• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK-BENTUK KECEMASAN TOKOH WANITA DALAM ANTOLOGI CERPEN PEREMPUAN KEDUA KARYA EVI IDAWATI (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BENTUK-BENTUK KECEMASAN TOKOH WANITA DALAM ANTOLOGI CERPEN PEREMPUAN KEDUA KARYA EVI IDAWATI (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK-BENTUK KECEMASAN TOKOH WANITA

DALAM ANTOLOGI CERPEN

PEREMPUAN KEDUA

KARYA EVI IDAWATI

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Progran Studi Sastra Indonesia

Disusun oleh Dwi Indah Kurniawati

NIM: 014114014

FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

SEPERTI HARI INI…!

ATAUPUN HARI ESOK…?!

SEGALA SESUATU ITU ADA MASANYA

DAN

TUHAN AKAN MENJADIKAN SEGALA SESUATU

INDAH PADA WAKTUNYA

KITA HANYA PERLU BERUSAHA

DAN BERSABAR DALAM PENGHARAPAN

UNTUK BISA MERASAKANNYA

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Maret 2008 Penulis,

(6)

ABSTRAK

BENTUK-BENTUK KECEMASAN TOKOH WANITA DALAM ANTOLOGI CERPEN PEREMPAUN KEDUA

KARYA EVI IDAWATI

Penelitian ini mengkaji bentuk-bentuk kecemasan tokoh wanita dalam antologi cerpen Perempuan Kedua karya Evi Idawati. Objek penelitian yang akan dianalisis dalam antologi cerpen Perempuan Kedua terdiri dari dua belas cerpen. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra yang digunakan untuk menganalisis bentuk-bentuk kecemasan yang dialami tokoh wanita dalam kehidupan pribadinya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Langkah yang di tempuh peneliti, yaitu pertama, melakukan analisis secara struktural terhadap antologi cerpen Perempuan Kedua meliputi analisis tokoh dan penokohan. Kedua, melakukan analisis psikologis terhadap antologi cerpen Perempuan Kedua

untuk menemukan bentuk-bentuk kecemasan tokoh wanita.

(7)

ABSTRACT

FORMS OF DREAD OF WOMAN CHARACTER IN ANTHOLOGY SHORT STORY PEREMPUAN KEDUA

BY EVI IDAWATI

(THE PSYCHOLOGICAL LITERARY STUDIES)

Dwi Indah Kurniawati Sanata Dharma University

Yogyakarta 2008

This research study the form of dread of woman character in anthology short story Perempuan Kedua by Evi Idawati. Research object which will be analysis in anthology short story Perempuan Kedua consisted of twelve short story. Approach used in the research is approach of psychology literature is used to analyse the natural dread forms of woman character in its person life.

Method used in the research is descriptive method. Step which is going through researcher, that is first, doing analysis structurally to anthology short story

Perempuan Kedua, covering analysis of the characters, and the characterization.

Secondly, doing psychology analysis to anthology short story Perempuan Kedua to find the forms of dread of woman character.

Result of structural analysis from anthology short story Perempuan Kedua

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Bentuk-Bentuk Kecemasan Tokoh Wanita dalam Cerpen

Perempuan Kedua Karya Evi Idawati (Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi ini ditulis

untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing I dan Ketua Jurusan Sastra Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi ini.

2. Ibu Peni Adji, S. S, M. Hum. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak/Ibu staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M.

(10)

4. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu memberi pinjaman buku-buku referensi kepada penulis.

5. Bapakku Fransiskus Suprihono, BA dan Ibuku Fransiska Sri Lestari yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian kepada penulis.

6. Kakakku Didit Pulunggono yang selalu memberikan dukungan dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Keluarga Minomartani, Tante Har dan Om Karyadi, adik-adikku Iwan, Indra, Oki, dan Tiok terima kasih atas kebersamaan selama penulis menyelesaikan masa studi.

8. Spesial buat Nofa Tri Handaka. Thanks untuk tetap setia dan sabar memberi perhatian kepada penulis selama menyelesaikan masa studi.

9. Mbak Era. Thanks untuk kebersamaan dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabatku, Yuni yang telah baik dan setia memberi support kepada penulis, Eni, Empit, dan Dwik yang selalu memberi semangat kepada penulis. 11.Teman-temanku Thomas, Amri the genk, Luki, Adibu, kak Lief, kak Toni, kak

Melfit, kak Sally. Terima kasih untuk doa, kebersamaan dan dorongan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman Sastra Indonesia 2001, terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini.

(11)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 19 Maret 2008 Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

ABSTRAK ………. vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ……….... 4

1.3 Tujuan Masalah ……….... 4

1.4 Manfaat Penelitian ………... 4

1.5 Tinjauan Pustaka ……….. 5

1.6 Landasan Teori ………. 6

1.6.1 Tokoh dan Penokohan ………. 7

1.6.2 Teori Psikologi………... 8

1.6.3 Kecemasan………... 9

1.7 Metodelogi Penelitian………... 10

(13)

1.7.2 Metode Penelitian……… 10

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data……….. 13

1.8 Sumber Data……… 11

1.9 Objek Penelitian……….. 11

1.10 Sistematika Penyajian……… 12

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM ANTOLOGI CERPEN PEREMPUAN KEDUA 2.1 Tokoh dan Penokohan ……….……… 13

2.1.1 Cerpen “Pinangan Tengah Malam”………. 13

2.1.1.1 Tokoh Nora ……….. 13

2.1.1.2 Tokoh Anton ……… 15

2.1.1.3 Tokoh Pasha ………. 16

2.1.2 Cerpen “Beri Aku Waktu”………... 17

2.1.2.1 Tokoh Umi ………... 17

2.1.2.2 Tokoh Usman ………... 19

2.1.2.3 Tokoh Rida ………... 20

2.1.3 Cerpen “Dipan Antik”……….. 21

2.1.3.1 Tokoh Istri ……… 21

2.1.3.2 Tokoh Suami ……… 23

2.1.4 Cerpen “Hanya Satu Malam”………... 23

2.1.4.1 Tokoh Aku ……… 23

(14)

2.1.5.1 Tokoh Aku ……… 26

2.1.5.2 Tokoh Ayah ……….. 29

2.1.5.3 Tokoh Ibu ………. 29

2.1.6 Cerpen “ Tikungan”………. 30

2.1.6.1 Tokoh Aku ………... 30

2.1.6.2 Tokoh Pembantu ……….. 32

2.1.7 Cerpen “Bukan Salahmu, Firda”……….. 33

2.1.7.1 Tokoh Firda ……….. 33

2.1.7.2 Tokoh Ibu ………. 34

2.1.7.3 Tokoh Desi ………... 35

2.1.7.4 Tokoh Akmal ………... 35

2.1.8 Cerpen “Perempuan Kedua”……… 36

2.1.8.1 Tokoh Roe ……… 36

2.1.8.2 Tokoh Faisal ………. 38

2.1.8.3 Tokoh Joan ………... 39

2.1.9 Cerpen “Di Sinilah Tempat Cinta”……….. 40

2.1.9.1 Tokoh Aku ………... 40

2.1.9.2 Tokoh Nin ……… 42

2.1.10 Cerpen “Biola”………. 43

2.1.10.1 Tokoh Aku ………. 43

2.1.10.2 Tokoh Ibu ………... 44

(15)

2.1.11 Cerpen “Bukan Pertarungan Biasa”………. 46

2.1.11.1 Tokoh Aku ……….. 46

2.1.11.2 Tokoh Suami ………... 48

2.1.11.3 Tokoh Nadia ……… 49

2.1.12 Cerpen “Perceraian Bawah Tangan”……… 50

2.1.12.1 Tokoh Laksita ………. 50

2.1.12.2 Tokoh Suami ………... 51

2.1.12.3 Tokoh Mia ……….. 51

BAB III ANALISIS BENTUK-BENTUK KECEMASAN TOKOH WANITA DALAM ANTOLOGI CERPEN PEREMPUAN KEDUA 3.1 Rasa Cemas yang Timbul Akibat Melihat dan Mengetahui ada Bahaya yang Mengancam Dirinya……… 58

3.1.1 “Pinangan Tengah Malam”………... 58

3.1.2 “Beri Aku Waktu”………. 59

3.1.3 “Di Depan Jenazah Ayah”………... 59

3.1.4 “Tikungan”………. 60

3.1.5 “Bukan Salahmu, Firda”………... 61

3.2 Rasa Cemas yang Berupa Penyakit………... 61

3.2.1 Cemas yang Umam………... 61

3.2.1.1 “Perempuan Kedua”……….. 62

(16)

3.2.1.3 “Perceraian Bawah Tangan”... 63

3.2.2 Cemas dalam Bentuk Takut akan Benda-Benda………... 64

3.2.2.1 “Dipan Antik”………... 64

3.2.2.2 “Biola”……….. 65

3.2.3 Cemas dalam Bentuk Ancaman……… 66

3.2.3.1 “Di Depan Jenazah Ayah”……….... 66

3.3 Cemas karena Merasa Berdosa atau Bersalah karena Melakukan Hal-Hal yang Berlawanan dengan Keyakinan atau Hati Nurani……… 66

3.3.1 “Hanya Satu Malam”……… 67

3.3.2 “Bukan Pertarungan Biasa”……….. 68

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan………. 72

4.2 Saran………... 72

DAFTAR PUSTAKA……….. 74

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

(18)

sastra mempunyai kaitan yang erat dengan pengalaman jiwa pengarangnya. Sebab sebuah karya sastra merupakan seleksi dari kehidupan dan merupakan refleksi terhadap kehidupan itu sendiri yang direncanakan dengan tujuan tertentu. Wellek dan Warren via Budianto (1990: 109) menyatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia.

Evi Idawati adalah seorang penulis perempuan Indonesia. Dia banyak menyalurkan ide dan gagasannya melalui puisi, cerpen, esai, dan novel. Evi dikenal sebagai penyair yang produktif dengan karya-karya elegan yang sering dipublikasikan di media massa. Sebagai penulis, Evi Idawati sering mengangkat tema-tema perempuan dalam tulisannya. Problematika kehidupan perempuan dalam rumah tangga, relasi sosial, dunia kerja, dan sebagai personal di tulis Evi dengan bahasa yang datar dan sederhana, bahkan tidak terasa emosional meski sedang menggugat sekalipun. Kebangkitan penulis perempuan dengan karya-karyanya telah memberi warna baru dalam dunia sastra di Indonesia. Selain itu, sastra bisa menjadi media bagi perempuan untuk memperjuangkan “keberadaan”nya dalam budaya yang seringkali tidak memihak dan mengakui perempuan.

Karya sastra yang menyajikan kehidupan berdasarkan kenyataan sosial dipaparkan Evi Idawati dalam bentuk antologi cerpen Perempuan Kedua. Antologi cerpen Perempuan Kedua merupakan antologi cerpen tunggalnya yang ketiga setelah “Mahar” (Gitanagari 2003) dan “Malam Perkawinan” (Grasindo 2005). Cerpen

Perempuan Kedua diceritakan Evi sebagai realita kehidupan dengan menghadirkan

(19)

Permasalahan-permasalahan yang dihadirkan dalam karya sastra berbentuk cerpen ini tidak lepas dari kehidupan pribadi perempuan. Berbagai problematika perkawinan, kehidupan privasi perempuan (baik sebagai ibu atau calon ibu, istri, maupun anggota masyarakat), bahkan hubungan pribadi dengan Tuhan, tidak jarang menjadi butiran-butiran konflik batin yang dapat menimbulkan suatu kecemasan dalam kehidupan pribadi perempuan. Persoalan cinta yang muncul di antara hak dan kewajiban individu seorang perempuan terkadang membuat perempuan mengalami suatu tekanan batin yang sulit untuk dihilangkan. Permasalahan tersebut yang coba dijabarkan dalam antologi cerpen Perempuan Kedua, yang nantinya akan dianalisis dalam penelitian ini.

Antologi cerpen Perempuan Kedua sendiri memuat tiga belas cerpen yang terdiri dari dua belas cerpen berisi permasalahan seputar kehidupan perempuan dan satu cerpen yang tidak membahas permasalahan perempuan. Dalam penelitian ini penulis hanya akan menganalisis dua belas cerpen yang memunculkan permasalahan berupa kecemasan yang dialami tokoh wanita yang terdapat dalam antologi cerpen

Perempuan Kedua. Persoalan yang muncul dalam dua belas cerpen tersebut

memunculkan adanya suatu kecemasan batin dalam diri perempuan.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:

1.2.1 Bagaimana tokoh dan penokohan yang ada dalam antologi cerpen Perempuan

Kedua karya Evi Idawati?

1.2.2 Bagaimana bentuk-bentuk kecemasan yang dialami tokoh wanita dalam antologi cerpen Perempuan Kedua karya Evi Idawati?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan yang ada dalam antologi cerpen

Perempuan Kedua karya Evi Idawati.

1.3.2 Mendeskripsikan bentuk-bentuk kecemasan yang dialami tokoh wanita dalam antologi cerpen Perempuan kedua karya Evi Idawati.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan manfaat dari penelitian ini, adalah:

1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian dalam memahami cerpen Perempuan Kedua karya Evi Idawati dengan mengetengahkan sebuah problematika perempuan berupa kecemasan.

(21)

media seni sastra.

1.4.3 Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya tinjauan sastra dari sudut psikologi.

1.5 Tinjauan Pustaka

Kastari (2006) menyatakan bahwa buku antologi cerpen Perempuan Kedua

merupakan puncak gugatan persoalan perempuan. Perempuan Kedua bukan bermaksud melakukan eksploitasi hal-hal yang tidak wajar tentang perempuan dalam pandangan kita, seperti memandang lembaga perkawinan, perempuan, sikap kesetaraan, keluarga, tetapi lebih bersikap gugatan dari seorang penulis untuk memposisikan diri di atas wacana sebagai eksistensi sebagai sesama manusia. Karya ini sebagai bentuk empati dan keberpihakan kemanusiaan terhadap perempuan .

Secara spesifik Kastari (2006) menjelaskan bahwa cerpen-cerpen karya Evi Idawati yang terhimpun dalam antologi cerpen Perempuan Kedua bercerita tentang impian dan kenyataan dunia perkawinan. Meliputi masalah personal perempuan, baik sebagai ibu, istri dan anggota masyarakat, bahkan yang menyangkut soal hubungan suami istri, hubungan dengan Tuhan yang bisa di lihat dari sisi negatif dan positifnya. Hal ini bukan bermaksud mengeksploitasi perempuan yang tidak wajar sekalipun, tetapi untuk memperkaya keberagaman cara pandang manusia terhadap sebuah perkawinan.

(22)

yang penulis lakukan maka akan dianalisis cerpen Perempuan Kedua ini melalui analisis unsur intrinsik berupa tokoh dan penokohan serta latar, dan akan dianalisis bentuk-bentuk kecemasan tokoh wanita yang ditinjau dari sudut psikologi sastra.

1.6 Landasan Teori

Karya sastra merupakan struktur yang terdiri dari bagian-bagian bermakna. Struktur karya sastra menyarankan pada pengertian hubungan antar unsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, secara bersamaan membentuk kesatuan yang utuh. Untuk memudahkan pemahaman terhadap sebuah karya sastra misalnya cerpen, dapat dilakukan dengan memaparkan struktur cerpen tersebut. Tujuan pemaparan adalah mengetahui fungsi dan keterikatan antara berbagai unsur karya sastra secara bersama menghadirkan keseluruhannya (Nurgiyantoro, 1998: 36-37).

(23)

karakter tokoh-tokohnya guna mengungkapkan permasalahan mengenai kecemasan yang terdapat dalam antologi cerpen Perempuan Kedua karya Evi Idawati yang akan dianalisis penulis. Selanjutnya akan dianalisis mengenai bentuk-bentuk kecemasan yang dialami tokoh perempuan dengan menggunakan sudut pandang psikologi sastra. Berikut ini dipaparkan mengenai unsur intrinsik karya sastra yaitu tokoh dan penokohan, teori psikologi, dan pengertian kecemasan yang akan dijadikan landasan teori dalam penelitian ini.

1.6.1 Tokoh dan Penokohan

Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan, tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif. Plot boleh dipandang sebagai tulang punggung cerita, tetapi siapa yang melakukan “sesuatu” yang dalam plot disebut peristiwa adalah tokoh dan penokohan (Nurgiyantoro, 1998: 164). Suatu karya naratif boleh saja memiliki peristiwa menarik yang penuh konflik dan cerita yang dasyat, tetapi cerita tersebut tidak ada artinya jika tokoh dan penokohan tidak ada. 1.6.1.1Tokoh

(24)

pengarang untuk memberi gambaran lebih terperinci tentang tokoh utama mengenai pikiran dan perasaannya (Sudjiman, 1988: 18-20).

Tokoh protagonis dan antagonis, tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca. Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik dan ketegangan (Nurgiyantoro, 1998: 178). 1.6.1.2Penokohan

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh dalam karya sastra. Citra tokoh dapat ditangkap melalui tindakan, ujaran, pikiran, penampilan fisik, dan apa yang dikatakan atau dipikirkan tokoh tentang dirinya. Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah melalui pemberian nama. Setiap “sebutan” merupakan sejenis cara memberi kepribadian dan menghidupkan (Sudjiman, 1988: 24).

1.6.2 Teori Psikologi

Psikologi tidak mempelajari jiwa, melainkan gejala-gejala kejiwaan. Gejala kejiwaan secara umum disebut tingkah laku. Dengan demikian, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku organisme, terutama tingkah laku manusia. Tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku dalam arti yang luas mencakup perbuatan dan penghayatan (Rumini dkk, 1995: 1).

(25)

berbagai kelenjar dan lain sebagainya. Salah satu contoh tingkah laku penghayatan adalah kecemasan (Rumini dkk, 1995: 1).

1.6.3 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa atau bersalah, terancam dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. (Daradjat, 1985: 27).

Frustasi atau tekanan perasan adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya. Konflik atau pertentangan batin adalah terdapatnya dua macam dorongan atau lebih yang berlawanan atau bertentangan satu sama lain dan tidak mungkin dipenuhi dalam waktu yang sama (Daradjat, 1985: 24-26).

(26)

1.7 Metodelogi Penelitian 1.7.1 Pendekatan

Pendekatan psikologi sastra merupakan pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan psikologi sastra artinya pendekatan dari sudut psikologi dan sudut sastra. Pendekatan psikologi sastra merupakan penelaahan sastra yang menekankan pada segi psikologi yang terdapat dalam suatu karya sastra, karena psikologi mempelajari proses-proses kejiwaan maka psikologi dapat diikutsertakan dalam studi sastra. Hal ini disebabkan jiwa manusia merupakan ilmu pengetahuan dan kesenian (Sukada, 1987: 105).

Hartoko dan Rahmanto (1985: 126) mendefinisikan psikologi sastra sebagai cabang ilmu sastra yang mengkaji sastra dari sudut psikologi. Perhatian dapat diarahkan kepada pengarang dan pembaca (psikologi komunikasi sastra) atau kepada teks sastra itu sendiri. Pengetahuan tentang psikologi mendorong kita untuk menyadari bahwa sebuah karya sastra yang baik sekurang-kurangnya mempunyai dua jenis makna, yaitu jelas dan terselubung.

1.7.2 Metode Penelitian

(27)

dengan mencatat kemudian menganalisis dan menginterpretasikan data yang diteliti yaitu data yang berhubungan dengan unsur intrinsik karya sastra dan data analisis bentuk kecemasan yang dialami tokoh wanita dari sudut pandang psikologi sastra. Hasil analisis dan interpretasi tersebut akan dideskripsikan dalam bentuk laporan penelitian.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah teknik studi pustaka. Pelaksanaan teknik ini yaitu menelaah pustaka yang ada kaitannya dengan objek penelitian yakni mengenai tokoh dan penokohan, latar, dan bentuk-bentuk kecemasan yang dialami tokoh wanita dalam cerpen Perempuan Kedua karya Evi Idawati.

1.8 Sumber Data

Judul buku : Perempuan Kedua

Pengarang : Evi Idawati

Penerbit : P Idea Yogyakarta (Kelompok Pilar Media) Tahun terbit : 2005 (Cetakan Pertama)

Halaman : 180 halaman

1.9 Objek Penelitian

(28)

cerpen tersebut berjudul “Lelaki Yang Menggantungkan Tasbih Di Lehernya”. Dua belas cerpen memunculkan problematika perempuan yang berakibat pada munculnya kecemasan dalam diri perempuan.

Berikut ini adalah dua belas cerpen yang akan di analisis dalam penelitian ini: 1)“Pinangan Tengah Malam”, 2)“Beri Aku Waktu”, 3)“Dipan Antik”, 4)“Hanya Satu Malam”, 5)“Di Depan Jenazah Ayah”, 6)”Tikungan”, 7)”Bukan Salahmu, Frida”, 8)”Perempuan Kedua”, 9)”Di Sinilah Tempat Cinta”, 10)”Biola”, 11)”Bukan Pertarungan Biasa”, 12)”Perceraian Bawah Tangan”.

1.10 Sistematika Penyajian

(29)

BAB II

ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN ANTOLOGI CERPEN PEREMPUAN KEDUA

2.1 Tokoh dan Penokohan

Di dalam sebuah karya sastra, tokoh merupakan pelaku cerita. Setiap tokoh mempunyai ciri perwatakan yang bermacam-macam. Tokoh yang ada dalam cerita dan ciri-ciri perwatakannya dapat diketahui melalui sebuah analisis. Di bawah ini akan di analisis tokoh-tokoh yang ada dalam antologi cerpen Perempuan Kedua. 2.1.1 “Pinangan Tengah Malam”

2.1.1.1Tokoh Nora

Tokoh sentral dalam cerpen “Pinangan Tengah Malam” adalah Nora. Tokoh Nora disebut tokoh sentral karena mempunyai peranan yang penting dalam menghadirkan suatu permasalahan dalam cerita atau lebih tepat menjadi pusat perhatian dalam isi cerita.

Nora digambarkan sebagai sesosok wanita yang memiliki kehidupan pribadi yang kurang menyenangkan, yaitu persoalan cinta yang mengalami kegagalan dan kekecewaan. Kehidupan perkawinan yang telah gagal sebelumnya telah membuat Nora harus merasakan sakit dan luka hati. Bahkan, hubungan tanpa ikatan resmi dengan Anton telah membuat Nora merasa kecewa dan putus asa. Penantian cinta Nora pada Anton hanya menambah beban batin dalam benak Nora, karena Anton telah beristri dan tidak mungkin menceraikan istrinya. Gambaran tokoh Nora tersebut dapat di lihat dalam kutipan berikut:

(30)

sakit hati. Tak ada yang mencintainya…. Dia merasa terluka. Sampai kapan dia harus merasakan kesakitan yang sama untuk menemukan cinta yang dicarinya. (hlm.18)

Tokoh Nora juga digambarkan sebagai wanita yang pantang menyerah dan kuat dalam menghadapi masalah yang muncul dalam kehidupan pribadinya. Hal tersebut dapat di lihat ketika Nora ditanya oleh temannya yang bernama Angel, soal perasaannya.

(2) “Aku belajar dari hidupku. Kebahagiaan tidak datang sendiri pada kita. Kita harus berjuang mendapatkan dan mempertahankannya,” kata Nora pada Angel, temannya. (hlm.9)

(3) “Aku tidak ingin mengulang kesakitan yang sama. Aku berbahagia dengan apa yang aku miliki saat ini, biarkanlah aku menikmati semuanya lebih dulu. Jika aku menginginkan hal itu, aku pasti akan mendapatkannya,” kata Nora dengan sangat yakin. (hlm.9)

Di samping mempunyai sikap pantang menyerah dan kuat, tokoh Nora digambarkan sebagai sosok wanita yang mampu berpikir secara logis, akan tetapi kehidupan cinta yang begitu mengecewakan membuat kacau pikirannya. Tampak dalam kalimat berikut:

(4) Selama ini, jika ada hal baru yang datang pada dirinya, Nora tidak pernah melibatkan perasaaannya. Dia tidak ingin sebuah peristiwa akan mempengaruhinya. Tapi, akhir-akhir ini begitu banyak yang terjadi, hingga ungkapan kata-kata tak akan sanggup mewakili gempa di hatinya. Dia hanya berdiam diri, menatap langit di tengah malam, mencoba membuka file kehidupannya. Sambil berkali-kali berkata, apa yang kau inginkan sebenarnya? (hlm.4)

Sebagai wanita yang mampu berpikir secara logis, Nora sungguh ceroboh dalam mengambil keputusan, karena telah mencintai laki-laki yang sudah beristri. Dapat dilihat dalam kalimat berikut:

(31)

2.1.1.2Tokoh Anton

Tokoh antagonis dalam cerpen “Pinangan Tengah Malam” adalah Anton. Tokoh Anton dimunculkan sebagai tokoh yang memiliki watak mendukung kemunculan terjadinya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh sentral atau utama. Tanpa kehadiran tokoh Anton, maka tidak ada cerita yang menggambarkan kecemasan hati tokoh Nora. Pemunculan tokoh Anton di dalam cerita walaupun hanya sedikit, mampu memunculkan kecemasan dalam hati Nora.

Tokoh Anton digambarkan sebagai laki-laki yang tidak setia kepada istrinya, yang berselingkuh dengan wanita lain. Anton digambarkan sebagai suami penyeleweng, yang menyukai wanita idaman lain, yaitu Nora. Kutipan berikut ini menunjukkan bahwa Anton sudah beristri, menyeleweng.

(6) “Bagaimana mungkin aku meninggalkan istriku. Aku menyayanginya, sebab dia mengangkatku dari ketidakjelasan, dan membawaku ke ruang yang semula tidak pernah aku bayangkan. Tapi, aku mencintaimu. Jika bersamamu aku merasa mendapat tambahan energi yang luar biasa. Aku memang ingin memilikimu. Kalau kamu mau, kita bisa menikah, tapi aku tidak akan menceraikan istriku”. (hlm.16)

Anton adalah sosok laki-laki yang dicintai Nora, yang mampu meluluhkan hati Nora, hingga suatu pinangan di tengah malam telah menggetarkan cinta yang ada dalam hati Nora.

(7) “Atas nama cinta, malam ini aku meminangmu menjadi istriku”. (hlm.9)

Pinangan yang pada ada akhirnya membuat hati Nora berada dalam kebimbangan dan kegalauan. Pinangan itu tidak ada artinya, karena Anton tidak mampu mewujudkan pinangannya pada Nora menjadi sebuah kenyataan. Di bawah ini, dapat di lihat bagaimana gambaran tokoh Anton:

(32)

Nora, semalaman, menunggu Anton untuk datang ke rumahnya. Tapi, Anton tidak pernah datang. Hanya kata-kata lewat handpone yang berkali-kali berdering. (hlm.15)

(9) ”Lalu, apa arti pinanganmu malam itu? Kamu hanya ingin tidur denganku!”

(10) “Harus kutegaskan sekali lagi. Aku mencintaimu! Tidak ada bahasa yang mengartikulasikan cintaku padamu. Kamu tahu, telah kubuat lubang di dadaku dan lelaplah kamu di situ. Tapi, itu tidak cukup. Aku tak ingin ada celah yang memisahkan kita. Aku ingin kau adalah aku dan aku adalah kau. Tapi lagi-lagi, kata-kata ini terlalu bertele-tele. Bahasa ternyata tak bermakna di hadapan hati yang digelorakan cinta. Apalagi yang mesti kuucapkan?” (hlm.16)

Dari kutipan tersebut dapat di lihat bagaimana sikap tokoh Anton yang tidak tegas dengan segala kata-kata dan ucapannya pada Nora. Semua itu hanya sekedar bahasa yang keluar dari mulut laki-laki pengecut yang tidak berani bertindak atas kata-katanya sendiri.

Selain gambaran sikap Anton di atas, di bawah ini adalah kutipan dari balasan

sms Nora yang dapat mewakili bagaimana pengambaran tokoh Anton yang tidak bertanggungjawab dan tidak mampu berkomitmen atas tindakan dan keputusannya. Berikut kutipannya:

(11) “Kamu tidak perlu mengucapkan apa-apa lagi. Aku ingin kamu melakukan apa yang kamu katakan! Aku memberimu kesempatan untuk menjadikan nyata kata-kata yang kamu ucapkan. Tapi, kamu tidak pernah melakukannya…. Tapi, apa yang kamu katakan omong kosong. Aku tidak menyesal berhubungan denganmu. Tapi, aku tidak bisa meneruskan lagi apa yang kita sepakati.” (hlm.17)

2.1.1.3Tokoh Pasha

(33)

lihat dalam kutipan berikut, yaitu ketika Nora menyuruh Pasha mengantarkan amplop putih yang berisi balasan pinangan kepada Anton, dan ketika Ibunya Nora menyuruh Pasha untuk menjenguk Nora di tempat di mana Nora mencari ketenangan diri:

(12) “Tolong mampir ke rumah Anton. Berikan ini padanya,” Nora menyerahkan amplop putih pada Pasha. (hlm.5)

(13) Ketika perlahan memutar kunci dan membukanya, Nora terkejut. Pasha telah berdiri di depannya.

“Ada apa?” Tanya Nora pada saat itu juga.

“Diminta Mama menemani Mbak Nora. Kenapa hp-nya dimatikan? Mama cemas, karena Mbak Nora tidak bisa dihubungi. Lalu, aku diminta kemari,” jawab Pasha. (hlm.12)

2.1.2 “Beri Aku Waktu” 2.1.2.1Tokoh Umi

Tokoh Umi disebut sebagai tokoh utama, karena menjadi tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam cerpen “Beri Aku Waktu”. Umi adalah seorang tokoh yang mengalami masalah dalam kehidupan rumah tangganya. Umi harus merasakan beratnya masa-masa menjelang perceraian. Proses perceraian yang sangat memberatkannya karena Umi harus berpisah dan mempertahankan haknya untuk mendapatkan anak-anaknya kembali. Namun, semua itu dihadapi Umi dengan kuat hati.

Berikut ini akan dipaparkan mengenai penokohan Umi. Tokoh Umi digambarkan sebagai sesosok wanita pekerja keras yang mandiri. Dapat di lihat dalam kalimat di bawah ini:

(34)

secara finansial pada suami. Bisnis Umi sudah berjalan lama. Dan mereka hidup dari sana. Usman ikut membantu membesarkannya. (hlm.24)

Latar belakang kehidupan Umi sewaktu kecil yang sudah hidup susah menjadikan Umi sebagai orang yang kuat dan tabah dalam menghadapi semua cobaan yang datang dalam kehidupan rumah tangganya. Gambaran tokoh Umi tersebut terlihat melalui perbincangannya bersama Rida, sahabatnya. Berikut kutipannya:

(15) “… Setelah kebakaran yang mengambil nyawa orang tuaku. Aku hidup sendiri dengan kakekku. Menjadi pengemis. Berjalan ke sana ke mari sampai aku bertemu denganmu …” (hlm.26)

(16) “Aku yakin bisa. Aku sudah melampaui kesakitan yang paling pedih bagi perempuan seusiaku. Aku berharap, aku akan bisa melewati yang satu ini. Aku tahu, memang tidak sama, tetapi aku akan tetap mencoba.” (hlm.26)

Tokoh Umi juga digambarkan sebagai seorang istri yang sabar dalam menghadapi masalah dalam keluarga dan istri yang pemaaf, yang bijak dalam memahami suatu masalah. Kutipan-kutipan berikut menggambarkan sosok Umi tersebut:

(17) “Aku tidak ingin bermusuhan dengan Usman. Bagaimanapun juga, dia ayah anak-anakku.” (hlm.26)

(18) “Obat sakit hati adalah memaafkan. Sekecil apapun sakit hati, kalau kita tidak bisa memaafkan, sakit hati itu akan menjadi besar, meracuni sepanjang hidup kita. Dan kita menjadi budak dari dendam, dengki, akhirnya kita akan menghalalkan segala cara untuk membalasnya. Aku tidak mau terjebak seperti itu.” (hlm.27)

Umi juga merupakan seorang ibu yang penyayang dan tanggungjawab, yang ingin memperjuangkan haknya sebagai seorang ibu atas anak-anaknya. Hal itu dapat di lihat dalam kutipan berikut ini:

(35)

mengambil semua harta, tanpa menyisakan untukku dan hidup dengan perempuannya. Asalkan anak-anak bersamaku,” kata-kata Umi membuat Rida termenung. (hlm.25)

(20) “Sudahlah, yang penting sekarang, bagaimana membuat Usman mengizinkan anak-anak di bawah asuhanku. Biar mereka ikut denganku. Aku tidak mungkin punya anak lagi. Usiaku sudah tidak memungkinkan.” (hlm.28)

(21) “Aku tidak punya siapa-siapa, kecuali anak-anakku. Kamu boleh mengambil dan meniadakan apa yang pernah kita miliki. Tapi tolong, izinkan aku tetap memiliki anak-anakku….” (hlm.33)

(22) “Aku punya hak untuk bertemu dengan mereka. Dan sudah menjadi kewajibanku untuk melindungi dan mencintai mereka, karena aku ibunya.” (hlm.34)

2.1.2.2Tokoh Usman

Tokoh Usman digambarkan sebagai tokoh antagonis, karena kemunculannya menimbulkan kecemasan dalam diri tokoh Umi. Tokoh Usman adalah sosok laki-laki dan suami yang tidak bertanggung jawab, kasar, dan egois. Hanya demi memuaskan keinginannya untuk menikah lagi, Usman lebih memilih menghancurkan ikatan perkawinan yang telah dibina dengan Umi. Berikut ini kutipan yang menggambarkan tokoh Usman yang begitu kasar, yang memfitnah istrinya di depan anak-anaknya.

(23) “Kalian tidak pantas memanggil dia ibu. Dia tidak bisa menjaga kehormatannya sebagai istri dan perempuan. Apa yang dia lakukan, telah mencoreng mukaku sebagai laki-laki!” Pedas suara Usman menggelegar di tengah ruangan. Tiga anaknya mendengarkan sambil menundukkan kepalanya. (hlm.22)

Usman juga digambarkan sebagai laki-laki yang egois. Dia ingin memiliki semua harta yang telah dikumpulkan Umi bersamanya. Berikut kutipnnya:

(24) Usman memang busuk. Dia sengaja menunggu waktu untuk

mengambil alih semua yang pernah di rintis bersama menjadi miliknya. Dia sengaja menyingkirkan Umi dan memutarbalikkan fakta di depan anak-anak untuk melegitimasi apa yang dia lakukan. (hlm.24)

(36)

berikan pada dia dan anak-anak. Bukan kamu nikamati sendiri.” “Ada anak-anak denganku.”

“Jadi, mereka kamu gunakan sebagai senjata untuk mendapat bagian lebih banyak.” (hlm.30-31) (Kutipan ini dapat di lihat dalam percakapan Usman dengan Rida)

Demi keinginannya untuk menikah lagi, Usman memilih untuk menceraikan Umi, istrinya. Usman sangat tidak bertanggung jawab, karena telah mengusir Umi dari rumah. Berikut gambaran tokoh Usman tersebut:

(26) “Aku telah menceraikan ibumu. Kalian tetap tinggal di rumah ini.” “Lalu ibu, di mana dia sekarang?” Tanya si bungsu takut-takut. “Aku sudah memintanya untuk pergi,” kata Usman lagi. (hlm.22)

2.1.2.3Tokoh Rida

Tokoh Rida digambarkan sebagai tokoh protagonis, karena kehadirannya dalam cerita tidak memunculkan suatu kecemasan, tetapi sangat baik dan mendukung tokoh Umi sebagai tokoh utama. Rida adalah teman sekaligus saudara bagi Umi. Rida adalah orang yang mengangkat Umi dari kemiskinan dan menjadikan Umi sebagai saudaranya. Walaupaun bukan saudara sedarah, ikatan persaudaraan mereka sangat kuat. Melalui Rida pula, Umi berkenalan dengan Usman.

Rida digambarkan sebagai seorang yang setia kawan, suka membantu, hal ini terlihat ketika Umi sedang menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Rida senantiasa membantu dengan tulus. Gambaran tokoh Rida tersebut dapat di lihat dalam kutipan berikut:

(27) “Aku tidak mau, kamu bersikap tidak adil pada Umi. Kenapa kamu harus melukai hatinya?” Rida menatap Usman tajam.

“Kamu tidak usah ikut campur dengan urusan kami,” tegas suara Usman menjawab pertanyaan Rida.

(37)

Tokoh Rida juga digambarkan sebagai sosok penyayang yang memiliki jiwa kasih sayang yang besar terhadap Umi. Berikut kutipan yang menggambarkan sikap Rida yang penyayang:

(28) Masih terlihat jelas dalam benak Rida. Seorang gadis kecil, dengan muka tirus dan badan yang kurus menggandeng lelaki tua. Wajahnya kotor. Tidak memakai sandal, meskipun hari siang. Rida menghapus air matanya. (hlm.25)

(29) “Aku pun menyayangimu, sejak awal kita tahu bahwa kita bukan sedarah, namun hubungan kita melebihi semua itu. Tapi, aku menyesal telah mengenalkan si brengsek itu padamu. Rasanya tanganku gatal, ingin memukulnya.” (hlm.28)

Melihat perlakuan Usman terhadap Umi, Rida menjadi membenci Usman karena perlakuannya yang sangat di luar batas dan kasar. Berikut ini kutipan yang menggambarkan bahwa Rida sangat membenci Usman:

(30) “Setelah apa yang dilakukannya padamu, kau masih juga berbaik hati dengan dia? Kalau aku, sudah kuhabisi laki-laki itu!” (hlm.26)

(31) “Aku memang membencinya. Dia lelaki brengsek. Kalau dia hanya ingin mengawini perempuan itu. Tidak pantas dia memperlakukan ibu dari anak-anaknya dengan cara seperti ini. Mengambil semua harta, anak-anak, masih meyakiti juga. Aku yang orang luar muak. Aku tidak bisa membayangkan, kamu masih bisa memaafkan dia. Apa kamu tidak sakit hati?” (hlm.27)

2.1.3 “Dipan Antik” 2.1.3.1 Tokoh Istri

Tokoh istri menjadi tokoh sentral yang menjadi sorotan dalam cerpen “Dipan Antik”, dimana tokoh istri ini mengalami kegelisahan karena kejadian misterius dengan sebuah dipan antik koleksi suaminya yang ada di dalam kamar tidurnya.

(38)

(32) Sementara, aku lebih banyak tidur sendiri dibanding berdua dengan suami, karena dia lebih banyak berada di luar kota dengan urusan pekerjaannya. (hlm.41)

(33) “Tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa nyaman. Toh, aku memang tidak punya kesibukan, selain menunggumu pulang kerja. Anak-anak sudah besar dan punya kesibukan sendiri. Kenapa kamu cemburu dengan dipan antik itu?” (hlm.45)

Sebagai seorang ibu rumah tangga, tokoh istri dapat digambarkan sebagai perempuan yang menyukai sesuatu yang berbau modern, termasuk suasana rumahnya. Dia tidak suka dengan koleksi suaminya yang berupa dipan antik, karena setiap kali merebahkan diri di tempat tidur selalu merasa gelisah seperti ada seseorang yang mengawasinya. Melalui kutipan berikut dipaparkan gambaran tokoh istri:

(34) Berkali-kali aku meminta padanya, agar membiarkan ruang tidur kami dengan nuansa modern dan minimalis. Tapi, dia tetap ngotot sambil berceramah tentang harga yang harus di bayar untuk mendapatkan barang-barang itu. (hlm.37)

(35) Sebenarnya, aku juga suka barang-barang lain yang dia beli, kecuali tempat tidur kami. Setiap kali aku merebahkan diri di tempat tidur, aku selalu gelisah. Aku merasa ada sepasang mata yang selalu mengawasiku hampir di semua sudut. Sepasang mata laki-laki. Aku tidak pernah melihatnya. Tapi, merasakan. (hlm.38)

Gambaran tokoh istri dapat dilukiskan sebagai perempuan yang memiliki insting yang tajam akan hal-hal yang tidak tampak oleh indera mata. Tampak dalam kutipan berikut:

(36) Sementara, aku sendiri melihat sesuatu tidak hanya dari apa yang tampak oleh indera mataku, tetapi juga oleh perasaanku. (hlm.40)

2.1.3.2Tokoh Suami

(39)

barang-barang antik. Karena kegemarannya ini, sebuah dipan antik yang menjadi koleksinya telah membuat istrinya merasa takut dan gelisah bila tidur di atas dipan tersebut.

(37) Kesukaan suamiku pada barang-barang antik, sungguh melewati batas bagiku. Tidak hanya kursi, lemari, gelas, piring, tapi juga tempat tidur. (hlm.37)

Tokoh suami merupakan suami yang pekerja keras dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Ini membuktikan bahwa tokoh suami memenuhi segala kebutuhan materiil dengan baik dengan bekerja ke luar kota

(38) “Sementara, aku lebih banyak tidur sendiri dibanding berdua dengan suami, karena dia lebih banyak berada di luar kota dengan urusan pekerjaannya.” (hlm.41)

Tokoh suami digambarkan sebagai lelaki yang memiliki pemikiran yang logis dan berfikir secara realistis tentang dipan antik yang dia beli, karena tokoh suami harus bersaing untuk bias mendapatkan dipan antic itu. Dapat di lihat dalam kutipan ini:

(39) “Kamu jangan berpikir macam-macam. Ini hanya sebuah barang. Tidak bernyawa. Aku menyukainya, karena aku harus bersaing dengan Anton untuk mendapatkannya. Hilangkan pikiran burukmu!” (hlm.39)

(40) Suamiku memang orang yang apa adanya. Melihat sesuatu pun apa adanya. Asal dia merasa nyaman, tidak terganggu, pasti tidurnya nyenyak. (hlm.40)

2.1.4 “Hanya Satu Malam” 2.1.4.1Tokoh Aku

(40)

setia untuk memuliakanNya. Namun pertemuan satu malam dengan seorang laki-laki telah mengurangi rasa kecintaanya dengan Tuhan.

Dalam cerpen ini disebutkan bahwa tokoh aku mempunyai pemikiran dengan hidup sendiri, maka hari-harinya dapat dihabiskan untuk Allah. Memberikan diri seutuhnya untuk Allah untuk mencapai cintaNya.

(41) Dulu, aku berpikir, dengan hidup sendiri, aku dapat menghabiskan hari-hariku hanya untuk Allah. Aku merasa sangat mencintaiNya, hingga apapun yang diberi oleh-Nya dapat aku terima dengan ikhlas dan lapang dada. Berbulan-bulan, aku benar-benar merasa nyaman dengan kesedirianku. Aku menjadi orang yang mabuk. Menghabiskan waktu dengan pemujaan pada-Nya. (hlm.48)

(42) “Keseluruhan hatiku adalah milik-Mu, cinta yang ada di hatiku pun milik-Mu. Aku tidak ingin membaginya untuk siapa pun di dunia.” (hlm.48)

Sikap cinta yang berlebihan terhadap Tuhan, membuat tokoh aku memiliki pemikiran, yaitu memganggap suami dan anak-anaknya sebagai perintang untuk mencapai cinta pada-Nya. Berikut kutipan yang menujukkan hal tersebut:

(43) Aku memilih meninggalkan orang-orang yang aku cintai di dunia. Suami dan anak-anakku. Karena aku menganggap bahwa mereka adalah perintang untuk mencapai cinta pada-Nya. (hlm.49)

Tokoh aku, digambarkan sebagai perempuan yang tidak bisa memegang teguh janjinya pada-Nya. Pertemuan satu malam dengan seorang laki-laki telah melunturkan keteguhan hati dan kecintaannya pada-Nya, hingga sebuah dosa pun telah dia perbuat. Keinginan untuk bersama laki-laki itu pun telah terucap dalam doanya. Kutipan berikut ini akan menggambarkan sikap tokoh aku tersebut:

(44) “Mata itu menembus hatiku. Terasa sejuk dan nyaman. Walau terhias dosa padaku. Hanya satu malam dari seluruh hidupku yang aku persembahkan untuknya.” (hlm.50)

(41)

(48) Sungguh, bukan rencanaku kalau aku menerima pinangannya. Juga bukan keinginanku jika aku punya praduga. Tapi, aku meminta pada Tuhan agar memberi aku kesempatan bersama dia, di hari-hariku yang akan datang. (hlm.51)

(49) Aku mengikrarkan hatiku sepenuhnya untuk-Nya. Aku menutup diri dengan riuhnya dunia. Aku meninggalkan yang aku cintai di dunia. Uang, perhiasan, suami, dan anak-anakku. Aku memilih hidup sendiri. Tapi sekarang, aku meginginkan lelaki itu untuk bersamaku. (hlm.51)

(50) Tak bisa kupercaya. Bagaimana mungkin dalam satu malam, aku telah hancurkan hatiku yang aku berikan pada-Nya. Walau aku kembali bersimpuh untuk menghapus dosaku. (hlm.52)

(51) Padahal, keyakinan bahwa dunia dan segala isinya tidak bisa memancingku kembali, hanya omong kosong. Aku menginginkan dia. Aku mau hidup bersamanya. Aku ingin menjadi miliknya. Setelah satu malam yang aku lewati bersamanya. (hlm.54)

Ketidakteguhan tokoh aku membuat hatinya menjadi pasrah menerima semua yang telah menjadi rencana dalam hidupnya dengan menyerahkan segala rencana dalam kehendakNya. Berikut kutipannya:

(52) Aku mengalir untuk-Mu, mengikuti takdir-Mu. Apa yang aku rencanakan, menjadi ruang kecil dari rencana besar yang Kau inginkan. Aku berada di dalamnya…. Tapi, karena Engkau menginginkan aku dalam rencana-Mu yang lain, sehingga bisa kulakukan apa yang Kau gariskan dengan kepatuhan yang sama ketika mengucapkan ikrarku pada-Mu. (hlm.55-56)

Penggambaran tokoh lain dalam cerpen “Hanya Satu Malam” ini tidak ada lagi, selain tokoh aku tersebut. Pengarang hanya menyebutkan tokoh laki-laki tanpa memberikan gambaran secara jelas dan terpaparkan. Oleh karena itu, tokoh aku sebagai tokoh sentral dalam cerpen “Hanya Satu Malam”, yang bergumul dengan Tuhan karena kegelisahan hatinya.

2.1.5 “Di Depan Jenazah Ayah” 2.1.5.1Tokoh Aku

(42)

Tokoh aku digambarkan sebagai tokoh yang mengalami banyak derita dan ketakutan yang begitu hebat, sejak kecil hingga dia berumur tiga puluh tahun oleh kedua orang tuanya. Bahkan, ketika di depan jenazah ayahnya, rasa takut itu pun muncul kembali.

(53) Sekali lagi, kulihat wajah ayah. Ada rasa takut yang menguasaiku. Rasa yang terbangun dari deraan kata dan siksa yang dia berikan padaaku. Selama tiga puluh tahun hidupku adalah ketakutan. (hlm.57)

Meskipun mendapat perlakuan yang sangat buruk dari kedua orang tuanya, namun tokoh aku tetap mempunyai keinginan untuk bertahan hidup. Tokoh aku digambarkan sebagai perempuan yang kuat dan tabah menghadapi semua siksaan, pukulan, dan cacian dari orang tuanya. Berikut gambaran sikap tokoh aku tersebut:

(54) Rasa sakit yang aku terima, luka-luka dan memar di tubuhku, tidak seberapa rasanya dibanding luka hatiku. Ibu dan ayahku menjadi monster yang siap melahap dan memakanku setiap waktu…. Aku harus hidup. Aku harus bisa bertahan. Aku mengucapkan kata-kata itu untuk meyakinkan diriku, bahwa aku bisa melampaui semuanya. (hlm.65)

Tokoh aku adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Dari kecil telah mendapat perlakuan berbeda antara kakak dan adik-adiknya, sering mendapat pukulan, dan kata-kata kasar dari orang tuanya. Berikut kutipan yang memaparkan hal tersebut:

(55) Saat masih kecil, aku tidak menyadari perbedaan perlakuan antara aku, kakak, dan adik-adikku. Ketika ibu memukulku, aku mengira pantas dipukuli, karena telah berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan mereka. Sebab itulah yang selalu dikatakan ibuku. (hlm.59)

Menjelang remaja, perlakuan kedua orang tuanya semakin kasar. Tokoh aku masih sering mendapat marah, pukulan, terlebih mendapat lemparan barang-barang bila ayahnya sedang penuh amarah padanya.

(43)

api rokok di kulitku. Aku tidak bisa berteriak. Jika aku melakuakannya, ibu akan datang sambil marah-marah dan mengatakan aku selalu mencari gara-gara agar dikasihani orang lain. Maka, ibu pun akan ikut memukuliku. (hlm.60)

Kakak dan adik-adiknya pun sering mengejek tokoh aku, karena sering menangis di kamar. Mereka tidur satu kamar buat bertiga, sehingga bila sedang menangis tidak ada tempat buat melampiaskan tangisnya. Berikut ini kutipan yang memaparkan hal tersebut:

(57) Pertama-tama aku sering menangis di kamar. Tapi, kakak dan adikku sering mengejek. Aku tidak punya kamar sendiri. Satu kamar untuk tiga anak. Kami tidur bebarengan. Jika ada yang tidur terlambat dan tidak dapat tempat, dia akan tidur di lantai. Aku tidak punya ruang pribadi untuk melampiaskan tangisku. Makanya, aku tidak mau menangis di depan mereka lagi. (hlm.60-61)

Pada waktu berumur lima belas tahun, tokoh aku mencoba bekerja di rumah budenya agar mendapatkan uang saku. Namun, hal tersebut tetap tidak menyenangkan hati orang tuanya. Tokoh aku masih saja mendapatkan marah dan pukulan. Berikut kutipan gambaran tersebut:

(58) “Apa yang kamu lakukan di sini? Pulang! Selalu saja membuat orang tua malu. Kenapa harus berlama-lama di rumah orang,” kata ibu dengan sinis. (hlm.61)

(59) Apa sebenarnya salahku? Apa? Aku hanya berusaha menghindari mereka agar tidak memukuliku lagi. Aku hanya bekerja untuk mencari uang saku yang tidak pernah di beri oleh mereka. Salahkah itu? (hlm.63)

(60) “Anak kurang ajar! Kerjanya membuat malu orang tua! Apa kamu tidak tahu. Orang-orang mengira aku tidak bisa memberi makan anaknya, sengaja mempekerjakanmu untuk menghidupi keluarga! Dasar anak tidak tahu diri! Aku menyesal telah melahirkanmu! Aku menyesal! Kenapa kamu tidak seperti anak-anak lain. Yang manut dan taat pada orang tua. Kenapa? Kurang ajar! Kurang ajar!” terikan ibu semakin menjauh bebarengan dengan barang-barang yang dilemparkan ayah padaku. (hlm.64)

(44)

mempercayai orang tuanya sendiri dan mempunyai prasangka yang buruk terhadap mereka. Berikut ini kutipannya:

(61) Jangan-jangan mereka, ibu dan bapakku, sedang merencanakan

sesuatu untuk menyakitiku. Aku tidak pernah mempercayai mereka, meski mereka orang tuaku. Aku selalu mempunyai prasangka buruk pada mereka. Aku menyebutnya insting. Jika aku punya praduga seperti itu. Pasti akan terjadi. Aku menguatkan hati. (hlm.63)

Rasa takut yang berlebihan dalam diri tokoh aku, membuat dia melihat hantu di mana-mana, menjadi pendiam dan penutup, hidup dalam dunia fantasi yang dia ciptakan sendiri. Kutipan berikut menggambarkan hal tersebut:

(62) Hari-hari selanjutnya, aku melihat hantu di mana-mana. Di rumahku, di sekolah, dan di sekelilingku. Aku selalu ketakutan. Mendengar suara ayah dan ibu pun, aku ketakutan. Aku sudah tidak bisa menangis. Aku hidup di dalam diriku sendiri. Menjadi perempuan yang tertutup. (hlm.65)

(63) Aku semakin pendiam dan tertutup. Tidak ada yang bisa membawa aku keluar dari dunia yang aku ciptakan. Aku hidup dalam fantasi yang aku buat sendiri. Aku berada di surga dengan rasa nyaman yang terus-menerus ada, sehingga aku yakin, akan tiba hariku untuk keluar dari ruang bawah tanah di hatiku. (hlm.66)

Rasa takut yang telah ada selama tiga puluh tahun, setelah menikah terus saja menghantui pikiran dan hatinya. Bahkan, tokoh aku berpikiran bahwa suaminya juga akan menyakitinya seperti orang tuanya dulu. Berikut ini kutipnnya:

(64) Bayang-bayang dalam pikiran bahwa suami akan menyakitiku tidak bisa terhapus. Dia orang lain, bagaimana dia tidak menyakitiku? Sedangkan ibu yang melahirkanku, ayah yang seharusnya melindungiku malah meninggalkan sakit yang mendalam. (hlm.66)

Kematian ayahnya, membuat tokoh aku merelakan dan mengikhlaskan perlakuan yang telah dia terima dari ayahnya dulu. Berikut kutipannya:

(45)

2.1.5.2Tokoh Ayah

Tokoh ayah adalah tokoh antagonis, karena kebenciannya terhadap tokoh aku memunculkan konflik dan ketegangan dalam cerita. Tokoh ayah digambarkan sebagai orang yang tidak banyak bicara, tapi orangnya kasar, mudah marah, dan ringan tangan (suka memukul dan melempar barang-barang). Ciri-ciri sikap tokoh ayah tersebut dapat di lihat dalam kutipan berikut:

(66) Suara ayahku seperti petir yang menghantam dan membakar diriku. Tangannya adalah cambuk yang mendera kulit dan jiwaku. Setiap lecutannya adalah kepedihan yang tak tersisa. (hlm.57)

(67) Setiap kali melihatku di dalam rumah, meski aku tidak

menggangunya, ayahku pasti akan marah. Dia selalu melemparkan apa saja yang ada di depannya untuk menghalauku pergi darinya. (hlm.60)

(68) Tidak hanya wajah, seluruh badanku pernah bersentuhan dengan barang-barang yang dia lemparkan. Piring, gelas, bahkan jika kebetulan aku tepat di depannya, dia meludahiku, sambil mematikan api rokok di kulitku. (hlm.60)

(69) Tanpa kata-kata dia menampar mukaku. Aku menghindarinya dengan ambruk ke lantai. Melihat apa yang aku lakukan, amarahnya semakin memuncak. Dia mengambil kursi yang ada di belakangnya, dan dia pukulkan berulang kali ke tubuhku. Masih belum puas, dia mengambil apa saja yang ada di sekitarnya. Dia menjambak rambutku. Membenturkan kepalaku ke dinding. Berulangkali. (hlm.64)

2.1.5.3Tokoh Ibu

Tokoh ibu juga digambarkan sebagai orang tua yang kasar, yang suka marah-marah dengan mengeluarkan kata-kata kasar yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang ibu. Berikut gambaran kutipan dari sikap ibu tersebut:

(70) “Apa yang kamu lakukan di sini? Pulang! Selalu saja membuat orang tua malu. Kenapa harus berlama-lama di rumah orang,” kata ibu dengan sinis. (hlm.61)

(46)

berharga. Aku berdiri mematung di depan mereka. (hlm.63)

(72) “Anak kurang ajar! Kerjanya membuat malu orang tua! Apa kamu tidak tahu. Orang-orang mengira aku tidak bisa memberi makan anaknya, sengaja mempekerjakanmu untuk menghidupi keluarga! Dasar anak tidak tahu diri! Aku menyesal telah melahirkanmu! Aku menyesal! Kenapa kamu tidak seperti anak-anak lain. Yang manut dan taat pada orang tua. Kenapa? Kurang ajar! Kurang ajar!” terikan ibu semakin menjauh bebarengan dengan barang-barang yang dilemparkan ayah padaku. (hlm.64)

2.1.6 “Tikungan” 2.1.6.1Tokoh Aku

Tokoh aku adalah tokoh sentral atau tokoh utama yang menjadi sorotan dalam cerita. Tokoh aku digambarkan sebagai seorang ibu rumah tangga. Dia selalu memiliki pikiran buruk soal tikungan di depan rumahnya. Bayangan mobil kijang putih dan sebuah kecelakaan selalu hadir ketika hendak menyeberang jalan. Kutipan berikut akan menjelaskan gambaran tokoh aku tersebut:

(73) Aku benci sekali. Setiap lewat tikungan di depan rumah, selalu saja ada pikiran buruk yang entah dari mana datangnya, mengusikku. (hlm.69)

(74) Bahkan akhir-akhir ini, bayangan itu selalu hadir saat aku naik motor, dan menunggu jalan sepi untuk menyeberang jalan. Sebuah mobil kijang warna putih melaju dengan kecepatan tinggi pada saat aku menyeberang, sehingga terjadilah kecelakaan. Begitu selalu. Aku jadi takut naik motor. (hlm.69)

Pikiran buruk dan bayangan kecelakaan yang selalu mengusiknya, membuat tokoh aku merasa takut bila harus mengendarai sepeda motor untuk keluar rumah. Ketakutannya itu membuat ragu hatinya bila harus menyeberang jalan. Berikut ini kutipannya:

(47)

ada kendaraan, tapi aku selalu ragu. Jangan-jangan mata menipuku. Atau ketika aku menyeberang, tanpa terlihat olehku, ada mobil yang melaju. (hlm.70)

Tokoh aku digambarkan mempunyai pemikiran yang logis soal tikungan depan rumahnya, walaupaun kadang pikiran dan bayangan buruk soal tikungan tersebut selalu mengusiknya. Kutipan berikut yang memaparkan gambaran tokoh aku tersebut:

(76) Aku memang agak meragukan omongan pembantuku. Bagiku, tikungan itu memang bahaya, karena ada belokan enam puluh derajat, dua ratus meter dari tikungan itu, sehingga mobil yang lewat tidak bisa terlihat sebelumnya. Kalau kita tidak sigap dan panik, akibatnya jadi fatal, terjadilah kecelakaan. (hlm.72)

Dalam cerpen ini, tokoh aku sebagai ibu rumah tangga digambarkan sebagai perempuan yang bisa menghargai orang lain yang lebih rendah statusnya yaitu pada pembantunya. Berikut gambaran sikap tokoh aku tersebut:

(77) Dia sudah lama tinggal bersama kami. Hampir lima tahunan. Sejak dia berumur tujuh belas. Dia dititipkan oleh salah seorang teman. Tapi, karena anaknya supel, bisa ngladeni dan menjadi teman anak-anakku, aku menerimanya. Dan menganggapnya tidak sebagai orang lain. Aku bisa membayangkan kalau tidak ada dia. Betapa repotnya. (hlm.74-75)

Hal negatif yang ada dalam diri tokoh aku adalah malas memasak. Setelah pembantunya minta ijin untuk pulang kampung selama satu minggu. Semua pekerjaan rumah dia urus sendiri, namun satu hal yang dia hindari adalah memasak. Berikut kutipan tersebut:

(78) Yang paling aku hindari dari pekerjaan itu adalah memasak. Tidak tahu kenapa, bawaannya malas kalau memasak. Aku tidak punya kesabaran berlama-lama di dapur. Padahal, aku perempuan. (hlm.75)

(79) Aku selalu merasa menghadapi soal yang sulit sekali dijawab, pada saat aku menentukan hendak memasak apa. (hlm.77)

(48)

membuat tokoh aku menjadi lebih peka terhadap pikiran buruk dan lebih berhati-hati. Berikut gambaran sikap tokoh aku tersebut:

(80) Terlepas dari yang dikatakan benar atau salah, tikungan itu ada penunggunya atau tidak, aku belajar sesuatu dari peristiwa itu. Tentang keinginan buruk yang secara tidak kita sadari, ada dalam diri kita. Dan keraguanlah yang membantu mewujudkannya. (hlm.79)

(81) Tapi mulai sekarang, aku lebih menghindari tikungan itu, dan memilih jalan memutar yang lebih aman. (hlm.79)

2.1.6.2Tokoh Pembantu

Tokoh pembantu digambarkan sebagai tokoh bawahan, karena kehadirannya dalam cerita sedikit akan tetapi sangat mendukung cerita. Tokoh pembantu adalah seorang yang supel, bisa melayani, dan menjadi teman bagi anak majikannya. Berikut kutipan yang menggambarkan sikap tersebut:

(82) Tapi, karena anaknya supel, bisa ngladeni dan menjadi teman anak-anakku, aku menerimanya. (hlm.74)

Di dalam cerpen ini, tokoh pembantu digambarkan memiliki sikap mistik tentang hal-hal dunia lain, mempunyai pemikiran yang pendek. Berikut kutipan gambaran sikap tokoh pembantu tersebut:

(83) “Kata Mbak Ida, ada penunggunya. Walaupun kita berhati-hati, tapi kalau sudah diinginkan penunggunya, kita akan diseret untuk menyeberang. Padahal, kita tahu jalanan lagi ramai. Terjadilah kecelakaan.”

“Begitu?”

“Apalagi kalau kita tidak percaya. Pasti tidak lama lagi, akan mengalami sendiri.” (hlm.72)

2.1.7 “Bukan Salahmu, Firda” 2.1.7.1Tokoh Firda

(49)

Firda adalah gadis yang cantik, tubuhnya mungil, wajahnya imut, berkulit putih, hidungnya mancung, dan matanya kecil. Bahkan ibunya Firda menganggap Firda sebagai anak yang pintar. Berikut kutipan gambaran tokoh Firda tersebut:

(84) Firda gadis yang sangat cantik. Mungil, wajahnya imut, kulitnya putih, hidungnya mancung, matanya kecil seperti bintang yang berkerlip dari kejauhan. Ibundanya yakin, dengan kecantikan seperti itu, Firda akan membuat banyak lelaki jatuh cinta padanya. Yang selama ini, ibundanya tahu, Firda anak yang pintar. (hlm.84)

Firda berasal dari keluarga sederhana, dengan kehidupannya pas-pasan. Firda adalah anak pertama, mempunyai empat orang adik dan mereka tinggal di rumah tipe dua tujuh. Untuk mengurangi beban keluarganya Firda bekerja membantu di tempat budenya yang kebetulan kaya. Berikut kutipannya:

(85) Keluarganya pas-pasan. Bapaknya hanya mandor di perusahaan budenya. (hlm.89)

(86) Firda anak pertama. Adiknya empat orang, masih kecil-kecil. Mereka tinggal di perumahan tipe dua tujuh yang hanya mempunyai satu kamar. Jika malam, ruang tamu berubah menjadi ruang tidur bagi keluarga mereka. (hlm.82-83)

(87) Pertimbangannya sederhana, budenya akan membiayai sekolah dan kebutuhan Firda sehari-hari, sehingga bisa mengurangi beban keluarganya. (hlm.83)

Firda memang bukan gadis yang pintar, tapi dia pintar menggunakan kemampuannya sebagai perempuan untuk merebut Akmal, tunangan Desi. Firda jatuh cinta pada Akmal dan Akmal pun menyukai Firda. Dengan merebut Akmal dari Desi, Firda berpikir bahwa dia tidak akan hidup susah lagi, walaupun harus mengorbankan keperawanannya untuk mendapatkan hal tersebut. Berikut gambaran kutipan tersebut:

(88) “Akmal menyukaiku. Dia tidak menyukai Desi.”

(50)

perlu repot lagi. Dia akan mencukupi kebutuhannku. Aku bisa membantu adik-adik,” Firda bicara dengan nada biasa saja. (hlm.87)

(89) Dia memang cantik, meski ibunya mengatakan dia pintar, tapi dia merasa dirinya tidak pintar. Satu-satunya cara yang dia ketahui, adalah menggunakan kemampuan dasarnya sebagai perempuan untuk menjerat Akmal.

(90) Jadi, dia berani tidur dengan Akmal, menyerahkan keperawanannya pada lelaki itu, pada saat dia berkunjung ke rumah tunangannya. (hlm.90)

2.1.7.2Tokoh Ibu

Tokoh ibu adalah tokoh protagonis, karena kehadirannya menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, yaitu mendukung tokoh Firda. Tokoh ibu digambarkan sebagai sesosok ibu yang sangat sayang terhadap putrinya, Firda. Dia begitu membanggakan kecantikan dan kepintaran putrinya.

(91) Ibunya yakin, dengan kecantikan seperti itu, Firda akan membuat banyak lelaki jatuh cinta padanya. Yang selama ini, ibundanya tahu, Firda anak yang pintar. (hlm.84)

Tokoh ibu memiliki sikap yang sabar dan pengertian terhadap Firda, terlebih di saat Firda dapat masalah dengan Desi.

(92) “Kalau begitu, kamu kembali saja ke rumah. Ibu takut, Desi akan menyakitimu.” (hlm.88)

(93) “Syukurlah, kalau begitu. Ibu hanya bias berdoa, semoga semuanya baik-baik saja.” (hlm.89)

2.1.7.3Tokoh Desi

(51)

karena telah merebut Akmal, tunangannya. Bahkan, Desi sangat membenci Firda, ketika Desi ulang tahun dia membeberkan kejelekan Firda di depan teman-teman Desi.

(94) “Kalau dia tidak merebut Akmal dariku, dia tidak akan bias mendapat lelaki seperti Akmal. Keluarganya miskin. Kalau ibuku tidak saying pada ibunya, dia tidak akan berada di sini ….” (hlm.91)

2.1.7.4 Tokoh Akmal

Tokoh Akmal adalah tokoh bawahan. Kehadirannya dalam cerita sedikit akan tetapi sangat mendukung keberadaan tokoh utama dalam cerita. Tokoh Akmal digambarkan sebagai tunangan Desi, dia bukan lelaki ganteng, tetapi Akmal adalah lulusan Akademi Militer. Dalam perjalanan cerita, Akmal ternyata tidak menyukai Desi dan dia lebih memilih Firda. Hubungan antar Akmal dengan Firda membuat pertunangan Akmal dengan Desi menjadi batal, karena Firda telah menyerahkan keperwanannya pada Akmal sehingga Akmal harus bertanggung jawab.

(95) Akmal bukan lelaki yang ganteng. Tapi, Desi dan Akmal dijodohkan sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah …… Mereka dipertunangkan sejak Akmal berada di kelas satu Akademi Militer. Tapi, hubungan mereka rusak gara-gara pertemuan Akmal dengan Firda di rumah Desi. (hlm.82)

2.1.8 “Perempuan Kedua” 2.1.8.1 Tokoh Roe

(52)

menjadikan dirinya sebagai perempuan kedua. Kutipan berikut akan menunjukkan gambaran Roe sebagai perempuan kedua:

(96) Menjadi perempuan kedua dari seorang lelaki penakut, memang sangat menyebalkan. (hlm.95)

(97) Tapi kenapa, sampai akhir bulan, saat Faisal tidak bisa menyanggupi kata-katanya, Roe masih tetap menjadi perempuan kedua bagi Faisal. (hlm.102)

(98) Awalnya, Roe menyukai semua yang dia lakukan dengan Faisal. Menikmati dengan suka cita. Tapi sekarang, dia berpikir ulang, pantaskah dia menjadi perempuan kedua bagi laki-laki penakut seperti Faisal. (hlm.104)

(99) “Apa yang kamu dapatkan dengan menjadi perempuan kedua bagi Faisal?” Tanya Joan pada Roe, saat mereka berbincang-bincang sebelum tidur. (hlm.104-105)

Tokoh Roe digambarkan sebagai perempuan yang memiliki sikap tegas. Perbincangan Roe dengan Faisal berikut ini menunjukkan gambaran sikap Roe tersebut:

(100) “Aku ingin kita selesai sampai di sini,” Roe membuka percakapan di sebuah resto di utara kota. (hlm.97)

(101) “Apa yang kau berikan padaku jika aku mau?” Faisal tergagap. Dia diam sejenak, seakan berpikir. (hlm.99)

(102) “Kamu tidak akan bisa memberikan apa yang aku inginkan. Sekarang, kita balik saja. Apa yang kamu punyai untuk kamu berikan padaku. Jika penawarannya menguntungkan, aku akan mengambilnya. Jika tidak, lupakan saja,” Roe menjawab tegas. (hlm.99)

(103) “Sayang sekali, aku tidak berminat. Jika ingin bersenang-senang, carilah orang lain. Bukan diriku. Kamu tahu itu, kan?” (hlm.99)

Sisi lain yang ada dalam diri tokoh Roe adalah Roe digambarkan sebagai perempuan yang mempunyai sikap santai dan terbuka dalam bersikap dan berbicara. Berikut ini kutipan dari gambaran tokoh Roe tersebut:

(53)

(105) “Kalau begitu, jadilah suami yang manis. Jangan neko-neko. Bukankah dia sudah mencukupi semua kebutuhanmu. Terlibat hubungan segitiga seperti ini, bukan kelasmu. Jadi, kembalilah pada dia. Jadilah suami dan bapak yang baik untuk istri dan anak-anakmu!” (hlm.99-100)

(106) “Aku suka lelaki yang berani. Meskipun hanya berani dalam berkata-kata.” (hlm.101)

Sikap santai Roe juga terlihat sewaktu berbincang dengan temannya, Joan. Berikut ini kutipannya:

(107) “Kenapa jadi kamu yang sewot. Istrinya aja diam.” “Coba, kalau dia tahu kelakuan suaminya!”

“Nyatanya, dia tidak tahu!” jawab Roe singkat. (hlm.103)

(108) “Apa yang kamu dapatkan dengan menjadi perempuan kedua bagi Faisal?” Tanya Joan pada Roe, saat mereka berbincang-bincang sebelum tidur.

“Senang.” “Hanya itu?” “Heeeh.”

“Ruginya dirimu!”

“Aku tidak merasakan rugi.” (hlm.104-105)

Tokoh Roe termasuk tipe perempuan yang suka merokok. Berikut ini kutipan yang menggambarkan sikap roe tersebut:

(109) Roe mengambil rokok di dalam tasnya. Membukanya, mengambil satu dan menyelipkan di bibirnya. Korek yang berada di tangan kirinya menyala. Dia mendekatkan api, meghisap dan menghembuskannya. Asap putih keluar dari mulutnya. Sambil meletakkan korek di meja, dia memandang Faisal yang duduk di depannya. (hlm.98)

Gambaran tokoh Roe yang dari awal cerita diceritakan mempunyai sikap tegas, ternyata di akhir cerita tokoh Roe tidak mampu bersikap tegas. Roe tidak bisa meninggalkan Faisal dan tetap menjadi perempuan kedua. Kutipan berikut ini yang menunjukkan sikap Roe tersebut:

(110) Tidak ada tangis yang pecah pada hari itu, saat Roe dan Faisal duduk berdua, berhadapan, di resto yang sama, yang sering mereka kunjungi bersama. Yang mengesalkan Joan. Roe tetap menjadi perempuan kedua bagi Faisal.

(54)

2.1.8.2Tokoh Faisal

Tokoh Faisal merupakan tokoh antagonis, karena kemunculannya dalam cerita menjadi penyebab terjadinya konflik batin dalam diri tokoh Roe. Tokoh Faisal digambarkan sebagai sesosok laki-laki yang menimbulkan kecemasan dalam diri tokoh Roe. Digambarkan bahwa, Faisal adalah laki-laki yang sudah mempunyai istri dan dia juga mencintai perempuan lain yaitu Roe. Berikut kutipan yang menggambarkan bahwa Faisal sudah beristri dan mencintai Roe:

(111) “Iya. Tapi, bagaimana? Aku mencintaimu. Aku takut sekali dengan istriku. Kalau dia tahu, bisa jadi huru-hara bagiku.” (hlm.99)

Digambarkan bahwa tokoh Faisal sebagai laki-laki yang memiliki sikap tidak tegas dalam segala hal dan tidak bisa berkomitmen atas ucapannya. Berikut kutipan gambaran tokoh Faisal tersebut:

(112) “Jangan bersikap begitu padaku. Aku tidak terbiasa tegas dalam segala hal. Apalagi urusan hati. Kenapa kita tidak mengalir saja. Kalau waktu meminta kita menikah, kita menikah. Kalaupun tidak, toh bisa kita nikmati semuanya dengan gembira.” (hlm.99)

(113) “Bagaimana kalau kita tidak menikah saja. Bukankah lebih asyik rasanya jika bisa menikmati hidup ini dengan bersenang-senang. Aku yakin kamu akan menyukainya,” kata Faisal dengan santai. (hlm.95-96)

Dalam cerpen ini, pengarang menggambarkan bahwa Faisal adalah laki-laki sekaligus suami yang takut pada istri. Rasa takut ini dikarenakan segala kebutuhan Faisal yang mencukupi adalah istrinya. Bisa dibilang Faisal adalah laki-laki yang lemah. Dalam kutipan berikut dapat dilihat gambaran tokoh Faisal tersebut:

(1114) “Jujur, aku mencintaimu. Tapi, bagaimana kalau istriku tahu. Mobil ini, pemberiannya. Rumah yang aku tempati, miliknya. Aku tidak punya apa-apa, kecuali hati.” (hlm.96)

(115) “Bagaimana kalau kita menikah saja. Asal kau berjanji

(55)

(116) “Iya. Tapi, bagaimana? Aku mencintaimu. Aku takut sekali dengan istriku. Kalau dia tahu, bisa jadi huru-hara bagiku.” (hlm.99)

2.1.8.3Tokoh Joan

Tokoh Joan merupakan tokoh bawahan, karena pemunculannya dalam cerita sangat mendukung tokoh utama. Joan adalah teman Roe. Dia baik dan suka memberi nasihat dan masukan dalam hubungan Roe dengan Faisal. Berikut gambaran sikap Joan tersebut:

(117) “Yang terpenting sekarang, keluarlah dari kemelut ini, sesegera mungkin. Selamatkan dirimu dari perasaanmu sendiri. Jangan beri kesempatan Faisal untuk menjual kata-katanya lagi padamu.” (hlm.104)

(118) “Sekarang, lakukan apa yang kau anggap benar. Biarkan Faisal dengan ketakutannya. Lepas darimu, dia akan memburu gadis-gadis lainnya. Percayalah padaku, lelaki seperti itu, jika menyangkut perempuan, dia tidak akan pernah bisa dipercaya.” (hlm.105)

Hubungan Joan dengan Roe sangat dekat, oleh karena itu Joan tidak suka jika Roe berhubungan dengan Faisal, apalagi bila menjadi perempuan kedua bagi Fiasal. Joan menganggap Faisal adalah lelaki pengecut. Berikut ini kutipan gambaran sikap Joan tersebut:

(119) “Omong kosong! Aku tahu dia tidak mencintaimu,” Joan berkata dengan tegas. (hlm.102)

(56)

2.1.9 “Di Sinilah Tempat Cinta” 2.1.9.1Tokoh Aku

Tokoh aku adalah tokoh utama, yang menjadi sorotan dalam cerita. Tokoh aku digambarkan sebagai perempuan yang merasa bahwa dirinya tidak pernah dicintai oleh orang-orang yang seharusnya mencintai dan menjaganya. Tokoh aku lebih memilih untuk melarikan diri dan bersembunyi. Berikut gambaran sikap tokoh aku tersebut:

(121) “Kamu tahu, ketika aku pertama kali menyadari, tak ada orang yang mencintaiku, bahkan ibu, bapak, saudara seperti menjadi musuh yang siap membunuhku. Aku harus melarikan diri dari mereka. Bersembunyi di tempat yang tidak mereka ketahui. Aku menyembunyikan diriku sendiri di tempat yang seharusnya menerima aku apa adanya. (hlm.110)

(122) “Dan sekarang, aku pun berada dalam situasi yang sama. Aku merasa tidak ada orang yang mencintaiku. Tidak ada yang menyayangiku. Mereka hanya menyakiti. (hlm.111)

Pada saat rasa sakit dan luka hati yang terus menerus ada, tokoh aku merasa bahwa itu adalah sebuah penderitaan. Berpikir bahwa hidupnya hanya sebuah kesedihan tanpa ada cinta dan sayang. Berikut ini gambaran kutipannya:

(123) “Mungkin aku ditakdirkan untuk mengalami semua penderitaan ini,” kataku pada Nin, suatu sore ketika dia berada di kamarku.

“Dari mana kamu tahu hal itu?” dia bertanya padaku. “Aku hanya menduga,” jawabku.

“Aku beritahukan padamu, cobalah sekali lagi kau lihat kehidupanmu dari kecil sampai sekarang ini. Apa yang kau sebut penderitaan itu? Katakan padaku.”

“Tangis.” (hlm.108)

Tokoh aku merasa pesimis, karena apa yang dilakukannya terhadap orang lain tidak pernah dihargai dan merasa disia-siakan. Sehingga menganggap orang lain hanya menyakitinya. Berikut kutipannya:

(57)

katakana, mereka menjadi pedagang yang berhitung untung dan rugi untuk sesuatu yang mereka beri. Ketika aku sadari hal itu, apakah aku salah, jika aku merasa disakiti? ……” (hlm.113)

Diceritakan bahwa, tokoh aku pernah tinggal bersama orang tua angkat. Di dalam keluarga tersebut dia bertugas menjaga anak-anaknya. Di sini pun dia merasa disia-siakan, tidak dihargai atas segala yang dia perbuat. Hal ini tampak ketika dia diusir dari rumah, karena di tuduh mencuri. Berikut ini kutipannya:

(125) Sementara, aku ikut orang lain yang tidak ada hubungan famili… Tiga orang anaknya sangat bandel. Suka berantem dan mencuri. Tapi, mereka tidak peduli. Mereka menuduh aku melakukan perbuatan yang dikerjakan oleh anak-anaknya. Akhirnya, mereka mengusirku dari rumah itu. Sakit, jika mengingat tak ada yang bisa memberikan ruang di hatinya untukku… (hlm.114)

Nasihat Nin, temannya, seiring waktu telah membukakan hati dan pikiran tokoh aku. Bahwa, benar cinta yang selama ini dia cari ternyata ada di dalam hatinya sendiri. Berikut ini kutipan gambaran sikap tokoh aku tersebut:

(126) “Sudah hilang sakitnya?’ Lalu, kami tertawa bersama… Aku tidak peduli lagi seberapa besar, kemarin dan hari-hari sebelumnya, aku merasa haus akan cinta. Dan mencoba mencarinya ke mana-mana. Ternyata, cinta ada di hatiku sendiri. Benar kata Nin, aku tidak perlu mencarinya untukku, karena aku sudah menemukannya di hatiku. Yang harus aku lakukan adalah memberi cinta. (hlm.116-117)

2.1.9.2Tokoh Nin

Gambar

TABEL BENTUK—BENTUK KECEMASAN

Referensi

Dokumen terkait

KARTU INVENTARIS BARANG (KIB) E ASET TETAP LAINNYA. Provinsi Kab./Kota Bidang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan neurodevelopmental pada bayi usia 0-6 bulan yang mendapat ASI eksklusif

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA.. FAKULTAS

Pemerintah Kota Binjai dalam mempersiapkan pembangunan Kota Binjai dalam lima tahun kedepan akan dibangun dalam perwujudan Kota Cerdas (Smart City) yang melingkupi pemerintahan yang

Menurut Weiss dan Underwood (2002), penurunan.. 49 NDF disebabkan oleh rusaknya hemiselulosa. Lebih dari itu, kecernaan selulosa pun meningkat karena dengan rusaknya selulosa

[r]

[r]

Compatible crosses showed normal pollen tube (Figure 3g and 3h). Incompa- tibility reaction happened on the surface of stigma of early development of pollen tube after