• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Manajemen Pemasaran a. Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan. Dalam dunia persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut agar tetap bertahan, hidup dan berkembang. Oleh karena itu seorang pemasar dituntut untuk memahami permasalahan pokok di bidangnya dan menyusun strategi agar dapat mencapai tujuan perusahaan.

Menurut Kotler & Keller (2012), “Marketing is about identifying and meeting human and social needs. One of the shortest good definitions of marketing is meeting needs profitably”. Pemasaran adalah mengidentifikasikan dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.

Menurut Kotler & Armstrong (2012), “Marketing is the process by which companie create value for customers and build strong customers relationships in order to capture value from customers in return”. Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi

(2)

pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya”.

Dari definisi diatas jelas meyatakan bahwa pemasaran tidak bersifat konstan, melainkan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan evolusi itu sendiri. Dari pengertian kedua ahli di atas mengandung beberapa kesimpulan yaitu :

1) Pemasaran adalah kegiatan manusia yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan langganan melalui proses pertukaran dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

2) Pemasaran adalah kegiatan perusahaan dalam membuat rencana, menentukan harga, promosi serta mendistribusikan barang dan jasa.

3) Pemasaran berorientasi pada langganan yang ada dan potensial.

4) Pemasaran tidak hanya bertujuan memuaskan kepentingan pelanggan saja, akan tetapi juga memperhatikan semua kepentingan pihak-pihak yang terlibat didalamnya, seperti kesejahteraan sosial karyawan, kepentingan masyarakat sekitarnya, kepentingan para pemegang saham, pencemaran lingkungan dan lain-lain.

(3)

b. Pengertian Manajemen Pemasaran

Dalam menerapkan pemasarannya perusahaan harus mampu memanajemen kegiatan pemasarannya dengan baik. Hal ini dilakukan agar perusahaan bisa menyiapkan segala sesuatu pemasarannya dengan sempurna, mulai dari perencanaan yang matang, perhitungan yang tepat, pengorganisasian yang baik dan melakukan pengawasan yang baik pula. Dengan adanya manajemen pemasaran yang baik, peluang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan profit akan semakin besar. Selain itu manajemen pemasaran yang baik, akan sangat membantu perusahaan dalam persaingan dengan kompetitor lainnya. Hal ini menunjukan bahwa manajemen pemasaran adalah salah satu senjata paling penting yang harus dimiliki perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Berikut ini adalah definisi dari beberapa para ahli yang menjelaskan tentang arti pentingnya manajemen pemasaran :

Menurut Kotler & Philph (2012), “Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”.

Menurut Sofjan Assauri (2011), “Manajemen pemasaran merupakan kegiatan penganalisian, perencanaan, pelaksanaan dan

(4)

pengendalian program-program yang dibuat untuk membentuk, membangun dan memelihara keuntungan dari pertukaran melalui sasaran pasar, guna mencapai tujuan organisasi (perusahaan) dalam jangka panjang”.

Pengertian manajemen pemasaran menurut Pride & Ferrel (2012) adalah “proses perencanaan, pengorganisasian, implementasi dan mengatur aktivitas pemasaran untuk memfasilitasi pertukaran yang

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pemasaran memiliki lingkup yang sangat luas. Secara singkat dapat meyatakan bahwa manajemen pemasaran mencakup seluruh filsafat, konsep, tugas, proses dan sistem pemasaran dengan intinya adalah strategi pemasaran terpadu.

2. Retail

Salah satu perantara dalam saluran pemasaran adalah pengecer. dalam kegiatan pemasaran terdapat proses pertukaran barang dan jasa dimana dilakukan oleh organisasi apapun yang melakukan proses pertukaran atau menjual barang dan jasa tersebut kepada konsumen akhir baik produsen, grosir dan pengecer yang disebut melakukan usaha eceran.

1) Menurut Berman & Evans (2011) retailing meliputi kegiatan usaha yang terlibat dalam penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk penggunaan pribadi, keluarga, atau rumah tangga.

(5)

2) Menurut Kotler (2012) menyatakan bahwa dalam usaha eceran tidak mempertimbangkan bagaimana produk-produk itu dijual baik melalui orang, surat, telepon atau mesin penjual, juga tidak mempertimbangkan dimana dijualnya, ditoko, dipinggir jalan atau dirumah konsumen.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa retailing merupakan suatu bentuk usaha menjual barang dan jasa yang ditujukan kepada konsumen akhir untuk penggunaan yang sifatnya pribadi atau non bisnis. Ritel merupakan mata rantai terakhir dalam penyaluran barang dari produsen sampai kepada konsumen.

3. Shopping Lifestyle

a. Pengertian Shopping Lifestyle

Shopping Lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keterlibatan konsumen terhadap suatu produk yang juga mempengaruhi terjadinya Impulse Buying (Darma et al. 2014).

Shopping Lifestyle didefinisikan sebagai gaya hidup konsumen pada kategori fashion yang menunjukan sikapnya terhadap merek, pengaruh dari iklan dan kepribadian (Prastia 2013).

(6)

Edwin Japarianto & Sugiono Sugiharto (2011) mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan Shopping Lifestyle terhadap Impulsive Buying Behavior adalah dengan menggunakan indikator :

1) Menanggapi untuk membeli setiap tawaran iklan mengenai produk fashion.

2) Membeli produk-produk terbaru ketika melihatnya di Outlet. 3) Berbelanja merek yang terkenal.

4) Yakin bahwa merek (produk kategori) terkenal yang dibeli terbaik dalam hal kualitas.

5) Sering membeli berbagai merek (produk kategori) dari pada merek yang biasa dibeli.

6) Yakin ada dari merek lain (kategori produk) yang sama seperti yang dibeli.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Shopping Lifestyle adalah cara seseorang untuk mengalokasikan waktu dan uang untuk membeli berbagai macam produk yang mencerminkan perbedaan status sosial.

b. Dimensi Shopping Lifestyle

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka, apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia

(7)

disekitarnya menurut Setiadi (2011). Menurut Lizamary & Edwin (2014), gaya hidup digambarkan dengan dimensi sebagai berikut :

1) Kegiatan (Activities)

Cara hidup yang didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka.

2) Minat (Interest)

Apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya. 3) Opini (Opinion)

Apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya.

4. Hedonic Shopping Motivation

a. Pengertian Buying Motivation

Motivasi berbelanja adalah suatu keadaan dalam pribadi yang mendorong keinginan individu untuk melakukan keinginan tertentu guna mencapai tujuan (Handoko 2011).

Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk (2011) motivasi adalah The driving force with in individual that impels then to action. Motivasi merupakan kekuatan penggerak dalam diri seseorang yang memaksanya untuk bertindak.

(8)

Dalam bidang pemasaran Sigit (2011) menjelaskan bahwa motivasi pembelian adalah pertimbangan-pertimbangan dan pengaruh yang mendorong orang untuk melakukan pembelian.

Berdasarkan dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa buying motivation adalah proses untuk mencoba mempengaruhi konsumen agar melakukan sesuatu.

b. Pengertian Hedonic Shopping Motivation

Motivasi hedonis adalah motivasi konsumen untuk berbelanja karena berbelanja merupakan suatu kesenangan tersendiri sehingga tidak memperhatikan manfaat dari produk yang dibeli (Utami, 2011). Hedonic Shopping merupakan suatu keinginan seseorang untuk mendapatkan suatu kesenangan bagi dirinya sendiri yang dapat dipenuhi dengan cara menghabiskan waktu untuk mengunjungi pusat perbelanjaan atau mall, menikmati suasana atau atmosfer yang ada di pusat perbelanjaan itu sendiri meskipun mereka tidak membeli apapun atau hanya melihat – lihat saja (Japarianto, 2011).

Menurut Prastia (2013) perilaku belanja hedonis mengacu pada rekreasi, perasaan menyenangkan, keadaan intrinsik, dan berorientasi pada stimulasi motivasi. Menurut Hausman et al (2013) mengidentifikasi ada enam faktor motivasi berbelanja hedonik, yaitu sebagai berikut:

1) Mencari kesenangan baru, konsumen berbelanja untuk mencari pengalaman yang menyenangkan.

(9)

2) Memuaskan rasa ingin tahu, konsumen berbelanja untuk memuaskan keinginan berbelanja.

3) Pengalaman baru, konsumen berbelanja untuk mendapatkan pengalaman baru.

4) Bertemu dengan orang lain, konsumen berbelanja untuk berinteraksi dengan orang lain.

5) Mencari hiburan, konsumen berbelanja untuk menghibur diri.

6) Melupakan persoalan, konsumen berbelanja untuk menghilangkan persoalan yang dihadapi.

7) Menghilangkan persoalan yang dihadapi.

Kebutuhan hedonis ini lebih menjadi sorotan utama karena dalam memperhatikan kondisi dari pengunjung terlihat bahwa ada suatu misteri yang harus diungkap untuk dapat dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan strategi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Hedonisme adalah suatu paham yang dimiliki oleh seseorang berdasarkan suatu kesenangan semata–mata yang difokuskan demi memenuhi kepuasan pikiran dari orang tersebut (Edwin Japarianto, 2011).

Menurut Rachmawati (2011) Hedonic Shopping adalah: “konsumsi hedonis meliputi aspek tingkah laku yang berhubungan dengan multy-sensory, fantasi dan kesenangan dalam menggunakan produk dan pendekatan estetis”. Dari landasan teori yang didapatkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Hedonic Shopping merupakan suatu keinginan

(10)

seseorang untuk mendapatkan suatu kesenangan bagi dirinya sendiri yang dapat dipenuhi dengan cara menghabiskan waktu untuk mengunjungi tempat yang benar-benar menyenangkan dan nyaman. Menikmati suasana atau atmosfer yang ada di tempat tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan keputusan pembelian.

Menurut Setiadi (2011) motif yang mendorong untuk berbelanja dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1) Motif pribadi, yaitu permainan peranan, hiburan, pemuasan diri, belajar tentang trend baru, aktivitas fisik dan rangsangan yang berhubungan dengan indera.

2) Motif sosial, yaitu pengalaman sosial, berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki minat sama, daya tarik kelompok sebaya, status dan otoritas, juga kesenangan dalam tawar-menawar.

c. Dimensi Hedonic Shopping Motivation

Menurut Edwin Japarianto (2011) enam kategori besar dari motivasi Hedonic Shopping Motivation ini adalah sebagai berikut :

1) Adventure Shopping

The first category is labeled “adventure shopping,” which refers to shopping for stimulation, adventure, and the feeling of being in another world Social Shopping. Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja didasarkan pada

(11)

rangsangan, petualangan dan perasaan yang menyenangkan.

2) Social shopping

“A second category is labeled „social shopping,‟ which refers to the enjoyment of shopping with friends and family, socializing while shopping, and bonding with others while shopping”. Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja didasarkan untuk suatu kegembiraan dengan anggota keluarga, teman dan bersosialisasi ketika berbelanja.

3) Gratification Shopping

“A third category is labeled “gratification shopping,” which involves shopping for stress relief, shopping to alleviate a negative mood, and shopping as a special treat to oneself”. Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk mengurangi mood yang buruk atau stress dan berbelanja sebagai cara istimewa untuk memanjakan diri.

4) Idea Shopping

“A fourth category we label “idea shopping,” which refers to shopping to keep up with trends and new fashions and to see new products and innovations”. Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk tetap mengikuti tren dan mode terbaru yang sedang berlangsung juga untuk melihat inovasi terbaru.

(12)

5) Role Shopping

“A fifth category of shopping motivations is labeled “role shopping,” which reflects the enjoyment that shoppers derive from shopping for others, the influence that this activity has on the shoppers‟ feelings and moods, and the excitement and intrinsic joy felt by shoppers when finding the perfect gift for others” . Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk suatu kesenangan sebagai individu yang memiliki peranan dan arti penting dalam suatu komunitas dan ketika berbelanja untuk orang lain.

6) Value Shopping

“The final category is labeled “value shopping,” which refers to shopping for sales, looking for discounts, and hunting for bargains”. Kategori ini menjelaskan bahwa berbelanja untuk penjualan, mencari potongan harga dan berburu tawar menawar, sehingga individu tersebut merasanya adanya suatu keuntungan dalam berbelanja.

5. Impulsive Buying Behavior

a. Pengertian Impulsive Buying Behavior

Sering kali konsumen membeli suatu produk tanpa direncanakan atau tanpa berfikir terlebih dahulu. Keinginan untuk membeli tersebut, sering

(13)

kali muncul di toko atau di mall dan banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, antara lain display produk, potongan harga mulai dari 50% yang terlihat mencolok akan menarik perhatian konsumen (Apriyanti 2015).

Menurut Tinne (2011) mendefinisikan pembelian impuls adalah pembelian yang tidak direncanakan atau spontan. Menurut Vazifiehdoost et al (2014) dalam penelitiannya menyatakan Impulse Buying terjadi ketika seorang pembeli mengalami dorongan dan motivasi yang kuat secara tiba-tiba untuk melakukan pembelian secara tiba-tiba.

Dari definsi ini, karateristik pertama dari pembelian impuls adalah bahwa itu adalah pembelian yang tidak di rencanakan, konsumen memutuskan membeli yang objek yang dilihatnya secara mendadak. Karateristik kedua pembelian impuls adalah respon yang berhubungan dengan kelakuan, dan karateristik yang ketiga dari pembelian impuls adalah sifat langsung dari perilaku. Konsumen membuat keputusan mendadak tanpa evaluasi konsekuensi dan melakukan pembelian tersebut. Akhirnya, konsumen mengalami dan/reaksi kognitif emosional, yang dapat mengakibatkan konsekuensi di masa depan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Impulse Buying merupakan pembelian saat itu juga yang tidak di rencanakan, berdasar pada tindakan yang sangat kuat dan dorongan keras untuk langsung membeli suatu barang.

(14)

b. Dimensi Impulsive Buying Behavior

Berdasarkan hasil riset yang dipublikasikan dalam journal of retailing, Asterrina F. dan Hermiati T (2015) menjelaskan tentang faktor-faktor penentu Impulse Buying. Hasil rriset tersebut menjadi skala pengukuran yang mengukur skala Impulse Buying dalam 7 dimensi utama, yaitu :

1) Desakan untuk Berbelanja (Urge to Purchase).

Urge to purchase merupakan suatu dorongan atau hasrat yang dirasakan ketika membeli sesuatu secara tiba-tiba atau spontan. Impulsive Buying terjadi ketika konsumen mengalami dorongan atau desakan secara mendadak, kuat dan gigih untuk membeli beberapa hal segera. Dorongan kuat, kadang-kadang tak tertahankan atau sulit dihentikan, kecenderungan untuk bertindak tiba-tiba tanpa musyawarah. Walaupun sangat kuat dan terkadang tidak dapat ditolak namun tidak selalu dilakukan. Bahkan.orang-orang menggunakan strategi yang sangat banyak untuk mendapatkan kontrol terhadap hasrat ini.

2) Emosi Positif (Positive Affect).

Pengaruh positif individu dipengaruhi oleh suasana hati yang sudah dirasakan sebelumnya, disposisi afeksi, ditambah dengan reaksi terhadap pertemuan lingkungan toko tersebut (misalnya, barang-barang yang diinginkan dan penjualan

(15)

yang ditemui). Suasana hati yang positif (senang, gembira, dan antusias) menyebabkan seseorang menjadi murah hati untuk menghargai diri mereka, konsumen merasa seolah-olah memiliki lebih banyak kebebasan untuk bertindak, dan akan menghasilkan perilaku yang ditujukan untuk mempertahankan perasaan yang positif.

3) Melihat-lihat Toko (In-Store Browsing).

Sebagai bentuk pencarian langsung, in-store browsing merupakan komponen utama dalam proses pembelian impulsif. Jika konsumen menelusuri toko lebih lama, konsumen akan cenderung menemukan lebih banyak rangsangan, yang akan cenderung meningkatkan kemungkinan mengalami Impulsive Buying yang mendesak dalam.

4) Kesenangan Berbelanja (Shopping Enjoyment).

Definisi shopping enjoyment mengacu pada kesenangan yang didapatkan dari proses berbelanja, dalam hal ini mengacu pada konteks berbelanja didalam mall atau pusat perbelanjaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelian impulsif dapat menjadi upaya seseorang untuk meringankan depresi atau untuk menghibur diri sendiri.

(16)

5) Ketersediaan Waktu (Time Available).

Time available mengacu pada waktu yang tersedia bagi individu untuk berbelanja.Tekanan waktu dapat mengurangi Impulsive Buying, sebaliknya ketersediaan waktu secara positif terkait dengan melakukan aktivitas pencarian dalam lingkungan ritel dapat mengakibatkan Impulsive Buying. Individu dengan lebih banyak waktu yang tersedia akan melakukan pencarian lagi.

6) Ketersediaan Uang (Money Available).

Money available mengacu pada jumlah anggaran atau dana ekstra yang dimiliki oleh seseorang yang harus dikeluarkan pada saat berbelanja. Menghubungkan variabel ketersediaan uang secara langsung dengan Impulsive Buying karena hal tersebut dinilai menjadi fasilitator untuk terjadinya pembelian terhadap suatu objek.

7) Kecenderungan pembelian impulsif (Impulsive Buying Tendency).

Definisi dari impulsive buying tendency sebagai,

1) Kecendrungan mengalami dorongan yang secara tiba-tiba muncul untuk melakukan pembelian on the spot.

2) Desakan untuk bertindak atas dorongan tersebut dengan hanya sedikit pertimbangan atau evaluasi dari konsekuensi.

(17)

B. Rerangka Pemikiran

1) Hubungan Shopping Lifestyle terhadap Impulsive Buying Behavior Shopping Lifestyle mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Hal tersebut tentu berkaitan dengan keterlibatan konsumen terhadap suatu produk yang juga mempengaruhi terjadinya Impulse Buying (Darma et al. 2014).

Menurut Vazifiehdoost et al (2014) dalam penelitiannya menyatakan Impulse Buying terjadi ketika seorang pembeli mengalami dorongan dan motivasi yang kuat secara tiba untuk melakukan pembelian secara tiba-tiba. Dari definsi ini, karateristik pertama dari pembelian impuls adalah bahwa itu adalah pembelian yang tidak di rencanakan, konsumen memutuskan membeli yang objek yang dilihatnya secara mendadak. Karateristik kedua pembelian impuls adalah respon yang berhubungan dengan kelakuan, dan karateristik yang ketiga dari pembelian impuls adalah sifat langsung dari perilaku. Konsumen membuat keputusan mendadak tanpa evaluasi konsekuensi dan melakukan pembelian tersebut. Akhirnya, konsumen mengalami dan/reaksi kognitif emosional, yang dapat mengakibatkan konsekuensi di masa depan.

Shopping menjadi salah satu lifestyle yang paling digemari, untuk memenuhi lifestyle ini masyarakat rela mengorbankan sesuatu demi

(18)

mencapainya dan hal tersebut cenderung mengakibatkan impulse buying. Ketika terjadi pembelian impulsif akan memberikan pengalaman emosional lebih dari pada rasional, sehingga tidak dilihat sebagai suatu sugesti, dengan dasar ini maka pembelian impulsif lebih dipandang sebagai keputusan rasional dibanding irasional dan hubungan sembilan karakteristik produk yang mungkin dapat mempengaruhi pembelian impulsif, yaitu harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merk, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil, dan mudah disimpan. Dari penelitian diatas dikatakan terdapat pengaruh antara shopping lifestyle terhadap impulse buying behavior (Japarianto, E., & Sugiharto, S., 2011).

H1 : Ada hubungan positif antara variabel Shopping Lifestyle terhadap

variabel Impulsive Buying Behavior.

2) Hubungan Hedonic Shopping Motivation terhadap Impulsive Buying Behavior

Hedonic Shopping merupakan suatu keinginan seseorang untuk mendapatkan suatu kesenangan bagi dirinya sendiri yang dapat dipenuhi dengan cara menghabiskan waktu untuk mengunjungi pusat perbelanjaan atau mall, menikmati suasana atau atmosfer yang ada di pusat perbelanjaan itu sendiri meskipun mereka tidak membeli apapun atau hanya melihat – lihat saja (Japarianto, 2011).

(19)

Pembelian secara impulsif sering dialami seseorang ketika berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan. Menurut Utami (2010:51) pembelian impulsif adalah pembelian yang terjadi ketika konsumen melihat produk atau merk tertentu, kemudian konsumen menjadi tertarik untuk mendapatkannya, biasanya karena adanya ransangan yang menarik dari toko tersebut. Lebih luas Mowen dan Minor (2001:65) menjelaskan “pembelian barang secara impulsif terjadi ketika konsumen merasakan pengalaman, terkadang keinginan kuat, untuk membeli barang secara tiba-tiba tanpa ada rencana terlebih dahulu”.

Hasil penelitian Japrianto (2011) menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada masyarkat High Income Surabaya. Ini membuktikan bahwa Hedonic Shopping juga berpengaruh terhadap Impulse Buying. Pembelian secara Impulse Buying sering dialami konsumen dalam berbelanja. Dari penelitian diatas dikatakan terdapat pengaruh langsung yang signifikan dari variabel Hedonic Shopping Motives terhadap Impulse Buying (Kosyu et al 2014).

H2 : Ada hubungan positif antara variabel Hedonic Shopping Motivation

(20)

C. Penelitian Terdahulu

Bagian ini memiliki salah satu peranan penting dalam melakukan suatu penelitian. Hasil-hasil penelitian terdahulu tidak hanya digunakan untuk memperbandingkan penelitian yang akan dilakukan. Namun hasil penelitian tersebut juga diharapkan akan dapat menemukan kesenjangan penelitian.

TABEL 2.1 PENELITIAN TERDAHULU No Penulis Judul Jurnal dan Tahun Hasil 1. Dayang Asning Kosyu, Kadarisman Hidayat, Yusri Abdillah. Pengaruh Hedonic Shopping Motives Terhadap Shopping Lifestyle dan Impulse Buying. Jurnal Administ rasi Bisnis (JAB)|V ol. 14 No. 2 Septemb er (2014). Hedonic Shopping Motives berpengaruh signifikan terhadap Shopping Lifestyle, Hedonic Shopping Motives berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying dan Shopping Lifestyle berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying. 2. Edwin Japarianto, Sugiono Sugiharto. Pengaruh Shopping Lifestyle dan Fashion Involvement Terhadap Impulse Buying Behavior Masyarakat High Income Surabaya. Jurnal Manaje men Pemasar an, Vol. 6, No. 1, April 2011. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Hedonic Shopping Value dan Fashion Involvement berpengaruh terhadap perilaku Impulse Buying pada masyarakat High Income Surabaya.

(21)

No Penulis Judul Jurnal dan Tahun Hasil 3. Yuniar Indah Suhartini, Rodhiyah, Sari Listyorini. Pengaruh Shopping Lifestyle, Fashion Involvement dan Hedonic Shopping Motivation Terhadap Impulse Buying. Jurnal Administrasi Bisnis (2015) Shopping Lifestyle, Fashion Involvement, dan Hedonic Shopping Motivation berpengaruh signifikan dan positif terhadap Impulse Buying.

4. Lizamary Angelina Darma, Edwin Japarianto. Analisis Pengaruh Hedonic Shopping Value Terhadap Impulse Buying dengan Shopping Lifestyle dan Positive Emotion sebagai Variabel Intervening pada Mall Ciputra World Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 8, No. 2, Oktober 2014.

Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Hedonic Shopping Value dan Shopping Lifestyle terhadap Impulse Buying, terdapat pengaruh yang signifikan dari Hedonic Shopping Value dan Shopping Lifestyle terhadap Positive Emotion, terdapat

pengaruh yang signifikan dari Hedonic Shopping Value terhadap Shopping Lifestyle, terdapat

pengaruh yang signifikan dari Positive Emotion terhadap Impulse Buying,

5. Fenny Felecia

Lumintang. Pengaruh Hedonic Shopping Motives terhadap. Jurnal Administrasi Bisnis (2013). Hedonic Motives memiliki pengaruh signifikan terhadap Browsing dan Shopping Lifestyle. Hedonic.

(22)

No Penulis Judul Jurnal dan Tahun Hasil Impulse Buying melalui Browsing dan Shopping Lifestyle pada Online Shop.

Motives, Browsing dan Shopping Lifestyle memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Impulse Buying, Hedonic Motives memiliki pengaruh signifikan terhadap Impulse Buying melalui Shopping Lifestyle. 6. Beyza Gültekin, Leyla Özer. The Influence of Hedonic Motives and Browsing On Impulse Buying. Journal of Economics and Behavioral Studies Vol. 4, No. 3, pp. 180-189, Mar 2012.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa motif hedonis dan yang dimensi seperti

petualangan, gratifikasi, dan ide memiliki dampak positif pada impulse buying. perilaku browsing konsumen dipengaruhi membeli impuls positif. Peran mediasi browsing antara motif hedonis dan membeli impuls juga diidentifikasi dengan melakukan analisis faktor konfirmatori. 7. Siew Lin Chuah1, Chin Chuan Gan2 The Influence of Individual Internal Factors on Impulse Buying Behaviour through Online Shopping. Global Journal of Business and Social Science Review GJBSSR, Vol. 1 (1), January-March 2015.

Kepribadian dan hedonis motivasi positif berkaitan secara online impuls membeli, sedangkan emosi tidak berhubungan positif dengan membeli impuls online. Penelitian juga menunjukkan bahwa ada perbedaan gender dalam perilaku impulsif saat berbelanja online.

(23)

No Penulis Judul Jurnal dan Tahun Hasil 8. Manilall Dhurup (Prof) The Effect of Hedonic Motivation, Socialibility and Shyness on the Implusive Buying Tendencies of the Irish Consumer Business Dublin Institute of Technology, Vol. 5, No.8 (2014) Hedonis, fashion keterlibatan dan kepuasan emosional positif berkorelasi dengan perilaku pembelian impulsif antara kelompok universitas. Namun, hanya kepuasan emosional dan keterlibatan busana adalah prediktor signifikan dari perilaku pembelian impulsif. Untuk pengecer dan pemasar lebih khusus, kebutuhan konstan untuk menghasilkan peluang untuk pembelian impulsif dengan menarik. 9. Gede Wira Kusuma, Syafiie Idrus, Atim Djazuli The Influence of Hedonic Shopping Motivations on Buying Decision with Gender as Dummy Variable: (A Study on Consumers at the Hardy‟sMall Singaraja, Buleleng Regency, Indonesia) European Journal of Business and Management Vol.5, No.31, 2013 Motivasi kepuasan belanja tidak signifikan mempengaruhi

keputusan pembelian. Keputusan tidak dipengaruhi oleh motivasi kepuasan belanja. Hasil tidak signifikan ini menjelaskan bahwa tingkat motivasi belanja gratifikasi, dirasakan oleh konsumen di Hardy Mall Singaraja melalui belanja untuk

(24)

No Penulis Judul Jurnal dan

Tahun Hasil

10. Martje

Tambuwun Shopping lifestyle as intervening relation between hedonic motive and gender on impulse buying International Journal of Business and Finance Management Research (2016)

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hedonis motif dan gender memiliki secara langsung dan signifikan berpengaruh terhadap impulse buying. Juga, motif hedonis dan jenis kelamin memiliki

pengaruh yang signifikan dan tidak langsung pada dorongan

membeli melalui gaya hidup belanja.

H1

H2

Sumber : (Kosyu et all 2014)

GAMBAR 2.1

RERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Shopping Lifestyle (X1) Hedonic Shopping Motivation (X2) Impulsive Buying Behavior (Y)

(25)

D. Hipotesis

Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan berupa hipotesis, yaitu jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, baik dilihat dari hipotesis parsial dan hipotesis simultan.

H1 : Shopping Lifestyle berpengaruh positif terhadap Impulsive Buying

Behavior konsumen Outlet Batik Keris Supermall Karawaci Tangerang. H2 : Hedonic Shopping Motivation berpengaruh positif terhadap Impulsive

Buying Behavior konsumen Outlet Batik Keris Supermall Karawaci Tangerang.

Gambar

TABEL 2.1   PENELITIAN TERDAHULU  No  Penulis  Judul  Jurnal dan  Tahun  Hasil  1.  Dayang  Asning  Kosyu,  Kadarisman  Hidayat,  Yusri  Abdillah

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan karakter bangsa dalam pendidikan berpedoman pada tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hidayati dan Murni (2009), yang menemukan bahwa peluang pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap ERC karena objek

1) Pesantren menerapkan aturan yang harus ditaati oleh setiap santri, apabila terjadi pelanggaran, santri akan mendapatkan hukuman dari riang sampai ke berat,

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis yang

Hasil observasi dan interview terkumpul data yang selanjutnya dianalisa secara kualitatif, maka aplikasi manajemen hubungan masyarakat dalam meningkatkan partisipasi

Efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaan ekstrak etanolik bunga kembang sepatu pada kulit dapat ditingkatkan dengan cara diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik, serta Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Permainan

Selain dokumen persiapan proyek lainnya (seperti Feasibility Study atau FS), Klien harus mempersiapkan dan mengungkapkan dokumen-dokumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial