• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan ruang terbuka hijau kota Bogor dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan ruang terbuka hijau kota Bogor dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik:"

Copied!
237
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN RUANG

TERBUKA

HIJAU KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN PENDEWTAN SISTEM DINAMIK

AND1 C H A W L

ACHSAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTlTUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESXS DAN SUMBER IUVIFORMASI

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa tesis Perencanaan b a n g Terbuka Hijau Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistern Dinamik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumlcan d a l m D a k Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2009

Andi Chairul Achsan

(3)

ABSTRACT

AND1 CHAIRUL ACHSAN. Green Open Space Planning In Bogor City With

Using System Dynamics Approach. Supervised By SETXA HADI, ARIS MUNANDAR, ALINDA F.M. ZAIN.

One of the important points of the structure of a city is green open space. Development in several cities in Indonesia has shown a significant decrease of green open space area. The growing number of population and rising demand of land have marked the changes in the scope of green open space, indicating that this is a dynamic and multi sectoral problem. One

of

applicable approaches that can be used to see the dynamics of a city and shows and interdependence relationship between one element of city planning and the others is dynamic system approach method. The purpose of these research are: 1) To build green open space model structure in Bogor based on biophysical, social and economicd aspects using the dynamic system approach, 2) To design a scenario of green open

space policy in Bogor using the dynamic system approach, 3) To analyze the

optimizing of the green open space distribution spatially. The built up model structure produces a prediction on each monitored variable ; the green open space variable shows a decrease on its scope, from 5.918 ha in the year 2000, and drops down to 2.977 ha in 2029. While the population variable and PDRB shows an increase, from 714.713 inhabitants to 1.988.600 in 2029 and the PDRB variable shows an increase from Rp. 1.878.754 million in 2000 and will be Rp. 9.689.482 million in 2029. Bogor green open space planning policy analysis formulates three scenarios which are progressive, continuous and conservative scenario. The simulation on progressive scenario shows that by the end of the year the scope of green open space in Bogor is 2.548 ha (21,50%), and the scenario shows that the result of 3.504 ha (29,57%) ha while the continuous scenario shows the number of 5.994 ha (50,58%). Among the t h e e the one that can be used as an alternative of an effective policy in relation with green open space planning in Bogor is the continuous one. The spatial analysis produces a result which shows spatial information of increasing allocation on green open space to support the comfort of living in Bogor. The allocation of green open space in Bogor is spread out several districts including Kelurahan Kayu Manis, Kedung Halang, Mulyaharja, Parnoyanan, Kertamaya, Genteng, Balumbang Jaya, Situ Oede, Semplak.

(4)

AND1 CEL4IRUL ACHSAN. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik. Dibimbing oleh SETXA

HADI, ARIS MUNANDAR dan ALINDA F.M. ZAXN.

Salah satu bagian penting dari struktur atau komponen penyusun kota adalah ruang terbuka hijau kota. Ruang terbuka hijau sebagai salah satu komponen lanskap mempunyai peran yang cukup penting dalam mendukung tenvujudnya lanskap kota yang berkelanjutan. Perkembangan pembangunan dibeberapa kota di Indonesia setiap tahunnya menunjukkan terjadinya p e n m a n luasan ruang terbuka hijau kota. Perubahan ruang terbuka hijau dari waktu ke waktu ditandai dengan semakin meningkatnya j&lah penduduk kota dan sernakin tingginya permintaan terhadap lahan kota menunjukkan bahwa permasalahan ruang terbuka hijau rnerupakan permasaiahan yang dinamis dan multi sektar. Perlu adanya suatu pendekatan yang mampu menjawab kebutuhan perencanaan tata ruang rnelalui penggunaan metoda atau teknik analisis yang dapat menggambarkan hubungan saling keterkaitan diantara komponen-komponen struktur penyusun xuang kota. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat dinamika perkotaan dan inarnpu mernperlihatkan hubungan saling keterkaitan antar unsur-unsur penataan ruang kota adalah metode pendekatan sistem dinamik. Tujum Penelitian ini adafah : 1) .Menyusun strukhrr model penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan aspek biofisik, sosial dan ekonomi dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik, 2) Merancang skenario kebijakan penatam ruang terbuka hijau Kota Bogor dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik, 3) Menganalisis optimalisasi distribusi mang terbuka hijau Kota Bogor secara spasial.

Penyusunan strulctur model dinamik sistem penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor dibagi ke dalam tiga subrnodel yaitu submodel penduduk, submodel ekonomi dan submodel ruang terbuka hijau. Secara keseluruhan ketiga sub model '

rnenunjukkan adanya hubungan saling keterkaitan dan secara matematik dirumuskan rnelalui penggunaan simulasi komputer. Berdasarkan struktur model yang dibangun, diperoleh hasil prediksi yang menunjukkan perilah dari rnasing- masing variabel yang diamati sefama periode waktu simulasi yaitu dari tahun 2000-2029, dimana untuk variabel ruang terbuka hijau terjadi penurunan luas mang terbuka hijau selama periode t a b simulasi y a k dari 5.93 8 ha pada t a b 2000 menurun menjadi 2.977 ha pada tahun 2029. Pada variabel penduduk dan PDRB kedua-duanya mengalami peningkatan, dimana untuk variabel penduduk meningkat dari 714.713 jiwa pada tahun 2000 menjadi 1.988.600 jiwa pada tahun 2029 sedangkan

untuk

variabel PDRB meningkat dari Rp. 1.878.754 juta pada tahm 2000 menjadi Rp. 9.689.482 juta pada tahun 2029.
(5)

ruang terbuka hijau berkurang narnun relatif terkendali, kenyamanan berkurang namun relatif terkendali, pada skenario berkelanjutan diasumsikan jurnlah penduduk inengalami peningkatan namun relatif terkendali, ruang terbuka hijau mengalami penambahan disesuaikan dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat kenyamanan mengalami peningkatan. Hasil simulasi pada skenario progresif rnenunjuMcax1 pada akhir tahun simulasi h a s ruang terbulca hijau di Kota Bogor sebesar 2.548 ha (21,50%), pada skenario konservatif sebesar 3.504 ha

(29,57%) sedangkan pada skenario berkelanjutan sebesar 5.994 ha (50,58%). Dari hasil yang diperoleh pada ketiga skenario, skenario yang dapat digunakan sebagai alternatif kebijakan yang efektif terkait dengan penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor adalah skenario berkelanjutan.

Berdasarkan hasil simulasi pada model maka penentuan alokasi distribusi sebaxan mang terbuka hijau secara spasial dapat dilakukm namun penentuan distribusi spasial ruang terbuka hijau Kota Bogor tidak secara langsung terhubung dengan hasil sirnulasi pada model akan tetapi dilakukan secara terpisah, Penentuan distribusi mang terbuka hijau Kota Bogor secara spasial didasarkan pada hasil simulasi skenario kebijakan yang optimal. Berdasarkan analisis spasial yang dilakukan diperoleh hasil yang menunjukkan informasi spasial alokasi penambahan ruang terbuka hijau untuk rnendukung terciptanya kenyarnanan di Kota Bogor. Alokasi penambahan ruang terbuka hijau di Kota Bogor tersebar di beberapa lokasi yang dibagi kedafam beberapa wilayah kelurahan meliputi Kelurahan Kayumanis, Redung Halang Mulyaharja, Pamoyanan, Kertamaya, Genteng, Balmbang Jaya, Situ Gede, Semplak.

(6)

I . Dilarang mengutip sebagian amu seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumber.

a. Pengutipannya hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitiun, penulisan karya ilmiah, penyusunan lapaoran, penulisan kritik atau

tinjauan suatu rnasalah.

b. Pengutipan tidak merugikan hpentingan yang wajar IPB

(7)

PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR DENGAN MEMGGUNAKAN PENDEKATAN SISTEM DINANIIK

ANDX CZXAIRUL ACHSAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk untuk rnemperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASAR JANA INSTITUT PERTANLAN BOGOR

(8)

Judul Tesis

Narna

NRP

Program Studi

Dr. Ir. Aris ~unandar, M.S. hggota

: Perencanam Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik

: Andi Chairul Achsan : A251060081

: Arsitektur Lanskap

Disetujui

Ko~nisi Pembimbing

Dr.

Ir.

Setia Wadi, M.S. Ketua

1-

Dr.

Ir.

Almda F.M. Zain. M.Si, Anggota

. .. .

iril Anwar Notodiputro, M.S.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul "Perencanaan Ruang Terbuka Z j a u Kota Bogor Dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Dinamik". Tesis ini disusun sebagai salah safu syarat untuk menyelesaikan jenjang peddikan S2 dan rnemperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.S selaku ketua komisi pembimbing, bapak Dr. Ir. Aris Munandar, M.S dan Dr. Ir. Alinda P.M. Zain, M.Si seliku anggota koinisi pembimbing yang senantiasa rnemberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis selama melakukan kegiatan penelitian dan dalam inelakukan penyusunan tesis serta kepada bapak

Ir.

Qodarian Pramukanto, M.Si selaku dosen penguji atas masukan, kxitik daa saran untuk kesempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sarnpaikan kepada selunrh staf pengajar di lingkungan Program Sbdi Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor, atas ilmu yang telah diberikan selama menjalani pendidikan. Kepada segenap jajaran Pernerintah Daerah Kota Bogor, Dinas Tata Kota d m Pertamman Kota Bogor, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Bogor (Bappeda), Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Dinas Pemukiman serta beberapa instansi lainnya yang telah rnemberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan penelitian.

(10)

penyelesaian tugas akhir serta kepada Yayasan Dana Mandiri Sejahtera yang telah memberikan bantuan dana penelitian selama melakukan kepiatan penyusunan tesis.

Akhirnya, penulis mengharapkan kritik dan saan yang konstruktif untuk perbaikan dm penyempurnaan tesis ini agar dapat bermanfaat bagi sernua pihak.

Bogor, Juni 2009

(11)

Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 23 Agustus 1982, merupakan anak pertama dm 3 bersaudara pasangan Baso Opu Andi Syafruddin dan Andi

Nwhany Hamid. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Palu pada tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Palu pada tahun 1997, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Palu pada tahun 2000. Pendidikan S l ditempuh di Institut Pertanian Bogor pada Progr?~n Studi Arsitektw Lanskap dan menyelesaikan studi pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penuIis melanjutkan pendidikan

S2

pada program studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
(12)

DAFTAR IS1

...

DAFTAR TABEL xv

.

.

...

DAFTAR GAMBAR xvii

...

.

DAFTAR LAMPIRQN

.

.

xviii

I

.

PENDAHULUAN ... 1

...

1.1 Latar Belakang 1

...

1.2 Tujuan Penelitian 5

1 -3 Kegunaan Penelitian

...

5

...

1.4 Kerangka Pernikiran G

...

II

.

TINJAUAN PUSTAKA 7

...

2.1 Perencmaan Tata R u g Kota

...

2.2 Konsep Ruang Terbuka Hijau

2.2.1 Definisi Ruang Terbuka Hijau

...

2.2.2 Fungsi Ruang Terbuka Hij au ... :

...

2.2.3 Bentuk Ruang Terbuka Hij au

...

2.2.4 Jenis dan Luas Cakupan Ruang Terbuka Hijau

...

2.2.4.1 Jenis Ruang Terbuka Hijau ...

2.2.4.2 Luas Ruang Terbuka fijau Perkotaan

...

...

2.3 Penge~tian Sistem dan Model

2.3.1 Pendekatan Sistem D a l m Penyusunan Tata Ruang

...

2.3.2 Pernodefan Dengan Pendekatan Sistem Dinamik ...

2.3.2.1 Langkah-langkah Pemodelan Dengan Pendekatan

...

Sistem Dinamik

2.4 Sistem Infomasi geografis

...

3.1 Tempat dan Waktu ... 3 -2 Alat dan Bahan ...

3.3 Metode Penelitian

...

...

3.3.1 Teknik Pengurnpulan Data Dan Jenis Data . .

3.3.2 Analisis Data

...

3.3.2.1 Pemodelan Sistern Dinarnik Penataan

Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor ...

3.3.2.1.1 Analisis Kebutuhan ...

3.3.2.1.2 fdentifikasi Masalah ... 3 .3.2.1.3 Konseptualisasi Sistern ...

(13)

3.3.2.1.5 Analisis Perilaku Model ... 35

... 3.3.2.1.6PengujianModef 35 ... 3.4 Analisis Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor 35 3.5 Analsis Spasial Optimalisasi Distribusi Ruang Terbuka Hijau KotaBogor ... 35

4.1 FisikDasar ... 37

...

4.1.1 Letak Geografis Dan Wifayah Administrasi

.

.

... 37

4.1.2 Klimatologi ...

.

.

.

...

37

4.1.3Topogra

fi

...

.

.

... 37

4.1.4 Geologi

...,...+...

38

...

4.4.5 Edrologi 38 4.1.6 P e n g p a a n Lahan

...

.

.

. . . .

39

...

4.1.7 Rumg TerbuJca Hijau Kota Bogor 41 4.1.7.1 Jenis Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor ... 4.1.7.2 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Fungsinya ... 48

....

4.1.7.3 Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kepemilikannya 50 4.2 Kependudukan Kota Bogor ... 51

4.2.1 Jumlah Dan Penyebaran Penduduk ... 51

4.2.2 Kepadatan Penduduk ... 52

4.2.3 Pertumbuhan Penduduk ... 52

4.2.4 Komposisi Penduduk ... 54

4.2.4.1 Komposisi Penduduk Menurut Matn Pencaharian ... 54

4.2.4.2 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

...

54

4.3 Perekonomian Kota Bogor

...

55

4.3.1 Struktur Perekonomian Kota Bogor ... 55

...

4.3.2 Pertumbuhan Ekonorni 56 4.3.3 Daya Beli Masyarakat Dan Pendapatan Per Kapita

...

57

... 4.3.4 Sektor Informal 58 ... 4.3.5 Pola Investasi 59 ... 4.3.6 Identifikasi Sektor-sektor Unggulan Kota Bogor 60 ... 4.3.7SektorEkonomiLainnya 61 V

.

KASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

5.1 Pernodelan Sistem Dinamik Penataan Ruang Terbuka Hijau

...

KotaBogor : ... 62

5.1.1 Analisis Kebutuhan ... 62

... 5.1.2 Identifikasi Masalah 63 ... 5.1.3 KonseptuaIisasi Sistem 64 5 . f . 4 Perurnusan Model ... ... 67

5.1.5 Analisis Psrilaku Model ... 74

. .

(14)

5.2 Analisis Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hij au Kota Bogor ... 82

5.3 Analisis SpasiaI Optimalisasi Distribusi Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor ... 91

VI

.

KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

6.1 Kesimpulan ... 95

6.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(15)

DAFTAR TABEL

...

.

1 Jenis. unit. sumber data dan pendebtan penelitian 27

2

.

Kriteria penilaian kondisi biofisik kawasan

. .

untuk pengembangan ...

ruang terbuka hljau

3

.

Kemiringan lereng berdasarkan luas lahan Kota Bogor tahun 2004 ...

4 . Penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2000. 2005 ...

5 . Jumlah dan persentase penduduk Kota Bogor menurut kecamatan

...

...

dan kelurahan tahun 2006 .,

...

.

6 Kepadatan penduduk Kota Bogor m e n m t kelurahan tahun 2006

7 . Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor menurut

...

kecamatan tahun 1995-2006

8 . Jumlah penduduk lahir dan mati di Kota Bogor menurut kecamatan ...

tahun 5996-2005

9 . . Jumlah penduduk datang dan pindah di Kota Bogor menurut

...

kecamatan tahun 1996-2004

10 . Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kota Bogor

tahun 2005 ...

1 1 . Jumlah penduduk menurut tingkat pendidkan di Kota Bogor

...

menurut kecamatan tahun 2005

12 . Produk domestik regional bruto Kota Bogor Menurut

...

Iapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2000-2006

...

.

13 PDRB Kota Bogor berdasarkan harga konstan tahun 2000.2004

14 . PDRB Kata Bogor berdasarkan harga konstan dan laju

pertumbuhan ekonomi 2002-2006 (juta rupiah) ... 57

15. Purchasing Power Pariy (PPP) per kecamatan di Kota Bogor

tahun 2000-2006 (dalam ribu rupiah)

...

58

16 . Perkembangan industri. tenaga kerja. dan investasi di Kota Bogor

tahun 1997-2005 ... 59

17 . Rekapitulasi perkembangan perdagangan. tenaga kerja. investasi

dan nilai ekspor di Kota Bogor tahun 1999-2005 ... 59

18

.

Kebutuhan stakeholder dalam perencanam

ruang terbuka hijau Kota Bogor ... 62

19

.

Jumlah penduduk Kota Bogor selama periode tahun simulasi ... 74

...

(16)

2 1

.

Luas ruang terbuka hijau Kota Bogor selama periode tahun simulasi

...

77

22 . Nilai

THI

Kota Bogor selama periode tahun simulasi ... 79

23

.

Intervensi parameter model pada masing-masing skenario

...

.

.

...

83 ... 24 . Hasil simulasi dengan rnenggunakan skenario progresif 84

...

25. Hasil simulasi dengm rnenggunaknn skenario berkelanjutan 86

. .

(17)

DAFTAR GAMBAR

[image:17.602.64.482.37.808.2]

Halaman ...

Kerangka pemikiran 6

...

Peta lokasi penelitian

.

26

.

Tahapan penyusunan optimasi penataan ruang dengan rnenggunakan

pendekatan sistem dinamik ...

.

.

... 28

Diagram Xingkar sebab akibat sistem perencanaan .

.

ruang terbuka hijau Kota Bogor ... 30

Diagram alir model dinamik dengan menggunakan bahasa powersim ... 33

Peta penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005 ... 40

Diagram lingkar sebab akibat sistem perencanaan

...

ruang terbuka hjjau Kota Bogor 65 Diagram input-output perencanam ruang terbuka hijau Kota Bogor ... 67

How

diagram sub model penduduk ... 68

Flow diagram sub model ekonomi

...?...

.,... 69

Flow diagram sub model ruang terbuka hijau ... 72

Flow diagram sub model penduduk. ekonomi dan

. .

' ruangterbukahtjau ... 73

Grafik jumlah penduduk Kota Bogor sdarna periode tahun simulasi

...

75

Gxafik nilai PDRB Kota Bogor selama periode tahun simulasi

...

75

G-rafik luas ruang terbuka hijau Kota Bogor selama periode ... t hsimulasi 78 Grafik nilai TI3 selama periode tahun simulasi

...

80

Grafik perbandingan Penduduk Aktual Dan Penduduk Hasil Simulasi .... 81

Grafik perbandingan PDRB aktuaI dan PDRB hasil simulasi ... 81

Grafik perbandingan ruang terbuka hijau a h a 1 dan mang terbuka hijau hasil sirnulasi ... 81

Grafik hasil simulasi dengan menggunakan skenario progresif

...

84

Grafik hasil simulasi dengan menggunakan skenario berkelanjutan ... 86

Grafik hasil sirnulasi dengan menggunakan skenario konservatif ... 88

Grafik perbandingan ketiga skenario ... 90

... Peta eksisting ruang terbuka hijau Kota Bogor ... .., 93

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Equation model sistem penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor

...

103

. .

2. Penguj~an model..

...

108 3. Nilai awal dan parameter

...

.

.

.

...

109 4. Peta penutupan lahan Kota Bogor

...

1 11

5. Peta kemiringan lereng Kota Bogor ... 112 . .

(19)

Salah satu bagian penting dari struktur atau komponen penyusun kota yang

.

.

ikut berkontribusi ddam rnenjaga d m menentukan stabilitas dan keberlanjutan dari suatu wilayah kota adalah ruang terbuka hijau kota. Ruang terbuka hijau kota merupakan mg-ruang terbuka (open space) di berbagai tempat di suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijam dan berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung mtuk kehidupan rnanusia dm kesejahteram rnanusia atau warga kotanya selain

untuk

kelestarian dan keindahan lingkungan (Nwisyah, 1996).

Ruang terbuka hijau sebagai salah satu komponen lanskap mempunyai peran yang cukup penting dalam mendukung terwujudnya lanskap kota yang berkelanjutan. Keberadaan ruang terbuka hijau disamping memberikan manfat secara ekologi juga bermanfaat secara sosial, ekonomi dan estetis. Adanya bexbagai macam jenis vegetasi sebagai elemen pembentuk ruang terbuka hijau kota berperan penting dan efektif dalam meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan antara lain pereduksi polusi, meminimalkan erosi dm longsor, ameliorasi iklim, penyerap air tanah dan keindahan alami kota (Nmisyah, 2007).

Perkembangan pembangunan

di

beberapa kota di Indonesia setiap tahunnya menunjukkan terjadinya p e n m a n luas ruang terbuka hijau.

Kecenderungan terjadil=ya penurunan kualitas ruang terbuka publik terutama mang terbuka hijau pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar di Indonesia luas ruang terbuka hijau telah berkurang dari dari 35% pada awal tahun 1970-an menjadi kurang dari 10% pada saat ini. Ruang terbuka hijau yang ada sebagian besar telah di konversi menjadi idxastruktur perkotaan seperti jaringan jalan, gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan kawasan pemukiman

(DPU, 2006).

Jumlah penduduk perkotaan yang terns ~neningkat dari waktu ke w k t u rnemberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap pemanfaatan ruang kota,

ha1 ini ditunjukkan oIeh semakin tingginya tingkat konversi lahan, terutama &ri

(20)

di wilayah kota merupakan penyebab dari meningkatnya jumlah penduduk perkotaan. Tingginya aktivitas pembangunan perkotmn melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana fisik dan infrastruktur perkotaan dapat menjadi daya tarik terjadinya urbanisasi, ha1 ini dikarenakan ketersediaan fasilitas perkotaan yang ada dianggap mampu memberikan penyediaan lapangan kerja clan pada akhirnya skan mengakibatkan meningkatnya jumIah penduduk kota.

Data kependudukan yang ada menunjukkan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pada t a b 1980 jumlah penduduk perkotaan bam rnencapai 32,s juta jiwa atau 22,3% dari total penduduk nasional. Pada tahun 1990 angka tersebut meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9%, dan menjadi 90 juta jiwa atau 44 persen pada tahun 2002. Berdasarkan perhitungan BPS dan Bappenas persentasi penduduk perkotaan pada 2005 telah mencapai 48,3%. Angka tersebut diperkirakan akan mencapai 150 juta atau 60% dari penduduk Indonesia pada tahun 2015 (DPU, 2006).

Kota Bogor merupakan salafi satu kota di Indonesia yang mengalami perkembangan pembangunan kota yang cukup pesat. Jumlah penduduk yang terns bertarnbah setiap tahunnya mengakibatkan aktivitas pembangunan di

Kota

Bogor semakin meningkat. Data BPS Kota Bogor (2007) menunjukkan jumlah penduduk

di

Kzts Bogcr rnezgsl~zi peningkatan selama periode tahxm 1995-2006, yzitu dari 647.9 12 jiwa pada tahun 1995 rneningkat rnenjadi 879.13 8 jiwa pada tahun 2006 atau mengalami peningkatan sebesar 35,7%.

Tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Bogor mengakibatkan kebutuhan a k a lahan terbangun menjadi semakin tinggi, terutama l a h a n - l a b yang dipemtukkan untuk aktivitas sosial dan ekonomi berupa Iahan-lahan untuk sarana pemukiman, fasilitas-fasilitas sosial dan fasifitas urnurn, fasilitas perdagangan dan jasa, industri dan sebagainya. Penjngkatan lahan terbangun di Kota Bogor akan mengakibatkan lahan-lahan terbuka yang ada Wlususnya mang terbuka hijau beralih fungsi sehingga mengakibatkan ketersediaan mang terbuka hijau di Kota Bogor menjadi semahn berkurang.

Data penggunaan lahan yang ada menunjukkan adanya penurunan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor sebesar 1,06% selama periode tahun 2000-

(21)

pada tahun 2005 (Bappeda, 2007). Hasil penelitian Yadi Suryadi (2008) juga rnemjukkan te jadi penurunan luas ruang terbuka hijau di Kota Bogor sebesar

15,64% seXama periode tahun 1972-2005.

Ketersediaan ruang terbuka hijau yang semakin berkurang di wilayah perkotaan dapat mengakibatkan timbulnya degradasi lingkungan dan pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya kenyamanan kota. Salah satu bentuk degradasi lingkungan yang cukup dirasakan saat ini khusunya di wilayah Kota Bogor adalah sernakin meningkatnya suhu kota. Data BMG Kota Bogor menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suhu di wilayah Kota Bogor selama periode tahun 2001-2005 dirnana pa& tahun 2001 suhu yang ada sebesar 26,73"C meningkat menjadi 27,04"C pada tahun 2005.

Safah satu upaya pemerintah dalam mengatasi pennasalahan yang terkait dengan ketersediaan mang terbuka hijau adalah dengan mengeluarkan undang- undang, dimana salah satu undang-undang yang saat iai diterapkan pada bidang penatam ruang yaitu undang-undang penataan ruang No. 26 tahun 2007, undang- undang tersebut rnernuat ketentuan yang menjelaskan bahwa luas minimal ruang terbuka hijau yang hams ada dalam suatu wilayah kota adalah 30% dari luas kota.

Pada kenyatmya di beberapa kota besw di Indonesia Xuas ruang terbuka hijm y::r,g ads masih j5~1'1 dibsv~iih standar yang ditetapkan oleh undang--mdang. Sebagai contoh, Kota Jakarta sebagai ibu kota negara hanya menyediakan ruang terbuka hijau sebesar 9,6% dari total has wilayah kotanya (Cipta Karya, 2008). Hal ini memjukkan bahwa pemerintah belm optimal daIam menata dan mengelola ruang terbuka hijau kota. Kurangnya kesadaran dari seluruh

stakeholder terhadap pentingnya menjaga kelestarian liagkungan kota

mengakibatkan keberadaan ruang terbuka hijau belum dianggap sebagai bagian penting dari suatu kawasan perkotaan, sehingga keberadaamya tidak terlalu dijadikan prioritas bagi pemerintah dalam rnefakukan kegiatan penataan ruang kota.

Perkembangan pembangunan kota yang selalu berubah yang ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk kota, yang berakibat pada

(22)

inenunjukkan bahwa pennasalahan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan pernasalahan yang bersifat dinamis dan multi sektor atau rnulti aspek. Selama ini pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam kzgiatan penataan mang berjafan secara linier d m parsiaI dalam arti bahwa kornponen- komponen yang terlibat ddi dalamnya tidak dikaitkan secara jelas dan terstruktur sehingga pengamh yang ditimbulkan akibat perubahan suatu komponen terhadap komponen lainnya tidak terlihat secara jelas. Pemahaman terhadap adanya keterkaitan antara komponen penataan ruang kota serta dinamika yang terjadi di dalarnnya seringkali hanya dinyatakan secara kualitatif saja dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu.

Persoalan mang terbuka hijau sebagai suatu fenomena yang bersifat dinamis yang diakibatkan oleh adanya dinamika aktivitas sosial ekonomi di suatu wilayah kota hendaknya dapat diatasi melalui penggunaan metoda atau teknik analisis yang dapat menggarnbarkan hubungan saling keterkaitan diantara kornponen-komponen struktur penywsun ruang kota dan rnampu melihat dinarnika yang terjadi sebagai dampak dari adanya hubungan saling keterkaitan diantara masing-masing komponen yang ada.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat dinamika

perkstsin khususnyz x z ~ g terbuka hijau kota n&lah dengan m e n g p z k a n metode pendekatan sistem dinamik. Dengan pendekatan sistern dinamik dapat di identifikasi berbagai macam komponen-komponen yang ada di &lam sistem penataan ruang kota yang dianggap berpengaruh terhadap perubahan mang terbuka hijau kota. Dalam menyusun model dinamik penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor ketersediaan ruang terbuka hijau di wilayah kota dapat dinyatakan sebagai suatu stock yang nilainya dapat berubah dengan berjalannya waktu. Pemanfaatan ruang kota rnelalui penyediaan fasilitas fisik dapat dianggap sebagai aliran atau rate yang dapat merubah nilai stack.

Melalui pendekatan sistem dinamik proses perencanaan diharapkan dapat

dilakukan melalui serangkaian kegiatan sirnulasi sebagai sarana untuk

(23)

bersifat spasial maupun non spasial dapat dilakukan. Dengan kata lain pendekatan ini dapat berfungsi sebagai "Early Warning System" dari penerapan suatu kebijakan pengembangan kota sehingga dapat dipilih skenario kebijakan yang paling optimal dan apabila terdapat konsekuensi-konsekuensi tertentu akibat penerapan kebijakan tersebut dapat dipersiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasinya sedini mungkin.

Skenario kebijakan yang diperoleh berkaitan dengan optimalisasi penyediaan ruang terbuka hijau Q Kota Bogor hendaknya tidak hanya menghasilkan nilai prediksi optimal ruang terbuka hijau yang dibutuhkan dimasa yang akm datang, tetapi juga informasi yang diperoleh diharapkan dapat disajikan: secara spasial. Informasi spasial yang diperoleh diperlukan untuk melihat distribusi atau lokasi sebaran m g terbuka hijau di Kota Bogor. Informasi spasid distribusi mang terbuka hijau di Kota Bogor dapat ditunjukkan dengan menggunakan pendekatan sistem informasi geografis.

f .2 Tujuan Penelitian .

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Menyusun s t d c h r model penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor berdasarkan aspek biofisik, sosial dm ekonomi dengan rnenggunakan pendekatan sistem dic~%i!<. -.

2. Menyusun skenario kebijakan penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor dengan rnenggunakan pendekatan sistem dinamik.

3. MenganaIisis optimalisasi distribusi spasial ruang terbuka hjau Kota Bogor.

1.3. Manfaat Penditian

Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah :

I. Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu disain sistem penataan ruang terbuka hijau dalarn rangka rnewujudkan Kota Bogor sebagai kota yang berkelanjutan.

2. Melalui penyusunan model dinarnik penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sarana bagi pemerintah daerah

untuk rnenentukan pengambilan keputusan yang tepat dalam inermuskan

(24)

1.4 Kerangka Pemikiran

Kecendemgan ruang terbuka hijau di wilayah

perkotaan semakin berkurang

Dinamika aktivitas sosial Kebijakan penataan

ruang kota cenderung bersifat parsial

+

...rr... ~...................r............................,."

Perencanam yang berbasis pada pemenuhan kebutuhan penataan ruang kota

.t

Pendekatan sistem dinamik merupakan salah satu pendekatan yang dapat

digunakan untuk menjawab kebutuhan penataan mang kota . .

pengambilan kemampuan saling keterkaitan

keputusan (interdependen)

f

Skenario Kebijakan penataan ruang terbuka hijau Kota Bogor

L

J.

Analisis Spasid optimalisasi distribusi ruang terbuka hijau KO& Bogor

..

-

Optimalisasi penataan mang terbuka hjjau Kota Bogor
(25)

IT:

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Tata Ruang Kota

Lahan merupakan aspek utama dalm perencanaan pengembangan wilayah

kota sedangkan perencanaan adalah suatu aktivitas yang terkoordinasi untuk

mencapai tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Menurut Jayadinata (1999)

perencanaan adalah suatu proses yang mengubah proses Iain atau rnengubah suatu

keadaan

untuk

mencapai maksud yang dituju oleh perencana atau oleh orang atau

badan yang diwakili oleh perencana tertentu.

Percncagaan adalah rnengontrol penggunaan lahan dengan peraturan

zoning, yaitu dengan batas area yang jelas misalnya, perdagangan, industri,

perrnukiman dan pertanian. Penerapan untuk bangunan misalnya syarat ukuran,

tinggi dan sebagainya. Peninjauan dan perkembangan memerlukan pengembang

untuk menghadirkan konsep pada bagian tata ruang. Dalam usaha perencanaan terhadap suatu kawasan tertentu diperlukan adanya pendekatan yang difakukan

terhadap kebutuhan atau keinginan khusus dari suatu keIompok sosial atau lahan.

Pendekatan yang diambil tersebut haruslah efektif untuk dapat mernberikan

penyediaan segala bentuk pelaystnan dan ruang bagi masyarakat yang

menggunakan dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut. Proses perencanaan

lanskap yang baik hmslah merupakan proses yang dinamis, saling terkait serta saling menunjang. Proses ini r n e q a k a n suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadam awal suatu lahan atau kawasan (Nurisyah,

1996).

Perencanaan adalah suatu kemampuan untuk rnemaharni dan

rnenganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin

pada saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dapat

dikatakan bahwa suatu proses perencanaan merupakan alat yang sistematis untuk

dapat menentukan suatu keadaan awal, keadaan yang diharapkan dan cara yang

terbaik untuk lnencapai keadaan yang diharapkan tersebut. Perencanaan dapat

juga diartikan sebagai suatu tindakan rnengatur dan menyatukan berbagai tata

(26)

Menurut dayadinata (1999) mang atau space adaIah seluruh permukaan bumi yang rnerupakan lapisan biosfera tempat hidup tetumbuhan, hewan dm manusia. Ruang dapat mexupakan suatu wilayah yang mernpunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosiaI atau pernerintahan yang meliputi sebagian pemukaan bumi, lapisan tanah dibawahnya dan lapisan udara diatasnya.

. .

Penggunaan tanah merupakan suatu bagan dari tata ruang, maka untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian dan rnempsroleh manfat tata mang kota hams dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dm kualitas lingkungan hidup.

Perencanaan tata mang merupakan wahana untuk rnewujudkan suatu kota yang nyaman, asri, dan sehat. Derencanaan kota dituntut untuk rnampu lnenjaga keserasian antara kebutuhan akiivitas rnasyarakdt dengan kelestarian bentuk lanskap aIami kota. Ha1 ini sangat penting mengingat kecenderungan pembangunan kota pada rnasa kini yang berkonotasi meminirnalkan mang terbuka hijau dm menghilangkan wajah alam (Aji, 2000). Perencanaan ruang terbuka hijau kota merupakan salah satu sektor dmi perencanaan tata ruang kota karena ruang terbuka hijau adafah bagian dari ruang kota. Dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan keadaan kota maka akan berfungsi dengan baik dan mempsrindah kota.

2.2 Kolasep Ruang Terbuka Hijau 2.2.1 Definisi Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas

pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau

diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan s t n k l m

vegetasinya (Fandeli, 2004).

Berdasarkan Xnstnrksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, ruang terbuka hijau adaIah

ruang-ruang daIarn kota atau wilayah yang Iebih luas, baik dalam bentuk area atau kawasan maupun daIam bentuk area rnernanjang atau jalur diinana didala~n

(27)

Menurut Nurisyafi (1996) mang terbuka hijau kota merupakan ruang- ruang terbuka (open space) di berbagai tempat

di

suatu wilayah kota yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dm berfungsi baik secara langsung maupun tidak langsung

untuk

kehidupan manusia dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya selain untuk kelestarian dan keindahan lingkungan.

2.2.2 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Manusia yang tinggal dilingkungan perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup yang nyaman. Dalarn keterkaitannya dengan alam, rnanusia juga mernbutuhkan kehadiran lingkungan hijau, sehingga fungsi ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan untuk membantu manusia mengatasi tekanan-tekanan seperti kebisingan, udara panas dan polusi udara. Serain itu juga dapat dimanfaatkam sebagai pelembut kesan keras dari struktw fisik kota dan sebagai pembentuk kesatuan ruang dalam kob (Carpenter

st ah, 1975).

Ruang terbuka hijau dapat b e r h g s i sebagai ventilasi, dimana ruang terbuka hijau sebagai pemasok udara yang segar dan bersih dapat difetakkan diantara dan mengelilingi struktur yang masif, rnembentuk ruang-ruang ventilasi yang menetralkan polusi udara (Bematzky, 1978). Menurut Nurisyah (1997)

mang terbuka hijau di kawasan perkotaan mempunyai manfaat yang tinggi daIam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.

Fungsi ruang terbuka hijau di perkotaan menurut Simonds (1983), yaitu : sebagai penjaga kualitas lingkungan, sebagai penyumbang ruang bemapas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-pam kota, sebagai penyangga sumber air dalam tanah, untuk mencegah erosi, sebagai unsur dan sarana pendidikan.

Menurut Hakirn (2002) fungsi ruang terbuka hijau terdiri dari :

1. Fungsi estetis

(28)

2. Fungsi orologs

Perpaduan antara tanah dan tanaman merupakan kesatuan yang safing rnemberi manfaat. Vegetasi yang tumbuh diatas tanah akan- mengurangi erosi, fimgsi orologis ini penting untuk rnengwangi tingkat ksrusakan tanah, terutama longsor dan menyangga kestabilan tanah.

3. Fungsi hidrofogis

Struktur akar tanarnan marnpu menyerap kelebihan air apabila tuntn hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat tersexap oleh tanah. Ha1 ini sangat mendukung daw alami air tanah sehingga dapat mengmtungkan manusia. Dengan demikian daerah hijau sangat penting menjadi sebagai daerah persediaan air tanah.

4. Fungsi ktimato togis

Iklim yang sehat dan normal penting untuk keselarasan hidup manusia. Faktor-faktor iklim seperti kelernbaban, curah hujan, ketinggian tempat dan sinar rnatahari akan rnembentuk suhu harian rnaupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap rnanusia. Keberadaan vegetasi dapat menunjang faktor-fa&or iklim tersebut. Efek rumah kaca akan dikurangi oleh banyaknya vegetasi d a l m suatu daerah bahkan adanya vegetasi akan menambah kesejukan dan kenyamanan lingkungan.

5. Fungsi edaphis

Fungsi ini berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa diperkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan semakin berkurang tempat huniannya. Padahal keberadaan satwa diperkotaan akan memberi warna pada kehidupan perkotaan. Lingkungan hijau akan memberi tempat yang nyaman bagi satwa tanpa terusik.

6. Fungsi ekologis

(29)

7. Fungsi protektif

Pohon dapat rnenjadi pelindung dari terilmya sinar matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan dari terik sinar matahari. Pohon juga dapat rnenjadi pelindung dari ferpaan angin kencang dan peredam

kebisingan. 8. Fungsi hygienis

Lambat l a m udara perkotaan sernakin tercemar baik oleh asap kendaraan, industri maupun debu kota. Adanya poiusi dapat berakibat negatif pada kehidupan manusia. Hadirnya tanaman, maka bahaya polusi ini mampu dikurangi karena dedaunan tanaman mampu menyaring debu dan mengisap kotoran di udara. Tanaman juga mengahsilkan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh manusia.

9. Fungsi edukatif

Sernakin langkanya pepohonan yang hidup diperkotaan membuat sebagian warganya tidak mengenalnya, meskipun pepohonan hidup disekitarnya. Penanaman kembali pepohonan diperkotaan dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam.

2.2.3 Bentuk Rusng Terbuka Hijau

Penyebaran ruang terbuka hijau ditenhkan vizh wilayah pengembangaii d a I m koia tersebut, kebutuhan mang terbuka hijau dan fungsi mang terbuka hijau di areal perkotaan. Lokasi ruang terbuka hijau di areal perkotaan tidak hanya terpusat pada satu tempat tetapi juga dapat menyebar atau terpisah seperti taman kota yang kemudian dihubungkan dengan areal penghijauan penghubung seperti j aIur hijau.

Tujuh bentuk ruang terbuka hijau berdasarkan lujuan penggunaannya yaitu : ruang terbuka hijau yang berlokasi hkarenakan adanya tujuan konservasi, ruang terbuka hijau untuk tujuan keindahan kota, ruang terbuka hijau karena adanya tuntutan fungsi kegiatan tertentu misalnya ruang terbuka hijau rekreasi dan ruang terbuka hijau pusat kegiatan olahraga, ruang terbuka hijau dengan tujuan pengaturan lalu lintas kota, ruang terbuka hijau sebagai sarana olahraga bagi

(30)

flora dan fauna seperti kebun binatang dan ruang terbuka hijau untuk halarnan maupun bangunan nunah (Depdagri, 1988).

2.2.4 Jerxis dan Luas Cakupan Ruang Terbuka Hijau 2.2.4.1 Jenis Ruang Terbuka Hijau

Ketentuan mengenai jenis-jenis mang terbuka hijau kawasan perkotaan dijelaskan pada Permendagri No. 1 Tahun 2007, pasal6 meliputi 23 jenis yakni :

I. Taman kota

2. Taman wisata alam 3. Taman rekreasi

4. 'faman Iingkungan perurnahan dart pemukiman 5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial

6. Taman hutan raya 7. Hutan kota 8. Hutan lindung

9. Bentang alam seperti pnung, bukit, lereng dan Iembah

10. Caga~ alam

1 1. Kebun raya

12. Kebun binatang 1 3. Pemakaman umum 14. Lapangan olahraga 1 5. Lapangan upacara 16. Parkir terbuka

17. Lahan pel-tanian perkotaan

18. Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET) 19. Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa

20. Jalur pengarnan jalan, median jaIan, re1 kereta api, pipa gas dan pedestrian 2 1. Kawasan dan jalur hijau

22. Daerah penyangga (bufir zone) lapangan udara dan 23. Taman atap (roof garden)

2.2.4.2 Luas Ruang Terbuka Hijau Perkotaan

Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Jeneiro,

(31)

tahun kemudian disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total Iuas kota.

Dalarn penyediaan ruang terbuka hijau proporsi yang diarnanatkan dalam

Permendagri No. 3 Tahun 2007 Tentang Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa luas ideal RTWKP adalah sebesar 20%. Luas

* .

RTHKP tersebut lnencakup luas Ruang terbuka Hijau publik d m mang terbuka hijau privat. Luas RTHKF' pubXik penyediaamya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupatedkota yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan-masing-rnasing daerah. RTHKP privat penyediaamya menjadi tanggung jawab pihaulembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupatenkota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pernerintah Provinsi.

Sedangkan dalam W No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang ditctapkan setelah Permendagri No. 3 Tahun 2007 menyebutkan bahwa :

1. Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik d m ruang terbuka hijau privtit.

2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota.

3. Proporsi ruang terbuka hiljau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.

Distribusi rumg texbuka hijau publik sebagairnana dimaksud disesuaikan . dengan sebaran penduduk daxl hierarki pelayanan dengan rnemperhatikan rencana struktur dan pola ruang. Khususnya untuk pemanfaatan ruang terbuka hjau terdiri atas ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka privat. Ruang terbuka hijau publik merupakan m n g terbuka hjau y m g dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan unfxk kepentingan masyarakat secara urnum. Yang termasuk ruang terbuka hijau pubtik antara lain adalah taman kota, tarnan pemakarnan umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat antara lain adaIah kebun atau halaman rumah atau gedung rniIik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan.

(32)

maupun sistem ekologis lain yang selanjutnya akan rneningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta sekaligus meningkatkan nilai estetika. Untuk lebih meningkatkan fimgsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah, masyardcat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan diatas bangunan gedung miliknya. Proporsi ruang terbuka hijau publik seluas minimal. 20% ymg disediakan ofeh pemerintah d m & kota dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijarnin pencapaiannya sehingga rnernungkinkan pemanfaatannya secara luas oIeh masyarakat.

Pada kenyataannya, formula m u s a n penentuan luas ruang terbuka hijau kota yang memenuhi syarat lingkungan kota yang berkelanjutan ini masih bersifat kuantitatif d m tergantung dari banyak faktor penentu antara lain geografis, iklim, jumlah clan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen, rekreasi dan banyak faktor lain. Dapat disimpulkan bahwa sehubungan dengan tuntutan waktu dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala aktivitas dan keperluan, seperti cukup tersedianya ruang rekreasi gratis maka sebuah kota dimanapun dan

bagaimanapun ukuran &n kondisinya pasti semakin memerlukan ruang terbuka hijau yang memenuhi persyaratan terutama kualitas keseimbangan penddcung keberlangsungan fungsi kehidupan, adanya pengelolaan dan pengaturan sebaik mungkin serta konsistensi penegakan hukumnya.

Pennintaan akan pernanfaatan lahan kota yang terns tumbuh dan bersifat akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, temasuk kemajuan teknalogi, industri dan transportasi, sefain sering mengubah-ubah konfigurasi alarni atau bentang alam perkotaan juga rnenyita lahan-lahan tersebut dan

berbagai bentukan ruang terbuka lainnya. Kedua ha1 ini wnumnya merugikan keberadaan ruang terbuka hijau yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonornis. Dilain pihak kernajuan alat dan pertambahan jalur transportasi dan sistem ~ltilitas, sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan warga kota juga telah menarnbah jumlah bahan pencemar dan telah menimbulkan berbagai ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Untuk rnengatasi kondisi lingkungan kota seperti ini sangat diperlukan ruang terbuka hijau sebagai suatu teknik

(33)

2.3 Pengertian Sistem dan Model

Suatu sistem didefinisikan sebagai himpunan atau kombinasi dari bagian- bagian yang membeniuk sebuah kesatuan yang kornpleks. Namun tidak semua kumpulan clan gugus bagian dapat: disebut suatu sistem kalau tidak memenuhi syarat adanya kesatuan (unity), hubungan fungsional, dan tujuan yang berguna.

Suatu kawasan dengan berbagai sumber daya dan aktivitas & dalamnya merupakan suatu sistem yang kompleks. Dalam penataan ruang suatu kawasan jelas ketiga syarat tersebut dapat dipenuhi, tata ruang yang berbasis lahan merupakan suatu kesatuan yang didalamnya terdapat hubungan fungsional antar sekor atau bagian dalam mencapai tujuan optimalisasi pemanfaatan tata ruang suatu kawasan. Hubungan fungsional tersebut tercermin pada hGbungan antara kondisi sosial, ekonomi, dan biofisik kawasan. Ketiga kondisi akan sa1ing mempengaruhi dengan fimgsi-hgsi yang dapat dijelaskan. Kondisi sosial, sebagai contoh adalah perubahan kondisi kependudukan akan rnernpengaruhi akivitas ekonomi yang sdanjutnya berpengarufi pada pengpaan ruang y m g

akan mengubah kondisi biofisik kawasan.

Model didefinisikan sebagai suatu' "prwakilan atau abstraksi dari sebuah

obyek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsmg serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab alubat. Ofeh karena suatu model adalah abstraksi dari realitas, pada wujudnya h a n g kompleks daripada realitas itu sendiri. Jadi, model adalah suatu penyederhanaan dari suatu realitas yang kornpleks. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Sebagai contoh, boneka adaIah model dari bent& manusia; baneka yang dapat tertawa, menangis, dan berjalan adalah model manusia yang lebih lengkap, tidak hanya mewakili bentuk

tetapi juga beberapa perilaku manusia.

2.3.1 Pendekatan Sistem Dalam Penyusunan Tata Ruang

(34)

keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dan berhasil. Karena sistem selalu mencari keterpaduan antar bagan melalui pernahaman yang

utuh, m&a perlu suatu kerangka fikir yang dikenal sebagai pendekatan sistem

(system approach) dalam penataan ruang suatu kawasan. Pendckatan sistem datam penataan ruang suatu kawasan adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukamya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan- kebutuhan mang sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem tata ruang yang dianggap efektif.

Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1)

mencari semua faktor yang penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk rnenyeiesaikan rnasalah dan (2) dibuat ssuatu model hantitatjf untuk membantu keputusan secara rasional. Untuk dapat bekerja sempurna suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi (1) metodologi untuk perencanaan dan pengelofaan, (2) suatu tim yang multidisipiiner, (3) pengorganisasian, (4) disiplin untuk bidang yang non-kuantitatif, (5) teknik model matcmatik, ( 6 ) teknik simulasi, (7) teknik optimasi, dan (8) aplikasi komputer.

Salah satu unsur yang penting adalah aplikasi manajerial pada metodologi perencanaan, pengendalian, d m pengelofaan sistem. Proses tersebut melalui beberapa tahap yang dimulai dengan mendefinisikan kebutuhan, memformulasikan masalah, sintesa dari alternatif pemecahan masalah, kelayakan dari alternatif, metode

untuk

memperoleh altematif yang ada, rancangan yang optimal, dan operasionalisasi sistem.

2.3.2 Pernodelan Dengan Pendekatan Sistem Dinamik

Model merupakan representasi dari sistem nyata, suatu mode1 dikatakan baik bifa perilaku model tersebut dapat menyerupai sistem sebenamya dengan syarat tidak melanggar prinsip-prinsip berpikir sistem. Dalam membangun suatu model sangat d i p e n g a d oXeh subjektivitas seseorang atau organisasi, oleh karena itu perlu adanya penyempurnaan yang dilakukan secara terus-menerus dengan menggali inforn~asi dan potensi yang relevan.

Salah satu pendekatan pernodelan yang telah rnempertimbangkan systen2

(35)

dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem yang

kompleks, yaitu pola-pola tingkah ldm yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metodologi ini Iebih ditekankan kepada tujuan- tujuan peningkatan pengertian kita tentang bagaimana tingkah laku sistem itu muncul dari struktumya. Pengertian ini sangat penting dalam perancangan .

-

kebijalran yang efektif.

Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkm rnenggunakan metodologi

system dynamics menurut Roberts (dalam Sitornpul, 1498) adalah rnasalah yang mernpunyai sifat: dinamis (berubah terhadap waktu) dm stmktar fenomenapya mengmdung paling sedikit satu simktur w a n - b a l i k fleedback structure).

Metodologi system dynamics yang dimodelkan adalah struktur infomasi sistem yang di dalamnya terdapat aktor-aktor, sumber-sumber informasi, dm jaringan

aliran informasi yang menghubungkan keduanya.

Analogi fisik dan matematik untuk stmkhr infomasi itu dapat dibuat dengan mudah. Sebagai suafx analogi fisik, sumber informasi merupakan suatu tempat pennyimpanan (storage), sedangkan keputusan merupakan aliran yang m a s k ke atau keluar dari tempat pnyirnpanan itu. Dalam analagi matematik, sumber informasi dinyatakan sebagai variabel keadaan (state variable), sedangkan keputusan rnerupakan turunan (derivative) variabel keadaan tersebut.

Struktur umpan balik hams dibenhxk karena adanya hubungan kausal (sebab-akibat). Dengan perkatam lain, suatu stnzktur wnpan-balik adalah suatu

(36)

rnenentukan tindakan, keadaan sistem, serta informasi tentang keadaan sistem. Wormasi tersebut kemudian kembali pada keputusan.

Untuk merepresentasikan aktivitas dalam suatu lingkar urnpan-balik, digunakan dua jenis variabel yang disebut sebagai level dan rate. Level

rnenyatakan kondisi sistem pada setiap saat yang merupakan hasil akumulasi . *

dalam sistem. Dalam kerekayasaan (engineeringl level sistem lebih dikenal sebagai state variable system. Sedangkan rate menyatakan aktivitas sistem yang dapat rnempengaruhi level (Sitompul, 1998). Persamaan suatu variabel rate

merupakan suatu s W u r kebijaksanm yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel &lam model yang dapat mempengaruhi level. Satu variabel tambahan adalah auxiliary variable yang fmgsinya menyederhanakan hubungan infonnasi antara level dan rate. Semua jenis variabel ini dinyatakan dalam persamaan matematik yang akan disimulasikan (Sitompul, 1998). ,

Umumnya, perilaku-perilah fenomena yang rnirip secara kualitatif, walaupun berasal dari sistem-sistem yang berbeda, mempunyai struktur yang serupa, seperti kurva S, yang rnenggarnbarkan pertumbuhan sigmoid. Sifat dari kurva S ini merupakan gabungan pertumbuhan eksponensial positif pada tahap awal dengan pertumbuhan asirntotik pada tahap akhir. Pertumbuhan S mempunyai arti bahwa pada awalnya level berubah perlaban-lahan, makin lama makin cepat, tetapi pada akhir pertumbuhm level berubah lagi secara perlahan-lahan mencapai suatu kejenuban asimtotik. Waktu perubahan pada saat eksponensial positif disebabkan oleh umpan baXik positif Sedangkan pertumbuhan asimtotik disebabkan oleh adanya umpan balik negatif (Sitompul, 1998).

(37)

diinterpretasikan secara Iengkap. Model mental seringkali tidak adaptif terhadap konsekuensi-konsekuensi dinamis yang muncul. Forrester (1973) menyatakm :

the human mind is not adapted to interpreting how social systems behave. Our

social systems belong to the class called multiple-loop nonlinear feedback

systems.

Forrester dalam Sitompul (1998), menyatakan terdapat tiga karaktefistlk sistem sosial yang dapat mernbuat seseorang melakukan kesalahan dalam proses pengambilan keputusan d m kesirnpulan.

1. Karakteristik pertama adalah sistem sosial tidak sensitif terhadap perubahan- perubahan ddam kebijakan yang dilakukan dalam suatu upaya uxltuk mengubah atau rnemperbaiki perilaku sistem.

2. Karakteristik kedua adalah bahwa sistem sosial boleh jadi terlihat memiliki beberapa faktor atau petunjuk yang berpengaruh serta sensitif dalam lnernperbaiki clan mengubah perilaku sistem. Faktor dan petunjuk tersebut bisa jadi merupakan sesuatu yang tidak diharapkan mtuk diubah. Apabila dalam model sistem sosial faktor sensitif tersebut diidentifikasi, maka kemungkinan k e k e l i m seseorang yang dibimbing oleh intuisi dalam memutuskan rnengubah sistern dan mengambil kesimpdan addah. sangat besar.

3. Karakteristik ketiga adalah biasanya terdapat konflik yang sangat mendasar antara konsekuensi suatu kebijakan &lam jangka pendek dan jangka panjang. Suatu kebijakan yang bertujuan untuk rnemperbaiki sistem dalam jangka pendek, misalnya satu hingga Iima tahun, boleh jadi dapat memperburuk sistem dalam j angka panjang.

Model komputer untuk sistem sosiaI adalah simplifikasi dari sistem sosiaf yang sebenarnya te jadi. Perbedaan mendasar antara model komputer dengan model mental adalah kemampuan model komputer untuk menetapkan konsekuensi dinamik setiap komponen-kornponen model yang saling berinteraksi. Model mental boleh jadi akurat dalam struktur dan asumsi, namun demikian pikiran manusia dapat menghasilkan kesimpulan yang belum tentu benar (Forrester daIam SJtornpul, 1998).

(38)

dengan menggunakan system dynamics, dalam simulasi komputer digunakan untuk mempelajari konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Dalam model komputer setiap konsep ataupun asumsi tentang sistem nyata dapat dinyatakan secara lebih jelas. Notasi-aotasi dan persamaan maternatika dapat digunakan dalam menggarnbarkan model. Konsekuensi- konsekuensi dinamik yang muncul karena adanya interaksi antar asumsi-asurnsi dapat disimulasikan. Hasil sirnufasi model komputer ini mernungkinkan kita untuk rnemperdebatkan kembali asumsi-asumsi kita tentang masalah-masalah sosial yang sedang diteliti. Model komputer ini rnerupakan suatu laboratorium tempat eksperimen-eksperim kebijakan dianalisis.

Perkernbangan yang amat pesat dalam dunia sirnulasi kornputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku dmamis ini dapat diiakukan dengan biaya rendah. Sirnulasi komputer memberikan sumbangan besar dalaln perancangan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kernampuan untuk memberikan konsekuensi yang akan ditimbulkan atas setiap kebijakan tersebut.

2.3.2.1 Langkah-Langkah Pernodelan dengan Pendekatan System Dyrtamics

Saeed (dalam Tasrif, 2005) menyatakan bahwa dalam pembuahn suatu model dengan menggunakan metodologi system dynamics haruslah rnelalui tahap- tahap befikut :

1. Identifikasi periIaku persoalan (problem behavior)

a. Pola referensi

Pada langkah ini diidentifikasi poIa historis atau pola hipotesis yang menggambarkan perilaku persoalan (problem behavior). Pola historis atau pola hipotesis ini rnerupakan pola referensi yang di wakili oleh pola perilaku suatu kumpulan variabel-variabel yang mencakup beberapa aspek yang berhubungan dengan perilaku persoalan. Pola-poIa tersebut di intregasikan ke dalam suatu susunan (fabrikasi) sedemikian rupa sehingga dapat rnerepresentasikan tedensi-tendensi internal yang ada di dalam sistem.

(39)

struktur umpan-balik yang terbentuk di dalam sistem dan rnempunyai irnplikasi-implikasi terpenting untuk analisis kebijakan.

b. Hipotesis dinamik

Setelah pola referensi dapat di definisikan, suatu hipotesis awal tentang interaksi-interaksi perilaku yang rnendasari pola referensi perlu diajukan. Pada lmgkah ini, hipotesis dinamik yang diajukan mungkin belum tepat sekali. Beberapa iterasi dari fomdasi, perbandingan dengan bukti- bukti ernpiris, dan reformulasi akan ditempuh untuk sampai kepada suatu hipotesis yang logis dan sahih secara ernpiris.

c. Batas model

Langkah ini batas model akan di definisikan terlebih dahulu dengan jelas sebelum suatu model di bentuk. Batas model ini rnernisahkan proses- proses yang menyebabkan adanya tendesi internal yang di ungkapkan dalam pola referensi dari proses-proses yang rnereprentasikan pengaruh-penganrh

eksogenus. Batas model ini &an menggambarkan cakxpan analisis dan akan berdasarkan kepada isu-isu yang di tunjuklan ofeh analisis tersebut dan akan meliputi semua interaksi sebab-akibat yang berhubungan dengan isu itu.

2. Membentuk suatu model komputer a. Struktur umpan balik model

Batas model dapat di definisikan, suatu struktur lingkar-lingkar umpan balik feedback loops) yang berinteraksi akan di bentuk. Stntktur umpan-

balik ini merupakan blok pernbentuk model yang di ungkapkan melafui lingkar tertutup. Lingkar urnpan-balik tersebut menyatakan hubungan sebab akibat variabef-variabel yang melingkar, bukan menyatakan hubungan karena adanya korelasi-korelasi statistik. Hubungan sebab-akibat antar sepasang variabel harus dipandang bila hubungan variabel tersebut dengan variabel lainnya di dalam sistem dianggap tidak ada. Sedangkan suahi korelasi statistik antara sepasang variabel di huunkan dari data yang ada dalam keadmn variabel tersebut berhubungan dengan variabel Iainnya di dalam sistem dan kesemuanya bembah secara sirnultan.

(40)

positif akan menghasilkan pola pertumbuhan eksponensial atau peluruhan

(decay), sedangkan lingkar umpan-balik negatif &an menghasilkan pola- pola pencapaim tujuan (goal seekingl. Gabungan lingkar yang sejenis ataupun kombinasinya akan meghasilkan bemacam pola perilaku.

b. Level dan rate

Merepresentasikan aktivitas dalam suatu Iingkar umpan-bdik, digtmakan dua jenis variabel yang disebut sebagai level dan rate. Level

menyatakan kondisi sjstern pada setiap saat. Dalam kerekayasaan

(engineering) level system lebih dikenal sebagai state variable system. Level merupakan akumulasi didalam sistem.

Persamaan suatu variabel rate mempakan suatu struktur kebijakan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada infomasi yang tersedia di dafam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mernpengaruhi level.

3 . Pengujian model dan analisis kebijakan

Model eksplisit suatu persoalan telah dapat diformulasikan, pada langkah ini suatu kumpuIan pengujian dilakukan terhadap model untuk mendapatkan keyakinan terhadap kesahihan model dan sekaligus pula mendapatkan pernahaman terhadap tendensi-tendensi internal sistem. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk membandingkannya dengan pola referensi dan secaxa terus menerus memodifikasi dan mernperbaiki struktur model. Sensitivitas model terhadap perubahan nilai pararneter-parameter perlu dilakukan pula dalam langkah ini.

Bila suatu korespondensi antara model mental sistem, model ekspfisitnya, dan pengetahuan empirik tentang sistem telah diperoleh, model yang dibuat dapat

diterima sebagai suatu representasi persoalan yang sahih dan dapat digunakan untuk analisis kebijakan.

2.4 Sistem Inforrnasi Geografis

Sistem informasi geografis adalah suatu sistem berbasis komputer yang

(41)

meliputi sernua operasi penyimpanan, penga&ifan, penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari masukan data. Proses manipulasi d m andisa data dilakukan dengan interpofasi spasiaI dari data non spasial rnenjadi data spasiaI, rnengkaitkan data tabular ke data raster, turnpang susm peta yang meliputi map crossing, twnpang susun dengan bantuan matriks atau tabel dua

. .

dimensi, clan kalkulasi peta. Keluaran utama dari sistem informasi geografis adalah informasi spasial b a n yang disajikan dalam dua bentuk yaitu tersirnpan dalam format raster d m tercetak ke hardcopy, sehingga dapat dimanfaatkan secara operasional.

Stmktw data spasial dalam sistem infarmasi geografis dapat dibedakan menjadi ciua macam, yaih strulrtur data vector dm raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bent& titik dan garis yang member~tuk kenampakan tertentu, sedangkan s t n d c b data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam 'bentuk kollfigurasi sel-sel yang membentuk garnbar.

Sistem informasi geografis menurut Star (1990) adalah suatu sistem infomasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang mereferensi pa& koordinat geografi atau spasial

dm

juga non spasial. Sistem idorrnasi geogratis rnerupakan sistem basis data dengan kemampuan spesifik untuk data spasial d m non spasial dan juga dapat melakukan operasi data. Sistem informasi geogafis dapat dilakukan secara manual rnaupun dengan cara otomatik yang- rnenggunakan komputer digital. Lima efemen penting dalam sistem informasi geografis adalah cara perolehan data, pra-proses, pengolahan data, pengolahan dan analisis d m penghasilan produk.

Aronoff (1 99 1) mengutarakan bahwa definisi sistem informasi geografis adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk rnemasukkan dan memanipulasi informasi geografis. Empat komponen dasar sistem informasi geografifis : I ) rnasukan data (data input), kornponen pengubah data yang ada

(42)

kualitas, kecepatan, dan kemudahannya, baik dafam bentuk hardcopy maupun so@copy. Sistem informasi geografis adalah alat yang lnampu menangani data spasial, pada SIG data berformat digtal dalam jumlah besar data dapat dikelola

dm diubah dengan cepat.

National Center of Geography Information Analysis fNCGIA) mengutarakan SIG adafah penggunaan data geografi d m data non geografi serta adanya operasi yang mendukung analisis spasial. Tujuamya adalah untuk inembuat keputusan, pengelolaan sumberdaya, dan pemodelan sumberdaya. Lebih lanjut dimgkapkan sistem informasi geografis dilihat sebagai suatu sistem perangkat keras d m lunak komputer, .dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk rnendukung pengumpulan, pengelolaan, perubahan, anaIisis, pemodelan dan penampilan data spasial unhrk: memecahkan perencanaan yang rumit dan pernasalahan pengefolaan.

Menurut Davis (1996) sistem i d o m a s i geografis terdiri dari tiga bagian yang terintegrasi yaitu : (a) Geografi ; dunia nyata, atau realita spasial atau ilmu bumi (geografi), fb) Informasi ; data dan infomasi, meliputi iu-ti dan kegunannya, clan (c) Sistem ; teknologi komputer dm fasilitas pendukung. Dengan kata lain sistem idormasi geograEis merupakan kumpulan dari tiga aspek dalam kehidupan dunia modern kita, dan menawarkan metode baru untuk memahaminya. Selanjutnya Barus d m Wiradisastra (2000) menyatakan bahwa sistem idormasi geografis adalah suatu sistem infomasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau atau berkoordinat geografi. Bunough dan McDonnel (1986) memberikan definisi sistem informasi geografis dalam konteks alat (toolbox based), sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk: mengoreksi, menyimpan, memanggil kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial dari dunia nyata untuk tujuan tertentu. Dalam konteks basis data (database

based), suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemarnpuan

untuk

menangani data yang bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), lnanipulasi d m analisis serta keluaran (output). Sedangkan dalam konteks organisasi (organized based), Ozemoy et ul.
(43)

lebih baik dalam ha1 penyirnpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara geografis.

hformasi penutupan fahan dapat diekstrak langsung melalui proses interpretasi citra atau foto udara yang kualitasnya baik. Namun demikian infomasi tentang pengpnaan lahannya tidak dapat diketahui secara langsung, oleh karena itu diperlukan pengecekan lapang untuk mengetahui penggunaan lahan disuatu daerah. Menurut Murai (1996) pengecekan lapang atau disebut juga

gound "kuth" didefinisikan sebagai observasi, pengukuran dart pengumpulan informasi tentang kondisi aktual dilapangan dalam rangka menetukan hubungan antara data penginderaan jauh d m obyek yang diobservasi. Dengan demikian apabila ditemukan perbedaan pola atau kecenderungan yang tidak dimengerti pada data penginderaan jauh bias dilakukan verifikasi dengan kondisi sebenarnya dilapangan.

(44)

jUI. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Wsktu

Lokasi studi dilakukan di wilayah Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat

(Gambar 2) dengan luas wilayah 1 1.850 ha. Studi diiakukan selama 10 bulan

[image:44.599.85.467.149.751.2]

dimulai dari bulan Februari 2008 sampai dengan bulan November 2008.

(45)

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer, alat tulis dan perangkat lunak (software) mtuk penyusunan naskah, pengolahan d m analisis data. Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari f owersim Constructor 2.5, Arc View 3.3, Microsoft Ofice dan ExcelE 2007.

Bahan yang diperlukan untuk kegiatan penelitian ini berupa, peta-peta yang terkait dengan aspek biofisik Kota Bogor, aspek sosial dan ekonomi berupa data-data sosial kependudukan Kota Bogor (jumlah penduduk, migrasi masuk, migrasi keluar, kelahiran dan kematian) dan data-data perekonomian Kota Bogor (PDFtB).

3.3 Metode Penditian

Metode d

Gambar

Grafik jumlah penduduk Kota Bogor sdarna periode tahun simulasi ....... 75
Gambar 2. Peta lokasi penelitian
Gambar 3. Tahapan penyusunan optimasi penataan m a g
Gambar 4 . Diagram lingkar sebab akibat sistem perencanaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Dari sisi pengeluaran, pada Triwulan II-2017, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 7,41 persen, kemudian diikuti oleh

The system consists of the member-level primary, secondary, and tertiary manufacturing processes databases, which are viable for various materials, production

Saluran pernapasan pada burung terdiri atas lubang hidung, trakea, bronkus, paru-paru, dan kantong udara..

Dengan demikian, selain makhluq rasional, manusia adalah makhluq spritual, yang mengapresiasikan “titah” Tuhan sebagai khalifah fil ardl, yang

Hal ini juga didukung oleh teori dari Higgins (1989) yang mengatakan bahwa panti juga memberikan kesempatan lansia untuk mengambil peran dalam aktifitas

Kecemasan diri yang sifatnya abstrak akan sulit jika divisualkan secara langsung tanpa ditampilkan secara simbolik. Maka dari itu ungkapan secara simbolik digunakan