• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka Berpikir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kerangka Berpikir"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Untuk menjelaskan kerangka penelitian ini, dimulai dari alasan penelitian ini dilakukan, kemudian mencoba mencari jawaban secara deduktif untuk mengungkapkannya, teori dasar yang menjadi analisis utama, kemudian penelitian secara induktif untuk memperoleh jawaban yang jelas akan masalah tersebut.

Tantangan Keluarga dalam Masyarakat

Fagan (1995) menyatakan bahwa elemen paling penting dari terbentuknya masyarakat yang aman adalah melalui komitmen perkawinan, dimana terbina hubungan kasih sayang orangtua dan anak, serta kemampuan anak mengadakan hubungan dengan anak lain, juga terjalinnya persahabatan yang kuat dan kerjasama antar anggota keluarga.

Keluarga harus menjalankan fungsinya dengan sebaik mungkin agar pembentukan sumberdaya manusia berkualitas dapat tercapai. Seorang anak memerlukan perlindungan dari segala bahaya yang berasal dari lingkungannya setelah fase extra-uterine nya yang aman, dan hanya keluarga dapat mensosialisasikan individu sehingga menjadi individu yang otonom bebas dan emansipatif (Berger dan Berger, 1984).

Tulisan Fagan (1995) juga telah memberikan bukti-bukti empiris tentang kehancuran masyarakat Amerika dan tingginya kejadian kriminalitas dalam masyarakat Amerika. Ia mengungkapkan dengan jelas permasalahan yang menyebabkan kondisi tersebut, yang dalam analisanya terjadi melalui beberapa tahap yaitu: (1) Perpecahan dalam keluarga di mana disorganisasi keluarga menyebabkan anak-anak kehilangan cinta kasih orang tua, sehingga sering terjadi depresi pada anak. Hal ini juga berhubungan dengan ketidakhadiran ayah dan ketiadaan otoritas dan disiplin yang juga menjadi sumber penyimpangan perilaku pada anak, (2) Melalui pengalaman diri dalam masyarakat, dimana anak mulai masuk sekolah dan bersosialisasi dengan teman sebaya dan masyarakat yang lebih luas. Adanya kegagalan dan rasa frustasi di sekolah, kurangnya peran sekolah serta tumbuhnya gang-gang baru yang membentuk anak menjadi anti sosial dan nakal, dan (3) Melalui

(2)

kejadian kriminalitas yang cenderung meningkat di kota-kota besar Amerika mulai era 80-an, yang ia percaya juga berkaitan dengan kekejaman dan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga. Inilah pentingnya sebuah keluarga yang berfungsi untuk menjamin perkembangan anak. Menjaga keberlangsungan keluarga agar tetap bertahan dalam situasi yang sangat kompleks merupakan tantangan bagi setiap keluarga.

Krysan, et.al. mengatakan bahwa landasan teoritis dari keluarga yang kuat adalah teori struktual fungsional karena seluruh anggota keluarga yang terdiri atas struktur ayah, ibu dan anak saling bekerja sama membentuk ikatan yang harmonis dengan menjalankan seluruh peran (fungsi) yang jelas untuk membentuk keluarga bahagia. Keberlangsungan keluarga tentunya sangat ditentukan efektifitas pelaksanaan fungsi keluarga. Parsons memformulasikan konsep functional

imperatives terutama dalam kaitannya dengan masalah kelangsungan hidup sistem

sosial, termasuk keluarga. Parson meyakini bahwa perkembangan keluarga juga berarti berkaitan erat dengan perkembangan ke empat unsur fungsi (teori tindakan) agar dapat menjaga keberlangsungan keluarga yang disingkat dengan AGIL, yaitu: (1) Fungsi adaptasi (adaptation)

(2) Fungsi pencapaian tujuan (goal attainment) (3) Fungsi integrasi (integration)

(4) Fungsi latensi (latency)

Konsep Parsons dapat juga melihat keluarga sebagai sistem interaksi kolektif dan tingkat perilaku, merujuk pada persekutuan hidup (social community) dan ini dinilai sebagai inti sari struktur sosial yang fungsi utamanya adalah mengintegrasikan. Fungsi integratif ini setidaknya bisa ditunjukkan dalam dua hal: pertama, memberikan kriteria dan atau identitas keanggotaan dalam sistem sosial; kedua, menciptakan norma sosial yang mengatur hubungan individu dan subkolektif dalam sistem sosial.

Fungsi adaptasi tersebut akan dilaksanakan dengan tujuan fungsi ekonomi, fungsi pencapaian tujuan akan dilaksanakan terkait dengan pemaksimalan potensi dalam keluarga untuk pencapaian tujuannnya, fungsi integrasi akan dilaksanakan membangun kebersamaan, komitmen, keeratan keluarga. fungsi integrasi bertujuan untuk untuk mempertahankan dan atau menegakkan pola dan struktur di dalam keluarga (Parsons, 1960:57).

Fungsi adaptasi akan melaksanakan fungsi-fungsi ekonomi, misalnya melaksanakan produksi dan distribusi barang dan atau jasa. Subsistem ini juga akan

(3)

menghasilkan fasilitas-fasilitas atau alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan keluarga. Fungsi pencapaian tujuan akan melaksanakan fungsi distribusi kekuasaan dan juga memonopoli penggunaan unsur paksaan yang sah (legalized power) dan juga akan bekerja untuk memaksimalkan potensi masyarakat untuk mencapai tujuan keluarga. Integrasi berkaitan erat dengan upaya keluarga mempertahankan tata cara dan keterpaduan antara komponen-komponen sistem yang saling berbeda pendapat, pandangan, dan kerangka moralitas untuk mendorong terbentuknya solidaritas sosial.

Fungsi latensi menangani urusan pemeliharaan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dalam proses kehidupan berkeluarga terutama untuk tujuan kelestarian struktur keluarga. Subsistem pemeliharaan pola ini akan mamaksimalkan komitmen sosial, motivasi dan mengendalikan ketegangan perasaan-perasaan individu, sehingga mereka dapat melaksanakan dan berpartisipasi dengan baik dalam kehidupan sosial. Fungsi-fungsi keluarga menurut Talcott Parsons inilah akan menjadi acuan teori dalam penelitian ini untuk melihat fungsi keluarga.

Berdasarkan keterangan di atas, maka keluarga yang berfungsi dan keluarga yang tidak berfungsi didefinisikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keluarga yang Berfungsi dan Tidak Berfungsi

Keluarga yang Berfungsi Keluarga yang Tidak Berfungsi

1 Memiliki kapasitas ekonomi keluarga Tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi keluarga

2

Memiliki kemampuan untuk

mengembangkan diri di dalam keluarga

Memiliki hambatan untuk mengembangkan diri

3

Mampu melaksanakan kepemimpinan dalam keluarga

Kesulitan untuk mendorong dan memotivasi keluarga

4 Ada manajemen yang baik dalam keluarga Kesulitan dalam mengelola keuangan, mengatur dan mengawasi aktivitas anggota keluarga

5 Berjalannya norma keluarga Tidak berjalannya norma keluarga

6

Terbinanya pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak

Tidak terjadinya pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak

7

Terbangunnya kultur kebiasaan yang baik dalam keluarga bedasarkan nilai agama yang dianut

Tidak terbangunnya kebersamaan dalam keluarga

Pemberdayaan Keluarga

Penanggulangan kemiskinan dengan basis pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah usaha menanggulangi kemiskinan yang dimulai dengan aras mikro. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat lebih dimaknai sebagai proses penguatan kapasitas masyarakat mulai di aras komunitas lokal, mulai dari individu,

(4)

kelompok, hingga organisasi untuk sampai pada keupayaan menentukan pilihan-pilihan yang dinilai dapat meningkatkan pemenuhan hajatnya, meskipun sebenarnya, pemahaman pemberdayaan beragam, mulai dari yang sangat strukturalis-radikal dalam kerangka merebut dan merubah struktur kekuasaan agar menghilangkan penindasan hingga pada pengertian yang menekankan proses berbagi kekuasaan antar pihak.

Pemberdayaan pada dasarnya dapat dipahami oleh dua kecenderungan. Pertama, proses yang menekankan pada pemberian, pengalihan kekuasaan, kekuatan dan kemampuan kepada masyarakat agar individu-individu dalam masyarakat dapat meningkatkan kapasitas diri. Proses ini pada umumnya dilengkapi dengan upaya membangun aset materi guna mendukung kekuatan individu yang berlanjut dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan organisasi. Kedua, proses stimulisasi yang mendorong motivasi individu agar meningkat keupayaannnya melalui sebuah proses dialog (Harry Hikmat, 2004).

Berdasarkan berbagai pemahaman pemberdayaan diperoleh beberapa aspek yang menjadi perhatiannya, yaitu: (1) Peningkatan peluang masyarakat dalam melakukan pilihan-pilihan, (2) Peningkatan derajat kebebasan seseorang atau masyarakat dalam mengembangkan hidupnya, (3) Peningkatan kapasitas masyarakat dalam penguasaan sumberdaya ekonomi, dan (4) Peningkatan posisi kewenangan dalam menentukan suatu pilihan. Artinya, pemberdayaan adalah sebuah proses yang memberi ruang kepada masyarakat untuk mengembangkan dirinya dalam kaitan partisipasi dalam berbagai hal, memperluas jaringan sosial, mencapai kemandirian, dan keadilan. Dengan demikian, pemberdayaan itu dapat dikatakan sebuah proses yang berjenjang mulai dari aras individu, keluarga, kelompok, organisasi hingga masyarakat yang lebih luas. Pemberdayaan mengenal beragam dimensi, mulai dari ekonomi, sosial, hingga politik.

Komunitas yang telah berdaya selanjutnya diharapkan menjadi basis dalam proses pemberdayaan ke “arah masyarakat lebih atas”. Prosesnya mulai dari dimensi pemberdayaan ekonomi, sosial hingga politik. Oleh karena komunitas yang telah berdaya ini boleh jadi dapat menjadi pembangkit rasa percaya diri dari komunitas lain untuk mencoba berinisiatif mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas tindakan sendiri. Dalam konteks pemberdayaan maka keluarga yang berdaya adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga, mampu berinteraksi dengan baik

(5)

internal dan eksternal dengan nilai-nilai agama yang dianut serta memiliki motivasi untuk perubahan keluarga yang ditandai dengan kemapuan mengelola emosi dan terbangunnya kualitas spritual keluarga. Ciri-ciri dari keberdayaan memiliki kesamaan karakteristik keluarga sukses (successful families) dan keluarga sehat (healthy

families). Krysan dkk (1990:2-3) melakukan penelitian identifikasi keluarga sehat,

mengkaji komponen serta pemilihan pengukurannya. Kajian terhadap berbagai penelitian karakteristik keberdayaan keluarga menjelaskan komponennya terdiri dari komunikasi, dorongan berprestasi, komitmen keluarga, orientasi agama, hubungan sosial, kemampuan adaptasi, penghargaan. Nick Stinnet & Jhon (1985:29) merinci komponen kekuatan keluarga: komunikasi, komitmen keluarga, kualitas spritual, hubungan sosial, kemampuan menghadapi krisis, apresiasi. Judson Swihart (1988:75) menetapkan komponen kekuatan keluarga adalah komunikasi, komitmen keluarga, orientasi agama, hubungan sosial, kemampuan beradaptasi, kebebasan berekspresi, dorongan terhadap keluarga, peran yang jelas. Rincian komponen kekuatan dari berbagai pendapat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komponen Kekuatan Keluarga menurut Krysan&Zill, Nick Stinnet&Jhon, Judson Swihart, dan Dalam Kajian Penelitian

1. Krysan & Zill 2. Nick Stinnet & Jhon

3.Judson Swihart Kajian Penelitian

Komunikasi Komunikasi Komunikasi Komunikasi

Komitmen keluarga Komitmen Komitmen keluarga Komitmen terhadap

keluarga

Orientasi agama Kualitas spiritual Orientasi agama Kualitas keberagamaan

Hubungan sosial Hubungan sosial Hubungan sosial Hubungan dan interaksi

dengan lingkungan

Kemampuan adaptasi Kemampuan

menghadapi krisis

Kemampuan beradaptasi

Kemampuan

menghadapi masalah

Penghargaan Apresiasi Kebebasan

berekspresi

Kemampuan mengelola emosi

Dorongan berprestasi Dorongan terhadap

keluarga

Motivasi untuk perubahan keluarga

Peran jelas Peran yang jelas Pemenuhan kebutuhan

pokok

Waktu kebersamaan Waktu kebersamaan

Apabila dirangkum keberdayaan itu menjadi kondisi dinamis keluarga yang ditunjukkan pada kemampuan keluarga dalam pemenuha n dan mengatasi masalah-masalah kebutuhan pokok keluarga, mampu membangun interaksi dengan lingkungan internal keluarga (yang tercermin lewat komunikasi yang positif, menjaga komitmen keluarga) dan interaksi dengan di luar lingkungan keluarga yang didasari nilai-nilai

(6)

agama yang dianut, memiliki motivasi untuk memperbaiki keluarga yang ditandai kemampuan mengatasi emosi dan didukung oleh kualitas spritual keluarga.

Berdasarkan keteranga n di atas, maka keluarga yang berdaya dan keluarga yang tidak berdaya didefinisikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Keluarga yang Berdaya dan Tidak Berdaya

Keluarga yang Berdaya Keluarga yang Tidak Berdaya

1 Memiliki kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan fisik keluarga (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan)

Memiliki keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarga (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan)

2 Memiliki kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan sosial keluarga yang ditandai dengan terbangunnya interaksi/ huibungan yang harmonis di dalam keluarga (yang tercermin lewat komunikasi yang positif dan saling bekerjasama dalam membangun komitmen keluarga) dan di luar lingkungan dkeluarga didasari nilai-nilai agama yang dianut

Memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sosial (hubungan yang kurang harmonis di dalam keluarga, kurang bekerjasama dalam membangun komitmen keluarga

3 Memiliki kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan psikologis keluarga yang ditandai Memiliki motivasi untuk memperbaiki kondisi keluarga yang ditandai dengan kemampuan mengelola emosi, dan dukungan kualitas spritual keluarga

Memiliki keterbatasan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan psikologis, kurang motivasi untuk memperbaiki kondisi keluarga, ketidakstabilan emosi, kualitas spiritual yang belum baik

Lingkungan

Pelaksanaan fungsi keluarga tentunya juga dipengaruhi oleh lingkungan, yang dianggap sebagai faktor eksternal yang memberikan kontribusi baik secara positif maupun negatif dalam mempengaruhi perilaku anggota keluarga. Lawrence Green (1980) mengatakan, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor pokok:

(1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor pencetus timbulnya perilaku seperti pikiran dan motivasi untuk berperilaku yang meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu untuk berperilaku.

(2) Faktor-faktor yang mendukung (enabling factors), yakni faktor yang mendukung timbulnya perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi kenyataan, termasuk di dalamnya adalah lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di masyarakat. (3) Faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors), yakni

(7)

faktor yang merupakan sumber pembentukan perilaku yang berasal dari orang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku, seperti keluarga, teman, guru atau petugas kesehatan.

Faktor lingkungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akses terhadap informasi atau media informasi, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan kondisi lingkungan tempat tinggal.

Akses Terhadap Informasi

Kaye (1997:59) mengemukakan bahwa untuk mampu mengenali inti permasalahan yang sebenarnya, kita dituntut untuk memperoleh informasi lebih banyak. Informasi merupakan bahan mentah untuk menjadi pengetahuan, dan pengetahuan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (Slamet, 2001). Di sisi lain, informasi juga merupakan unsur yang penting bagi terbentuknya persepsi dalam diri seseorang terhadap objek, stimulus yang diterimanya. Dalam penyuluhan, informasi yang tepat disajikan adalah informasi yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakat, yakni informasi yang bermakna dengan ciri-ciri (Asngari, 2001): (1) Secara ekonomis menguntungkan, (2) Secara teknis memungkinkan dapat dilaksanakan, (3) Secara sosial psikologis dapat diterima sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat, dan (4) Sesuai dengan kebijakan pemerintah

Informasi yang bermakna tentang suatu objek, diharapkan dapat membentuk persepsi yang positif dalam membentuk diri seseorang. Persepsi sendiri merupakan proses awal bagi manusia untuk memberi tanggapan (respons) atas stimulus yang diterimanya melalui panca indera. Sarwono (1997) mengemukakan bahwa persepsi merupakan proses pencarian informasi untuk dipahami dengan menggunakan indera, sedang untuk memahami diperlukan kesadaran atau kognisi.

Sesuai dengan paparan di atas maka dapat digambarkan dalam alur pikir dan proses penelitian keberdayaan keluarga pada Gambar 2, sedangkan pola hubungan antar variabel yang digunakan disajika n pada Gambar 3.

(8)

Gambar 2. Alur Pikir dan Proses Penelitian Keberdayaan Keluarga Kualitas SDM

Lingkungan Internal Keluarga

—Pendidikan Suami —Pendidikan Istri —Tingkat pendapatan Keluarga —Usia Suami Menikah —Usia Istri Menikah —Jumlah Anak —Jumlah Tanggungan —Motivasi Pernikahan —Persepsi peran orang tua —Gaya Hidup Keluarga

Lingkungan Eksternal Keluarga

X2.1 Isu Keluarga di Tempat Kerja X2.2 Kondisi lingkungan tempat tinggal X2.3 Akses terhadap informasi

Keluarga yang berfungsi

—Memiliki kapasitas ekonomi keluarga —Memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri —Mampu melaksanakan kepemimpinan dalam keluarga —Ada manajemen yang baik dalam keluarga

—Berjalannya norma keluarga —Terbinanya pola interaksi yang baik antara suami- istri - anak —Terbangunnya kultur kebiasaan yang baik dalam keluarga bedasarkan nilai agama yang dianut

Keluarga yang tidak Berfungsi —Tidak mampu mengatasi masalah-masalah ekonomi keluarga, —Memiliki hambatan untuk mengembangkan diri, —Kesulitan untuk mendorong dan memotivasi keluarga, —Kesulitan dalam mengelola keuangan, —mengatur dan mengawasi aktivitas anggota keluarga, —Tidak berjalannya norma keluarga, —Tidak terjadinya pola interaksi yang baik antara suami- istri – anak Tidak terbangunnya kebersamaan dalam keluarga

Keluarga yang berdaya Mampu memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis keluarga

Keluarga yang tidak berdaya

Tidak Mampu memenuhi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis keluarga

Analisis Deduktif Kajian Teori Hasil Pengamatan Masukan dari para ahli

Analisis Deduktif Penyuluhan Paradigma Lama

- Sekedar menyampaikan informasi

- Top Down Planning - Non partisipatif

- Bersifat monologis, abstrak, dan verbal

-Ketergantungan terhadap penyuluhan

- Cara : Ceramah, Presentasi tulisan atau gambar, Tanya Jawab Penyuluhan Paradigma Baru - Penyuluhan keluarga merupakan proses perubahan perlaku keluarga- - Bottom Up Planning - Partisipatif

- Bersifat dialogis, nyata, dan terapan

- Sustainability (Perubahan yang berkelanjutan) - Cara : Diskusi kelompok,

Simulasi, Demonstrasi, Praktek Kerja, Kunjungan lapangan Analisis Induktif -Pengujian Hipotesis - Survei -Wawancara mendalam - Uji Statistik Strategi Penyuluhan Pemberdayaan Keluarga Meningkatkan Kualitas karakteristik keluarga Peningkatan Fungsi AGIL dalam Keluarga Keberdayaan Keluarga

(9)

Perkotaan dan Pedesaan: Kasus Kecamatan Duren Sawit dan Kecamatan Jasinga

Fungsi Keluarga :

Y1.1 Adaptasi

• Kapasitas ekonomi Keluarga

• Kapasitas Pengembangan diri dalam Keluarga

Y1.2 Pencapaian Tujuan

• Kepemimpinan dalam keluarga

• Manajemen Keluarga

Y1.3 Integrasi

• Norma Keluarga

• Komunikasi dalam keluarga

• Pola hubungan suami-istri

• Pola hubungan antar anak

• Pola perlakuan orangtua-anak

Y1.4 Latensi

Sosialisisasi Nilai

Kualitas Pelaksanaan Nilai

Keberdayaan Keluarga (Y2)

• Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan fisik keluarga

• Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan sosial keluarga

• Tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan psikologis keluarga

Karakteristik Keluarga:

X1.1 Tingkat Pendidikan Suami

Responden

X1.2 Tingkat Pendidikan Responden

X1.3 Tingkat Pendapatan Keluarga

X1.4 Usia Suami Responden Ketika

Menikah

X1.5 Usia Responden Ketika Menikah

X1.6 Jumlah Anak

X1.7 Jumlah Tanggungan

X1.8 Motivasi Pernikahan

X1.9 Persepsi Peran Orang Tua

X1.10 Gaya Hidup Keluarga

Lingkungan

X2.1 Isu Keluarga di Tempat Kerja

X2.2 Kondisi Lingkungan TempatTinggal

X2.3 Akses terhadap informasi

(10)

Hipotesis Penelitian

Mengacu pada pola hubungan antar variabel pada Gambar 3, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut:

(1) Karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup) dan lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi) berpengaruh nyata terhadap pelaksanaan fungsi AGIL dalam keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi).

(2) Karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup), lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi), dan fungsi AGIL dalam keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi) berpengaruh nyata terhadap keberdayaan keluarga.

(3) Terdapat perbedaan yang nyata antara karaktersitik keluarga (tingkat pendidikan suami responden, tingkat pendidikan responden, tingkat pendapatan keluarga, usia suami menikah, usia istri menikah, jumlah anak, jumlah tanggungan, motivasi pernikahan, persepsi peran orang tua, gaya hidup), lingkungan (kondisi lingkungan tempat tinggal, isu keluarga di lingkungan tempat kerja, dan akses terhadap informasi), fungsi AGIL keluarga (fungsi adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, dan latensi), dan keberdayaan keluarga di perkotaan dan pedesaan.

Gambar

Tabel 5. Keluarga yang Berdaya dan Tidak Berdaya
Gambar 2. Alur Pikir dan Proses Penelitian Keberdayaan Keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kegiatan promosi dan preventif, , kelemahan yang masih dihadapi adalah belum terstrukturnya program promotif dan preventif yang belum bersifat nasional,

Uji tersebut mendukung hipotesis keempat (H 4 ) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara persepsi wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif tersebut di atas maka untuk melaksanakan setiap kegiatan pengambilan air tanah denlan debit kurang dari 50 liter per detik dari satu sumur

In order to study the habitat and diet interactions between the two primate species, the following objectives were set: (i) to determine the extent of overlap in food and

Precancerous lesions of the upper digestive tract that can be found are Barrett's esophagus, chronic gastritis with or without Helicobacter pylori infection, atrophic gastritis,

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Pada penelitian yang terdahulu juga memilih tempat penelitian pada perusahaan yang besar dan go public , dikarenakan peneliti menambahkan variabel yang belum pernah diambil

Bagaimana merancang dan menentukan parameter sistem kendali optimal yaitu de- ngan menentukan nilai QdanR pada penge ndalian temperatur, dengan menggunakan metode