BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan media massa saat ini sangat berkembang dengan pesat untuk diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik itu berita yang berbau negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai pendukung untuk suksesnya pembangunan dan tercapainya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila selain adanya sarana-sarana yang mendukung pelaksanaan pembangunan lainnya.
Mengingat kecanggihan perkembangan teknologi dan informasi yang terus bergerak cepat detik per detik, telah membawa perubahan terhadap dunia pers, maka penyebarluasan informasi tidak hanya dapat dilakukan dengan media cetak saja tetapi dapat juga dilakukan melalui media elektronik yaitu melalui sarana radio, pemberitaan di televisi dan juga melalui internet yang informasinya justru lebih cepat dan mudah.
Aspek lain yang mempengaruhi perkembangan media massa di Indonesia yaitu setelah masa Presiden Habibie, Indonesia memasuki era kebebasan pers. Kebebasan ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 yang menggantikan UU Pokok Pers No. 21 Tahun 1982 di masa Orde Baru.18
Pers mendapatkan kemerdekaannya untuk bebas menyatakan pendapat, menyampaikan dan memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan Hak Asasi Manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Hal ini tercantum dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 dan mengenai kemerdekaan Pers sebagai Hak Asasi Manusia tercantum dalam Pasal 4 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.19
Pasal 28 UUD menyebutkan :
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.” Pasal 28 huruf f UUD 1945 menyebutkan :
“Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan dengan segala jenis saluran yang tersedia.20
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, yang dimaksud dengan “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara” adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelanggaran, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi
19 Soedijat Iman, Hukum Pers (Yogyakarta, 1968).
hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
Kemerdekaan dan kebebasan pers juga merupakan tuntutan hakiki dari wahana media informasi yang harus menjalankan peran dan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi, disamping eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga dapat tercipta suatu keseimbangan dalam negara demokrasi. Jaminan kemerdekaan dan kebebasan pers juga penting untuk menjaga objektivitas dan transpantasi pers dalam menuliskan berita-beritanya tanpa rasa takut dibawah tekanan penguasa.21
Perjalanan dan perjuangan pers itu tidaklah mudah terlebih lagi wartawan. Menurut Pasal 1 butir (4) No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan ialah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “wartawan” diartikan “orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat di surat kabar, majalah, radio, dan televisi”.
Dalam hal ini wartawan sangat berperan banyak dalam memajukan perkembangan media masa. Karena wartawan bertugas meliput kejadian-kejadian penting yang terjadi disekitar kehidupan kita, misalnya: seperti terjadi kecelakaan lalu lintas, aksi demo atau tawuran dan juga bencana alam. Wartawan mempertaruhkan seluruh jiwa dan raga mereka untuk mendapatkan informasi aktual terpercaya, bahkan sampai terkadang mereka mendapatkan perlakuan kasar atau pun sampai kehilangan nyawa mereka demi mendapatkan berita yang akan diliput mereka untuk disajikan kepada masyarakat luas sebagai informasi penting.
21 Juniver Girsang, Penyelesaian Sengketa PERS (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 3.
Banyak wartawan yang berburu berita terkadang tidak mementingkan keselamatan mereka sendiri, ini semua karena tuntutan dari pekerjaan yang mereka tanggung. Dari mulai berlari-larian, berdesak-desakan dengan orang lain yang ingin mendapatkan informasi dan juga sampai mengalami kerusakan pada alat-alat elektronik mereka dalam saat meliput berita.
Wartawan juga tidak sembarangan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan. Karena didalam pekerjaan mereka, mereka harus menjunjung tinggi etika profesi. Pasal 77 UU Nomor 40 Tahun 1999 ayat (2) menerangkan, wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Dimana berdasarkan Lampiran Peraturan Dewan Pers tersebut dikatakan :
“Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers ialah hak asasi manusia yang dilindungi pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers ialah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang. Karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga
kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, Wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.”22
Wartawan yang bekerja sebagai pekerja jurnalistik harus terdaftar resmi sebagai anggota dari perusahaan pers, dan juga terdaftar sebagai anggota organisasi wartawan. Agar wartawan memiliki badan hukum yang menaungi dan membela kepentingan hak asasi dari wartawan itu sendiri. Seharusnya disini wartawan sudah merasa lega karena telah memiliki badan hukum yang bersedia membantu permasalahan yang dialami rekan sesama wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka.
Dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah, ini sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apabila wartawan dan media masa lainnya melakukan tindak pidana dapat digolongkan ke dalam “delik pers” maka Pasal yang berkenaan untuk menjerat tindak pidana tersebut yakni:23
1. Kejahatan terhadap ketertiban umum (haatzaai artikelen) sebagaimana diatur dalam Pasal 154, 155, 156, dan 157 KUHP, yaitu Pasal-Pasal tentang penyebarluasan kebencian, dan permusuhan di dalam masyarakat terhadap pemerintah;
2. Kejahatan penghinaan, yaitu terhadap Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 134 dan 137 KUHP), termasuk terhadap badan atau alat kekuasaan negara (Pasal 207, 208, dan 209 KUHP) dan penghinaan umum (Pasal 310 dan 315 KUHP);
22 http://www.dewanpers.org. (diakses tanggal 11 September 2015).
23 Da’i Bachtiar, “Kebebasan Pers Vs Delik Pers”, Dalam Dialog Pers dan Hukum, Dewan Pers & Unesco, Juni 2004, hal. 42.
3. Kejahatan melakukan hasutan (provokasi), yaitu berupaya atau tindakan untuk mendorong, mengajak, membangkitkan atau “membakar” orang lain supaya melakukan suatu perbuatan (Pasal 160 dan 161 KUHP);
4. Kejahatan menyiarkan kabar bohong (Pasal 14 dan 15 UU No.1/1946); 5. Kejahatan kesusilaan (pornografi) diatur Pasal 282 dan 533 KUHP.
Profesionalisme wartawan dalam pemberitaan harus sesuai dengan kode etik jurnalistik yaitu menunjukkan identitas diri kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya, rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, dan suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang serta menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, dan suara.
Wartawan dalam melaksanakan tugasnya memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan
“off the record” sesuai dengan kesepakatan antara narasumber dan wartawan itu
sendiri.24
Penyebab tindak pidana kekerasan yang sering terjadi pada wartawan yaitu karena pelanggaran hak privasi dari narasumber, atau pun hal-hal yang akan diangkat beritanya kepada media masa. Terkadang tidak semua orang ingin diberitakan kasus atau kejadian yang sedang dialaminya kepada masyarakat luas, agar tidak mendapatkan cibiran dan gunjingan dari masyarakat tentang kejadian
24 Ibid
yang sedang dialaminya. Maka dari itu timbulah perbuatan tindak pidana kekerasan kepada wartawan.
Pada kenyataannya banyak terjadi bentuk pelanggaran yang diterima oleh wartawan dalam meliput berita atau pun mengumpulkan informasi dari narasumber, contoh nya: “Kasus Pemukulan Terhadap Wartawan oleh Satpam di Sekolah Sultan Agung Kota Pematang Siantar Sumatera Utara”. Kejadian ini bermula saat wartawan dari surat kabar harian SIB yang bernama Parlin Pangaribuan meliput kemacetan yang terjadi di Jl. Surabaya dimana sekolah Sultan Agung berdiri, tiba-tiba satpam yang bertugas di depan sekolah Sultan Agung melarang wartawan tersebut meliput, dan wartawan itu menjawab bahwa tidak ada larangan yang melarang wartawan tersebut meliput kemacetan ditempat itu, kemudian satpam tersebut merasa tidak senang dengan jawaban si wartawan tersebut lalu satpam itu menarik wartawan itu lalu memukulnya dilapangan basket sekolah Sultan Agung yang disaksikan oleh siswa-siswi disekolah tersebut.25
Berdasarkan kronologi penyebab kejadian pemukulan diatas, bisa dilihat bahwa alasan tersebut sangatlah sepele. Disini kita dapat menilai sisi aroganisme dari petugas keamanan, seharusnya mereka tidak melakukan tindakan gegabah dan semena-mena memukul orang lain dengan alasan yang sepele, tetapi memberikan arahan dan jangan langsung ringan tangan kepada orang lain yang tidak mengancam keamanan perkantoran, perusahaan atau pun sekolah yang dijaganya.
Perlindungan hukum terhadap tindak pidana kekerasan disini sangatlah penting untuk masyarakat dalam ketidakadilan yang terjadi disekitar kehidupan kita, pemerintah dan para aparatur negara lah yang memberikan rasa aman, tenang dan tentram. Terutama bagi wartawan dan pers yang ingin dilindungi hak asasi nya dan dihargai karyanya serta perjuangannya dalam mengumpulkan sumber-sumber informasi yang akurat, dan terpercaya untuk diberikan kepada semua orang sebagai sumber informasi yang penting dan terpercaya.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dan aparatur negara terhadap hak asasi dan keselamatan wartawan dalam mengumpulkan sumber informasi berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Untuk itu penulis, penulis membuat penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul: Perlindungan Hukum Terhadap Wartawan yang Mengalami Tindak Pidana Kekerasan dalam Menjalankan Tugas Profesi (Studi Kasus Kota P. Siantar).
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam penyusunan suatu penulisan hukum. Perumusan masalah di dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk menegaskan masalah yang akan diteliti, sehingga tujuan yang akan dicapai menjadi lebih jelas dan sistematis. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang diharapkan.
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap wartawan dari tindak pidana kekerasan yang sedang menjalankan tugas profesi?
2. Bagaimana faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas profesi?
3. Bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap wartawan dalam menjalankan tugas profesi?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti agar penelitian tersebut memiliki arahan dan pedoman yang pasti. Tujuan penelitian pada prinsipnya mengungkapkan apa yang hendak dicapai oleh peneliti sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi26
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap wartawan dari tindak pidana kekerasan yang sedang menjalankan tugas profesi.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas profesi.
3. Untuk mengetahui kebijakan hukum pidana terhadap wartawan dalam menjalankan tugas profesi.
26 Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: Cetakan III, UI-Press, 2006) hal .29.
D. Manfaat Penelitian
Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini antara lain:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan di bidang hukum khususnya dalam bidang hukum Acara Pidana dalam hal perlindungan hukum terhadap wartawan yang mengalami tindak pidana kekerasan dalam menjalankan tugas profesi.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan, sumber referensi bagi para pihak yang berkepentingan terhadap penelitian ini.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan deskripsi tentang perlidungan hukum terhadap wartawan yang mengalami tindak pidana kekerasan dalam menjalankan tugas profesi.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengaturan hukum terhadap wartawan dari tindak pidana kekerasan yang sedang menjalankan tugas profesi.
2. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas profesi.
3. Kebijakan hukum pidana terhadap wartawan dalam menjalankan tugas profesi.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Nornatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal.Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara garis besar ditujukan kepada.27
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. b. Penelitian terhadap sistematika hukum. c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum. d. Penelitian terhadap sejarah hukum. e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.
27 Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Medan : PT. Sofmedia, 2015. hal 94
Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.
2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Normatif.28
3. Lokasi Penelitian,Populasi dan Sampel.
Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Pengadilan Negeri Medan dan Polresta P. Siantar.
4. Alat Pengumpulan Data
Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan , yaitu menelaah bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan analisis hukum tentang tindak pidana pencurian dengan kekerasan.29
5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Prosedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan analisis hukum tentang perlindungan hukum terhadap
28 Ibid.hal.96
wartawan yang mengalami tindak pidana kekerasan dalam menjalankan tugas profesi.
6. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.