• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Conversations. Performances. Kampana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ". Conversations. Performances. Kampana"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

Performances . Kampana . Conversations

Performances . Kampana . Conversations

(2)
(3)
(4)

Daftar Isi / Table of Contents

JADWAL IDF2020.zip / IDF2020.zip SCHEDULE p. 3

Sambutan / Forewords

Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian p.5

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Foreword by the Director General of Culture,

Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara p.7 Kegiatan (Events), Kementerian Pariwisata

dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia

Foreword by the Deputy for Tourism Products and Events, Ministry of Tourism and Creative Economy of

the Republic of Indonesia Komite Pengarah IDF2020.zip

Foreword by the Steering Committee of IDF2020.zip p.9

(5)

PROGRAM-PROGRAM IDF2020.zip / IDF2020.zip PROGRAMS Pertunjukan / Performances p.17 1’59 Project Indonesia p.18 #SKJ2020 p.19 Li Tu Tu p.20 Sila p.21 Kampana

Mengintip Kampana / Peeking the 2020 Kampana p.23 Pertunjukan Kampana / Kampana Performances

Virtual WAY (WhoAreYou) p.25

Re-reading Impact p.26

The Other Half p.27

Kampana Trajectory/Performative Talks p.28

zip.Conversations p. 30

Road to IDF2020.zip p.35

Biodata Singkat / Short Bios p.41

(6)

Day 2

Sunday November 8, 2020

Day 3

Monday November 9, 2020

Day 8

Saturday

14:00

15:00

16:00

IDF2020.zip // JADWAL // SCHEDULE

(GMT

Day 7

Friday November 13, 2020

Day 1

Saturday November 7, 2020 2:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

The Other Half (work in progress) - Puri Senja

Day 5

Wednesday November 11, 2020

Day 6

Thursday November 12, 2020 2:00 PM

PERFORMANCE

#SKJ2020 Gymnastik Emporium 2:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

Virtual WAY (WhoAreYou)

Eyi Lesar 4:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY

Gege Diaz 4:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY

Anis Harliani

Day 4

Tuesday November 10, 2020 2:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

Re-reading Impact - Irfan Setiawan

4:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY

Eka Wahyuni

(7)

17:00

18:00

19:00

20:00

21:00

7:00 PM

zip.CONVERSATIONS

7:30 PM

Opening of IDF 2020.zip DAYA: Cari Cara

8:00 PM

PERFORMANCE

1’59 Project Indonesia - Eun-Me Ahn

7:00 PM

PERFORMANCE

#SKJ2020 - Gymnastik Partisipatory 7:30 PM

PERFORMANCE

#SKJ2020 - Gymnastik Emporium 7:00 PM

zip.CONVERSATIONS

Presence - Where are we now? 7:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

The Other Half (work in progress) Puri Senja

7:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

Virtual WAY (WhoAreYou)

Eyi Lesar

7:00 PM

KAMPANA TRAJECTORY & KAMPANA PERFORMANCE

Re-reading Impact - Irfan Setiawan

8:00 PM

PERFORMANCE

Sila - Hari Ghulur

(8)

Salam budaya

Saya mengucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya atas terselenggaranya kembali Indonesian Dance Festival 2020, terutama di saat pandemi masih melanda dunia. IDF tetap bersemangat dan berkomitmen untuk menjalankan perannya sebagai festival tari kontemporer yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat seni tari di Indonesia, bahkan di dunia.

Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penularan COVID-19, seperti larangan untuk berkumpulnya masyarakat sangat berpengaruh pada perikehidupan para pekerja seni. Banyak kegiatan dan berbagai acara kesenian harus dibatalkan sehingga mata pencaharian pekerja seni pun ikut terdampak. Perlu upaya yang kuat dan kreativitas yang sangat tinggi untuk dapat bertahan dan tetap berkreasi di masa ini seperti yang dilakukan IDF. Karenanya kegiatan seni seperti yang dilakukan IDF harus didukung sepenuhnya.

Saya percaya bahwa setiap hambatan justru mendatangkan jalan keluar yang tidak terduga. Menghadirkan panggung di ruang virtual justru mempertemukan seni dengan masyarakat yang lebih luas. Apalagi mengajak mereka untuk ikut terlibat dalam proses penciptaan seni bersama dari rumah masing-masing seperti yang dilakukan IDF kali ini. Hal ini tentu memberi pesan bahwa seni tidak hanya sarana yang mengolah rasa dan keluhuran jiwa, tetapi juga wadah yang dapat diandalkan untuk menjaga kesehatan jiwa dan raga kita semua.

Semoga kehadiran IDF tidak hanya memberikan tanah yang gembur bagi kehidupan tari kontemporer di Indonesia dengan terus melahirkan seniman-seniman tari bermutu sejajar dengan seniman-seniman tari mancanegara, tetapi juga berdampak positif terhadap kehidupan budaya masyarakat seluas-luasnya. Akhirul kalam, selamat berfestival.

Sambutan Direktur

Jenderal Kebudayaan,

Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan

Republik Indonesia

Hilmar Farid

Direktur Jenderal Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

(9)

Warm greetings to you all! I would like to express my highest appreciation for holding the 2020 Indonesian Dance Festival, especially when the pandemic is still happening.The IDF remains passionate and committed to carrying out its role as a contemporary dance festival that is always celebrated by the dance community in Indonesia and the larger world.

The implementation of Large-Scale Social Restriction Policy (PSBB) to prevent the transmission of COVID-19, including a ban on community gatherings, has had a great impact on artists’ lives. Many art activities and events have had to be canceled, which consequently has affected the artists’ livelihoods. It takes perseverance and innovative thinking to be able to survive and keep being creative in this era. These are the values of the IDF and activities such as these should be fully supported.

I believe that every obstacle leads to unexpected solutions. Presenting a stage in a virtual space actually brings the arts within reach of the wider community. Especially by inviting them to be involved in the process of creating art together from their homes, as has been done by the IDF this year.It certainly implies a message that art not only serves a means to cultivate feelings and sublimation of the soul, but also a platform that can be relied on to maintain the health of our souls and bodies.

Hopefully the presence of the IDF will not only provide a foundation for contemporary dance life in Indonesia by continuing to produce international quality dance artists, but will also have a positive impact on the cultural life of the community as widely as possible. Lastly, enjoy the festival.

Foreword by the Director General of Culture,

Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia

(10)

Assalamualaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera bagi kita semua Om Swastiastu

Salam Indonesia Maju!

Indonesian Dance Festival (IDF) merupakan biennale festival tari kontemporer internasional di Indonesia yang paling bergengsi dan terlama sejak tahun 1992. Kami sangat terkesan dengan visi IDF untuk mempromosikan tari kontemporer Indonesia ke dunia dan menggunakan tari sebagai sarana untuk mempromosikan toleransi, keragaman, dan kebaikan kemanusiaan. Kemudian mengenai usahanya untuk mengembangkan pendidikan tari kontemporer Indonesia serta mengembangkan ekosistem tari Indonesia dan ekonomi kreatif pelaku tari Indonesia, terlebih untuk menghadapi era adaptasi kebiasaan baru seperti saat ini.

Pada kesempatan ini, apresiasi kami sampaikan kepada para penyelenggara atas terciptanya kegiatan ini. Di kala industri pariwisata dan ekonomi kreatif sangat terdampak pandemi COVID-19, tema acara DAYA: Cari Cara mampu memotivasi kita untuk tetap terus berkarya dan menciptakan kreatifitas, sehingga mampu bertahan dan bahkan meningkatkan kualitas. Kami sangat percaya bahwa dalam setiap krisis selalu ada peluang. Mari kita manfaatkan peluang-peluang yang ada sebaik mungkin.

Kami ucapkan selamat menonton dan mengikuti rangkaian kegiatan Indonesian Dance Festival 2020 ini. Mari bersama kita dukung industri maupun komunitas kegiatan pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia sehingga bisa senantiasa menyajikan acara hiburan berkualitas bagi masyarakat. Semoga Indonesian Dance Festival 2020 mampu menjadi sarana dalam mempromosikan pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia.

Wassalamualaikum Wr. Wb. Rizki Handayani

Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Sambutan Deputi Bidang Produk Wisata

dan Penyelenggara Kegiatan (Events),

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

Republik Indonesia

(11)

Assalamualaikum Wr. Wb. Warm greetings

Om Swastiastu Greetings Indonesia!

The Indonesian Dance Festival (IDF) has been the most prestigious and longest running biennale international contemporary dance festival in Indonesia since 1992.

We are deeply impressed by the IDF’s vision of promoting Indonesian contemporary dance to the world and using dance as a means of encouraging tolerance, diversity and humanity. The festival’s efforts to develop the education of Indonesian contemporary dance as well as the Indonesian dance ecosystem and the creative economy of Indonesian dance artists, are outstanding, especially in facing the era of adaptation to the new habits like today.

On this occasion, we would like to deliver our appreciation to the organizers for the realization of this activity. At a time when the tourism industry and creative economy are severely affected by the COVID-19 pandemic, the theme “DAYA: Cari Cara” motivates us to keep supporting and animating creativity, so that we can persevere and even improve our quality as human beings. We firmly believe that there is always an opportunity in every crisis. Let’s take advantage of the existing opportunities as best as we can. We would like to wish you an enjoyable viewing of and participation in the Indonesian Dance Festival 2020 programs. Let us together support the industry and community of tourism activities and the creative economy in Indonesia to always present quality entertainment events for the community. We hope the 2020 Indonesian Dance Festival will be able to become a means of promoting tourism and Indonesia’s creative economy. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Rizki Handayani

Deputy for Tourism Products and Events Ministry of Tourism and Creative Economy

Foreword by The Deputy for Tourism Products and Events,

Ministry of Tourism and Creative Economy

(12)

Sebagai manusia yang dikaruniai akal budi, segala keterbatasan yang kita alami pada saat pandemi 2020 ini justru menjadi jalan lain untuk berkreasi, berkarya, dan tetap menjaga harapan. Tidak hanya di Indonesia namun seluruh dunia, setiap orang sedang beradaptasi dengan situasi baru yang tidak pernah ada presedennya: bagaimana cara tetap beraktivitas dan berproduksi, baik secara individu maupun kolektif, meskipun dibayang-bayangi oleh virus dan kecemasan yang ada di mana-mana.

Alih-alih mengeluhkan keadaan, kami justru menganggap tahun ini spesial terutama dalam menggarap sebuah festival tari. Indonesian Dance Festival seperti apa yang bisa kami suguhkan pada pemirsa kala pandemi? Setelah diskusi panjang dengan kurator dan tim produksi, kami akhirnya merancang IDF2020.zip. Meminjam karakteristik format file komputer tersebut, kami membayangkan dunia tari yang bisa menyusut dan

mengembang secara adaptif dan dinamis. Bagaimana suatu gagasan, praktik, atau aktivitas tari berkelindan dalam jejaring data dan algoritma medium digital.

Kami sadar, pengalihan pertunjukan tari dari panggung ke medium digital bukanlah sesederhana memindahkan cairan dari satu wadah ke wadah lain. Oleh karena itu, kami mengusung tema DAYA: Cari Cara, demi menantang para seniman tari mencari cara ungkap yang sesuai dengan situasi pandemi dan karakteristik teknologi digital. Selain itu, tema tersebut juga kami tujukan pada segenap masyarakat yang nantinya menyaksikan rangkaian program IDF2020.zip ini, bahwa tari mampu menyalurkan energi dan membangkitkan daya kita bersama.

Pada panggung utama, Anda akan menyaksikan bagaimana Eun-Me Ahn dari Korea dan Gymnastik Emporium dari Indonesia melibatkan masyarakat umum (netizen), untuk berpartisipasi dalam aktivitas tari. Melalui akun daring masing-masing, masyarakat diajak menari bersama, bergembira dengan tubuhnya, melakukan self-healing, dan untuk sejenak melupakan pelbagai persoalan yang menyesakkan. Untuk mendorong aktivitas tari ke tataran wacana, kami juga merancang sejumlah program diskusi, workshop, dan bincang-bincang, terhimpun dalam agenda Dance Talks dan zip.Conversations. Sejumlah pembicara kenamaan dari berbaga disiplin keilmuan akan hadir pada agenda tersebut, untuk mengetengahkan isu-isu seputar dunia tari dan pandemi.

Sambutan

(13)

Seperti tahun-tahun sebelumnya, jantung dari program IDF2020.zip ini tetap adalah pembinaan seniman tari muda yang berkelanjutan. Dalam program Kampana, kami memilih enam koreografer muda dari berbagai daerah di Indonesia untuk mengikuti serangkaian workshop dan diskusi intensif dengan para kurator. Mereka adalah: Eka Wahyuni dari Berau, Eyi Lesar dari Manado, Gege Diaz dari Flores, Irfan Setiawan dari Kepulauan Bangka Belitung, Puri Senja dari Surabaya dan Anis Harliani dari Bandung. Simak gagasan dan karya mereka pada Kampana Trajectory dan Kampana Performances.

Komite Pengarah IDF2020.zip Melina Surya Dewi

Maria Darmaningsih Nungki Kusumastuti

Tahun ini, meskipun dengan pelik persoalannya, tetap hendak kami tandai sebagai satu momen penting dalam perjalanan Indonesian Dance Festival. Jika pada tahun-tahun sebelumnya kami punya tanggung jawab lebih besar pada dinamika dunia tari secara khusus, maka pada tahun ini kami berharap aktivitas tari bisa menjadi medium reflektif bagi masyarakat luas dan mampu menyumbang harapan bahwa selagi kreativitas tidak mati, manusia akan bertahan. Selamat menikmati IDF2020.zip dan salam budaya!

(14)

Foreword by the Steering

Committee of the IDF2020.zip

As human beings with intellectual and common sense, all obstacles that we have to deal with during the current pandemic

have inspired us to find an alternative to

create, work, and maintain hope. Every single person, not only in Indonesia, but in the whole world, is adapting to the new, unprecedented situation: how to stay active and produce, both individually and collectively, though overshadowed by the virus and fear around us.

Instead of complaining about the situation, we found this year to be special for preparing a dance festival. What kind of Indonesian Dance Festival can we present to the audience during the pandemic? Following a long discussion with the

curators and production team, we finally

designed IDF2020.zip. By adopting the

characteristics of the computer file format,

we imagine a contracting and expanding world of dance in an adaptive and dynamic way, in which ideas, practices, or dance activities become intertwined in data networks and algorithms of digital media.

We realize that the shift from on-stage dance performance to a digital medium is not as simple as pouring water from one container to the other. Therefore, we came up with the theme Daya: Cari

Cara to challenge dance artists to find

the suitable language of expression during the pandemic situation within the characteristics of digital technology. Moreover, we also present to the public audience of the IDF2020.zip the theme that dance can be used as a way to channel our energy and generate our power.

On the main stage, you will see how Eun-Me Ahn (Korea) and Gymnastik Emporium (Indonesia) involve the netizens to participate in dance activities. By using their personal social media accounts, the netizens are invited to dance together, have fun with their bodies, do self-healing,

and forget about various stifling problems

for a moment. To develop the dance activities to the discourse level, we have also designed a number of discussions, workshops, and talk shows, compiled in Dance Talks and zip.Conversations agendas. Famous speakers from various

fields will be present in the programs to

address issues surrounding the world of dance and the pandemic.

(15)

As in previous years, the heart of the IDF2020.zip programs remains the continuous development of young dance artists. In the Kampana program, we selected six young choreographers from various regions in Indonesia to attend a series of workshops and intensive discussions with curators. They are Eka Wahyuni (Berau), Eyi Lesar (Manado), Gege Diaz (Flores), Irfan Setiawan (Bangka Belitung Islands), Puri Senja (Surabaya), and Anis Harliani (Bandung). Check out their ideas and works on Kampana Trajectory and Kampana Performance.

This year, despite its complicated problems, we would like to mark it as an important moment in the journey of the Indonesian Dance Festival. If in previous years we had greater responsibility for the dynamics of dance in particular, this year we hope that dance activities can

become a reflective medium for the wider community and

contribute to the building of hope, that as long as we have creativity, humanity will survive.

Enjoy the IDF2020.zip!

Steering Committee of the IDF2020.zip Melina Surya Dewi

Maria Darmaningsih Nungki Kusumastuti

(16)

Tahun 2020 ini, tari kontemporer di Indonesia dan seluruh dunia tidak berhelat seperti biasanya. Kita tengah menghadapi krisis. Sepertinya kita tahu apa sebabnya. Atau benarkah kita sungguh mengerti? Suka atau tidak, keberadaan kita sebagai manusia terwujud melalui tubuh kita. Cara bertahan hidup yang dipraktikkan oleh hampir semua populasi dunia akibat COVID-19 mengingatkan kita pada fakta ini. Pencipta tari kontemporer bergiat di atas tanah subur dari realitas fisik ini tetapi karya mereka melampaui penggunaan tubuh anatomis untuk mengintegrasikan banyak tubuh, material maupun non-material: tubuh sebagai wadah keberadaan, manifestasi dari “Daya”, tubuh yang dibayangkan, tubuh yang diatur oleh berbagai jenis kuasa, tubuh yang energik, tubuh emosional, atau tubuh yang dicurigai terinfeksi hanyalah beberapa di antaranya.

ita terlibat dalam koreografi masif, diatur oleh kebijakan, norma, nilai, dan wacana. Namun, tubuh juga memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dengan kerangka yang dipaksakan ini, membangkitkan ketegangan antara kedaulatan dan kungkungannya. Pencipta tari kontemporer, selama masa pandemi menegosiasikan ketegangan ini dengan lebih intens.

Teknologi komunikasi digital memungkinkan seniman terus berkarya di tengah pandemi global ini. Ruang-ruang baru dengan bingkai terbatas dan arak fisik menggerakkan para pencipta tari kontemporer mencari strategi baru dalam berkreasi. Di satu sisi, teknologi digital memberikan kemungkinan bahasa baru

untuk mengartikulasikan gagasan, tubuh, dan koreografi. amun di sisi lain, pengalaman keintiman fisik serta kesinambungan ruang-waktu antara pertunjukan dan penonton hilang atau digantikan oleh getaran-getaran lain. Cara penonton mengakses, mengalami, mengapresiasi, dan memandang tari jelas tidak sama dengan saat tari dihadirkan langsung di atas panggung. Tubuh pertunjukan semakin “termediasi” dan pengalaman (menonton) tari menjadi ambigu dalam proses digitalisasi.

Menghadapi situasi yang kompleks ini, Indonesian Dance Festival (IDF) beralih nama menjadi IDF2020.zip dan mengusung tema D Cari Cara. engadopsi ciri khas file .zip, rangkaian acara IDF tahun ini akan disajikan dalam bentuk yang lebih lantam, tetapi menawarkan penjelajahan yang lebih hidup melalui tari kontemporer Indonesia dan beberapa sajian internasional untuk dinikmati, direfleksikan, dan didiskusikan bersama. ‘Daya’ dalam bahasa Indonesia adalah kata berlapis yang digunakan dalam konteks yang berbeda. Ini mengekspresikan kekuatan hidup, dorongan primordial, transformasi, potensi atau pemberdayaan. Sedangkan ‘Cari Cara’ mengacu pada moda bertahan hidup, menemukan cara untuk tetap hidup pada masa-masa sulit seperti pandemi yang saat ini kita hadapi.

Dalam semangat ini, Eun-Me Ahn Company dari Korea memfasilitasi pertunjukan

dance-on-film daring yang menampilkan 50 pecinta tari Indonesia dari berbagai latar belakang dan usia. Diciptakan melalui kolaborasi jarak jauh dengan semua peserta, 1’59” merupakan

IDF2020.zip

DAYA: Cari Cara

(17)

durasi yang tepat dari setiap koreografi mini dinamis yang mencerminkan kompleksitas dan keragaman sosial-budaya di Indonesia. Dua “karya di dalam pandemi” yang diciptakan oleh Gymnastik Emporium dan Hari Ghulur, menunjukkan contoh kewaspadaan kreatif dan kehadiran di masa penjarakan sosial. Kolektif Gymnastik Emporium bekerja sama dengan 5 guru olahraga di Yogyakarta menciptakan karya baru bertajuk #SKJ2020 sebagai refleksi ironis atas citra tubuh optimis yang digulirkan melalui program wajib Senam Kesehatan Jasmani (SKJ) pada tahun 1970-an hingga 1990-an. SKJ merupakan program senam yang pada saat itu digunakan untuk mengkonstruksikan visi nasional pemerintah Orde Baru melalui tubuh pelajar di Indonesia. Hari Ghulur menampilkan pratinjau daring dari kreasi barunya Sila, di mana ia mengubah posisi duduk bersila dalam ritual orang

adura men adi pelantar koreografi atas kekhusukan spiritual dan ekspresi sosial. Program Kampana menghadirkan enam koreografer muda Indonesia yang telah mengikuti serangkaian lokakarya dan diskusi virtual yang intens selama tujuh bulan. Di dalam program Mengintip Kampana

2020, masing-masing koreografer muda ini akan berbagi tentang proyek pertunjukan, penjabaran visi dan konsep, serta cerita

proses kreatif mereka. Program Pertunjukan Kampana menghadirkan tiga ‘karya dalam proses’ dari tiga koreografer muda, di mana masing-masing menawarkan pengalaman tari yang sangat pribadi di dalam dan melalui teknologi digital: Irfan Setiawan dengan karyanya Re-reading Impact, Puri Senja dengan The Other Half, dan Eyi Lesar dengan

Virtual WAY (WhoAreYou).

etelah melakukan refleksi atas tari, pandemi, dan keberadaan manusia melalui dua zip. conversations Resilience as part of Our Blueprint dan Presence: Where are we now?, IDF2020.zip akan ditutup dengan penampilan

Li Tu Tu oleh Ayu Permata Sari. Karya ini merefleksikan kegigihan di tengah arak fisik, mempertanyakan cara kita berinteraksi dan menjalin hubungan.

DAYA: Cari Cara merupakan kualitas yang dibagikan melalui semua karya dan aktivitas. Dengan ketahanan dan kehadiran, para seniman “mencari cara” dan menemukan kembali bahasa koreografi di masa “Normal Baru”. Mereka dengan semangat menegaskan bahwa “Normal” adalah sebuah pertanyaan, dan bahwa dengan setiap hari baru, dengan setiap gerakan baru, kita dapat menciptakan kemungkinan yang berlipat ganda.

Arco Renz Linda Mayasari Nia Agustina Rebecca Kezia

(18)

IDF2020.zip DAYA: Cari Cara

In 2020, contemporary dance in Indonesia and around the world is not doing “business as usual”. We live in times of crisis. And we all know why. Or do we really ?

If we like it or not, our existence as human beings manifests through our bodies. And the mode of survival that is being practiced by almost all of the world’s population due to COVID-19 reminds us of this fact. Contemporary dance makers create on the fertile ground of this physical reality but their work goes beyond the employment of the anatomical body in order to integrate multiple bodies, material as well as immaterial: the body as a container of existence, a manifestation of “Daya”, the imagined body, the body governed by various kinds of power, the energetic body, the emotional body, or the body suspected of infection ... to just mention a few.

We are involved in a massive choreography, governed by policies, norms, values, and discourses. But the body also retains the power to negotiate with these imposed frameworks, generating a tension between its sovereignty and its confinement. Contemporary dance makers, during these times of pandemic, negotiate this tension ever more intensely.

Digital communication technologies enable artists to continue creating dance works in the midst of this global pandemic. These new spaces of limited frames and physical distance have contemporary dance makers search for new creation strategies. On the one hand, digital technologies provide the possibility for new languages to articulate ideas, bodies and choreographies. But on the other hand, the experience of physical intimacy and of time-space continuity

between a performance and an audience is lost or replaced by other vibrations. The way an audience accesses, experiences, appreciates, and views dance is clearly not the same as when it is performed on stage. The performing body is increasingly “mediated” and the experience of (watching) dance becomes ambiguous by means of its digitalisation.

Facing this complex situation, the Indonesian Dance Festival has changed its name to IDF2020.zip and presents the theme DAYA: Cari Cara. Adopting the characteristics of the . ip file, the series of events of this year’s IDF will be presented in a more compact form, yet it proposes a vivid journey through contemporary Indonesian dance, and a few international excursions, to be enjoyed, reflected on, and discussed together. Daya in Indonesian is a multi-layer word used in different conte ts. It e presses life force, primordial drive, transformation, potential or empowerment. Meanwhile, Cari Cara refers to the mode of survival, of finding ways to stay alive during moments of hardship, such as the pandemic that we are currently confronted with.

In this spirit, Eun-Me Ahn Company from orea facilitates an online dance-on-film performance featuring 50 Indonesian dance enthusiasts of all backgrounds and ages. Created through a long-distance collaboration of all the participants, 1’59” is the exact duration of each of these vibrant mini-choreographies that reflect the socio-cultural complexity and diversity of Indonesia. There are two “work-in-pandemic” showings of performances in-the-making by the Gymnastik Emporium and Hari Ghulur. Both processes are examples of creative vigilance and of being present in times of social distancing. The collective Gymnastik Emporium worked with 5 sports teachers in Yogyakarta to create a new work entitled #SKJ2020, an ironic reflection on the

(19)

optimistic body image divulged through the compulsory Physical Health Gymnastics (SKJ) program in the 1970s to 1990s. SKJ was a gymnastics program which at that time was used to construct the government’s New Order vision of nationalism through the bodies of Indonesian students. Hari Ghulur presents an online preview of his new creation Sila in which he transforms the Madurese ritual cross-legged sitting position into a choreographic platform of intense spiritual and social expression.

The Kampana program presents six young Indonesian choreographers who have attended an intense series of virtual workshops and discussions over a period of 7 months. In Peeking the 2020 Kampana program, each of these young choreographers will share their performance projects, lay out their visions and concepts, and tell their creative processes. The Kampana Performance program presents three of the young choreographers’ works-in-progress. Each of them proposes a very

personal experience of dance within and through digital technologies: Irfan Setiawan with his work Re-reading Impact uri en a with The Other Half; and Eyi Lesar with Virtual WAY (WhoAreYou).

fter reflecting on dance, the pandemic and human existence in two zip.conversations, Resilience as part of Our Blueprint and Presence: Where are we now?, the IDF2020. zip will be closed with the performance of Li Tu Tu by Ayu Permata Sari. A work that reflects persistence in the midst of physical distancing and questions the ways we interact and cultivate relationships. DAYA: Cari Cara is a quality shared by all presented works and activities. With resilience and presence the artists “search ways” and reinvent choreographic languages in times of ew ormal . They vibrantly a rm that “normal” is a question, and that with every new day, with every new movement, we can create a multiplicity of possibles.

Arco Renz Linda Mayasari Nia Agustina Rebecca Kezia

(20)

PROGRAM IDF2020.zip

On each event of the Indonesian Dance Festival, the curatorial team selects a number of works by Indonesian and foreign choreographers or dance groups under strict ualifications the novelty of the genre, the development of themes, the delivery of issues and discourse; or demographic consideration on the origin, age, gender, and social class of the artists. From year to year, the works presented at the Indonesian Dance Festival become one of the starting points to observe the development of contemporary dance in Indonesia and in the global world.

PERFORMANCES

Setiap penyelenggaraan Indonesian Dance Festival, tim kurator akan memilih sejumlah karya dari koreografer atau kelompok tari dari dalam dan luar negeri, dengan pertimbangan yang ketat apakah itu berdasarkan kebaharuan genre, penggarapan tema, penyampaian isu dan wacana, atau pertimbangan lain seperti kesetaraan geografis, usia, gender, maupun kelas sosial pengkarya. Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Indonesian Dance Festival, karya-karya yang mengisi program ini kemudian menjadi salah satu titik tolak untuk melihat perkembangan tari kontemporer di Indonesia dan internasional.

(21)

1’59 Project Indonesia

Eun-Me Ahn

1’59 Project Indonesia merupakan pertunjukan dance-on-film yang semarak, melibatkan 50 pegiat tari Indonesia segala lapisan, mulai dari milenial sampai baby

oomers, dari amatir ke profesional, dari yang mengejutkan sampai yang luar biasa. 1’59”, durasi masing-masing koreografi-mini yang menggetarkan ini, difasilitasi oleh koreografer Korea Selatan Eun-Me Ahn dan timnya. 1 menit 59 detik juga adalah waktu rata-rata kemampuan kita fokus pada sebuah video di platform digital, pendek jika hendak mengatakan banyak hal tapi cukup untuk mengekspresikan perasaan atau berbagi soal genting. Setelah dua bulan pelatihan dan workshop online bersama Eun-Me Ahn dan tim, 50 peserta menyerahkan sebuah dance-film berdurasi 1’59” dengan berbagai bentuk dan genre yang merefleksikan hasrat, harapan, dan pemikiran masing-masing. Tanpa sensor artistik untuk memilah dan memutuskan setiap peserta, Eun-Me Ahn merancang alur pertunjukan secara sederhana dengan mengedit urutan kemunculan setiap koreografi. asilnya, rangkaian pertun ukan mini kaya warna, refleksi dari kompleksitas dan keberagaman sosial Indonesia dengan segala tantangan dan keseruan yang menggerakkannya.

1’59 Project Indonesia is a vibrant dance-on-film show, involving Indonesian dance stakeholders from all backgrounds millennials to baby boomers, amateurs to professionals, shocking to extraordinary. 1’59”, the duration of each of the thrilling mini-choreographies, is facilitated by Eun-Me Ahn, a South Korean choreographer, and her team. 1 minute 59 seconds is also the average focus time to watch videos on a digital platform; it is short if we want to say a lot of things, but enough to express feelings or share critical issues. After two months of training and online workshops with Eun-Me Ahn and the team, each of the participants submitted a dance-film with a duration of 1’59” in various forms and genres that reflect their individual desires, hopes and thoughts. Without any artistic censorship to sort or classify each participant, Eun-Me Ahn simply designed the plot of the show by editing the order of appearance of the choreographies. The result is a series of colorful mini shows, a reflection of the complexity and diversity of Indonesia’s social life, with all the challenges and excitement that drive it.

©Youngmo

rtistic Director un- e hn rtistic Coordinator Clint utes roduction ssistant iko etyanto

(22)

ersamaan dengan lon akan ekonomi Indonesia pada 1970-an, pemerintah Orde aru memprogramkan senam wa ib untuk seluruh siswa sekolah dan pegawai negeri. Pada mulanya bernama Senam Pagi Indonesia kemudian berganti jadi Senam Kesehatan Jasmani, dan berlangsung sampai medio 199 -an. oreografi senam tersebut disusun oleh pemerintah pusat dan disebar ke seluruh penjuru negeri, demi menyiapkan tubuh masyarakat yang sehat untuk menyongsong kemajuan Indonesia. Gymnastik Emporium membaca program ini sebagai perangkat kebudayaan Orde aru untuk mengkonstruksi nilai-nilai Indonesia versi pemerintah otoritarian Soeharto pada tubuh pelajar dan aparatur negara. #SKJ2020

(Senam Keragaman Jasmani 2020) adalah parodi tubuh-tubuh optimisme a la Orde aru tersebut, sebuah produksi karya yang berdiri di antara seni tari dan gerak senam. Sebagai bagian dari #SKJ2020, Gymnastik Emporium juga mengajak keterlibatan masyarakat untuk membuat sendiri koreografi yang juga bermain-main di wilayah antara seni dan olahraga, untuk kemudian tampil dalam program Gymnastik Partisipatori.

Along with the economic boom in Indonesia in the 1970s, the New Order government programmed a compulsory gymnastics exercise regimen for school students and civil servants. It began with the Indonesian Morning Gymnastics (Senam Pagi Indonesia) that changed to the Physical

ealth ymnastics Senam Kesehatan Jasmani) which lasted until the mid-1990s. The choreography of the gymnastics was designed by the central government and spread throughout the country to prepare a society with a healthy body in welcoming the country’s development. The Gymnastik Emporium team sees this program as a cultural tool of the New Order government to construct Suharto’s authoritarian government version of Indonesian values in the bodies of students and state apparatus. Physical Diversity Gymnastics (Senam Keragaman Jasmani) 2020 is a parody of optimistic bodies à la the New Order government, a production of work that stands between dance and gymnastics.

As part of the #SKJ2020 project, the Gymnastik Emporium also invites public participation to create their own choreographies that also explores the intersections between arts and sports to be premiered at Gymnastik Partisipatori program.

#SKJ2020

Gymnastik Emporium

Choreographers bdi arya ri Dwianto

erformers bdi arya, ndreas gus r atmo, ri Dwianto, udi antosa, rvinamurti urnisetyowati, inanti ekar ahina, mi ariyani Videographer uthfi rasetyo

ditor arhan ughnial okhmatullah ulyanto ighting Designer ugeng tomo

Composer Vandy i aldi

raphic Designer urnia aumil a ar Dramaturg Irfanuddien ho ali roduction anager uhammad be

(23)

i Tu Tu

Ayu Permata Sari

Gerak tangan menyeimbangkan dan melemparkan piring tari kuadai suku Semendo merupakan pintu masuk penggarapan karya Li Tu Tu. Dari sana, Ayu Permata Sari dan para penari menelusuri lagi hubungan antara tari tradisi dari daerah

ampung tara tersebut dengan konsep

tunggu tubang. agaimana kekuatan, keseimbangan, kesetaraan, komunikasi, dan kepercayaan adalah representasi konsep

tunggu tubang, anak perempuan pertama suku Semendo yang berperan mengatur dan menjaga harta warisan keluarga. Namun di satu sisi, peran tersebut perlu ditinjau ulang dan dikritisi secara holistik, terutama dalam konteks hari ini. antas, bagaimana ika penelusuran, tinjauan ulang, dan kritik yang dilakukan koreografer tersebut dibentangkan pada penonton agaimana pengalaman dan ingatan personal khalayak ketika menyaksikannya? Demikianlah, Li Tu Tu akan tampil dengan format yang memungkinkan beragam interpretasi, sesuai dengan pengalaman masing-masing penonton.

The hand gesture of balancing and throwing the plate of the Semendo tribe dance is the entrance to Li Tu Tu. From there, Ayu Permata Sari and dancers trace the relationship between the traditional dance from North

ampung and the concept of tunggu tubang. The essence of kuadai dance strength, balance, equality, communication, and trust is the representation of personality of the tunggu tubang, the first daughter of the emendo tribe who is responsible for managing and maintaining the family inheritance. On the other hand, the role needs to be revisited and criticized holistically, especially in the context of contemporary society. Then, how are the discovery, review, and criticism done by the choreographer presented to the audience?

ow will the personal e perience and memory of the audience be? Thus, Li Tu Tu will appear in a format that allows various interpretations according to the experience of each audience member.

(24)

Sila

ari hulur

Sila merupakan karya work-in-progress

yang digubah ari hulur dari posisi duduk bersila sembari melantunkan pujian pada Tuhan, ritual tradisi dan keagamaan terutama yang ia ambil dari Madura, menjadi sebuah platform koreografi. Sila adalah ikhtiar mencapai puncak emosi dan spiritual namun dengan posisi tubuh menempel pada tanah dan membumi. Durasi dan ketepatan posisi merupakan elemen krusialnya. Karya ini pertama kali dipentaskan secara tunggal oleh ari hulur dalam International Choreographers Residency Concert, American Dance Festival 2018 dan dipentaskan lagi di Off tage 1 Contact Festival, Singapura. Tetap berlatih selama masa pandemi ini, Sila adalah contoh menarik bagaimana daya beker a, sebagaimana ari Ghulur bersama Sawung Dance Studio terus memperbaharui karya ini dalam format grup.

Sila is an in progress work composed by ari Ghulur from a cross-legged sitting position while singing praise to God, developed from traditional and religious rituals, specifically from Madura, as a choreographic platform. Sila is an endeavor to reach an emotional and spiritual perfection with the position of the body attached to the ground and grounded. Time duration and position accuracy become the crucial elements. The work was performed for the first time as a solo performance by ari hulur at the Choreographers Residency Concert, the 2018 American Dance Festival, and Off tage 1 Contact estival, ingapore.

s ari hulur keeps on practicing during the pandemic and working with Sawung Dance Studio to develop Sila as a group performance, this work is an interesting example of a working force.

roduction awung Dance tudio, urabaya Choreographer ari hulur oh. ariyanto

roducer ekar lit

Dancers atry ka, uri en a, rrina prilyani, . usdi, ari hulur usic Director Wayan Dhamma

ighting Designer aprol Videographer Istamokagram

tage anager . asir

(25)
(26)

KAMPANA

Kampana adalah bentuk mutakhir dari program pemberdayaan seniman tari muda, yang telah dimulai Indonesian Dance Festival sejak pertama kali berdiri pada 1992. Keberadaan program ini dari masa ke masa dengan berbagai format dan penamaan menunjukkan bahwa IDF juga hadir sebagai ruang inkubatoris, sebuah upaya memberi akses untuk seniman tari muda dalam mengembangkan gagasan dan praktik kepenariannya. Dengan durasi yang panjang, para koreografer terpilih memperoleh workshop kepenarian, riset artistik, kritik tari, dan diskusi intensif dengan para kurator, untuk kemudian diaplikasikan pada karya masing-masing.

Kampana is the latest form of the empowerment program for young dance artists, started since the first edition of the Indonesian Dance estival in 199 . The presentation of this program from time to time with various formats and names indicates the role of the ID as an incubatorial space, an effort to provide access for young dance artists to develop their dance ideas and practices. Over a long period, the selected choreographers participate in dance workshops, artistic research, dance criticism, and intensive discussions with the curators. The lessons gained from the program agendas are then applied to their respective works.

KAMPANA, pada prinsip kurasinya, bukan sekadar memilih dan menampilkan karya yang telah mapan. Platform ini adalah laboratorium uji coba bagi seniman muda dalam proses pembentukan karya mereka. Enam koreografer yang kami undang mengikuti program ini, yakni, nis arliani,

ka Wahyuni, yi esar, Irfan etiawan, ege Diaz, dan Puri Senja, menawarkan gagasan karya yang sejalan dengan tema IDF2020.zip.

agaimana mereka menghidupkan daya pada konteks masing-masing, mulai dari persinggungan dengan tradisi, isu sosial, sampai persoalan gender dan seksualitas.

KAMPANA, according to its principle of curation, is not just selecting and presenting established works. This platform is a laboratory for young artists during the creative process of their work. The six choreographers invited in this program, nis arliani, ka Wahyuni, yi esar, Irfan etiawan, ege Dia , and uri en a, offered ideas for works in line with the IDF2020.zip theme. They have ignited their power based on their respective contexts, starting from contact with traditions and social issues, to issues of gender and sexuality.

MENGINTIP KAMPANA 2020

I T

(27)

Proses Kampana yang telah kami rencanakan dari tahun 2019, terpaksa mencari jalan lain karena pandemi global. Pertemuan dan rangkaian lokakarya, yang menjadi bagian penting Kampana, mesti disiasati dengan pertemuan daring serta konsultasi jarak jauh yang pada saat itu masih terasa asing, khususnya bagi proses kreatif seni tari. Namun, hal tersebut tidak mengecilkan semangat para seniman Kampana terpilih, justru membawa kemungkinan baru dalam proses penciptaan mereka.

Melalui sejumlah penyesuaian, Kampana tetap berusaha memfasilitasi kebutuhan dan aspirasi artistik para koreografer terpilih dan berupaya mempertahankan gagasan utama masing-masing. Yang menggembirakan, tiga koreografer menemukan cara bernegosiasi dengan peralihan medium pertunjukan, dari panggung ke platform daring. al ini uga merupakan manifestasi daya, memacu para seniman mengeksplorasi potensi karya dengan bahasa dan ruang virtual. Tiga pertunjukan dari tiga koreografer tersebut akan menjumpai Anda dalam program Kampana Performances.

Sementara tiga koreografer lainnya akan terus melanjutkan proses kreatif mereka. Kami berharap di perhelatan berikutnya mereka bisa menyajikan karya terbaik. Namun, kami telah mempersiapkan ruang agar publik luas bisa mengikuti proses yang telah dialami oleh seluruh peserta Kampana tahun ini. Keenam koreografer akan mempresentasikan gagasannya,

membentangkan konsep pertunjukannya, dan menceritakan proses kreatifnya dalam program yang kami namai Kampana Trajectory. Pada sisi lain, agenda tersebut juga merupakan bagian dari praktik pengembangan kesenimanan mereka. Kami berharap Anda dapat turut serta dan menjadi bagian dalam perjalanan seniman muda Kampana 2020, menelusuri ruang dan ketubuhan baru dalam IDF2020.zip

We should change the plan of the Kampana process that has been implemented since 2019, due to the global pandemic. Meetings and a series of workshops, as important aspects of Kampana, should be changed into online meetings and long-distance consultations which were previously uncommon practices, especially in the creative process of dance. owever, the changes did not reduce the enthusiasm of the selected Kampana artists. It even brought new possibilities to their creation process. Through a number of adjustments, Kampana still tries to facilitate the artistic needs and aspirations of the selected choreographers and tries to defend their respective main ideas. To our delight, the three choreographers found a way to negotiate the transition of the performance medium, from the stage to online platforms. This is also a manifestation of power, spurring the artists to explore the potential of their works with virtual language and space. You will meet the performances by these three choreographers in the Kampana Performances program.

Meanwhile, the other three

choreographers will continue their creative process. We hope that they will present their work at the ne t ID . owever, we have prepared a space so that the wider public can follow the process that has been experienced by the participants of this year’s event. In Kampana Trajectory, the six choreographers will present their ideas, lay out the performance concepts, and narrate their creative process. On the other hand, the agenda is also part of their artistic development practice. We hope you can participate and take part in the journey of the 2020 Kampana young artists, exploring new spaces and bodies in IDF2020.zip.

(28)

Virtual WAY (WhoAreYou)

yi esar

ukankah dalam ohanes kita telah diingatkan betapa ironisnya manusia yang menghakimi, mempersekusi, bahkan membunuh sesama manusia arangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Namun perundungan atas nama agama, ras, golongan, gender dan orientasi seksual telah mengakar dalam masyarakat. ahkan ia bertransformasi dan bermutasi ke berbagai bentuk ketika memasuki wilayah digital. Dalam jagad maya, konflik hori ontal lebih mudah tersulut akibat hilangnya keutuhan dan keakuratan informasi.

eralihan konflik tersebut men adi modus perkembangan karya yi esar dari Who Are You menjadi Virtual WAY (WhoAreYou), menampilkan bagaimana proses tatapan layar yang berjarak dengan konteks peristiwa. Selain membahasakan tatapan yang tidak utuh melalui kerja kamera dan interaksi tubuh penari, karya ini juga menubuhkan teror, ketakutan, dan kecemasan sebagai konsekuensi dari persekusi dan alienasi massa. Melalui gerak, suara, dan visual, kita akan dibuat seolah-olah berada dalam situasi yang dialami oleh penari, seakan mengajak kita untuk bertanya sekali lagi, apa yang kita lihat.

ohn reminds us how ironic it is for humans who judge, persecute, and even kill fellow humans et any one of you who is without sin be the first to throw a stone at her. owever, bullying in the name of religion, race, class, gender and sexual orientation has taken root in society. In fact, it transforms and mutates into various forms in virtual space. In virtual space, hori ontal conflicts are more easily ignited due to the loss of integrity and accuracy of information. The shift in the space of conflict serves as a motive for the development of yi esar’s work from Who Are You to Virtual WAY (WhoAreYou), showing how the process of staring at a screen forms a distance from the conte t of an event. esides e pressing incomplete gazes through camera work and the interaction of the dancers’ bodies, this work also embodies terror, fear and anxiety as the consequence of mass persecution and alienation. The exploration of motions, sounds, and visuals in the work gives the audience an impression of being in a real situation experienced by the dancer, as if inviting us to rethink what we see.

PERTUNJUKAN KAMPANA

KAMPANA PERFORMANCES

(29)

Re-reading Impact

Irfan Setiawan

ata benturan seringkali diucapkan dengan perasaan cemas, marah, takut, atau keras!

ita lupa bahwa benturan uga bisa dilafalkan dengan khidmat. Ada banyak jenis benturan, mulai dari the great impact pada fisika, benturan dalam demonstrasi, konser musik, atau pertandingan sepak bola, sampai benturan antara pilihan individu dengan norma sosial. Masing-masing benturan memiliki suara yang berbeda dan tubuh yang berbeda. Pandemi yang sedang kita alami juga membuat benturannya, suaranya, dan tubuhnya sendiri. Dua metode yang berlawanan dalam memerangi COVID-19, sains dan kepercayaan, adalah benturan. Praktik kapitalisme obat dan vaksinnya juga adalah benturan. Re-reading Impact karya Irfan Setiawan akan mengeksplorasi kontras dari berbagai jenis benturan tersebut, sekaligus juga berupaya menelusuri

asal-The word clash is often spoken with feelings of anxiety, anger, fear, or rage! We forget that clash can also be spoken solemnly. There are many kinds of impacts, from the great impact on physics, to clashes in demonstrations, music concerts, or football matches, to clashes between individual preferences and social norms. Each impact has a different sound and body. The pandemic we are currently experiencing has also made its impact, its voice, and its own body. A clash happens between the two opposing methods of fighting COVID-19 science and religious belief. The practice of drug and vaccine capitalism is also a clash. Re-reading Impact by Irfan Setiawan will explore the contrasts of the various types of

(30)

Traces of sexual harassment, such as cat calling, being touched or caressed without permission, and various forms of sexist treatment, affect the body’s refle es tensed muscles or being alert in crowded places. The condition inspires Puri Senja to unload and recall the memory of her body. ow her personal experience in dealing with all of the treatments got embodied in her daily and dancing gestures. On the other hand, the pandemic forces The Other Half to find an alternative to meet its audiences. Obviously, it’s not simply recording the work and uploading it to digital platforms, but exploring various cinematographic possibilities. ow does the virtual version of The Other Half develop, both in terms of ideas and methods of creation?

The Other alf

Puri Senja

Trauma membekas pada tubuh. Jejak-jejak pelecehan seksual seperti cat calling, disentuh atau diraba tanpa izin, dan berbagai bentuk perlakuan seksis, berdampak pada gerak-gerik refleks tubuh otot-otot mendadak tegang atau waspada di tempat keramaian, misalnya. al itulah yang memicu Puri Senja membongkar dan memanggil lagi memori tubuhnya. agaimana pengalaman personalnya mengalami itu semua menubuh pada gesture, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun ketika menari. Di sisi lain, pertunjukan The Other Half ini mesti mencari alternatif untuk menemui khalayak, akibat pandemi. Tentu tidak sekadar mendokumentasikan karya kemudian mengunggahnya ke platform digital, namun dengan mengeksplorasi berbagai kemungkinan sinematografis. agaimana The Other Half versi virtual ini berkembang, baik dari segi gagasan maupun metode penciptaan?

(31)

nis arliani

Dengarkan cerita nis arliani tentang

pengalamannya mengikuti sejumlah lokakarya tari nasional dan internasional.

agaimana masing-masing program tersebut

membubuhkan jejak pada karyanya. Selain itu,

nis arliani uga akan membentangkan konsep

tubuh ideal dalam persepsi gender yang sedang ia kembangkan dalam program Kampana IDF 2020.

yi esar

yi esar akan menuturkan bagaimana kisah kepenariannya yang dipengaruhi oleh refleksi

spiritual atas konteks sosial Indonesia hari ini. Ia juga akan menceritakan penemuan kembali dirinya melalui proses penciptaan karya, terutama yang ia lakukan dalam Kampana IDF 2020.

Puri Senja

Puri Senja akan merunut karier kepenariannya sejak awal, ketika ia masih SMA sampai ia masuk pada wacana memori dan tubuh. Wacana yang menghubungkan bagaimana pelecehan dan kekerasan seksual masa lalu membekas pada gejala ketubuhan hari ini, yang

sedang ia garap dalam karya The Other Half.

Dengarkan cerita Puri Senja tentang

pengalaman personalnya yang menubuh pada garapan mutakhirnya tersebut.

isten to nis arliani’s story about her

experiences in participating in a number of national and international dance workshops.

er e perience in oining a number of dance workshops has affected her creative process. In addition, nis arliani will also e plain the

concept of an ideal body in gender perception that she is working on in the 2020 IDF’s Kampana.

yi esar will share how his life as a dancer is influenced by spiritual reflection on the social conte t of Indonesia today. e will also describe

the rediscovery of himself through the process of creating works, especially in the 2020 IDF’s Kampana.

Puri Senja will revisit the journey of her dance career from the beginning, since she was in high school until she began to work on the discourse of memory and body. The discourse that describes how past sexual abuse and violence

affect her present body, is what she is working

on in The Other Half. isten to uri en a’s

story about her personal experiences that are embodied in her latest work.

KAMPANA TRAJECTORY/

(32)

Irfan Setiawan

Irfan Setiawan akan membentangkan perjalanan berkaryanya yang, secara benang merah, selalu kembali bersoal dengan

identitas. agaimana ia selalu merasa ditarik untuk pulang di satu sisi, namun uga sekaligus merefleksikan identitas barunya

yang dipengaruhi oleh proses bertahun-tahun merantau di Jakarta. Dua kutub antara kampung halaman dan perantauan tersebut tarik-menarik dalam karyanya. Pertanyaan soal identitas tersebut juga kemudian lekat pada

karya Re-reading Impact, yang ia garap untuk

IDF2020.zip.

Eka Wahyuni

Video ini menjadi susunan sketsa gagasan

proyek terbaru Eka berjudul The nchantment

of Tari ong yang dieksplorasi melalui pendekatan budaya media digital. Video dipahami Eka bukan sekadar teknologi untuk merekam dan memindahkan dokumentasi proses dan karyanya ke dalam format presentasi virtual, tetapi medium artistik. Mengalami video bagi Eka nyaris mirip dengan ketika ia menelusuri sejarah tari gong melalui potongan-potongan artefak, gerak, dan ingatan, di mana jarak, pengaturan fokus, dan distorsi berkelindan di dalamnya.

Gege Diaz

Dalam video ini Gege menyusun pembacaan ulang terhadap jejak kekaryaan dan

ketubuhan tarinya yang berada dalam dimensi pertemuan antara tradisi dan modernitas. Alih-alih menempatkan tradisi dan modernitas dalam antagonisme, Gege justru menjadikan keduanya sebagai dua hal yang dialogis.

arya koreografi ege yang ber udul Rufus

menunjukkan bagaimana tradisi Flores dan realitas modern dapat hidup dan bersinergi di dalam dirinya sebagai sebuah entitas.

Irfan Setiawan will present his journey as a dancer, which in general always returns to the question of identity. On the one hand he

always feels drawn to go home , but at the same time he keeps on reflecting his new identity that is influenced by the years of

wandering in Jakarta. The two poles between hometown and overseas are pulling towards each other in his works. The question of identity can also be found in Re-reading Impact, his work for the IDF2020.zip.

This video is a compilation of sketches of Eka’s latest project entitled The Enchantment of Tari Gong that is explored through the

approach of digital media culture. ka finds

video not only as a technology to record and transfer documentation of her process and work into a virtual presentation format, but also as an artistic medium. Experiencing the video medium for Eka is almost similar to when she traces the history of the gong dance through pieces of artefacts, motion, and memories; where distance, focus adjustment, and distortion are intertwined.

In this video, Gege compiles a re-reading of the traces of his dance works and his body in the intersection of tradition and modernity. Instead of placing tradition and modernity in antagonism, Gege creates a dialogue based on them. Gege’s choreography, Rufus, shows how the Flores tradition and modern reality can live and synergize within him as a single entity.

(33)

agaimana pandemi mempengaruhi aktivitas ketubuhan, baik dari segi biologis, politis, maupun eksistensinya, akan diperbincangkan dalam zip.Conversations. Program ini terbagi dalam dua sesi diskusi dengan tema yang berbeda, akan dibuka oleh pembicara kunci dari disiplinnya masing-masing, kemudian direspons oleh tiga seniman tari untuk setiap sesi. Program zip.Conversations adalah upaya untuk melihat keterkaitan antara praktik artistik dengan disiplin keilmuan lain, demi mencari cara bertahan, beradaptasi, dan bernegosiasi dengan situasi 2020 ini. Presence - Where Are We Now? Sejak berkembang pesatnya teknologi informasi dan digital, kita lebih memilih mencari informasi, berhubungan, berkomunitas, bahkan memobilisasi diri secara daring (dalam jaringan) ketimbang luring (luar jaringan). Perkembangan ini mengimplikasikan bahaya dari ketidakhadiran dunia realitas fisik yang mempengaruhi hidup kita secara signifikan. Implikasinya, kita mulai kehilangan petunjuk mana yang realitas, mana yang representasi, mana yang manipulasi. Keberadaan seni pertunjukan, yang sangat bergantung pada kehadiran dan interaksi fisik antara penampil dan khalayak, mampu menjadi katarsis untuk kondisi tersebut. Namun kemunculan pandemi COVID-19, juga turut mempengaruhi skena seni pertunjukan, khususnya dalam mewujudkan interaksi antara karya dengan penonton. Tidak ada lagi ruang fisik sebagai pelantar untuk hadirnya pengalaman estetik yang

ow the pandemic affects the activities of the body in terms of the physical, politics, and existence, will be discussed at zip. Conversations. This program is divided into two discussion sessions with different themes, opened by the keynote speakers based on their expertise, then responded to by three dance artists in each session. The zip.Conversations is an attempt to observe the relationships between artistic practice with other fields of study and to find a way to survive, adapt, and negotiate with the current situation.

Presence - Where Are We Now?

Since the rapid development of information and digital technologies, we prefer to look for information, connections, communities, and mobility online rather than o ine. This development implies the danger of the absence of the world of physical reality which affects our lives in a significant way. We start to get confused about how to differentiate among reality, representation, and manipulation. Performance art, which relies heavily on the physical presence and interaction between the performer and audience, serves as a catharsis amidst the current condition. owever, the COVID-19 pandemic has affected the performance art scene, especially in realizing the interaction between a work with its audience. The physical space that serves as a platform for aesthetic experience to be felt and enjoyed together no longer exists. Currently, both the performer and the audience meet and interact in an absence, or perhaps in an

(34)

Selain persoalan bentuk interaksi antara karya dan penonton, ketubuhan seniman tari juga adalah persoalan yang pelik dalam situasi saat ini. Para seniman tari dipaksa untuk mempertanyakan lagi tentang

kenyataan tubuh. Jika representasi ketubuhan beserta pengalamannya bisa dimediasi melalui teknologi digital dengan berbagai bentuk, apakah kita masih memandang tubuh sebagai sesuatu yang sama dengan pengalaman sebelum kehadiran fisik tergantikan dalam ruang virtual isakah seni pertunjukan memainkan lagi peran sebagai fasilitator katarsis dalam jagad maya tersebut?

Dalam diskusi ini kita akan mengetengahkan soal perubahan substansi kehadiran fisik dan kehadiran virtual, serta bagaimana media digital menjadi arena bermain baru dalam interaksi sosial dan kesenian kita hari ini. Diskusi ini akan dipantik oleh Ayu Utami, penulis yang menggunakan pendekatan spiritualisme kritis dan jurnalis yang aktif dalam gerakan reformasi 98, untuk membuka dialog dengan praktisi tari, Eko Supriyanto

koreografer, Indonesia dan elanie ane (koreografer, Indonesia).

esides the issue of interaction between a work with its audience, the body of dancers is another di cult problem. If the representation of the body and its experiences can be mediated through digital technology in various forms, do we still view the body as something equivalent to the one before the physical presence is replaced by virtual space? Will performing arts maintain its role as a facilitator of catharsis in the virtual world?

In this discussion, we will observe the changes in the substance of physical and virtual presence, as well as how digital media has become a new playground in our social and artistic interactions today. The discussion will be started by Ayu Utami, a writer who uses a critical spiritualism approach and a journalist who participated in the Indonesian reformasi movement of 1998, to open a dialogue with dance practitioners Eko Supriyanto (choreographer, Indonesia) and

(35)

Resilience as Part of Our Blueprint Melalui zip.Conversation ini, kami ingin membuka perspektif tentang hubungan kita, manusia, dengan bentuk kehidupan lain di muka bumi. Perspektif umum, mikrobiologi yang menyebabkan pandemi, baik saat ini atau di masa lampau, adalah musuh tak kasat mata yang harus diperangi. Namun, menurut sejumlah pandangan sains, virus menyimpan informasi biologis dari suatu organisme dalam bentuk kode. Jika kita melihat organisme mikrobiologi seperti bakteri atau virus dari sudut pandang yang berbeda, apakah ada kemungkinan untuk belajar dari pandemi? Apakah mungkin untuk memahami mikroba, atau virus atau alam pada umumnya secara berbeda, di luar menempatkannya sebagai ancaman bagi kesehatan dan hasrat manusia ila tubuh manusia sesungguhnya dapat beradaptasi dengan mengelola kode genetik yang dimiliki virus sebagai pembawa pesan dari planet ini, apakah kode-kode tersebut sesungguhnya juga muncul akibat perilaku manusia dalam berbagi ruang dengan berbagi makhluk organik dan non organik di planet ini agaimana jika kemampuan memperbaiki diri sendiri, adaptasi, dan pola evolusi mikrobiologis dapat memberi informasi dan menginspirasi strategi ketahanan?

Dalam sesi ini, ahli biologi molekuler Prof. Pratiwi Sudarmono akan berbicara tentang

etahanan sebagai agian dari Cetak iru ita dari sudut pandang keahliannya. eniman Ol hamchanla koreografer, aos , Josh Marcy (koreografer, Indonesia), dan Gisèle Vienne (koreografer, Prancis akan turut terlibat dalam percakapan tentang ketahanan di dalam dan sekitar praktik artistik masing-masing.

Kami berharap dapat mengeksplorasi persimpangan yang mencengangkan dan

Resilience as Part of Our Blueprint

Through this zip.Conversation, we would like to open up perspectives on the relationship of us humans with other forms of life on earth. According to the general perspective, microbiology is the cause of pandemics throughout human history, a scourge or invisible enemy to be fought.

owever, some scientific views believe that viruses store biological information of an organism in the form of code. If we look at microbiological organisms such as bacteria or viruses from a different viewpoint, would there be a possibility of learning from a pandemic? Would it be possible to conceive microbes, or viruses or nature at large differently, beyond the threat that these can represent to human health and desire? If the human body is believed to be able to adapt by managing the genetic code possessed by viruses as messengers from this planet, does the code actually arise as a result of human behavior in a sharing space with the organic and non-organic creatures on this planet? What if microbiological adaptation, evolutionary patterns and self-repair could inform and inspire strategies of resilience?

In this session, molecular biologist Prof. Pratiwi Sudarmono will speak about

esilience as art of our lueprint from the perspective of her distinguished expertise. Invited artists Olé Khamchanla

choreographer, aos , osh arcy

(choreographer, Indonesia), and Gisèle Vienne (choreographer, France) will then engage in a conversation about resilience in and around their respective artistic practices.

We hope to explore together surprising and inspiring intersections between contemporary dance and other fields of knowledge and experience, which in turn might open strategies on what meaningful resilience could

(36)

ROAD TO IDF2020.zip:

DANCE & HUMANITY

diinisiasi oleh Yayasan Loka Tari Nusantara, lembaga payung IDF sebagai rangkaian program menuju Indonesian Dance Festival (IDF) 2020, program ini merupakan respons terhadap pandemi yang saat

ini mengkoreografi ulang seluruh aspek

kehidupan kita.

Sebagai rangkaian program menuju IDF2020.zip, program ini merupakan respons terhadap pandemi yang saat

ini mengkoreografi ulang seluruh aspek

kehidupan kita.Mulai dari bagaimana kita mengalami dan memperlakukan tubuh, bagaimana berinteraksi satu sama lain, cara bertahan hidup, sampai ketergantungan pada teknologi komunikasi. Kesenian pun terpaksa mencari alternatif, mengembangkan berbagai inovasi dan strategi untuk mempertahankan hidupnya. Keterbatasan ruang gerak jelas menjadi tantangan tak hanya bagi seniman, tetapi juga praktisi lain seperti kurator, produser, pengelola ruang seni, dan pelaku seni lainnya. Berbagai kemungkinan kini tengah dieksplorasi untuk menemukan bentuk, medium, pendekatan, dan metode kerja seni yang paling memungkinkan. Mengamati dinamika perubahan pola praktik seni di masa pandemi, media daring/virtual tampaknya menjadi pilihan yang paling mudah diambil untuk saat ini. Lantas siapkah tari menghadapi semua pergeseran ini? Bagaimana posisi tubuh

dalam persimpangan dua agad, fisik dan

virtual? Apakah sejarah tari sebagai sumber utama pengetahuan tubuh dan ketubuhan tengah memasuki jilid kesejarahan barunya? Lantas sejarah macam apakah itu? Program Road to IDF2020.zip: Dance and Humanity mencoba mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan tersebut.

ROAD TO IDF2020.zip: DANCE & HUMANITY was initiated by the Loka Tari Nusantara Foundation, the umbrella organization of the IDF, as a series of programs leading towards the Indonesian Dance Festival (IDF) 2020. This program is a response to the pandemic which is currently re-choreographing all aspects of our lives.

As a series of events leading to the IDF2020. zip, this program is a response to the pandemic that is currently re-choreographing all aspects of our lives. The program tries to reflect our e periences and the ways we treat the body, interact with each other, survive, and become dependent on communication technology.

Art is forced to look for alternatives, develop various innovations and strategies to survive. The limited space for movement is clearly a challenge not only for artists, but also for other practitioners such as curators, producers, art space managers, and other art stakeholders. Various possibilities are now being e plored to find the most suitable forms, media, approaches and methods for artistic work. Observing the dynamics of changing patterns of artistic practice during the pandemic, the online or virtual media seems to be the easiest choice to be taken. Is dance ready to face all these shifts? Where is the position of the body at the intersection of two universes, physical and virtual? Is the history of dance as the main source of knowledge of the body and the body itself entering a new historical stage? What kind of history will it be? Road to IDF2020.zip: Dance and umanity program tries to e plore these questions.

(37)

COVID-19 RESPONSES:

LAYAR TERKEMBANG

Dua puluh koreografer dari berbagai belahan dunia, yang pernah terlibat dalam pengarungan Indonesian Dance Festival tahun-tahun lampau, akan menularkan optimismenya pada kita. Melalui video pendek, mereka akan menunjukkan daya hidup masing-masing pada masa pandemi, yang digali dari berbagai aspek ketubuhan

dan koreografi. ita tahu, selama hampir tiga

puluh tahun keberadaan IDF, telah terbentang

peta arung dengan cakupan geografi yang luas serta penggalian tubuh dan koreografi

beserta konteks kesejarahannya.

Gerak arung pertama pada era 90-an, berjalan seiring laju perkembangan teknologi komunikasi yang ditandai dengan masuknya internet ke tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Kita pun terhubung dengan warga dunia melalui pengalaman media. Di satu sisi, pengalaman langsung yang diperantarai oleh keluarga, pemangku adat, agama masih memiliki peran dalam membentuk identitas sosial,

mengkoreografi perilaku, dan menentukan

moralitas. Di sisi lain, lapis realitas baru yang disuguhkan oleh media menghadirkan beragam imajinasi yang tak terbayangkan sebelumnya. Pengalaman tubuh dan ketubuhan disusun ulang, lantaran bagaimana kita mengalami tubuh dan ketubuhan turut dipengaruhi oleh media. Hubungan tubuh, ketubuhan, teknologi, dan media pun telah dibaca melalui berbagai perspektif dan ungkapan artistik para koreografer baik dari dalam dan luar negeri yang hadir di sepanjang perhelatan Indonesian Dance Festival.

Sekaranglah saatnya kita melihat lagi perjalanan tersebut dalam arung virtual Layar Terkembang, sebuah rangkaian video pendek dari para seniman yang ikut membentuk peta Indonesian Dance Festival. Dan melihat bagaimana peta arung IDF tersebut tidak

COVID-19 RESPONSES: BILLOWING SAILS Twenty choreographers from various parts of the world, who have been involved in the Indonesian Dance Festival in the past, will spread their optimism to us. Through short videos, they will show their respective life force during the pandemic that is e tracted from various aspects of the body and choreography. As we know, during the nearly thirty years of the IDF, a sailing map has been laid out with a wide geographical coverage, as well as an e ploration of the body and the choreography, along with their historical conte ts.

The ID ’s first ourney in the 9 s went hand in hand with the pace of communication technology development which was marked by the coming of the internet into the life of Indonesian society. We are connected with global citi ens through media e periences. On the one hand, direct e perience that is mediated by family, traditional customs, and religion still plays a role in shaping social identity, choreographing behavior and determining morality. On the other hand, the new layers of reality presented by the media provide a variety of possibilities that were previously unimaginable. The e perience of the body and embodiment are rearranged, as they are also influenced by the media. The relationships between body, embodiment, technology and media have been observed through various perspectives and artistic e pressions of domestic and foreign choreographers participating in the Indonesian Dance Festival.

Now is the time for us to take another look at the journey in the virtual adventure of

Billowing Sails, a series of short videos from the artists who helped shape the map of the Indonesian Dance Festival. Regarding this matter, the IDF sailing map does not only show the relationships between artists across

(38)

This agenda is an attempt to investigate the important role of dance as a source of knowledge. Dance has shown us the links between the body and the dynamics of culture, historical conte t, economy, and global discourse. In addition to building shared optimism, reviving our power, and building strength in dealing with some issues caused by the pandemic, this agenda serves to remap the various sources of dance power to help us project alternative strategies in preparing for the post-pandemic future of Indonesian dance.

Agenda ini adalah upaya menelisik peran penting tari sebagai sumber pengetahuan. Bagaimana tari memperlihatkan pertautan antara ketubuhan dengan dinamika

kebudayaan, konteks sejarah, ekonomi, dan medan pertarungan wacana global. Selain demi membangun optimisme bersama, menghidupkan daya, dan menggalang kekuatan dalam menghadapi persoalan pandemi, agenda ini berfungsi untuk memetakan ulang berbagai sumber kekuatan tari, yang pada gilirannya kita mampu memproyeksikan strategi alternatif dalam mempersiapkan masa depan tari Indonesia pasca-pandemi.

Gambar

Graphic  Tandun

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar, mengetahui hasil belajar, dan mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran matematika pada

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang Penggantian Biaya Kepada Saksi Atau Ahli Dalam

Selain itu untuk masalah yang didominasi oleh difusi dan masalah yang didominasi oleh konveksi, algoritma multigrid ekstrapolasi Richardson dengan strategi pelabelan

Lebih lanjut lagi, dengan adanya Space Force tersebut dapat dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan isi Pasal 4 the Outer Space Treaty 1967 (The OST 1967) yang

size perusahaan terhadap expected return saham X1 = laporan arus kas kegiatan operasi X2 = laporan arus kas kegiatan investasi X3 = laporan arus kas kegiatan pendanaan

Hal ini bertujuan bukan hanya untuk meningkatkan tingkat investasi pada reksadana syari’ah akan tetapi lebih pada untuk menunjukkan bahwa pasar modal syari’ah khususnya

Penerapan konsep “membangun dari pinggiran” dewasa ini dilingkupi oleh situasi semangat kebijakan fiskal yang menekankan pembangunan infrastruktur khususnya dengan

Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh bermain sebaiknya digunakan untuk peningkatan belajar lompat jauh gaya menggantung, hal in dibuktikan dengan