• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. OPTIMISME

1. Defenisi Optimis, Optimistis dan Optimisme

Optimis dalam KBBI diartikan sebagai orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghadapi segala hal sedangkan optimistis didefenisikan sebagai bersifat optimis atau penuh harapan. Menurut Carver dan Scheier (2001) optimis merupakan individu yang memperkirakan hal baik yang terjadi pada dirinya, sedangkan pesimis adalah individu yang memperkirakan dirinya akan mengalami hal buruk.

Optimisme menurut KBBI adalah paham (keyakinan) atas segala sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan atau sikap selalu mempunyai harapan baik di segala hal. Optimisme merupakan expectancy (ekspektasi) bahwa akan lebih banyak hal baik yang terjadi daripada hal buruk di masa depan (Carr, 2004). Individu optimis saat menghadapi kesulitan akan terus berusaha mencapai tujuan dan akan menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dengan menggunakan strategi coping yang efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Individu yang optimis dan pesimis, berbeda caranya dalam mengatasi masalah dan menghadapi tantangan, cara dan hasil yang diperoleh dalam menyelesaikan kesulitan yang dihadapi (Carver & Scheier, 2004). Optimis ketika menghadapi tantangan akan menghadapinya dengan percaya diri dan gigih,

(2)

mereka percaya kesulitan dapat ditangani. Berbeda dengan optimis, pesimis cenderung akan menyerah ketika menghadapi kondisi yang sulit dan menantang, selain itu mereka juga cenderung memiliki perasaan negatif dan membayangkan kalau suatu kejadian yang buruk akan terjadi (Carver & Scheier, 2001).

2. Optimisme dan Expectancy Value Model

Konsep optimisme berkaitan dengan teori motivasi atau yang lebih dikenal dengan teori expectancy-value (Carver & Scheier, 2001). Teori ini berpandangan bahwa perilaku individu disusun oleh dua aspek:

a. Goal (Tujuan)

Tujuan adalah state atau tindakan yang dianggap diinginkan atau tidak diinginkan. Individu mencoba untuk menyesuaikan perilaku sesuai dengan yang dia inginkan dan menjauhkan diri dari apa yang tidak diinginkan. Semakin penting tujuan tersebut bagi seseorang, semakin besar nilainya dalam memberi motivasi pada individu. Tanpa memiliki tujuan, seseorang tidak memiliki alasan untuk bertindak.

b. Expectancy (Ekspektasi)

Ekspektasi merupakan confidence (kepercayaan) ataupun doubt (keragu-raguan) dalam pencapaian tujuan. Jika individu ragu-ragu, tidak akan ada tindakan. Keraguan dapat mengganggu usaha untuk mencapai tujuan baik sebelum tindakan dimulai atau saat sedang berlangsung. Hanya individu dengan ekspektasi yang cukup yang mampu melanjutkan usahanya.

(3)

3. Dampak Optimisme

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan terhadap optimisme, disimpulkan bahwa optimisme sangat membantu individu dalam berbagai bidang. Optimis akan lebih cepat menerima kenyataan akan kondisi yang dihadapinya sekarang dibandingkan dengan individu yang pesimis (Carver & Scheier, 2004) Optimisme berkaitan dengan kondisi kesehatan yang lebih baik. Individu dengan optimis yang rendah lebih membutuhkan psikoterapi dibandingkan dengan individu dengan optimisme yang tinggi (Karlsson, 2011).

Ketika individu memiliki ekspektasi, maka individu akan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya dan mencari penyelesaian dari masalah tersebut meskipun sulit (Carver & Scheier, 2001). Individu yang memiliki kepercayaan tentang masa depan akan terus mengeluarkan usaha walaupun menghadapi masa sulit, sedangkan individu yang ragu akan berhenti mengeluarkan usahanya.

Ketika menghadapi kondisi yang sulit, akan muncul perasaan sedih, cemas dan stres (Sarafino & Smith, 2011), kondisi ini menuntut individu untuk melakukan coping. Coping diartikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan/atau internal yang dinilai berat atau melebihi batas kemampuan individu (Lazarus & Folkman, 1984). Coping dilihat dari fungsinya dibagi menjadi 2: 1. Emotion-focused coping

Berfokus pada cara mengontrol respons emosional saat kondisi stres. Individu dapat meregulasi respon emosional mereka melalui pendekatan kognitif

(4)

dan perilaku. Pendekatan kognitif berkaitan dengan cara individu berpikir terhadap situasi stres yang dihadapi. Individu dapat mendefenisikan kembali situasi sehingga dapat menghadapinya dengan lebih baik. Proses kognitif dari emotion-focused coping yang lain adalah dengan strategi defense mechanism. Individu cenderung menggunakan pendekatan emotion-focused ketika tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi yang penuh stres tersebut. 2. Problem-focused coping

Coping ini berfokus pada masalah bertujuan untuk mengurangi tuntutan-tuntutan dari keadaan stres atau mengembangkan sumber daya untuk menghadapinya. Coping ini akan digunakan saat kondisi masih mungkin untuk berubah. Pendekatan yang berfokus pada masalah cenderung digunakan ketika adanya perubahan dari sumber daya atau tuntutan situasi.

Optimisme mempengaruhi strategi coping yang lebih adaptif, Individu bisa melakukan pencegahan ataupun meminimalisasikan stress. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencegah ataupun meminimalkan stres disebut proactive coping. Individu yang optimis yang biasanya menggunakan metode yang berfokus pada masalah. Terdapat beberapa bentuk proactive coping, seperti: meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan kontrol personal, mengorganisir lingkungan sendiri, melakukan olahraga, dan menyiapkan diri untuk situasi yang menyebabkan stres.

(5)

B. Suami yang Mengalami Cacat 1. Suami

Laki-laki menurut KBBI adalah orang (manusia) yang mempunyai zakar, kalau dewasa mempunyai jakun dan adakalanya berkumis. Sebagai laki-laki, ada beberapa hal yang dituntut pada peran gender laki-laki yaitu (Weiten, 2012): 1. Achievement

Untuk membuktikan kejantanan mereka, laki-laki perlu untuk mengalahkan orang lain di tempat kerja dan dalam olahraga serta memiliki jabatan yang lebih tinggi.

2. Agression

Laki-laki harus tanggguh dan berjuang untuk apa yang mereka yakini benar. Mereka harus mampu membela diri mereka sendiri dan orang yang mereka cintai dari ancaman atau bahaya.

3. Autonomy

Laki-laki harus mampu mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. 4. Seksualitas

Laki-laki sejati harus heteroseksual dan sangat termotivasi untuk mengejar kegiatan seksual dan penaklukan.

5. Stoicism

Laki-laki tidak harus berbagi rasa sakit mereka atau menunjukkan kelemahan yang dimiliki.

Laki-laki ketika telah dewasa dan menikah akan memiliki peran baru sebagai suami. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan bahwa suami adalah

(6)

laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (istri) yang telah menikah. Dalam undang-undang pernikahan No. 1 Tahun 1974 ada beberapa hak dan kewajiban suami dan ayah dalam keluarga:

1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya (pasal 34 ayat 1).

2. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya (pasal 45 ayat 1).

Menurut pandangan tradisional, suami merupakan penguasa utama rumah tangga yang memiliki hak-hak istimewa dan otoritas terbesar dalam keluarga (Kusujiarti dalam Supriyantini, 2002). Selain itu berdasarkan tafsiran Al-Qur’an, 4:34, suami juga berperan untuk membimbing, mendidik, serta mengayomi keluarganya (Chusniatun, 2011).

Menurut Dr. Phil, peran suami sebagai kepala keluarga ada 4, yaitu: 1. Provider (penyedia)

Selain mendukung keluarga dalam hal finansial, suami juga harus dapat mensejahterakan keluarganya secara emosional, spiritual, fisik dan mental. 2. Protector (pelindung)

Suami harus dapat menjaga harga diri dan martabat dirinya serta keluarga. 3. Leader (pemimpin)

Suami yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan penting dalam keluarga ketika menghadapi suatu masalah.

(7)

Menjadi contoh untuk keluarga dan masyarakat, baik melalui kata-kata maupun perbuatan.

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suami merupakan laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi seorang perempuan (istri) yang telah menikah yang memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan keluarga, memelihara, melindungi, mendidik, membimbing serta mengayomi keluarganya.

2. Cacat

Cacat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997, penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.

Hawlet (2001) menyatakan kalau cacat secara umum dapat dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Cacat Fisik

Cacat fisik disebabkan oleh kondisi fisik yang cacat. Individu yang dikategorikan cacat fisik adalah individu yang tidak memiliki kemampuan fisik, pincang, kelemahan fisik, dan kelemahan tulang.

(8)

2. Cacat Pendengaran

Cacat pendengaran merupakan kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.

3. Cacat Penglihatan

Cacat penglihatan adalah gangguan atau hambatan dalam indera penglihatan. Cacat penglihatan terbagi 2, yaitu buta total dan buta sebagian.

4. Cacat mental

Cacat mental adalah ketika fungsi intelektual berada di bawah rata-rata. Cacat umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Cacat sejak lahir, terjadi karena serangan penyakit dalam kandungan, penyakit tersebut dapat langsung menyerang janin sehingga pertumbuhan anggota badan menjadi terganggu.

2. Cacat karena penyakit.

3. Cacat karena infeksi, disebabkan karena suatu penyakit tetapi menyebabkan serangan langsung.

4. Cacat karena kecelakaan, terjadi karena lalu lintas, perang, kecelakaan pabrik, bencana alam dan sebagainya.

3. Suami yang Mengalami Cacat

Suami yang mengalami cacat adalah laki-laki yang menjadi pasangan hidup resmi perempuan yang mengalami kondisi cacat fisik, penglihatan, pendengaran dan mental yang disebabkan karena bawaan dari lahir, penyakit,

(9)

cacat subjek penelitian tetapi jenis cacat yang dialami hanya cacat fisik, penglihatan dan pendengaran.

C. DINAMIKA ANTAR VARIABEL

Setiap individu mengharapkan memiliki kondisi fisik dan psikologis yang baik, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat memiliki kondisi fisik dan psikologis yang baik. Keterbatasan ini bisa dialami siapa saja, termasuk suami yang berperan sebagai kepala keluarga. Perubahan kondisi fisik ini tentu menuntut suami untuk dapat menyesuaikan diri akan kondisinya.

Kondisi lingkungan sangat penting dalam penyesuaian diri. Begitu juga pada suami yang mengalami cacat, suami yang mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan teman-temannya akan mampu menyesuaikan diri dengan baik. Dukungan sosial ternyata mempengaruhi kondisi kesehatan (Brennan & Spencer, 2012).

Ketika suami tidak mampu menghadapi dalam hal ini menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan perubahan lain yang dialaminya, suami bisa mengalami kemarahan, kecemasan bahkan depresi. Sehingga penting bagi suami untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisinya yang sekarang. Penyesuaian diri terhadap kondisi stres yang dihadapi akan berkaitan dengan strategi coping yang digunakan. Optimisme berkaitan positif dengan dengan penggunaan strategi coping yang lebih adaptif (Carr, 2004). Coping pada individu yang optimis berbeda dengan individu yang pesimis (Carver & Scheier, 2002). Optimisme diharapkan dapat menjadi pelindung individu ketika menghadapi kondisi stres ini.

(10)

Jadi suami cacat yang optimis akan lebih mampu untuk beradaptasi dengan kondisi baru yang dihadapinya dibandingkan dengan suami yang pesimis. Optimisme diharapkan dapat membantu suami menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialaminya dan perubahan-perubahan lain yang terjadi akibat cacat yang dialaminya tersebut.

(11)

D. PARADIGMA Pernikahan Suami Istri Kepala Keluarga Cacat Stres

Adaptasi dan Coping Optimis??

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Definisi 1, jika dua garis yang berbeda memotong maka kedua garis tersebut memiliki paling sedikit satu titik yang terletak pada keduanya.. Andaikan terdapat lebih dari

Judul : Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Keluarga (Family Therapy) dalam Mengatasi Kekerasan Orang Tua Terhadap Anak di Desa Banjar Bendo Kecamatan Sidoarjo

Maka merujuk pada kondisi saat ini, dengan adanya virus corona yang sedang melanda di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sangat relevan jika kebijakan Nabi

Oleh karena itu, ketika terjadi suatu service failure atau kegagalan dalam pelayanan, bank harus memberikan pemulihan pelayanan secara cepat dan akurat sesuai dengan keluhan

Berdasarkan pentingnya pelayanan terhadap konsumen melalui kepercayaan membeli maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor- faktor tersebut dalam mempengaruhi

Dari kegiatan di atas, dapat dirumuskan bahwandalam setiap segitiga ABC dengan panjang sisi- sisi BC, AC dan AB berturut-turut adalah a, b dan c satuan panjang dan besar sudut

Untuk itu dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Agama Bondowoso Tahun 2015-2019, diperlukan analisis data kondisi keadaan tingkat perkara tahun 2015-2017

sudut dan sisi segitiga sebagai berikut. Sisi yang terletak dihadapan sudut yang terkecil dari suatu segitiga merupakan sisi yangterpendek. Sisi yang terletak di hadapan sudut