• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada malam ini kita telah bersama-sama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pada malam ini kita telah bersama-sama"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

SAAT INI, YANG AKAN DATANG & YANG KEKAL ABADI

P

ada malam ini kita telah bersama-sama

melakukan puja dan sekarang akan bersama-sama mempelajari Dharma. Kita semuanya harus merasa bersyukur pada saat kita berada di dunia ini, pada saat menjadi manusia kita memiliki ketertarikan terhadap Dharma Sang Buddha. Ini adalah pertanda yang baik karena Dharma adalah pelindung dari segala bentuk penderitaan.

Kita tidak dapat membayangkan bilamana tidak bertemu dengan Dharma, tentu kita akan melewatkan kehidupan kita dengan mengikuti setiap kehendak pikiran berdasarkan ketidaktahuan, kebodohan, keterikatan dan kebencian. Kondisi-kondisi seperti itu sekarang tidak berada dalam diri kita, sebaliknya kita telah mempelajari Dharma, juga telah menganut ajaran Sang Buddha, maka kita memiliki kemungkinan untuk mendapatkan kebahagiaan dan bebas dari penderitaan.

Tetapi kebahagiaan apakah yang kita dapatkan? Apakah jenis kebahagiaan yang akan kita peroleh? Berdasarkan ajaran dari Guru Atisha maka masing-masing orang akan memperoleh kebahagiaan berdasarkan arah dari kegiatan tubuh, ucapan dan pikirannya.

Di dalam Sutra Mahayana kebahagiaan dibagi dalam tiga kategori:

(2)

3. Kebahagiaan untuk selama-lamanya atau kebahagiaan yang kekal abadi

Bila kita berdoa, kita selalu mengatakan kepada Sang Triratna: Semoga semua makhluk memiliki kebahagiaan dan sebab kebahagiaan, semoga semua makhluk bebas dari penderitaan dan sebab penderitaan, semoga semua makhluk tak terpisahkan dari kebahagiaan tertinggi yang tanpa penderitaan, dan seterusnya. Apakah maksudnya semua makhluk memiliki kebahagiaan dan kebahagiaan itu sendiri dan apakah artinya semua makhluk bebas dari penderitaan dan sebab penderitaan? Tentu yang dimaksudkan di sini berkaitan dengan ketiga macam kebahagiaan tadi.

Semua makhluk menginginkan adanya kebahagiaan dalam dirinya dan semua makhluk berjuang untuk menjauhkan dirinya dari penderitaan apa pun bentuknya. Mahaguru Dagpo Lama Rinpoche menyatakan bahwa bahkan pada saat kita bermimpi pun kita tidak mau menderita, oleh karena itu ada pengalaman-pengalaman yaitu mimpi yang buruk.

Kebahagiaan merupakan akibat yang didahului oleh adanya sebab. Tadi Catur-apramana (Empat hal yang tak terhingga) menyatakan: Semoga semua makhluk memiliki kebahagiaan dan sebab kebahagiaan, jadi dalam gatha itu tidak dikatakan semoga semua makhluk memiliki kebahagiaan saja tetapi juga dikatakan dan memiliki sebab kebahagiaan.

Banyak orang berpikir secara duniawi bahwa kebahagiaan adalah seperti orang memasang nomor buntut atau orang mengikuti pacuan kuda, jadi kalau nasibnya mujur dapat, kalau nasibnya tidak mujur tidak dapat kebahagiaan. Itu adalah dugaan kebanyakan orang, kenapa demikian? Karena sering kali terlihat bahwa bila seseorang semula menderita atau mengalami banyak kesulitan tetapi tiba-tiba dia mendapatkan suatu pintu kebahagiaan atau sebaliknya ketika semula ia telah hidup dengan nyaman tiba-tiba ia mendapatkan suatu penderitaan.

Secara duniawi kita melihat bahwa itu semuanya terjadi secara tiba-tiba, tetapi ajaran Sang Buddha mendasarkan segala hal yang

(3)

terjadi, yang sudah terjadi dan yang akan terjadi berdasarkan adanya suatu sebab yang mendahului.

Bila kita sekarang mengalami kebahagiaan tentu karena minggu yang lalu kita telah mengusahakan kebahagiaan itu, bulan yang lalu kita telah megusahakan kebahagiaan itu atau tahun yang lalu kita telah mengusahakan kebahagiaan itu. Juga sebaliknya bila sekarang kita menderita, mungkin beberapa bulan atau tahun yang lalu kita telah menanam benih penderitaan itu di dalam hidup kita. Jadi gatha dalam Catur-apramana menyatakan adanya akibat kebahagiaan dan adanya sebab kebahagiaan.

Guru Atisha telah membagi apa-apa yang harus dilakukan bagi mereka yang ingin mendapatkan kebahagiaan dalam hidup saat ini dan apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam hidup selanjutnya, juga apa yang harus dilakukan bila menginginkan kebahagiaan selama-lamanya. Jadi Guru Atisha menawarkan kepada kita jalan yang mana yang akan dipilih, sama seperti orang tua yang sangat demokrat yang berkata kepada anaknya: “Anakku, sebentar lagi kamu selesai SMU kamu mau kuliah di mana, apakah kamu mau sekolah teknik biar menjadi seorang teknisi, apakah kamu mau kuliah manajemen biar menjadi seorang manajer, apakah kamu mau kuliah kedokteran atau politik?”

Bila anak ini hanya mengatakan bahwa ia ingin menjadi dokter tetapi ia tidak pergi ke Jakarta, tidak mendaftar di fakultas kedokteran, kalaupun sudah mendaftar dia tidak sering masuk, tentu dia tidak akan pernah menjadi seorang dokter.

Sama demikian halnya Guru Atisha telah membentangkan kepada kita, bagi mereka yang menginginkan kebahagiaan saat ini, hal-hal yang harus dilakukan yang pertama adalah mengerti berlakunya Hukum Karma, ini adalah tawaran yang diberikan oleh Guru Atisha, bila kamu ingin mendapatkan kebahagiaan dalam hidup sekarang dan nanti, percayalah kepada karma.

Dengan mempercayakan diri pada karma, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan usaha-usaha kita berdasarkan tujuan kebahagiaan yang hendak kita raih tersebut. Kemudian kita harus

(4)

mengetahui bahwa ada dua macam karma yaitu karma putih dan karma hitam.

Apakah yang disebut karma putih? Karma putih adalah karma yang menyebabkan segala bentuk kegembiraan dan kebahagiaan. Dan apakah karma hitam? Karma hitam adalah segala hal yang menjadi sebab penderitaan dan kesedihan.

Bila kita ingin bahagia tetapi yang kita lakukan adalah karma hitam, tentu ini sama seperti anak tadi yang ingin menjadi dokter tetapi ia tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menyebabkannya menjadi seorang dokter. Ini adalah nasihat-nasihat yang dipaparkan oleh para Guru termasuk Guru Atisha bahwa keinginan apa pun yang kita miliki saat ini sesungguhnya dapat diwujudkan karena kita seorang manusia memiliki kebebasan untuk berpikir, berbuat dan merencanakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya.

Segala hal yang kita pikirkan sesungguhnya dapat kita lakukan dan segala hal yang kita inginkan sesungguhnya dapat kita capai dengan mengarahkan segala kegiatan tubuh, ucapan dan pikiran kita. Hal inilah yang membedakan kita para manusia dengan makhluk-makhluk lain mana pun di dalam samsara ini. Hanya kehidupan manusia yang memiliki kesempatan mewujudkan semua keinginannya berdasarkan usaha-usaha yang dapat dijalaninya.

Bila kita telah kehilangan kehidupan sebagai manusia kita tidak akan lagi memiliki kesempatan seperti itu, oleh karena itu kita harus memanfaatkan kehidupan kita sebagai manusia sebaik-baiknya dengan tujuan utama adalah agar di kemudian hari kita tidak mengalami penderitaan apa pun baik yang sementara atau setelah kehidupan ini atau bahkan kita mendapatkan kebahagiaan yang selama-lamanya.

Pada saat ini saya akan mengutip beberapa naskah tulisan Guru Atisha, di antaranya adalah Hridayanikari Patanama yang telah Anda semua pelajari beberapa waktu yang lalu di mana pada bagian-bagian tersebut menampilkan suatu langkah yang menyebabkan kita semakin mantap dalam mengikuti ajaran Sang Buddha.

Mahaguru Dromstonpa (siswa dari Guru Atisha) menyatakan bahwa setelah kita mendengarkan Dharma (dari seorang Guru) atau

(5)

membaca Dharma (dari buku) langkah berikutnya adalah kita merenungkan maknanya, dan langkah berikutnya lagi adalah kita bermeditasi terhadap maknanya itu. Ketiga cara ini mendasari realisasi yang sangat menakjubkan dari semua siswa Guru Atisha. Jadi setelah seseorang mendengarkan Dharma, menurut Guru Dromstonpa, maka ia harus duduk mengingat kembali atau merenungkan esensi dari Dharma-Dharma yang dia dengarkan atau baca kemudian setelah direnungkan maka bermeditasi atau berkonsentrasi pada bagian-bagian pokok dari Dharma yang didengarkannya.

Guru Dromstonpa juga menyatakan bahwa mempelajari Dharma selain memperkuat daya ingat dan perenungan kita terhadap ajaran, juga memperkuat konsentrasi kita terhadap ajaran. Dengan merenungkan ajaran, akan memperkuat pengetahuan ajaran juga memperkuat daya konsentrasi kita. Dengan bermeditasi terhadap ajaran, kita memperkuat pengetahuan Dharma juga memperkuat daya ingat kita terhadap ajaran dalam bentuk perenungannya.

Jadi ketiga aspek tersebut yaitu mempelajari, merenungkan dan bermeditasi, adalah kunci keberhasilan bagi siapa saja yang mempelajari Dharma untuk tujuan memperoleh kebahagiaan yang sementara, memperoleh kebahagiaan nanti, maupun memperoleh kebahagiaan yang selama-lamanya atau kekal abadi. Karena Guru Dromstonpa menyatakan ungkapan yang demikian maka di Tibet pada masa lalu pada saat diadakan pengajaran Dharma, para siswa tidak diperkenankan untuk menulis atau membawa catatan tetapi mereka hanya dianjurkan untuk berkonsentrasi memperhatikan bagian demi bagian ulasan yang disampaikan oleh seorang Guru kemudian setelah mereka pulang ke rumah atau ke tempatnya masing-masing baru mengingat kembali Dharma-dharma yang telah disampaikan. Setelah itu diingat dengan cara direnungkan, dan pada saat-saat tertentu ia akan bermeditasi di hadapan Sang Triratna yaitu Sang Buddha, Dharma dan Sangha.

Banyak orang berpikir bahwa sesuatu yang mendapatkan pahala atau mendatangkan karma baik hanyalah bila kita berdana atau memberi atau melayani orang lain dan seterusnya. Itu adalah

(6)

pandangan yang tidak sepenuhnya benar, praktik Dharma juga menjadi suatu wahana bagi terkumpulnya pahala-pahala dan karma-karma yang baik bagi yang bersangkutan.

Jadi salah satu cara untuk mengumpulkan karma baik adalah dengan mempelajari Dharma, apakah dengan mendengarkan atau membaca buku kemudian merenungkan maknanya dan selanjutnya bermeditasi pada makna yang telah dipahami tersebut. Ini adalah cara mengumpulkan kebajikan selain dari beramal dana dan sebagainya.

Bila pikiran kita telah memiliki kecenderungan yang kuat terhadap berbagai ajaran Sang Buddha, kita ingin agar lahir dalam keadaan yang beruntung, bebas dari segala penyakit, menjadi orang yang ideal, cerdas dalam berpikir, bijaksana dalam bertindak, dan mungkin kita ingin lahir di alam-alam yang lebih luhur seperti alam Tushita tempat di mana Arya Maitreya berada; kemudian alam Surga Sukhavati di mana Buddha Amitabha berada; atau kita ingin lahir di alam Potala di mana ada Arya Avalokiteshvara di sana; atau kita ingin lahir di Surga Kalasa di mana Arya Tara berada;

Keinginan-keinginan itu terwujud atau tidak terwujud maka bergantung pada beberapa hal yaitu sejauh mana kita terus dapat memelihara motivasi kita, mengarahkan pikiran kita dalam bentuk virya atau semangat yang terus-menerus hingga kita dapat meraihnya. Kita akan menghadapi bahwa jejak karma masa lalu kita, karma-karma dari kehidupan-kehidupan masa lalu kita sering kali membuat pikiran kita sudah berubah dalam hitungan menit atau detik.

Pada suatu saat kecenderungan dan semangat kita sangat tinggi tetapi pada saat berikutnya semangat itu telah berubah dalam bentuk kejenuhan atau kebosanan. Dalam sastra Mahayana dikatakan bahwa keadaan mental seperti itu adalah kleshavarana atau merupakan bentuk-bentuk hambatan atau rintangan batin, rintangan yang menyebabkan seseorang tidak dapat meraih tujuannya, rintangan yang menyebabkan keinginan tidak sampai pada keberhasilan.

Kemudian apakah yang harus kita lakukan untuk menghadapi keadaan-keadaan yang demikian itu? Apakah kita akan menyerah dengan membiarkan pikiran kita berekspresi berdasarkan kejenuhan,

(7)

kemalasan, kebodohan atau kelambanan? Tentu bila kita membiarkannya kita akan menyesali hidup kita di mana sampai kita kehabisan daya hidup, tetap belum mencapai hasil apa pun. Para Guru telah menemukan caranya, yang dapat dilakukan oleh siapa pun berdasarkan kemauan dan motivasi yang kuat.

Langkah yang pertama adalah kita membutuhkan perlindungan, dan perlindungan itu akan melindungi kita dari pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan apakah saat ini maupun di kemudian hari dalam kehidupan-kehidupan berikutnya. Perlindungan didapatkan dengan berserah diri dengan menyatakan sraddha atau keyakinan kepada Sang Triratna yaitu Sang Buddha, Dharma dan Sangha dengan cara terus mengingat kualitas-kualitas atau sifat-sifat agung dari Sang Buddha, Dharma dan Sangha sebanyak tiga kali di siang hari dan tiga kali di malam hari.

Bila seorang siswa telah melakukan hal sedemikian yaitu tiga kali di siang hari dan tiga kali di malam hari mengingat Sang Buddha, Dharma dan Sangha dengan menyatakan berlindung kepadanya maka siswa itu dikatakan mendapatkan perlindungan dari Sang Triratna, tidak ada manusia atau dewa yang akan dapat mengganggunya, tidak akan ada hal-hal yang negatif, buruk, sial, malang yang akan dapat mengganggunya bila ia melakukannya dengan sepenuh hati berdasarkan rasa percaya dan rasa takut akan tiadanya perlindungan. Ini adalah langkah yang pertama, dengan demikian ia telah menetapkan dirinya menjadi seorang Buddhis terus-menerus dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, dan ia dilindungi dari segala hal yang menyebabkan penderitaan dalam hidupnya saat ini maupun di kemudian hari.

Kemudian bilamana kita berhadapan dengan karma buruk masa lalu atau dengan kegiatan-kegiatan tubuh, ucapan dan pikiran kita di masa lalu, apakah yang harus saya lakukan? Apakah yang harus dilakukan oleh seorang siswa karena karma buruk masa lalulah yang membuat orang butuh tidur lebih lama, butuh hiburan-hiburan, butuh tertawa, orang menjadi mudah menangis, mudah jenuh dan sebagainya, itu semua adalah akibat karma buruk di masa lalu.

(8)

Karma buruk di masa lalu menyebabkan pikiran kita mudah tersinggung, menyebabkan kemalasan yang luar biasa mengikat kita, menyebabkan pikiran-pikiran yang keliru terhadap hal-hal yang baik yang harus dipercayai tetapi dia tidak mempercayainya. Ini adalah disebabkan karena karma masa lalu kita.

Para Guru telah menemukan cara mengatasinya dan Sang Buddha merekomendasikan bahwa karma-karma buruk masa lalu dapat diatasi dengan usaha-usaha tertentu. Mahaguru Shantideva dalam naskah yang beliau tulis yaitu Sikshasamuccaya mengutip salah satu sutra, sutra itu mengatakan bila seseorang yang karma buruk masa lalunya tak tertahankan menyebabkannya tertekan dalam hidup, menyebabkannya selalu jauh dari segala hal yang diinginkannya, menyebabkannya tidak dapat mempelajari dan mempraktikkan dharma, maka bila orang seperti itu melafalkan sutra yang berisi sunyata maka karma buruknya akan menguap dan habis.

Jadi Mahaguru Shantideva mengutip salah satu sutra di mana Sang Buddha menyatakan bila seseorang mendapati dirinya dalam keadaan sedemikian buruk, bila ia menginginkan bebas dari keadaan itu, ia dapat membaca atau melafalkan sutra yang berisi tentang sunyata.

Kita semuanya telah tahu bahwa sutra yang berisi tentang sunyata di antaranya adalah Prajnaparamita Hridhaya Sutra. Prajnaparamita Hridhaya Sutra telah diketahui secara luas oleh berbagai masyarakat Buddhis apakah di Tiongkok, Jepang, atau Tibet, dan telah menjadi sutra yang paling banyak dilafalkan untuk tujuan-tujuan menyingkirkan karma-karma buruk di masa lalu.

Di Tibet bilamana suatu keluarga mengundang seorang Bhiksu, Guru, Lama, Rinpoche, untuk melakukan pemberkatan di rumahnya maka guru itu akan melafalkan Prajnaparamita Hridhaya Sutra. Bila suatu vihara atau tempat yang hendak dijadikan tempat beribadah oleh umat Buddha harus diberkati, maka seorang guru yang memberkati tempat itu akan melafalkan Prajnaparamita Hridhaya Sutra beberapa kali sebagai cara untuk mendatangkan berkah dari Sang

(9)

Buddha dan menyingkirkan segala hambatan serta rintangan karma buruk di masa lalu.

Jadi jelas sekali bagi kita bahwa Prajnaparamita Hridhaya Sutra diucapkan Sang Buddha bukan hanya untuk dimengerti makna yang terkandung di dalamnya tetapi Prajnaparamita Hridhaya Sutra sendiri telah mengandung berkah yang sangat kuat untuk menghapuskan kleshavarana dan segala hal yang terkait dengan karma buruk di masa lalu.

Guru Shantideva juga mengutip dalam Sikshasamuccaya bahwa Sang Buddha menyatakan cara yang lain untuk menghalau ketidakbajikan masa lalu yang menyebabkan berbagai rintangan batin baik dalam kaitannya dengan kehidupan duniawi maupun kehidupan Dharma adalah dengan melafalkan mantra Vajrasattva.

Tentu saja sebelumnya kita harus mendapatkan pemberkatan atau abhiseka Vajrasattva terlebih dahulu, tetapi itu tidak begitu mudah di mana kita membutuhkan pemberkatan dari seorang Vajracharya, kemudian kita juga harus mengerti bagaimana cara mempraktikkannya dan sebagainya, sehingga jauh lebih mudah adalah melafalkan Prajnaparamita Hridhaya Sutra.

Kemudian Guru Shantideva juga mengutip bahwa Sang Buddha menyatakan cara yang lain untuk mengatasi keadaan buruk ini adalah dengan berpradaksina di tempat suci, yaitu dengan melakukan dharmayatra ke tempat-tempat suci.

Bila kita berdharmayatra ke tempat suci seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Plaosan, Candi Sewu, Candi Kalasan dan semua tempat-tempat suci yang lain, tujuannya adalah agar jejak karma masa lalu kita yang negatif, yang mungkin akan membawa kita pada keadaan tertentu yang penuh dengan rasa tertekan secara mental, atau penyakit secara fisik dan kemalangan-kemalangan lahiriah itu dapat menguap seperti yang diungkapkan sendiri oleh Sang Buddha. Jadi dharmayatra juga merupakan kegiatan untuk menghalau segala bentuk kemalangan yang disebabkan karena karma buruk masa lalu kita.

(10)

Ini adalah langkah kedua setelah yang pertama kita berlindung secara terus-menerus dengan merenungkan kualitas Sang Buddha, Dharma dan Sangha dan memelihara perlindungan itu terus-menerus. Yang kedua adalah berusaha untuk menyingkirkan dan menghalau karma buruk masa lalu dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh Sang Buddha. Kemudian yang ketiga, bila ternyata di masa lalu kita tidak memiliki cukup karma baik, di mana beberapa orang di masa lalu memiliki karma buruk yang besar sekali dan sebaliknya sama sekali tidak memiliki karma baik sehingga setelah karma buruknya yang telah menyebabkan kesedihan-kesedihan itu menguap dia juga membutuhkan adanya karma-karma yang baik;

Oleh karena itu para Guru berdasarkan ajaran Sang Buddha telah merancang bagaimana cara untuk mengumpulkan karma-karma baik, bukan hanya karma baik dalam bentuk materi yang menyebabkan orang bisa tinggal di rumah yang bagus, memiliki mobil yang bagus, memiliki deposito yang besar atau memiliki berbagai bentuk saham di berbagai perusahaan tetapi juga karma baik yang menyebabkannya memiliki kecerdasan, kerendahan hati, karma baik yang menyebabkannya terus-menerus berjumpa dengan ajaran Sang Buddha serta karma baik yang menyebabkannya menjadi pemimpin di antara makhluk-makhluk di alam samsara ini.

Dari sekian banyak cara yang harus dilakukan, para Guru menunjuk bahwa Puja Tujuh Bagian adalah satu-satunya cara terbaik untuk mengumpulkan berbagai karma baik. Jadi puja tujuh bagian yang selalu kita lakukan dikatakan sebagai cara terbaik untuk mengumpulkan kebajikan melampaui cara-cara yang lain mana pun juga.

Puja tujuh bagian merupakan sarana untuk mengumpulkan kebajikan yang menyeluruh baik dalam kaitannya dengan kesejahteraan materi, kesehatan fisik, kecerdasan dan segala kualitas unggul yang dapat diraih oleh seorang manusia dapat diperoleh melalui praktik Puja Tujuh Bagian dan Mandala Offering atau Persembahan Mandala.

(11)

1. Memperoleh perlindungan 2. Memperoleh pemurnian karma

3. Mendapatkan akumulasi kebajikan yang besar

yang tidak perlu diragukan lagi efektivitasnya di kemudian hari bagi para pelaksananya.

Ketiga hal ini telah dirangkum oleh para Guru Gelugpa di dalam Enam Praktik Pendahuluan sebelum Meditasi Lamrim di mana praktik ini merupakan suatu mestika yang dapat mengabulkan segala aspek yang diperlukan oleh seorang manusia untuk menjadi manusia yang bahagia secara lahiriah, maju dalam spiritual dan berpeluang untuk dapat mencapai kebahagiaan yang kekal abadi yaitu pembebasan dari samsara, terbebas dari kelahiran dan kematian yang berulang kali. Itu semuanya terangkum di dalam Enam Praktik Pendahuluan sebelum Meditasi Lamrim.

Jadi kita secara pasti berdasarkan kekuatan karma baik masa lalu dalam pengembaraan kehidupan yang sekarang di samsara ini di mana kita mengenakan jubah hidup sebagai seorang pria atau wanita, kita telah dipertemukan dengan ajaran para Guru terutama ajaran dari para Guru Kadampa dan Guru Gelugpa yang merupakan bentuk keberuntungan yang melampaui keberuntungan lainnya. Ini adalah nasib baik kita yang harus selalu dipikirkan dan direnungkan, jangan sampai hal lain apa pun menjauhkan atau menghentikan kita dari memanfaatkan keberuntungan yang sedemikian ini.

Bila ini telah berlalu dan kita tidak memanfaatkannya, kita dikatakan sama seperti seorang pengembara yang terdampar di suatu pulau terpencil kemudian setelah bertahun-tahun menunggu datangnya pertolongan atau datangnya kapal yang akan menjemput dan membebaskan kita dari pulau terpencil tersebut, ketika kapal itu telah terlihat dan mendekat kita asyik dengan segala hal yang menyebabkan kita mengabaikan kapal yang datang itu sehingga ketika kapalnya telah berlalu kita baru menyesali apa yang telah kita lakukan sehingga mengabaikan kapal tersebut.

Guru Atisha menyatakan bahwa kita telah lahir menjadi manusia, Sang Buddha telah muncul di zaman ini, kemudian Dharma

(12)

Sang Buddha menyebar ke mana-mana, dan kita juga telah bertemu dengan Guru-guru, jangan menjadikan hal ini menjadi sia-sia.

Jangan menjadikan hal ini menjadi sia. Apakah artinya sia-sia? Arti sia-sia yang dimaksudkan Guru Atisha tadi adalah bahwa kita berlaku atau bertindak seperti pengelana yang terdampar tadi.

Sesungguhnya kita telah lama ada di dalam samsara ini, Sang Buddha menyatakan dalam sutra: kalau dihitung, tulang-belulang kita lebih banyak dari kayu yang ada di hutan mana pun di dunia ini, tetesan air mata yang kita teteskan ketika suami, anak, orang tua kita meninggal, atau karena segala penderitaan yang kita alami, bila tetesan air mata itu dikumpulkan sejak kita ada di samsara, maka akan lebih banyak dari keempat lautan yang ada di dunia ini.

Ungkapan Sang Buddha yang demikian menggambarkan bahwa kita ini sebetulnya sudah sangat lama mengembara di dalam samsara. Kita menjadi keluarga dari orang tua tertentu, menjadi suami atau istri dari orang tertentu, menjadi ayah atau ibu dari anak tertentu; yang kesemuanya hanya bersifat sementara saja karena selanjutnya bila daya pengikatnya atau perekatnya telah habis, maka masing-masing akan meneruskan perjalanannya sendiri-sendiri dan ke manakah mereka hendak pergi? Itu ditentukan dari latihan apa yang dia lakukan selama hidup di dunia ini. Ke mana kita akan pergi ditentukan oleh apa kegiatan yang kita lakukan dalam hidup sekarang ini.

Sang Buddha menyatakan dalam salah satu cerita Jataka bahwa kedekatan kita, pemikiran-pemikiran kita, emosi-emosi kita akan mengarahkan kita muncul pada suatu keadaan. Para Guru juga menyatakan ke mana pikiran kita diarahkan, ke sanalah ia akan berwujud dan bermanifestasi.

Dalam cerita Jataka ini Sang Buddha mengisahkan perjalanan hidupnya di masa lalu. Ketika itu Sang Buddha lahir sebagai seekor burung kakaktua yang bersaudara (kakaktuanya ada dua) yang kemudian menjadi peliharaan seorang raja, karena kedua burung kakaktua ini sangat cerdas, pandai berbicara dan bernyanyi, raja sangat sayang sekali kepada mereka sehingga oleh raja diberi kurungan yang

(13)

terbuat dari emas dan perak kemudian bila siang hari diberi makan makanan yang terpilih dan diberi minum susu dan madu.

Pada suatu ketika ada seorang pedagang yang datang kepada raja dan memberikan seekor kera yang cerdas yang didapatkannya dari hutan, karena kera ini pandai mengambil hati raja maka raja menjadi jatuh hati kepada kera sehingga perhatian raja berpindah dari dua bersaudara burung tadi kepada seekor kera yang baru ini.

Kera menjadi lupa diri dan lupa daratan, apa yang ia lakukan sering kali melampaui hal-hal yang semestinya didapatkan oleh seekor kera. Kemudian raja menjadi kecewa dan kembali lagi mengasihi kedua ekor burung tadi.

Si kera menjadi sakit hati dan berusaha untuk menghasut atau melakukan perbuatan-perbuatan yang mencelakai kedua ekor burung tersebut. Setelah kehidupan itu berlalu, sang burung dan adiknya menjadi makhluk yang lain, pada gilirannya lahir menjadi Pangeran Siddharta, adiknya menjadi Bhiksu Ananda dan si monyet menjadi Devadatta.

Devadatta yang telah melampaui berbagai hidup yang lalu sejak menjadi seekor kera serta Sang Buddha dan Ananda menjadi kedua ekor burung tadi, walaupun waktunya sudah sangat lama tetapi kecenderungan mental dari si monyet yang tidak menyenangi kedua ekor burung masih terbawa pada saat makhluk ini telah menjadi seorang manusia yaitu Devadatta yang terus menginginkan Sang Buddha dan Ananda celaka. Ini adalah contoh bahwa kecenderungan pikiran kita yang dikembangkan maupun yang dibiarkan melakukan kegiatannya sendiri akan mempengaruhi kita ke mana kita akan muncul nanti.

Bila seorang bhiksu atau yogi yang siang-malam membayangkan telah muncul di alam Surga Sukhavati, ia melafalkan nama Buddha Amitabha, ia menjaga ketiga pintunya yaitu tubuh, ucapan dan pikirannya agar tidak terganggu oleh aktivitas yang lain dan terus-menerus berkonsentrasi pada Surga Sukhavati dan berpranidhana untuk lahir di sana, maka sudah jelas ia akan muncul di sana dan terlahir dari kuntum bunga teratai.

(14)

Bila seorang yogi Tantrik yang bila malam hari orang-orang tidur lelap atau orang-orang bersukaria di tempat-tempat hiburan tetapi ia duduk berkonsentrasi, melakukan sadhana, pelafalan, transformasi diri, tentu orang seperti ini pantas bila di kemudian hari menjadi istadevatanya sendiri.

Jadi mudah untuk kita mengerti mengapa Guru-guru menyatakan ke mana kecenderungan pikiran itu diarahkan ke sanalah kita akan muncul. Oleh karena kemunculan itu datang secara tiba-tiba berdasarkan kekuatan karma maka kita harus berhati-hati terhadap kecenderungan mental kita.

Agar kita terbebas dari belenggu kecenderungan-kecenderungan mental yang negatif maka kita harus sering kali merenungkan apa yang disebut sebagai meditasi vipashana. Jadi kita harus merenungkan meditasi vipashana dalam tahap-tahap sesuai dengan urut-urutannya:

1. Kayanupashana (Perenungan terhadap tubuh jasmani)

Kenapa tubuh jasmani kita harus direnungkan? Apakah maksud Sang Buddha? Apakah tujuan yang Sang Buddha harapkan agar kita mendapatkannya? Dengan merenungkan tubuh kita, Sang Buddha menyatakan bahwa kita akan mendapat pengertian yang benar sesungguhnya tubuh kita itu apa, sesungguhnya diri kita itu siapa.

Jadi dari empat vipashana itu, yang pertama adalah perenungan terhadap tubuh kita. Tujuan utama dari perenungan ini agar setiap orang dapat memperlakukan tubuhnya tanpa rasa keterikatan yang berlebihan, apakah keterikatan pada keindahannya, kecantikannya, ketampanannya, atau juga rasa pegal, sakit dan sebagainya yang sering kali muncul pada tubuh kita.

Dengan perenungan ini akan didapatkan pemahaman bahwa sesungguhnya diri kita, diri manusia itu bukanlah tubuh ini. Itu adalah hasil dari perenungan terhadap Kayanupashana atau vipashana terhadap tubuh kita sehingga pada saat seorang wanita melihat tubuhnya mulai berkeriput, wajahnya berkeriput dan tidak lagi menarik, ia tidak akan menjadi kecewa dan itu tidak akan mengganggu dirinya.

(15)

Pada saat menderita sakit ia tidak akan merasa tertekan dan merasa mengalami hal-hal yang buruk karena tubuhnya sakit. Kenapa? Karena dalam meditasi vipashana terhadap tubuh tadi dikatakan bahwa kita bukanlah tubuh.

Tubuh kita bisa panas atau dingin, tubuh kita pernah menjadi seorang bayi, anak remaja, orang dewasa, nanti akan menjadi orang jompo, dan pada akhirnya tubuh kita ini akan dikremasikan atau ditanam. Itu adalah tubuh kita, itu adalah tubuh jasmani kita. Dia bukan diri kita, dia bukan diri manusia kita.

Jadi dengan meditasi ini Sang Buddha berharap kita bebas dari keterikatan terhadap keindahan tubuh dan segala hal yang menyertai eksistensi tubuh yaitu rasa sakit, dan berbagai rasa yang lain. Dengan demikian kita akan menempatkan tubuh kita pada letak yang sebenar-benarnya.

2. Vedana (Perenungan terhadap perasaan)

Ada tiga macam perasaan yang harus direnungkan yaitu: - Perasan senang

- Perasaan tidak senang - Perasaan netral

Perasaan-perasaan ini juga bukan diri kita, bukan manusia kita, tetapi hanyalah sekadar perasaan.

Ketiga macam perasaan ini terkait dengan pancaindra kita yaitu dengan mata, telinga, hidung, lidah dan pikiran kita. Bila mata kita melihat sesuatu yang tidak menyenangkan atau sesuatu yang menyenangkan, maka timbul perasaan yang tidak menyenangkan atau menyenangkan, maka tujuan meditasi vipashana ini adalah agar kita berada dalam keadaan yang tetap stabil karena perasaan itu bukanlah diri kita, karena perasaan apa pun yang muncul apakah dari suara, penglihatan, rasa di lidah, sentuhan, pikiran-pikiran, itu tidak benar-benar exist, tetapi hanya sebagai perasaan belaka.

Guru Shantideva menyatakan bahwa mata kita menyenangi sesuatu yang bagus seperti lebah yang menyukai madu. Jadi mata kita sejak waktu yang tak diketahui telah terbiasa menyenangi hal-hal yang

(16)

bagus, yang menyenangkan, oleh karena itu setiap hari kita dibuat sibuk untuk mencari sesuatu yang bagus untuk dilihat, kalau tidak ada kita akan membuatnya ada.

Kalau sudah sebulan di Jakarta kita akan bilang pada keluarga supaya pergi ke pegunungan atau mall untuk cuci mata. Karena apa? Karena Guru Shantideva tadi mengatakan bahwa mata kita telah lama menyukai sesuatu yang indah seperti lebah yang menyukai madu. Jadi itulah sebabnya tempat pariwisata setiap hari penuh sesak karena hampir seluruh umat manusia menyenangi sesuatu yang indah.

Kemudian Guru Shantideva juga menyatakan bahwa telinga kita menyukai suara yang bagus atau menyenangkan, sama seperti para pembantu yang menyukai makanan sisa. Telinga kita selalu mencari suara-suara yang bagus, kita selalu bingung untuk menaruh telinga kita, kalau sepi atau tidak ada suara kita berusaha untuk membuat suara, yang kemudian menjadi bisnis kaset, CD dan sebagainya supaya orang terus mendapat suara-suara yang baik, dan sebagainya.

Guru Shantideva melanjutkan, lidah kita menyukai makanan yang sedap sama seperti babi yang menyukai kotoran. Babi kalau diberi makanan yang bagus malah tidak begitu senang misalnya biskuit, sate, steak, makanan-makanan fast food tidak begitu senang tetapi kalau diberi makanan yang basi yang dicampur (makanan basi, sayur basi, tulang-tulang dan segala hal yang setengah membusuk), babi akan senang sekali.

Guru Shantideva menyatakan lidah kita telah terbiasa sama seperti babi yang menyukai makanan yang kotor. Tiap hari orang bingung untuk menghadirkan sesuatu yang menyenangkan lidahnya, kalau tidak ada akan dibuat-buat atau dijadwal misalnya selama seminggu makan di rumah sendiri, hari Minggu harus makan keluar supaya ada rasa baru untuk lidahnya. Ini adalah sesuatu yang menyangkut usaha memenuhi harapan kesenangan terhadap perasaan lidah.

Tadi di awal saya kemukakan bahwa vipashana berkaitan dengan perasaan berdasarkan tiga aspek yaitu perasaan senang, tidak senang

(17)

dan netral. Tiga hal ini harus diketahui bahwa ini bukanlah diri saya, ini bukanlah sesuatu yang nyata, ini hanyalah suatu perasaan saja.

Oleh karena itu para yogi, para bhiksu, para Bodhisattva, biasanya mereka berusaha untuk mengendalikan perasaannya berdasarkan renungan vipashana yang tadi. Kalau perasaan senang maka dia akan menyatakan pada dirinya ini bukanlah perasaan yang sesungguhnya, bukan diri saya yang sesungguhnya tetapi adalah proses perasaan saja.

Bila perasaannya tidak senang misalnya makanannya tidak enak atau hambar, suaranya memekakkan telinga atau mengejutkan hati, aromanya menusuk hidung atau tidak sedap, penglihatannya mengecewakan, atau pikirannya menjadi tidak benar; maka para yogi tersebut berusaha untuk menahan diri, tidak terkejut pada rasa yang enak, suara yang merdu, penglihatan yang indah dan seterusnya, dan bila sebaliknya mereka juga tidak terkejut tetapi bersikap penuh kesadaran bahwa ini hanya perasaan saja.

Jadi tujuan Sang Buddha adalah agar kita tidak terbawa oleh perasaan, agar kita tidak terbelenggu oleh perasaan, agar kita tidak dipermainkan oleh perasaan sehingga kita menjadi bebas dari diperbudak oleh perasaan.

3. Perenungan tentang pikiran

Pikiran bukan diri saya, pikiran saya bukanlah manusia, pikiran bukanlah saya tetapi hanyalah pikiran. Ini juga sama berkaitan dengan ketiga aspek yaitu pikiran senang, pikiran susah dan pikiran netral; pikiran gembira, pikiran sedih dan pikiran netral. Jadi bila muncul pikiran gembira, seorang yogi, bhiksu, penganut Mahayana akan berpikir: pikiran saya sedang gembira tetapi bukan saya, ini hanyalah pikiran. Bila pikiran sedang sedih, ia berpikir bukanlah saya yang bersedih, ini hanya pikiran yang sedih karena pikiran bukanlah saya, karena pikiran bukanlah manusia.

Pikiran datang cepat sekali dan pergi cepat sekali. Pikiran berubah dengan cepat sekali dan kembali cepat sekali, itu adalah pikiran kita. Pikiran berkaitan dengan masa lalu yang sudah berlalu,

(18)

pikiran berkaitan dengan saat ini, dan pikiran berkaitan dengan sesuatu yang akan datang tetapi ia bukanlah kenyataan, ia bukanlah diri, ini adalah vipashana terhadap pikiran.

4. Perenungan terhadap Dharma

Dharma adalah segala sesuatu. Segala sesuatu berkaitan pada aspek-aspek yang sangat luas yaitu panas, cuaca, keadaan-keadaan dan sebagainya. Itu adalah renungan-renungan di mana pada intinya dalam vipashana ini kita tidak mudah terkejut oleh kegiatan pancaindra kita. Kita mulai menjauhkan diri dan mulai memilah-milah siapakah diri saya dan apakah sebetulnya tubuh saya, perasaan saya, pikiran saya, dan hal-hal yang di luar tubuh, perasaan dan pikiran. Itu semuanya adalah bukan saya, itu hanyalah proses yang sedang berjalan, proses yang terus terjadi.

Jadi jangan menyangka bahwa tubuh kita adalah diri kita karena kita terus berganti-ganti tubuh berdasarkan kekuatan karma. Tubuh yang sekarang akan diganti dengan tubuh yang baru di kemudian hari. Perasaan kita juga bukanlah diri kita karena perasaan itu merupakan aktivitas dari sebab akibat yang saling berkaitan dan dia sebenarnya tidak berdiri sendiri, bukan merupakan diri. Pikiran kita juga sama, pikiran kita adalah seperti kilat yang datang dan pergi dengan cepat sekali dan dia bukanlah diri kita, itu semuanya merupakan vipashana yang harus kita latih terus-menerus agar kita mulai memantapkan diri yaitu membebaskan diri kita dari belenggu pancaindra kita.

Jadi bila kita mengulang kembali apa yang telah saya sampaikan pada malam hari ini adalah:

1. Kita bersyukur atas kelahiran kita sebagai seorang manusia. 2. Kita berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dan berusaha

untuk mewujudkan kebahagiaan itu dengan usaha-usaha apakah usaha yang mengarahkan pada kebahagiaan yang saat ini dan nanti atau kebahagiaan yang kekal abadi.

3. Kemudian bila kita berhadapan dengan perlindungan maka kita harus menjaga perlindungan itu tiga kali di siang hari dan tiga kali di malam hari.

(19)

4. Akhirnya adalah purifikasi karma-karma buruk masa lalu dan ditambah dengan pengumpulan kebajikan yang sebanyak-banyaknya.

Ini semuanya adalah inti sari dari ajaran para Guru yang bila kita nalar dengan seksama akan mendapatkan pengertian-pengertian yang baik dan pada akhirnya dengan berbagai penalaran itu akan memastikan kita menangkap esensinya yang dinyatakan oleh Guru Dromstonpa tadi bahwa setelah kita mendengar kita harus merenung, setelah merenung kita harus bermeditasi.

Dengan merenung kita akan memperkuat pengetahuan Dharma dari mendengar dan membaca, dan memperkuat konsentrasi meditasi kita. Dengan bermeditasi akan memperkuat pengetahuan Dharma dan memperkuat perenungan kita. Bila ini yang dilakukan maka kita tentu tidak akan menyesali kehidupan kita di kemudian hari. Jey Tsongkhapa menyatakan bila kita melakukan hal-hal seperti ini, maka kita telah mendapatkan tujuan hakiki dari kelahiran sebagai seorang manusia.

Ada seorang Geshe dalam tradisi Kadampa berkata, “Setelah saya melatih diri dengan seksama, setelah saya mendengarkan ajaran para Guru dan melatih diri sesuai dengan ajaran itu, sekarang bila saya mati saya akan mati dengan bahagia.”

Banyak orang yang takut mati tetapi Geshe ini menyatakan akan mati dengan bahagia karena telah mewarnai seluruh perjalanan hidupnya dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan tahun ke tahun dengan perlindungan Sang Triratna, dengan pemurnian karma-karma negatif, dengan pengumpulan karma-karma baik yang besar dan dengan latihan yang menyebabkannya dapat memanjat pada tingkatan kehidupan yang jauh lebih tinggi lagi.

Dan bila ini yang terjadi, maka pada saat kematian seseorang akan dapat meninggal dengan rasa gembira yang luar biasa, sama seperti seseorang yang menunggu saat diadakannya upacara perkawinan. Jadi kematian merupakan pintu kebahagiaan bagi mereka yang melatih diri sesuai dengan ajaran para Guru.

Referensi

Dokumen terkait

Nama Field Jenis Panjang Keterangan KodeBrg Varchar 5 Kode barang NamaBrg Varchar 20 Nama Barang Satuan Varchar 1 1=KG 2=Ton 3=Liter 4=Kubik Master Pengelola

Berdasarkan perjanjian tersebut Kerajaan British telah membahagikan pentadbiran Brunei kepada dua corak atau kekuasaan yang berbeza. Pentadbiran urusan dan kegiatan agama di

Ayah pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan dan telah Ayah pasien pernah menjalani pengobatan TB selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh. Tidak

Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yangditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, termasuk di

Maka Dari Itu kita Surga Pewangi Laundry juga Menjual kemasan Contoh pewangi Loundry isi 100ml, 250 ml , 1 literan Dengan Macam‐Macam preferensi aroma parfum.. buat mendapatkan

(3) Dalam hal dugaan keracunan pangan bersumber dari pangan yang dikonsumsi di luar wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau di

Agar semakin banyak orang yang menggunakan jasa salon Anata cabang Pasirkaliki harus melakukan peningkatan pelayanan agar servicenya memuaskan juga harga yang

Jual beli ‚Mahar‛ benda pusaka merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual, bisa berupa uang, amalan-amalan khusus, atau sesuai kehendak si penjual