INT
2DPCA
TEGRASI
A DAN JA
PEN
IN
I METOD
ARINGAN
NGENAL
SRI
SEKOL
NSTITUT
DE CIRCL
N SYARA
LAN ROD
I DIANIN
LAH PASC
T PERTA
BOGO
2012
LE HOUG
AF TIRUA
DA KEND
NG ASRI
CARJAN
ANIAN BO
OR
2
GH TRAN
AN UNTU
DARAAN
NA
OGOR
NSFORM,
UK MOD
N
,
DEL
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Integrasi Metode Circle Hough Transform, 2DPCA dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Model Pengenalan Roda Kendaraan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2012
Sri Dianing Asri NIM G651100021
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INTEGRASI METODE CIRCLE HOUGH TRANSFORM,
2DPCA DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MODEL
PENGENALAN RODA KENDARAAN
SRI DIANING ASRI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Komputer pada
Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Tesis : Integrasi Metode Circle Hough Transform, 2DPCA dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Model Pengenalan Roda Kendaraan
Nama Mahasiswa : Sri Dianing Asri Nomor pokok : G651100021
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Faozan, S.Si, M.Si Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Komputer
Dr.Yani Nurhadryani S.Si, M.T Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
ABSTRACT
SRI DIANING ASRI. Integration Methode of Circle Hough Transform, 2DPCA and Artificial Neural Network for Recognition Model of Wheel Vehicle. Superviced by AGUS BUONO, and FAOZAN.
Detection and recognition vehicles are important things in the transportation systems such as analysis traffic control and fees policy. In order to recognize the vehicle, it needs some features to recognize them such as shape, police number and wheel. This research using side view of vehicle image to recognize the vehicle from its wheels. The purpose of research is to build recognition model of wheel using Circle Hough Transform (CHT), 2DPCA and Artificial Neural Network. The CHT used to detect the circle of wheel in the image, 2DPCA for feature exctraction and Artificial Neural Network to recognize the wheels. The result of the research is the accuracy level of success and the error for wheel recognition. The error consist of two parts including the miss and the false alarm rate. In this research, the highest accuracy of success is 94,4% with 100 neuron in the hidden layer. Its also being tested data with noise and fake circle. Keywords: wheel, detection, recognition, Circle Hough Transform, 2DPCA, Artificial Neural Network
RINGKASAN
SRI DIANING ASRI. Integrasi metode Circle Hough Transform, 2DPCA dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Model Pengenalan Roda Kendaraan. Dibimbing oleh AGUS BUONO, dan FAOZAN.
Deteksi dan pengenalan kendaraan merupakan hal penting dalam sistem transportasi seperti analisa arus lalu lintas dan kebijakan pentarifan. Ciri pengenal yang dapat diambil untuk proses pengenalan kendaraan dari suatu citra digital berupa komponen kendaraan seperti, plat nomor, bentuk kendaraan, ataupun roda.
Roda merupakan komponen yang selalu ada pada setiap kendaraan, baik kendaraan itu berupa bus, mobil ataupun truk pasti memiliki roda dengan bentuk yang sama. Jika suatu roda dapat dideteksi dan dikenali maka klasifikasi kendaraan dapat ditentukan.
Penelitian ini menggunakan citra roda kendaraan yang diambil dari samping. Citra diambil dari perangkat kamera digital pada kondisi cerah pada waktu pagi dan siang hari. Deteksi citra roda kendaraan menggunakan Circle Hough Transformation (CHT) sebagai pengenal pola lingkaran. setelah pola lingkaran ditemukan dan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu roda dan non roda, kemudian direduksi dengan metode 2DPCA. Untuk pengenalan roda kendaraan dilakukan dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.
Citra kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 225 citra dibagi menjadi dua yaitu untuk pelatihan (Data Latih) sebesar 80% atau 180 citra dan sisanya untuk pengujian sebanyak 45 citra (Data Uji). Citra kendaraan melalui pemrosesan awal terlebih dahulu untuk menyiapkan citra meliputi pengubahan citra asli dalam RGB ke citra keabuan, setelah itu dipotong (cropping) secara horisontal pada bagian atas dan bagian bawah untuk mengurangi waktu pemrosesan dan membuang bagian citra lain yang tidak dibutuhkan. Pengurangan noise yang muncul pada citra, dilakukan dengan proses smoothing menggunakan filter average ukuran 5x5.
Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Propagasi Balik menggunakan sebuah lapisan masukan, sebuah hidden layer dan sebuah lapisan keluaran. Masukan berasal dari citra yang telah melalui proses reduksi 2DPCA sedangkan keluaran memiliki satu target yaitu roda. Pelatihan JST Propagasi Balik menggunakan Data Latih dengan memvariasikan neuron pada hidden layer. Pengujian JST Propagasi Balik dilakukan dengan menggunakan Data Uji pada neuron hidden layer terbaik yang diperoleh pada tahapan pelatihan. Penelitian ini juga melakukan pengujian Data Uji yang diberi variasi Gaussian Noise dan Data Uji yang diberi lingkaran palsu dibagian tengah roda.
Hasil pengujian meliputi prosentase keberhasilan deteksi lingkaran dengan CHT, prosentase keberhasilan pengenalan JST, prosentase miss (roda tidak dikenali JST) dan prosentase false alarm rate (objek bukan roda dikenali sebagai roda oleh JST).
Kata Kunci : roda, deteksi, pengenalan, Circle Hough Transform, 2DPCA, JST Propagasi Balik.
PRAKATA
Bismillahirrohmaanirrohiim,Alhamdulillahirobbil’alamin Segala Puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah serta kemudahan sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga beliau, sahabat beliau dan para pengikut beliau sampai akhir jaman.
Penulis berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir Agus Buono, M.Si, M.Kom dan Faozan, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah mengarahkan dan membimbing Penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga Penulis haturkan kepada para Dosen dan seluruh pegawai di lingkungan Departemen Ilmu Komputer IPB.
Salam sayang tiada tara Penulis haturkan kepada Bapak, Mami, Mas Wawan, Mbak Andri, Bunbun, Wiwi, dan Chaca tercinta atas bantuan dan dukungan serta doanya.
Terakhir, special thank’s to : P Kodar, P Dedi, Teh Ana, Teh Kania, Ami, Prita, Mbak Yudith, Mila, Gibtha, Mbak Vera, Sari, Husna, Yustin, Safar, P Komar, P Ilyas, Asep, Mr. Ghani, Fikri, P Andy, P Irwan and Imam atas waktu, bantuan dan motivasinya, bersama kalian Penulis banyak belajar arti persahabatan. Semoga Alloh menjaga tali persaudaraan ini selamanya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tesis ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat Penulis harapkan untuk memperbaiki tesis ini. Atas perhatian Penulis ucapkan terima kasih.
Bogor, September 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 15 Agustus 1974 dari pasangan Winulyo dan Siti Dalilah sebagai anak kedua dari empat bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN 13 Pagi Jakarta Timur dan melanjutkan ke SDN 08 Dili Timor-Timur lulus tahun 1987. Pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Dili Timor-Timur lulus tahun 1990 dan meneruskan ke SMAN 1 Dili lulus Tahun 1993. Gelar sarjana S1 Penulis peroleh dari Universitas Gadjah Mada jurusan Teknik Elektro tahun 1999. Saat ini Penulis adalah dosen pada STMIK Indonesia di Jakarta.
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Ruang Lingkup Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Citra Digital ... 3
Citra RGB dan Derajat Keabuan (Gray Scale) ... 4
Smoothing ... 5
First Derivative Operator (Operator Derivatif Pertama) ... 6
Thresholding ... 6
Hough Transform ... 6
Circle Hough Transform (CHT) ... 7
Algoritma Titik Tengah ... 8
Two Dimension Principal Component Analysis (2DPCA) ... 9
Jaringan Syaraf Tiruan ... 11
Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik ... 12
Fungsi Aktivasi ... 13
Algoritma Pelatihan ... 13
Kejadian Biner (Binary Events) ... 16
METODE PENELITIAN ... 18
Kerangka Penelitian ... 18
Pengumpulan Data Citra ... 19
Pemrosesan Awal ... 19
Tahapan Pelatihan ... 19
Tahapan Pengujian ... 22
Evaluasi Hasil ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
Pemrosesan Awal ... 24
Normalisasi...28
Reduksi 2DPCA...29
Pengenalan dengan JST Propagasi Balik...29
SIMPULAN DAN SARAN...36
DAFTAR PUSTAKA...37
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Empat kemungkinan keluaran pada kejadian biner ... 16
2 Parameter-Parameter CHT ... 20
3 Parameter-Parameter Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik ... 21
4 Nilai optimum untuk parameter-parameter CHT ... 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Transformasi nilai piksel RGB ke citra keabuan ... 4
2 Filter mask 3 5 ... 5
3 Matriks 3 5 dengan filter mask yang sesuai ... 5
4 Lingkaran dan titik-titik tepi lingkaran ... 7
5 Pencarian titik tengah lingkaran ... 8
6 Identifikasi objek ... 9
7 Model matematis nonlinier dari neuron dengan bias ... 11
8 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik ... 12
9 Fungsi aktivasi sigmoid biner dengan range (0,1) ... 13
10 Sistem pengenalan roda kendaraan ... 18
11 Filter average ukuran 5x5. ... 19
12 Arsitektur JST Propagasi Balik untuk pengenalan roda kendaraan ... 21
13 Citra asli dimensi 640x480 piksel ... 24
14 Citra setelah pemrosesan awal ... 24
15 Nilai optimum parameter Radius Filter LM. ... 25
16 Nilai optimum parameter Gradient Threshold ... 26
16 Deteksi lingkaran dengan nilai parameter multirad berbeda. ... 26
18 Nilai optimum parameter Multirad dan nilai minimal Radrange ... 27
19 Nilai maksimal untuk parameter Radrange ... 27
20 Hasil deteksi lingkaran CHT ... 28
21 Citra roda dan bukan roda sebelum normalisasi ... 29
22 Citra roda dan bukan roda setelah normalisasi ... 29
23 Lingkaran berwarna merah tanda roda dikenali oleh JST ... 30
24 Lingkaran roda yang tidak dikenali JST. ... 30
25 Objek bukan roda dikenali sebagai roda ... 31
26 Hasil pengujian JST dengan Data Uji ... 31
27 Pengujian kendaraan tiga gandar ... 32
28 Citra dengan berbagai varians Gaussian Noise ... 32
30 Citra dengan Varians Gaussian Noise = 0,5 ... 33
31 Hasil Pengenalan Data Uji dengan lingkaran palsu. ... 34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil Deteksi Lingkaran CHT untuk Data Latih ... 39
2 Akumulasi Prosentase Informasi 2DPCA ... 41
3 Pelatihan dan Pengujian JST untuk Data Latih ... 42
4 Pengujian JST untuk Data Uji ... 43
1
PENDAHULUAN
Latar BelakangDeteksi dan pengenalan kendaraan merupakan hal yang penting dalam sistem transportasi seperti analisa arus lalu lintas dan kebijakan pentarifan. Pengenalan kendaraan dapat dilakukan dengan memanfaatkan pengolahan citra digital. Citra berasal dari seperangkat kamera digital ataupun kamera video. Ciri pengenal yang dapat diambil untuk proses pengenalan kendaraan dari suatu citra digital berupa komponen kendaraan seperti, plat nomor, bentuk kendaraan, ataupun roda.
Roda merupakan komponen yang selalu ada pada setiap kendaraan, baik kendaraan itu berupa bus, mobil ataupun truk pasti memiliki roda dengan bentuk yang sama. Jika suatu roda dapat dideteksi dan dikenali maka pengenalan dan klasifikasi kendaraan dapat ditentukan. Citra roda dapat diambil dari depan, belakang ataupun samping (side view).
Pengolahan citra digital untuk pengenalan klasifikasi kendaraan yang sudah ada, mendasarkan pada citra plat nomor kendaraan. Teknik ini sangat baik, akan tetapi masih memiliki kekurangannya seperti standarisasi penomoran, plat kotor, rusak, palsu, atau dilapisi plastik tertentu sehingga menyulitkan pembacaan. Untuk itu penelitian mengenai pengenalan kendaraan melalui komponen kendaraan lainnya seperti roda kendaraan banyak dilakukan.
Pemrosesan citra roda yang diambil dari samping telah dilakukan oleh Ofer Achler & Mohan M. Trivedi, tahun 2003 mendeteksi roda kendaraan yang diambil dari kamera rectilinier dengan menggunakan metode Gaussian Filterbank, PCA dan Gaussian Mixture dengan tingkat keberhasilan 70%, kemudian melanjutkan penelitiannya pada tahun 2004 mendeteksi roda dari kendaraan bergerak yang diambil dari kamera omnidireksional dengan menggunakan metode 2D Filterbanks dan Gaussian Mixture dengan tingkat keberhasilan pengenalan sebesar 78%. Penelitian terkait berikutnya dilakukan oleh Yu Fai Fung et al, 2006 mendeteksi jenis kendaraan dijalan tol melalui roda menggunakan kamera video dengan jarak pengambilan gambar 0,5 meter. Metode
2
yang digunakan adalah Hough Transform, deteksi Canny, Sobel Filtering dan Haar Wavelet, hasil yang dicapai berupa waktu deteksi roda kendaraan.
Penelitian ini menggunakan citra roda kendaraan yang diambil dari samping. Citra diambil dari perangkat kamera digital pada kondisi cerah pada waktu pagi dan siang hari. Citra roda kendaraan dideteksi menggunakan Circle Hough Transformation (CHT). Transformasi ini mampu mengenali objeknya berdasarkan batas-batasnya dan tahan terhadap noise, setelah pola lingkaran ditemukan dan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu roda dan non roda, kemudian direduksi dengan metode 2DPCA. Untuk pengenalan roda kendaraan dilakukan dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah model pengenalan roda kendaraan menggunakan tiga metode yaitu, Circle Hough Transform, 2DPCA dan Jaringan Syaraf Tiruan.
Ruang Lingkup Permasalahan
Ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini adalah mendeteksi dan mengenali roda kendaraan menggunakan Cycle Hough Transform (CHT) sebagai deteksi lingkaran roda, 2DPCA sebagai ekstrasi ciri dan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik sebagai pengenal pola. Citra kendaraan berasal dari kendaraan yang diambil dari samping (side view) menggunakan kamera digital dengan dimensi 640 480 yang diambil pada waktu pagi dan siang hari pada kondisi cerah.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan hasil pengenalan roda kendaraan yang dapat dikembangkan untuk sistem pengenalan kendaraan berdasarkan jarak antar gandar (as roda) kendaraan.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang mendasari penelitian ini. Dimulai dari teori dan konsep citra digital, deteksi pola lingkaran dengan Circle Hough Transform (CHT), ekstrasi ciri pola lingkaran menggunakan Two Dimension Principle Component Analysis (2DPCA) serta proses pengenalan roda kendaraan dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.
Citra Digital
Citra digital merupakan sebuah larik (array) berisi nilai-nilai riil maupun kompleks yang dapat direpresentasikan dengan deretan bit tertentu, yang didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y) berukuran matriks M kali N, dimana M adalah baris dan N adalah kolom serta x dan y adalah pasangan koordinat spasial (Gonzales, et al 2004).
Nilai f pada titik koordinat (x,y) disebut sebagai skala keabuan (gray level) atau intensitas dari citra digital pada koordinat koordinat tersebut. Apabila nilai x, y dan f secara keseluruhan berhingga dan bernilai diskrit maka citra tersebut merupakan citra digital.
Citra digital direpresentasikan dalam bentuk matriks persegi yang mewakili ukuran dari citra tersebut. Misalkan terdapat sebuah citra digital dengan ukuran MxN, maka citra dapat direpresentasikan dalam sebuah matriks berukuran MxN sebagai berikut:
,
1,1 1,2 1,
, 1 , 2 , ...(1)
Persamaan matriks diatas memperlihatkan irisan antara baris dan kolom (pada posisi x dan y) dikenal dengan nama picture elemen (pixel). Pixel memiliki intesitas yang dapat dinyatakan dengan bilangan dengan rentang tertentu, dari nilai minimum sampai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0 – 255.
4
Citra RGB dan Derajat Keabuan (Gray Scale)
Citra RGB dan derajat keabuan merupakan format warna pada citra digital. Citra warna RGB memiliki kombinasi warna Red(R), Blue(B), dan Green(G) disetiap pikselnya. Setiap komponen RGB memiliki intensitas dengan nilai minimal 0 dan maksimal 255 (8 bit). Setiap piksel pada citra RGB membutuhkan 3 Byte untuk media penyimpanan, sehingga kemungkinan jumlah kombinasi citra RGB adalah lebih dari 16 juta warna.
Citra keabuan merupakan citra digital yang hanya memiliki sebuah kanal pada setiap pixel, dengan kata lain bagian warna Red(R) sama dengan bagian Green(G) sama dengan bagian Blue(B) (Gonzales et al, 2004). Derajat keabuan merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari warna hitam (minimum) ke putih (maksimum). Jumlah maksimum warna terdiri atas 4 bit dan 8 bit. Citra dengan derajat keabuan 4 bit memiliki 16 kemungkinan warna, yaitu 0 sampai 15. Setiap pixel citra dengan nilai intensitas keabuan 8 bit sehingga terdapat 256 kombinasi nilai dimulai dari 0 sampai dengan 255. Persamaan berikut memperlihatkan konversi citra RGB ke dalam citra keabuan (Qur’ania 2012) :
, , , , ...(2) Persamaan (2) akan memetakan fungsi , yang merupakan nilai piksel citra RGB menjadi fungsi keluaran , sebagai citra keabuan. Gambar 1 memperlihatkan perubahan nilai piksel RGB ke derajat keabuan.
, R= 50 G= 60 B= 40 R= 55 G= 70 B= 55 R= 35 G= 50 B= 50 R= 70 G= 80 B= 60 50 60 45 70 R= 55 G= 70 B= 55 R= 55 G= 65 B= 45 R= 45 G= 60 B= 60 R= 60 G= 30 B= 45 60 55 55 45 R= 50 G= 50 B= 50 R= 50 G= 60 B= 40 R= 70 G= 70 B= 70 R= 70 G= 45 B= 50 50 50 70 55
Citra RGB Citra keabuan
5
Smoothing
Smoothing citra masukan dilakukan dengan maksud untuk mengurangi respons sistem terhadap noise atau menyiapkan citra untuk proses segmentasi. Banyak jenis algoritma smoothing dengan menggunakan linear filter ataupun non-linear filter. Smoothing dengan menggunakan non-linear filter mengacu pada Low Pass Filter (LPF).
Penapis rata-rata (average filter) merupakan salahsatu LPF yang digunakan untuk mengurangi detil yang ‘irrelevant’ dalam suatu citra. Secara umum average filter dapat diberi bobot tertentu dengan maksud untuk mengurangi noise dalam proses smoothing. untuk menapis citra berukuran
dengan filter mask (selubung penapis) terbobot ukuran diberikan dalam persamaan berikut: (Gonzales, et al 2002)
, ∑ ∑∑ ∑ , , , ...(3) dengan dan . persamaan diatas digunakan untuk 0, 1, 2, … . , 1 dan 0, 1, 2, … . , 1. Gambar 2 memperlihatkan filter mask 3 5 dan matriks 3 5 dengan nilai piksel yang sesuai dengan filter mask tersebut (Gambar 3).
W(-1,-2) W(-1,-1) W(-1,0) W(-1,1) W(-1,2)
W(0,-2) W(0,-1) W(0,0) W(0,1) W(0,2)
W(1,-2) W(1,-1) W(1,0) W(1,1) W(1,2) Gambar 2 Filter mask 3 5.
f(x-1,y-2) f(x-1,y-1) f(x-1,y) f(x-1,y+1) f(x-1,y+2)
f(x,y-2) f(x,y-1) f(x,y) f(x,y+1) f(x,y+2)
f(x+1,y-2) f(x+1,y-1) f(x+1,y) f(x+1,y+1) f(x+1,y+2) Gambar 3 Matriks 3 5 dengan filter mask yang sesuai.
6
First Derivative Operator (Operator Derivatif Pertama)
Dalam deteksi tepi, proses smoothing saja terkadang tidak cukup, untuk itu diperlukan kombinasi antara teknik smoothing dengan algoritma derivatif, hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi serta mengurangi respons ganda terhadap suatu tepi.
Derivatif pertama dalam pemrosesan citra menerapkan magnitudo gradien. Untuk fungsi , gradien dari f pada koordinat (x,y) didefinisikan sebagai vektor kolom dua dimensi sebagai berikut:
...(4)
Sedangkan untuk magnitudo dari vektor tersebut diberikan dalam persamaan berikut:
/
⁄ ...(5)
Thresholding
Walaupun citra awal telah mengalami smoothing dan filtering pada tahap awal, masih saja memungkinkan bagi keluaran tahapan sebelumnya mengalami kesalahan disebabkan oleh noise. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan thresholding. Melalui penetapan nilai threshold (nilai ambang), maka nilai yang berada dibawah nilai ambang akan diabaikan.
Hough Transform
Hough Transform (HT) merupakan suatu teknik ekstrasi fitur yang dipergunakan untuk menentukan lokasi suatu bentuk dalam citra. HT diperkenalkan oleh Paul Hough pada 1962. Rosenfeld (1969) menggunakannya sebagai salah satu algoritma pemrosesan citra, kemudian tahun 1972 Duda, et al menerapkan HT untuk mendeteksi garis dalam citra.
HT telah dikembangkan untuk mendeteksi bentuk-bentuk umum dalam citra seperti lingkaran (circle), elips, dan parabola. Konsep dasar HT adalah
7
terdapat garis dan kurva potensial yang tak terhitung jumlahnya pada suatu citra yang melalui titik mana saja pada berbagai ukuran dan orientasi. Tujuan transformasi adalah untuk menemukan garis dan kurva yang melewati banyak titik-titik (features) dalam citra, yaitu garis dan kurva terdekat yang paling sesuai dengan data dalam citra. Kelebihan HT adalah tahan terhadap gangguan (noise robust) dan kemampuannya untuk mengekstrasi garis maupun kurva bahkan dalam suatu area dengan ketidakhadiran piksel (pixel gaps) (Argialas & Mavrantza 2004).
Circle Hough Transform (CHT)
HT dapat didefinisikan menggunakan persamaan lingkaran. Persamaan lingkaran tersebut dapat dilihat pada persamaan 6. Persamaan ini mendefinisikan lingkaran sebagai semua titik , yang berada pada radius r terhadap titik pusat
, . Persamaan lingkaran yang umum adalah:
...(6) Pada metode hough circle, setiap titik tepi mendefinisikan lingkaran dalam ruang akumulator (accumulator space) dengan tiga buah parameter lingkaran yaitu, , , dan r. Setiap titik tepi , dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
cos ...(7) sin ...(8)
Lingkaran ini diperoleh dari nilai kemungkinan radius dan lingkaran dipusatkan pada koordinat dari setiap titik tepi seperti diperlihatkan pada Gambar 4 berikut:
8
Algoritma Titik Tengah
Tahapan-tahapan pencarian titik tengah dalam pencarian lingkaran dengan CHT adalah sebagai berikut :
1. Pencarian lingkaran dimulai dengan suatu titik pada gambar yang bukan background.
2. Diasumsikan titik tersebut terdapat pada tepi dari suatu lingkaran
3. Kemudian dilakukan proses pencarian titik tengah dari lingkaran tersebut, yaitu dengan langkah-langkah (Gambar 5) sebagai berikut:
Gambar 5 Pencarian titik tengah lingkaran.
a. Telusuri gambar kebawah sampai menemukan tepi lingkaran sambil menghitung jarak ketepi lingkaran tersebut. Jika ada, maka diperoleh informasi mengenai titik tengah dari tinggi lingkaran, yaitu dari titik awal pergerakan ditambah dengan jarak/2. Jika tidak maka objek bukan lingkaran.
b. Titik tengah yang diperoleh pada langkah sebelumnya belum tentu merupakan titik tengah dari lingkaran, tetapi hanya titik tengah dari tinggi lingkaran. Jadi selanjutnya akan dicari titik tengah dari lebar lingkaran.
c. Dari titik tengah yang diperoleh pada (b), telusuri gambar ke kanan sampai menemukan tepi sambil menghitung jarak ke tepi lingkaran tersebut. Jika ada, maka diperoleh informasi mengenai titik tengah dari lebar lingkaran, yaitu dari titik awal pergerakan ditambah dengan jarak/2. Jika tidak, maka objek bukan lingkaran.
9
d. Diperoleh informasi titik tengah dan radius dari objek tersebut. 4. Jika radius lebih besar dari threshold, maka dilakukan identifikasi objek. 5. Identifikasi objek dilakukan sebagai berikut (Gambar 6) :
Gambar 6 Identifikasi objek.
a. Lakukan rotasi 3600 berlawanan arah jarum jam, yaitu dengan
menggunakan loop.
b. Untuk setiap iterasi, hitung titik , , yaitu titik yang berjarak radius r dari titik pusat dan memiliki sudut yang bersesuaian dengan ietarsi yang dilakukan.
c. Pada titik tersebut dan pada n-tetangga disekitarnya (n adalah toleransi ketetanggaan), dilakukan pemeriksaan. Nilai n ini bergantung pada radius objek yaitu, semakin besar radius objek, maka semakin besar nilai n, dan sebaliknya. Jika salah satu dari titik tersebut merupakan titik tepi, maka iterasi dilanjutkan. Jika tidak satupun dari titik-titik tersebut yang merupakan titik tepi, maka objek bukan lingkaran,
d. Jika iterasi berakhir dengan sukses, maka objek adalah lingkaran.
Two Dimension Principal Component Analysis (2DPCA)
Principal Component Analysis (PCA) merupakan salah satu metode analisis peubah ganda yang mereduksi dimensi data tanpa harus kehilangan informasi yang berarti (Buono & Irmansyah 2009). Peubah hasil transformasi merupakan kombinasi linear dari peubah asli dan tidak terkorelasi antar sesamanya, serta tersusun berdasar informasi yang dimilikinya. PCA merupakan
10
ekstrasi fitur yang digunakan secara luas dalam pengolahan sinyal dan pengenalan pola. Sirovich dan Kirby pertama kali menggunakan PCA dalam merepresentasikan citra wajah orang (Yang, et al 2004).
Menurut Yang, et al teknik 2DPCA memiliki kelebihan dibandingkan dengan teknik PCA (eigenfaces), diantaranya yaitu 2DPCA didasarkan pada matriks citra sehingga lebih sederhana dan straighforward untuk digunakan pada ekstrasi fitur citra. Selain itu, 2DPCA lebih baik dari PCA dalam hal keakuratan pengenalan pada semua eksperimen dan secara komputasional lebih efisien daripada PCA dan dapat meningkatkan kecepatan ekstrasi fitur citra secara signifikan.
Dalam teknik proyeksi citra dengan 2D-PCA, sebuah citra berdimensi akan dibaca sebagai matriks A berdimensi dan tidak diubah menjadi bentuk vektor. matriks A ini ditransformasi menggunakan matriks menjadi Y sebagai berikut, (Yang, et al 2004):
dengan ...(9) Permasalahannya adalah bagaimana menemukan matriks transformasi Q yang memaksimalkan persebaran Y. Persebaran Y dapat dikarakterisasi oleh teras matriks koragam, S yang dirumuskan sebagai:
...(10)
Dan teras matriks S adalah:
...(11) Dicari nilai:
...(12) G dihitung dari sampel citra pelatihan. Anggap terdapat M citra pelatihan,
∑ ...(13) Oleh karena itu matrik Q yang dipilih adalah :
, , , … .,
dengan merupakan vektor ciri yang bersesuaian dengan akar ciri terbesar ke i
11
Jaringan Syaraf Tiruan (JST)
Menurut Alexander dan Morton dalam (Haykin S 1994), Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah prosesor tersebar paralel (paralel distributed processor) yang sangat besar dan memiliki kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang bersifat pengalaman dan membuatnya siap untuk digunakan.
JST menyerupai otak manusia, khususnya dalam hal pengetahuan yang diperoleh serta kekuatan hubungan antar sel syaraf (neuron) yang disebut bobot-bobot sinapsis. Sel neuron merupakan dasar dari JST. Model neuron terdiri atas 3 elemen penting seperti dalam Haykin 1994, sebagai berikut :
1. Sekumpulan sinapsis atau jalur hubungan antar sel. Setiap sinapsis memiliki bobot tertentu (wk1, wk2, ..., wkp).
2. Adder untuk menjumlahkan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot sinapsis. Operasi penjumlahan mengikuti aturan linier combiner.
3. Fungsi aktivasi untuk membatasi amplitudo keluaran dari setiap neuron.
Gambar 7 Model matematis nonlinier dari neuron dengan bias.
Gambar 7 memperlihatkan model dari suatu neuron (Haykin 1994). Sinyal masukan dinyatakan sebagai x1, x2, ..., x3; wk adalah bias untuk memperbesar nilai
masukan; vk merupakan keluaran dari linier combiner. (v) merupakan fungsi
12
Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi balik
Salah satu arsitektur yang banyak digunakan adalah multilayer feedforward network. Secara umum terdiri dari beberapa unit neuron yaitu lapisan masukan, satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer) dan sebuah lapisan keluaran. Sinyal masukan dipropagasikan ke arah depan (ke lapisan keluaran). Jenis jaringan ini adalah hasil generalisasi dari arsitektur perceptron satu lapis, dikenal sebagai multilayer perceptrons (MLPs). Jaringan multilayer disebut sebagai jaringan propagasi balik (backpropagation), jika pada tahapan pelatihan menggunakan metode propagasi balik.
Jaringan Propagasi Balik ditemukan pertama kali oleh Rumelhart, et al, pada Tahun 1988 melalui beberapa penelitian indenpenden (Fauset 1994). Propagasi balik merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi (supervised learning). Algoritma ini menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Propagasi balik (ke lapisan masukan) terjadi setelah jaringan menghasilkan keluaran yang mengandung error. Pada fase ini seluruh bobot sinapsis (yang tidak memiliki aktivasi nol) dalam jaringan akan disesuaikan untuk mengkoreksi error yang terjadi (error correction rule). Untuk pelatihan jaringan, pasangan fase propagasi ke depan dan balik dilakukan secara berulang untuk satu set data latihan, kemudian diulangi untuk sejumlah epoch sampai didapatkan error terkecil atau nol.
Gambar 8 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.
X! X2 X3 . . . . . Z1 Z3 Z5 Y2 wn
Input Hidden Layer Output
Y1 Y3 W11 W12 W13 W33 W32 W31 W21 W23 v11 v12 v13 v33 v32 v31 v23 v22 v21
13
Gambar 8 memperlihatkan arsitektur propagasi balik dengan sebuah lapisan tersembunyi (Fauset 1994). Bias pada lapisan keluaran dinyatakan sebagai wok dan bias pada lapisan tersembunyi dinyatakan sebagai voj. Bias-bias ini
berfungsi seperti bobot, yang selalu bernilai +1. Pada lapisan keluaran, nilai bobot dinyatakan sebagai wjk sedangkan nilai bobot lapisan masukan dinyatakan sebagai
vij.
Fungsi Aktivasi
Menurut Fauset, fungsi aktivasi yang digunakan sebaiknya memiliki nilai kontinu, differentiable, dan tidak turun secara monotik (monotically non-decreasing). Fungsi aktivasi yang digunakan dalam JST dan dilatih dengan propagasi balik berupa fungsi Sigmoid biner ataupun Sigmoid Bipolar. Pada fungsi sigmoid biner memiliki cakupan nilai 0 sampai dengan 1. Oleh karena itu, fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang membutuhkan nilai keluaran yang terletak pada interval 0 sampai dengan 1. Namun dapat juga digunakan untuk keluaran yang bernilai 0 atau 1. Persamaan 14 dan persamaan 15 merupakan persamaan untuk fungsi sigmoid biner, (Fauset 1994) :
1 ...(14) 1 1 1 1 ...(15) Gambar 9 memperlihatkan fungsi aktivasi sigmoid biner dengan range [0,1]
Gambar 9 Fungsi aktivasi sigmoid biner dengan range (0,1).
Algoritma Pelatihan
Dalam algoritma propagasi balik menggunakan dua tahapan yaitu: tahapan perhitungan maju (feedforward) untuk menghitung error antara keluaran aktual dengan keluaran yang menjadi target; dan tahapan perhitungan mundur
14
(backward) yang mempropagasikan balik error tersebut dan memperbaiki bobot-bobot sinapsis pada semua neuron yang ada. Berikut adalah algoritma propagasi balik, (Fauset 1994):
Langkah 0. Inisialisasi bobot (bangkitkan nilai random yang cukup kecil). Langkah 1. Kerjakan langkah 2 – 9, selama kondisi berhenti bernilai
FALSE.
Langkah 2. Kerjakan langkah 3 – 8, Untuk setiap pasangan elemen pelatihan.
Perhitungan maju:
Langkah 3. Setiap unit masukan (Xi, i = 1,2,3,.., n) menerima sinyal
masukan xi dan menyebarkan sinyal tersebut ke seluruh unit
pada lapisan tersembunyi.
Langkah 4. - Setiap unit tersembunyi (Zj, j = 1,2,..., p) menjumlahkan setiap sinyal yang memiliki bobot berikut:
_ ∑ ... (16) - Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal
keluaran:
,...(17) dan mengirimkan sinyal ini ke seluruh unit pada lapisan keluaran.
Langkah 5. - Setiap unit keluaran (Yk, k = 1,..., m) menjumlahkan
sinyal-sinyal masukan terbobot, sebagai berikut: ∑ , ...(18) dan fungsi aktivasi digunakan untuk menghitung sinyal keluaran:
_ ...(19) Penghitungan error (propagasi balik)
Langkah 6. - Setiap unit keluaran (Yk, k = 1,..., m) menerima pola
target yang berhubungan dengan pola pelatihan pada masukan, hitung informasi error sebagai berikut:
15
Dengan δk merupakan informasi error untuk bobot wjk
pada unit keluaran Yk . Sementara tk adalah vektor target
keluaran,
- Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki wjk):
∆ ...(21) Dengan α merupakan laju pembelajaran,
- Kemudian hitung koreksi bias (yang nantinya digunakan untuk memperbaiki w0k):
∆ ...(22) dan mengirimkan δk ke neuron dilapisan bawahnya
(lapisan tersembunyi).
Langkah 7. - Setiap neuron pada lapisan tersembunyi (Zj, j = 1 ,..., p)
menjumlahkan masukan deltanya (dari neuron-neuron yang berada pada lapisan diatasnya, lapisan keluaran):
∑ ...(23) Kalikan nilai ini dengan fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error:
_ ...(24) δj adalah koreksi error untuk vij
- Hitung koreksi bobot (digunakan untuk memperbaiki vij)
∆ ...(25) - Hitung koreksi bias (digunakan untuk memperbaiki v0j)
∆ ...(26) Perbaiki semua bobot dan bias:
Langkah 8 - Setiap unit keluaran (Yk, k = 1, ..., m) memperbaiki bias
dan bobotnya (j = 0,1,2,3, ..., p):
∆ ...(27) - Setiap unit tersembunyi (Zj, j = 1 ,..., p) memperbaiki
bias dan bobotnya (i = 0,1,..., n):
16
Langkah 9 Uji kondisi berhenti
Satu epoch adalah satu putaran (cycle) untuk keseluruhan langkah pada tahapan pelatihan. Pada dasarnya dibutuhkan banyak epoch untuk pelatihan jaringan propagasi balik. Pelatihan dilakukan secara berulang-ulang hingga jumlah siklus tertentu atau telah mencapai MSE (Mean Square Error) yang diinginkan.
Kejadian Biner (Binary Events)
Pengukuran kinerja (performance measures) merupakan subset dari pengukuran verifikasi yang fokus pada hubungan antara prediksi dan pengamatan. Kejadian biner memiliki empat kemungkinan keluaran seperti diperlihatkan dalam Tabel 1 (Mason 2003).
Tabel 1 Empat kemungkinan keluaran pada kejadian biner
Prediksi Pengamatan Ya Tidak Ya Hit (a) False Alarm (b)
Tidak Miss (c) Correct Rejection (d)
Tabel 1 menyajikan hubungan pengamatan dan prediksi dengan empat kemungkinan keluaran. Hit merupakan nilai yang diperoleh dari hasil pengamatan terhadap suatu objek benar dan prediksi yang ditentukan bernilai benar. False Alarm diperoleh jika objek yang diamati bernilai salah namun prediksi bernilai benar. Miss berkebalikan dengan false alarm, yaitu pengamatan bernilai benar namun prediksi bernilai salah. Terakhir, correct rejection hasil pengamatan bernilai salah dan nilai prediksinya juga salah, artinya objek yang salah diprediksi salah (mengandung nilai kebenaran dan biasanya kebenaran ini tidak digunakan). Penghitungan kejadian biner yang mempengaruhi prediksi adalah sebagai (Mason 2003) :
Hit rate (Nilai kebenaran prediksi) = ...(39) Miss = ...(40)
17
False Alarm Rate = ...(41) Correct Rejection = ...(42)
18
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Penelitian
Sistem pengenalan roda kendaraan pada penelitian ini tampak pada Gambar 10, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahapan utama yaitu, tahapan pelatihan dan tahapan pengujian.
19
Pengumpulan Data Citra
Citra kendaraan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kendaraan jenis sedan, SUV, pick up, truk sedang dan truk besar, diambil dari samping (side view) menggunakan kamera digital dengan dimensi 640 x 480 piksel. Citra diambil pada waktu pagi dan siang hari pada kondisi cerah. Jumlah citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah 225 buah.
Pemrosesan Awal
Pemrosesan awal merupakan proses penyiapan citra kendaraan, citra kendaraan asli dengan dimensi 640 x 480 piksel diubah ke dalam bentuk citra abu-abu (gray scale) kemudian dipotong (cropping) pada bagian atas dan bawah secara horisontal, sehingga citra berukuran lebih kecil dan hanya citra yang terdapat roda saja yang akan diproses selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi waktu pemrosesan dan membuang bagian citra lain yang tidak dibutuhkan. Pengurangan noise yang muncul pada citra, dilakukan dengan proses smoothing menggunakan filter average ukuran 5x5 (Gambar 11).
1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 4 2 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1
Gambar 11 Filter average ukuran 5x5.
Tahapan Pelatihan
Tahapan pelatihan adalah tahapan untuk melatih sistem menggunakan data latih. 1. Data Latih
Data latih yang digunakan sejumlah 80% dari total citra kendaraan atau 180 citra. Data latih merupakan citra keabuan dengan dimensi 640x200 piksel karena telah dipotong pada sisi bagian atas dan bawah dan mengalami proses smoothing dengan average filter.
2. Deteksi Lingkaran dengan CHT
Deteksi lingkaran menggunakan Cycle Hough Transform (CHT), hal ini dilakukan untuk menentukan bagian dari citra yang berupa lingkaran.
20
Untuk memaksimalkan deteksi lingkaran dengan CHT, maka perlu dilakukan penentuan parameter-parameter CHT. Tabel 2 memperlihatkan parameter-parameter CHT yang diujicobakan dalam penelitian ini. Semua parameter dalam tabel ditentukan dengan cara trial and error. Pemilihan nilai parameter dilakukan seefektif mungkin, karena menentukan tingkat keberhasilan dan waktu komputasi.
Tabel 2 Parameter-Parameter CHT
Karakteristik Spesifikasi Keterangan
Radrange Min = 25; 26; 27 Max = 50, 65, 80 dan 100
Menentukan waktu komputasi
Gradient Threshold 10; 11; 12; 13; 14; 15 Default = 10
Radius Filter LM 10; 20; 30 dan 40 Default = 8 dan minimum = 3 Multirad 1; 0.99; 0.98 Default = 0,5
Radrange menyatakan radius minimum dan maksimum dari lingkaran yang dicari satuan yang digunakan adalah unit piksel, semakin besar nilai radrange maka semakin banyak penggunaan memori dan waktu komputasi juga semakin lama. Gradient threshold digunakan untuk menghilangkan uniform intensity, nilai-nilai dibawah gradient threshold akan diabaikan. Radius filter digunakan untuk mencari lokal maksima dalam accumulator array. Multirad digunakan dalam kasus lingkaran-lingkaran konsentrik, artinya radius multi dengan satu posisi pusat lingkaran terdeteksi. Multirad memiliki range 0,1 – 1; dengan 0,1 adalah toleransi tertinggi, artinya lebih banyak nilai radius terdeteksi, sedangkan nilai 1 merupakan toleransi terendah, hanya radius yang paling menentukan saja yang akan dipilih.
3. Normalisasi
Hasil dari CHT adalah citra lingkaran memiliki dimensi yang berbeda-beda, terdiri atas lingkaran roda dan bukan roda yang diklasifikasikan secara manual. Dimensi lingkaran roda dan bukan roda yang beragam mengharuskan untuk dilakukannya normalisasi. Normalisasi bertujuan untuk menseragamkan masukan ke 2DPCA. Dimensi citra lingkaran dalam normalisasi ditentukan sebesar 80x80 piksel, ukuran ini diambil berdasarkan dimensi roda yang diamati.
21
4. Reduksi Fitur dengan 2DPCA
Reduksi fitur dilakukan dengan menggunakan metoda 2DPCA (Two Dimension Principle Component Analysis). Bagian citra yang direduksi adalah citra lingkaran yang ditemukan oleh CHT dan telah mengalami normalisasi sehingga memiliki dimensi 80x80. Reduksi 2DPCA bertujuan mendapatkan set matriks fitur yang nantinya akan digunakan untuk tahap pemodelan dan pengujian dengan JST. Keragaman informasi citra lingkaran dalam 2DPCA adalah 99%. 5. Pemodelan dengan Jaringan Syaraf Tiruan
Gambar 12 menunjukkan arsitektur jaringan syaraf tiruan propagasi balik. Masukan JST berasal dari citra lingkaran yang telah direduksi dengan 2DPCA, sedangkan target keluaran adalah roda.
Gambar 12 Arsitektur JST Propagasi Balik untuk pengenalan roda kendaraan.
Tabel 3. memperlihatkan parameter-parameter JST propagasi balik yang dirancang untuk penelitian ini :
Tabel 3. Parameter-Parameter Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik.
Karakteristik Spesifikasi
Arsitektur 1 hidden layer
Jumlah neuron masukan Hasil reduksi 2 DPCA Jumlah neuron keluaran (target) 1 target, yaitu roda
Jumlah neuron hidden 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Fungsi aktivasi Sigmoid biner (logsig)
Fungsi Pelatihan Trainrp
Laju pembelajaran Default
Minimum toleransi kesalahan 0,000001
22
Tahapan Pengujian
Tahapan pengujian merupakan tahapan untuk menguji jaringan JST yang telah dilatih untuk mengenali roda kendaraan, terdiri atas:
1. Data Uji
Untuk pengujian digunakan citra sebanyak 20% dari total citra kendaraan yang ada, yaitu sebanyak 45 citra uji, sehingga terdapat 90 citra roda yang akan dikenali oleh JST propagasi balik. Citra uji juga telah mengalami pemrosesan awal.
2. Deteksi Lingkaran dengan CHT
Proses ini sama dengan pada tahapan sebelumnya. Citra uji dideteksi dengan CHT untuk mendapatkan lingkaran roda dan bukan roda. Parameter CHT pada tahapan ini menggunakan nilai-nilai yang telah ditentukan pada tahapan pelatihan. Lingkaran yang dihasilkan memiliki beragam dimensi. Setelah lingkaran ditemukan, kemudian dijadikan input pada proses selanjutnya.
3. Normalisasi
Normalisasi citra lingkaran dilakukan untuk menyamakan ukuran lingkaran yang berhasil dideteksi oleh CHT. Ukuran citra yang dinormalisasi adalah 80x80, sesuai dengan normalisasi pada tahapan pelatihan.
4. Matriks Transformasi
Matriks Transformasi adalah matriks yang dihasilkan dari proses reduksi 2DPCA dan digunakan untuk mengubah citra lingkaran pada tahapan pengujian. Matriks transformasi memiliki dimensi yang sama dengan citra tereduksi. Matriks ini dikirimkan dari tahapan pelatihan sebagai acuan reduksi citra lingkaran pada tahapan pengujian.
5. Pengujian model
Pada proses pengujian model, menggunakan data hasil pelatihan untuk mendapatkan klasifikasi yang benar dari data uji. Masukan untuk jaringan syaraf tiruan propagasi balik adalah citra lingkaran dari data uji yang dinormalisasi dan telah diproses dengan matriks transformasi berasal dari proses reduksi 2DPCA pada tahapan pelatihan. Target keluaran JST adalah roda. Tahapan pengujian ini juga melakukan pengujian dengan data uji yang telah diberi noise dan lingkaran palsu dibagian tengah roda.
23
Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan proses pelatihan dan pengujian maka berikutnya akan dievaluasi hasil meliputi tingkat keberhasilan deteksi lingkaran CHT, tingkat keberhasilan pengenalan JST, dan tingkat kesalahan dalam pengenalan citra roda kendaraan, meliputi kesalahan karena roda tidak dikenali (miss) dan kesalahan objek bukan roda dikenali sebagai roda (false alarm). Penghitungan keberhasilan pengenalan, miss dan false alarm rate adalah sebagai berikut (Mason 2003) :
100%
100%
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem pengenalan roda kendaraan mengunakan citra kendaraan yang diambil dari samping (side view) sehingga roda akan terlihat berbentuk lingkaran. Citra kendaraan yang dikumpulkan terdiri atas kendaraan seperti mobil sedan, SUV, pick-up, truk sedang dan truk besar.
Pemrosesan Awal
Citra kendaraan asli memiliki dimensi 640x480 piksel, dirubah ke gray scale kemudian dipotong (crop) secara horisontal sehingga dimensinya menjadi 640 200 piksel dan diperhalus dengan average filter untuk mengurangi noise. Berikut adalah citra asli (Gambar 13) dan citra yang telah mengalami praproses (Gambar 14).
Gambar 13 Citra asli dimensi 640x480 piksel.
Gambar 14 Citra setelah pemrosesan awal.
25
Deteksi Lingkaran dengan CHT
Citra yang telah mengalami praproses akan melalui CHT untuk mendeteksi lingkaran roda. Kemampuan deteksi lingkaran CHT sangat menentukan keberhasilan pengenalan dengan JST. Penetapan nilai parameter dilakukan secara trial and error meliputi: gradient threshold, jangkauan radius (radrange) terdiri atas nilai minimal dan maksimal, radius filter untuk lokal maksima (radius to LM) dan radius jamak (multirad). Data latih yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 180 citra dari kendaraan roda empat, sehingga CHT harus dapat mendeteksi lingkaran roda sebanyak 360 citra.
Penentuan nilai parameter CHT dalam penelitian ini berdasarkan citra yang diamati, dengan memperhatikan waktu komputasi dan ketepatan deteksi. Nilai radius filter untuk local maxima sebaiknya besar, parameter ini digunakan untuk mencari lokal maksima dalam accumulator array. Gambar 15 memperlihatkan nilai parameter Radius Filter LM terhadap jumlah lingkaran roda yang berhasil dideteksi.
Gambar 15 Nilai optimum parameter Radius Filter LM.
Jumlah lingkaran roda terbanyak terdapat pada nilai 30 yaitu sebanyak 358 lingkaran atau 99,4% dari target deteksi, oleh karena itu parameter Radius Filter LM pada nilai tersebut akan di eksplorasi lebih lanjut, sedangkan nilai-nilai yang lain tidak digunakan.
Gambar 16 memperlihatkan nilai parameter Gradient Threshold. Jumlah lingkaran roda terbanyak terdapat pada nilai 16, yaitu sebanyak 360 lingkaran atau seluruh lingkaran roda berhasil dideteksi.
321 343 358 340 300 310 320 330 340 350 360 370 10 20 30 40 Jumlah Lingkaran Roda Radius Filter LM
26
Gambar 16 Nilai optimum parameter Gradient Threshold.
Penggunaan nilai parameter multirad dengan toleransi terkecil, yaitu 1 (satu), meminimalkan lingkaran–lingkaran kosentrik terdeteksi, artinya hanya lingkaran yang prinsipal dengan titik pusat saja yang akan dideteksi. Gambar 17 memperlihatkan deteksi lingkaran dengan nilai parameter multirad yang berbeda.
Gambar 17 Deteksi lingkaran dengan nilai parameter multirad berbeda.
Penggunaan nilai minimal (25, 26, 27) dan nilai maksimal (50, 65, 80, 100) pada parameter radrange yang semakin besar, menyebabkan waktu komputasi yang diperlukan semakin lama (Lampiran 1). Gambar 18 menunjukkan nilai minimal parameter Radrange pada beberapa nilai gradient threshold dan nilai parameter multirad.
358 358 358 356 360 353 348 350 352 354 356 358 360 362 10 11 12 13 14 15 Jumlah Lingkaran Ro d a Gradient Threshold
27 355 355 353 355 359 349 340 345 350 355 360 10 11 12 13 14 15 Ju m la h Li n g k a ra n Ro d a Gradient Threshold
Min RR = 25 Min RR = 26 Min RR = 27
355 355 353 357 359 355 350 352 354 356 358 360 10 11 12 13 14 15 Ju m la h Li n g k a ra n Ro d a Gradient Threshold
Min RR = 25 Min RR = 26 Min RR = 27
355 354 352 356 360 351 342 344 346 348 350 352 354 356 358 360 362 10 11 12 13 14 15 Ju m la h Li n g k a ra n Ro d a Gradient Threshold
Min RR = 25 Min RR = 26 Min RR = 27
Gambar 18 Nilai optimum parameter Multirad dan nilai minimal Radrange.
Jumlah roda terbanyak yang dapat dideteksi terjadi pada saat nilai minimal parameter Radius Range (Radrange) sebesar 27 dan parameter Multirad sebesar 0,98 serta gradient threshold adalah 14 seperti yang telah diperlihatkan pada gambar sebelumnya. Nilai maksimal parameter Radrange adalah 100 (Gambar 19).
Gambar 19 Nilai maksimal untuk parameter Radrange.
Dalam penelitian ini dilakukan percobaan-percobaan pendahuluan untuk mendapatkan nilai-nilai parameter CHT yang optimum. Jika nilai parameter yang
320 330 343 360 300 310 320 330 340 350 360 370 50 65 80 100 Jumlah Lingkaran Roda Nilai Maksimal Radrange
28
ditentukan tidak dapat memberikan hasil yang diinginkan, maka untuk nilai tersebut tidak dieksplorasi lebih lanjut, seperti parameter Radius Filter LM yaitu nilai 10, 20 dan 40 (Gambar 15) serta nilai maksimal untuk parameter Radrange yaitu nilai 50, 65 dan 80 (Gambar 19) tidak digunakan lagi. Nilai optimum untuk setiap parameter-parameter CHT yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Nilai optimum untuk parameter-parameter CHT
Parameter Nilai
Radius Filter LM 30 Gradient Threshold 14
Radius Range Min = 27 dan Max = 100
Multirad 0,98
Gambar 20 memperlihatkan deteksi lingkaran dengan nilai-nilai parameter yang telah ditentukan diatas.
Gambar 20 Hasil deteksi lingkaran CHT.
Kedua lingkaran roda berhasil dideteksi, ditandai dengan lingkaran berwarna biru pada roda, selain itu juga terdapat lingkaran berwarna biru lainnya pada objek bukan roda. Seluruh lingkaran nantinya akan melalui proses selanjutnya yaitu, proses pengenalan dengan JST.
Normalisasi
Normalisasi dilakukan setelah lingkaran citra didapatkan, dalam hal ini ukuran citra lingkaran yang beragam, akan dirubah menjadi berukuran 80 80 piksel, sebelumnya citra lingkaran dikelompokkan menjadi roda dan bukan roda secara manual untuk proses pengenalan dengan JST. Gambar 21 menunjukan citra roda dan bukan roda sebelum normalisasi. Gambar 22 citra roda dan bukan roda setelah melalui proses normalisasi.
29
Gambar 21 Citra roda dan bukan roda sebelum normalisasi.
Gambar 22 Citra roda dan bukan roda setelah normalisasi.
Reduksi 2DPCA
Reduksi citra roda dan bukan roda dilakukan dengan 2DPCA yang memiliki kesamaan informasi sebesar 99%. Masukan untuk 2DPCA adalah citra roda dan bukan roda berdimensi 80 80 piksel dari proses sebelumnya yaitu, proses normalisasi. Proses 2DPCA menghasilkan citra tereduksi dan matriks transformasi berdimensi 80 11, artinya dibutuhkan 11 akar ciri untuk mendapatkan kesamaan informasi 99%, sehingga masukan ke JST adalah sebesar 880 neuron (Lampiran 2).
Pengenalan dengan JST Propagasi Balik
Pengenalan roda kendaraan dilakukan dengan JST propagasi balik melalui tahapan pelatihan dan tahapan pengujian. Tahapan pelatihan merupakan tahapan perhitungan maju (feedforward) untuk melatih JST dalam mengenali citra roda.
30
Pelatihan JST Propagasi Balik dilakukan menggunakan Data Latih dengan memvariasikan jumlah neuron pada hidden layer yaitu, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 (Lampiran 3).
Tahapan pengujian juga mengalami beberapa proses yang sama dengan proses pada tahapan pelatihan yaitu, sebelum pengujian dengan JST terlebih dahulu data yang akan diujicobakan diproses dulu dengan CHT, kemudian lingkaran yang berhasil dideteksi dinormalisasi ke dalam citra berukuran 80x80 piksel, dan ditransformasikan dengan matriks transformasi yang didapatkan dari reduksi 2DPCA pada tahapan pelatihan. Penghitungan prosentasi keberhasilan dilakukan pada pengujian Data Uji. Data Uji yang digunakan adalah sebanyak 45 citra kendaraan roda empat, sehingga kinerja JST terbaik adalah mampu mengenali sebanyak 90 roda.
Roda yang berhasil dikenali oleh JST, ditandai dengan lingkaran berwarna merah (Gambar 23), sedangkan untuk objek bukan roda ditandai dengan lingkaran berwarna biru.
Gambar 23 Lingkaran berwarna merah tanda roda dikenali oleh JST. Hasil pengujian juga menunjukkan adanya kesalahan pengenalan. Gambar 24 memperlihatkan kesalahan JST dalam mengenali roda, citra roda pada gambar tersebut memiliki lingkaran yang berbeda warna, yaitu lingkaran berwarna merah dan lingkaran berwarna biru. Lingkaran berwarna merah menyatakan bahwa JST mengenali roda, sedangkan citra roda yang satu lagi tidak dikenali JST (lingkaran berwarna biru).Kesalahan seperti ini disebut dengan miss, yaitu JST luput dalam mengenali sebuah atau kedua lingkaran roda.
Sis yaitu obje Kesalahan Ga kedua rod biru pada sedangkan mengenali pengenala berbagai ju Ga terbaik ad sebanyak adalah 5,5 5 78.8 10 K stem penge k bukan rod n seperti ini Gamba ambar diata da, artinya J objek buka n sebuah lin i objek buk an (false ala umlah neur G ambar 26 dalah sebes 100. Jumla 56% artinya 10 2 91.1 88. 8.89 1 9 3.7 Keberhasilan nalan roda da dikenali disebut den ar 25 Objek as memperl JST menge an roda, arti ngkaran ber kan roda se arm). Gamb ron hidden l Gambar 26 menunjukk sar 94,4%, ah kesalaha a citra roda 20 30 8 92.2 9 1.1 7.78 6 11. Pengenalan(% ini juga m sebagai rod ngan false a k bukan rod ihatkan ling nali keduan inya JST me rwarna mer ebagai roda, ar 26 meny layer. Hasil pengu kan bahwa yaitu pada an pengenal yang luput 40 50 92.2 90 7.78 10 2 9.7 3 %) Kesalah memiliki kes da seperti dit alarm. da dikenali s gkaran berw nya sebagai engenalinya ah pada obj , atau JST yajikan hasil ujian JST de prosentase hidden lay lan (miss) t dikenali ol 60 70 91.1 92.2 8.89 7.7 3.7 5.2 han Pengenala salahan pen tunjukan da sebagai rod warna mera i roda. Ling a sebagai ob jek bukan r telah melak l pengujian engan Data e keberhasi yer dengan pada hidde leh JST ada 0 80 2 90 9 78 10 6.7 3.7 an(%) Fals ngenalan lai alam Gamba da. ah terdapat gkaran berw bjek bukan roda artinya kukan kesa Data Uji de Uji. ilan penge n jumlah ne en layer ter alah berjum 90 100 1.1 94.4 8.89 5.56 4.5 se Alarm Rate( 31 nnya, ar 25. pada warna roda, a JST alahan engan enalan euron rsebut mlah 5 6 (%)
32
citra dari 90 citra roda. Jumlah false alarm rate adalah 6% atau citra bukan roda yang dikenali sebagai roda oleh JST berjumlah 8 citra. Citra bukan roda yang dikenali sebagai bukan roda berjumlah 125 citra (Lampiran 4). Kemampuan JST dalam mengenali Data Uji sebenarnya sudah cukup baik (94,4%). Kesalahan pengenalan (miss) disebabkan karena kemampuan JST dalam generalisir masukan untuk Data Uji dengan Data Latih yang digunakan dalam proses pelatihan JST.
Penelitian ini melakukan pengujian terhadap kendaraan yang memiliki lebih dari empat roda, seperti diperlihatkan dalam Gambar 27. Ketiga roda dapat dideteksi oleh CHT, namun hanya dua roda yang dikenali oleh JST.
Gambar 27 Pengujian kendaraan tiga gandar.
Pengujian dengan Data Uji yang diberi noise berupa gaussian noise dan citra yang diberi lingkaran palsu diantara roda. Pengujian dilakukan dengan jumlah neuron sebanyak 100 pada hidden layer. Gambar 28 menunjukkan citra yang diberi variasi gaussian noise.
Gamb Pe dan tanpa menunjuk penurunan kemampua signifikan sebesar 0, (dengan t kinerja J penambah digunakan sebelumny noise sebe ataupun d noise sepe bar 29 Hasi ngujian Dat a filter dipe kkan bahwa n prosentase an deteksi C n pada detek ,02 mengala tambahan f ST walaup han filter, m n tidak da ya (citra tan esar 0,5 ter dengan tamb
erti itu, suda
Gambar 0 20 40 60 80 100 Keberhasilan Pengenalan (%) il pengujian ta Uji yang erlihatkan d apabila nila e pengenala CHT. Pemb ksi CHT. K ami penuru filter). Pen pun tidak masih terdap apat sepen npa noise). rlihat JST ti bahan filter ah sulit dide r 30 Citra de 0,02 83.3 6 88.8 T n Data Noise diberi nois dalam Gam ai gaussian an. Prosent berian noise Kinerja dete unan sebesa nggunaan g terlalu be pat kesalaha nuhnya me Pengujian idak dapat r (Lampiran eteksi dan d engan Varia 0,05 0 63.371.1 66 Gauss Tanpa Filter e pada neur se dengan ta mbar 29. H noise sema tase pengen e pada Data eksi CHT p ar 7% (tanp gaussian fi esar. Pengu
an, hal ini k engembalik Data Nois mengenali n 5). Hal in dikenali (Ga ans Gaussia 0,08 0, 6.6 52.2 70 5 sian Noise r Filter ron hidden l ambahan ga Hasil penguj akin diperbe nalan JST d a Uji memb ada varians a filter) dan filter mamp ujian data karena gau kan citra se dengan v roda (0%) ni disebabk ambar 30). an Noise = 0 1 0,5 0 56.6 0 layer = 100. aussian filte jian Data N esar maka te dipengaruhi berikan peng s gaussian n sebesar 3 pu memper Noise de ssian filter noise ke varians gau baik tanpa kan citra de 0,5. 0 33 . er 5x5 Noise erjadi i oleh garuh noise 3,33% rbaiki engan yang citra ussian filter engan
34 diber sebag deng gamb JST m hidde Gambar ri lingkaran gai roda, ha gan lingkara bar 31b) be mengenalin Gamb Gambar en layer ber Pro Lingk Terde 8 31 mempe n palsu. G al ini karena an roda, seh entuk lingka nya sebagai bar 31 Hasil 32 menyaj rjumlah 100 Gambar 32 osentase karan Palsu eteksi (CHT) L T 0 erlihatkan h Gambar 31a a bentuk lin ingga JST m aran hampir objek buka a) Lingkaran b) Lingkaran pa Pengenalan ikan hasil p 0. 2 Hasil peng Prosentase Lingkaran Palsu Tidak Terdeteks (CHT) 20 hasil penge a) menunju ngkaran pal mengenalin r sama tetap an roda.
palsu dikenali sebaga
alsu tidak dikenali seba n Data Uji d pengujian d gujian Data u si Prosenta Dikenali seb Roda (JS 51 enalan JST ukkan lingk lsu dan back nya sebagai pi backgrou ai roda . agai roda. dengan ling data lingkar Lingkaran P ase bagai ST) Prosent Dikena Rod 36 pada Data karan palsu kground ha roda. Berbe und berbed karan palsu an palsu pa Palsu. tase Tidak li Sebagai a (JST) a Uji yang u dikenali ampir sama eda dengan da sehingga u. ada neuron
35
Gambar 32 menunjukkan kemampuan CHT mendeteksi keberadaan lingkaran palsu dibagian tengah roda, yaitu mencapai 80%, sedangkan lingkaran palsu tidak terdeteksi oleh CHT mencapai 20%. Penurunan kemampuan deteksi CHT disebabkan karena lingkaran palsu yang digunakan merupakan lingkaran tambahan yang diberikan dengan memanfaatkan aplikasi photoshop, sehingga background citra dan lingkaran palsu tidak menyatu secara alami.
Pengenalan lingkaran palsu sebagai roda oleh JST sebesar 51,1% adalah lebih tinggi dibandingkan lingkaran palsu dikenali sebagai bukan roda (28,8%), artinya jika lingkaran palsu memiliki bentuk yang sama serta background dalam lingkaran palsu seperti bentuk lingkaran roda asli, maka JST akan mengenalinya sebagai roda.
36
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian pengenalan roda kendaraan dengan menggunakan Circle Hough Transform, 2DPCA dan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik adalah sebagai berikut:
1. Model pengenalan roda yang dibuat menggunakan citra utuh kendaraan roda empat yang diambil dari samping dengan tingkat keberhasilan pengenalan Data Uji dengan JST Propagasi Balik adalah sebesar 94,4% pada neuron hidden layer berjumlah 100, dan terendah 78,8% pada neuron hidden layer berjumlah 5.
2. Tingkat Keberhasilan deteksi lingkaran roda dengan CHT mencapai 100% dengan menggunakan parameter Gradient Threshold adalah14, parameter Radrange minimal adalah 27 dan maksimal adalah 100, parameter Radius Filter LM adalah 30, dan parameter Multirad adalah 0,98.
3. Pengujian data yang diberi noise memperlihatkan adanya penurunan kinerja JST, hal ini menunjukkan bahwa pemberian noise memberikan pengaruh signifikan terhadap deteksi lingkaran CHT dan akhirnya mempengaruhi pengenalan oleh JST. Pengujian Data Uji yang diberi lingkaran palsu memperlihatkan, jika lingkaran palsu memiliki bentuk yang sama serta background dalam lingkaran palsu seperti bentuk lingkaran roda asli, maka JST akan mengenalinya sebagai roda.
Saran
Deteksi lingkaran dengan metode CHT lainnya seperti penggunaan second derivative order dapat diujicobakan untuk mengurangi lingkaran-lingkaran objek bukan roda. Penggunaan arsitektur JST Propagasi Balik dengan dua hidden layer atau pelatihan jaringan dengan metode lainnya juga dapat diujicobakan untuk meningkatkan prosentase pengenalan.
Pengenalan roda kendaraan dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pengenalan jenis kendaraan berdasarkan jarak antar roda kendaraan (jarak antar as roda kendaraan).
37
DAFTAR PUSTAKA
Argialas DP, and Mavrantza OD. 2004. Comparison of Edge Detection and Hough Transform Techniques for the Extraction of Geologic Features. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Vol. 34, Part XXX.
Buono, Agus dan Irwansyah. 2009. Pengenalan Kadar Total Padat Terlarut Pada Buah Belimbing Manis Berdasar Citra Red-Green-Blue dengan Analisis Komponen Utama Sebagai Ekstrasi Ciri dan Jarak Euclidean sebagai Pengenal Pola. Jurnal Ilmu Komputer dan Informasi, Volume 2, Nomor 1. Duda, R and P.E. Hart. 1972. Use of the Hough Transform to Detect Curves and lines in Pictures. Communication of the Association for Computing Machinery, 15(1): 11-15.
Fausett. Laurent. 1994. Fundamental of Neural Network Architecture, Algorithms, and Applications. Prentice Hall. New Jersey.
Gonzales RC, Woods RE, Eddins SL. 2004. Digital Image Processing Using Matlab. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Haykin, Simon. Neural Networks (A Comprehensive Foundation). Macmillan College Publishing Company. New York.
Mason, Ian. 2003. Binary Events. Forecast Verification: A Practitioner’s Guide in Atmospheric Science. John Wiley & Son. UK.
Ofer Achler and Mohan M. Trivedi. 2003. Camera Based Vehicle Detection, Tracking, and Wheel Baseline Estimation Approach.
___________________,. 2004. Vehicle Wheel Detector Using 2D Filter Banks. IEEE Intelligent Vehicles Symposium. Italy.
Qur’ania, Arie. 2012. Identifikasi Freycinetia (Pandaceae) Berbasis Citra Anatomi Stomata Menggunakan K-Nearest Neighbor dan Jaringan Syaraf Tiruan. [Tesis]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Yang et al. 2004. Two-Dimensional PCA: A New Approach to Appearance-Based Face Representation and Recognition. IEEE transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, Vol 26, Nomor 1.
Yu-fai Fung, et al. Image Processing Application in Toll Collection. IAENG International Journal of Computer Science, 32:4, IJCS_32_4_15.
38
35
DAFTAR PUSTAKA
Argialas DP, and Mavrantza OD. 2004. Comparison of Edge Detection and Hough Transform Techniques for the Extraction of Geologic Features. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Vol. 34, Part XXX.
Buono, Agus dan Irwansyah. 2009. Pengenalan Kadar Total Padat Terlarut Pada Buah Belimbing Manis Berdasar Citra Red-Green-Blue dengan Analisis Komponen Utama Sebagai Ekstrasi Ciri dan Jarak Euclidean sebagai Pengenal Pola. Jurnal Ilmu Komputer dan Informasi, Volume 2, Nomor 1. Duda, R and P.E. Hart. 1972. Use of the Hough Transform to Detect Curves and lines in Pictures. Communication of the Association for Computing Machinery, 15(1): 11-15.
Fausett. Laurent. 1994. Fundamental of Neural Network Architecture, Algorithms, and Applications. Prentice Hall. New Jersey.
Gonzales RC, Woods RE, Eddins SL. 2004. Digital Image Processing Using Matlab. Pearson Prentice Hall. New Jersey.
Haykin, Simon. Neural Networks (A Comprehensive Foundation). Macmillan College Publishing Company. New York.
Mason, Ian. 2003. Binary Events. Forecast Verification: A Practitioner’s Guide in Atmospheric Science. John Wiley & Son. UK.
Ofer Achler and Mohan M. Trivedi. 2003. Camera Based Vehicle Detection, Tracking, and Wheel Baseline Estimation Approach.
___________________,. 2004. Vehicle Wheel Detector Using 2D Filter Banks. IEEE Intelligent Vehicles Symposium. Italy.
Qur’ania, Arie. 2012. Identifikasi Freycinetia (Pandaceae) Berbasis Citra Anatomi Stomata Menggunakan K-Nearest Neighbor dan Jaringan Syaraf Tiruan. [Tesis]. Bogor: Departemen Ilmu Komputer, FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Yang et al. 2004. Two-Dimensional PCA: A New Approach to Appearance-Based Face Representation and Recognition. IEEE transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, Vol 26, Nomor 1.
Yu-fai Fung, et al. Image Processing Application in Toll Collection. IAENG International Journal of Computer Science, 32:4, IJCS_32_4_15.
36