• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

a. Pengertian

Menurut Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. KIPI bisa mencapai 42 hari (Proverawati, 2010:82).

KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologi atau kesalahan program koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal tidak dapat ditentukan (Depkes, 2008: 52).

Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan KIPI adalah Reaksi efek samping dari pemberian vaksin yang berasal dari vaksin itu sendiri maupun teknik pemberian vaksin dan dapat menyebabkan kejadian sakit bahkan kematian pada masa 42 hari setelah pemberian vaksin.

(2)

b. Klasifikasi KIPI 1) Kesalahan Program

Kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi,cara menyuntik, sterilisasi dan penyimpanan vaksin. Semakin membaiknya pengolahan vaksin, pengetahuan dan keterampilan petugas pemberi vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat diminimalisasi (Suharjo, 2010:11).

2) Reaksi Suntikan

Reaksi suntikan yang terjadi tidak berhubungan dengan kandungan vaksin. Tetapi lebih karena trauma akibat tusuk jarum misalnya: bengkak, nyeri dan kemerahan tempat suntikan. Kecemasan, pusing atau pingsan karena takut terhadap jarum suntik juga dapat menyebabkab reaksi suntikan. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan secara benar dan komunikasi terlebih dahulu (Cahyono, 2010:79).

3) Induksi Vaksin

Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin sudah dapat diperiksa terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin secara klinis biasanya ringan. Meskipun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini diidentifikasi dengan baik dan tercantum

(3)

dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus atau sebagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk yang ada harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi

(Proverawati, 2010:86). 4) Penyebab tidak diketahui

Kejadian atau masalah yang dilaporkan dan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab. Maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok lain sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI (Ranuh dkk, 2011: 227).

c. Kelompok Resiko

Kriteria yang termasuk dalam kelompok resiko adalah sebagai berikut: 1) Anak yang mendapat reaksi simpang dari imunisasi terdahulu 2) Bayi berat lahir rendah

3) Pasien imunokompromais

4) Pada pasien yang mendapat human immunoglobulin (Proverawati, 2010:80)

(4)

d. Gejala Klinis KIPI

Tabel 2.1 Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

NO Reaksi KIPI Gejala KIPI

1 Lokal Abses pad tempt suntikan

Limfadinetis

Reaksi local lain yang berat, misalnya selulitis 2 SSP Kelumpuhan akut Ensefalopati Ensefalitis Meningitis Kejang 3

Lain-lain Reaksi Alergi: urtikaria, dermatitis, edema, Reaksi anafilaktis

Syok anafilaksis Arthalgia

Demam tinggi> 38,5 derajat C Episode hipotensif-hiporesensif Osteomielitis

Menangis menjerit yang terus menerus selama (3 jam)

Sidrom syok septic

Dikutip dari artikel fakultas kedokteran UNAIR, 2006 e. Macam-Macam Efek Samping Vaksinasi

Berikut ini adalah macam-macam efek samping yang ditimbulkan dari vaksin:

1) Hepatitis B

Pencegahan penyakit hepatitis B ditempuh melalui upaya preventif umum dan khusus. Imunisasi preventif khusus hepatitis B ditempuh dengan imunisasi pasif dan imunisasi aktif. Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir untuk memutuskan rantai transmisi maternal ibu ke bayi. Reaksi KIPI yang umumnya

(5)

terjadi adalah reaksi lokal ringan dan sementara, Terkadang bisa terjadi demam ringan 1-2 hari (Muslihatun, Wafi, 2010: 222).

2) DPT

Pemberian imunisasi DPT dapat memberikan efek samping ringan dan berat, efek ringan seperti terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat yang timbul dari pemberian vaksin ini adalah bayi menangis hebat lebih dari empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati dan syok (Proverawati, 2010: 49)

3) BCG

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau ringan dapat terjadi walaupun sudah diimunisasi. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, regionalis dan reaksi panas (Hidayat, 2008: 19).

4) Polio

Vaksinasi ini tidak menyakitkan bagi anak. Infeksi yang mengikuti pemberian imunisasi polio adalah sangat jarang, lebih kurang delapan kasus paralisis terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat (Atikah, 2011:40). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ani Mashanatul dan Ai Susilowati dengan judul “ Hubungan Tingkat

(6)

Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Polio dan Tingkat Kecemasan Pasca Imunisasi Polio di Posyandu Margasari, Tasik Malaya tahun 2007” menyebutkan bahwa ibu yang mengalami kecemasan rendah sebanyak 21 ibu dari 37 ibu yang mengimunisasikan polio anaknya di Puskesmas Margasari, Tasik Malaya. Kecemasan ibu rendah pasca imunisasi polio dikarenakan adanya penjelasan dari kader tentang imunisasi dan setelah dilakukan imunisasi polio, tidak ada efek samping yang berarti pasca imunisasi polio sehingga ibu mau melakukan imunisasi ulang sesuai jadwal yang sudah ditentukan. 5) Campak

Ada dua jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup yang dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan. Vaksin campak diberikan dalam satu dosis 0,5 ml melalui suntikan subkutan pada umur 9 bulan. Reaksi KIPI akibat imunisasi campak tersebut antara lain : demam lebih dari 39,5 C pada hari ke 5-6 selama 2 hari yang dapat merangsang terjadinya kejang demam, ruam pada hari ke 7-10 selama 2-4 hari, serta gangguan sistem syaraf pusat (Muslihatun, Wafi, 2010: 226). 6) MMR

Reaksi terhadap vaksin MMR sangat umum terjadi, tetapi biasanya sangat ringan dan tidak timbul reaksi dalam satu atau 2 minggu setelah suntikan. Reaksi yang lebih jarang terjadi adalah nyeri

(7)

pada tangan dan kaki. Semua ini sulit untuk dilihat pada bayi juga reaksi alergi (Arlene, 2000:185).

7) Varisella (Cacar air)

Pada bulan maret 1995, telah diijinkan sebuah vaksin sebagai imunisasi terhadap varisella pada individu berusia satu tahun atau lebih. Pada anak usia 12 bulan sampai 12 tahun sebaiknya diberikan dengan dosis tunggal sebanyak 0,5 ml secara subkutan. Remaja dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih tua sebaiknya mendapatkan dosis sebesar 0,5 ml secara subkutan 2 dosis ke 2 sebesar 0,5 ml diberikan 4-8 minggu kemudian. Vaksin reaksi merugikan dapat berupa demam, reaksi lokal dan ruam (William, 2005:56).

2. Karakteristik Responden

a. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan- kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kea rah alam dan manusia ( Hasbullah, 2005). Pendidikan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, mencari pengalaman sehingga infornasi yang diterima akan menjadi pengetahuan (Dini, 2009).

Status pendidikan akan berpengaruh terhadap perilaku kesehatan seseorang. Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya sebuah kegiatan yang diperoleh baik pendidikan forma

(8)

lmaupun non formal (Notoatmojo, 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah Pendidikan dan status ekonomi.

Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir (Stuart 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berpikir rasional serta menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 jalur pendidikan sekolah terdiri dari:

1) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan selama 9 tahun pertama pada masa sekolah anak yang melandasi jenjang pendidikan. 2) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah jenjang pendidikan dasar. Pendidikan menengah dibagi menjadi:

a) Pendidikan Menengah Umum

Pendidikan menengah di selenggarakan oleh SMA (Sekolah Menengah Atas) atau MA (Madrasah Aliyah). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam program sesuai dengan kebutuhan untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi.

b) Pendidikan Menengah Kejuruan

Pendidikan Menengah Kejuruan diselenggarakan oleh SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) dan MAK (Madrasah Aliyah

(9)

Kejuruan). Pendidikan Menengah Kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dunia industry, tenaga kerja baik secara nasional maupun global regional.

3) Pendidikan Tinggi

Pendidikan Tinggi adala jenjang setelah pendidikan menengah. Pendidikan tinggi diselenggarakan oleh akademi, institusi, Sekolah Tinggi dan Universitas.

b. Umur

Status umur berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu. Semakin bertambah umur maka penalaran dan pengetahuan semakin bertambah. Tingkat kematangan seseorang merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dimana individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap stresor yang muncul. Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan kecemasan (Maslim, 2004).

Berikut kategori umur menurut Depkes RI (2009): 1) Masa balita : 0-5 tahun

2) Masa kanak- kanak : 5-11 tahun 3) Masa remaja awal : 12-16 tahun 4) Masa remaja akhir : 17-25 tahun 5) Masa dewasa awal : 26-35 tahun

(10)

6) Masa dewasa akhur : 36-45 tahun 7) Masa Lansia Awal : 46-55 tahun 8) Masa lansia akhir : 56-65 tahun 9) Masa manula : > 65 tahun c. Sosial Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder diperlukan pekerjaan mapan yang akan berpengaruh terhadap status ekonomi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT), dapat dikatakan walaupun bekerja sebagai IRT, diharapkan lebih banyak waktu untuk mengurus diri sendiri dan bayinya sehingga responden akan lebih peka terhadap apa yang terjadi pada anaknya dan pendapatan yang diterima hanya berasal dari kepala keluarga. Pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan (Stuart, 2006).

2. Kecemasan

a. Pengertian

Kecemasan atau Ansietas merupakan hasil dari proses psikologi dan proses fisiologi pada tubuh manusia yang menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang dari dalam secara naluri bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut (Ramaiah, 2003 : 6). Kecemasan adalah

(11)

suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa suatu hal yang buruk akan segera terjadi (Spancer, dkk, 2005:162).

Menurut Destiana (2010:60) Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan dan akan membawa perasaan yang tak senang atau tidak nyaman pada diri seorang. Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005:50).

Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan reaksi normal sebagai hasil dari proses psikologi dan proses fisiologi tubuh terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan.

b. Faktor Predisposisi kecemasan:

1) Pandangan Psikoanalitik: Kecemasan merupakan suatu sinyal ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar (Kaplan, 2000:89).

2) Pandangan Interpersonal: Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. kecemasan berhubungan dengan perkembangan trauma seperti, perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik (Direja, A, 2011:65). Resiko dari efek samping vaksin umumnya sangat kecil. Resiko imunisasi bagi bayi membuat ibu menjadi ketakutan. Orang tua

(12)

dalam melindungi anaknya dari efek samping dan risiko vaksinasi, memutuskan untuk tidak mengimunisasikan anaknya ( Penny, dkk :2009 :364).

Timbulnya KIPI membuat masyarakat selalu bersikap menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, mengakibatkan anak tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga timbul kecacatan bahkan kematian (Ranuh, dkk, 2012:248).

3) Pandangan perilaku: Ansietas merupakan hasil dari frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai apa yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan dalam kehidupannya (Direja,S, 2010:65).

4) Kajian Keluarga, merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi (Liza, 2010:70).

c. Faktor Presipitasi

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

(13)

2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat menimbulkan bahaya identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang (Direja, S, 2011).

d. Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan

1) Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami dalam individu baik krisis perkembangan atau situasional. Peristiwa traumatik pada KIPI adalah terjadinya reaksi suntikan baik langsung maupun tidak langsung. Reaksi suntikan langsung misalnya nyeri sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual sampai sinkop (Suliswati, 2005:40).

2) Emosi yang ditekan, kecemasan bisa terjadi pada individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaan dalam lingkungan personal ini dengan benar terutama jika anda menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang lama (Ramaiah, 2003: 10).

3) Pendidikan dan status ekonomi. Pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang dapat berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional serta menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah baru (Stuart, 2006:77).

(14)

4) Lingkungan : Kecemasan dapat terjadi jika merasa tidak aman terhadap lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berpikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa disebabkan pengalaman dengan keluarga, dengan sahabat, dengan rekan kerja dan lain-lain (Ramaiah, 2003:58).

5) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak dapat diselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu (Suliswati, 2005:61).

6) Keadaan fisik Individu yang mengalami gangguan fisik, seperti cidera, bekas operasi, kelelahan fisik dan kecacatan cenderung lebih mudah stres (Maslim, 2004:42).

e. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2006) tingkat kecemasan dapat dikategorikan kedalam 4 kategori, yaitu:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsinya. Kecemasan ringan dapat membuat individu untuk memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan,

(15)

iritabel, persepsi meningkat, kesadaran tinggi,mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkahlaku sesuai situasi (Stuart 2006:30). 2) Kecemasan sedang

Individu dapat fokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya (Direja, S, 2010: 64).

3) Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Seseorang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik sehingga tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan agar dapat memusatkan pada hal lain (Stuart, 2002:92).

4) Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, remaja yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan

(16)

kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Stuart dan Laira 2001:79).

f. Alat Ukur Kecemasan

Alat ukur tingkat kecemasan yang dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya adalah kecemasan berdasarkan HRS-A, Demikian halnya dengan penelitian ini, karena kecemasan berdasarkan HRS-A telah terbukti dan banyak digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kecemasan maka dalam penelitian-penelitian ini untuk mengukur kecemasan ibu juga menggunakan standar HRS-A (Hidayat, 2007).

Alat ukur Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) ini terdiri dari 14 kelompok gejala dan masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, gejala tersebut terdiri dari: 1) perasaan cemas, 2) ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan, 6) perasaan depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik/fisik (sensorik), 9) gejala kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah); 10) gejala respiratori (pernapasan), 11) gejala gastrointestinal (pencernaan), 12) gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), 13) gejala autonom dan 14) tingkah laku (sikap) (Hawari, 2001:39).

(17)

g. Kerangka Teori

Kerangka teori atau kerangka pikir adalah kesimpulan dari tinjauan pustaka yang berisi tentang konsep-konsep teori yang digunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (silalahi, 2003).

Keterangan:Bagian yang ditulis tebal adalah yang akan diteliti Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber Stuart dan Laira (1998 dalam Direja, 2011:42), Suliswati, dkk (2005) Faktor Predisposisi 1. 1. Pandangan psikoanalitk 2. 2. Pandangan Interpersonal 3. 3. Pndangan perilaku 4. 4. Kajian Keluarga 5. Faktor Presipitasi 1. Ancaman terhadap Integritas 2. Ancaman terhadap system diri Kecemasan Ibu Tentang KIPI Faktor Lain 6. 1. Peristiwa Traumatik 7. 2. Emosi yang ditekan 8. 3. Pendidikan dan status

ekonomi 9. 4. Lingkungan 10. 5. Konflik emosional 11. 6. Keadaan Fisik

(18)

h. Kerangka Konsep Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Kecemasan Ibu Tentang

Kejadian Ikuatn Pasca Imunisasi

Kecemasan ringan

Kecemasan sedang

Kecemasan berat

Gambar

Tabel 2.1 Reaksi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Kecemasan Ibu Tentang

Referensi

Dokumen terkait

Maka pada saat menyelesaikan basement , dapat dibarengi dengan struktur atas (sering disebut dengan sistem up and down). Pada prinsipnya metode Top down dapat disebut sebagai

Tepid water sponge merupakan tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pada saat demam yaitu dengan merendam anak didalam air hangat, mengelap sekujur tubuh dengan air

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sistem infrastruktur private cloud yang dirancang dan dibangun dengan Openstack versi Kilo menggunakan satu node controller dan satu

Dengan tanggapan positif terhadap drama seri terbaru kami dan pemrograman yang kuat memasuki kuartal ketiga, kami optimis bahwa Perseroan akan mampu mewujudkan ini

Masyarakat Desa Sukolilo adalah salah satu di antara masyarakat yang masih menggunakan sistem hisab Aboge dalam penentuan awal bulan kamariah dan dalam

pen="Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut."&CRLF&" Ada beberapa

Salman (2015) menyebutkan bahwa metode belajar yang kurang sesuai dengan siswa dapat menyebabkan kecemasan matematika. Hasil wawancara menunjukan bahwa 2 orang

Penelitian dengan meggunakan metode-metode dalam pendekatan kuantitatif yang selanjutnya disebut penelitian kuantitatif, adalah suatu bentuk penelitian ilmiah yang