• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan baru semakin memperburuk suasana. Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Karyawan didalam suatu perusahaan merupakan asset perusahaan karena dianggap sebagai salah satu faktor penggerak bagi setiap kegiatan didalam perusahaan. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa karyawan memegang peranan penting didalam suatu perusahaan. Dalam memenuhi semua tuntuan perusahaan, dapat menimbulkan suatu situasi yang menekan para karyawan didalam sebuah perusahaan. Hal ini terutama disebabkan oleh benturan-benturan, ketegangan, tekanan atau penyesuaian dirinya yang kurang harmonis dengan lingkungan yang kemudian menimbulkan stres dan mempengaruhi tingkahlaku individu. Luthans (2006) mengemukakan bahwa banyak manajer melaporkan stress berkaitan dengan pekerjaan, dan lingkungan baru semakin memperburuk suasana.

Dalam sebuah survei yang dilakukan Princeton Survey Research Associates disebutkan bahwa, tiga dari empat orang di Amerika mengatakan bahwa pekerja pada saat ini memiliki tingkat stress kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi beberapa tahun sebelumnya (NIOSH, 1999). Berdasarkan data CDC (2004), jumlah kasus stress kerja yang terjadi di dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 4409 kasus pada tahun 1998 menjadi 5659 kasus pada tahun 2001. Kemudian menurut survey yang dilakukan oleh American Psychological Association (2012), warga di Negara

(2)

Atlanta melaporkan tingkat stres rata-rata berada diangka 5,3 dan melaporkan pekerjaan sebagai stressor tertinggi sejak laporan dimulai pada tahun 2008 sebanyak 74%, tahun 2009 sebanyak 61%, tahun 2010 sebanyak 70%, dan pada tahun 2011 sebanyak 77%. Didalam penelitian ini juga menyatakan bahwa 65 persen pekerjaan sebagai sumber utama stress dan hanya 37 persen orang Amerika yang disurvei mengatakan mereka melakukan pekerjaan yang sangat baik dan dapat mengelola stress dengan sangat baik.

Sebuah lembaga penelitian terhadap stress di Amerika memperkirakan bahwa stress ditempat kerja menyebabkan para pengusaha di Amerika terpaksa merugi sekitar 300 juta dollar Amerika setiap tahunnya akibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran para karyawan, kelelahan, konsumsi minuman keras beralkohol dan juga biaya untuk pengobatan bagi para karyawan (The American Institute of Stress, 2013). Masih di Negara yang sama menurut peneliti dari The American Institute of Stress sejumlah penelitian telah menunjukan bahwa stress kerja adalah sumber utama stress bagi orang dewasa, khususnya di Negara Amerika. Stress kerja di negara ini meningkat secara cepat selama beberapa dekade terakhir. Sedangkan berdasarkan survey yang dilakukan oleh Australia Psychological Society Stress pada tahun 2011,2012, dan 2014 yaitu 3 dari 10 orang melaporkan mengalami masalah ditempat kerja sebagai sumber stress.

(3)

Melihat fakta diatas menunjukan bahwa stress kerja menjadi masalah yang serius. Stres yang terlalu besar yang dialami oleh para karyawan dapat mengancam kehidupan pribadi dan juga mengancam stabilitas dari suatu perusahaan. Stres tersebut akan muncul apabila ada tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu. Secara umum dampak dari stress kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu dampak bagi organisasi dan dampak bagi individu. Dampak bagi organisasi dapat dilihat melalui penelitian yang dilakukan oleh Dwamena (2012) yang menemukan akibat dari stres adalah produktivitas kerja menjadi turun. Laiba, Akmal, Naseem,Kashif Ud Din Khan (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa stress kerja secara signifikan mengurangi prestasi kerja karyawan. Hasil penelitian Bashir (2010) bahwa stres kerja secara signifikan mengurangi kinerja individu. Senada dengan hal tersebut, penelitian yang telah dilakukan oleh Kinyita (2015) menemukan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dan kinerja karyawan dan stres secara signifikan mempengaruhi kinerja karyawan. Kemudian penelitian yang telah dilakukan oleh Paputungan (2013) juga menunjukan bahwa stres kerja secara signifikan mempengaruhi kinerja karyawan dan komunikasi memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kinerja karyawan. Pada umumnya, pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan-permasalahan dan juga tantangan. Masalah dan tantangan ini serngkali menimbulkan stress yang dapat mengganggu pencapaian tujuan perusahaan.

(4)

Selain memiliki dampak yang buruk bagi perusahaan, stress kerja yang dialami karyawan memiliki dampak bagi kelangsungan hidup individu. Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu pengaruh psikologis, pengaruh perilaku, pengaruh kognitif, dan pengaruh fisiologis. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mojoyinola (2008) yang menemukan bahwa stres kerja memiliki pengaruh yang signifikan pada kesehatan fisik dan mental dari para perawat di Negara Nigeria. Kemudian dampak lain dari stress kerja adalah menjadi semakin tertekan dan mudah sekali untuk marah, menjadi tidak dapat bersantai atau sulit berkonsentrasi, mengalami kesulitan berpikir logis dan membuat keputusan, kurang menikmati pekerjaan mereka, merasa kurang memiliki komitmen terhadap pekerjaannya, serta merasa cepat lelah, merasa tertekan dan juga merasa cemas (Leka, Griffiths, & Cox, 2003).

Robbins (2008) medefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi yang dinamis dimana seseorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Masalah stress kerja menjadi suatu masalah yang sangat penting. Karena karyawan yang mengalami stress kerja akan membawa dampak baik terhadap perusahaan dan terhadap dirinya sendiri.

(5)

Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat berasal dari faktor organisasi maupun faktor individual. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2008), didalam penelitiannya yang dilakukan pada perawat di rumah sakit umum kota Medan, menemukan faktor organisasi sebagai penyebab stress kerja yang meliputi otonomi, mutasi, beban kerja atau tanggung jawab, karier dan interaksi perawat. Selain itu menurut Fathoni (2006) beban kerja yang berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu kerja yang terbatas, peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah juga dapat menjadi faktor didalam organisasi. Senada dengan hal tersebut Ziruo dan Shouxin (2013) juga melakukan penelitian yang menemukan bahwa kurangnya hubungan interpersonal di lingkungan kerja, beban kerja yang terlalu berat, dan evaluasi kinerja yang ketat menjadi sumber utama stress pada masinis kereta api di Negara Cina. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Mubasher, Khan, Kant, dan Nawaz (2013) menemukan kurangnya imbalan keuangan memberikan kontribusi lebih dalam menciptakan stres kerja

Sedangkan faktor individual meliputi dukungan keluarga yaitu suami atau isteri, anak-anak dan sanak saudara, kejenuhan dan konflik dengan rekan kerja dalam melaksanakan pekerjaannya, hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Almanae (2015) yang menemukan sumber stres di tempat kerja adalah kurangnya kerjasama dan hubungan harmonis. Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat

(6)

merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Dengan kata lain daya tahan mental individu memegang peranan yang penting agar individu dapat bertahan atas segala kesulitan atau hambatan sehingga dapat mengurangi stres yang sedang dirasakannya. Hal ini juga berkaitan dengan ketahanmalangan yang dimiliki oleh individu. Senada dengan hal tersebut, menurut Wangsadinata dan Suprayitno (2008) ketangguhan yang berupa seberapa baik seseorang bertahan atas cobaan yang dialami dan seberapa baik kemampuannya untuk mengatasi masalah tersebut disebut sebagai kecerdasan adversitas.

Berdasarkan hal tersebut salah satu faktor yang diduga dapat mengurangi stres kerja adalah Adversity Quotient. Menurut Stolz (2004) Adversity Quotient memiliki tiga bentuk, yang pertama AQ adalah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua yaitu merupakan suatu ukuran untuk mengetahui respons anda terhadap kesulitan. Ketiga merupakan serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons anda terhadap kesulitan. Adversity Quotient mampu meramalkan individu mana saja yang akan bertahan terhadap hambatan yang ada didepannya, dan juga individu mana saja yang lebih memilih menyerah terhadap hambatan yang ada didepannya.

Dalam kamus bahasa inggris, adversity berasal dari kata adverse yang memiliki arti kondisi yang tidak menyenangkan, atau kemalangan. Jadi dapat diartikan adversity adalah masalah yang sulit atau ketidakberuntungan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa inggris adalah derajat kualitas atau

(7)

dengan kata lain yaitu mengukur kemampuan seseorang. Dalam merespon berbagai kesulitan-kesulitan, ketegangan, benturan-benturan, tekanan serta berbagai tuntutan dari perusahaan tidaklah sama antara satu individu dengan individu yang lainnya Sebagian individu menjadikan suatu tuntutan dari perusahaan menjadi suatu motivasi bagi dirinya untuk dapat maju serta dapat menjadi sumber daya manusia yang unggul, namun ada pula individu yang berputus asa dan juga stress dalam menghadapi pekerjaannya. Sehingga dapat disimpulkan yang dimaksud dengan Adversity Quotient adalah kemampuan berpikir individu dalam mengontrol, mengelola, dan mengambil tindakan terhadap kesulitan yang dialami.

Stres kerja kini telah memasuki beberapa bidang profesi seperti stress kerja pada karyawan bank, stress kerja pada perawat rumah sakit, stress kerja pada masinis kereta api, dan juga pada karyawan yang bekerja pada perhotelan. Dalam industri perhotelan, stres kerja telah dianggap sebagai salah satu masalah paling penting yang dihadapi manajer karen hal itu dapat mempengaruhi kinerja semua tingkatan karyawan, termasuk manajer dan karyawan (Ross, 1995). Penelitian terbaru telah menemukan bahwa stres karyawan di industri perhotelan adalah penting karena dapat mengakibatkan pekerja menjadi kelelahan dan sinis yang dapat memiliki efek negatif pada pelayanan (Kim, 2008).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh O’Neill dan Davis (2011) menemukan bahwa faktor yang menjadi stress kerja pada industri perhotelan adalah adanya ketegangan ditempat kerja dan perubahan dari

(8)

teknologi. Sedangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Sampson dan Sampson (2014) menemukan bahwa terdapat tujuh faktor yang menyebabkan stress kerja karyawan di industri perhotelan diantaranya adalah dukungan, meliputi masalah pelatihan serta pengembangan serta penghargaan dan penerimaan cita-cita dari karyawan, faktor kedua adalah peran yaitu meliputi bekerja lebih dari satu peran pekerjaan, dan mengerjakan suatu pekerjaan tanpa didampingi oleh tenaga ahli, faktor ketiga adalah berkaitan dengan beban kerja dan pola kerja, faktor keempat adalah konflik ditempat kerja dan lingkungan kerja yang kurang baik, faktor kelima adalah komunikasi atau hubungan interpersonal dengan pelanggan, faktor keenam adalah sejauh mana pemberdayaan karyawan didalam perhotelan dan faktor terakhir berkaitan dengan pembayaran upah yang tepat waktu atau tidak serta memadai atau tidaknya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Atteya (2012) dengan meningkatkan dan mengembangkan psikologis kognitif karyawan dan kontrol emosional pada supervisor dapat membantu mereka lebih baik dalam mengatasi stres kerja. Kemudian berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Anonymous (2003) dengan memberikan pelatihan kepada semua karyawan, pemimpin yang lebih memiliki sikap terbuka kepada karyawan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyalurkan pendapatnya dapat menjadi manajemen untuk mengurangi stress kerja. Senada dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Shankar dan Keerthi (2010) juga menyebutkan beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai manajemen stress diantaranya

(9)

adalah rekreasi keluarga, adanya kelas yoga untuk meditasi, berolahraga, dan konseling.

Penelitian ini dilakukan pada salah satu hotel x, berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada manajer hotel x diketahui bentuk stress kerja yang umum berada pada hotel tersebut adalah karyawan menjadi sering datang terlambat, menunda pekerjaan, banyak mengeluh, mudah marah saat menghadapi kesulitan, merasa tidak puas dengan hasil pekerjaan, serta merasa sakit kepala.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka penelitian secara umum ingin mengetahui bagaimana “Peranan adversity quotient dalam mengurangi stress kerja pada karyawan dihotel x?”

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara ilmiah bagaimana peranan adversity quotient dalam mengurangi stres kerja pada karyawan hotel.

1.3.2 Tujuan

Mengetahui bagaimana peranan adversity quotient dalam mengurangi stres kerja pada karyawan hotel.

(10)

1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi tambahan mengenai teori adversity quotient dalam mengurangi stress kerja dan menambah kajian ilmu khususnya pada bidang Psikologi Industri dan Organisasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak perusahaan ataupun organiasi sebagai intervensi untuk meningkatkan adversity quotient pada karyawan, selain itu perusahaan dapat membuat suatu program untuk mengembangkan adversity quotient karyawan guna mencegah stress kerja yang terjadi pada diri karyawan di suatu perusahaan.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut; pertama, secara umum kesadaran beragama siswa SMP Negeri 5 Ngawi termasuk baik, hal

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Pada kondisi lingkungan bisnis yang lebih kompleks seperti yang terjadi dewasa ini, sudah saatnya perusahaan-perusahaan mulai menerapkan perhitungan laba setiap pelanggan

Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta. Dalam hal

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan kepada masyarakat untuk kebutuhan jasa dengan agunan berupa fixed asset atau kendaraan bermotor selama jasa dimaksud

LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) adalah sebuah unit kegiatan yang berfungsi mengelola semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

TIPE | MERK JUMLAH 1 3 4 NAMA ALAT 2 25 Dudukan layar 26 Dudukan lampu 27 Penumpu papanserbaguna 28 Filter warna merah 29 Filter warna hijau 30 Filter warna biru 31 Filter