PENDAHULUAN
Kedatangan komunitas suku Jawa ke daerahKoto Tinggi pada tahun 2001. Kedatangan mereka dibawa oleh salah seorang pemuka masyarakat yang bernama Zulman Caniago. Zulman Caniago adalah salah seorang perantau yang berasal dari Nagari Surantih (Koto Panjang) yang telah lama menetap di Mande Angin propinsi Jambi. Keterbatasan lahan dan keadaan ekonomi masyarakat Jawa yang kurang mencukupi kebutuhan pada saat itu, Zulman Caniago merasa prihatin terhadap masyarakat Jawa tersebut. Maka Zulman Caniago bersama pemuka masyarakat Koto Tinggi berinisiatif untuk mendatangkan masyarakat Jawa yang berasal dari Provinsi Jambi untuk pindah ke daerah Koto Tinggi. Pada tahun ini juga suku Jawa didatangkan sebanyak 10 KK (Sepuluh Kepala Keluarga). Masing-masing KK (Kepala Keluarga) dari suku Jawa diberi lahan seluas 2 hektar. Pemberian lahan seluas 2 Hektar ini dilakukan secara adat oleh pemuka masyarakat dusun Koto Tinggi.1
Keadaan masyarakat Jawa pada saat itu bekerja sebagai buruh. Pekerjaan sebagai buruh mereka lakukan adalah merawat, membersihkan, dan menyiangi rumput-rumput dari tanaman Gambir di perkebunan bapak Khairul Kadri. Hasil yang mereka peroleh masih kurang mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun komunitas Jawa ini terlihat sangat rajin dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Setelah bekerja selama 4 sampai 6 bulan sebagai buruh, etnis Jawa berinisiataif memanfaat lahan yang telah diberikan seluas 2 Hektar tersebut untuk dijadikan ladang tanaman Gambir. Dengan luas 2 hektar inilah etnis Jawa dapat menanam taman gambir dikawasan pemukiman sendiri, sehingga mereka tidak perlu lagi menjadi pekerja buruh.2
Keberadaan Suku Jawa di Koto Tinggi menjadi daya tarik bagi masyarakat setempat khususnya masyarakat pribumi Nagari Surantih.3 Semakin luasnya lahan yang dibuka untuk tanaman gambir yang dimiliki oleh masyarakat sekitar maka diperlukan pekerja yang semakin banyak pula. Dari tahun ke tahun pertumbuhan ekonomi Komunitas Jawa semakin berkembang. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah penduduk Jawa yang datang ke daerah Koto Tinggi. Meningkatnya jumlah penduduk
1
Wawancara dengan Khairul Kadri, (mantan
wali nagari Surantih) di Koto Panjang pada hari minggu tanggal 10 Agustus 2014
2Wawancara dengan Dawan (tokoh
masyarakat Jawa di Koto Tinggi), di koto Tinggi pada tanggal 5 Agustus 2014
3 Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Haltikultura Kecamatan Sutera 2012
Komunitas Suku Jawa dari tahun 2001 sampai 2012 telah mencapai 114 KK ( Kepala Keluarga).4
Berdasarkan penjelasan diatas diambil batasan dan rumusan masalah sebagai berikut: Batasan masalah
1. Batasan Spatial (batasan tempat). Batasan Spatial dari penelitian ini adalah Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan dengan prioritas penelitian adalah Komunitas Suku Jawa.
2. Batasan Temporal (batas waktu), adalah dari tahun 2001 yang merupakan awal kedatangan Komunitas Jawa di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih,dan tahun 2012 adalah batasan akhir penelitian yang dilihat yaitu dampak dariberkembangnya ekonomi Komunitas Jawa di Koto Tinggi. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah kedatangan Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih?
2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi dan budaya Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih? 3. Bagaimana dampak keberadaan komunitas
suku Jawa terhadap masyarakat Panunan Kayu Gadang Surantih ?
Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang sejarah awal kedatangan Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi, serta dampak keberadaan komunitas suku Jawa di Koto Tinggi yang memberi pengaruh yang sangat besar kepada masyarakat setempat khususnya masyarakat di Nagari Surantih, dengan mengangkat judul “Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatanb (2001-2012)”.
Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Konseptual
Komunitas adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menepati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontinu sesuai dengan suatu sistem adat-istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terikat pada cinta kasih dan kewajiban, serta terikat dalam hubungan biologis dan sosial ekonomi. Dengan demikian, kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya sosial relationships antara anggota suatu
4
Wawancara dengan Suwenrizal, (Kepala
Kampung Tigo Koto) di Koto Tinggi Panunan, pada hari minggu tanggal 14 Maret 2014
kelompok.5 Dengan demikian, kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya
sosial relationships antara anggota suatu kelompok.6
Kehidupan sosial ekonomi harus dipandang sebagai suatu sistem (sistem sosial), yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsure-unsur yang saling behubungan dalam satu kesatuan. Kehidupan sosial ekonomi adalah prilaku sosial dari masyarakat yang menyangkut interaksinya dan prilaku ekonomi dari masyarakat yang berhubungan dengan pendapatan dan pemanfaatannya.
Menurut Krench, kehidupan sosial ekonomi seseorang atau keluarga diukur melalui pekerjaan, tingkat pendidikan, dan pendapatan. Sedangkan Werner memberikan cirri-ciri berupa pekerjaan, pendapatan, jenis rumah tinggal dan daerah tempat tinggal.7
Metode Penelitian
penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu, Heuristik (pengumpulan data). Dalam tahapan ini penulis mengumpulkan sumber yang berkaitan dengan materi penelitian yang diteliti, baik berupa sumber Primer maupun Sekunder.8
Kritik Sumber, merupakan tahapan untuk melakukan pengolahan data atau analisis data sejarah yang dapat dikelompokkan kedalam kritik ekstern. Penulis melakukan pengujian otentisitas (keaslian) materi data yang diperoleh dari arsip dan dokumen tentang Komunitas Jawa di Panunan Kayu Gadang Kecamatan Sutera dengan cara melakukan mengidentifikasikan bahan-bahan yang ada.
Analisis dan Interpretasi Data, merupakan tahapan dalam melakukan pemilahan dan pembedahan terhadap sumber sejarah sebagai informasi yang dibutuhkan dalam bentuk fakta-fakta lepas.
Tahap yang terakhir yaitu Penulisan Sejarah (Historiografi), merupakan tahapan dimana penulis melakukan penulisan sejarah ilmiah bedasarkan pada fakta-fakta yang telah disusun berdasarkan klasifkasi data dan kaedah-kaedah dalam penulisan sejarah.9
5Soerjono Soekanto. Sosiologi Sebagai
Pengantar,( Jakarta : Rajawali Pers, 2009, hlm 134
6Soerjono Soekanto. Sosiologi Sebagai
Pengantar,( Jakarta : Rajawali Pers, 2009, hlm 134
7Kristina Sembiring, Kondisi Sosial
Ekonomi Buruh Harian Lepas (Aron) di Kelurahan Padang Mas Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo, (Medan : Universitas Sumatera Utara, 2009),
hlm. 10-13.
8 Mestika Zed.Metodologi Penelitian
Sejarah (Padang: Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNP,
1999 ), hlm 37-38. 9Ibid, hlm, 39-40
PEMBAHASAN
Transmigrasi Lokal (Mandiri)
Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang kurang padat penduduknya, tetapi masih dalam wilayah suatu Negara yang tidak menata jumlah penduduknya.10 Istilah transmigrasi sendiri secara resmi baru digunakan pada awal tahun 1946 oleh pemerintah Republik Indonesia ketika kebijaksanaan tentang pengembangan industrialisasi dipulau-pulau seberang atau luar Jawa dirumuskan dalam Konferensi Ekonomi di Yogyakarta (Siswono Yudohusodo, 1998: 6).
Transmigrasi Lokal adalah pemindahan penduduk di dalam suatu pulau baik pulau Jawa sendiri maupun diluar pulau Jawa. Salah satu alasan yang dipakai adalah melalui pengurangan penduduk di Jawa.11 Berdasarkat dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kedatangan komunitas suku Jawa ke Koto Tinggi adalah salah satu program yang termasuk dalam transmigrasi lokal.
Sejarah Kedatangan Komunitas Jawa ke Koto Tinggi
Komunitas Suku Jawa datang ke Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih Kecamatan Sutera pada tahun 2001.12Kedatangan suku Jawa ke daerah Koto Tinggi awalnya dibawa oleh salah seorang pemuka masyarakat Koto Tinggi bernama Zulman Caniago. Zulman Caniago adalah salah seorang perantau yang berasal dari Koto Tinggi dan telah lama menetap dan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat setempat (Jawa) di Mande Angin Propinsi Jambi. Zulman Caniago melihat bahwa masyarakat transmigrasi yang ada di daerah Mande Angin ini memiliki potensi dibidang pertanian dan perkebunan. Melihat hal ini maka, Zulman caniago berinisiatif ingin mengolah kembali daerah Koto Tinggi yang telah lama tertinggal puluhan tahun lamanya. Kemudian Zulman Caniago bersama Khairul Kadri memberani diri untuk mendatangkan 10 KK (Kepala Keluarga) dari masyarakat Jawa ke Koto Tinggi untuk menetap dan mengolah lahan yang ada di Koto Tinggi.
Tujuan didatangkan masyarakat Jawa adalah agar daerah Koto Tinggi dibangun kembali dan bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan
10
Heeren,
H.J.
Transmigrasi
di
Indonesia.(Jakarta :PT. Gramedia, 2005),
hlm. 78.
11http:/kkbi.wed/migrasi. Kamis 12 Maret 2014.
12
Wawancara dengan Trisna, (istri Zulman
Caniago), di pasar Surantih pada tanggal 8 Maret 2015
perkebunan masyarakat setempat, terutama untuk komunitas suku Jawa itu sendiri. Sebab dahulunya daerah Koto Tinggi ini tidak ada masyarakat yang mau menempatinya.13 Perpindahan komunitas Jawa ke Daerah Koto Tinggi merupakan keinginan dari mereka untuk merubah hidup jauh lebih baik dari sebelumnya. Karena Keberadaan mereka di proponsi Jambi jauh dari kata sejahtera.14
Kedatangan etnis Jawa ke Koto Tinggi telah disediakan tempat tinggal seperti rumah dan lahan yang disiap oleh masyarakat setempat. Dengan luas 2 hektar (Ha) beserta rumah yang telah mereka tempati sebanyak 4 buah rumah. Dari lahan seluas 2 (Ha) tersebut mereka boleh menggunakannya sampai kapanpun bahkan Lahan tersebut diberikan berdasarkan kesepakatan tokoh masyarakat setempat dengan kaum ulayat dusun Koto Tinggi.15
Secara geografis daerah Koto Tinggi sangat strategis, daerah ini terdiri dari dataran rendah perbukitan dan lembah, begitu juga tanahnya yang subur.16Sementara keberadaan mereka di derah Koto Tinggi, lebih mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Sehubungan hal tersebut peningkatan pendudukpun terus terjadi dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
TabelI :Komposisi Penduduk Komonitas Suku Jawa di Koto Tinggi Kayu Gadang berdasarkan KK (kepala keluarga) tahun 2001 – 2012.
N O Tahu n Jumla h KK Jenis Kelamin Jumla h Laki -laki Perempu an 1 2001 10 15 20 35 2 2003 25 35 42 77 3 2005 35 40 39 85 4 2008 53 58 65 133 5 2010 73 80 77 157 6 2011 101 105 115 220 7 2012 142 145 155 480
Sumber Data jumlah penduduk Kampung Tigo Koto
Kayu Gadang Nagari Koto Nan TigoUtara Surantih, Kecamatan Suterah tahun 2001-2012.
13Wawancara dengan Supardi masyarakat jawa di Koto Tinggi pada hari rabu tanggal 22 oktober 2014.
14
Wawancara dengan Oma masyarakat Jawa
di Koto Tinggi pada hari sabtu 18 oktober 2014 15Wawancara dengan Khairul Kadri, (mantan wali nagari Surantih) di kayu koto Panjang pada hari jum’at tanggal 24 0ktober 2014
16
Wawancara dengan suwenrizal (kepala
Kampung Tigo Koto),di Kayu Gadang pada hari sabtu 25 oktober 2014.
Dari data tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kedatangan Komunitas Suku Jawa dalam setiap Tahunnya terus meningkat.17 Dari data penduduk yang peneliti dapatkan bahwa jumlah masyarakat Koto Tinggi berjumlah 991 jiwa.
Proses Adaptasi Komunitas Jawa Di Koto Tinggi Proses adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan.18 Kedatangan mereka disambut baik oleh masyarakat setempat, terutama dari bapak Khairul Kadri selaku Ninik Mamak dan tokoh masyarakat yang menyambut dengan senang hati. Hal ini terlihat bahwa sebelum komunitas Jawa ke Koto Tinggi telah disepakati oleh masyarakt setempat untuk menyediakat lahan dan tempat tinggal. Namun peran dari komunitas suku Jawa dalam meningkatkan sumber daya alam dan pembangunan daerah Koto Tinggi sangat berpengaruh sekali.
Dari urauia diatas terlihat proses adaptasi komunitas Jawa terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan membentuk suatu kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda pula namun tetap bisa saling menghargai satu sama lain.19
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI
KOMUNITAS SUKU JAWA Kehidupan Ekonomi
Setelah masyarakat Jawa menjadi petani gambir pendapatanpun meningkatdan kebutuhan hidup sangat terpenuhi dan lebih menjajikan untuk masa depan keluarga. Pada umumnya sebagian mereka yang bekerja sebagai petani gambir berpengahasilan mencapai 150.000,-. perhari, Jika dibandingkank ketika mereka berada di Propinsi Jambi pendapatan mereka rata-rata 65.000,- per hari, dan terkadang pendapatan itu bukanlah setiap hari yang mereka dapat.
Menjadi petani Gambir masyarakat Jawa bila dilihat pendapatan dalam setiap bulannya bekerja rata-rata pendapatan yang mereka peroleh 2.000.000,- sampai 4.000.000,- perbulannya. Dengan penghasilan sedemikian telah mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga, karena semenjak menjadi petani gambir kehidupan mereka berubah, perubahan itu tampak pada perilaku (gaya hidup) yang tidak
17Arsip kantor Wali Nagari Koto Nan Tigo Utara Surantih.
18Http//Wikipedia.konsep adaptasi.kamis 12 Maret 2014.
19
Wawancara dengan Khairul Kadri,
(mantan wali nagari Surantih) di Koto Panjang pada hari jum’at tanggal 23 0ktober 2014.
kekurangan untuk kebutuhan rumah tangga.20 Berdasarkat informasi hasil wawancara tahun 2007-2012 masyarakat Jawa telah bisa membangun rumah lebih selayaknya dan dilengkapi perabot rumah tangga seperti, barang elektronik dan barang mewah lainnya. Perubahan tersebut juga berdampak terhadap pendidikan anak-anak mereka, dimana anak-anak mereka bisa melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih
Kehidupan Sosial 1. Pendidikan
Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting diperhatikan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia yaitu manusia yang beriman dan bertakkwa, berbudi luhur, cerdas dan beretos kerja yang profesiona.21 Di daerah Koto Tinggi masalah pendidikan jauh dari jankauan masyarakat setempat, sebab kurangnya perhatian dari pemerintah daerah untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan di Koto Tinggi.
Kendala yang disebabkan beberapa faktor diantaranya, kurang bagusnya akses dari pembangunan jalan yang tidak bisa dilewati kendaraan roda empat (mobil), selain itu juga kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap sektor pembangunan jalan serta sarana dan prasarana pendidikan yang tidak tersalurkan, baik dari masyarakat setempat maupun dari pemerinta daerah. 2. Budaya
Hubungan sosial masyarakat Jawa dengan masyarakat Minang terjalin sangat baik. Mereka saling mengahargai budaya masing-masing, antara suku Minang dengan suku Jawa yang berada di Koto Tinggi sampai saat sekarang tidak pernah terjadi konflik. Kekhasan budaya Jawa yang paling menonjol adalah penggunaan simbol dalam segala aspek kehidupannya, terutama dalam beragama. Simbol dijadikan sarana atau media untuk menitipkan atau menyampaikan pesan serta nasihat-nasehat kepada manusia secara menyeluruh. Dalam kehidupan Jawa, kehidupan moral relegius dijadikan sebagai pola dan falsafah hidup mereka. Dengan cara ini, ia akan mendapatkan “sejatineng urip”
(kesejatian hidup)., ia akan dapat bersatu dengan Tuhan, alam dan manusia.22
20 Wawancara dengan Khairul Kadri, (mantan wali nagari Surantih) di Koto Panjang pada hari jum’at tanggal 24 0ktober 2014.
21Ary. H. Gunawan “Sosiologi Pendidikan
Suatu Analisa Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan” Rineka Cipta. Hlm 57.
22
Tajul Arifin,M.A. DKK, Pengantar Sistem Sosial Budaya, (Bandung : CV, Pustaka setia,
2013-2014), hlm.195-196.
Komunitas suku Jawa yang berada di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih mayoritas memeluk agama Islam. Cara pandangan hidup merekapun sangat menghargai budaya Minang dan adat masyarakat setempat.23
3. Bahasa
Bahasa adalah alat atau pewujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi, melalui bahasa manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, dan tata karma masyarakat dan sekaligus mudah membaur dirinya dengan segala bentuk masyarakat..
Penggunaan bahasa ini sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dan juga disesuiakan denagn lawan bicara, misalnya apabila berbicara dengan orang Jawa mereka menggunakan bahasa Jawa. Tetapi apabila berbicara dengan masyarakat pribumi (Minang) menggunakan bahasa minang apabila mereka bisa berbahasa minang.24
Keberagaman bahasa yang ada dilingkungan kedua etnis tersebut tidak membuat mereka untuk saling menjatuhkan. Namun dengan keberagaman tersebut, membuat kedua etnis ini saling menghargai satu sama lain, baik dari segi komunikasi dan interaksi.25
Dampak Keberadaan Komunitas Suku Jawa Terhadap Masyarakat Koto Tinggi Kayu Gadang Surantih Kecamatan Sutera
1. Pemukiman
Pola pemukiman masyarakat Jawa di Koto Tinggi adalah pola pemukiman yang terdapat di daerah pegunungan dan perbukitan atau dataran tinggi.
Pemukiman etnis Jawa di daerah Koto Tinggi membentuk kelompok unit kecil dan menyebar. Tipe pemukiman masyarakat tersebut adalah hidup dengan cara berkelompok berdasarkan suku masing-masing. Hal itu terlihat warga masyarakat Jawa cendrung tinggal secara berkelompok dan membentuk komunitas Suku.26 2. Penanaman Gambir
Masyarakat Surantih sudah lama mengenal dan mengetahui tentang tanaman Gambir, tetapi 23Wawancara dengan dengan Erwil, (wali Nagari Koto Nan Tigi) di Kayu Gadang pada hari jum’at 14 November 2014.
24Wawancara dengan Suwenrizal, (kepala Kampung ) di Tigo Koto Kayu Gadang pada tanggal 1 November 2014
25Wawancara dengan Dawam, (tokoh
masyarakat Jawa), di Koto Tinggi pada hari sabtu 25 oktober 2014
26
Wawancara dengan Almasri Samsi
(mantan wali nagari Surantih),di pasar Surantih,tanggal 10 oktober 2014.
mereka baru mengembangkannya setelah masyarakat suku Jawa mengembangkannya.27
Kedatangan etnis Jawa yang terkenal rajin, ulet, dan suka bekerja keras dalam bekerja, telah memotivasi masyarakat yang selama ini bersikap malas untuk membuka lahan baru akhirnya termotivasi untuk mengelolah tanah ulayat yang mereka miliki secara turun temurun. Kedatangan mereka telah merubah prilaku masyarakat Nagari Surantih yang terbiasa malas dengan alam padahal potensi lahan pertanian cukup berlimpah. Dapat dikatakan sebagaian dari masyarakat lebih memilih bekerja sebagian petani gambir dari pada pekerjaan lainnya. Sebagai petani gambir bisa merubah kehidupan mereka kearah yang lebih baik.
Setelah menjadi petani Gambir, pemikiran mereka lebih memperhatikan persoalan pendidikan anak-anak untuk kedepannya. Secara bertahap mereka bisa mendukung pendidikan anaknya kejenjang yang lebih tinggi.28
Kesimpulan
Kedatangan Komunitas Suku Jawa ke daerah Koto Tinggi pada tahun 2001. Masyarakat Jawa ini diajak oleh salah seorang pemuka masyarakat Koto Tinggi yang bernama Zulman Caniago. Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi dahulunya mereka adalah Transmirasi dari Pulau Jawa Ke pulau Sumatera yang bertepatan di propinsi Jambi.
Perpindahan komunitas suku Jawa dari Jambi dalam bentuk transmigrasi local (mandiri). Transmigrasi lokal adalah pemindahan penduduk di dalam suatu pulau baik pulau Jawa sendiri maupun diluar pulau Jawa, maksudnya mereka tidak dibiayai oleh pemerintah dan tidak termasuk dalam program pemerintah. Kehidupan sosial ekonomi komunitas suku Jawa di Koto Tinggi cukup menjamin kebutuhan hidup mereka terutama dibidang pertanian. Selain itu juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat pribumi khususnya masyarakat Surantih, maupun bagi masyarakat Jawa itu sendiri.
Dampak keberadaan etnis Jawa di Koto Tinggi terlihat dari situasi dan kondisi dilingkungan tersebut. Tidak adanya perselisihan antara Suku Jawa dengan masyarakat setempat (Minang). Melihat perkembangan etnis Jawa yang terjadi di Koto Tinggi, menimbulkan motivas bagi masyarakat 27Wawancara dengan Maridal, (petani gambir), di Kampung Ampalu pada tanggal 25 Oktober 2014.
28Wawancara denagan Arfen Joni, (mantan ketua DPN Surantih) di Ampalu pada tanggal 31 Oktober 2014.
setempat untuk meniru perubahan-perubahan yang dialami oleh masyarakat Jawa tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat Jawa keadaan ekonominya lebih menonjol dibandingkan ekonomi masyarakat setempat.
Saran
Dalam penelitian ini penulis mengkaji tentang Komunitas Suku Jawa di Koto Tinggi Panunan Kayu Gadang Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan. Diharapkan kepada pemerintah lebih memperhatikan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Koto Tinggi khususnya komunitas suku Jawa. Agar deraha Koto Tinggi menjadi pusat ekonomi masyarakat, dan begitu juga dibidang sosial yaitu pendidikan. Dalam bidang pembangunan yang diutamakan yaitu pembangunan jalan yang menjadi penghalang akses transpotasi masyarakat yang selama ini belum terlaksana dengan baik. Semoga hasil dari penelitian ini memberikan masukan dan saran kepada semua lapisan masyarakat untuk lebih bersipat terbuka dalam perubahan ekonomi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA A. Arsip
Data BPS Kabupaten Pesisir Selatan Sutera dalan Angka tahun 2001-2012
Data kependudukan kantor Wali Nagari Surantih tahun 2012
Data kependudukan kantor Nagarai Koto Nan Tigo Utara Surantih 2008-2012
B. Buku
Almasri Samsi. Alam Sati Nagari Surantih (sejarah asal usul adat istiadat
dan monografi Nagari
Surantih)Surantih, 2007
Gottschalk Louis. 2006.Mengerti Sejarah,
Jakart, Gramedia Pustaka Utama Heeren, H.J. 2005. Transmigrasi di Indonesia,
Jakarta,PT Gramedia.
Koenctjaraningrat. 2009.Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Rineka Cipta
Mestika Zed. 1999.Metodologi Penelitian Sejarah, Padang: Fakultas Ilmu
Sosial (UNP).
Rois Leonard Arios-Jumhari. 2008.Dari koeli
kontrak hingga tuan di nagari
orang-orang Jawa di eks
perkebunan bukit daun Bengkulu. (Padang: Yayasan Cipta Budaya
Indonesia.
Sartono Kartodirdjo. Pendekatan Ilmu Sosial
dalam metodologi
Sejarah.(Jakarta: Gramedia pustaka Utama, 1992)
Tajul Arifin,M.A DKK.2013-2014. Pengantar
Sistem Sosial Budaya,
(Bandung:CV,Pustaka setia.
C. Skripsi
Emi Sunarti (2013).’Perubahan social Ekonomi
Nasyarakat Transmigrasi Jawa di
Desa Talang Pamesum
Kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo Propinsi Jambi 1993-2007”, Skripsi, STKIP PGRI Padang.
Memi Neva Admawati (2009).”Komunitas Etnik
Batak di Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan suatu kajian sejarah (1970-2009)”, Skripsi, STKIP PGRI
Padang.
Nova Dewi Sweti (2008).”Interaksi Sosial
Masyarakat Jawa dengan
Masyarakat Minangkabau di
Kanagarian Sungai Langkok
Sitiung II Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya”,Skripsi, STKIP PGRI Padang. D. Internat Http:// Wikipedia.Kaishiat tanaman gambir.sabtu 27 September 201420.00 WIB Http://Transmigrasi di Indonesia.web.com/.id.Kamis 12 Maret 2014.