.

4. Lapis Pondasi Agregat adalah lapis pondasi dari butir agregat.

5. Lapis Pondasi Tanah Semen atau lapis yang dibuat dengan menggunakan tanah pilihan, yaitu tanah lempung dan tanah berbutir seperti pasir dan krikil kepasiran dengan plastisitas rendah.

                 

(6)

6. Lapis Pondasi agregat Semen (LFAS) adalah agregat kelas A, B atau C yang diberi campuran semen. Lapis ini harus diletakan diatas lapis pondasi bawah agregat C.

2.2.2.4 Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi. Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course)

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Dengan demikian lapis permukaan dapat dibedakan menjadi :

1. Lapis Aus (wearing course), merupakan lapis permukaan yang kontak dengan roda kendaraan dan perubahan cuaca.

2. Lapis permukaan antara (binder course), merupakan lapis permukaan yang terletak dibawah lapis aus dan diatas lapis pondasi.

Berbagai jenis lapis permukaan yang umum digunakan :

1. Laburan aspal, lapis ini tidak memiliki nilai struktural, terdiri dari :

a. Laburan Aspal Satu Lapis (burtu), ketebalan nominal maksimum 2,00 cm. b. Laburan Aspal Dua Lapis (burda), ketebalan maksimum 3,50 cm.

2. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir, Sand Sheet, SS), tebal nominal minimum 15,00 mm.                  

(7)

RAKHMATIKA

3. Lapis Tipis Beton Aspal (Lataston, Hot Roller Sheet, HRS) merupakan lapis permukaan menggunakan agregat bergaradasi senjang. Lataston dibagi dua jenis :

a. Lataston Lapis Aus (Hot Roller Sheet Wearing Course, HRS-WC), tebal nominal minimum 30,00 mm toleransi ± 4 mm

b. Lataston Lapis Permukaan Antara (Hot Roller Sheet Base Course, HRS-BC), tebal nominal minimum 35,00 mm toleransi ± 4,00 mm.

4. Lapis Beton Aspal (Laston, Asphalt Concrete, AC), merupakan lapis permukaan menggunakan agregat bergaradasi baik. Laston dibagi dua jenis yaitu :

a. Laston Lapis Aus (Asphalt Concrete Wearing Course, AC-WC), dengan tebal minimum 40,00 mm, toleransi ± 3,00 mm.

b. Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt Concrete Binder Course, AC-BC), dengan tebal nominal minimum 50,00 mm, toleransi ± 4,00 mm.

5. Lapis Penetrasi Macadam (Lapen), tebal antara 4,00 – 10,00 cm. 6. Lapis Asbuton Agregat (Lasbutag), tebal nominal minimum 40,00 mm.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2.2.3 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur

Silvia Sukirman (2010), menjelaskan konstruksi perkerasan lentur adalah

perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya, lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar dan bersifat melendut jika dibebani.

Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanannya haruslah memenuhi persyaratan – persyaratan misalnya untuk: 1. Berlalu lintas, ditinjau dari keamanan dan kenyamanan :

a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.                  

(8)

b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tidak mudah slip.

d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.

2. Kekuatan struktural, ditinjau dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban :

a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar.

b. Kedap terhadap air.

c. Permukaan mudah mengalirkan air.

d. Kekakuan memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

Untuk dapat memenuhi hal yang tersebut diatas, perencanaan dan pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur haruslah mencakup :

1. Perencanaan tebal masing – masing lapis perkerasan.

Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalu lintas yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih, dapatlah ditentukan tebal masing – masing lapisan berdasarkan metode – metode yang ada. 2. Analisa campuran dan bahan.

Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang tersedia, direncakan suatu susunan campuran tertentu sehingga terpenuhi spesifikasi jenis lapisan yang akan digunakan.

3. Pengawasan dan pelaksanaan pekerjaan.

Perencanaan tebal perkerasan yang baik, susunan campuran yang memenuhi syarat, belumlah dapat menjamin dihasilkannya lapisan perkerasan yang memenuhi keinginan jika tidak dilakukan pengawasan yang cermat mulai dari tahap penyiapan lokasi dan material sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan akhirnya pada tahap pemadatan dan pemeliharaan.

                 

(9)

RAKHMATIKA

2.2.4 Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur

Struktur perkerasan lentur ini terdiri atas beberapa lapisan dengan material tertentu, dimana masing-masing lapisan akan menerima beban dari lapisan diatasnya dan menyebarkan kelapisan dibawahnya, sehingga lapisan struktur perkerasan dibawahnya akan menerima dan mendukung beban yang lebih ringan.

Gambar 2.2. Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur. dengan : P = Beban roda kendaraan

Po = Beban awal

1, 2, 3 = Sudut penyebaran beban setiap lapis

x = Tegangan yang diberikan oleh tanah dasar

h1, h2, h3 = Tebal setiap lapisan perkerasan

Pada Gambar 2.2 beban kendaraan didistribusikan pada perkerasan lentur yang luasnya lebih sempit sehingga P1 lebih besar dari pada Po. P1 selanjutnya

didistribusikan kelapisan dibawahnya lagi, demikian seterusnya. Karena P2 < P1

maka lapisan perkerasan lentur dibuat berlapis-lapis, dengan lapisan paling atas sifat yang lebih baik dari lapisan dibawahnya. Akibat tidak samanya kekakuan setiap lapisan perkerasan, maka distribusi beban lalu lintas kelapis dibawahnya seperti garis pada Gambar 2.3. bukan seperti garis

Tanah Dasar (Subgrade) po P1 P Beban Roda h1 h2 h3 Lap. Permukaan Lap. Pondasi Lap. Pondasi bawah Tanah Dasar 450 x 123

Sumber. Modul Pemeliharaan Jalan Perkerasan Lentur, Seminar Cipanas 2011                  

(10)

Gambar 2.3. Distribusi Beban Roda Pada Lapisan Perkerasan Lentur

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan

Dalam proses perencanaan tebal perkerasan lentur terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan ikut mempengaruhi hasil perencanaan, yaitu :

2.2.5.1. Beban Lalulintas

Beban lalu lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan. Beban lalu lintas merupakan beban dinamis yang terjadi secara berulang selama masa pelayanan jalan. Besarnya beban lalu lintas dipengaruhi oleh berbagai faktor kendaraan seperti:

1. Konfigurasi sumbu dan roda kendaraan

Setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu yaitu sumbu depan (sumbu kendali) dan sumbu belakang (sumbu penahan beban). Masing-masing sumbu dilengkapi dengan satu atau dua roda. Berdasarkan konfigurasi sumbu dan jumlah roda yang dimiliki di ujung-ujung sumbu, maka sumbu kendaraan dibedakan atas:

1) Sumbu tunggal roda tunggal 2) Sumbu tunggal roda ganda

3) Sumbu ganda atau sumbu tandem roda tunggal 4) Sumbu ganda atau sumbu tandem roda ganda 5) Sumbu tripel roda ganda

Beban Roda

Sumber. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur, Silvia Sukirman, 2010                  

(11)

RAKHMATIKA

Sumbu tunggal Sumbu Ganda Sumbu tripel

Gambar 2.4. Berbagai Konfigurasi Sumbu Kendaraan

Gambar 2.4. menggambarkan kendaraan dengan konfigurasi sumbu tunggal, sumbu tandem, dan sumbu tripel. Sebagai usaha mempermudah membedakan berbagai jenis kendaraan maka dalam proses perencanaan digunakan kode angka dan simbol.

Kode angka dengan pengertian sebagai berikut:

1 : menunjukkan sumbu tunggal dengan roda tunggal 2 : menunjukkan sumbu tunggal dengan roda ganda

11 : menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda tunggal 111 : menunjukkan sumbu triple dengan roda tunggal

22 : menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda ganda 222 : menunjukkan sumbu triple dengan roda ganda

Kode simbol dengan pengertian sebagai berikut:

● : menunjukkan pemisahan antara sumbu depan dan sumbu belakang kendaraan

- : menunjukkan kendaraan dirangkai dengan system hidraulik + : menunjukkan kendaraan digandeng dengan kereta tambahan

Sumber: Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur, Silvia Sukirman, 2010                  

(12)

Tabel 2.1. Golongan dan Kelompok Jenis Kendaraan

Dari Tabel 2.1. dapat diketahui pengelompokan jenis kendaraan menurut IRMS Bina Marga adalah sebagai berikut :

1. Sepeda motor, skuter, kendaraan roda tiga 2. Sedan, jeep, station wagon

3. opelet, pick up opelet, suburban, kombi, dan mini bus 4. Pick up, mikro truk, dan Mobil Hantaran

5.a Bus Kecil 5.b Bus Besar 6. Truk 2 as 7.a Truk 3 as

7.b Truk Gandengan

7.c Truk Tempelan (Semi trailer)

8. Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek, Andong.

Sumber : Departemen Permukiman dan Prasaranan Wilayah, Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual, Pd. T-19-2004-B                  

(13)

RAKHMATIKA

Berbagai jenis kendaraan berdasarkan jumlah sumbu dapat dilihat pada Gambar 2.5., sedangkan berbagai kode kendaraan sesuai dengan konfigurasi sumbu dan rodanya pada Gambar 2.6.

Gambar 2.5. Klasifikasi jenis kendaraan berdasarkan jumlah sumbu

Gambar 2.6. Berbagai Konfigurasi Sumbu dan Kodenya Sumber: Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur, Silvia Sukirman, 2010

Sumber: Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur, Silvia Sukirman, 2010                  

(14)

Berbagai kode sesuai dengan konfigurasi sumbu dan rodanya dapat dilihat pada Gambar 2.6., dimana kode konfigurasi sumbu 1.1, yaitu kendaraan dengan sumbu depan dan sumbu belakang berupa sumbu tunggal (1), kode konfigurasi sumbu 1.22, yaitu kendaraan dengan sumbu depan berupa sumbu tunggal roda tunggal (1) dan sumbu belakang berupa sumbu tandem roda ganda (22), kode konfigurasi sumbu 1.22-22, yaitu kendaraan dengan konfigurasi sumbu terdiri dari sumbu depan sumbu tungga roda tunggal (1) dan sumbu belakang berupa sumbu tandem roda ganda (22), memiliki sistem hidrolik (-) tambahan bersumbu tandem roda ganda (22), sedangkan kode konfigurasi sumbu 1.22-22+2.2,yaitu kendaraan dengan konfigurasi sumbu terdiri dari sumbu depan sumbu roda tunggal (1) dan sumbu belakang berupa sumbu tandem roda-roda ganda (22). Kendaraan yang memiliki sistem hidrolik (-) bersumbu tandem beroda tunggal (22) dan digandeng (+) dengan kereta tambahan bersumbu depan dan belakang sumbu tunggal roda ganda (2.2).

2. Beban sumbu dan roda kendaraan

Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi berulang kali selama masa pelayanan jalan akibat repetisi kendaraan yang melintasi jalan tersebut.

                 

(15)

RAKHMATIKA

Tabel 2.2. Distribusi Beban Sumbu dan Beban Kendaraan

Sumber : Ditjen Bina Marga, No. 01/MN/BM/1983 dan Permenhub No. 14 Tahun 2007

Tabel 2.2. menunjukkan distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan sebagaimana yang diberikan oleh Bina Marga pada Buku Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman Beam No. 01/MN/BM/83. Setiap jenis kendaraan yang sama dapat saja mempunyai beban sumbu yang berbeda, karena kendaraan selalu mengangkut muatan dengan berat yang tidak selalu sama.

3. Tekanan ban

Beban kendaraan dilimpahkan perkerasan jalan melalui bidang kontak antara ban dan muka jalan. Untuk keperluan perencanaan tebal perkerasan jalan, bidang

                 

(16)

kontak antara roda kendaraan dan perkerasan jalan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan radius sama dengan lebar ban. Radius bidang kontak ditentukan oleh ukuran dan tekanan ban.

4. Volume lalulintas

Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam atau menit). Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari lama waktu pengamatan untuk mendapatkan nilai lalu lintas harian rata-rata, dikenal 2 jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu:

1) Lalu lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT), yaitu volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama satu tahun penuh.

2) Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR), yaitu volume lalu lintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama beberapa hari pengamatan.

5. Repetisi sumbu

Beban lalu lintas berupa berat kendaraan yang dilimpahkan melalui kontak antara roda dan perkerasan jalan, merupakan beban berulang (repetisi beban) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Cara penentuan besarnya beban lalu lintas untuk perencanaan yaitu dinyatakan dalam:

1) Repetisi lintasan sumbu standar, Beban lalu lintas berasal dari

berbagai jenis kendaraan dengan beragam konfigurasi sumbu dan berat kendaraan.

2) Spektra beban, dimana beban lalu lintas dinyatakan dalam repetisi beban

sumbu sesuai beban dan konfigurasi kelompok sumbunya

2.2.5.2. Sifat Tanah Dasar

Tanah dasar dapat terdiri dari tanah dasar asli, tanah dasar tanah galian, atau tanah dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di atas lapisan tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu mutu daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan secara keseluruhan.

                 

(17)

RAKHMATIKA

Berbagai parameter digunakan sebagai penunjuk mutu daya dukung tanah dasar seperti California Bearing Ratio (CBR), Modulus Resilient (MR), penetrometer

konus dinamis (Dynamic Cone Penetrometer), atau Modulus reaksi tanah dasar (k). Pemilihan parameter mana yang akan digunakan, ditentukan oleh kondisi tanah dasar yang direncanakan dan metode perencanaan tebal perkerasan yang akan dipilih.

California Bearing Ratio (CBR) adalah beban pada material standar berupa

batu pecah di California pada penetrasi yang sama bertujuan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Di lapangan salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh nilai CBR adalah dengan DCP (Dynamic Cone Penetration). DCP digunakan pada tanah yang tidak terganggu artinya untuk menentukan harga/nilai CBR pada setiap kedalaman, tanah tersebut tidak perlu digali. Nilai CBR yang diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan diatas lapisan yang nilai CBR-nya ditentukan. Jadi, dianggap bahwa diatas suatu bahan dengan CBR tertentu perkerasan tidak boleh kurang dari angka tertentu.

2.2.5.3. Fungsi Jalan

Fungsi jalan dapat menggambarkan jenis kendaraan pengguna jalan dan beban lalu lintas yang akan dipikul oleh struktur perkerasan jalan. Sebagai contoh, lalu lintas angkutan barang yang menggunakan truk berat, trailer tunggal, atau trailer ganda pada umumnya melintasi jalan-jalan arteri suatu wilayah. Fungsi jalan menggambarkan kemungkinan tipe lalu lintas yang akan menggunakan jalan. Jalan arteri atau jalan nasional atau jalan kelas 1 menggambarkan bahwa perkerasan jalan harus mampu menerima beban lalu lintas yang lebih berat dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Hal ini tentu saja mempengaruhi tebal perkerasan jalan tersebut.

2.2.5.4. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayanan struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut. Pelapukan material

                 

(18)

tidak hanya disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas, tetapi juga oleh cuaca dan air yang ada di dalam dan sekitar struktur perkerasan jalan. Di Indonesia perubahan temperatur dapat terjadi karena perubahan musim dari musim penghujan ke musim kemarau atau karena pergantian siang dan malam.

Air masuk ke struktur perkerasan melalui berbagai cara seperti infiltrasi melalui retak pada permukaan jalan, sambungan perkerasan, muka air tanah dan fluktuasinya, sifat kapilaritas air tanah, rembesan dari tempat yang lebih tinggi di sekitar struktur perkerasan, atau dari bahu jalan dan mata air di lokasi. Gambar 2.7. menggambarkan aliran air yang mungkin terjadi di sekitar struktur perkerasan jalan.

Sumber : Sukirman, Silvia, 2010, Perkerasan Lentur Jalan Raya

Gambar 2.7. Aliran air di sekitar struktur perkerasan jalan Besarnya intensitas aliran air ditentukan oleh:

1. presipitasi dan intensitas air hujan sehubungan dengan iklim setempat. 2. Sifat kapilaritas tanah

3. Sistem dan kondisi drainase disekitar badan jalan

Adanya air yang terperangkap dalam struktur perkerasan jalan mengakibatkan : 1. ikatan antar agregat dengan aspal pada lapisan perkerasan beraspal

berkurang bahkan lepas sehingga berakibat timbulnya lubang-lubang 2. daya dukung tanah dasar dan lapis pondasi kurang

infiltrasi ke bahu jalan evaporasi infiltrasi ke lapisan perkerasan dari muka air tanah kapilaritas air dari lapisan tanah di bawahnya pemindahan dari bahu jalan

muka air fluktuasiair tanah

rembesan

Muka air tanah                  

(19)

RAKHMATIKA

3. terjadinya efek pumping apabila terdapat kendaraan berat yang bergerak di tempat dimana ada air terjebak dalam lapisan perkerasan jalan. Hal ini akan mempercepat rusaknya perkerasan jalan

Perencanaan tebal perkerasan perlu memperhatikan faktor kondisi lingkungan terutama kemungkinan masuknya air ke struktur perkerasan jalan dan cepat atau lambatnya air meninggalkan perkerasan jalan ketika turun hujan.

2.2.5.5. Kinerja Struktur Perkerasan

Mutu struktur perkerasan jalan menentukan kinerja struktur perkerasan jalan dalam memberikan pelayanan sehingga mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna jalan. Berbagai faktor mempengaruhi kinerja struktur perkerasan jalan seperti:

1. mutu setiap lapis perkerasan jalan menentukan mutu stabilitas struktur perkerasan jalan menerima beban lalu lintas selama masa pelayanan jalan. 2. Bentuk fisik muka jalan dapat merupakan dampak dari mutu stabilitas

jalan dalam menerima beban lalulintas atau akibat ausnya lapis permukaan sehingga jalan kehilangan tahanan geser dan kendaraan mudah mengalami selip.

2.2.5.6. Umur rencana atau masa pelayanan

Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru.

2.3 DRAINASE

Secara umum definisi drainase adalah usaha pengeringan air dari suatu tempat atau daerah, baik berupa air permukaan atau air yang keluar dari dalam tanah ke permukaan dengan cara alam atau buatan yang biasanya akan menyangkut persoalan aliran (Bahu dan Drainase Jalan, Ditjen Bina Marga,DPU, 1978).                  

(20)

Shirley L. Hendarsin dalam “Perencanaan Teknik Jalan Raya” bahwa penyebab kerusakan konstruksi jalan raya, langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh air yang erat hubungannya dengan hydrologi dan sistem drainase jalan. Drainase samping jalan tidak hanya berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan jalan serta medan sekitarnya, tetapi juga berfungsi untuk mencegat kemungkinan adanya permukaan air bawah tanah sehingga membuat lapisan perkerasan jalan terbebas dari air, dan ini merupakan satu hal yang amat penting, terutama pada tanah dasar akan menurun kekuatannya apabila terendam air.

Menurut Hardiyatmo dalam “Pemeliharaan Jalan Raya”, fungsi drainase pada perkerasan adalah

1. Membuang air di permukaan struktur jalan

Drainase di atas permukaan jalan yang baik, menambah keawetan struktur perkerasan. Karena itu, drainase permukaan harus dapat membuang air yang berada di atas perkerasan, bahu atau lereng dari struktur jalan, atau yang mengalir ke permukaan struktur jalan dari area lain.

2. Menurunkan muka air tanah

Air tanah yang naik ke atas menuju struktur perkerasan melemahkan tanah dasar dan lapis pondasi, sehingga diperlukan struktur drainase yang dapat mencegah masuknya air ke bagian ini yaitu dengan mengeleminasikan pengumpulan air dalam bentuk aksi uap air atau kapiler.

3. Mereduksi tekanan hidrostatis

Bila pembangunan jalan memotong bukit yang muka air tanahnya tinggi, maka air tanah dapat mengalir ke dalam struktur perkerasan. Jika rembesan air tidak dipotong maka perkerasan akan rusak.

4. Mencegah erosi

Kemiringan lereng yang tinggi menyebabkan kecepatan air yang mengalir di bagian ini sangat besar. Aliran air dengan kecepatan tinggi di permukaan lereng akan mengangkut partikel tanah dan mengakibatkan erosi.

Drainase untuk masalah perkerasan jalan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :                  

(21)

RAKHMATIKA

1) Saluran drainase harus dapat mengalirkan atau membuang air dengan cepat ke sungai atau saluran drainase alam atau buatan manusia

2) Saluran drainase harus dapat membuang air hujan atau air dari sumber lain yang berasal dari area jalan

3) Saluran drainase harus dapat mengeleminasi dan mengendalikan air bawah tanah yang dapat melunakkan timbunan, melemahkan kapasitas dukungan tanah dasar, dan dapat mengakibatkan erosi atau kelongsoran timbunan dan galian.

Terdapat dua tipe drainase untuk perkerasan jalan, yaitu:

1. Drainase permukaan (surface drainage)

Sistem drainase permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan dipermukaan jalan dan dari daerah sekitamya agar tidak merusak konstruksi jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melimpas diatas perkerasan jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi. Sistem drainase jalan samping jalan harus meperhitungkan debit pengaliran dari saluran yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju badan air atau resapan buatan.

Suatu sistem drainase permukaan jalan terdiri atas kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, drainase lereng dan gorong-gorong (Gambar 2.8).

Gambar 2.8. Tipikal Sistem Drainase Jalan Sumber. Bina Marga Pd. T-02-2006

                 

(22)

Suatu sistem drainase jalan pada daerah yang memiliki perkerasan yang bersifat lolos air ataupun retak yang memungkinkan air untuk terserap ke dalam badan jalan, maka sistem drainase yang digunakan Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Sistem Drainase yang diberlakukan pada Kondisi Infiltrasi Tinggi

Saluran samping yang terletak dikiri dan kanan jalan, adalah saluran terbuka yang merupakan bagian dari drainase permukaan berfungsi mengumpulkan dan mengalirkan air hujan dari permukaan badan jalan yang dijumpai tidak terawat dan rusak, yaitu berupa sedimentasi, ditumbuhi semak rerumputan, dan sebagainya. Hal ini harus cepat segera ditangani, karena jika diabaikan maka akan diikuti permasalahan lainnya dengan adanya kerusakan jalan yag secara tidak langsung akibat saluran tidak berfungsi.

2. Drainase bawah permukaan (subdrain atau under drain)

Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk melindungi konstruksi jalan dari kerusakan akibat pengaruh-pengaruh buruk air di bawah permukaan tanah ( air tanah ).

Drainase bawah permukaan tanah diperlukan jika diperkirakan tinggi muka air tanah / mata air / rembesan akan menyebabkan tanah pondasi dan atau timbunan konstruksi jalan mengalami kenaikan kadar air sampai batas tertentu yang akan berakibat tidak stabilnya daya dukung tanah dan menyebabkan keruntuhan. Terutama bagi tanah yang memiliki kadar lempung atau lanau yang

Sumber. Bina Marga Pd. T-02-2006-B                  

(23)

RAKHMATIKA

tinggi, serta bagian jalan yang rendah seperti misalnya cekungan jalan atau bagian yang rendah dari peninggian tikungan.

Pemeliharaan sistem drainase jalan, minimal dapat dilaksanakan dalam dua jangka waktu sebagai berikut :

a. Pemeliharaan berkala ( periodic maintenance ), dilakukan minimal 2 kali dalam setahun menjelang musim hujan dan setelah musim hujan. Diantara selang waktu tersebut dilakukan pemeliharaan rutin.

Lingkup pemeliharaan berkala drainase meliputi :

1. Pembersihan tumbuh-tumbuhan dan sampah di profil basah drainase. 2. Perbaikan pasangan batu atau beton yang rusak dan saluran yang

longsor.

3. Meneliti dan memperbaiki kebocoran yang mungkin terjadi. 4. Pengerukan endapan sedimen dari saluran atau bak penampungan. 5. Membuang gumpalan-gumpalan batu atau tanah yang mudah runtuh

dari saluran.

6. Membuat rambu larangan dan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah atau merendam kayu/bambu di saluran atau bak penam-pungan.

7. Membuat rambu larangan dan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak menggembala ternak atau menanam tanaman tanpa ijin di atas tanggul saluran atau tanggul bak penampung

b. Pemeliharaan khusus ( special maintenance ),merupakan pemeliharaan berat yang dilakuakan minimal tiap 3 tahun, atau bila terjadi suatu kondisi, misalnya bencana alam yang menyebabkan tidak berfungsinya drainase. Periode 3 tahun merupakan usia guna ( life time ) saluran drainase samping jalan yang dipakai dalam perencanaan yang mengacu pada standar probabilitas 40 % - 45 % kemungkinan disamai atau dilampauinya debit banjir rencana periode 5 tahun.

                 

(24)

2.4. BAHU JALAN

Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak berdampingan dengan lajur lalu lintas yang fungsinya antara lain :

1. Ruangan untuk berhenti sementara bagi kendaraan

2. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat darurat sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan

3. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan

4. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan dari arah samping.

Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dibedakan atas bahu yang tidak diperkeras dan bahu yang diperkeras. Bahu yang tidak diperkeras yaitu bahu yang dibuat dari material perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit lempung. Bahu yang tidak diperkeras ini digunakan untuk daerah-daerah yang tidak begitu penting, dimana kendaraan berhenti dan mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya. Bahu yang diperkeras yaitu bahu yang dibuat dengan menggunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras. Bahu ini digunakan untuk jalan-jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian tersebut jumlahnya banyak, seperti jalan tol, disepanjang jalan arteri yang melintasi kota dan tikungan-tikungan tajam. Besarnya lebar bahu jalan sangat dipengaruhi oleh:

1. Fungsi jalan 2. Volume lalu lintas 3. Kegiatan disekitar jalan 4. Ada atau tidaknya trotoar

5. Biaya yang tersedia sehubungan dengan biaya pembebasan tanah

Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu Jalan

Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan berikut ini : 1. Daerah jalan yang datar dan lurus

a. Kemiringan perkerasan dan bahu jalan dapat dilihat pada Gambar 2.10.

                 

(25)

RAKHMATIKA

Sumber. Bina Marga Pd. T-02-2006-B

Gambar 2.10. Kemiringan normal di daerah datar dan lurus b. Kemiringan melintang normal pada perkerasan sesuai Tabel 2.3. Tabel 2.3. Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan

No. Jenis Lapisan Permukaan Jalan Kemiringan Melintang im ( % ) 1. 2. 3. 4. Aspal, Beton

Japat ( jalan yang dipadatkan ) Kerikil Tanah 2 – 3 2 – 4 3 – 6 4 - 6

Sumber : DPU, Perencanaan Sistem Drainase Jalan, Pd. T 02-2006-B

c. Pada bahu jalan yang terbuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap di bahu jalan, dibuat saluran-saluran kecil melintang bahu jalan seperti Gambar 2.10.

2. Daerah yang lurus pada tanjakan atau turunan

a. Kemiringan melintang perkerasan jalan sesuai Tabel 2.3.

b. Untuk menghindari agar perkerasan jalan tidak rusak oleh aliran air hujan, maka pada badan jalan perlu dibuat saluran kecil melintang bahu jalan atau saluran inlet dengan kemiringan ± 600 – 750 seperti Gambar 2.11.

i + 2 %m i %m i %m i + 2 %m                  

(26)

Sumber. Bina Marga Pd. T-02-2006-B

Gambar 2.11. Drainase bahu jalan pada tanah lempung / lanau yang tidak di perkeras atau di daerah tanjakan / turunan 3. Daerah tikungan

a. Harus mempertimbangkan kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan alinyemen horizontal jalan (menurut ketentuan yang berlaku).

b. Kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan menurun/melandai kedalam sisi dalam tikungan.

c. Besar kemiringan bahu jalan ditentukan dengan kaidah-kaidah sub sebelumnya.

d. Kedalaman saluran ditepi luar jalan pada tikungan harus memperhatikan kesesuaian rencana pengaliran sistem drainase saluran tersebut.

Sumber. Bina Marga Pd. T-02-2006-B

Gambar 2.12. Kemiringan melintang di daerah tikungan i + 2 %m

2 %

i mempertimbangkan kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan horisontal dan jenis lapis permukaan

m alignment i %m i %m                  

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Lentur
Gambar  2.2.  Distribusi Beban Pada Perkerasan Lentur.
Gambar 2.3.  Distribusi Beban Roda Pada Lapisan Perkerasan Lentur
Gambar  2.4.  menggambarkan  kendaraan  dengan  konfigurasi  sumbu  tunggal,  sumbu  tandem,  dan  sumbu  tripel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan maklumat yang diberikan dalam pelan kontrak (Jadual 1), sebelum memulakan kerja tanah untuk pembinaan lebuh raya, anda sebagai jurutera tapak, dikehendaki

Luas lingkup manual penetapan standar pendidikan tinggi Universitas Medan Area adalah merancang, merumuskan dan menetapkan standar pendidikan tinggi dan standar

Analisis nilai tambah yang digunakan adalah analisis satu kali proses produksi dari gelondong merah menjadi kopi HS dan kopi bubuk pada tahun 2013 dengan harga pembelian bahan

Setelah pasien menginputkan gejala yang dikeluhkan atau telah melakukan proses retrieve , kemudian sistem akan melakukan proses tahapan case based reasoning

Berdasarkan hasil penelitian prekursor gempabumi di Pelabuhan Ratu sepanjang tahun 2012 diperoleh kesimpulan bahwa ditemukan adanya anomali geo- atmosferik dan geokimia

Berdasarkan perhitungan diatas dimana r hitung lebih besar dari nilai r tabel, Maka Ha diterima yang berbunyi bahwa “Ada Hubungan antara Kinerja guru dan prestasi belajar

Proses belajar pendidikan jasmani merupakan suatu peristiwa belajar yang dilakukan oleh seluruh siswa dan siswi di sekolah, di mana dalam pelaksanaannya diperlukan adanya suatu