• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketersediaan bahan bakar fosil semakin berkurang sehingga perlu dicari alternatifnya. Bahan nabati yang telah dikonversi menjadi bahan bakar nabati (BBN) dapat menjadi substitusi bahan bakar fosil. Bioetanol merupakan salah satu jenis BBN yang berpotensi sebagai substitusi bensin. Kecenderungan penurunan cadangan minyak bumi pada periode tahun 2004-2013 merupakan fakta. Indonesia telah menjadi net importer BBM (bahan bakar minyak) sejak tahun 2004 (ESDM 2006). Produksi BBM pada tahun 2013 sebesar 825 ribu barel per hari (bpd) dengan konsumsi sebesar 825 ribu bph. Hal ini mengindikasikan terdapat defisit kebutuhan BBM sebesar 798 ribu bph (BP 2014). Berdasarkan peraturan presiden No 5 tahun 2006 tentang blue print pengelolaan energi nasional 2006-2025, penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) diproyeksikan sebesar 17% pada tahun 2025, dengan bahan bakar nabati menyumbang sebesar 5%. Hal ini berarti upaya pengembangan bioetanol dari bahan bakar nabati memiliki pijakan yang kuat. Bahan berlignoselulosa dari limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan merupakan sumber potensial untuk dikonversi menjadi bioetanol generasi kedua (Sun dan Cheng 2002). Peningkatan nilai tambah biomassa dalam konteks biorefinery didekati dengan pembentukan produk antara (intermediate) sebelum konversi berbagai polimer turunannya sebagai produk utama maupun produk sampingnya. Karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) merupakan sumber gula yang dapat dikonversi menjadi produk kimia yang bernilai tinggi seperti bioetanol. Konversi bahan-bahan ini menjadi bioetanol tidak mengganggu ketersediaan bahan baku pangan berkarbohidrat.

Bambu merupakan salah satu jenis lignoselulosa dari kelompok rumput-rumputan (graminae) sebagai sumber serat potensial yang memiliki pemanfaatan yang luas. Produksi pulp dan kertas, asam laktat, penguat komposit, metana, konstruksi, tekstil, makanan dan bioenergi merupakan contoh aplikasi dari pemanfaatan bambu. Mayoritas populasi bambu berada di Asia dan produksi bambu di Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan Tiongkok (Lobovikov et al.2007). Produktivitas biomasa bambu adalah yang tertinggi (Kant 2010) dibandingkan dengan tanaman bioenergi lain (poplar, switch grass, mischantus, common reed, dan bagas (Sathitsuksanoh et al. 2010; Zhang 2008). Selain itu bambu mudah dan cepat diproduksi (Scurlock et al. 2000; Gratani et al. 2008).

Bambu betung (Dendrocalamus asper (Schult.f)) merupakan salah satu jenis bambu yang terpenting di Indonesia (Dransfield dan Widjaja 1995). Selain itu morfologi serat dan sifat fisis-kimia dari bambu betung dan kuning ini relatif lebih baik dari morfologi serat dan sifat fisis-kimia bambu bambu andong, tali/apus, ampel, dan bambu hitam (Fatriasari dan Hermiati 2008). Pada proses konversi lignoselulosa menjadi bioetanol, lignin dan struktur kristalin selulosa merupakan faktor pembatas utama. Untuk meningkatkan aksesibilitas enzim maka perlu dilakukan proses modifikasi struktur lignoselulosa dengan proses pra-perlakuan (Galbe dan Zacchi 2007).

(2)

Berbagai pilihan jenis pra-perlakuan dapat dilakukan dengan kelebihan dan kekurangannya. Metode dan kondisi terbaik dari pra-perlakuan sangat bergantung kepada jenis lignoselulosa (Taherzadeh dan Karimi 2008). Pra-perlakuan yang efektif jika tujuannya tercapai, tidak terjadi degradasi karbohidrat dan pembentukan produk hasil samping sebagai penghambat proses hidrolisis dan fermentasi, serta efektif biayanya (Sun dan Cheng 2002; Kheswani 2009).

Pra-perlakuan gelombang mikro dan biologis merupakan jenis pra-perlakuan yang relatif ramah lingkungan. Jamur pelapuk putih merupakan agen penurun kadar lignin dalam pra-perlakuan biologis (Chen et al. 2009; Zang et al. 2007) dan diharapkan mengubah kelimpahan komposisi monomer penyusun lignin sehingga laju delignifikasinya meningkat. Peningkatan porositas substrat pada pra-perlakuan gelombang mikro merupakan efek utama terhadap peningkatan aksesibilitas enzim. Untuk meningkatkan kinerja pra-perlakuan ini dapat ditambahkan asam, ataupun basa dengan efek yang berbeda terutama pada pelarutan hemiselulosa dan lignin (Kheswani 2009).

Proses pra-perlakuan biologis ini telah diaplikasikan pada berbagai bahan berlignoselulosa. Namun hasil hidrolisis enzimatis dari pra-perlakuan ini belum optimal (selektifitas delignifikasi lebih kecil dari dua) (Giles et al. 2011), sehingga perlu diperbaiki misalnya dengan pemilihan strain jamur yang tepat. Aplikasi jamur Trametes versicolor (TV) selama 45 hari pada bambu betung dalam proses biopulping memberikan delignifikasi yang lebih baik dari aplikasi Pleorotus ostreatus (PO) dan Phenerochaete chrysosporium (PC) (Fatriasari et al. 2011; Falah et al. 2011).

Kehadiran molekul polar sangat penting dalam iradiasi gelombang mikro. Iradiasi gelombang mikro menyebabkan molekul polar bervibrasi pada kecepatan tinggi dan terjadi friksi antara molekul polar dan melingkupi medium ketika dipanaskan (Kheswani 2009). Gelombang mikro dengan selektif memanaskan bagian yang lebih polar dan menciptakan “hot spot” dengan bahan yang tidak homogen. Pra-perlakuan gelombang mikro ini telah diaplikasikan pada switchgrass (Kheswani 2009; Hu dan Wen 2008), rumput bermuda (Kheswani 2009), kayu jabon (Risanto et al. 2011), kayu sengon (Risanto et al. 2012), dan tandan kosong kelapa sawit (Anita et al. 2012). Pra-perlakuan gelombang mikro secara umum meningkatkan rendemen gula melalui perbaikan ketercernaan substrat ketika hidrolisis enzimatis. Iradiasi gelombang mikro juga dapat digunakan dalam proses hidrolisis selulosa. Hidrolisis berbantu gelombang mikro akan meningkatkan efektifitas proses dari segi waktu, dan rendemen gula. Efisiensi iradiasi dapat ditingkatkan dengan penambahan katalis pada medium tergantung produk targetnya (Tsubaki dan Azuma 2011). Selain itu untuk menurunkan kadar produk degradasi sekunder pada proses hidrolisis berbantu gelombang mikro dapat ditambahkan karbon aktif. Penambahan karbon aktif pada onggok terbukti memberikan peningkatan rendemen glukosa, mencerahkan warna hidrolisat, menurunkan hidroksimetil furfural (HMF) dengan suhu pemanasan yang lebih rendah (Hermiati et. al. 2012a).

(3)

Pada konversi bahan berlignoselulosa menjadi bioetanol umumnya menggunakan pra-perlakuan tunggal dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatik. Namun, rendemen gula yang diperoleh kurang maksimal. Penggunaan pra-perlakuan tunggal (biologis atau gelombang mikro) pada bambu dengan hidrolisis berbantu gelombang mikro untuk memperbaiki rendemen gula hidrolisis enzimatis belum pernah dilaporkan sebelumnya. Selain itu, kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk memperbaiki rendemen gula, sehingga proses hidrolisisnya lebih efisien. Hal ini mengingat lebih optimalnya aktivitas degradasi lignin, pelarutan hemiselulosa, pelunakan substrat dan peningkatan porositasnya. Teknologi proses hidrolisis asam-gelombang mikro dengan katalis karbon aktif dapat menjadi pilihan metode untuk meningkatkan rendemen gula dan menurunkan kadar HMF, dan senyawa coklat. Sejauh ini belum ada penelitian yang melaporkan penggunaan kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro dengan hidrolisis asam berbantu gelombang mikro (asam-gelombang mikro) dengan atau tanpa karbon aktif ataupun hidrolisis enzimatis untuk mengkonversi bambu betung menjadi gula pereduksi.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perubahan karakteristik selulosa dan lignin pada bambu setelah

pra-perlakuan biologis, gelombang mikro dan kombinasi biologis-gelombang mikro?

2. Bagaimana kondisi pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro yang tepat untuk memperbaiki kinerja hidrolisis?

3. Apakah kombinasi pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro dapat memperbaiki kinerja hidrolisis enzimatis dan asam-gelombang mikro?

4. Bagaimana kondisi terbaik dari hidrolisis enzimatis dan asam-gelombang mikro terhadap bambu setelah pra-perlakuan biologis, gelombang mikro, dan biologis-gelombang mikro?

5. Bagaimana pengaruh penambahan karbon aktif dalam hidrolisis asam-gelombang mikro dalam menurunkan kadar penghalang yang terbentuk selama proses hidrolisis asam-gelombang mikro?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Memahami kinerja kombinasi perlakuan biologis-gelombang mikro, pra-perlakuan tunggal (biologis dan gelombang mikro) pada bambu betung dalam memperbaiki kinerja hidrolisis asam-gelombang mikro (dengan atau tanpa karbon aktif) ataupun hidrolisis enzimatis. Pemahaman dilakukan melalui pendekatan perubahan karakteristik selulosa dan lignin sebelum dan setelah pra-perlakuan serta karakteristik produk hidrolisisnya.

(4)

Tujuan Khusus

1. Menganalisis perubahan karakteristik bambu setelah pra-perlakuan melalui analisis komponen kimia, morfologi, elemen penyusun, dan struktur selulosa alomorf.

2. Menganalisis perubahan jumlah lignin, kemudahan pengaruh pra-perlakuan terhadap syringyl dan guiacyl serta nisbah lignin/karbohidrat setelah pra-perlakuan melalui analisis komponen kimia dan FTIR.

3. Meningkatkan rendemen gula pereduksi melalui hidrolisis asam-gelombang mikro dan menurunkan kadar senyawa coklat dalam hidrolisat dengan penambahan karbon aktif.

4. Memperoleh kondisi pra-perlakuan dengan indikator karakteristik selulosa dan lignin dan kondisi hidrolisis terbaik berdasarkan perolehan rendemen gula pereduksi dan kadar senyawa inhibitor.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Informasi ilmiah terkait kondisi terbaik pra-perlakuan biologis, gelombang mikro dan kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro pada bambu betung.

2. Informasi ilmiah pola perubahan karakteristik selulosa dan lignin yang terjadi pada bambu betung akibat pra-perlakuan tersebut.

3. Informasi ilmiah perbandingan kinerja hidrolisis gelombang mikro dengan atau tanpa karbon aktif dan hidrolisis enzimatis.

1.5 Hipotesis Penelitian

1. Pra-perlakuan akan meningkatkan kadar relatif selulosa dan penurunan derajat kristalinitas selulosa, dan kemungkinan terjadi perubahan struktur selulosa alomorf Iα (triklinik) dari struktur selulosa Iβ (monoklinik). Terjadi penurunan

kadar kadar lignin sehingga kinerja hidrolisis lebih baik setelah pra-perlakuan. 2. Jamur pelapuk putih menyebabkan lignin terdegradasi sedangkan

pra-perlakuan gelombang mikro peningkatan ketercernaan substrat akibat peningkatan porositas dan pelarutan hemiselulosa sehingga kinerja hidrolisisnya meningkat.

3. Kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro memberikan kinerja hidrolisis yang lebih baik dibandingkan pra-perlakuan tunggal.

4. Rendemen gula pereduksi dari hidrolisis asam-gelombang mikro lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis enzimatis.

5. Penambahan karbon aktif meningkatkan efek pemanasan dengan munculnya titik-titik panas sehingga proses hidrolisis lebih baik (gula pereduksinya lebih tinggi). Selain itu karbon aktif membantu menurunkan kadar senyawa coklat dan berfungsi sebagai adsorben penghalang.

(5)

1.6 Novelty Penelitian

1. Informasi terkait metode pra-perlakuan alternatif (kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro) terhadap bambu betung untuk memperbaiki ketercernaan bahan dalam proses hidrolisis enzimatik dan asam-gelombang mikro.

2. Informasi peranan pra-perlakuan biologis, gelombang mikro, dan kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro terhadap perubahan karakteristik bambu betung berupa penurunan kadar lignin dan hemiselulosa, peningkatan porositas serat, kerusakan serat, perubahan indeks kristalinitas bahan dan struktur selulosa alomorf.

3. Informasi peranan penambahan karbon aktif dalam hidrolisis asam-gelombang mikro untuk menurunkan kadar senyawa coklat.

1.7 Kerangka Pemikiran

Secara keseluruhan penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji potensi pemanfaatan bambu untuk memproduksi gula sebagai produk antara menggunakan pendekatan kombinasi pra-perlakuan yang relatif ramah lingkungan yaitu biologis dan gelombang mikro. Pada tahap awal dilakukan karakterisasi bambu sebelum pra-perlakuan, dilanjutkan dengan proses pra-perlakuan. Penelitian ini dibatasi terhadap 3 kelompok pra-perlakuan yaitu pra-perlakuan tunggal (gelombang mikro dan biologis) sebagai pembanding dan pra-perlakuan kombinasi biologis-gelombang mikro. Kondisi pra-perlakuan kombinasi ini dimaksudkan untuk mengkaji perbedaan ketercernaan selulosa terhadap proses hidrolisis. Berdasarkan perlakuan masing-masing pra-perlakuan diperoleh kondisi terpilih berdasarkan perubahan karakteristik bambu setelah pra-perlakuan. Kondisi terpilih ini sebagai dasar untuk perlakuan pada hidrolisis enzimatis dan gelombang mikro dengan medium asam dengan atau tanpa karbon aktif sebagai adsorben terhadap senyawa inhibitor. Karakteristik hasil hidrolisis juga dilakukan untuk memilih kondisi terbaik dari proses hidrolisis yang dilakukan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.1.

(6)

Latar Belakang

Bambu potensial dimanfaatkan -Pemanfaatannya luas

-1% luas hutan dunia (Kant 2010)

-Fotosintesa efisien (C4)

-Produktivitas tertinggi (20-40 ton/ha/tahun) (Khan 2010) -Produksi selulosa tinggi

-Cepat dan mudah diproduksi (Scurlock et al. 2000; Gratani et al. 2008)

-Delignifikasi TV pada biopulping bambu lebih baik dibandingkan PO dan PC (Fatriasari et al. 2011; Falah et al.2011)

Metode umum pra-perlakuan:

-kimia (asam, alkali, green solvent) -biologis -fisik-kimia (steam explotion, afex, gelombang mikro-kimia) -fisik Metode umum hidrolisis: -asam -enzimatis Permasalahan Struktur lignoselulosa sebagai penghalang aksesibilitas enzim - Lignin -Struktur kristalin selulosa

Pra-perlakuan kimia: tidak ramah lingkungan

Pra-perlakuan fisik-kimia: konsumsi energi tinggi, tidak ramah lingkungan Pra-perlakuan biologis: lama waktunya Proses asam : -Tidak ramah lingkungan -Senyawa penghalang Proses enzimatis -mahal -lama -rendemen gula rendah Pemecahan Masalah -Pemanfaatan biomassa bambu sebagai bahan baku gula

-Pemilihan metode pra-perlakuan dan hidolisis yang tepat

-

Rekayasa proses pra-perlakuan : kombinasi pra-perlakuan biologis dan gelombang mikro (relatif ramah lingkungan) untuk mendegradasi lignin dan hemiselulosa

Rekayasa proses hidrolisis

-iradiasi gelombang mikro medium asam -karbon aktif untuk adsorbsi penghalang dan meningkatkan rendemen gula Tujuan dan hasil yang diharapkan -Informasi karakteristik bahan awal dan setelah pra-perlakuan -Konsentrasi dan

rendemen gula hasil hidrolisis, senyawa coklat

-Disain kombinasi proses pra-perlakuan

-Kondisi terpilih pra-perlakuan

-Informasi perubahan karakteristik spesifik hasil pra-perlakuan lignin dan selulosa

-Informasi pengaruh karbon aktif dalam memperbaiki proses hidrolisis

-Disain proses hidrolisis terbaik

Bahan Pretreatment Hidrolisis

(7)

1.8 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri atas enam tahap yang meliputi perubahan karakteristik lignin dan selulosa setelah pra-perlakuan biologis, pra-perlakuan gelombang mikro dalam medium air, setelah kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro, evaluasi kinerja hidrolisis enzimatis dan gelombang mikro pada pra-perlakuan biologis, setelah pra-pra-perlakuan gelombang mikro, dan setelah kombinasi pra-perlakuan biologis-gelombang mikro.

Penelitian tahap pertama, dimaksudkan utamanya untuk memperoleh kondisi pra-perlakuan biologis yang terpilih. Indikator penentuan pra-perlakuan terpilih dari kehilangan berat, kehilangan lignin dan selulosa, perubahan struktur selulosa alomorf, dan indeks kristalinitas bahan. Penelitian tahap kedua dimaksudkan untuk memperoleh informasi kondisi pra-perlakuan gelombang mikro terpilih dengan indikator penentuan seperti tahap-1. Penelitian tahap ketiga ditujukan untuk mengevaluasi kinerja kombinasi pra-perlakuan biologis dengan gelombang mikro berdasarkan indikator seperti pada tahap-1 dan 2. Studi pada tahap 4 dimaksudkan untuk memperoleh informasi kinerja hidrolisis enzimatis dan asam-gelombang mikro dari pra-perlakuan biologis terpilih dengan indikator data rendemen gula pereduksi, dan senyawa coklatnya. Seperti tahap 4, untuk tahap 5 dan 6 ini hidrolisis enzimatis dan asam-gelombang mikro dilakukan pada pra-perlakuan gelombang mikro dan kombinasi pra-perlakuan biologis gelombang mikro dengan indikator yang sama dengan tahap 4. Pengaruh penambahan katalis karbon aktif sebagai adsorben senyawa coklat juga dikaji pada tahap-4, 5 dan 6. Untuk mencapai tujuan penelitian maka penelitian ini dibagi dalam tahap-tahap penelitian yang disajikan dalam bentuk diagram alir penelitian setiap tahapnya (Gambar 1.2).

(8)

Persiapan sampel Drum chipper Ring Flaker Hammer mill Disk mill Bambu 2 tahun tanpa kulit serbuk berukuran 40-60 mesh Karakteristik awal Pra-perlakuan biologis

Persiapan inokulum stok

Hasil pra-perlakuan biologis Karakteristik selulosa dan lignin SEM-EDS, FTIR, XRD Pra-perlakuan gelombang mikro Persiapan sampel b Inokulasi Penyaringan Residu Pulp Karakteristik selulosa dan lignin SEM-EDS, FTIR, XRD Kondisi terpilih (A)

Kondisi terpilih (B)

Persiapan sampel

Iradiasi gelombang mikro

Hasil pra-perlakuan biologis-gelombangmikro (C)

Kondisi terpilih A/B/C

Hidrolisis asam-gelombangmikro Hidrolisis enzimatis Hidrolisis tanpa karbon aktif Hidrolisis dengan karbon aktif Penyaringan Hidrolisat Residu Hidrolisat Residu Karakteristik hasil hidrolisis Rendemen gula,

konsentrasi gula, nisbah hidrolisis, senyawa coklat

Penelitian Tahap-1, 2 dan 3

Penelitian tahap-4,5,6

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 1.2 Ruang lingkup penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Apakah reaksi dari asetofenon dan 2-nitrobenzaldehid dapat menghasilkan senyawa 2’-nitrokhalkon melalui metode konvensional dan dengan bantuan iradiasi gelombang

melanogaster dijadikan sebagai organisme model pilihan untuk mengungkap berbagai fenomena biologis, termasuk perlakuan yang akan diamati oleh peneliti yaitu pengaruh Pb

Dalam penelitian ini masalah yang dibatasi hanya untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan inovasi pembelajaran melalui kombinasi metode konvensional dengan metode GI

Sebelum PPL dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan sosialiasi yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan observasi di sekolah. Kegiatan

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada: a) Pembahasan dibatasi pada menganalisis data nasabah. b) Menyajikan informasi tentang pengelompokan nasabah dengan metode data

Berbagai macam metode telah digunakan untuk penetapan kadar kafein, aspartam dan kalium asesulfam dalam makanan, minuman, dan suplemen makanan baik secara tunggal maupun

Menganalisis keefektifan kombinasi perlakuan kultur teknis solarisasi tanah dan kultur jaringan dengan beberapa agens hayati: Gliocladium fimbriatum, fungi mikoriza arbuskula

Tahun : 2016 Judul : Pengaruh Perlakuan Panas terhadap Sifat Mekanis dan Struktur Mikro pada Baja AISI 4340 Penelitian : Melakukan analisa bahan AISI 4340 dengan grade V155 VCN 150