• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta. Sampel penelitian ini diambil dari peserta senam kelompok Persatuan Diabetes Indonesia (PERSADIA) di RS PKU Muhammadiyah Unit 1 Yogyakarta dari bulan April-Oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas senam ADUHAI terhadap kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 2.

Tabel 3. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 6 35%

2 Perempuan 11 65%

Jumlah 17 100%

Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan gangguan metabolik akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia dengan angka 90-95% dari seluruh kasus diabetes (American Diabetes Association, 2014). Pada Tabel 3 terlihat bahwa subjek penderita DM tipe 2 pada penelitian dengan jenis kelamin perempuan merupakan

(2)

48

proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 65% dari seluruh sampel penelitian. Adapun proporsi sampel dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 35%.

Data tersebut sesuai dengan penelitian Indriyani (2007) yang menyatakan bahwa diabetes melitus pada usia 40 – 70 tahun lebih banyak terjadi pada perempuan, Sedangkan pada laki-laki lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal saat sindroma siklus bulanan (pre-menstrual syndrome) dan pasca-menopause pada perempuan yang membuat distribusi lemak menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh (IMT) meningkat dengan persentase lemak lebih tinggi yakni berkisar 20-25% dari berat badan total dan kadar LDL yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang umumnya memiliki jumlah lemak berkisar 15-20% dari berat badan total (Karinda, 2013; Irawan, 2010 dalam Trisnawati, 2013; Jelantik, 2014). Kondisi ini mengakibatkan penurunan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (Indriyani, 2007; Fatimah, 2005). Akibatnya perempuan memiliki faktor risiko terjadinya DM 3-7 kali lebih tinggi (Karinda, 2013).

2. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Usia Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan sampel sebanyak 17 orang. Menurut WHO (2002) sebagian besar negara maju mendefinisikan lansia sebagai seseorang dengan usia ≥65 tahun (WHO, 2002).

(3)

49

Tabel 4. Deskripsi penderita diabetes melitus tipe 2 berdasarkan usia

No Usia Jumlah Persentase

1 Lansia (≥65 tahun) 4 24%

2 Tidak Lansia (45-64 tahun) 13 76%

Jumlah 17 100%

Pada Tabel 4 terlihat bahwa subjek pada penelitian yang termasuk tidak lansia merupakan proporsi sampel paling tinggi, yaitu sebanyak 76% dari seluruh sampel penelitian. Data tersebut sesuai dengan laporan oleh IDF di wilayah Western Pacific dimana Indonesia masuk didalamnya, kelompok usia 40-59 tahun merupakan kelompok paling banyak menderita DM tipe 2 (IDF, 2015). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (2013) turut menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus meningkat sesuai dengan bertambahnya usia namun mulai usia ≥65 tahun cenderung menurun (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Menurut Irawan (2010) semakin tua usia seseorang maka makin tinggi risiko untuk menderita DM tipe 2. Seseorang yang berusia 26-35 tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45 tahun berisiko 14,99 kali bila dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun (Irawan, 2010). Hal tersebut dikarenakan semakin lama usia suatu organ tubuh bekerja maka semakin menumpuk pula sisa-sisa metabolit yang tidak diperlukan tubuh, dalam hal ini lemak yang menyertai aktivitas organ tersebut sehingga kadar lemak dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan usia (Karinda, 2013). Pada seseorang yang berusia setelah 40 tahun mulai terjadi proses aging yang bermakna dengan penurunan kondisi fisiologis yang

(4)

50

menurun dengan cepat sehingga kemampuan sel β pankreas berkurang dalam memproduksi insulin (Karinda, 2013; Sujaya, 2009 dalam Trisnawati, 2013). Selain itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35% yang berhubungan dengan peningkatan kadar lemak dalam sel-sel otot tersebut sebesar 30% dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati, 2013).

3. Efektivitas Senam ADUHAI Terhadap Glukosa Darah Penderita Diabetes Melitus tipe 2

Tabel 5. Perbandingan hasil kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Kode Responden

Kadar Glukosa Darah

Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL) 1 248 136 -112 2 203 195 -8 3 125 129 4 4 125 156 31 5 149 107 -42 6 151 145 -6 7 163 144 -19 8 178 184 6 9 297 114 -183 10 229 227 -2 11 87 119 32 12 194 209 15 13 110 137 27 14 105 138 33 15 90 99 9 16 142 217 75 17 238 120 -118

(5)

51

Tabel 6. Deskripsi perbandingan hasil kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Indikator Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL)

Mean 166.71 151.53 15.18

Maksimum 297 227 70

Minimum 87 99 -12

Pada tabel 5 menunjukkan kadar glukosa darah setiap responden saat sebelum melakukan senam ADUHAI, sesudah melakukan senam ADUHAI, dan selisih dari keduanya. Sedangkan pada tabel 6 terlihat bahwa kadar glukosa darah terendah sebelum senam ADUHAI adalah 87 mg/dL, adapun setelah senam ADUHAI adalah 99 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah tertinggi sebelum senam ADUHAI adalah 297 mg/dL dan setelah senam ADUHAI adalah sebesar 227 mg/dL. Sehingga berdasarkan total seluruh sampel yakni 17 orang diperoleh rata-rata penurunan sebesar 15,18 mg/dL dengan penurunan maksimal sebesar 70 mg/dL dan peningkatan maksimal sebesar 12 mg/dL.

Tabel 7. Hasil uji normalitas kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Kolmogorov-Smirnov Saphiro-Wilk

Kadar glukosa darah pre-

p=0,20 p=0,46

Kadar glukosa darah post-

p=0,04 p=0,08

Uji normalitas data untuk masing-masing variabel sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan dengan menggunakan Saphiro- Wilk karena sampel berjumlah 17 orang (<50 sampel). Suatu data dapat dikatakan normal apabila p≥0,05. Dari hasil uji normalitas diperoleh hasil p=0,46 (distribusi data norrnal) untuk variabel kadar glukosa

(6)

52

darah sebelum senam ADUHAI dan p=0,08 (distribusi data normal) untuk variabel kadar glukosa darah sesudah senam ADUHAI, sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal.

Tabel 8. Hasil uji Paired-sample T test kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI

Variabel Mean SD 95% Confidence of Interval p value Kadar glukosa darah Sebelum Sesudah 1,52 65,22 Minimum Maximum -18,36 48,71 0,35

Dikarenakan distribusi data yang normal, data yang diperoleh dapat diuji dengan uji Paired-sample T Test, hasil dikatakan signifikan apabila nilai p<0,05. Berdasarkan uji Paired-sample T Test diperoleh angka signifikansi p=0,35 (tidak signifikan), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah puasa penderita diabetes melitus tipe 2 sesudah mengikuti senam ADUHAI.

Latihan fisik atau olahraga merupakan bagian dari empat pilar penatalaksanaan DM dan strategi nonfarmakologis yang fundamental untuk tata laksana dan kontrol DM tipe 2 terhadap risiko penyakit kardiovaskular (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), 2011; Mendes, 2015). Menurut Santoso (2008) dalam Suryanto (2009) olahraga yang dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis salah satunya adalah senam yang bersifat aerobik (Santoso, 2008 dalam Suryanto, 2009).

(7)

53

Senam ADUHAI (Atasi Diabetes Untuk Hidup Sehat dan Ideal) yang merupakan senam yang terdiri dari gerakan-gerakan modifikasi senam kaki diabetik dan mencakup 3 tahapan yakni pemanasan (warming up), inti (conditioning) dan pendinginan (cooling down). Senam ADUHAI dilakukan dengan posisi duduk tegak tanpa bersandar, hal ini bertujuan untuk mempermudah latihan jasmani. Senam ADUHAI memiliki 18 gerakan dengan durasi selama 7 menit 54 detik. Senam ADUHAI dilaksanakan oleh 17 responden selama 4 minggu.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada kadar glukosa darah sebelum dan sesudah senam ADUHAI. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Fahmi (2013) yang berjudul Pengaruh Senam Ergonomis pada Penderita DM Tipe 2 terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa 2 Jam Postprandial yang dilakukan pada 30 responden menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial pada kelompok intervensi dan kontrol dengan p=0,638dan p=0,877 (Fahmi, 2013).

Berbeda dengan pernyataan sebelumnya, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh Utomo, et al (2012) yang berjudul Pengaruh Senam Terhadap Kadar Gula Darah Penderita Diabetes pada 84 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, yakni kelompok intervensi dan tanpa intervensi. Pada kelompok intervensi dilakukan senam sebanyak 3 kali dalam seminggu. Penelitian tersebut menunjukkan

(8)

54

bahwa terdapat perbedaaan kadar glukosa darah sewaktu sebelum dan sesudah pada kelompok dengan intervensi dengan penurunan glukosa darah 2,3 kali dibanding kelompok tanpa intervensi (31,5 mg/dl berbanding 13,5 mg/dl) dengan nilai p= 0,0001.

Tidak terjadinya penurunan kadar glukosa darah pada penelitian ini dapat disebabkan oleh faktor durasi, pola makan, aktivitas sehari-hari, tingkat kepatuhan dan hormon.

Secara teoritis, pada saat seseorang melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Glukosa disimpan sebagai glikogen dalam otot dan hati, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada permulaan latihan jasmani. Setelah melakukan latihan jasmani selama 10 menit, maka akan terjadi peningkatan kebutuhan glukosa sel 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, maka akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Guelfi (2007) menjelaskan bahwa pada latihan jasmani intensitas sedang selama 30 menit dapat menurunkan tingkat glukosa darah lebih besar daripada latihan dengan intensitas tinggi (Guelfi, 2007). Jadi, durasi senam yang hanya 7 menit 54 detik belum dapat menurunkan kadar glukosa darah karena peningkatan kebutuhan glukosa sel akan meningkat setelah menit ke 10.

(9)

55

Pola makan juga berpengaruh kepada penurunan glukosa darah penderita DM tipe 2. Karbohidrat dapat dibagi menjadi 2 yakni karbohidrat kompleks dan karbohidrat sederhana. Karbohidrat kompleks dapat berupa roti, kentang, nasi. Sedangkan karbohidrat sederhana berupa selai, jelly, sirup, limun, es krim. Menurut Gondosari (2009), mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat sederhana dapat menyebabkan gula darah meningkat tajam. Hal lain yang berpengaruh yaitu prinsip diet diabetes berupa ‖3J‖ yaitu tepat jumlah, jadwal dan jenis (Gondosari, 2009). Namun, pada penilitian ini pola makan penderita DM tipe 2 tidak diamati oleh peneliti.

Selain durasi dan pola makan, aktivitas sehari- hari juga dapat mempengaruhi glukosa darah. Menurut Rachmawati (2011) seseorang yang melakukan aktivitas sehari- hari berupa membersihkan, mencuci dan memasak mempunnyai kadar glukosa darah yang lebih terkontrol dibandingkan seseorang yang kurang bergerak (menonton, berbaring) (Rachmawati, 2011)

Pada saat seseorang melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan dua hari sekali atau seminggu 3 kali (Rachmawati, 2010). Senam ADUHAI dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, selama 4 minggu. Namun masih terdapat banyak subjek yang

(10)

56

melakukan senam 1 hingga 2 kali dalam seminggu. Tidak patuhnya pelaksanaan senam ADUHAI ini berakibat tidak tercapainya efek senam yaitu penurunan glukosa darah puasa.

Kadar glukosa darah juga dipengaruhi epineprin, kortisol dan growth hormone yang sekresinya dikontrol oleh hipotalamus. Epineprin dan kortisol meningkat selama stress dan akan bertahan selama 24-72 jam, setelah itu kedua hormon ini akan kembali ke tingkat normal (Sherwood, 2011). Epineprin meningkatkan kadar glukosa darah dengan merangsang sekresi glukagon yang berfungsi pada proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, menghambat sekresi insulin dan meningkatkan kadar asam lemak dengan mendorong lipolisis. Kortisol mempunnyai efek metabolik meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan merangsang glukoneogenesis hati, menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan (kecuali otak), merangsang penguraian protein menjadi asam amino untuk glukoneogenesis, serta meningkatkan lipolisis (Ranabir & Reetu, 2011). Hormon yang berikutnya adalah growth hormone, hormon ini akan meningkatkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa sehingga kadar asam lemak dalam darah meningkat dan penyerapan glukosa berkurang (Sherwood, 2011).

Pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengontrol gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat para penderita sehingga faktor-faktor

(11)

57

tersebut dapat mempengaruhi kadar glukosa darah responden. Selain faktor-faktor diatas, jumlah sampel yang tidak mencapai sampel minimal dan jenis penelitian yang masih pra eksperimental sangat mungkin mempengaruhi hasil penelitian, sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut.

B. Hambatan Penelitian

1. Masih terdapat variabel pengganggu seperti gaya hidup, pola makan, lingkungan dan obat yang dapat mempengaruhi hasil dari penelitian. 2. Jumlah sampel tidak memenuhi jumlah sampel minimal.

3. Pertemuan dengan peserta yang hanya dapat dilakukan seminggu satu kali membuat follow up menjadi kurang baik.

Gambar

Tabel  3.  Deskripsi  penderita  diabetes  melitus  tipe  2  berdasarkan  jenis  kelamin
Tabel  5.  Perbandingan  hasil  kadar  glukosa  darah  puasa  sebelum  dan  sesudah senam ADUHAI
Tabel 7. Hasil uji normalitas kadar glukosa darah sebelum dan sesudah  senam ADUHAI
Tabel  8.  Hasil  uji  Paired-sample  T  test  kadar  glukosa  darah  sebelum  dan sesudah senam ADUHAI

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi sumber daya ikan melimpah, hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dapat lebih banyak walaupun dengan upaya penangkapan yang kecil.. Trend CPUE

Simpulan Penelitian: Terdapat penurunan derajat nyeri haid primer pada mahasiswi FK UNS setelah diberikan hipnosis dibandingkan dengan sebelum diberikan

 Bimbingan Pengembangan Konsep Diri Positip.. TUNA RUNGU 

Dilihat dari hasil penelitian terbukti dengan mengelola lahan secara agroforestry dengan sistem tumpangsari dapat meningkatkan produktifitas tanah, dapat meningkatkan upaya

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini difokuskan pada bagaimana alam dan adat masyarakat Limbanang dapat menjadi sumber pembentukan

[r]

Adapun tahapan pengembangan alat pengaman laboratorium sebagai berikut : (1) tahap analisis (analysis), Hasil tahap analisis adalah proses pengumpulan kebutuhan

Oleh karena itu dibuatlah website SMAN 64 dengan menu menu seperti menu profil umum sekolah, profil kepala sekolah dan guru, profil siswa, fasilitas, ekstrakulikuler dan menu