• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum administrasi negara sebagai fenomena kenegaraan dan pemerintahan keberadaanya setua dengan keberadaan negara hukum atau muncul bersamaan dengan diselenggarakannya kekuasaan negara dan pemerintahan

berdasarkan aturan hukum tertentu.1 Hukum administrasi negara adalah hukum

yang mengatur kegiatan administrasi negara. Di dalam hukum administrasi negara, yang menjadi salah satu unsur pentingnya adalah adanya asas-asas umum

pemerintahan yang baik (General Principle Of Good Goverment). Asas-asas

umum pemerintahan adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,

kepatutan, dan aturan hukum.2

Pada dasarnya setiap bentuk campur tangan pemerintah harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai perwujudan dari asas legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum. Akan tetapi karena ada

keterbatasan dari asas ini, maka kepada pemerintah diberi kebebasan freies

ermessen, yaitu kemerdekaan pemerintah untuk dapat bertindak atas inisiatif

sendiri dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Freies ermessen

(diskresionare) merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak

1

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press Indonesia, 2002), Halaman 20

(2)

bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan

tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.3

Dalam perkembangan nya asas-asas umum pemerintahan yang layak memiliki arti penting dan fungsi diantaranya adalah bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Kecuali itu sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara

mempergunakan freies ermessen atau melakukan kebijaksanaan yang jauh

menyimpang dari ketadministrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan

ketentuan perundang-undangan.4 Kandungan freies emerssen seperti ini adalah

konsekuensi yang inheren pada fungsi pemerintah yang terkait dengan negara modern kesejahteraan yang secara faktual berubah dari negara modern liberal menjadi negara modern kesejahteraan tipe mutakhir, yaitu negara modern

kesejahteraan dengan fungsi penjamin kesejahteraan secara terencana.5

Dalam hukum administrasi negara pemerintah melakukan pengendalian atas eksternalitas negatif yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas sosial maupun ekonomi yang disebut perizinan. Izin merupakan instrumen untuk perlindungan hukum atas kepemilikan atau penyelenggaraan kegiatan. Sebagai instrumen pengendalian perizinan memerlukan rasinalitas yang jelas dan tertuang dalam bentuk kebijakan pemerintah sebagai sebuah acuan. Tanpa rasionalitas dan desain kebijakan yang jelas, perizinan akan kehilangan maknanya sebagai instrumen

3

Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 187-188 4

Ibid, Halaman 196-197 5

Willy D.S Voll, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Halaman 164

(3)

untuk membela kepentingan koperasi atas tindakan yang berdasarkan kepentingan

individu.6 Secara umum, perizinan juga memiliki fungsi pembinaan. Dalam artian

bahwa dengan diberikannya izin oleh pemerintah, maka pelaku usaha sudah diakui sebagai pihak yang memiliki kompetensi untuk melakukan praktik usaha. Oleh karena itu, sebagai pihak yang berkewajiban untuk memeberikan pembinaan bagi pelaku usaha, maka pemerintah akan memiliki tanggung jawab pada pelaku

usaha yang sebelumnya sudah memperoleh izin.7

Untuk melakukan tindakan operasionalnya, administrasi negara tentu saja tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Suatu negara hukum mempunyai prinsip bahwa setiap tindakan administrasi negara harus selalu berdasarkan hukum yang berlaku dan telah ada sebelum tindakan itu dilakukan. Prinsip ini dikenal sebagai asas legalitas. Namun demikian, kita mengetahui hukum tertulis atau Undang-Undang tidaklah mudah pembuatannya. Hal ini menyebabkan tidak semua masalah telah dimuat di dalam undang-undang. Di sisi lain, administrasi negara tidak dapat dibatasi secara ketat dengan suatu Undang-Undang karena fungsi admnistrasi negara adalah mensejahterakan masyarakatnya. Untuk itu, diperlukan dasar landasan lain selain Undang-Undang agar administrasi negara dapat bergerak bebas namun tidak dikatakan sewenang-wenang. Inilah yang disebut

dasar hukum tidak tertulis yang antara lain disebut asas pemerintahan yang layak.8

Penjualan minuman beralkohol merupakan salah satu yang harus diatur perizinanya oleh pemerintah, hal ini disebabkan minuman beralkohol merupakan

6

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), Prakata

7

Ibid, Hlm. 197 8

(4)

suatu hal yang selalu menjadi permasalahan di masyarakat. Secara umum, mengkonsumsi minuman beralkohol bukan menjadi tradisi maupun kebiasaan masyarakat Indonesia, terlebih karena dampaknya dari segi kesehatan dan sosial sangat merugikan. Minuman beralkohol dari segi kesehatan dapat menimbulkan gangguan mental organik (GMO), merusak saraf dan daya ingat, odema otak, sirosis hati, gangguan jantung, gastrinitas, dan paranoid. Secara sosial pun, orang yang mabuk karena alkohol jika tidak terkontrol akan merusak tatanan sosial masyarakat, menganggu ketertiban keamanan (memicu keributan dan kekerasan), bahkan sampai menjurus tindak pidana kriminal berat. Namun di sisi lain, di beberapa daerah tertentu di Indonesia, sebagian masyarakat dengan beragam budaya dan adat istiadatnya mengonsumsi minuman beralkohol adalah hal biasa dalam kehidupan sehari-hari. Minuman beralkohol ini yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai minuman tradisional seringkali dikonsumsi sebagai bagian dari upacara dan ritual dalam adat budaya, kebiasaan turun temurun, atau bahkan menjadi minuman utama untuk menjaga stamina.

Demikian juga di sebagian wilayah lain di Indonesia, minuman beralkohol tradisional ini juga menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan di kawasan pariwisata. Keberagaman sikap dan penerimaan masyarakat Indonesia terhadap minuman beralkohol inilah yang menjadikan dasar bagi beberapa Pemerintahan Daerah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) atau kebijakan yang bervariasi kebijakannya. Ada Peraturan daerah yang secara tegas melarang beredarnya minuman beralkohol di wilayahnya, ada juga Peraturan daerah yang sifatnya hanya mengendalikan peredaran minuman beralkohol, dan lain

(5)

sebagainya tergantung situasi dan kondisi wilayah serta karakteristik

masyarakatnya.9 Pro kontra mengenai perizinan penjualan minuman beralkohol

juga terjadi ketika pemerintah memberikan izin kepada minimarket untuk menjual minuman beralkohol, harus disadari maraknya peredaran minuman beralkohol golongan A di minimarket tidak terlepas dari Peraturan-peraturan sebelumnya yang secara jelas memberikan izin terhadap penjualan minuman beralkohol di minimarket atau toko pengecer, walaupun yang diijinkan beredar dengan pengawasan rendah hanyalah minuman beralkohol golongan A (Alkohol dibawah 5%) sedangkan untuk golongan B dan C Pemerintah mengawasi secara ketat penjualan nya yaitu hanya dapat di jual di hotel, bar dan restoran yang memenuhi persyaratan dan toko bebas bea atau tempat tertentu yang ditetapkan pemerintah.

Ketentuan mengenai penjualan minuman beralkohol sebelumnya didasarkan kepada Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tetapi oleh Mahkamah Agung dalam putusannya Nomor 42 P/HUM/2012 tanggal 18 juni 2013 menyatakan tidak lagi berlaku lagi karena bertentangan dengan Undang Kesehatan, Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Pangan. Selain itu Mahkamah Agung menganggap peraturan itu tidak bisa mewujudkan ketertiban masyarakat sehingga tidak sah dan tidak mempunyaki kekuatan hukum serta dipandang perlu untuk mengatur kembali pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol sehingga dapat memberikan perlindungan serta menjaga

9

(6)

kesehatan, ketertiban dan ketentraman masyarakat dari dampak buruk terhadap

penyalahgunaan minuman beralkohol. 10

Sebagai penggantinya pemerintah membuat regulasi baru, yaitu Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol, akan tetapi melalui Peraturan Presiden itu Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol boleh beredar kembali, dan kemudian secara tegas dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 memberikan izin sepenuhnya penjualan minuman beralkohol Golongan A untuk diperjualbelikan secara bebas di minimarket dan toko pengecer sesuai ketentuan dalam peraturan tersebut. Padahal Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 inilah bersama dengan Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 yang menjadi rujukan Pemerintah Daerah dalam membuat aturan peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol di daerah. Dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tersebut secara jelas disebutkan bahwa minuman keras termasuk dalam "Barang dalam Pengawasan". Dalam Pasal 3 ayat 3 disebutkan “Pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya”. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 juga menggolongkan Minuman Beralkohol dalam tiga golongan yaitu Minuman Beralkohol Golongan A (kadar alkohol sampai 5%), Golongan B (kadar alkohol 5% sampai 20%) dan Golongan C (kadar alkohol 20% sampai 55%). Pasal 7 Perpres ini menegaskan, minuman beralkohol golongan A, B, dan C hanya dapat

10

Putusan Mahkamah Agung Nomor 42 Tahun 2012 Menyatakan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum”

(7)

dijual di sejumlah tempat. Di antaranya, hotel, bar, dan restoran yang memenuhi persyaratan. Selain itu, minuman beralkohol juga bisa diperjualbelikan di toko bebas bea. Namun Peraturan presiden ini juga memberi peluang kepada daerah dengan pemberian kewenangan pada bupati dan wali kota di daerah-daerah, serta gubernur di DKI Jakarta untuk menentukan tempat-tempat di mana minol boleh diperjualbelikan atau dikonsumsi. Syaratnya, mesti tidak berdekatan dengan tempat peribadatan, sekolah, dan rumah sakit.

Sementara pengaturan teknis oleh Kementerian Perdagangan melalui Permendag No.43/M-DAG/PER/2009 serta Permendag 20/M-DAG/PER/4/2014 hanya melarang menjual miras di lokasi yang berdekatan dengan perumahan, sekolah, rumah sakit, terminal, hingga kios warung. Dalam prakteknya di Indonesia, peraturan ini banyak dilanggar karena Minuman Beralkohol di jual bebas sampai di minimarket yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah dan sebagainya, karena dalam permendag tersebut masih membolehkan penjualan secara eceran untuk minuman beralkohol golongan A di minimarket dan pengecer lainnya. Penjualan secara bebas minuman beralkohol di minimarket inilah yang

banyak menjadi sorotan masyarakat. Sejak tumbuhnya convenient store semacam

gerai Seven Eleven yang menjadi tempat berkumpul orang berbagai kelompok usia yang menjual dan bisa menikmati di tempat berbagai jenis makanan dan minuman dan juga menjual minuman beralkohol, maka banyak minimarket yang juga memperluas bidangnya dengan menjadi convenient store. Minimarket yang memang sudah menjamur dan tidak terkontrol persebarannya, termasuk di kawasan pemukiman dan dekat sekolah, kini juga menyediakan tempat untuk

(8)

menikmati makanan dan minuman yang dijual. Maka publik diperlihatkan secara

terbuka, pengunjung minimarket dan convenient store yang menikmati minuman

beralkohol terutama dari jenis bir. Bahkan di beberapa tempat juga terdapat kelompok pelajar dan remaja yang "menikmati" minuman beralkohol tersebut

secara bebas tanpa pengawasan, akibat lemahnya peraturan.11

Akibatnya, belum 1 tahun Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 berlaku. Pada awal tahun 2015, Menteri Perdagangan pada saat itu Bapak Rachmat Gobel mengevaluasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 dan melakukan perubahan atas beberapa pasal. Diantaranya adalah mengakibatkan pelarangan penjualan minuman beralkohol di minimarket, segala jenis minuman beralkohol resmi dilarang dijual di minimarket dan toko pengecer lainnya di seluruh Indonesia sesuai dengan Peraturan menteri Perdagangan Nomor 6 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Peredaran dan Penjualan Minuman Berakohol. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang baru tersebut, minimarket dan pengecer lainnya (luas lantai minimal 12 m2) dikeluarkan dari kelompok tempat yang boleh menjual menimuan beralkohol golongan A (kadar alkohol sampai dengan 5%). Sehingga penjualan secara eceran untuk Minuman Beralkohol golongan A itu hanya bisa dilakukan di Supermarket dan Hypermarket.

11

http://www.kompasiana.com/triwisaksana/menyongsong-minimarket-bebas-miras-di-jakarta_5535af0e6ea8346320da42d1 diakses pada hari jumat, 9 Oktober 2015

(9)

Dari uraian latar belakang tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui dan mendalami permasalahan mengenai larangan penjualan minuman beralkohol tersebut, sehingga hal ini melatarbelakangi penulisan skripsi yang diberi judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Larangan Perizinaan Penjualan Minuman Beralkohol Di Minimarket Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) Nomor 6 Tahun 2015

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol ?

2. Apa alasan-alasan perlu diberlakukannya larangan perizinan penjualan minuman beralkohol di minimarket?

3. Bagaimana implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 di kota Medan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah :

a. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol.

(10)

b. Untuk mengetahui alasan-alasan sehingga perlu diberlakukannya larangan penjualan perizinan minuman beralkohol.

c. Untuk mengetahui implementasi peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 di kota Medan.

2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis

1) Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan

bagi penelitian lanjutan.

2) Memperkaya khasanah perpustakaan b. Secara praktis

1) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

memberikan penegakan hukum administrasi negara terhadap perizinan atau larangan minuman beralkohol.

2) Sebagai bahan masukan bagi masyarakat mengenai larangan minuman

beralkohol di minimarket.

D. Keaslian Penulis

Adapun judul skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Tentang Larangan Penjualan Minuman Beralkohol Di Minimarket Sesuai Dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(11)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengaturan Hukum Yang Berkaitan Terhadap Penjualan Minuman Beralkohol

Beberapa Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penjualan minuman beralkohol adalah :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan

3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai

5. Keputusan Presiden Nomor 3 TAHUN 1997 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Minuman Beralkohol

6. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol

7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran Dan Penjualan Minuman Beralkohol

8. Peraturan Walikota Medan Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 16 Tahun 1998 Tentang Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

(12)

2. Pengertian Perizinan Dalam Hukum Administrasi Negara

Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan

administrasi negara diberi nama “ketetapan” atau “beschikking” dan perbuatan

membuat ketetapan ini disebut menetapkan. Ketetapan yang dibuat untuk mengatur hubungan dalam lingkungan badan pemerintah yang membuatnya

disebut Ketetapan intern (intern beschikking) sedangkan ketetapan yang dbuat

untuk mengatur untuk ke luar lingkungan badan pemerintah dengan seorang warganya negaranya atau antara pemerintah dengan sebuah badan swasta atau

antara 2 (dua) atau lebih badan pemerintah disebut Ketetapan ekstern.12

Kegiatan-Kegiatan administrasi negara terdiri dari atas perbuatan-perbuatan yang bersifat yuridis ( artinya : yang secara langsung menciptakan akibat-akibat hukum) dan yang bersifat non yuridis. Ada empat macam

perbuatan-perbuatan hukum ( rechtshandelingen) administrasi negara masa kini, yakni :

Penetapan ( beschikking, administrative, discretion), Rencana (plan), Norma

Jabatan (Concrete normgeving), Legalisasi-semu ( pseudo-wetgeving).

Keempat macam perbuatan hukum daripada administrasi negara tersebut dalam kehidupan sehari-hari terkenal dengan sebutan keputusan pemerintah, oleh karena orang awam memang tidak dapat mengenal berbagai perbedaan dan pembedaan administrasi-teknis dan yuridis-teknis. Yang paling banyak menimbulkan persoalan bagi para warga masyarakat adalah keputusan-keputusan para pejabat administrasi yang di kalangan rakyat terkenal dengan sebutan keputusan pemerintah tersebut. Sebenarnya keputusan-keputusan pemerintah

12

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), Halaman 63

(13)

sebagai pemerintah tidak dirasakan efeknya oleh para warga masyarakat secara

langsung oleh karena suatu keputusan pemerintah ( regeringsbesluit) selalu

bersifat umum, prinsipil, abstrak, dan impersonal, artinya, sama sekali tidak

mengenai seorang individu tertentu di dalam kasus tertentu.13

Selain itu, penyelenggaraan pemerintahan dilakukan oleh administrasi negara dengan berbagai macam tindak administrasi negara, atau perbuatan administrasi negara. Dimana dilihat dari sifatnya terbagi 2, yaitu

a. Tindak administrasi faktual dapat berupa pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan. Dan kesejahteraan masyarakat atau pembangungan proyek fisik dan spiritual tertentu.

b. Tindak administrasi yang bersifat yuridis dapat meliputi bidang hukum privat ataupun di bidang hukum publik.

Dilihat dari manifestasi kehendak, tindak hukum admnistrasi negara

dibedakan menjadi :

a. Tindak hukum administrasi negara unilateral : tindak hukum administrasi negara yang dilakukan oleh seorang admnistrator dalam memutuskan kebijakan negara.

b. Tindak hukum administrasi negara bilateral : surat keputusan bersama antara menteri perdagangan dan menteri keuangan tentang ekspor dan impor barang.

13

(14)

c. Tindak hukum administrasi negara multilateral : surat keputusan bersama antara Menteri perdagangan, Menteri perindustrian, dan Menteri Keuangan

tentang ekspor hasil industri.14

a. Pengertian Perizinan

Sebelum menyampaikan beberapa defenisi izin dari pakar, terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak yang memiliki kesejajaran

dengan izin yaitu dispensasi, konsensi, dan lisensi. 15 Walaupun dalam

memberikan pengertian perizinan terdapat perbedaan paham yang dikemukakan oleh para ahli yang masing-masing melihat dari sisi yang berlainan terhadap objek yang didefenisikannya, diantaranya :

Menurut utrecht perizinan (vergunning) adalah bilamana pembuat

peraturan tidak umumnya melarang sesuatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan

perbuatan tersebut bersifat suatu izin.16

Menurut W.F. Prins pada izin, memuat uraian yang imitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas bersyarat atau dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan itu tidak selamanya jelas. Lebih lanjut W.F. Prins menjelaskan dispensasi adalah tindakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peratruan perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa

14

M. Makhfudz, Hukum Administrasi Negara, ( Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013), Halaman 21-22

15

Ridwan HR, Op. Cit, Halaman 157 16

(15)

(relaxatio legis). Menurut Ateng Syafrudin bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau Als Opheffing van

een algemene verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan

larangan umum dalam peristiwa konkret).17

Menurut Sjachran basah izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasiakan peraturan-peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan

peraturan perundang-undangan.18 Menurut Bagir Manan izin dalam arti luas

berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu

yang secara umum dilarang.19

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge membai pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang

17

Juniarso Ridwan dan M.H.Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, ( Bandung : Nuansa, 2010 ), Halaman 9

18

Sjachran basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada penataran hukum administrasi dan lingkungan di fakultas hukum Unair, Surabaya, 1995, halaman 1-2

20

(16)

sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya, ini adalah paparan luas, dari pengertian perizinan. Selanjutnya N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya adalah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun diaman ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tia[p kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam

ketentuan-ketentuan).20

Menurut M.M van Praag, izin merupakan suatu tindakan hukum sepihak (eenzijdige handeling), sedangkan konsesi merupakan kombinasi dari tindakan dua pihak yang memiliki sifat kontraktual dengan izin, yang dalam pembahasan hukum kita namakan perjanjian. Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum yang berkenaan dengan izin dan konsesi, pemerintah menampilkan diri dalam dua

20

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), Halaman 208

(17)

fungsi, yaitu sebagai badan hukum umum pada saat melakukan konsesi, dan

sebagai organ pemerintah ketikan mengeluarkan izin.21

Menurut Adrian Sutedi, Perizinan adalah upaya mengatur

kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan, yaitu melalui penerapan prosedur ktat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pegaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki pemerintah, merupakan mekanisme pengendalian

administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.22

b. Unsur-unsur Perizinan

Berdasarakan pemaparan beberapa pendapat pada pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu :

1) Instrumen Yuridis

Dalam hukum modern, kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar

menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde). Tugas dan kewenangan

pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini

kepada pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau

besluiten van algemeen strekking), yang dari fungsi pengaturan ini muncul

21

(18)

beberapa instrumen yuridis untuk menghadapai peristiwa individual dan konkret

yaitu dalam bentuk ketetapan (beschikking).

2) Peraturan Perundang-undangan

Pada umumnya pemerintah memperoleh wewenang untuk mengeluarkan

izin itu ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Akan tetapi dalam penerapannya, menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat diskresianore power atau berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan tentang :

a) kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon

b) bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut

c) konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang

berlaku

d) prosedur apa yang harus diikuti atau disiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin 3) Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran berbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintah dapat diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan

(19)

administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah. Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintahan. Menurut N.M Spelt dan J.B .J.M. Ten Berge, keputusan yang memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan. Di sini organ-organ pada tingkat penguasa nasional (seorang menteri) atau tingkat penguasa-penguasa daerah.

4) Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, maka izin pun memiliki berbagai keragaman.

5) Prosedur Dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu , pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan

tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemberi izin.23

c. Sifat Izin

(20)

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat/badan tata usaha negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai berikut.

1) izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya tidak terikat pada aturan dan hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian izin.

2) Izin bersifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata usaha negara yang penerbitannya terikat pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan mengaturnya.

3) Izin yang bersifat menguntungkan, adalah izin yang isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang bersangkutan. Misalnya SIM, SIUP, SITU, dan lain-lain.

4) Izin yang bersifat memberatkan, adalah izin yang isinya mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya. Di samping itu, izin yang bersifat memberatkan merupakan pula izin yang memberi beban kepada orang lain atau masyarakat sekitarnya. Misalnya pemberian izin kepada perusahaan tertentu.

5) Izin yang segera berakhir, adalah izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya relatif pendek,

(21)

misalnya izin mendirikan bangunan (IMB) yang hanya berlaku mendirikan bangunan dan berakhir saat bangunan selesai didirikan.

6) Izin yang berlangsung lama, adalah izin yang menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relatif lama, misalnya izin usaha industri dan izin yang berhubungan dengan lingkungan.

7) Izin yang bersifat pribadi, adalah izin yang isinya tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dan pemohon izin. Misalnya, izin mengemudi (SIM). 8) Izin yang bersifat kebendaan, adalah izin yang isinya tergantung pada sifat

dan objek izin misalnya HO, SITU, dan lain-lain.24

d. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.

Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya. Sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut

juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah. 25

Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana dijelaskan berikut :

24

(22)

1) Instrumen Rekayasa Bangunan

Pemerintah dapat membuat regulasi dan keptutusan yang memberikan

insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi. Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus

sumber korupsi) bagi pembangunan.26

2) Budgetering

Perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu menjadi

sumber pendapatan bagi negara. Pemeberian lisensi dan izin kepada masyarakat dilakukan dengan kontra prestasi berupa retribusi perizinan. Karena negara mendapatkan kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini

dianut prinsip no taxation without the law, yang artinya tidak ada penarikan

pajak tanpa adanya pengaturan hukum. Penarikan retribusi perizinan hanya dibenarkan jika ada dasar hukum, yaitu undang-undang dan/atau peraturan

daerah.27

3) Reguleren

Perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi

instrumen pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Sebagaiamana juga dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur

pilihan-pilihan tindakan dan perilaku masyarakat.28

e. Tujuan Pemberian Izin

26 Ibid, Halaman 198 27 Ibid, Halaman 199 28 Ibid, Halaman 200

(23)

Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

1) Dari Sisi Pemerintah

Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut : a) Untuk melaksanakan peraturan.

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.

b) Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.

2) Dari Sisi Masyarakat

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut. a) untuk adanya kepastian hukum

b) untuk adanya kepastian hak

(24)

Dengan meningkatkan tindakan-tindakan pada suatu sistem perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin, yaitu sebagai berikut.

1) Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin mendirikan bangunan, izin HO, dan lain-lain.

2) Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, dan usaha indsutri, dan lain-lain.

3) Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar monumen-monumen, izin mencari/menemukan barang-barang peninggalan terpendam. 4) Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas, misalnya izin

menghuni di daerah padat penduduk (SIP), dan lain-lain.

5) Mengarahkan/pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap orang dan

aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi, dan lain-lain.29

f. Bentuk Dan Isi Izin

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut :

1) Organ yang berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin akan nyatakan organ mana yang memberikan izin. 2) Yang dialamatkan

29

(25)

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Karena itu, keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. 3) Diktum

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus

memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. 4) Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat

Sebagaimana kebanyakan keputusan, di dalamnya mengandung

ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat (voorschriften, beperkingen, en

voorwaarden), demikian pula dengan keputusan yang berisi izin ini. 5) Pemberian alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan

ketentuan-ketentuan Undang-Undang, pertimangan-pertimbangan hukum, dan

penetapan fakta.

6) Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan

Pemeberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan

ditujukan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam izin,

seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.30

3. Pengertian Implementasi

Dalam kamus besar bahasa indonesia di jelaskan Implementasi adalah pelaksanaan, Penerapan. Mengimplementasikan adalah melaksanakan atau

(26)

menerapkanlah.31 Kebijakan yang baik tidak memiliki arti apa-apa jika tidak dapat di Implementasikan. Apabila suatu kebijakan telah ditetapkan, maka proses perumusan kebijakan menginjak tahapan Implementasi. Tahap ini melibatkan serangkaian kegiatan yang meliputi pemberitahuan kepada publik mengenai pilihan kebijakan yang diambil, instrumen kebijakan yang digunakan, staf yang akan melaksanakan program, pelayanan-pelayanan yang akan diberikan, anggaran

yang telah disiapkan, dan laporan-laporan yang akan dievaluasi.32

Non Implementation berarti suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak yang terlibat dalam pelaksanaan tidak mau bekerjasama atau telah bekerja sama secara tidak efisien, bekerja setengah hati, tidak sepenuhnya menguasai permasalah atau kemungkinan permasalahan yang diselesaikan diluar jangkauan kekuasaan sehingga betapa gigihnya usaah mereka,

hambatan yang ada tidak sanggup di tanggulangi, akibatnya

implementasi/pelaksanaan yang efektif sukar untuk dipenuhi.33

Keberhasilan Implementasi peraturan atau kebijakan juga sangat ditentukan oleh model implementasi yang mampu menjamin kompleksitas masalah yang akan diselesaikan melalui kebijakan tertentu, model implementasi kebijakan ini tentunya diharapkan model yang semakin operasional sehingga mampu menjelaskan hubungan antara variabel yang terkait dengan kebijakan.

31

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi ke tiga (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003) Halaman 441

32

Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, (Bandung : Alfabeta, 2007), Halaman 36

33

I. Nyoman Sumaryadi, Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta : Citra Utama , 2005), Halaman 98

(27)

Bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna atau perfect implementation maka diperlukan 4 persyaratan, yakni :

a) kondisi eksternal yang dihadapi instansi pelaksana tidak akan menimbulkan sesuatu yang serius.

b) untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber daya yang cukup memadai.

c) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan memang tersedia.

d) kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan

klausalitas yang handal.34

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian pada skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu dengan pengumpulan data-data serta studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penulisan

skripsi.35

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut :

34

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan, (Bumi Aksara : Jakarta, 1997), Halaman 63-71

(28)

a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu : 1) bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan

peraturan perundang-undangan.

2) bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum premier yaitu karangan ilmiah, buku-buku refrensi dan informasi.

3) bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus

umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah, dan lain sebagainya.36

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data tersebut diperoleh dari :

1. Penelitian pustaka, yaitu data-data dan keterangan yang dikumpulkan dari bahan-bahan tulisan seperti buku-buku bacaan dan peraturan perundang- undangan yang ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukan. Data ini merupakan data sekunder.

2. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan Perdagangan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Medan.

4. Analisis Data

36

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), Halaman 11

(29)

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan kemudian di analisis secara kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam skrispsi.

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Oleh karena itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi

tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan

Penjualan Minuman Beralkohol. Dalam bab ini berisi Tinjauan Umum Tentang Minuman Beralkohol, Tinjaun Umum Tentang Larangan Perizinan Penjualan Minuman Beralkohol Di Minimarket Menurut Hukum Administrasi Negara, Dan

(30)

Peraturan Perundang-undangan Yang Berkaitan Dengan Penjualan Minuman Beralkohol

BAB III : Alasan-Alasan Diberlakukannya Larangan Perizinan penjualan

Minuman Beralkohol Di Minimarket. Dalam bab ini berisi tentang alasan-alasan diberlakukannya larangan perizinan penjualan minuman beralkohol di minimarket Ditinjau Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 dan Ditinjau Berdasarkan Ketentuan-Ketentuan Yang Melarang Penjualan Minuman Beralkohol

BAB IV : Implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun

2015 Di Kota Medan. Dalam bab ini berisi tentang Upaya Disperindag Kota Medan Dalam Mengimplementasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015, Hambatan-Hambatan Dalam Mengimplementasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015, Upaya Yang Dilakukan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Medan Dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan Dalam

Mengimplementasikan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015, Pengawasan Minuman Beralkohol Di Minimarket

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

a. Kesimpulan b. Saran DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan aktivitas belajar siswa dan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara kelas yang menerapkan

Di dalam penulisan Tugas Akhir ini disajikan pokok-pokok bahasan yang meliputi perancangan dan pembuatan aplikasi penerjemah Indonesia – Inggris berbasis

[r]

Aplikasi permainan ini jika dijalankan akan menampilkan permainan game untuk anak umur 4-5 Tahun, Dalam pengopersiannya, program ini dilengkapi dengan menu untuk masuk ke menu

Tulisan ilmiah ini bertujuan untuk membuat suatu klip animasi 3 dimensi dengan menggunakan kolaborasi antara 3Ds MAX 5.0 dan Maya 6.5 Unlimited sebagai suatu tehnologi dalam

Silase adalah pakan dari limbah pertanian atau dari hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40-80%)

a. Calon pelanggan memiliki keterbatasan waktu untuk mengunjungi PlasaTelkom atau FlexiCenter. Meskipun ada Sales Force yang bersedia mengunjungi calon pelanggan, namun

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu mempunyai pengetahuan tinggi juga tentang pengertian,