• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM. Etty R. Agoes Universitas Padjadjaran, Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM. Etty R. Agoes Universitas Padjadjaran, Bandung"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

PENGATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM

PENGElolAAN SUMbER DAyA AlAM DI lAUT

Etty R. Agoes

Universitas Padjadjaran, bandung

eragoes@gmail.com

SARI

UNCLOS 1982 mengatur tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut berdasarkan status hukum dari zona-zona maritim yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam yang berada di bawah kedaulatan negara, negara memiliki hak-hak berdaulat, dan bagian laut yang tidak dapat dijadikan sebagai bagian dari kedaulatan negara. UNCLOS 1982 juga menunjukkan adanya integrasi dan saling ketergantungan antara ekonomi dan ekologi laut, yang menghubungkan energi, iklim, sumber daya alam di laut dan kegiatan manusia.

Kata Kunci: hukum internasional, kedaulatan negara, sumber daya alam di laut, UNCLOS

1. PENDAHUlUAN

Tulisan ini disusun dalam rangka pengisian peringatan Hari Nusantara yang jatuh pada tanggal 13 Desember 2015. Selain dari ini tu-lisan ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang pengaturan pemanfaatan sumber daya alam di laut sebagaimana diatur dalam hukum internasional, khususnya dalam

1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).

Bagi bangsa Indonesia kehendak untuk ber-satu dan memiliki tujuan hidup yang sama, ser-ta dalam wilayah yang menjadi kesatuan ruang hidup, telah diwujudkan melalui perjalanan se-jarah bangsa yaitu sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia meng-hendaki terciptanya satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Hal ini kemudian diwujudkan melalui Proklamasi Kemerdekaan pada tang-gal 17 Agustus 1945 yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua tonggak sejarah tersebut mencerminkan terpenuhinya tiga kriteria pertama.

Deklarasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 telah menyempurnakan esensi Indone-sia sebagai suatu bangsa dengan me nyatakan adanya kesatuan wilayah tanah dan air yang dituangkan kedalam bentuk Wawasan Nu-santara. Pentingnya sumber daya alam telah disadari oleh penyelenggara pemerintahan di Indonesia, sejak Indonesia awal kemerdekaan hingga saat sekarang, terbukti dengan dima-sukannya ketentuan Pasal 33 ayat 3 dalam UUD 1945.

Dalam percaturan antar Negara pada tang-gal 1 November 1967, Dutabesar Malta un-tuk PBB, Arvid Pardo, mengajukan suatu usul pada sidang Majelis Umum PBB, agar Nega-ra-negara menyadari kemungkinan terjadinya sengketa antar Negara tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut, khususnya di dasar laut samudra dalam di luar yuridiksi nasional. Menurut pendapatnya dunia memerlukan “an

effective international regime over the seabed and the ocean floor beyond a clearly defined national jurisdiction” dan meminta agar seluruh

sumber daya alam yang terkandung di dalam-nya dijadikan warisan bersama seluruh umat

(2)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, konservasi dan polusi, perikanan, per tam-bangan dan perkapalan. UNCLOS 1982 ber-isi 320 pasal yang dilengkapi de ngan 9 Annex yang berisi 100 pasal; merupakan pe doman untuk menetapkan batas terluar zona-zona ma-ritim negara, garis batas antar nega ra, mene-tapkan hak dan kewajiban ne gara, dan menye-diakan mekanisme penyelesaian sengketa.

2. SUMbER DAyA AlAM KElAUTAN DAN PEMANFAATANNyA

Sumber daya alam di laut dapat dibagi keda-lam dua jenis utama yaitu sumber daya akeda-lam hayati (living resources) yang dapat diperbarui, dan sumber daya alam non-hayati (non­living

resources) yang terdiri dari minyak bumi dan

gas (hydrocarbon) serta bahan-bahan tam-bang atau mineral yang tidak dapat diperbarui. Pemanfaatannya dapat diidentifikasikan ke da-lam beberapa macam bentuk kegiatan, yang antara lain, meliputi :

1. Sumber daya alam hayati: perikanan, bu di daya, pengambilan rumput laut dan bentuk-bentuk alamiah laut lainnya, pe-nangka pan mamalia laut; serta penggu-naan or ga nisme laut untuk keperluan bio-tek nologi.

2. Sumber daya alam mineral dan energi: eksplorasi dan produksi migas, pengebor-an lepas ppengebor-antai, eksploitasi berbagai jenis mineral (a.l. emas, polimetalik sulfid, dan nodul), dan berbagai bentuk energi kelaut-an (a.l. gelombkelaut-ang, paskelaut-ang dkelaut-an OTEC). Di samping itu ada juga kegiatan-kegiatan yang tidak hanya berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, akan tetapi bersifat kegiat-an jasa atau pelaykegiat-ankegiat-an, seperti misalnya: 3. Navigasi dan komunikasi: pelayaran dan

perkapalan, kepelabuhanan, sarana bantu navigasi, dan kabel komunikasi.

4. Pariwisata dan rekreasi: pembangunan ho tel dan rumah peristirahatan, transportasi ang-kutan, jasa wisata, renang, selam, mancing, berlayar, taman bawah laut, dan penggu-naan laut secara non-konsumtif (estetis). 5. Pembangunan infrastuktur (khususnya di

wilayah pesisir yang berbatasan dengan manusia (common heritage of mankind), yang

pemanfaatanya dilakukan secara damai. Pernyataan ini telah menggerakkan kesadaran masyarakat internasional akan perlunya untuk menyusun suatu rancangan pengaturan baru tentang pemanfaatan sumber daya alam di laut. Diawali dengan pembentukan suatu United

Nations Sea­bed Committee, dan diterimanya

suatu Deklarasi Majelis Umum bahwa daerah dasar laut samudra dalam yang terletak di luar yurisdiksi nasional beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, merupakan wari-san bersama seluruh umat manusia (common

heritage of mankind), terjadilah suatu proses

pe-rundingan yang berjalan kurang lebih 15 tahun untuk menyusun tatanan baru tentang penggu-naan laut beserta sumber daya alamnya. Nas-kah UNCLOS 1982 disepakati dan dibuka untuk penandatanganan pada sidang Konferensi PBB tentang Hukum Laut ke-3, di Montego Bay, Ja-maika, pada tanggal 10 Desember 1982. Hukum laut internasional adalah suatu cabang hukum internasional yang mengatur tentang segala bentuk pemanfaatan atas laut beser-ta sumber daya alam yang terkandung di da-lamnya. Sebagaimana juga cabang hukum internasio nal lainnya, hukum laut internasional bersumber terutama pada perjanjian internasio-nal, yang dalam hal ini adalah UNCLOS 1982. Perjanjian internasional tersebut kemudian di -lengkapi dengan dua buah persetujuan imple-mentasi yaitu United Nations Implementing

Agreement on Part XI of the 1982 UNCLOS,

ta-hun 1994; dan United Nations Agreement on for

the Implementation of the Provisions of the Uni­ ted Nations Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the Conserva­ tion and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks, tahun 1995.

Kepentingan untuk menguasai sumber daya alam di laut merupakan hal yang melatar-be-lakangi perkembangan pengaturan terhadap laut baik di tingkat nasional maupun interna-sional. Hal-hal inilah yang kemudian telah me-lahirkan UNCLOS 1982. Pengaturan dalam UN-CLOS 1982 meliputi hampir seluruh kegiatan pemanfaatan laut beserta sumber daya alam-nya, antara lain, pelayaran dan pe nerbang an,

(3)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

bersifat global; kedua, sifat lintas batas dari se-bagian besar sumber daya kelautan, dan ketiga, adanya ancaman kerusakan terha dap lingkung-an laut ylingkung-ang berasal dari kegiat lingkung-an-kegiatlingkung-an di darat (land based pollution), membutuhkan suatu pengelolaan yang efektif pada tingkat na-sional, yang hanya akan berhasil apabila ditun-jang oleh kerja sama internasional.

Pengaturan UNCLOS 1982 didasarkan pada pembedaan berdasarkan status hukum dari bagian-bagian laut yang berbeda, yang secara garis besarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

• berada di bawah kedaulatan penuh negara

(sovereignty): merupakan wilayah negara

yang meliputi perairan pedalaman (internal

waers), perairan kepulauan (archipelagic waters) dan laut teritorial (territorial sea);

• dimana negara secara eksklusif memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sum-ber daya alamnya (sovereign rights): zo na ekonomi eksklusif (exclusive econo mic zone) dan landas kontinen (continental shelf); • tunduk pada prinsip kebebasan di laut lepas

(freedom of the high seas): laut lepas (high seas);

• dinyatakan sebagai milik bersama umat manusia (common heritage of mankind), yaitu wilayah dasar laut samudra dalam internasional (international sea­bed area, atau dikenal juga sebagai “the Area”).

UNCLOS 1982 menetapkan batas terluar un-tuk setiap zona maritim, diukur dari garis-garis pangkal yang telah ditetapkan. Zona-zona maritim tersebut meliputi :

1. Perairan pedalaman (internal waters); 3. Perairan kepulauan (archipelagic waters); 2. Laut territorial (territorial sea);

4. Zona Tambahan (contiguous zone);

5. Zona Ekonomi Eksklusif (exclusive eco­

nomic zone);

6. Landas Kontinen (continental shelf); 7. Laut Lepas (high seas); dan

8. Kawasan Dasar Laut Samudra Dalam (the

International sea­bed Area).

Setiap negara dapat memanfaatkan sumber daya alam di laut pada bagian-bagian laut dima-laut): jalan dan jembatan, pengolahan dan

penyediaan air, reklamasi, dan desalinisa-si air laut.

Dan yang bersifat perlindungan maupun pe-nanganan terhadap dampak kegiatan-kegiatan tersebut terhadap laut, seperti misalnya: 6. Pengolahan limbah dan pencegahan

pen-ce maran: penempatan fasilitas untuk indus-tri, saluran pembuangan limbah, dan pem-buangan hasil sisa penambangan (tailings). 7. Perlindungan lingkungan pesisir dan laut-an: mempertahankan peranan laut dalam mengatur iklim, perlindungan dari pen-cemaran dan pengangkutan serta pem-buang an bahan-bahan berbahaya/ B3 (a.l. radioaktif dan kimia), kawasan lindung (a.l. terumbu karang dan cagar alam), per-lindungan terhadap mamalia laut, cagar budaya, dan melindungi dan mengurangi ancaman fenomena algae bloom.

8. Pengelolaan pantai dan garis pantai: pro-gram pengawasan erosi, pendirian ba-ngun an perlindungan, perbaikan pantai, dan pencegahan dan pengurangan ancam-an bahaya seperti naiknya permukaancam-an laut

(sea level rise) sebagai akibat dari

peruba-han iklim (climate cperuba-hange). Serta kegiatan-kegiatan lain, seperti:

9. Kegiatan militer: tempat lintasan dan ma-nuver angkatan laut, daerah khusus untuk latihan dan percobaan senjata, dan peng-awasan daerah perbatasan Negara khu-susnya batas-batas wilayah laut.

10. Riset: oseanografi, geologi kelautan dan pesisir, perikanan dan mamalia laut, bio-logi laut, keanekaragaman hayati, biotek-nologi, arkeologi, dan penggunaan laut lainnya oleh manusia.

3. PENGATURAN TENTANG PEMANFAAT­ AN SUMbER DAyA AlAM DI lAUT ME NU RUT UNcloS 1982

Pengaturan pemanfaatan sumber daya alam di laut perlu memperhatikan tiga hal, yaitu perta­

ma, laut merupakan satu kesatuan maka akan

(4)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi dengannya dinamakan laut teritorial.” Lebih lan-jut UNCLOS 1982 menetapkan bahwa “Kedau-latan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.”

UNCLOS 1982 secara tegas hanya menunjuk kepada hak dan kewajiban negara pantai atau negara kepulauan atas sumber daya alam di perairan kepulauan, landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif. Namun demikian, karena negara pantai atau negara kepulauan mempu-nyai kedaulatan penuh di laut teritorialnya, yang meliputi juga ruang udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, maka dapat disimpulkan bahwa kedaulatan tersebut juga meliputi sum-ber daya alam yang terkandung di dalamnya.. Zona Tambahan: pada jalur laut yang terletak

disebelah luar dari batas terluar laut teritorial yang lebarnya tidak boleh melebihi 24 mil diukur dari garis pangkal, negara dapat melaksanakan pengawasan untuk masalah-masalah bea cukai, fiskal, imigrasi atau kesehatan (sa ni ter). Ka rena zona ini tumpang tindih dengan ZEE mau pun landas kontinen, ketentuan tentang pe manfaatan sumber daya alam di kedua zona maritim terse-but berlaku juga di zona tambahan;

Zona Ekonomi Eksklusif: dengan

memperha-tikan sebagaimana mestinya hak-hak dan ke-wajiban negara lain, pada daerah yang terletak di luar dan berdampingan dengan laut terito-rialnya yang lebarnya 200 mil diukur dari garis pangkal, setiap negara mempunyai “hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eks-ploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan de-ngan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.” Se-lain dari itu, setiap negara juga memiliki yuris-diksi untuk pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah kelautan, dan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

Menurut ketentuan Pasal 60 di zona ekonomi eksklusif, Negara mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk menguasakan na negara memiliki kedaulatan, yurisdiksi,

hak-hak berdaulat, dan hak-hak-hak-hak lain, sebagai berikut: Perairan Pedalaman: untuk negara pantai bia-sa adalah perairan yang terletak pada sisi ke arah darat dari garis pangkal, sedangkan ne-gara kepulauan dapat menarik garis-garis pe-nutup pada mulut sungai, teluk, dan pelabuhan untuk keperluan penetapan batas perair an pedalamannya. Perairan pedalaman meru-pakan bagian dari kedaulatan wilayah negara, sehingga negara memiliki kebebasan untuk menetapkan pengaturan tentang pemanfaat-an sumber daya alamnya, tpemanfaat-anpa bertentpemanfaat-angpemanfaat-an dengan ketentuan-ketentuan hukum interna-sional yang terkait dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam.

Perairan Kepulauan: negara kepulauan

mem-punyai kedaulatan penuh atas perairan yang berada di sebelah dalam dari garis pangkal kepulauan, yang disebut sebagai perairan kepulauan. Kedaulatannya ini meliputi juga ruang udara serta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber daya alam yang ter-kandung di dalamnya. Sama halnya dengan perairan pedalaman, di perairan kepulauan juga berlaku ketentuan-ketentuan hukum in-ternasional terkait dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam;

Laut Teritorial: kedaulatan suatu negara

meli-puti selain wilayah daratan dan perairan kepu-lauannya juga suatu jalur laut dengan lebar 12 mil yang terletak di sebelah luar dari garis pangkal kepulauannya, yang disebut laut teri-torial. Kedaulatannya juga meliputi seluruh sumber daya alam yang terkandung di da-lamnya. Meskipun memiliki kebebasan untuk mengatur pemanfaatan sumber daya alam-nya, di laut teritotial setiap negara tunduk pada kewajiban menurut hukum internasional yang berkaitan dengan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam.

Hal tersebut tampak dalam ketentuan Pasal 2 UNCLOS 1982 yang mengakui bahwa “Kedaulat-an suatu Negara p“Kedaulat-antai, selain wilayah darat“Kedaulat-an dan perairan pedalamannya dan, dalam hal sua-tu Negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan

(5)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

konti nen juga dimungkinkan dengan meng-gunakan bukti-bukti ilmiah sebagaimana di-syaratkan oleh UNCLOS 1982 Pasal 76 ayat (4) dan (5), namun secara keseluruhan tidak melebihi jarak 350 mil dari garis pangkal. Sama halnya dengan di zona ekonomi eks-klusif, pada landas kontinen, negara dapat menjalankan hak-hak berdaulatnya untuk tu-juan mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya. Hak tersebut ada-lah eksklusif dalam arti bahwa apabila Negara pantai tidak mengeksplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alam-nya, tiada seorangpun dapat melakukan ke giat-an itu tgiat-anpa persetujugiat-an tegas Negara pgiat-antai. Sumber daya alam yang dapat dieksploitasi “terdiri dari sumber kekayaan mineral dan sum-ber kekayaan non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah di bawahnya, bersama dengan organisme hidup yang tergolong jenis seden-ter, yaitu organisme yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada pada atau di bawah dasar laut atau ti-dak dapat bergerak kecuali jika berada dalam kontak fisik tetap dengan dasar laut atau tanah di bawah nya”. Hasil pemanfaatan sumber daya alam di luar batas 200 mil harus disumbangkan melalui Otorita secara tahunan setelah produk-si 5 tahun pertama, dengan prosentase yang ditetapkan dalam UNCLOS 1982.

Dalam Tabel 1 dapat dilihat perbedaan peng-aturan pemanfaatan sumber daya alam terse-but antara zona-zona maritim yang berada di bawah kedaulatan negara dan zona-zona mari-tim di mana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alamnya. Laut Lepas: meliputi bagian dari laut yang ti-dak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pe-dalaman suatu negara, atau dalam perairan kepulauan suatu Negara kepulauan. Meski-pun sesuai dengan namanya laut lepas meru-pakan bagian laut yang mengakui berbagai kebebasan (freedom of the high seas) ter-masuk untuk menangkap ikan, namun dalam pelaksanaannya Negara-negara harus tunduk pada ketentuan-ketentuan internasional terkait dan mengatur pembangunan, pengoperasian

dan penggunaan pulau buatan, instalasi dan ba ngunan untuk keperluan pelaksanaan hak-hak berdaulatnya dan tujuan ekonomi lain-nya, serta instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut.

Di zona ekonomi eksklusif, negara harus men-taati kewajiban untuk melakukan pengelolaan dan konservasi sumber daya hayati melalui langkah-langkah, antara lain dengan mene-tapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan

(total allowable catch), hasil maksimum lestari (maximum sustainable yield), dan lain-lain.

Negara juga dikenakan kewajiban untuk me-ne tapkan kemampuannya untuk memanfaat-kan (capacity to harvest) sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif. Dalam hal Negara pantai tidak memiliki kemampuan un-tuk memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang dapat dibolehkan. maka Negara pantai tersebut melalui perjanjian atau pengaturan lainnya, sesuai dengan ketentuan UNCLOS 1982 dapat memberikan kesempatan pada Negara lain untuk memanfaatkan sisa (sur­

plus) jumlah tangkapan yang diperbolehkan

tersebut.

Khusus untuk pemanfaatan sumber daya alam non-hayati di luar dasar laut dan tanah di bawah laut teritorial, tunduk pada pengaturan tentang landas kontinen dan daerah dasar laut samudra dalam di luar landas kontinen yang dikenal sebagai “Kawasan” (The Area).

Landas Kontinen: adalah “dasar laut dan

ta-nah di bawahnya dari daerah di bawah permu-kaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah da-ratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.” Namun bagi nega ra-negara yang pantainya cukup landai dimung-kinkan un tuk menetapkan landas kontinen di-luar jarak 200 mil, dengan menggunakan batas kedalaman (isobath) 2.500 meter sampai 100 mil dari kedalaman tersebut. Perluasan landas

(6)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi di laut yang merupakan wilayahnya sampai ke-luar batas-batas wilayah negara yaitu sampai di zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan daerah dasar laut samudra dalam di luar lan-das kontinen. Di samping itu setiap negara juga diberi wewenang untuk melaksanakan penga-wasan atas laut baik yang berada di wilayah kedaulatan maupun yurisdiksinya tersebut. Secara umum UNCLOS 1982 mewajibkan se-tiap negara untuk melindungi dan melestarikan lingkungan lautnya. Sesuai dengan kewajiban-nya tersebut, negara-negara juga diberi hak-hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya kelautannya serasi dengan kebijaksanaan lingkungan mereka. Untuk itu UNCLOS 1982 memperkenankan setiap negara untuk mene-tapkan peraturan perundang-undangan nasion-al untuk itu, serta memaksakan me naati nya. Dengan memperhatikan bagian dari Mukadi-mah UNCLOS 1982 yang “mengakui keingin-an untuk membentuk, melalui Konvensi ini, dengan mengindahkan secara layak kedaulat-an semua Negara, suatu tertib hukum untuk laut dan samudra yang dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan me ngenai pelbagai hal seperti misalnya

ke-wajiban konservasi sumber daya alam hayati, lingkungan hidup, dan lain-lain.

Kawasan Dasar Laut Samudra Dalam (Ka­ wasan): merupakan dasar laut dan dasar

sa-mudra serta tanah di bawahnya di luar ba-tas-batas yurisdiksi nasional. UNCLOS 1982 me netapkan bahwa Kawasan dan sumber daya alamnya merupakan warisan bersama umat manusia (common heritage of mankind). UNCLOS 1982 menetapkan bahwa tidak satu Negarapun boleh menuntut atau melak-sanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulat-nya atas bagian manapun dari kawasan atau sumber daya alamnya, demikian pula tidak satu Negara atau badan hukum atau perorang-anpun boleh mengambil tindakan pemilikan terhadap bagian Kawasan manapun.

4. KESIMPUlAN

UNCLOS 1982 memberi kepada setiap Nega-ra wewenang yang lebih besar untuk menda-yagunakan segenap potensi sumber daya alam

Tabel 1. Pemanfaatan kekayaan alam pada zona-zona maritim yang berada di bawah yurisdiksi nasional

BAGIAN LAUT

(diukur dari garis pangkal) STATUS HUKUM PEMANFAATAN KEKAYAAN ALAMHAK KEWAJIBAN

Perairan Kepulauan : perairan yang berada di sebelah dalam dari garis pangkal kepulauan.

kedaulatan

pemanfaat-an penuh mengakui hak perikanan tradisionil dari negara-nega-ra tetangga

Laut Teritorial : jalur laut dengan

lebar maksimum 12 mil-laut. kedaulatan pemanfaat-an penuh Zona Tambahan : jalur laut yang

terletak di luar laut teritorial dan tidak boleh melebihi 24 mil-laut

yurisdiksi terbatas di bidang-bidang bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter.

pengawas-an seppengawas-an- sepan-jang ber-kait an

status hukum pemanfaatan SDA-di kolom airnya sama dengan ZEE, sedangkan di dasar lautnya sama dengan landas kontinen

Landas Kontinen : dasar laut dan tanah dibawahnya yang ter-letak di luar laut teritorial sampai dengan batas maksimum 350 mil-laut

hak–hak berdaulat atas sumber daya alam.

peman-faatan eksklusif

memberikan sumbangan kepada Otorita Internasi-onal atas hasil eksploitasi pada landas kontinen di luar batas 200 mil-laut

Zona Ekonomi Eksklusif : jalur laut yang terletak di luar dan berdampingan dengan laut teri-torial yang lebarnya 200 mil-laut

hak­hak berdaulat atas sumber daya alam; serta yurisdiksi berkenaan dengan hal-hal tertentu. peman-faatan eksklusif memberikan kesempatan kepada negara-negara lain, untuk memanfaatkan surplus perikanannya

(7)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

ronmental Law (ICEL) dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 18-19 Agus-tus 1998.

Etty R. Agoes, 1998, Kebijakan Pengelolan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjut-an: Suatu Tinjauan Yuridis, dalam Bebera-pa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI Mengenang Almarhum Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, Hendarmin Djarab, dkk. (eds), Penerbit Angkasa, Bandung.

Etty R. Agoes, 2000, " Pengaturan dan Pene gak-an Hukum Pengelolagak-an Sumber daya Alam Di Laut ", disampaikan pada Seminar Bahari “Laut Sebagai Masa Depan Bangsa,” Ikatan Alumi Universitas Padjadjaran (IKA-UNPAD), Bandung, 29 September 2000.

Hasjim Djalal, 2003, Mengelola Potensi Laut Kita” makalah disampaikan pada Diskusi Panel tentang Reaktualisasi Wawasan Nu-santara dalam Perspektif Kesatuan Wilayah NKRI, Forum Kewilayahan Universitas Pa dja-djaran dan ITB, Bandung, 15 Februari 2003. Lemhannas, 2002, Buku Induk Wawasan

Nu-santara. Jakarta.

Richard Bilder, “Panel I Introduction,” 25th An­

nual Conference of the Law of the Sea Ins­ titute, Malmo, Sweden, August 6-9, 1991,

p.17.

United Nations Convention on the Territorial Sea and Contiguous Zone, Geneva, April

29, 1958.

United Nations Convention on the High Seas,

Geneva, April 29, 1958

United Nations Convention on the Continental Shelf, Geneva, April 29, 1958

United Nations Convention on Fisheries and the Protection of Living Resources of the High Seas, Geneva, April 29, 1958

United Nations Convention on the Law of the Sea, Montego Bay, 10 December 1982

peng gunaan laut dan samudra secara damai, pendayagunaan sumber daya alamnya seca-ra adil dan efisien, konservasi sumber daya hayatinya, dan pengkajian, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dan konservasi sumber daya alam hayatinya”, menunjukkan adanya karakteristik baru dari tata tertib peng-gunaan laut termasuk pemanfaatan sumber daya alamnya, dimana penggunaan laut dan pengelolaan sumber daya alam serta pelestar-ian lingkungan lautnya memang saling terkait. Tampak bahwa ada integrasi dan saling keter-gantungan antara ekonomi dan ekologi laut, yang menghubungkan energi, iklim, sumber daya alam di laut dan kegiatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Biliana Cicin-Sain and Robert Knecht, 1998,

Integrated Coastal and Ocean Manage­ ment: Concept and Practices, Island Press,

Washington, D.C., 1998, hlm. 21-22, se-bagaimana dikutip dalam Etty R. Agoes, Kebijakan Pengelolan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Yu-ridis, dalam Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI Mengenang Almarhum Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, Hendarmin Djarab, dkk. (eds), Penerbit Angkasa, Ban-dung, 1998, h. 367-386.

Etty R. Agoes, 1990, “Pengelolaan Kekayaan Alam di Laut dan Pengaturannya di Indo-nesia,” disampaikan pada Musyawarah Kerja Nasional dan Temu Ilmiah Forum Ko-munikasi Mahasiswa Hukum Internasional Se-Indonesia (FORKOMAHI), Bandung, 20 Februari 1990.

Etty R. Agoes, Seminar Bahari “Laut Sebagai Masa Depan Bangsa,” Ikatan Alumi Univer-sitas Padjadjaran (IKA-UNPAD), Bandung, 29 September 2000.

Etty R. Agoes, 1998, Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Alam Laut Secara Berkelanjutan: Suatu Tinjauan Yuridis, Lokakarya Refor-masi Hukum di Bidang Pengelolaan Sum-ber Daya Alam, Indonesian Center for

(8)

Envi-Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(9)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(10)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(11)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(12)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(13)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(14)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(15)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

(16)

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

Topik Utama

sebesar 8,4 GW atau 11,9% dari kapasitas

to-tal, kemudian panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8%, setelah itu Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) skala kecil tersebar sebanyak 0,9 GW dan terakhir pembangkit lain (surya, angin, biomassa) sebesar 0,1 GW.

Dari total kapasitas tersebut, tambahan pem-bangkit di Sumatera sebesar 17,7 GW dan di Indonesia Timur adalah sekitar 14,2 GW. Untuk sistem Jawa-Bali, tambahan pembangkit adalah sekitar 38,5 GW atau rata-rata 3,8 GW per tahun.

Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indonesia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara, 19,2% gas alam (termasuk LNG), 8,9% panas bumi, tenaga air 6,6% serta 1,6% minyak dan bahan bakar lainnya (Gambar 5). Bauran energi saat ini masih didominasi oleh batubara sebesar 52,8%, disusul oleh gas 24,2%, tenaga air 6,5%% hidro dan panas bumi 4,4% serta BBM 11,7%. Komposisi produksi listrik pada tahun 2024 untuk gabungan Indone-sia diproyeksikan akan menjadi 63,7% batubara,

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar

19,2% gas alam (termasuk LNG), panas bumi 8,9%, tenaga air 6,6% serta 1,6% BBM dan bahan bakar lainnya (Gambar 6).

2.4. Rencana Pengembangan Transmisi dan Gardu Induk

Pengembangan sistem penyaluran pada periode 2015-2024 berupa pengembangan sistem transmisi dengan tegangan 500 kV dan 150 kV di sistem Jawa-Bali, serta tegangan 500 kV, 275 kV, 150 kV dan 70 kV di sistem Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Pembangunan sistem transmisi secara umum diarahkan kepada tercapainya kesesuaian antara kapasitas pembangkitan di sisi hulu dan permintaan daya di sisi hilir secara efisien. Di samping itu sebagai usaha untuk mengatasi bottleneck penyaluran dan perbaikan tegangan pelayanan.

Pengembangan transmisi 500 kV di Jawa-bali pada umumnya dimaksudkan untuk mengevakuasi daya dari pembangkit-pembangkit baru maupun ekspansi dan menjaga kriteria keandalan N-1, baik statik maupun dinamik. Sedangkan pengembangan transmisi

Gambar

Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
Gambar 6. Proyeksi komposisi produksi energi listrik per jenis bahan bakar
+5

Referensi

Dokumen terkait

42 Pedagang kembali semula jangan ditata seperti yang sudah - sudah di pasar lain, contoh - contoh sudah ada yang penataan pada bubrah tidak jualan karena sepi akhirnya

Kompetensi adalah suatu kemampuan (keterampilan, sikap, dan pengetahuan) yang dimiliki seseorang yang dapat menunjukkan kinerja unggul dalam melakukan pekerjaan..

Pasal 1 peraturan tersebut berbunyi: pemilihan rektor dengan cara pemungutan suara oleh Anggota Senat UGM dalam suatu rapat senat tertutup khusus diadakan untuk keperluan

Pengaruh Konsentrasi Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC) terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Selai Lembaran Nanas, Skripsi S-1, Fakultas Teknologi Pertanian

Karakterisasi kompleks DDI-NKT dan DDI-ARG meliputi, analisis dengan mikroskop polarisasi, difraksi sinar-X serbuk, uji kelarutan, dan stabilitas kimia pada larutan dapar pH 1,2;

Pada Siklus II, tidak semua siswa mencapai ketuntasan belajar yang sesuai dengan nilai KKM (kriteria ketuntasan minimum). Siswa yang tidak mengalami ketuntasan

Ciri khusus yang membuat aksara Tionghoa sebagai kaligrafi adalah karena alat untuk menulis aksara berupa kuas, sama dengan yang digunakan oleh pelukis.. Penemuan kuas (pit) pada

Munculnya penelitian ini ditujukan untuk menemukan desain tingku briket batu bara yang lebih efisien dan lebih bersih. Efisien dari sisi karakterisasi pembakaran berarti